DOSIS BIOSERUM UNTUK PEMBENTUKAN GAHARU PADA …digilib.unila.ac.id/54929/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of DOSIS BIOSERUM UNTUK PEMBENTUKAN GAHARU PADA …digilib.unila.ac.id/54929/3/SKRIPSI TANPA BAB...
DOSIS BIOSERUM UNTUK PEMBENTUKAN GAHARU
PADA Aquilaria malaccensis Lamk.
(Skripsi)
Oleh
GIGA PIANCITA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Giga Piancita
ABSTRAK
DOSIS BIOSERUM UNTUK PEMBENTUKAN GAHARU
PADA Aquilaria malaccensis Lamk.
Oleh
GIGA PIANCITA
Gaharu secara alami terbentuk pada waktu yang cukup lama, oleh karena itu
dibutuhkan upaya untuk meningkatkan produtivitasnya, salah satu caranya yaitu
dengan menginjeksikan Bioserum. Bioserum merupakan cairan bernutrisi yang
dibutuhkan fungi untuk hidup, berkembang, dan membentuk gaharu. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis dosis Bioserum yang paling baik, waktu
terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis yang paling baik, serta
interaksi antara kedua faktor yang paling baik dalam membentuk gaharu.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan
2 faktor, yaitu pemberian dosis Bioserum dan waktu terbentuknya gaharu di dalam
Aquilaria malaccensis. Pemberian dosis Bioserum terdiri dari, 0 ml, 2 ml, 3 ml,
dan 4 ml dengan 3 kali ulangan. Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria
malaccensis terdiri dari 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 4 ml merupakan dosis Bioserum yang paling baik dalam
membentuk gaharu, karena mampu meningkatkan luas terbentuknya gaharu dan
tingkat aroma gaharu. Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria
Giga Piancita
malaccensis yang paling baik yaitu 3 bulan, karena mampu menghasilkan luas
terbentuknya gaharu dan tingkat aroma gaharu yang paling tinggi. Interaksi
antara kedua faktor paling baik dalam membentuk gaharu adalah dosis 4 ml di
waktu 3 bulan, karena mampu meningkatkan luas terbentuknya gaharu dan tingkat
aroma gaharu.
Kata kunci : bioserum; dosis bioserum; gaharu
Giga Piancita
ABSTRACK
DOSAGES OF BIOSERUM FOR AGARWOOD FORMATION
IN Aquilaria malaccensis Lamk.
By
GIGA PIANCITA
Agarwood is naturally formed for a long time, therefore efforts are necessary to
increase the productivity of it, one of the ways is to inject Bioserum. Bioserum is
a liquid that contains nutrients for fungi to live, develop, and form the agarwood.
The research aims to analyze the best dosage of Bioserum, the best time for the
formation of the agarwood in Aquilaria malaccensis, and the best interaction
between of the two factors to form the agarwood. Factorial Completely
Randomized Design (FCRD) with two factors, namely dosage of Bioserum and
time for the formation of the agarwood in Aquilaria malaccensis was employed as
the research design. The dosage of Bioserum consists of 0 ml, 2 ml, 3 ml, and
4 ml with 3 replications. The time for the formation of the agarwood in Aquilaria
malaccensis consisted of 1 month, 2 months, and 3 months. The results showed
that 4 ml was the best dosage of Bioserum to form the agarwood, because was
able to increase the formation area of the agarwood and the level aroma of the
agarwood. The best time for the formation of the agarwood in Aquilaria
malaccensis was 3 months, because was able produced the highest value of the
Giga Piancita
formation area of the agarwood and the level aroma of the agarwood. The best
the interaction between of the two factors to form the agarwood at a dosage of
4 ml at 3 months, because was able to increase the formation area of the agarwood
and the level aroma of the agarwood.
Key words : agarwood, bioserum, bioserum dose
DOSIS BIOSERUM UNTUK PEMBENTUKAN GAHARU
PADA Aquilaria malaccensis Lamk.
Oleh
GIGA PIANCITA
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEHUTANAN
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandar
Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 16 Maret 1997.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara,
pasangan Bapak Sarino dan Ibu Turi’ah. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan di TK Fitrah Insani pada tahun
2001, SD Negeri 2 Beringin Raya pada tahun 2008, SMP Negeri 26 Bandar
Lampung pada tahun 2011, dan SMA Negeri 16 Bandar Lampung pada tahun
2014.
Pada tahun 2014 penulis telah diterima melalui jalur SBMPTN sebagai mahasiswa
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada tahun kedua
menjadi mahasiswa kehutanan, penulis mengikuti kegiatan Kuliah Lapang
Kehutanan (KLK). Kegiatan tersebut merupakan salah satu mata kuliah
kehutanan yang bertujan untuk memberikan ilmu dan wawasan serta menambah
pengalaman mahasiswa kehutanan terhadap lembaga-lembaga yang di bawah
sektor kehutanan. Salah satu lembaga yang dikunjungi, yaitu Lembaga Induk
Penelitian Indonesia (LIPI). Dari kunjungan tersebut penulis tertarik dengan hasil
hutan bukan kayu yang berupa Gaharu. Penulis akhirnya memutuskan untuk
mendalami ilmu kehutanan di Konsentrasi Budidaya Hutan dan meneliti tentang
gaharu.
Pada tahun ketiga menjadi mahasiswa, penulis diberi tanggungjawab menjadi
asdos praktikum dalam mata kuliah ekologi hutan dengan Bapak Indriyanto
sebagai dosen penanggungjawab dan mata kuliah silvikultur dengan Bapak Afif
Bintoro sebagai dosen penanggungjawabnya serta asdos praktikum Ilmu Ukur
Wilayah dan Pemetaan Hutan dengan Bapak Arif Dermawan sebagai dosen
penanggungjawabnya. Selain itu, ketika memasuki tahun keempat penulis juga
diberi tanggungjawab menjadi asdos praktikum Biotekhnologi Kehutanan dengan
dosen penanggungjawabnya yaitu Ibu Melya Riniarti dan asdos praktikum Silvika
dengan dosen penanggungjawabnya yaitu Bapak Afif Bintoro.
Selain di bidang akademik penulis juga aktif di bidang organisasi. Pada tahun
2015, tepatnya setelah satu tahun menjadi mahasiswa penulis ditetapkan sebagai
Anggota Utama Himasylva. Pada Kepengurusan Himasylva Tahun 2014/2015
penulis diberi tanggugjawab sebagai Anggota Bidang 4, yaitu Komunikasi,
Informasi dan Pengabdian Masyarakat. Pada kepengurusan Himasylva Tahun
2015/2016 penulis diangkat menjadi Sekretaris Bidang 4. Selama berada di dalam
kepengurusan penulis banyak berperan penting di berbagai program Himasylva.
Program-program tersebut seperti penyusunan hingga tercetaknya beberapa
Majalah BENIH, mengikuti kegiatan DESDAM (Desa Dampingan) bersama
Himasylva, dan berbagai kegiatan penanaman serta kegiatan kunjungan-
kunjungan ke instansi-instansi kehutanan.
Bismillahirrahmanirrahim
Kupersembahkan Karya ini untuk Ayahanda, Ibunda dan kedua Adikku tersayang
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya hingga ke akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Dosis Bioserum untuk Pembentukan Gaharu pada Aquilaria
malaccensis Lamk.” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Kehutanan di Universitas Lampung. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih
saya ucapkan kepada berbagai pihak sebagai berikut.
