Duktus Nasolakrimal

46
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Duktus nasolakrimal adalah saluran yang menghubungkan sakus lakrimalis ke bagian anterior meatus inferior dari hidung, tempat mengalirnya air mata ke hidung. 1 Obstruksi pada duktus nasolakrimal, menyebabkan air mata tidak dapat mengalir ke kavum nasi. Hal ini sering menimbulkan gejala epifora. Selain gejala epifora yang sering dikeluhkan, pasien yang mengalami obstruksi pada saluran ini, sering mengalami rekuren infeksi mata atau infeksi saluran air mata. 2 Kanalisasi ductus nasolakrimal biasanya telah terbentuk sempurna pada bulan ke delapan gestasi. 3 Namun, 2-4% dari seluruh bayi yang dilahirkan mengalami keterlambatan perkembangan, dimana masih terdapat sisa membran di ujung saluran ini, tidak terdapatnya

description

FK UNSRI

Transcript of Duktus Nasolakrimal

Page 1: Duktus Nasolakrimal

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Duktus nasolakrimal adalah saluran yang menghubungkan sakus

lakrimalis ke bagian anterior meatus inferior dari hidung, tempat mengalirnya air

mata ke hidung.1 Obstruksi pada duktus nasolakrimal, menyebabkan air mata

tidak dapat mengalir ke kavum nasi. Hal ini sering menimbulkan gejala epifora.

Selain gejala epifora yang sering dikeluhkan, pasien yang mengalami obstruksi

pada saluran ini, sering mengalami rekuren infeksi mata atau infeksi saluran air

mata.2

Kanalisasi ductus nasolakrimal biasanya telah terbentuk sempurna pada

bulan ke delapan gestasi.3 Namun, 2-4% dari seluruh bayi yang dilahirkan

mengalami keterlambatan perkembangan, dimana masih terdapat sisa membran di

ujung saluran ini, tidak terdapatnya pungtum, stenosis dari sistem pengeluaran air

mata, infeksi, atau tulang hidung yang menghambat pengeluaran air mata.4

Terdapat 90% pasien obstruksi ductus lakrimal kongenital mengalami patensi

saluran pada usia kurang dari 1 tahun namun sisanya berlanjut hingga usia lebih

dari 1 tahun.5

Kejadian obstruksi duktus nasolakrimal cukup sering, namun tidak

terdapat data pasti yang menyatakan angka kejadian pastinya. Terdapat banyak

Page 2: Duktus Nasolakrimal

hal yang dapat menimbulkan obstruksi duktus nasolakrimal didapat, misalnya

infeksi, inflamasi, neoplasi, trauma, mekanikal.6

Obstruksi duktus nasolakrimal menimbulkan beberapa komplikasi,

komplikasi yang tersering salah satunya adalah konjungtivitis dan komplikasi

lainnya adalah dracyocystitis. Oleh karena itu dibutuhkan penatalaksanaan untuk

membuat saluran nasolakrimal yang paten. Banyaknya hal yang dapat

menimbulkan obstruksi duktus nasolakrimal dan komplikasi penyakitnya

membutuhkan pengetahuan dan pemahaman mengenai penegakan diagnosis dan

tatalaksana obstruksi duktus nasolakrimal

I.2 Tujuan

Telaah ilmiah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan

pemahaman mengenai penegakan diagnosis dan penatalaksanaan obstruksi duktus

nasolakrimal.

Page 3: Duktus Nasolakrimal

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM LAKRIMAL

II.1 Anatomi

Bola mata (bubus oculi), atau organ penglihatan, berada pada kavitas

orbita, dimana organ ini dilindungi dari cedera dan pergerkan oleh otot-otot okular

serta tulang (os sphenoidale, zygomaticum, frontale, ethmoidale, lacrimale,  dan

maxilla). Selain itu, ada pula struktur aksesorius yang berhubungan dengan mata,

seperti otot-otot, fascia, alis, kelopak mata, konjungtiva, dan badan lakrimal.1

Salah satu sistem organ asesorius yang lain adalah apparatus lacrimalis

(lacrimal apparatus). Apparatus lakrimal terdiri dari glandula lakrimalis, sakus

lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.1,8

Page 4: Duktus Nasolakrimal

Gambar 1. Anatomi Apparatus Lakrimalis (Dikutip dari : Glasglow, Ben,. 2006)

Lacrimal gland (glandula lacrimalis) terdapat pada fossa lakrimal, sisi

medial prosesus zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan

besarnya menyerupai almond, dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar

lakrimal superior (pars orbitalis) dan inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar

ini, berkisar 6-12, berjalan pendek menyamping di bawah konjungtiva.1,7

Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat

kecil, bernama puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada

tepi ekstremitas lateral lacrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan lebih

pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan sudut yang tajam,

dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju lacrimal sac. Duktus inferior

awalnya berjalan turun, dan kemudian hamper horizontal menuju lacrimal sac.

