Drama Di Balik Biopic Produksi Indonesia

8
DRAMA DI BALIK BIOPIC TANAH AIR Industri perfilman Indonesia semakin giat mengadopsi genre biopic atau biografi untuk film mereka. Dari jangka waktu tahun 2013 hingga 2015, terdapat lebih dari lima film biografi tentang tokoh penting masyarakat Indonesia yang ditayangkan di bioskop. Judul- judul film golongan ini seperti; Soekarno dalam Soekarno: Indonesia Merdeka (2013) dengan jumlah penonton 960 ribu, Butet Manurung dalam Sokola Rimba (2013), Jokowi dalam Jokowi (2013), Hasjim Asy’ari dalam Sang Kiai (2013) dan HOS Tjokroaminoto dalam Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015). Menurut filmindonesia.or.id, film biografi Indonesia selalu mendapatkan posisi dalam 10 besar film terlaris. Lalu, sebenarnya apakah film biografi mengedukasikan khalayaknya secara benar? Apakah film-film biorgafi tersebut mengangkat cerita sesungguhnya tanpa rekayasa atau hanyalah sebuah film komersional yang hanya ‘dibungkus’ dengan judul genre atau label: film biografi? ‘The biopic is genuine, dynamic genre and an important one. The biopic narrates, exhibits, and celebrates the life of the subject in order to demonstrate, investigate, or question his or her importance in the world.’ (Bingham, 2011 : 10). Inti dari sebuah biopik adalah untuk ‘menarasikan, memamerkan dan merayakan’ dengan tujuan untuk ‘menunjukan, menyelidiki, dan mempertanyakan’ arti penting dari tokoh tersebut dimata dunia. Bingham juga mengatakan bahwa dengan diproduksinya sebuah biopic, subyek dari film tersebut ‘enters the pantheon of cultural mythology’ yang berarti ‘memasukkan tokoh dalam kuil mitodologi kebudayaan.’ Biopik berpusat pada tokoh tersebut dan mengangkat sebuah alur cerita dan watak dari tokoh dari dokumen-dokumen yang sudah ada sebelumnya. Dari situlah, khalayak atau penonton akan memulai mempersepsikan sosok ‘pahlawan’ tersebut dengan cara pandang mereka sendiri yang kemungkinan outputnya akan berbeda-beda. Sosok yang dibuat akan menempel di memori mereka. Di Indonesia, biopik yang diproduksi bertemakan kepahlawanan. Kata ‘kepahlawanan’ disini luas dan tidak hanya

