DOMINANSI GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA...
Transcript of DOMINANSI GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA...
200
DOMINANSI GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI
PROVINSI BENGKULU
Wahyu Wibawa1, Dedi Sugandi1, dan Yesmawati1
1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu Telp. 0736 23030 Fax. 0736 23030 email
ABSTRAK
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas yang paling diminati di Provinsi Bengkulu. Di Provinsi Bengkulu, kelapa sawit ditanam pada lahan mineral maupun lahan yang bergambut. Kajian dilaksanakan di Kabupaten Bengkulu Tengah dari bulan Maret sampai dengan April 2012. Tujuan dari kajian ini adalah: 1). Untuk menentukan spesies, komposisi, dan dominansi spesies gulma pada lahan mineral dan bergambut. 2). Memperkirakan alternatif herbisida yang tepat dalam pengendalian gulma. Hasil kajian menunjukkan bahwa 1). Komposisi jenis gulma pada lahan mineral maupun bergambut lebih didominasi oleh gulma rumputan yang menahun (perennial weeds). 2). Spesies gulma yang dominan pada kebun kelapa sawit rakyat adalah Paspalum disticum, P. commersonii, P. longifolium, P. repens , I. cilindrica (gulma rumpatan) , I. Triloba, dan B. leavis (gulma berdaun lebar). 3). Herbisida sistemik yang berspektrum luas (glifosat; glufosinat ammonium) dianjurkan untuk mengendalikan gulma tahunan. Intensitas training yang tinggi diperlukan supaya petani dapat memilih formulasi, dosis, waktu dan metode yang tepat untuk mengendalikan gulma dikaitkan dengan tipe tanah, spesies dan komposisi jenis gulma sasaran. Kata kunci: Kelapa sawit, herbisida, gulma, lahan bergambut.
ABSTRACT
Oil palm is the most preferred commodity in Bengkulu Province. In Bengkulu Province, oil palm is cultivated on mineral and peat soil. This study was conducted in Central Bengkulu Regency from March to April 2012. Objectives of this study were: 1) To determine species, composition and dominance of weed species on mineral and peat soil. 2). To predict alternative of proper herbicides in controlling weeds. Result showed that: 1). Weed compositions on peat and mineral soil were more dominated by perennial grass weeds. 2). Dominant weed speciess on Bengkulu smallholders oil palm plantation were Paspalum disticum, P. commersonii, P. longifolium, P. repens , I. cilindrica (grass weeds), I. Triloba, and B. leavis (broadleave weeds). 3). Broad-spectrum of systemic herbicides (glyphosate; glufosinate ammonium) were recommanded to control perennial weeds. Intentive trainning was needed, sothat farmers can choose proper formulation, doses, time and methods in controlling weeds associated with soil type, species and composition of weed. Key Words: Oil palm, herbicides, weeds, peat soil
201
PENDAHULUAN
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas yang paling diminati di Provinsi
Bengkulu. Luas lahan kelapa sawit mencapai 205.324 ha atau 34,55% dari total luas
lahan perkebunan. Di Provinsi Bengkulu, kelapa sawit ditanam pada lahan mineral
maupun lahan yang bergambut. Sebagian besar kelapa sawit rakyat di Provinsi
Bengkulu termasuk dalam kategori tanaman yang menghasilkan (mature) dengan
luasan 129.455 ha (63,5%) (Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu, 2011).
Gulma merupakan tumbuhan yang hadir secara alami, keberadaannya
mengganggu tanaman budidaya dan menghambat kegiatan pemeliharaan maupun
panen sehingga menyebabkan menurunnya keuntungan dalam sistem usahatani
(Aldrich, 1984; Auld, 1994). Sifat alami dari gulma adalah tumbuh agresif dan
mempunyai adaptasi yang tinggi dalam penggunaan faktor pertumbuhan (unsur hara,
air, cahaya, dan CO2). Persaingan merupakan pengaruh saling merugikan antar
tanaman atau tumbuhan dalam pemanfaatan sumberdaya yang terbatas.
Pengendalian gulma diakui sebagai suatu komponen utama dari hampir semua
sistem produksi, karena pertumbuhan dan hasil tanaman dipengaruhi secara nyata
oleh keberadaan gulma. Secara umum biaya untuk mengendalikan gulma pada
tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan maupun yang sudah menghasilkan
adalah tertinggi kedua setelah pemupukan (Sahid dan Chan, 2000; Azahari dkk.,
2004).