Page 5: Duktus Nasolakrimal

Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan disebut ampulla. Pada setiap

lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis sfingter.1,7

Lacrimal sac (saccus lacrimalis) adalah ujung bagian atas yang dilatasi

dari duktus nasolakrimal, dan terletak dalam cekungan (groove) dalam yang

dibentuk oleh tulang lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac

oval dan ukuran panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat;

bagian bawahnya berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.1,8

Nasolacrimal duct (ductus nasolacrimalis; nasal duct) adalah kanal

membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian bawah

lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran ini berakhir dengan

suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna, plica lacrimalis (Hasneri),

dibentuk oleh lipatan membran mukosa. Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal

osseous, yang terbentuk dari maksila, tulang lakrimal, dan konka nasal inferior.

Gambar 2. Lapisan Air Mata (Dikutip dari : Anonim. 2008)

Page 6: Duktus Nasolakrimal

Permukaan depan bola mata ditutupi oleh suatu lapisan yang disebut Tear

film yang berperan juga untuk pembentukan dan mempertahankan kualitas air

mata. Tear film terdiri dari tiga lapisan: 1,7

Lapisan superfisial (lipid), yang dihasilkan oleh kelenjar meibom dan

kelenjar sebasea, berfungsi mencegah evaporasi. Tebalnya 0,1 um terdiri dari

sedikitnya sembilan jenis lemak yaitu hydrokarbon (7,54 %), sterol ester

(27,3 %), wax ester (32,3 %), diester region (7,54 %), tryacyl gliserol (3,7

%), post tryacyl gliserol (2,98 %), free sterol (1,63 %), free fatty acid (1,98

%) dan polar lipid (14,8 %) 16, dengan titik leleh yang berbeda–beda, namun

pada komposisi fraksi lemak yang ideal seluruh komponen akan meleleh pada

suhu tubuh. Perubahan komposisi fraksi lemak akan menimbulkan deviasi

dan corakan lipid normal yang dinilai berdasarkan interferensi warna dan

selanjutnya akan mengganggu kestabilan air mata. Lapisan lipid bersifat

hidropobik, memperlambat evaporasi dan untuk lubrikasi

Lapisan akuos, yang disekresi oleh kelenjar lakrimalis dan kelenjar Krause

serta Wolfring. Mengandung garam–garam inorganik, glukosa, urea, protein

dan glikoprotein yang berfungsi dalam pengambilan oksigen untuk

metabolisme kornea. Tebalnya 6,5 um–7,5 um, merupakan komponen

terbesar dari air mata, seperti juga pada lapisan yang lain gangguan pada

komposisi akan mempunyai dampak pada kualitas air mata.

Lapisan mukus, dihasilkan oleh sel–sel goblet konjuntiva dan merupakan

lapisan terdalam. Tebal 0,02 um–0,05 um. variasi musin lain dihasilkan

Page 7: Duktus Nasolakrimal

kelenjar lakrimalis yang teriritasi. Kualitas lapisan ini secara klinis dapat

dinilai dengan uji Ferning. Mukus merupakan faktor penting untuk

hidropobik, sehingga permukaan tersebut dapat dibasahi air mata.

Sekresi air mata pada satu mata adalah 60 gram/hari, sedangkan sekresi

basal 0,6 ml–1,2 ml permenit. 10 %–25 % dari total air mata yang disekresi akan

hilang melalui evaporasi. Bila tidak ada lapisan lipid eveporasi akan meningkat

10–20 kali.7

II.2 Fisiologi

Sistem lakrimal terbagi menjadi dua, yakni:7

1. Sistim sekresi

2. Sistim ekskresi

Ada beberapa komponen sekresi yang terdiri dari: Glandula lakrimal (kel.

Utama), glandula lakrimal asesoris (Krause dan Wolfring), glandula sebasea

palpebra (kel. Meibom) dan sel–sel goblet dari konjuntiva (Musin). Persyarafan

dari sistim sekresi oleh syaraf trigeminus (V) dan syaraf simpatik tidak

memberikan efek pada sekresi. Sistim sekresi terdiri dari sekresi basal dan reflek

sekresi. Sekresi basal terdiri dari kelenjar asesoris air mata dari Krause dan

Wolfring sedangkan reflek sekresi dari kelenjar air mata yang utama terdiri dari

porsi orbita dan palpebra.1,7

Page 8: Duktus Nasolakrimal

Sistim ekskresi dari air mata dimulai dari puntum lakrimalis superior dan

inferior, ampula, kanalikulus, kanalikulus komunis, sakkus lakrimalis, duktus

nasolakrimalis dibagian akhir terdapat katup Hasner dan berakhir dimeatus nasi

inferior. Persyarafan juga berasal dari syaraf trigeminus dan simpatetik yang

berasal dari simpatetik orbita.

Fungsi dari pengeluaan air mata ini, antara lain:7

1. Sebagai optik yang mempertahankan permukaan kornea.

2. Menghapus benda asing dari permukaan kornea.

3. Sumber oksigen terhadap epitel kornea dan konjuntiva.

4. Pelicin antara kelopak mata dan permukaan mata.

5. Jalur untuk sel–sel lekosit menuju kebagian sentral kornea avaskuler bila

terjadi trauma kornea.

6. Sebagai anti bakterial.

7. Media untuk membuang debris dan sel yang mengalami deskuamasi.

Air mata (tear film) yang diekskresikan kemudian berjalan menutupi

permukaan bola mata dan kelopak mata kemudian masuk ke pungtum lakrimal

terus ke kanalikuli, sakus lakrimal, duktus naso lakrimal terus kehidung.