description

adanya sebuah drama

Transcript of Drama Di Balik Biopic Produksi Indonesia

DRAMA DI BALIK BIOPIC TANAH AIR

Industri perfilman Indonesia semakin giat mengadopsi genre biopic atau biografi untuk film mereka. Dari jangka waktu tahun 2013 hingga 2015, terdapat lebih dari lima film biografi tentang tokoh penting masyarakat Indonesia yang ditayangkan di bioskop. Judul- judul film golongan ini seperti; Soekarno dalam Soekarno: Indonesia Merdeka (2013) dengan jumlah penonton 960 ribu, Butet Manurung dalam Sokola Rimba (2013), Jokowi dalam Jokowi (2013), Hasjim Asyari dalam Sang Kiai (2013) dan HOS Tjokroaminoto dalam Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015). Menurut filmindonesia.or.id, film biografi Indonesia selalu mendapatkan posisi dalam 10 besar film terlaris. Lalu, sebenarnya apakah film biografi mengedukasikan khalayaknya secara benar? Apakah film-film biorgafi tersebut mengangkat cerita sesungguhnya tanpa rekayasa atau hanyalah sebuah film komersional yang hanya dibungkus dengan judul genre atau label: film biografi?The biopic is genuine, dynamic genre and an important one. The biopic narrates, exhibits, and celebrates the life of the subject in order to demonstrate, investigate, or question his or her importance in the world. (Bingham, 2011 : 10). Inti dari sebuah biopik adalah untuk menarasikan, memamerkan dan merayakan dengan tujuan untuk menunjukan, menyelidiki, dan mempertanyakan arti penting dari tokoh tersebut dimata dunia. Bingham juga mengatakan bahwa dengan diproduksinya sebuah biopic, subyek dari film tersebut enters the pantheon of cultural mythology yang berarti memasukkan tokoh dalam kuil mitodologi kebudayaan. Biopik berpusat pada tokoh tersebut dan mengangkat sebuah alur cerita dan watak dari tokoh dari dokumen-dokumen yang sudah ada sebelumnya. Dari situlah, khalayak atau penonton akan memulai mempersepsikan sosok pahlawan tersebut dengan cara pandang mereka sendiri yang kemungkinan outputnya akan berbeda-beda. Sosok yang dibuat akan menempel di memori mereka.Di Indonesia, biopik yang diproduksi bertemakan kepahlawanan. Kata kepahlawanan disini luas dan tidak hanya pahlawan nasional saja seperti Ahmad Dahlan dan Tjokroaminoto tetapi juga tokoh-tokoh yang menjadi pahlawan di mata masyarakatnya. Mereka adalah individu-individu yang mengorbankan materi, jasa, waktu (bahkan jiwa) untuk kebaikan bangsa ini dan masyarakatnya. Alasan dijadikannya biopik bisa jadi karena mereka memiliki sesuatu yang langka, yang berbeda yaitu pengalamannya dan jiwa nasionalismenya untuk bangsa Indonesia. Pahlawan nasional Indonesia yang dijadikan biopik adalah mereka-mereka yang memiliki peran dalam sejarah bangsa ini. Biopik tokoh masyarakat yang saat itu menjadi media darling seperti Jokowi, menceritakan kisah hidupnya dari seorang rakyat kecil hingga menduduki kursi Gubernur di Jakarta.Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Salah satu kutipan dari Soekarno saat perayaan Hari Pahlawan tahun 1961. Dengan adanya film yang berbau biografi pahlawan Indonesia maka dapat memotivasi warga untuk semakin tertarik dengan kekayaan dari segi nilai historis negara ini. Masyarakat di satu sisi dapat menjadi lebih bangga dan menghargai bangsa Indonesia yang sudah diperjuangkan oleh mereka yang bernasionalisme dan memiliki tekad tinggi. Dengan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia yang makin berkurang dan generasi penerus yang kian terhasut oleh trend luar negeri, biopik tersebut dapat berperan sebagai agensi perubahan yang memotivasi khalayak untuk semakin tertarik dengan sejarah Indonesia dan terinspirasi untuk melakukan suatu tindakan yang dapat menghasilkan suatu perubahan yang lebih positif. Figur pahlawan di biopic juga berperan sebagai personifikasi perjuangan dan nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa ini. Mereka juga adalah simbol dari apa yang diyakini sebagai warga negara Indonesia yang ideal. Maka dari itu, layak untuk dilanjutkan pembuatan biopik tentang pahlawan Indonesia.Namun bila hanya dilihat dari satu sisi baiknya, maka sah-sah saja bagi mereka yang ingin memproduksi sebuah biopik. Lalu, apa yang terjadi bila sesungguhnya cerita kehidupan pahlawan sudah di utak-atik dan di mutasi sedemikian rupa hanya untuk meladeni kepentingan rumah