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Unila;
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Unila serta
sebagai penguji utama yang telah memberikan semangat, ilmu pengetahuan dan
wawasan, serta motivasi dari selama penyusunan skripsi ini;
3. Bapak Ir. Indriyanto, M.P., selaku pembimbing utama atas ketersediannya untuk
memberikan bimbingan, saran dan kritik, serta banyak motivasi dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
iii
4. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si., selaku pembimbing kedua serta sebagai Sekretaris
Jurusan Kehutanan Unila atas ketersediannya untuk memberikan bimbingan,
saran dan kritik, serta banyak motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Darsono sebagai pemilik lahan yang telah mengizinkan saya melakukan
penelitian dan menggunakan objek penelitian dilahannya;
6. Bapak Kusnadi sebagai pencipta Bioserum yang telah memberikan ilmu, arahan,
dan dukungan selama kegiatan penelitian;
7. Mba Mina yang telah memberikan ilmu dan saran serta solusi dari setiap masalah
selama saya penelitian;
8. Ibu Rusita, S.Hut., M.P., selaku pembimbing akademik, terimakasih atas
segalanya yang telah diberikan selama proses perkuliahan;
9. Bapak dan Ibu Dosen Kehutanan, atas ilmu pengetahuan dan wawasan serta
pengalaman yang telah diberikan;
10. Bapak dan Ibu Staf administrasi Fakultas Pertanian Unila;
11. Kedua orangtua (Sarino dan Turi’ah) dan kedua adik ku (Cica dan Artha), yang
selalu memberikan dukungan, kasih sayang, do’a, serta motivasi yang tidak
pernah putus;
12. Teman-teman seperjuangan Anis, Khairunnisa, Shinta, Jeng Nia, Cecilinia,
Nathasya, Ika, Lely, Tyas Nidya, Murti yang selalu memberikan semangat
selama kegiatan penelitian;
13. Tim gaharu, Fikri, Hafid, Elham, Desrian, Gusti, Intan, Anis yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan fikiran selama proses penelitian;
iv
14. Teman-teman Lugosyl’14 yang telah membantu dalam proses penelitian, dari
persiapan hingga proses pengambilan data;
15. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Semoga amal kebaikan yang diberikan mereka mendapat imbalan dari Allah SWT
dan penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan namun
semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Bandar Lampung, Desember 2018
Giga Piancita
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Kerangka Penelitian ........................................................................... 4
1.5 Hipotesis ............................................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 8
2.1 Jenis Tanaman Penghasil Gaharu ....................................................... 8
2.2 Tumbuhan Anggota Genus Aquilaria ................................................ 9
2.3 Deskripsi Tumbuhan Aquilaria malaccensis ..................................... 9
2.4 Penyebaran Gaharu ............................................................................ 10
2.5 Manfaat Gaharu .................................................................................. 11
2.6 Proses pembentukan Gaharu .............................................................. 12
2.6.1 Proses pembentukan gaharu secara alami ................................. 12
2.6.2 Proses pembentukan gaharu secara buatan ............................... 14
2.6.2.1 Mekanik-Fisik ............................................................. 14
2.6.2.2 Kimia .......................................................................... 14
2.6.2.3 Biologis ....................................................................... 15
2.7 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terbentuknya Gaharu .................. 15
2.7.1 Faktor inang .............................................................................. 16
2.7.2 Faktor jamur patogen ................................................................ 16
2.7.3 Faktor lingkungan ..................................................................... 17
2.8 Bioserum ............................................................................................. 17
III. METODE PENELITIAN .................................................................... 18
3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................... 18
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 18
3.3 Metode Penelitian ........................................................................... 18
3.3.1 Pemilihan pohon .................................................................... 18
3.3.2 Penginjeksian Bioserum ........................................................ 19
3.3.3 Pengamatan ............................................................................ 20
3.3.3.1 Luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial .... 20
vi
Halaman
3.3.3.2 Persentase luas terbentuknya gaharu pada arah
Melintang ............................................................... 20
3.3.3.3 Perubahan warna ................................................... 21
3.3.3.4 Tingkat aroma ....................................................... 21
3.4 Rancangan Percobaan ..................................................................... 22
3.5 Analisis Data ................................................................................... 24
3.5.1 Uji Homogenitas Varians ....................................................... 24
3.5.2 Analisis Keragaman (ANARA) .............................................. 26
3.5.3 Uji Lanjut................................................................................ 27
3.5.4 Uji Kruskal-Wallis.................................................................. 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 30
4.1 Hasil ................................................................................................ 30
4.1.1 Luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial ..................... 30
4.1.2 Luas terbentuknya gaharu pada arah melintang ..................... 34
4.1.3 Perubahan warna gaharu......................................................... 39
4.1.4 Tingkat aroma gaharu ............................................................. 40
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 41
4.2.1 Luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial ..................... 42
4.2.2 Persentase luas terbentuknya gaharu pada arah melintang..... 44
4.2.3 Perubahan warna gaharu......................................................... 45
4.2.4 Tingkat aroma gaharu ............................................................. 47
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 50
5.1 Simpulan ......................................................................................... 50
5.2 Saran ............................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................................. 54
Tabel 17—19 .................................................................................................. 54—58
Gambar 8—17 ................................................................................................ 59—63
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rekapitulasi data penelitian ................................................................ 23
2. Uji homogenitas varians ..................................................................... 25
3. Hasil Analisis Ragam (Anara) ............................................................ 27
4. Hasil Uji Bartlett luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial ...... 31
5. Hasil Analisis Ragam luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial 32
6. Hasil Uji BNJ dosis Bioserum terhadap luas terbentuknya gaharu
pada arah tangensial ............................................................................ 32
7. Hasil Uji BNJ waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis
terhadap luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial .................... 33
8. Hasil Uji BNJ interaksi antara dosis Bioserum dengan waktu terbentuknya
gaharu di dalam Aquilaria malaccensis terhadap luas terbentuknya
gaharu pada arah tangensial ................................................................ 33
9. Hasil Uji Bartlett persentase luas terbentuknya gaharu pada arah
melintang ............................................................................................. 36
10. Hasil Analisis Ragam persentase luas terbentuknya gaharu pada arah
melintang ............................................................................................. 36
11. Hasil Uji BNJ dosis Bioserum terhadap persentase luas terbentuknya
gaharu pada arah melintang ................................................................ 37
12. Hasil Uji BNJ waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis
terhadap persentase luas terbentuknya gaharu pada arah melintang ... 38
13. Hasil Uji BNJ interaksi antara dosis Bioserum dengan waktu terbentuknya
gaharu di dalam Aquilaria malaccensis terhadap persentase luas
terbentuknya gaharu pada arah melintang .......................................... 38
14. Data perubahan warna gaharu berdasarkan persepsi 3 responden ...... 39
viii
Tabel Halaman
15. Tingkat aroma gaharu berdasarkan persepsi 3 responden .................. 40
16. Hasil Uji Kruskal-Wallis skor tingkat aroma gaharu .......................... 41
17. Hasil pengamatan luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial
dalam satuan cm2 ................................................................................ 54
18. Hasil pengamatan persentase luas terbentuknya gaharu pada arah
melintang dalam satuan % .................................................................. 56
19. Hasil pengamatan perubahan warna dan tingkat aroma berdasarkan
persepsi responden .............................................................................. 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Alir Kerangka Penelitian ....................................................... 6
2. Proses penginjeksian Bioserum pada cabang-cabang pohon
Aquilaria malaccensis ...................................................................... 20
3. Tata letak percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap Faktorial .... 23
4. Contoh luas terbentukya gaharu pada arah tangensial ...................... 31
5. Contoh luas terbentuknya gaharu pada arah melintang .................... 36
6. Grafik perkembangan persentase luas terbentuknya gaharu pada arah
melintang ........................................................................................... 36
7. Diagram skor aroma gaharu berdasarkan persepsi responden selama
3 bulan penelitian ............................................................................... 42
8. Respon pohon Aquilaria malaccensis setelah diinjeksikan
Bioserum ........................................................................................... 61
9. Bioserum sebagai bahan injeksi untuk membentuk gaharu .............. 61
10. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 62
11. Pemberian tanda pada pohon Aquilaria malaccensis yang akan
diinjeksikan Bioserum ...................................................................... 62
12. Pemberian tanda lubang bor pada batang dan cabang pohon Aquilaria
malaccensis dengan menggunakan kapur tulis ................................. 63
13. Pengeboran pada batang dan cabang pohon Aquilaria malaccensis
yang telah ditandai dengan kapur tulis ............................................. 63
14. Penginjeksian Bioserum pada cabang Aquilaria malaccensis
yang tiap pohonnya mendapatkan dosis Bioserum sesuai dengan
perlakuannya ..................................................................................... 64
x
Gambar Halaman
15. Proses pembakaran sampel gaharu ................................................... 64
16. Berbagai warna jamur atau fungi yang menginfeksi tanaman gaharu 65
17. Klorosis yang terjadi minggu ke-2 setelah pohon Aquilaria malaccensis
diinjeksi Bioserum ............................................................................ 65
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman jenis tanaman
penghasil gaharu (Setyaningrum dan Saparinto, 2014). Gaharu merupakan hasil
hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi (Sitepu dkk., 2011). Hal tersebut
dikarenakan gaharu memiliki kandungan senyawa yang harum pada resinnya,
sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi semua kalangan (Susmianto dkk.,
2014). Hampir semua bagian tanaman gaharu dapat dimanfaatkan dan sedikit
sekali yang terbuang (Ismanto dkk., 2016). Gaharu dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai pengharum tubuh dan ruangan, bahan pembuatan dupa, tasbih dan
kosmetik serta dapat digunakan sebagai obat-obatan (Susmianto dkk., 2014).