Kebanyakan tear film dieliminasi secara langsung melalui evaporasi dan

diabsorbsi disakus lakrimal. Pengaliran dari air mata merupakan proses yang aktif

dengan mekanisme yang beragam adanya keaktifan pompa palpebra-kanalikuler.

Sewaktu kelopak mata membuka sebelum mata mulai berkedip maka

kanalikuli siap untuk diisi air mata. Kelopak mata atas turun sebagai awal

berkedip dan bagian medial kelopak mata sekitar puntum akan naik, puntum

Page 9: Duktus Nasolakrimal

bagian atas dan bawah akan berkontak lebih kuat dan hanya setengah jalan yang

tertutup. Sewaktu puntum tertutup sewaktu berkedip akan menekan kanalikuli dan

sakkus lakrimal air mata terdorong melalui duktus nasolakrimalis dan melalui

hidung, volume air mata akan minimum sewaktu berkedip.

Teori Pompa lakrimal yang dikembangkan oleh Jones menyatakan

sewaktu kelopak mata menutup fisura kelopak mata berpindah kenasal dan air

mata pindah ke daerah puntum, antara kelopak mata, konjuntiva dan karunkulae

daerah lakrimal. Sewaktu relaksasi kelopak pada saat mata terbuka kanalikuli dan

ampula ditekan oleh otot pretarsal superfisial dan pretarsal dalam, yang sangat

elastis dan akan menghasilkan tekanan negatif di dalam ampula- kanalikuler

sistim menyebabkan air mata terhisap kedalam puntum, kemudian sewaktu

kelopak mata menutup lagi, air mata yang sebelumnya di ampula–sistim

kanalikuli selanjutnya apabila kelopak mata terbuka air mata ditekan ke sakus

lakrimal.7

Page 10: Duktus Nasolakrimal

BAB III

OBSTRUKSI DUKTUS NASOLAKRIMAL

III.1 Definisi

Obstruksi duktus nasolakrimal adalah sumbatan pada saluran yang

menghubungkan dari salah satu sakus lakrimal ke bagian anterior meatus inferior

dari hidung, tempat mengalirnya air mata ke hidung.9

Sesuai dengan fungsi ductus nasolakrimal sebagai tempat mengalirnya air

mata dari sakus lakrimal ke nasal cavity, obstruksi pada ductus nasolakrimal

menyebabkan air mata yang mengalir berlebihan secara abnormal pada pipi

(epifora).

III.2 Etiologi dan Klasifikasi

Obstruksi duktus nasolakrimal terbagi menjadi dua berdasarkan usia terjadinya,

yakni:6

1. Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital

Sistem nasolakrimal berkembang sebagai tabung yang solid yang

kemudian mengalami kanalisasi dan paten tepat sebelum cukup bulan. Obstruksi

duktus nasolakrimal kongenital (CLDO) adalah gangguan patensi duktus

Page 11: Duktus Nasolakrimal

nasolakrimal yang didapatkan semenjak dari lahir. Ujung distal duktus

nasolakrimal bisa tetap imperforata sehingga menyebabkan mata berair. Sekitar

6% bayi mengalami pengeluaran air mata walau saat tidak menangis.

Penyebab tersering (50%) dari obtruksi duktus nasolakrimal kongenital

adalah kegagalan dari membran di ujung duktus nasolakrimal (katup Hasner)

untuk membuka pada atau mendekati kelahiran.5

Penyebab lainnya adalah tidak ada punctum pada kelopak mata atas dan

bawah, stenosis, infeksi, dan tulang hidung yang mengobstruksi saluran air mata

saat memasuki hidung.3

Obstruksi kanalikuli menyebabkan sebagian kumpulan air mata dalam

sakus lakrimal dapat terinfeksi dan menimbulkan mukocelle atau mengakibatkan

drakiosistitis. Kebanyakan obstruksi menghilang pada tahun pertama kehidupan

namun jika epifora masih terjadi setelah tahun pertama kehidupan dapat dilakukan

patensi dengan melewatkan suatu probe melalui pungtum ke duktus lakrimalis

untuk melubangi membran yang tertutup (probing).10

2. Obstruksi duktus nasolakrimal didapat

Obstruksi duktus nasolakrimalis didapat terbagi menjadi dua, yakni primer

dan sekunder. Obstruksi duktus nasolakrimalis primer adalah keadaan obstruksi

duktus yang disebabkan inflamsi atau fibrosis tanpa faktor yang mendasarinya.

Penyebab obstruksi duktus nasolakrinalis antara lain :6

1. Infeksi, dapat disebabkan bakteri, virus, parasit, dan jamur.

Page 12: Duktus Nasolakrimal

a. Bacteria : Actinomyces, Propionibacterium, Fusobacterium,

Bacteroides, Mycobacterium, Chlamydia species, Nocardia,

Enterobacter, Aeromonas, Treponema pallidum, dan

Staphylococcus aureus.

b. Virus : herpes simplex, herpes zoster, chickenpox, epidemic

keratoconjunctivitis

c. Jamur : Aspergillus, Candida, Pityrosporum, and Trichophyton.

d. Parasit : Ascaris lumbricoides.