produksinya? Dengan kondisi ini maka akan muncul pertanyaan dan respon- respon yang berkatian dengan kebenaran dari cerita di film tersebut.Tidak dapat dipungkiri bahwa bagaimana pun juga film yang sudah masuk ke ranah industri tersebut pasti akan di edit dari plot, cerita, pentokohan, setting, latar, dll supaya dapat lebih banyak menarik perhatian penonton hingga rumah produksi tidak mengalami kerugian. Jika begini, apakah film biopic Indonesia menceritakan sesuatu yang faktual, yang berkesan baik dan tidak merugikan atau justru malah sebaliknya? Film adalah sarana komunikasi dan salah satu bentuk dari media massa yang dapat menimbulkan keserempakan kepada khalayaknya. Media massa sebagai alat komunikasi massa memiliki empat fungsi: 1. Menyampaikan informasi (to inform), 2. Mendidik (to educate), 3. Menghibur (to entertain), 4. Mempengaruhi (to influence) (Effendy, 2007:31). Mcquail juga mengatakan bahwa film adalah salah satu alat komunikasi yang efektif karena dapat memberikan suatu pesan secara unik. Mungkin karena adanya unsur audio dan visual sehingga khalayak dapat mengerti pesan tersebut dengan lebih gampang. Film juga dapat ditonton oleh khalayak dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang cepat sehingga menjadikannya sebagai media massa yang efektif. Kredibiltas juga dapat dibangun oleh khalayaknya karena adanya pembagian genre yang dapat membedakan mana yang fiksi dan yang non-fiksi. Ketika rumah produksi mengangkat cerita pahlawan ke film dan mengubah beberapa hal, apakah mereka mencantumkan keterangan itu atau tidak? Apakah mereka memberitahu sumber referensi cerita darimana dan apakah ada creditnya? Bila tidak terdapat hal tersebut maka, bisa-bisa film menjadi penyesatan sejarah Indonesia dimana orang-orang menggangap kalau film tersebut adalah kisah nyata dan dijadikan sumber referensi sosok pahlawan yang akan muncul di benak mereka. Ini adalah suatu kondisi yang bahaya. Fungsi media massa adalah untuk mendidik, menyampaikan informasi dalam arti lain memberi pencerahan terhadap khalayaknya. Lalu, bila manipulasi sejarah terjadi demi keuntungan uang dan tidak mencantumkan apa yang seharusnya diketahui oleh siapa saja yang menonton, maka dimana letak mencerahkannya itu. Perlu diingat bahwa film sebagai media massa juga dapat mempengaruhi. Jika potrait seorang pahlawan Indonesia tidak digambarkan secara benar, maka khlayak dapat di pengaruhi secara negatif oleh informasi-informasi yang tidak benar dan layak.Kata-kata pembantu seperti based on true story atau inspired by a true story dapat menjelaskan letak cerita dalam biopik tersebut. Based berarti berdasarkan, ceritanya faktual dan sesuai dengan referensinya. Inspired berarti terinspirasi, maka unsur-unsur dalam cerita yang dapat diubah dan tidak sepenuhnya faktual. Akan tetapi, ingatkah dengan adanya kutipan sejarah di tulis oleh para pemenang? Jika film tidak dicantumkan informasi maka terdapat sebuah masalah. Namun kalaupun ada, true story dari pandangan siapa? Biopik pahlawan Indonesia akan terkesan bias dan berpandang dari sisi pengetahuan historis atau sejarah Indonesia saja. Bukankah yang mengetahui cerita yang benar adalah mereka yang mengalaminya? Bahkan mereka yang menjadi saksi kejadian juga memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam mengartikannya? Jika berlandaskan pada industri itu tadi, segalanya bisa dimanipulasi demi profit.Pertanyaannya yang penting adalah bagaimana dapat dimengerti jika adanya manipulasi cerita dalam film kalau tidak mengerti faktanya? Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh khalayak saat menonton biopic adalah (1) menonton tanpa menganalisa atau memperhatikan tokoh dan (2) menonton dengan menganalisa atau menperhatikan tokoh. Terdapat tiga tipe penonton yaitu (1) mereka yang tidak tahu apa-apa terhadap sosok pahlawan dalam biopik, (2) mereka yang tahu sedikit terhadap sosok pahlawan dalam biopik dan (3) mereka yang tahu banyak terhadap sosok pahlawan dalam biopik. Dapat diasumsikan bahwa ada khalayak yang akan menelan mentah film tersebut dan menjadikannya sebagai pengetahuan tambahan terhadap tokoh tersebut, ada juga yang akan menyaring informasi hingga dapat menyetujui atau menyanggah film tersebut dan ada juga yang dari film biopik tersebut menambah pengetahuannya terhadap tokoh