Ada empat metode pengendalian gulma yang dipraktekkan pada perkebunan
kelapa sawit, yaitu kultur teknis, mekanis, biologis dan khemis (Sahid, 1992). Metode
tersebut dapat diaplikasikan secara parsial maupun terpadu (Azahari dkk., 2004).
Sebagian besar (>90%) petani kelapa sawit di Bengkulu mengendalikan gulma secara
khemis, yaitu dengan menggunakan herbisida, sedangkan sisanya mengendalikan
gulma secara mekanis. Di sisi lain, pengetahuan dan keterampilan petani dalam
mengenal gulma maupun dalam pemilihan herbisida yang efektif, aman, dan efisien
masih lemah.
Secara umum, pengetahuan dan keterampilan petani di Provinsi Bengkulu
dalam pengendalian gulma masih relatif rendah. Petani tidak pernah melakukan
penilaian awal terhadap jenis atau spesies gulma, komposisi jenis gulma, dan
dominansi jenis gulma sasaran. Hal ini berdampak terhadap perilaku petani dalam
pemilihan herbisida. Pemilihan herbisida hanya didasarkan pada kebiasaan dan
belum mempertimbangkan komposisi jenis gulma sasaran maupun klas racunnya
202
(Toxicity class). Pemilihan herbisida yang tidak tepat berakibat terhadap efikasi dan
efisiensi penggunaan herbisida, karena setiap herbisida mempunyai cara kerja (mode
of action) yang berbeda.
Identifikasi gulma pada lahan kelapa sawit diperlukan untuk membantu petani
dalam memilih herbisida yang efektif, efisien dan tidak berbahaya terhadap manusia
dan lingkungan. Tujuan dari kajian ini adalah: 1). Untuk menentukan spesies,
komposisi, dan dominansi spesies gulma pada lahan mineral dan bergambut. 2).
Memperkirakan alternatif herbisida yang tepat dalam pengendalian gulma. Pemilihan
herbisida tidak hanya didasarkan pada kebiasaan tetapi juga harus
mempertimbangkan komposisi jenis gulma sasaran dan klas racunnya (Toxicity class).
Pemilihan herbisida yang tepat, tidak hanya menguntungkan dari aspek ekonomi,
tetapi juga dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan serta mendukung
terwujudnya pertanian yang berkelanjutan.
METODOLOGI
Tempat dan waktu
Percobaan dilaksanakan pada dua agroekosistem, yaitu pada agroekosistem
lahan mineral (optimal) dan agroekosistem lahan bergambut (sub-optimal) di
Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu. Perbedaan agroekosistem atau jenis
tanah tentu berpengaruh terhadap komposisi dan jenis gulma yang ada. Perbedaan
komposisi, kerapatan, dan jenis gulma berpengaruh terhadap metode dan efikasi
herbisida yang diaplikasikan. Analisis dan identifikasi gulma merupakan tahapan yang
penting untuk mengetahui spesies gulma dan gulma yang dominan. Lahan tanaman
kelapa sawit yang dipilih merupakan tanaman yang telah menghasilkan (berumur 6
tahun). Percobaan lapangan dilakukan bulan Maret sampai dengan April 2012.
Metode
Lokasi percobaan (1 ha per agroekosistem) dibagi dalam 3 strata atau blok.
Metode kuadrat digunakan untuk mengidentifikasi gulma. Pada percobaan ini sample
diambil dari quadrat 50 x 50 cm yang ditempatkan pada 10 titik secara acak pada tiap
stratum. Gulma dihitung dari dalam 10 square per stratum untuk mengamati kerapatan,
frekuensi, dan dominansi absolut dan relatif pada tiap spesies gulma. Metode destruktif
dan non destruktif digunakan dalam pengambilan sampel gulma. Berat kering gulma
per spesies dilakukan dengan metode destruktif gulma (di atas permukaan tanah)
203
diambil, dan dipilahkan per spesies, dikeringkan selama 4 hari dengan sinar matahari
dan kemudian dikeringkan dalam oven pada 75o C selama 48 jam dan kemudian berat
keringnya ditimbang (Felix dan Owen, 1999).
Dominansi dari tiap spesies gulma diekpresikan sebagai Important Value Index
(IVI) atau Summed Dominance Ratio (SDR). IVI adalah penjumlahan dari kerapatan,
frekuensi, dan dominansi relatif dari spesies gulma. Jumlah nilai dari IVI dari semua
spesies harus 300, karena masing-masing nilainya adalah 100 persen. SDR
merupakan IVI dibagi dengan 3. Spesies gulma yang dominan atau utama dapat
diketahui dari nilai SDRnya. SDR lebih disukai dibandingkan dengan IVI karena nilai
totalnya tidak pernah lebih dari 100 persen dan lebih mudah untuk diintepretasikan.