2. Inflamasi baik yang bersifat endogen maupun eksogen.

a. Endogen: Wegener granulomatosis, sarcoidosis, cicatricial

pemphigoid, sinus histiocytosis, Kawasaki disease,

danscleroderma.

b. Eksogen : obat tetes mata, radiasi, kemoterapi sistemik, transplantasi

sum-sum tulang.

3. Neoplasia, baik yang bersifat primer, sekunder, atau metastatic.

a. Neoplasma primer, misalnya tumor pada puncta, canaliculi,

lacrimal sac, atau nasolacrimal duct.

b. Neoplasma sekunder atau tumor akibat penyebaran tumor di sekitar

strktur anatomi, misalnya kanker kelopak mata contohnya basal

cell carcinoma, squamous cell carcinoma.

c. Penyebaran metastatik jarang terjadi namun pernah dilaporkan

misalnya kanker payudara atau prostat.

Page 13: Duktus Nasolakrimal

4. Traumatik

a. Iatrogenic : scar yang timbul akibat pembedahan misalnya pada

probing saluran lakrimal, dekompresi orbita, paranasal, nasal,

craniofacial.

b. Non-iatrogenik.

5. Mekanik.

a. Benda asing intraluminal merupakan penyumbatan akibat benda

asing di dalam saluran air mata seperti dacryolith,

b. Kompresi dari luar adanya benda saing diluar menghambat

pengeluaran air mata dari salurannya misalnya rhinolith, benda

asing di hidung, mucocelle.

IIII.3 Epidemiologi

Prevalensi terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis kongenital di

amerika serikat adalah sebesar 2-4% dari seluruh kelahiran dan sepertiganya

mengalami obstruksi duktus nasolakrimal bilateral. Sebanyak 35% pasien

obstruksi duktus nasolakrimal, mengalami obstruksi pada katup Hasner pada

ujung duktus nasolakrimal, 15% punctal agenesis, 10% kongenital fistul, 5%

defek craniofacial. Kebanyakan duktus terbuka pada minggu ke 4-6 kelahiran.

Munculnya manifestasi klinis pada usia minggu sampai beberapa bulan.4,5

III.4 Patofisiologi

Obstuksi duktus nasolakrimalis primer lebih tinggi pada wanita dan pada

usia lanjut. Hal ini disebabkan anatomi fossa lakrimal bagian bawah dan duktus

Page 14: Duktus Nasolakrimal

nasolakrimal bagian tengah. Terdapat perubahan dimensi anteroposterior pada

tulang canal nasolakrimal pada pasien osteoporosis. Hal lain yang mempengaruhi

terjadinya obstruksi adalah fluktuasi hormon, menstruasi, dan sistem imun.

Perubahan hormon menyebabkan perubahan secara general re-epitelisasi di tubuh

termasuk di sakus dan duktus nasolakrimal.6

Obstruksi duktus nasolakrimal sekunder, disebabkan karena infeksi,

inflamasi, mekanikal, tumot, trauma. Bakteri seperti Actinomyces,

Propionibacterium, Fusobacterium, Bacteriodes, Mycobacterium, Chlamydia.

Pada infeksi virus, obstruksi disebabkan kerusakan substansia propia dari jaringan

elastis kanalikuler dan atau perlekatan baris membran epitel kanalikuli. Jamur

juga dapat menimbulkan sumbatan melalui sumbatan batu, atau dacryolith. Parasit

jarang menimbulkan obstruksi namun pernah dilaporkan Ascaris lumbricoides

memasuki sistem lakrimal melalui katup Hasner.6

Inflamasi endogen yang menyebabkan obstruksi seperti granulomatosis,

sarcoidosis, pemphigoid, Kawasaki. Inflamasi eksogen yang menimbulkan

obstruksi antara lain obat tetes mata, radiasi, kemotherapy sistemik.6

III.5 Manifestasi Klinis

Beberapa hal yang menjadi manifetasi klinis obstruksi duktus nasolakrimal antara

lain:6

1. Epifora.

2. Iritasi.

Page 15: Duktus Nasolakrimal

3. Pandangan kabur yang disebabkan penambahan meniskus air mata.

4. Dacryosistitis, konjungtivitis, pemphigus okular yang bersifat rekuren.

5. Sisi medial kantus yang nyeri dan bengkak.

III.6 Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis obstruksi duktus nasolakrimal dimulai dari

anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala dan

tanda berupa epifora; mukoid atau purulen discharge; gejala infeksi ulangan

berupa dracyosistitis, konjungtivitis, pemphigus; nyeri dan bengkak pada medial

kantus. Pada anamnesis digali riwayat penyakit mata terdahulu seperti

pembedahan mata (dacryosistorhinotomi), operasi kelopak mata, penggunaan obat

galukoma atau tetes mata lainnya. Selain riwayat penyakit mata, pda anamnesis

dapat diperoleh riwayat penyakit sistemik sebelumnya seperti, limpoma, wegener

granulomatosis, sarcoidosis, ocular cicatricial pemphigoid, kawasaki disease,

scleroderma, sinus histiocytosis, riwayat pengobatan dengan radiasi ke kantus

medial dengan kemoterapi sistemik dengan 5-FU, infeksi parasit, trauma facial,

pembedahan nasal atau sinus sebelumnya. 6

Pada obstruksi duktus nasolakrimal terjadi epifora. Hal-hal yang dapat

membedakan epifora dan lakrimasi antara lain:11

Sifat pengeluaran air mata (konstan atau intermiten).