tersebut. Dewasa ini, dengan generasi penerus yang menunjukkan rasa nasionalismenya kian menipis, film adalah media yang dapat membantu mengangkat kembali jiwa ini dan jika yang disampaikan oleh biopic melenceng, maka jasa pahlawan tidak dihargai dan dapat berdampak pada membelokkan pandangan-pandangan generasi penerus yang menonton.Mengambil kasus dari film Soekarno (2013) yang disutradari oleh Hanung Bramantyo. Gelar Soekarno sebagai pahlawan nasional baru-baru ini diserahkan. Ia dikenal sebagai seorang proklamator yang konon adalah akal-akalan orde baru untuk mengecilkan peran Soekarno di sejarah nasional. Penggambaran Soekarno pernah muncul dalam film tanah air seperti Tamu Agung (1955) dan Gie (2010) dengan penggambaran sosoknya yang negative. Soekarno direpresentasikan sebagai seorang sosok yang berganti-ganti perempuan. Sutradara lebih menonjolkan sisi humanis Soekarno dengan mengangkat romansa dengan beberapa wanita termasuk muridnya sendiri. Namun, mengingat Soekarno adalah presiden pertama yang pastinya dibangga-banggakan oleh masyarakat Indonesia jaman itu juga, menjadi seorang istri atau bahkan selir adalah sesuatu yang membanggakan. Banyak kontroversi mengenai film ini karena yang lebih ditonjolkan oleh sutradara adalah sisi womanizernya dan sebagai seorang Bapak Negara yang cabul dan pedofil. Film ini juga kurang melihatkan sisi yang membuat Indonesia jadi lebih baik pada saat itu dan apa yang telah ia lakukan untuk bangsa ini. Film ini menjadikan Soekarno sebagai orang penting yang seakan-akan main perempuan saja, dan apa yang dapat dibanggakan dari sisi tersebut? Mengapa tidak mengambil adegan-adegan lainnya yang menonjolkan jasa-jasa Soekarno untuk Indonesia? Kontroversi yang timbul karena film ini berdatangan dari keluarga Cendana sendiri. Mereka tidak setuju dengan image yang dibangun oleh film ini terhadap Soekarno. Dari kasus ini, dapat disimpulkan bahwa apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang ditayangkan di film tidak sama,hal ini bergantung dengan persepsi orang yang menonton dan yang membuat. Film ini juga tidak menyebutkan dari mana rumah produksi mengambil referensi cerita dan apakah ada adegan-adegan yang diganti atau tidak. Kemarahan datang dari keluarga besar Soekarno sendiri yang berarti dapat disimpulkan bahwa referensi yang didapatkan tidak dari kerabat Soekarno.Biopic di Indonesia belum berkembang secara benar dan etika yang diambil oleh rumah produksi yang ingin mengadopsi cerita tokoh penting Indonesia juga tidak dijelaskan oleh mereka. Informasi yang seharusnya disediakan oleh mereka tidak lengkap dan menggantung. Jika ini kasusnya, maka film-film tersebut terutama Soekarno belum bisa dibilang sepenuhnya adalah biopic, akan tetapi lebih ke film komersional yang ingin menjual ceritanya. Dari hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perfilman Indonesia belum menggunakan etika-etika yang benar. Seharusnya jika suatu film adalah fiksi ataupun non-fiksi selalu dicantumkan sebelum ditayangkan atau disebarkan di bioskop atau media lainnya. Rumah produksi juga harus berhati-hati saat menyaring informasi yang didapatkannya dan bisa dipercaya atau tidak. Saat mengerjakan biopic, film akan mengangkat seseorang yang penting dan pernah menyumbang ke sejarah Indonesia. Jangan sampai film biopic yang dapat mengedukasikan dan memberi informasi ke generasi penerus tentang sejarahnya dan tokoh-tokoh didalamnya, malah menyesatkan dan membodohkan!

DAFTAR PUSTAKA

McQuail, Dennis. 1989. Teori Komunikasi Massa (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga.Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Bingham, Dennis. 2010. Whose Lives Are They Anyway? The Biopic as Contemporary Film Genre. Rutgers University Press, New Brunswick. Diakses dari: https://books.google.co.id/books?id=NW-v7-tlRZYC&pg=PA109&lpg=PA109&dq=whose+lives+are+they+anyway&source=bl&ots=-dwOEDrZyl&sig=wRdtqjvKmp8LaOEN0poW-xG9YVU&hl=en&sa=X&ei=mb05VYLPHYzl8AW3vIG4CA&ved=0CEYQ6AEwBg#v=onepage&q=whose%20lives%20are%20they%20anyway&f=false http://filmindonesia.or.id/movie/viewer/

TUGAS UTS KOMUNIKASI MASSADRAMA DI BALIK BIOPIC TANAH AIRARTIKEL OPINI

Dosen: Bonaventura Satya Bharata

KELAS FClaudia Kalinin 140905441

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Atma Jaya Yogyakarta2015