IVI dari suatu spesies = kerapatan relatif + frekuensi relatif + dominansi relatif
kerapatan relatif + frekuensi relatif + dominansi relatif SDR dari suatu spesies = ---------------------------------------------------------------------- 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lahan mineral
Hasil identifikasi gulma pada lahan mineral ditemukan sebanyak 35 spesies
gulma baik dari golongan berdaun lebar maupun rumputan, namun tidak satupun
gulma yang sangat dominan. Sebagian besar (80,28%) komposisi gulma terwakili oleh
10 spesies gulma yaitu Ipomoa triloba (SDR: 21,62), Borreria leavis (SDR: 4,93),
Melastoma affine (SDR: 2,32), Lindernia procumbens (SDR: 2.18), dan Croton hirtus
(SDR: 2,10) untuk gulma berdaun lebar, sedangkan gulma berdaun sempit atau
rumputan adalah Brachiaria reptans (SDR: 23,23), Paspalum commersonii (SDR:
10,93), Imperata cilindrica (SDR: 7,50), Axonopus compresus (SDR: 2,77), Paspalum
conjugatum (SDR : 2,70). (Tabel 1). Secara umum, gulma rumputan lebih dominan
(53,33%) dibandingkan dengan gulma berdaun lebar (46,67%). Secara umum gulma
yang ada pada lahan kelapa sawit yang berumur 6 tahun pada lahan mineral tergolong
dalam gulma tahunan.
204
Tabel 1. Spesies gulma dan dominansi gulma pada lahan mineral.
No Spesies Gulma SDR (%)
1. Dicranopteris linnearis 0.31
2. Nephrolepis biserrata 0.30
3. Stenochlaena palustris 0.53
4. Artanema longifolium 0.56
5. Althernanthera sessilus 0.34
6. Bacopa procumbens 2.03
7. Borreria alata 1.43
8. Borreria leavis 4.93
9. Borreria repens 0.35
10. Commelina sp 0.32
11. Croton hirtus 2.10
12. Hypenthus attenvalus 1.11
13. Ipomoea triloba 21.62
14. Lindernia crusteseo 2.03
15. Lindernia procumbens 2.18
16. Melastoma affine 2.32
17. Melochia corchorifolia 0.60
18. Passiflora foetida 0.41
19. Polygala paniculata 0.76
20. Sphenoctea zeylanica 0.69
21. Spigelia anthelmia 0.37
22. Stachytarpeta indica 0.27
23. Stachytarpheta jamaicencis 1.10
24. Axonopus compresus 2.77
25. Brachiaria mutica 0.73
26. Brachiaria reptans 23.23
27. Echinocloa colonum 0.82
28. Fimbristylis tomentosa 1.46
29. Imperata cylindrical 7.50
30. Ischaemum rugosum 0.47
31. Paspalum commersonii 10.93
32. Paspalum conjugatum 2.70
33. Paspalum distikum 0.67
34. Paspalum longifolium 1.62
35. Panicum repens 0.43
Total 100
205
Lahan bergambut
Pada analisis vegetasi awal di lahan bergambut ditemukan sebanyak 48
spesies gulma baik dari golongan berdaun lebar maupun rumputan, namun tidak
satupun gulma yang sangat dominan. Sebagian besar (83,93%) komposisi gulma
terwakili oleh 15 spesies gulma yaitu Paspalum disticum (SDR : 22,04), Paspalum
commersonii (SDR : 19,41), Ipomea triloba (SDR : 8,85), Paspalum longifolium (SDR :
5,32), Bacopa procumbens (SDR:5.29), Panicum repens (SDR:4.22), Hidrolea spinosa
(SDR:3.94), Brachiaria repan (SDR:3.77), Paspalum conjugatum(SDR: 2.62),
Ischaemum rugosum (SDR:1.59), Eleocharis congesta (SDR:1.54), Melastoma affine
(SDR:1.53), Fimbristilis miliaceae (SDR:1.49), Blumea tenella (SDR:1.35), dan
Basilicum polystachyon (SDR:0.98) (Tabel 2). Secara umum, gulma rumputan lebih
dominan (66,65%) dibandingkan gulma berdaun lebar (33,35%). Secara umum gulma
yang ada pada lahan kelapa sawit yang berumur 6 tahun pada lahan mineral tergolong
dalam gulma tahunan.