Periode remisi atau lack of.

Kondisi unilateral atau bilateral.

Rasa subjektif tidak nyaman di sekitar mata.

Page 16: Duktus Nasolakrimal

Riwayat alergi

Penggunaan obat topikal

Riwayat probing

Penyakit infeksi sebelumnya

Riwayat penyakit sinus, pembedahan sebelumnya, trauma midfacial,

fraktur nasal.

Episode infeksi sakus lakrimal sebelumnya

Air mata yang jernih atau bercampur darah atau mukopurulen.

Terdapat beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk

membedakan epifora dan lakrimasi. Pada lakrimasi dapat dilakukan uji:

Pemeriksaan Tear meniskus, cara pemeriksaan produksi air mata normal

menghasilkan meniskus air mata, penuh dan sedikit konkaf, kira–kira 0,5

mm- 1,0 mm. Pada defesiensi air mata meniskus akan berkurang atau tidak

ada dan mungkin mengandung mukus atau debris.

Tear Film Breakup Time (TBUT), Pasien didudukkan didepan slit lamp,

kemudian diberi zat fluoresen kedalam sakus konjuntiva, pasien menutup

mata dengan tujuan agar fluoresen menyebar kepermukaan kornea. Dengan

memakai sinar filter cobalt warna biru dilihat gambaran bintik kering (dry

spot) pada kornea yaitu daerah bebas fluoresen berwarna hitam. Normal

waktu 15 detik–30 detik, bila kurang 10 detik berarti defisiensi musin.

Pemeriksaan ini digunakan pada pemeriksaan defisiensi musin.

Uji Schirmer, untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan sekresi air

mata dengan memakai kertas filter Whatman 41 bergaris 5 mm–30 mm dan

Page 17: Duktus Nasolakrimal

salah satu ujungnya berlekuk berjarak 5 mm dari ujung kertas . Kertas lakmus

merah dapat juga dipakai dengan melihat perubahan warna. Perbedaan kertas

lakmus dengan kertas filter hanya sedikit. Rata–rata hasil bila memakai

Whatman 41 adalah 12 mm (1 mm–27 mm) sedangkan lakmus merah 10 mm

(0 mm–27 mm).

Uji Schirmer I dilakukan tanpa anestesi topikal, ujung kertas berlekuk

diinsersikan ke sakus konjuntiva forniks inferior pada pertemuan medial dan

1/3 temporal palpebra inferior. Pasien dianjurkan menutup mata perlahan–

lahan tetapi sebagian peneliti menganjurkan mata tetap dibuka dan melihat

keatas. Lama pemeriksaan 5 menit dan diukur bagian kertas yang basah,

diukur mulai dari lekukan. Nilai normal adalah 10 mm–25 mm 11.

Untuk membantu penegakan diagnosa obstruksi duktus nasolakrimal dapat

dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisiknya didapatkan:

- Observasi umum :

o Aliran air mata

o Massa yang menonjol pada sakus lakrimal atau area medial kantus.

o Sekret bola mata yang mukoid atau purulen (sering tidak terjadi regurgitasi

karena fungsi katup Rossenmuler.

o Tes regurgitasi : keluarnya cairan mukoid setelah penekanan pada lakrimal

menunjukan terdapat obstruksi pada nasolakrimal.

- Pada slit lamp ditemukan:

o Tear meniskus dengan cairan flourensence, positif bila >2mm

Page 18: Duktus Nasolakrimal

o Stenosis puntal.

o Kanalikulitis

- DDT (Dye Disappearance Test).11

Tujuan nya untuk menilai terdapat atau tidak keadekuatan aliran air mata,

terutama yang bersifat unilateral. DDT sulit dilakukan pada anak-anak karena

diperlukan sedasi dalam melakukan irigasi lakrimal.

DDT menggunakan tetesan cairan steril flourescein 2% atau strip

flourescein. Pemeriksa memasukan flourescen ke forniks konjungtiva tiap mata

dan mengobservasi lapisan air mata dengan sinar kobalt biru. Peristennya

perwarnaan terutama terutama yang asimetris pada lapisan air mata bila meniskus

air mata tetap pada > 5 menit mengindikasikan adanya obstruksi.

Bila hasil DDT normal kemungkinan kecil adanya obstruksi aliran air

mata. Namun, penyebab obstruksi yang bersifat intermiten seperi alergi,

dacryolith, obstruksi intranasal tidak dapat disingkirkan.

- Jones Test I dan II.

Gambar 3. Irigasi Sistem Nasolakrimalis

Page 19: Duktus Nasolakrimal

Tes jones I dan II digunakan untuk mengevaluasi epifora. Sama seperti

DDT, tes Jones I atau tes pewarnaan primer, digunakan untuk menilai aliran air

mata pada fungsi fisiologi normal.

Teknik pemeriksaan tes jones I (Dye tes primer) adalah: 11,13

Pasien duduk bersandar sehingga pemeriksa dapat melihat dasar hidung

pasien.

Pada konjungtiva pasien diteteskan 1-2 tetes flouresein.

Lalu dimasukan kapas aplikator yang telah diteteskan pantokain ke dalam

meatus inferior hidung dan ditunggu selama 2-3 menit.