Selama ini, masyarakat hanya memanen gaharu yang berasal dari hutan alam
(Siran dan Turjaman, 2010). Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka
permintaan gaharu semakin meningkat (Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
Meningkatnya permintaan gaharu baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri
mengakibatkan eksploitasi gaharu alam dilakukan secara besar-besaran dan
semakin tidak terkendali. Kondisi inilah menyebabkan gaharu ditetapkan CITES
sebagai Apendix II yang dilindungi dari kepunahan dan perdagangannya (Sitepu
dkk., 2011).
2
Kekurangan pasokan gaharu alami mendorong masyarakat mengembangkan
gaharu secara budidaya. Gaharu pada umumnya terbentuk pada bagian kayu atau
akar dari jenis tumbuhan penghasil gaharu. Gaharu dimungkinkan terbentuk
karena faktor inang, jamur atau fungi pembentuknya, dan lingkungan. Ketiga
faktor tersebut yang mengakibatkan keberhasilan dalam pembentukan gaharu.
Inang menjadi faktor utama pada proses pembentukan gaharu. Inang yang dapat
menghasilkan gaharu adalah tanaman yang berasal dari jenis-jenis penghasil
gaharu. Gaharu akan terbentuk karena adanya pelukaan pada jaringan kayu inang
penghasil gaharu. Bagian kayu yang terluka akan mengakibatkan jamur atau
fungi masuk ke dalam jaringan kayu. Pada saat fungi menginfeksi jaringan yang
terluka maka inang akan merespon dengan mengeluarkan zat metabolit sekunder
yang disebut sebagai phytoalexin. Bentuk phytoalexin berupa resin dengan aroma
wangi dan berwarna cokelat yang diproduksi oleh alkaloid sel sehingga akan
mengubah warna jaringan kayu (Susmianto dkk., 2014).
Produksi gaharu secara budidaya dapat dilakukan dengan memasukkan bahan
injeksi ke dalam jaringan kayu. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan
merekayasa melalui teknik pengeboran batang dan menginjeksikan bahan injeksi
melalui lubang-lubang bor (injeksi) (Sumarna, 2013). Teknik ini juga telah
banyak diterapkan oleh para petani gaharu dan peneliti gaharu.
Fungi merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam pembentukan gaharu
(Susmianto dkk., 2014). Namun pada penelitian ini bahan injeksi yang digunakan
bukanlah fungi, melainkan nutrisi yang dibutuhkan bagi fungi untuk dapat hidup
dan berkembang di dalam batang gaharu. Menurut (Kusnadi, 2018), Bioserum
merupakan salah satu produk berupa cairan mengandung nutrisi yang dibutuhkan
3
bagi fungi untuk dapat membentuk gaharu. Bioserum diinjeksikan ke dalam
bagian batang gaharu yang telah dilukai, dan selanjutnya fungi pembentuk gaharu
akan menginfeksi bagian yang terdapat nutrisi tersebut. Belum banyak penelitian
yang meneliti tentang Bioserum ini, namun para petani gaharu sudah banyak yang
berhasil menerapkannya. Langkah pertama dalam pengaplikasian Bioserum
adalah penetapan dosis yang tepat, sehingga penelitian ini penting untuk
dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa dosis Bioserum yang paling baik dalam membentuk gaharu?
2. Berapa waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis yang
paling baik?
3. Berapa interaksi antara dosis Bioserum dengan waktu terbentuknya gaharu di
dalam Aquilaria malaccensis yang paling baik dalam membentuk gaharu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Menganalisis dosis Bioserum yang paling baik terhadap pembentukan gaharu
pada Aquilaria malaccensis.
2. Menganalisis waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis
yang paling baik.
3. Menganalisis interaksi antara dosis Bioserum dengan waktu terbentuknya
gaharu di dalam Aquilaria malaccensis yang paling baik terhadap
pembentukan gaharu.
4
1.4 Kerangka Penelitian
Proses pembentukan gaharu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor lingkungan,
faktor inang, dan faktor jamur/ fungi. Intensitas cahaya matahari, kelembaban dan
suhu udara, serta kesuburan tanah merupakan faktor lingkungan yang
memengaruhi dalam pembentukan gaharu (Susmianto dkk., 2014).
Tanaman penghasil gaharu tidak semuanya dapat menghasilkan gaharu
(Susmianto dkk., 2014). Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2014)
diperkirakan pada saat ini terdapat lebih kurang 27 jenis tumbuhan penghasil
gaharu. Tumbuhan yang dimaksud pada umumnya merupakan anggota famili
Thymelaeaceae dalam genus Aquilaria, Aetoxylon, Gonystylus, Gyrinops,
Wikstroemia, Enkleia, Dalbergia, dan Exoccaria. Namun, hanya tiga jenis yang
menghasilkan gaharu dengan kualitas tinggi, yaitu Aquilaria malaccensis,
Aquilaria microcarpa, dan Gyrinops versteegii. Pada penelitian ini inang gaharu
yang diinjeksikan adalah Aquilaria malaccensis karena jenis ini banyak terdapat
di daerah Sumatera (Roemantyo dan Partomihardjo, 2010).
Keberhasilan pembentukan gaharu terletak pada fungi yang menginfeksi bagian
kayu yang terluka. Penelitian yang dilakukan oleh Azwin (2016); Iskandar dan
Suhendra (2013); serta Vantompan dkk. (2015) menginjeksi Fusarium sp. sebagai
fungi dalam pembentukan gaharu. Penelitian-penelitian tersebut menyatakan
bahwa Fusarium sp. telah berhasil dalam membentuk gaharu. Kelompok
Fusarium merupakan jenis yang relatif sering ditemukan pada batang Aquilaria
spp. (Budi dkk., 2010).
5
Pada penelitian ini bukan fungi yang diinjeksikan pada batang Aquilaria
malaccensis melainkan nutrisi yang dibutuhkan oleh fungi dan sering disebut
sebagai Bioserum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mirani dkk.
(2016) Fusarium sp. dapat berkembang pada media ekstrak kayu Aquilaria
malaccensis. Berdasarkan pernyataan tersebut bila Bioserum sebagai nutrisi
diinjeksikan pada batang Aquilaria malaccensis, fungi pembentuk gaharu akan
mendapatkan media dan dapat hidup serta berkembang dengan lebih baik.
Bioserum merupakan cairan yang mengandung nutrisi bagi fungi untuk tumbuh
dan berkembang di dalam tanaman gaharu (Kusnadi, 2018). Belum banyak
penelitian yang mengungkapkan keberhasilan Bioserum, namun para petani telah
banyak membuktikan bahwa keberhasilan penggunaan bioserum sama dengan
penggunaan Fusarium. Hal tersebut dikarenakan warna dan aroma hasil gaharu
dari kedua bahan injeksi tersebut adalah sama. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Mirani dkk. (2016), mengungkapkan larutan hasil ekstraksi serbuk
kayu Aquilaria malaccensis mudah mengalami kontaminasi, terutama oleh invasi
dan aktivitas jamur. Sehingga, penginjeksian Bioserum sebagai nutrisi pada
batang gaharu akan dapat menyebabkan fungi tumbuh dan berkembang dengan
lebih baik. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan penginjeksian Bioserum
dengan dosis yang berbeda-beda. Bagan kerangka penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
6
Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Penelitian.
