dr.hp-DM-tipe-2
-
Upload
ilham-habib-djarkoni -
Category
Documents
-
view
4 -
download
1
description
Transcript of dr.hp-DM-tipe-2
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak
ditularkan ( Non-Communicable disease ) dan sering ditemukan di masyarakat
seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 – 5
kali dibanding dengan penyakit lain. Insidensi DM terus meningkat secara tajam,
sampai saat ini tercatat sebanyak 177 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300
juta penderita. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
diabetes yang cukup besar untuk tahun - tahun mendatang.
Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari hasil
penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980
menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai
6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta
(daerah urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada
tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban
Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah
8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat
besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh
dokter spesialis/ subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada.
Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya
1
manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik
masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha
penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana
didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus bisa dibagi menjadi:
1. Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta, yang umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut. Destruksi ini bisa terjadi secara
autoimun dan idiopatik.
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Penyebabnya bervariasi, mulai dari dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
3. Diabetes Mellitus tipe lain
Diabetes mellitus tipe ini bisa timbul karena adanya defek genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, paparan obat atau zat kimia, dan infeksi.
4. Diabetes Mellitus gestasional
3
C. Patofisiologi
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di
otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung
koroner yang dapat berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi
penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah
atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi
busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik,
sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum
/ paku atau terkena benda panas.
Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan
pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan pembuluh
darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh
karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada
kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya
dapat menjadi gangren/jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh
subur, hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh
4
tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf, disebut neuropati diabetik dapat timbul
gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa sampai mati rasa. Selain itu
gangguan motorik, timbul kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah.
Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak
akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi.
Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk
tersebut.
Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosclerosis dan
emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan
neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik dan
autonom yang masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki.
Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di sendi
kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada
telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu.
Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa
disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan
infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren.
Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga
kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini
sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor
pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang
baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah
lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor
ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas
tempat infeksi di kulit.
D. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut
di bawah ini. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
5
dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta
murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan
TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan.
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0
mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
KRITERIA DIAGNOSIS DM
6
E. Komplikasi
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas
karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat
ulkus diabetik pada telapak kaki.
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang).
e. Paralysis (lumpuh).
7
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
Fontaine, yaitu :
a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan).
b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.
d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi Kaki Diabetik
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam
derajat menurut Wagner, yaitu ;
Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, Wagner.
Derajat Lesi:
0 : Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
1 : Tukak superfisial
2 : Tukak lebih dalam
3 : Tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan atau
osteomielitis
4 : Gangren jari
5 : Gangren kaki
Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan
luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki
diabetik menurut Wagner.
Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, modifikasi Brodsky.
Kedalaman luka:
0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi
1 : Ulserasi superfisial, tanpa infeksi
2 : Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon
3 : Ulserasi yang luas/abses
Luas daerah Iskemia:
A : Tanpa iskemia
B : Iskemia tanpa gangren
C : Partial gangrene
D : Complete foot gangrene
8
F. Penatalaksanaan Terapeutik
F.1 Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
F.2 Terapi Gizi Medis
1. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
9
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula
alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak
dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada
lemak darah. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI).
10
2. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus
Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg
BB : Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks
massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT:
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
11
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun
dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat
kegemukan, sedangkan bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan
jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk
wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-
3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
F.3 Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
12
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan.
F.4 Intervensi Farmakologis
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
a. Pemicu Sekresi Insulin
a.1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
a. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot
dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
13
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
c. Penghambat glukoneogenesis
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin
> 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan.
d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh terhadap penurunan A1C
14
F.5 Penanganan Kaki Diabetik
a. Strategi Pencegahan.
Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan
kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi.
Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu,
hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal
dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan
jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes melitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya
memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat
memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
15
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus adalah
kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya
kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta
penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita
datang untuk kontrol.
Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu;
Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut
perhatian penuh.
Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering
setiap kali mandi.
Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan
menggunakan cermin.
Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
Sepatu harus cukup lebar dan pas.
Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
Kuku dipotong secara lurus.
Berhenti merokok.
b. Penanganan Ulkus.
Di klinik dibedakan 2 bentuk ulkus diabetik pada kaki, yaitu kaki
neuropati dan kaki neuro-iskemik. Pada kaki neuropati, terasa panas, pulsasi
besar, sensorik menurun, dan warna kemerahan. Kebalikan dengan itu, kaki
neuro-iskemik terasa dingin, tidak ada pulsasi, sensorik yang masih ada, dan pucat
bila diangkat serta merah jika digantung.
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau
penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian
membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang
sering diikuti oleh infeksi sekunder.
16
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu ;
a) Tingkat 0.
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang
yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi
dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan
pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan
deformitas.
b) Tingkat I.
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
c) Tingkat II.
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan
lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d) Tingkat III.
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
e) Tingkat IV.
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi
seluruh kaki.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data
sekunder.
b. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas dalam 5 kecamatan daerah
Kota Manado.
c. Waktu penatalaksaaan penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Juli 2015
d. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita diabetes mellitus dalam
area kerja puskesmas Wonasa, Ranomuut, Teling , Wenang dan Tikala.
2. Sampel
Pada penelitian ini sampel yang diambil menggunakan metode purposive
sampling yaitu pasien yang berobat ke puskesmas Wonasa, Ranomuut, Teling ,
Wenang dan Tikala.
e. Pengumpulan data
1. Data sekunder
Mengumpulkan data-data terkait kejadian diabetes mellitus tipe 2 di 5
puskesmas .
18