Kemudian kapas dikeluarkan dari rongga hidung.

Bila kapas berwarna hijau maka tes ini positif yang artinya tidak ada

penyumbatan pada duktus nasolakrimal.

Tes Jones II ( Dye test sekunder) dilakukan bila asil tes Jones I negatif.

Caranya hampir sama dengan tes Jones I yaitu: 11,13

Semprit 2 ml yang diisi dengan larutan garam dan dipasang kanula

lakrimal.

Kanula dimasukan ke kanalikulus inferior melalui pungtum dan disuntikan

larutan garam tersebut.

Pasien bersandar ke depan dan rongga hidungnya diamati.

Jika pasien merasa ada larutan garam dalam tenggorokannya atau jika

flouresein keluar dari rongga hidung maka hasil tes positif.

Page 20: Duktus Nasolakrimal

Tes nonfisiologi Jones II membedakan ada atau tidak ada floresen di

cairan irigasi salin yang didapatkan dari hidung. Tes ini dapat membedakan

terdapatnya suatu refluks selama irigasi. Irigasi saluran dari sistem saluran

lakrimal didapatkan cairan salin yang bersih dari bagian dalam hidung. Walau

sebagian klinisi menggunakan tes Jones ini, kebanyakan klinisi meyakini tes ini

suli dilakukan.

Sistem irigasi aliran lakrimal sering dilakukan setelah tes DDT

menunjukan adanya oklusi sistem drainase lakrimal. Setelah diberikan anastesi

topikal, pungtum kelopak mata bawah berdilatasi dan setiap stenosis pungtum

dinilai. Untuk mencegah kinkin kanalikular dan masalah saat irigasi kanula,

klinisi membutuhkan traksi lateral kelopak mata bawah. Observasi dan

interpretasi hasil yang cermat dilakukan untuk menilai area obstruksi. 11,13

Page 21: Duktus Nasolakrimal

Gambar 4. Irigasi Lakrimal (Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology.

2008-2009 )

Hambatan saat mengirigasi kanula mungkin merupakan suatu obstruksi

kanalikular total. Namun, bila irigasi salin dapat dilakukan tapi terdapat refluks

paada sistem kanalikular bagian atas tanpa distensi sakus lakrimalis mungkin

terdapat blokade komplit dari kanalikulus. Refluks cairan mukoid atau floresen

dari satu puntal ke pungtal lainnya dengan disertai distensi sakus lakrimal

didiagnosis sebagai obstruksi duktus nasolakrimal komplit. Bila irigasi salin tanpa

Page 22: Duktus Nasolakrimal

diikuti refluks kanalikular atau cairan mampu melewati duktus nasolakrimal,

namun terdapat inflasi sakus lakrimal disertai rasa tidak nyaman pada pasien

mungkin terjadi obstruksi duktus nasolakrimal komplit dengan fungsi katup

Rosenmuller yang masih baik untuk mencegah refluks. Kombinasi atara adanya

refluks pada kanalikular lainnya disertai keberhasilan irigasi mungkin terdapat

obstruksi yang bersifat parsial. 11

- Diagnostic probing

Diagnostic probing pada sistem nasolakrimal atas (punta, kanalikuli, sakus

lakrimal) digunakan untuk mengokonfirmasi level obstruksi. Pada pasien dewasa

tindakan ini relatif lebih mudah dan dapat dilakukan dengan topikal anastesi.

Suatu probe yang kecil digunakan untuk menilai adanya obstruksi kanalikular.

Bila terdapat suatu obstruksi probe terjepit pada pungtum sebelum ditarik. Hal ini

dapat menilai sejauh mana obstruksinya. Probe yang lebih besar dapat digunakan

untuk menilai adanya obstruksi parsial. Diagnostic probing jarang dilakukan pada

obstruksi duktus nasolakrimal didapat, namun pada obstruksi duktus nasolakrimal

kongenital sering dilakukan dan sangat bermanfaat.11

- Uji Anel

Caranya pasien duduk atau tidur mata diberi tetes anastetik dan ditunggu

sampai rasa pedas hilang lalu pungtum lakrimalis diperlebar dengan dilator. Jarum

anel dimasukan horizontal melalui kanalikuli sampai masuk sakus lakrimal

kemudian dimasukan garam fisiologik ke dalam sakus. Pasien ditanya apakah

terasa ada sesuatu pada tenggorokan dan apakah terlihat reaksi menelan berarti

Page 23: Duktus Nasolakrimal

garam fisiologik masuk tenggorokan. Hal ini menunjukan fungsi ekskresi normal

sebaliknya bila tidak ada refleks menelan dan garam fisiologik keluar melalui

pungtum lakrimal berarti ada sumbatan pada sistem ekskresi lakrimal atau duktus

nasolakrimal tertutup.13

- Uji Floresein

Pemeriksaan ini sederhana dan hanya dapat dilakukan untuk satu sisitem ekskresi

lakrimal pada satu kali pemeriksaan. Caranya dengan meneteskan satu tetes

flouresein pada satu mata. Pasien diminta berkedip nenerapa kali. Pada akhir

menit ke enam, pasien diminta bersin dan menyekanya dengan tisu atau pasien

diminta meludah maka jika sistem eksresi lakrimal baik maka akan terlihat adanya

zat warna yang menempel pada kertas tisu baik dari hidung maupun dari mulut.13

- Nasal endoskopi

Nasal endoskopi digunakan untuk menilai aliran air mata. Keuntungan

nasal endoskopi adalah hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk menilai

anatomi hidung.11

- Contrast dracyosystography dan dracyoscintiagraphy.