Gaharu
Lingkungan:
- Kesuburan Tempat
Tumbuh
- Suhu dan
Kelembaban
- Intensitas Cahaya
Matahari
- Serangan Hama dan
Penyakit
Inang:
- Aquilaria
- Aetoxylon
- Gonystylus
- Gyrinops
- Wikstroemia
- Enkleia
- Dalbergia
- Exoccaria
Jamur/Fungi:
- Fusarium Sp.
Gaharu
Manipulasi Fungi Alami
Injeksi
Fungi Injeksi
Bioserum/Nutrisi
Fungi Alami Gaharu
Gaharu
1. Dosis Bioserum yang terbaik dalam membentuk gaharu
2. Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria
malaccensis yang paling baik
3. Interaksi antara kedua faktor yang paling baik dalam
membentuk gaharu
7
1.5 Hipotesis
Pendugaan sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dosis Bioserum yang paling baik dalam membentuk gaharu adalah
4ml/lubang injeksi.
2. Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis yang paling baik
adalah 3 bulan.
3. Interaksi antara dosis Bioserum dengan waktu terbentuknya gaharu di dalam
Aquilaria malaccensis yang paling baik adalah dosis 4 ml pada waktu
terbentuknya gaharu yaitu 3 bulan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Tanaman Penghasil Gaharu
Gaharu berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu aguru yang berarti kayu sebagai
produk resin atau damar wangi dengan aroma khas. Gaharu merupakan hasil
hutan bukan kayu yang berasal dari proses metabolisme dan memiliki aroma yang
harum. Terbentuknya Gaharu diakibatkan karena terluka dan terinfeksinya suatu
jaringan di dalam kayu jenis penghasil gaharu. Oleh karena itu, tidak semua
tanaman penghasil gaharu menghasilkan aroma khas gaharu (Setyaningrum dan
Saparinto, 2014).
Tumbuhan penghasil gaharu saat ini diperkirakan terdapat lebih kurang 27 jenis.
Tumbuhan penghasil gaharu pada umumnya merupakan anggota dari family
Thymelaeaceae dengan genus Aquilaria, Aetoxylon, Gonystylus, Gyrinops,
Wikstroemia, Enkleia, Dalbergia, dan Exoccaria. Beberapa jenis tumbuhan
penghasil gaharu yang dapat dipilih untuk dibudidayakan antara lain Aquilaria
malaccensis, Aquilaria microcarpa, Aquilaria filaria, Aquilaria beccariana,
Gyrinops versteegii, Gyrinops rosbergii, dan Gyrinops moluccana. Namun,
hanya tiga jenis yang dapat menghasilkan gaharu dengan kualitas tinggi, yaitu
Aquilaria malaccensis, Aquilaria microcarpa, dan Gyrinops versteegii
(Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
9
2.2 Tumbuhan Anggota Genus Aquilaria
Tumbuhan anggota genus Aquilaria merupakan tumbuhan berkayu berhabitus
pohon. Ciri-ciri tumbuhan Aquilaria, yaitu memiliki batang pohon yang keras
dengan kulit batang berwarna putih dan licin. Genus ini memiliki 21 spesies,
yaitu Aquilaria agallocha, Aquilaria baillonii, Aquilaria banaensis, Aquilaria
beccariana, Aquilaria brachyantha, Aquilaria citrinicarpa, Aquilaria crassna,
Aquilaria cumningiana, Aquilaria filaria, Aquilaria grandiflora, Aquilaria hirta,
Aquilaria malaccensis, Aquilaria microcarpa, Aquilaria ophispermum, Aquilaria
parvifolia, Aquilaria pentandra, Aquilaria rostrata, Aquilaria sinensis, Aquilaria
subintegra, Aquilaria urdanetensis, dan Aquilaria yunnanensis. Adapun spesies
yang paling berpotensi sebagai penghasil gaharu adalah Aquilaria malaccensis
dan Aquilaria agallocha (Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
2.3 Deskripsi Tumbuhan Aquilaria malaccensis
Aquilaria malaccensis memiliki morfologi atau ciri-ciri fisiologi yang sangat
unik, dengan tinggi pohon mencapai 40 m diameter 60 cm. Pohon ini memiliki
permukaan batang licin, berwarna keputihan, kadang beralur dan kayunya agak
keras. Tumbuhan ini memiliki bentuk daun lonjong agak memanjang, dengan
panjang 6—8 cm, dan lebar 3—4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang kering
berwarna abu-abu kehijauan, agak bergelombang, melengkung, permukaan daun
atas–bawah licin dan mengkilap, tulang daun sekunder 12—16 pasang.
Tumbuhan jenis ini memiliki bunga yang terdapat di ujung ranting, ketiak daun,
kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sekitar 5 mm.
Buahnya berbentuk bulat telor, dan di dalammnya terdapat 1—2 biji dengan
10
ukuran kecil atau sedang. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm dan lebar
2,5 cm (Tarigan, 2004).
Taksonomi tumbuhan gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialyptealae
Ordo : Myrtales
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Aquilaria
Species : Aquilaria malaccensis Lamk. (Tarigan, 2004).
2.4 Penyebaran Gaharu
Tumbuhan penghasil gaharu tumbuh di hutan tropis, pada hutan alam atau kebun
masyarakat di berbagai daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua. Berdasarkan sebaran tempat tumbuh tumbuhan penghasil gaharu
umumnya tumbuh di pulau Kalimantan (12 jenis) dan pulau Sumatera (10 jenis).
Selain itu, tumbuhan penghasil gaharu dalam jumlah terbatas tumbuh di
Kepulauan Nusa Tenggara (3 jenis), Pulau Papua (2 jenis), Pulau Sulawesi (2
jenis), Pulau Jawa (2 jenis), dan Kepualauan Maluku (1 jenis) (Setyaningrum dan
Saparinto, 2014).
Genus Aquilaria terdiri dari 15 spesies yang tersebar di daerah tropis Asia. Enam
diantaranya ditemukan dan telah banyak dikenal masyarakat Indonesia, yaitu
11
Aquilaria microcarpa, Aquilaria malaccensis, Aquilaria cumingiana, Aquilaria
beccariana, Aquilaria filaria, dan Aquilaria hirta. Aquilaria malaccensis
dijumpai di Indonesia, terutama di Bangka, Jambi, Riau, Sumatera Selatan,
Kaliamantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
2.5 Manfaat Gaharu
Seluruh bagian tumbuhan penghasil gaharu dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Aroma wangi gaharu diperoleh dari ekstraksi resin dan kayunya. Kandungan
kimia gaharu merupakan komponen yang terdiri dari sesquiterpena, sesquiter-
pena alkohol, kompoun oxygenated, dan kromon. Terdapat 17 macam senyawa
yang terkandung dalam gaharu, yaitu noroxoagarofuran, agarospiral, 3,4-
dihidroksi-dihidro-agarufuran, p-metoksi-benzilaseton, dan aquillochin. Adapun
31 unsur kimia lainnya adalah 2-(2-(4 metoksifenil) etil kromon 27%, dan 2-(2-
feniletil) kromon 15%. Di dalam gubal gaharu terdapat beberapa zat penting,
yaitu agarofuran, norketoaaga,-rofuran, epiy-eudesmol, agarospirol, jinkohol,
jinkoho-neremol, kusunol, dihydrokaranone, jinkohol II, serta oxo-aga-rospirol
(Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
Aroma harum gaharu dihasilkan dari kandungan-kandungan yang ada di dalam
gaharu. Gaharu dengan aromanya tersebut dimanfaatkan oleh manusia untuk
berbagai hal. Masyarakat Timur Tengah menggunakan gaharu sebagai bahan
wewangian, masyarakat Cina memanfaatkannya sebagai obat sakit perut,
gangguan ginjal, hepatitis, asma, kanker, tumor, dan stres. Selain itu, gaharu telah
dipergunakan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetika, dan pengawet dari
berbagai jenis asesoris. Karena aromanya yang harum, gaharu diperdagangkan
12
sebagai komoditi elit untuk keperluan industri parfum, tasbih, membakar jenazah
bagi umat Hindu, kosmetik, hio, setanggi (dupa), dan obat-obatan (Siran dan
Turjaman, 2010).
Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi, saat ini berbagai negara
memanfaatkan gaharu sebagai bahan baku industri obat herbal alami, untuk
pengobatan stres, asma, reumatik, radang lambung, dan ginjal, malaria, bahan
antibiotik, TBC, liver, kanker, dan tumor yang masih dalam proses uji klinis.
Limbah bekas gaharu yang telah disuling digunakan untuk dupa dan bahan untuk
upacara agama, sedangkan air suling gaharu dimanfaatkan untuk kesehatan,
kecantikan, kebugaran, serta bahan minuman (kopi) oleh masyarakat di
Kabupaten Berau (Siran dan Turjaman, 2010).
2.6 Proses Pembentukan Gaharu
Pada umumnya proses pembentukan gaharu terjadi melalui dua cara, yaitu secara
alami dan buatan. Kedua cara tersebut berkaitan dengan proses metabolisme kayu
yang merespon akibat adanya luka. Pembentukan gaharu secara alami terjadi
tanpa adanya bantuan tangan manusia, sedangkan pembentukan gaharu secara
buatan terjadi dengan banyak melibatkan bantuan tangan manusia.
2.6.1 Proses pembentukan gaharu secara alami
Proses awal pembentukan gaharu dimulai dari adanya pelukaan pada jaringan
kayu jenis tumbuhan penghasil gaharu. Banyak faktor yang menjadi penyebab
pelukaan bagian tersebut, seperti patah akibat gesekan, satwa liar yang tidak
sengaja mengenai batang, cabang atau ranting, serangga penggerek yang dapat
13
membuat lubang pada batang pohon, serta tajuk pohon yang terkena sambaran
petir dapat membuat luka jaringan kayu suatu jenis tanaman (Susmianto dkk.,
2014).
Semua pelukaan yang terjadi pada jaringan kayu mengakibatkan terbentuknya
pintu/jalan masuk bagi patogen (bakteri, virus, dan jamur). Patogen tersebut
merupakan makhluk hidup yang menginfeksi bagian yang terluka. Kondisi
pelukaan yang cocok dan tersedia cairan makanan dari batang pohon
menyebabkan patogen berkembang dengan sangat cepat. Serangan tersebut
merupakan awal dari pembentukan gaharu. Patogen yang menginfeksi bagian
yang terluka dapat mengeluarkan enzim, racun/toxic dalam batang yang masuk ke
dalam sel-sel kayu. Sebaliknya batang pohon yang terinfeksi tersebut
mengeluarkan phytoalexin yang berkumpul di sel-sel kayu. Akumulasi
phytoalexin atau metabolik sekunder sebagai reaksi bertahan tanaman
menyebabkan adanya kumpulan resin yang bertumpuk di sekitar lubang perlukaan
akibat adanya hifa-hifa jamur patogen. Kemudian penutupan sel-sel kayu oleh
resin terjadi dan hifa-hifa jamur sudah tidak dapat terdeteksi lagi. Walaupun
kegiatan tersebut dapat mengganggu proses metabolisme dan fisiologis pohon
penghasil gaharu, namun terganggunya proses tersebut merupakan tahap
pembentukan gaharu (Susmianto dkk., 2014).
Pembentukan gaharu alam memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak memerlukan
biaya untuk menginjeksi patogen. Namun, pembentukan gaharu alam ini
memiliki banyak kekurangan. Jika pelukaan hanya terjadi pada beberapa lubang
saja, maka proses pembentukan gaharu menjadi sangat lama. Selain itu, apabila
14
tidak adanya pelukaan maka tanaman penghasil gaharu tidak akan memproduksi
gaharu (Susmianto dkk., 2014).
2.6.2 Proses pembentukan gaharu secara buatan
Kebutuhan gaharu semakin meningkat, namun jika mengandalkan produksi
gaharu alam maka kelangkaan akan terjadi. Sehingga harus diciptakan alternatif
untuk menjadi solusi dalam pemecahan masalah tersebut. Seiring berkembangnya
ilmu dan pengetahuan, muncul banyak metode yang dapat digunakan untuk
mempercepat pembentukan gaharu. Metode tersebut dilakukan dengan
menginjeksi jamur patogen ke dalam jaringan tanaman. Metode-metode yang
dapat dilakukan untuk menghasilkan gaharu secara buatan, meliputi metode
mekanik-fisik, kimia, dan biologis (Susmianto dkk., 2014).
2.6.2.1 Mekanik-Fisik
Metode Mekanik-Fisik telah lama dikenal oleh masyarakat. Proses pelukaan kayu
pohon diawali dengan pemakuan batang, cabang atau ranting pohon. Beberapa
praktisi gaharu mencoba metode pencacahan dengan alat taja, seperti golok.
Metode lainnya adalah dengan cara pengulitan, dilakukan dengan cara membuka
kulit batang pohon penghasil gaharu dan diharapkan terjadi pelukaan. Selain itu,
penggergajian juga pernah dilakukan pada beberapa tempat terhadap batang
pohon sebagai cara untuk melukai batang pohon (Susmianto dkk., 2014).
2.6.2.2 Kimia
Metode kimia adalah teknik injeksi dengan menggunakan bahan-bahan kimia
pada setiap lubang pohon penghasil gaharu. Penggunaan asam jasmonik dan
minyak kedelai pernah dilakukan di beberapa tempat. Namun gaharu yang
15
terbentuk sangat terbatas dan kurang memuaskan. Aplikasi asam sulfat dan asam
cuka juga telah dilakukan, namun hasilnya gaharu berkualitas rendah dan ada
bagian batang yang hangus dan mati, serta dikhawatirkan terdapat residu bahan
kimia berbahaya. Sebagai bahan pertimbangan, injeksi dengan bahan kimia
berbahaya (seperti asam sulfat) dapat mematikan jaringan sel-sel kayu dan kayu
menjadi hitam terbakar. Reaksi dari inang berupa phytoalexin dapat muncul tapi
juga dapat bercampur dengan asam sulfat. Aroma gaharu yang bercampur dengan
asam sulfat akan mengganggu kesehatan manusia yang menghirupnya, bahkan
pengaruh terburuk adalah menyebabkan kanker paru-paru (Susmianto dkk., 2014).
2.6.2.3 Biologis
Metode biologis merupakan teknik injeksi dengan mikroba atau jasad renik.
Banyak sekali jenis jamur (fungi) yang telah diujicobakan sejak tahun 1930-an.
Penggunaan jamur-jamur memberikan variasi dalam pembentukan gaharu
menurut jenis jamur, jenis pohon penghasil gaharu yang digunakan, dan lokasi
riset yang berbeda. Namun, ada juga yang gagal dalam pembentukan gaharu
dengan menginjeksi suatu jenis jamur tertentu (Susmianto dkk., 2014).
2.7 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terbentuknya Gaharu
Gaharu secara alami terbentuk karena adanya serangan jamur patogen pada sel-sel
hidup kayu pohon penghasil gaharu. Gaharu dimungkinkan terbentuk karena
faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik berupa faktor lingkungan,
sedangkan faktor biotik berupa faktor inang gaharu dan faktor jamur patogen.
Ketiga faktor ini saling terkait erat (Susmianto dkk., 2014).
16
2.7.1 Faktor inang
Inang merupakan pohon penghasil gaharu dari jenis tertentu. Di Asia, termasuk
negara-negara lautan Pasifik, diketahui terdapat lebih dari 26 jenis Aquilaria dan 7
jenis Gyrinops. Secara alami jenis-jenis pohon penghasil gaharu telah
dieksploitasi sejak lama dan menghasilkan gaharu yang berkualitas baik, serta
berniai ekonomi tinggi. Namun, tidak semua inang penghasil gaharu dapat
membentuk gaharu yang beraroma wangi dan berwarna hitam kecokelatan. Dua
genus utama yang disebutkan di atas sudah terkenal sebagai penghasil gaharu
(Susmianto dkk., 2014).
