dr.hp-DM-tipe-2

28
BAB I PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan ( Non-Communicable disease ) dan sering ditemukan di masyarakat seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 – 5 kali dibanding dengan penyakit lain. Insidensi DM terus meningkat secara tajam, sampai saat ini tercatat sebanyak 177 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300 juta penderita. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun - tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta. 1

description

ssfd

Transcript of dr.hp-DM-tipe-2

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak

ditularkan ( Non-Communicable disease ) dan sering ditemukan di masyarakat

seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 – 5

kali dibanding dengan penyakit lain. Insidensi DM terus meningkat secara tajam,

sampai saat ini tercatat sebanyak 177 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300

juta penderita. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang

diabetes yang cukup besar untuk tahun - tahun mendatang.

Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta

pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari hasil

penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980

menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai

6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan

peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta

(daerah urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada

tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban

Jakarta.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan

penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.

Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar

7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah

8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola

pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta

penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada

urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang

diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat

besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh

dokter spesialis/ subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada.

Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya

1

manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik

masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha

penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus

merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas

dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema

anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana

didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

B. Etiologi dan Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus bisa dibagi menjadi:

1. Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta, yang umumnya

menjurus ke defisiensi insulin absolut. Destruksi ini bisa terjadi secara

autoimun dan idiopatik.

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Penyebabnya bervariasi, mulai dari dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin.

3. Diabetes Mellitus tipe lain

Diabetes mellitus tipe ini bisa timbul karena adanya defek genetik fungsi

sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, paparan obat atau zat kimia, dan infeksi.

4. Diabetes Mellitus gestasional

3

C. Patofisiologi

Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada

pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan

kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar

(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di

otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung

koroner yang dapat berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi

penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah

atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi

busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik,

sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum

/ paku atau terkena benda panas.

Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan

pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan pembuluh

darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh

karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada

kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya

dapat menjadi gangren/jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh

subur, hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh

4

tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf, disebut neuropati diabetik dapat timbul

gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa sampai mati rasa. Selain itu

gangguan motorik, timbul kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah.

Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak

akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi.

Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk

tersebut.

Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosclerosis dan

emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan

neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik dan

autonom yang masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki.

Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di sendi

kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada

telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu.

Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya

perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa

disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan

infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren.

Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga

kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini

sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor

pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang

baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah

lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor

ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas

tempat infeksi di kulit.

D. Diagnosis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut

di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain

5

dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan

klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta

murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan

TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik

dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,namun memiliki

keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam

praktek sangat jarang dilakukan.

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0

mmol/L).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma

puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

KRITERIA DIAGNOSIS DM

6

E. Komplikasi

Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas

karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat

ulkus diabetik pada telapak kaki.

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan

secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang).

e. Paralysis (lumpuh).

7

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari

Fontaine, yaitu :

a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan).

b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten.

c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.

d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Klasifikasi Kaki Diabetik

Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam

derajat menurut Wagner, yaitu ;

Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, Wagner.

Derajat Lesi:

0 : Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati

1 : Tukak superfisial

2 : Tukak lebih dalam

3 : Tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan atau

osteomielitis

4 : Gangren jari

5 : Gangren kaki

Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan

luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki

diabetik menurut Wagner.

Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, modifikasi Brodsky.

Kedalaman luka:

0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi

1 : Ulserasi superfisial, tanpa infeksi

2 : Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon

3 : Ulserasi yang luas/abses

Luas daerah Iskemia:

A : Tanpa iskemia

B : Iskemia tanpa gangren

C : Partial gangrene

D : Complete foot gangrene

8

F. Penatalaksanaan Terapeutik

F.1 Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku

telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya

peningkatan motivasi.

F.2 Terapi Gizi Medis

1. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh

(whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

9

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging

tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8

g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam

dapur.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,

mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak

bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula

alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak

dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada

lemak darah. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame

potassium, sukralose, neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak

melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI).

10

2. Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah

atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur,

aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus

Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah

150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg

BB : Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks

massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT:

BB Kurang <18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih >23,0

o Dengan risiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

o Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

11

Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun

dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas

sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat

kegemukan, sedangkan bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan

kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan

jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk

wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-

3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk

penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan

disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

F.3 Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif

sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah

12

mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang

kurang gerak atau bermalasmalasan.

F.4 Intervensi Farmakologis

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

Penghambat glukoneogenesis (metformin)

Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

a. Pemicu Sekresi Insulin

a.1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan

berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada

berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi

serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja

panjang.

a. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

b. Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot

dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat

13

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

c. Penghambat glukoneogenesis

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

> 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan.

d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh terhadap penurunan A1C

14

F.5 Penanganan Kaki Diabetik

a. Strategi Pencegahan.

Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap

terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan

kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi.

Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu,

hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal

dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan

jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki.

Pada penderita diabetes melitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya

memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat

memperlihatkan adanya luka dengan mudah.

15

Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus adalah

kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya

kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.

Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta

penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita

datang untuk kontrol.

Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu;

Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut

perhatian penuh.

Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering

setiap kali mandi.

Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan

menggunakan cermin.

Kaki harus dilindungi dari kedinginan.

Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.

Sepatu harus cukup lebar dan pas.

Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.

Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.

Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.

Kuku dipotong secara lurus.

Berhenti merokok.

b. Penanganan Ulkus.

Di klinik dibedakan 2 bentuk ulkus diabetik pada kaki, yaitu kaki

neuropati dan kaki neuro-iskemik. Pada kaki neuropati, terasa panas, pulsasi

besar, sensorik menurun, dan warna kemerahan. Kebalikan dengan itu, kaki

neuro-iskemik terasa dingin, tidak ada pulsasi, sensorik yang masih ada, dan pucat

bila diangkat serta merah jika digantung.

Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat

dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau

penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian

membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang

sering diikuti oleh infeksi sekunder.

16

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu ;

a) Tingkat 0.

Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan

pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara

khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang

yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi

dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan

pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan

deformitas.

b) Tingkat I.

Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,

perawatan lokal luka dan pengurangan beban.

c) Tingkat II.

Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan

lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.

d) Tingkat III.

Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi

sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral

yang sesuai dengan kultur.

e) Tingkat IV.

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi

seluruh kaki.

17

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data

sekunder.

b. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas dalam 5 kecamatan daerah

Kota Manado.

c. Waktu penatalaksaaan penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Juli 2015

d. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita diabetes mellitus dalam

area kerja puskesmas Wonasa, Ranomuut, Teling , Wenang dan Tikala.

2. Sampel

Pada penelitian ini sampel yang diambil menggunakan metode purposive

sampling yaitu pasien yang berobat ke puskesmas Wonasa, Ranomuut, Teling ,

Wenang dan Tikala.

e. Pengumpulan data

1. Data sekunder

Mengumpulkan data-data terkait kejadian diabetes mellitus tipe 2 di 5

puskesmas .

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

19