Contrast dracyosystography dan dracyoscintiagraphy bertujuan untuk

menilai anatomi dan fungsi sistem lakrimal. Kontras radioopak disuntikan ke satu

atau kedua sistem kanalikular kemudian dilakukan pencitraan pada menit ke-10.

Pencitraan tersebut selain dapat digunakan untuk menilai level obstruksi, dapat

juga digunakan untuk menilai keterlambatan perkembangan sakus lakrimal,

deteksi tumor. Dracyoscintiagraphy digunakan bila hasil tes irigasi sistem

Page 24: Duktus Nasolakrimal

lakrimal berubah-ubah. Kerugiannya tidak menggambarkan anatomi hidung yang

sesungguhnya.11,13

- CT-scan dan MRI

CT-scan dan MRI digunakan pada pasien yang memiliki riwayat trauma

cranio-facial, deformitas tulang wajah kongenital, dan kemungkinan neoplasia. 11

III.7 Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari obstruksi duktus nasolakrimal, antara lain:12

a. Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, misalnya glaukoma kongenital

(akut), pungtal atresia

b. Obstruksi duktus nasolakrimal didapat misalnya:

a. Infeksi dan inflamasi (tanda-tanda nyeri, discharge, bengkak,

nyeri, kemerahan, refluks mukus, riwayat sistitis), misalnya

kanalikulitis, dacryosistitis.

b. Tumor lakrimal sac atau kanalikuli.

c. Bell’s palsy disebabkan kegagalan pompa lakrimal berdasarkan

kelemahan otot orbikularis.

III.8 Tatalaksana

1. Intubasi dan Pemasangan Sten

Intubasi dilakukan bila terdapat obstruksi duktus nasolakrimal parsial dan

hanya dapat dilakukan bila tube mampu melewati duktus.11

Page 25: Duktus Nasolakrimal

2. Dracyocystorhinotomy

Dracyocystorhinotomy (DCR) adalah suatu tindakan bedah yang bertujuan

untuk membuat anastomosom antara sakus lakrimal dan kavitas nasal

melalui ostium tulang. DCR dilakukan bila terdapat infeksi rekuren

dracyosistitis, refluks muokoid kronik, nyeri pada sakus lakrimalis, dan

epifora yang mengganggu.11

Terdapat beberapa macam variasi dari tindakan bedah DRC yakni:

a. Pendekatan eksternal (transkutaneus)

Gambar 5 . Transkutaneus Dracyocystochinotomy (Dikutip dari :

American Academy of Ophthalmology. 2008-2009 )

DRC eksternal menggunakan anastesi infiltrat lokal yang dikombinasi

dengan anastesi dan vasokontriksi pada hidung. Pada DRC eksternal dibuat insisi

10 mm di daerah medial epikantus dimulai dari tendon medial kantus hingga ke

bagian yang lebih inferior. Kemudian dilakukan osteotomi dari fosa lakrimal ke

anterior lacrimal crest. Saluran pada anterior sakus lakrimal dihubungkan dengan

Page 26: Duktus Nasolakrimal

saluran pada anterior mukosa hidung setelah tabung silikon dimasukan. Kemudian

dilakukan penutupan insisi kulit yang telah dibuat.

Keuntungan DRC eksternal adalah tingkat kesuksesan lebih tinggi dari

pada interna DRC yakni sebesar 90% namun pada internal DRC sebesar 70%.

Namun kerugiannya menimbulkan jaringan parut di wajah.11

b. Pendekatan internal (intranasal)

DRC intranasal adalah tindakan operati DRC yang membuang lapisan

mukosa nasal yang berhubungan dengan saluran duktus nasolakrimal. Dilakukan

suatu osteotomy untuk membuang proccesus frontal di maxilla dan tulang

lakrimal yang menutupi sakus lakrimal. Kemudian setelah sakus lakrimal dibuka

dan dinding medial sakus lakrimal dibuang, dilakukan marsupiliasi pada sakus.

Setelah itu dilakukan intubasi bikanalikular.

Keuntungannya adalah tanpa skar yang tampak di wajah, masa

penyembuhan yang relatif singkat, masa pengerjaan yang relatif lebih singkat.

DRC cukup berhasil pada sebagian besar pasien. Namun kegagalan

tindakan pernah dilaporkan. Kegagalan mungkin disebabkan fibrosis, oklusi

tulang, dan obstruksi kanalikular. Hasil DRC dipegaruhi oleh beberapa faktor

misalnya riwayat trauma, riwayat aktif dracyocystitis, infeksi post operasi, dan

reaksi hipersensitifitas terhadap bahan sten.11

III.9 Prognosis

Pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, janrang terjadi komplikasi

serta kanalisasi spontan pada usia kurang dari 1 tahun sering terjadi (95%).4

Page 27: Duktus Nasolakrimal

Namun, apabila tidak terjadi kanalisasi spontan, dilakukan prosedur tindakan

bedah misalnya dracyocystorhinostomy dan endoskopi laser

dracryocystorhinostomy yang angka kesembuhan bisa mencapai 90%.6

III.10 Komplikasi

Komplikasi obstruksi duktus nasolakrimal antara lain:6,14

Mukokel

Dermatitis (pada kelopak mata)

Selulitis

Granuloma pyogenik

Dracyocystitis

Page 28: Duktus Nasolakrimal

BAB IV

KESIMPULAN

Obstruksi duktus nasolakrimal adalah sumbatan pada saluran yang

menghubungkan dari salah satu sakus lakrimal ke bagian anterior meatus inferior

dari hidung, tempat mengalirnya air mata ke hidung.