2.7.2 Faktor jamur patogen
Berbagai literatur menyebutkan beberapa jenis mikroba yang dapat digunakan
untuk menstimulasi pembentukan gaharu. Salah satu penelitian yang dilakukan
oleh Badan Litbang Kehutanan menunjukkan bahwa penggunaan jamur patogen
Fusarium solani memberikan respon pembentukan gaharu yang signifikan. Jamur
patogen merupakan salah satu faktor kunci dalam pembentukan gaharu. Oleh
sebab itu, teknologi bioinduksi memfokuskan pada aplikasi jamur patogen. Jamur
patogen menggunakan gula sederhana sebagai sumber energinya karena tidak
dapat berfotosintesis. Beberapa jenis jamur patogen menunjukkan pertumbuhan
yang lambat dan pembentukan gejala gaharu juga sangat lambat. Sebaliknnya,
beberapa jenis jamur patogen lainnya menunjukkan pertumbuhan yang sangat
cepat dan gejala yang sangat cepat bahkan sampai mematikan pohon. Sehingga,
seleksi jamur patogen yang khusus dalam pembentukan gaharu harus dilakukan
17
melalui serangkaian screening, uji coba, dan evaluasi dari berbagai lokasi dan
jenis pohon penghasil gaharu yang berbeda (Susmianto dkk., 2014).
2.7.3 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mungkin dapat memengaruhi pembentukan gaharu adalah
kesuburan tempat tumbuh, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, serangan hama
dan penyakit. Pada kondisi tempat tumbuh yang tidak subur banyak ditemukan
pohon penghasil gaharu berkualitas baik, dibandingkan pada kondisi tempat
tumbuh yang subur (Susmianto dkk., 2014). Jamur akan dapat tumbuh dengan
baik pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Mirani dkk., 2016).
2.8 Bioserum
Berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan mengakibatkan terciptanya
Bioserum. Bioserum merupakan cairan yang berisi nutrisi bagi fungi atau jamur
untuk dapat hidup dan berkembang. Bioserum menjadi salah satu alternatif dalam
membentuk gaharu. Kelebihan dari Bioserum ini adalah kandungan yang terdapat
di dalamnya berasal dari bahan-bahan organik. Kandungan dari Bioserum ini
merupakan gabungan dari berbagai makanan yang dibutuhkan oleh fungi. Jadi,
fungi yang diperkirakan dapat membentuk gaharu, yaitu fungi alam. Sehingga
gaharu yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar inang gaharu.
Kelemahan dalam penggunaan Bioserum adalah kurangnya informasi mengenai
jamur apa yang menginfeksi tanaman gaharu (Kusnadi, 2018).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April—Juli 2018 berlokasi di lahan salah
satu masyarakat Dusun VIII, Desa Poncowarno, Kecamatan Kalirejo, Lampung
Tengah.
3.2 Alat dan Bahan
Objek penelitian yang digunakan adalah beberapa pohon jenis Aquilaria
malaccensis berumur 9 tahun, bahan injeksi Bioserum, dan alkohol 70 %.
Sedangkan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah thermohigrometer,
luxmeter, label penanda, alat bor dengan mata bor berukuran 4,5 cm, terminal
kabel sepanjang 50 m, genset, pita meter, spuit 4 cc, sarung tangan, tally sheet,
kertas kalkir, millimeter block, spidol permanen, pinset, alat tulis, kamera,
golok/gergaji, pisau cutter, dan korek api.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pemilihan pohon
Pohon jenis Aquilaria malaccensis yang akan diinjeksi yaitu pohon yang memiliki
kriteria batangnya melingkar dengan diameter 10—20 cm, pertumbuhannya
20
normal, serta tidak terserang hama dan penyakit. Penginjeksian dilakukan pada
ranting-ranting, dan setiap ranting memiliki satu lubang injeksi.
3.3.2 Penginjeksian Bioserum
Bahan injeksi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Bioserum. Bioserum ini
merupakan nutrisi dalam bentuk zat cair yang dibutuhkan bagi fungi untuk dapat
hidup dan berkembang di dalam batang gaharu. Jamur atau fungi yang tersedia
secara alami diharapkan dapat tumbuh dan berkembang di bagian yang telah
diinjeksikan Bioserum.
Desain titik pengeboran dibuat pada ranting pohon yang akan diinjeksi dengan
menggunakan kapur tulis. Sebelum melakukan pengeboran alat-alat yang akan
digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Pengeboran
dilakukan minimal 1/3 dari diameter batang dengan arah bor 10—15 derajat ke
bawah. Lubang injeksi dibuat dengan menggunakan mata bor 4,5 cm. Proses
pengiinjeksian pada cabang-cabang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penginjeksian Bioserum pada cabang-cabang pohon
Aquilaria malaccensis.
21
3.3.3 Pengamatan
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa luas terbentuknya
gaharu pada arah tangensial, persentase luas terbentuknya gaharu pada arah
melintang, perubahan warna, dan tingkat aroma. Setiap variabel diamati setiap
bulan selama penelitian.
3.3.3.1 Luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial
Pengukuran luas terbentuknya gaharu dilakukan setiap bulan sekali di sekitar titik
penginjeksian. Luas terbentuknya gaharu pada arah tangensial diperoleh dari
pengupasan kulit kayu gaharu lalu diukur luasnya menggunakan kertas kalkir.
Data pengukuran luasan dengan kertas kalkir tersebut akan dikonversi ke dalam
millimeter block untuk mengetahui luasnya dengan nilai satuan centimeter persegi
(cm2).
3.3.3.2 Persentase luas terbentuknya gaharu pada arah melintang
Pengukuran luas terbentuknya gaharu dilakukan setiap bulan sekali di sekitar titik
penginjeksian. Persentase luas terbentuknya gaharu pada arah melintang
diperoleh dengan menggambar bagian melintang cabang gaharu pada kertas kalkir
yang kemudian dikonversikan ke dalam millimeter block. Data pengukuran
luasan pada arah melintang dengan cara menghitung luas terbentuknya gaharu
dibagi dengan luas lingkaran kemudian dikali seratus persen. Data luas
terbentuknya gaharu pada arah melintang dalam bentuk persentase.
22
3.3.3.3 Perubahan warna
Perubahan warna kayu meliputi tingkat perubahan warna. Tingkat perubahan
warna kayu ditetapkan berdasarkan Standar Nasional: Gaharu SNI 7631-2011
dengan tingkat skor 0=putih, 1=putih kecokelatan, 2=cokelat, 3=cokelat
kehitaman, dan 4=hitam. Pengamatan dilakukan dengan cara kulit batang di
sekitar lubang injeksi dikupas kemudian dikeruk dengan menggunakan pisau
(cutter) untuk mengetahui warna batang di sekitar lubang bor. Pengamatan warna
dilakukan setiap bulan setelah dilakukan penginjeksian, selama 3 bulan berturut-
turut pada setiap lubang injeksi. Pengamatan dilakukan melalui uji organoleptik,
pengujian organoleptik merupakan pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Pengujian ini melibatkan 3 responden ahli gaharu.
3.3.3.4 Tingkat aroma
Pengamatan wangi kayu meliputi tingkat wangi dari senyawa gaharu yang
dihasilkan di sekitar lubang injeksi. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama
penelitian, sampel diambil dengan cara digerus pada bagian gaharu yang
terbentuk. Kemudian jaringan kayu yang telah digerus dibakar. Pengamatan
wangi kayu yang dilakukan pada setiap lubang bor dan ditetapkan melalui uji
organoleptik yang dinyatakan dengan rataan skor. Pengujian organoleptik
merupakan pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Berdasarkan
Standar Nasional: Gaharu SNI 7631-2011 skala skor untuk aroma adalah 0=tidak
wangi, 1=kurang wangi, 2=wangi, dan 3=wangi sekali. Penentuan tingkat wangi
kayu melibatkan 3 responden ahli gaharu.
23
3.4 Rancangan Percobaan
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam Rancangan Acak Lengkap Faktorial
(RALF) dengan Faktor A yaitu pemberian dosis Bioserum terdiri dari kontrol,
2 ml, 3 ml, dan 4 ml yang diulang 3 kali. Sedangkan Faktor B yaitu waktu
terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis, terdiri dari 1 bulan, 2 bulan,
dan 3 bulan setelah penginjeksian Bioserum. Satu pohon Aquilaria malaccensis
memiliki 3 cabang yang mendapatkan satu perlakuan yang sama. Sehingga total
pohon Aquilaria malaccensis yang diinjeksikan Bioserum sebanyak 12 pohon.