Obstruksi duktus nasolakrimal terbagi menjadi dua, yakni obstruksi

duktus nasolakrimal kongenital dan obstruksi duktus nasolakrimal didapat.

Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal pada

pasien dewasa, antara lain infeksi, inflamasi, mekanik, traumatik, neoplasia.

Namun pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital sebanyak 50% disebabkan

karenan kegagalan katup Heissner untuk membuka pada waktu mendekati

kelahiran.

Penegakan diagnosa pasien yang mengalami obstruksi duktus

nasolakrimal dimulai dari anamnesi. Pada pasien yang mengalami obstruksi

duktus nasolakrimal masalah yang sering dikeluhkan antara lain epifora, kotoran

mata yang purulen, atau masalah infeksi yang sering berulang seperti

konjungtivitis atau pemphigus dan nyeri dan bengkak pada medial kantus.

Pemeriksaan fisik pasien yang mengalami obstruksi duktus nasolakrimal

akan ditemukan adanya aliran air mata yang lebih banyak, massa yang menonjol

pada sakus lakrimal atau area medial kantus, atau sekret bola mata yang mukoid

atau purulen. Pemeriksaan fisik yang dapat membantu penegakan diagnosis antara

Page 29: Duktus Nasolakrimal

lain melalui tes regurgitasi. Pada tes regurgitasi, akan keluar cairan mukoid

setelah penekanan pada lakrimal.

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosa

obstruksi duktus nasolakrimal antara lain: DDT (Dye Disappearance Test), tes

Jones I dan II, diagnostic probing, endoskopi hidung, contrast dracyosystograph,

dracyoscintiagraphy, CT-scan, dan MRI.

Penatalaksanaan pasien yang mengalami obstruksi pada duktus

nasolakrimal antara lain melalui intubasi dan pemasangan sten pada pasien yang

mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimal parsial dan tindakan bedah

dracyocystorhinotomy (DCR). Dracyocystorhinotomy adalah suatu prosedur

untuk membuat saluran yang membuat anastomosom antara sakus lakrimal dan

kavitas nasal melalui ostium tulang.

Page 30: Duktus Nasolakrimal

DAFTAR PUSTAKA

1. Fransisika D.K., 2010. Anatomi Indra Penglihatan. (Dikutip dari : http://fransiscakumala.wordpress.com/2010/02/08/anatomi-mata/ , 11 Juli 2010)

2. John Hopkins. 2008. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari : http://www.hopkinsmedicine.org/sinus/sinus_conditions/nasolacrimal_duct_obstruction.html , 11 Juli 2010)

3. Scott Olivia. 2010. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari : http://www.patient.co.uk/doctor/Congenital-Nasolacrimal-Duct-Obstruction-(CNLDO).htm , 11 Juli 2010)

4. Basahour Mounir. 2009. Nasolacrimal Duct. Congenital Anomalies. (Dikutip dari : http://emedicine.medscape.com/article/1210252-overview , 11 Juli 2010)

5. Anonim. 2010. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari : http://www.aapos.org/faq_list/congenital_nasolacrimal_duct_obstruction , 11 Juli 2010)

6. Camara. 2010. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari : http://emedicine.medscape.com/article/1210141-overview , 11 Juli 2010)

7. Sadri Irsad, 2003. Uji Schimmer I sebelum dan sesudah 2 jam menggunakan komputer . Dikutip dari :

8. 4. Vaughan DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Alih

Bahasa Tambajong J, Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 2000 :

175,183-4.

9. Dorland. W.A. Kamus Kedokteran, Edisi 29, Alih Bahasa Setiawan. A.,

Bani. A. P., dkk.EGC. Jakarta, 2005

10. James Bruce, dkk. Lecture Note Oftalmologi. Edisi 9, Alih Bahasa

Rachmawati A.D., Erlangga. Jakarta, 2005 : 58-59

11. American Academy of Ophthalmology. 2008-2009.

12. Anonim. 2009. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip Dari :

http://www.med-support.org.uk/IntegratedCRD.nsf/Nasolacrimal

%20duct%20obstruction%20FINAL.pdf , 11 Juli 2010)

Page 31: Duktus Nasolakrimal

13. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang. 2006. Buku Panduan Ketrampilan Diagnostik

Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK- Universitas Sriwijaya.

14. Zwaan Johan. 1997. Treatment of Congenital Nasolacrimal Duct

Obstruction Before and After the Age of 1 Year. (Dikutip Dari :

http://ipac.kacst.edu.sa/eDoc/2005/146142_1.pdf 11 Juli 2010)