Tata letak rancangan acak lengkap faktorial yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tata letak percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap Faktorial.
Keterangan :
P1 = Perlakuan dibor tanpa diinjeksi Bioserum
P2 = Perlakuan dibor dan diinjeksi Bioserum 2 ml/lubang injeksi
P3 = Perlakuan dibor dan diinjeksi Bioserum 3 ml/ lubang injeksi
P1W1U3
P1W2U3
P1W3U3
P1W1U1
P1W2U1
P1W3U1
P1W1U2
P1W2U2
P1W3U2
P4W1U2
P4W2U2
P4W3U2
P4W1U3
P4W2U3
P4W3U3
P2W1U1
P2W2U1
P2W3U1
P2W1U3
P2W2U3
P2W3U3
P3W1U3
P3W2U3
P3W3U3
P4W1U1
P4W2U1
P4W3U1
P3W1U1
P3W2U1
P3W3U1
P3W1U2
P3W2U2
P3W3U2
P2W1U2
P2W2U2
P2W3U2
24
P4 = Perlakuan dibor dan diinjeksi Bioserum 4 ml/ lubang injeksi
W1 = Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis 1 bulan
setelah diinjeksi
W2 = Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis 2 bulan
setelah diinjeksi
W3 = Waktu terbentuknya gaharu di dalam Aquilaria malaccensis 3 bulan
setelah diinjeksi
U1 = Ulangan 1
U2 = Ulangan 2
U3 = Ulangan 3
Model linear aditif pada RALF adalah sebagai berikut.
Keterangan:
= hasil pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B ke-j, pada ulangan
ke-k
= rerata umum
= pengaruh faktor A pada level ke-i
= pengaruh faktor B pada level ke-j
= interaksi antara A dan B pada faktor A level ke-I, faktor B level ke-j
= galat percobaan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j pada ulanga
ke-k
Data variabel penelitian yang telah terkumpul selanjutnya dimasukkan ke dalam
tabel rekapitulasi data seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi data penelitian
Faktor A
(Pemberian
Dosis Bioserum)
R
Faktor B
(Waktu Terbentuknya Gaharu di Dalam
Aquilaria malaccensis) Total
1 bulan 2 bulan 3 bulan
Dosis Bioserum
0 ml
1 Y111 Y112 Y113 ΣYi1
2 Y121 Y122 Y123 ΣYi2
3 Y131 Y132 Y133 ΣYi3
Dosis Bioserum
2 ml
1 Y211 Y212 Y213 ΣYi4
2 Y221 Y222 Y223 ΣYi5
3 Y231 Y232 Y233 ΣYi6
Dosis Bioserum
3 ml
1 Y311 Y312 Y313 ΣYi7
2 Y321 Y322 Y323 ΣYi8
3 Y331 Y332 Y333 ΣYi9
25
Tabel 1. (lanjutan)
Faktor A
(Pemberian
Dosis Bioserum)
R
Faktor B
(Waktu Terbentuknya Gaharu di Dalam
Aquilaria malaccensis) Total
1 bulan 2 bulan 3 bulan
Dosis Bioserum
4 ml
1 Y411 Y412 Y413 ΣYi10
2 Y421 Y422 Y423 ΣYi11
3 Y431 Y432 Y433 ΣYi12
Total ΣYj1 ΣYj2 ΣYj3 Y..
3.5 Analisis Data
Data yang dianalisis berupa, luas terbentuknya gaharu, perubahan warna, dan
tingkat aroma. Data luas terbentuknya gaharu dianalisis dengan menggunakan uji
homogenitas ragam, uji Anara (Analisis Ragam), dan uji lanjut BNJ. Data
perubahan warna dan tingkat aroma dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-
Wallis menggunakan software SPSS.
3.5.1 Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah
beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Uji homogenitas merupakan
syarat sebelum melakukan Uji Anara. Hal tersebut dikarenakan uji homogenitas
diperlukan untuk menguji perbedaan antara kedua atau beberapa kelompok yang
berbeda subjek atau sumber datanya. Uji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan Uji Bartlett. Uji Bartlett merupakan uji homogenitas varians
terhadap 3 kelompok sampel atau lebih. Uji bartlet menggunakan taraf sebesar
5 %. Namun, sebelum melakukan uji ini terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
data untuk mengetahui distribusi data tersebar secara normal atau tidak. Dalam
uji homogenitas bartlett, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
26
a. Membuat tabel uji homogenitas varians yang ditunjukkan seperti Tabel 2.
Tabel 2. Uji homogenitas varians.
Sampel
ke- db (n-1) Varian (S
2) db S
2 log S
2 db log S
2
1 n1-1 S12 db S1
2 log S1
2 db log S1
2
2 n2-1 S22 db S2
2 log S2
2 db log S2
2
... ... ... ... ... ...
K nk-1 Sk2 db Sk
2 log Sk
2 db log Sk
2
b. Mencari varians pada masing-masing kelompok, dengan rumus dibawah ini.
c. Menghitung varian gabungan, dengan menggunakan rumus di bawah ini.
d. Menghitung nilai satuan bartlett, menggunakan rumus dibawah ini.
e. Menghitung nilai chi kuadrat hitung, dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
2=(ln10){B-(db log S
2)}
f. Menghitung nilai chi tabel.
g. Membuat kesimpulan, apabila chi kuadrat hitung lebih kecil daripada chi
kuadrat tabel berarti dapat disimpulkan bahwa h0 diterima. Dengan
diterimanya h0 menunjukkan bahwa varian-varian yang telah diuji memiliki
data yang homogen.
27
3.5.2 Analisis Keragaman (ANARA)
ANARA (Analisi Ragam) atau ANOVA (Analysis of Variance) merupakan uji
yang termasuk ke dalam statistika inferensia. Anara dapat dilakukan untuk
menguji perbedaan lebih dari dua kelompok. Langkah-langkah dalam analisis
ragam pada RALF selanjutnya adalah sebagai berikut.
a. Menghitung faktor koreksi dengan rumus sebagai berikut.
b. Menghitung jumlah kuadrat dengan rumus seperti di bawah ini.
c. Menghitung kuadrat tengah dengan rumus sebagai berikut.
d. Menghitung Fhitung dengan rumus sebagai berikut.
28
e. Membuat tabel analisis ragam, seperti Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Ragam (Anara)
Sumber
Keragaman Db JK KT Fhit Ftab
- A i–1 JKA KTA KTA/KTG dba,dbg
- B j–1 JKB KTB KTB/KTG dbb,dbg
- AB (i-1)(j-1) JKAB KTAB KTAB/KTG dbab,dbg
Galat Ij(r-1) JKG KTG
Total ijk-1 JKT
f. Membuat kesimpulan, apabila nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel maka
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal
tersebut berarti pada taraf kepercayaan 95 % terdapat perbedaan pengaruh
terhadap respon yang diamati.
3.5.3 Uji Lanjut
Uji lanjut yang digunakan pada penelitian ini adalah uji BNJ (Beda Nyata Jujur)
atau dapat juga disebut uji HSD (Honestly Significant Difference). Alasan
menggunakan uji BNJ adalah uji ini dapat digunakan untuk membandingkan
semua perlakuan yang ada, selain itu juga dapat menguji lebih dari 3 perlakuan.
Rumus yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut.
a. BNJ pada faktor A
Keterangan :
A = jumlah perlakuan pada faktor A
dbG = derajat bebas galat
29
qα(v,k) = nilai tabel studentized range statistic
KTG = kuadrat tengah galat
r = banyaknya ulangan
j = banyaknya jumlah perlakuan pada faktor B
b. BNJ pada faktor B
Keterangan :
B = jumlah perlakuan pada faktor B
dbG = derajat bebas galat
qα(v,k) = nilai tabel studentized range statistic
KTG = kuadrat tengah galat
r = banyaknya ulangan
j = banyaknya jumlah perlakuan pada faktor A
c. BNJ interaksi antara faktor A dengan faktor B
Keterangan :
AB = jumlah perlakuan pada faktor A x faktor B
dbG = derajat bebas galat
qα(v,k) = nilai tabel studentized range statistic
KTG = kuadrat tengah galat
r = banyaknya ulangan
Bandingkan kedua nilai rata-rata yang ingin kita bandingkan dengan nilai HSD.
Apabila nilai rata-rata lebih besar dari nilai HSD berarti terdapat perbedaan yang
nyata pada kedua nilai rata-rata. Sedangkan apabila nilai rata-rata lebih kecil dari
nilai HSD berarti tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua nilai rata-rata.
3.5.4 Uji Kruskal-Wallis
Uji Kruskal-Wallis merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk
mempelajari perbedaan rata-rata lebih dari dua kelompok atau lebih. Statistik uji
ini dapat digunakan sebagai pengganti uji Anova. Uji ini dapat digunakan untuk
data ordinal dan data rangking. Uji Kruskal-Wallis tidak membutuhkan asumsi
30
normal dan homogen pada distribusi induknya. Rumus Uji Kruskal-Wallis adalah
sebagai berikut.
Keterangan :
H = nilai Kruskal-Wallis dari hasil perhitungan
Rj = jumlah rank dari kelompok/kategori ke-j
nj = banyaknya kasus dalam sampel pada kelompok/kategori ke-j
k = banyaknya kelompok/kategori
N = jumlah seluruh observasi (N=n1+n2+n3+…+nk)
Jika, ditemukan angka yang sama, maka rumus dengan faktor koreksinya, yaitu:
Keterangan :
T = banyaknya nilai observasi tertentu yang sama pada serangkaian nilai
observasi
N = jumlah seluruh observasi (N=n1+n2+n3+…+nk)
Sehingga rumus uji Kruskal-Wallis dengan angka sama berjumlah banyak yaitu:
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dosis Bioserum yang paling baik untuk membentuk gaharu adalah 4
ml/lubang injeksi.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaharu yang paling baik terbentuk pada
faktor waktu terbentuknya gaharu yang paling lama, yaitu 3 bulan.
3. Interaksi antara dosis Bioserum dengan waktu terbentuknya gaharu di dalam
Aquilaria malaccensis yang paling baik adalah dosis 4 ml pada waktu
terbentuknya gaharu yaitu 3 bulan.
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian
Bioserum dengan dosis yang lebih tinggi dan waktu terbentuknya gaharu yang
lebih lama, untuk mendapatkan dosis dan waktu yang optimal dalam membentuk
gaharu.
DAFTAR PUSTAKA
51
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology Fifth Edition. Buku. Elsevier Academic
Press. University of Florida. 290 p.
Akhsan, N., Sutisna, M. dan Mardji, D. 2012. Pengujian model inokulasi fusarium
sp. pada pohon gaharu (aquilaria microcarpa). J. Kehutanan Tropika
Humida. 5(1) : 48-55 p.
Azwin. 2016. Inokulasi fusarium sp. pada pohon karas (aquilaria malaccensis
lamk.) terhadap pembentukan gaharu. J. Kehutanan. 11(2) : 60-75 p.
Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 7631:2011 Gaharu. Jakarta. 5 p.
Budi, R, S. W., Santoso, E. dan Wahyudi, A. 2010. Identifikasi jenis-jenis fungi
yang potensial terhadap pembentukan gaharu dari batang aquilaria spp. J.
Silvikultur Tropika. 01(01) : 1-5 p.
Herawati, C., Batubara, R. dan Siregar, E. B. M. 2013. Perubahan kimia kayu
pada gubal gaharu (aquilaria malaccensis lamk.) hasil rekayasa. J.
Peronema Forestry Science. 2(1) : 117-125 p.
Iskandar, D. dan Suhendra, A. 2013. Uji inokulasi fusarium sp untuk produksi
gaharu pada budidaya a. Beccariana. J. Sains dan Teknologi. 14(3)
: 182-188 p.
Ismanto, S. H., Neswati. dan Amanda, S. 2016. Pembuatan sabun padat
aromaterapi dari minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dengan
penambahan minyak gubal gaharu (aquilaria malaccensis). J. Teknologi
Pertanian Andalas. 20(2) : 9-19 p.
Kusnadi. 2018. Bioserum. Diskusi secara Pribadi. Metro, Provinsi Lampung.
April 2018.
Lindow, S. E. dan Brandl, M. T. 2003. Microbiology of the phyllosphere. Applied
and Environmental Microbioogy. 69(4): 1875-1883 p.
Mega, I. M., Suanda, D. K., Kasniari, D. N. dan Parwata, M. A. O. 2012.
Formulasi inokulan jamur pembentuk gubal gaharu pada tanaman
ketimunan (gyrinops versteegii). Agriotrop. 2(2) : 139-144.
52
Mirani, E. D., Burhanuddin. dan Suryantini, R. 2016. Uji pertumbuhan fusarium
sp pembentuk gubal gaharu (aquilaria malaccensis) pada variasi media
tumbuh dan suhu. J. Hutan Lestari. 4(4) : 446-452 p.
Purnama, M. S. 2014. Perbedaan Kandungan Senyawa Resin Gaharu (Aquilaria
malaccensis) Hasil Inokulasi pada Tingkat Semai dan Pohon. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 p.
Roemantyo. dan Partomihardjo, T. 2010. Analisis prediksi sebaran alami gaharu
marga aquilaria dan gyrinops di indonesia. J. Berita Biologi. 10(2) :
189-198 p.
Rosmarkam, A. dan Yuwono, N, W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Buku.
Kanisius. Yogyakarta. 224 p.
Santoso, E., Agustini, L., Irnayuli, R. dan Turjaman, M. 2007. Efektifitas
pembentukan gaharu dan komposisi senyawa resin gaharu pada aquilaria
spp. J. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. IV(6) : 543-551 p.
Setyaningrum, H. D. dan Saparinto, C. 2014. Panduan Lengkap Gaharu. Buku.
Penebar Swadaya. Semarang. 172 p.
Siran, S. A. dan Turjaman, M. 2010. Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu
Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. Buku. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 236 p.
Sitepu, I. R., Santoso, E. and Turjaman, M. 2011. Identification of Eaglewood
(Gaharu) Tree Species Susceptibility. Book. Technical Report No.1.
Forestry Research and Development Agency, Ministry of Forestry, Bogor.
42 p.
Sjostrom, E. 1955. Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan. Buku. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. 390 p.
Subowo, Y. B. 2010. Jamur pembentuk gaharu sebagai penjaga kelangsungan
hidup tanaman gaharu (aquilaria sp). J. Teknologi Lingkungan. 11(2) : 167-
173 p.
Suharti, S. 2009. Prospek Pengusahaan Gaharu melalui Pola Pengelolaan Hutan
Berbasis Masyarakat (PHBM). Workshop Pengembangan Teknologi
Produksi Gaharu Berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 29 April 2009.
Sumarna, Y. 2013. Budidaya dan Bisnis Gaharu. Buku. Penebar Swadaya.
Depok. 93 p.
Susmianto, A., Turjaman, M. dan Setio, P. 2014. Rekam Jejak:Gaharu Inokulasi,
Teknologi Badan Litbang Kehutanan. Buku. Forda Press. Jawa
Barat. 296 p.
53
Tarigan, K. 2004. Profil Pengusahaan (Budidaya) Gaharu. Pusat Bina
Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan dalam Pengembangan
HHBK Jenis Gaharu (Aquilaria malaccensis) di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Dinas Kehutanan Bangka Belitung.
http://www.workshopHHBK09-Babe.Pdf.com. Diakses pada 10 Januari
2018.
Vantompan, W. D. P., Arreneuz, S. dan Wibowo, M. A. 2015. Perbandingan
inokulan fusarium sp menggunakan metode infus dan injeksi untuk
mendapatkan gaharu pada pohon aquilaria malaccensis. J. Kimia
Khatulistiwa. 4(1) : 34-37 p.
Widyastuti, F. R. 2009. Pengaruh Etilen dalam Menginduksi Pembentukan
Senyawa Terpenoid pada Pohon Gaharu (Aquilaria microcarpa). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 13 p.
Widyati, E. 2013. Memahami interaksi tanaman-mikroba. Tekno Hutan
Tanaman. 6(1) : 13-20 p.