Tabel 2. Dominasi gulma pada analisis gulma awal di lahan bergambut.
No Spesies Gulma SDR (%)
Gulma Berdaun Lebar
1. Ageratum conyzondes 0.00
2. Allmania rodiflora 0.71
3. Athroiismala ciniatum 0.29
4. Bacopa floribunda 0.68
5. Bacopa procumbens 5.29
6. Basilicum polystachyon 3.94
7. Bidens pilosa 0.60
8. Blumea tenella 1.35
9. Boerchavia erecta 0.62
10. Boreria alata 0.75
11. Boreria laevis 0.61
12. Borreria repens 0.31
13. Celosia argentea 0.31
14. Croton hirtus 0.93
15. Emilia sonchifolia 0.23
16. Heliotropium indicum 0.24
17. Hidrolea spinosa 0.98
18. Ipomea triloba 8.85
19. Lindernia crustecea 0.69
20. Melastoma affihe 1.53
21. Melochia carchorifolia 0.59
22. Mikania Micranha 0.80
23. Phyllanthus sp 0.26
206
24. Pogostemon aurkutapia 0.12
25. Retala rosea 0.29
26. Rotala indica 0.59
27. Talas 0.40
28. Suplier 0.37
29. Vernonia cinerea 0.80
Lanjutan Tabel 2. Dominasi gulma pada analisis gulma awal di lahan bergambut.
No Spesies Gulma SDR (%)
Gulma Berdaun Sempit/rumputan
30. Brachiaria repan 3.77
31. Cyperus brevifolius 0.22
32. Cyperus cephalotes 0.74
33. Cyperus halpan 0.41
34. Cyperus pygmaeus 0.70
35. Echinochloa crusgalli 0.83
36. Eleocharis congerta 1.54
37. Erioeaulon longifolium 0.46
38. Erragratis tenella 0.33
39. Fimbristilis miliaceae 1.49
40. Frimbristylis ovata 0.39
41. Fimbristylis tomentosa 0.25
42. Imperata cylindrica 0.57
43. Ischaemum rugosum 1.59
44. Panicum repens 4.22
45. Paspalum commersonii 19.41
46. Paspalum conjugatum 2.62
47. Paspalum disticum 22.04
48. Paspalum longifolium 5.32
Total 100.00
Berat kering gulma menunjukkan produktivitas dan komunitas gulma yang
diukur. Rata-rata total berat kering gulma pada lahan mineral 30,89 gram/0,25m2,
sedangkan pada lahan bergambut 40,47 gram/0,25m2 . Perbedaan berat kering antar
207
agroekosistem ini dipengaruhi oleh faktor tanah dan faktor iklim mikro, khususnya
cahaya matahari. Secara umum pada lahan bergambut tingkat naungan tanaman
kelapa sawit lebih rendah dibandingkan dengan pada lahan mineral walaupun umur
tanamannya sama. Hal ini disebabkan oleh perbedaan yang signifikan dari
pertumbuhan kelapa sawit pada lahan bergambut dan lahan mineral.
Secara umum, pertumbuhan kelapa sawit pada lahan mineral jauh lebih subur
dibandingkan dengan kelapa sawit pada lahan bergambut. Hal ini menyebabkan
tingkat penetrasi cahaya matahari pada lahan bergambut lebih banyak dibandingkan
dengan lahan mineral, sehingga pertumbuhan gulma pada lahan bergambut lebih
cepat dan variasi gulmanya lebih banyak. Kondisi pertumbuhan kelapa sawit yang
berbeda antara lahan bergambut dan mineral didukung oleh fakta hasil pengujian sifat
fisik dan kimia tanah. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa pH tanah bergambut
lebih rendah (4,61) dibandingkan dengan tanah mineral (5,01). Dilihat dari aspek
tekstur tanahnya, tanah bergambut mempunyai komposisi yang kurang ideal (70,57%
pasir, 4,47% debu dan 24,96% liat) dibandingkan dengan tanah mineral (21,17% pasir,
40,87% debu, dan 37,96% liat).
Gulma rumputan pada lahan bergambut lebih dominan (66,65%) dibandingkan
gulma rumputan pada lahan mineral (53,33%). Gulma yang dominan pada lahan
bergambut adalah Paspalum disticum, P. commersonii, P. longifolium, P. repens dan
I. Triloba, sedangkan gulma yang dominan pada lahan mineral adalah B. reptans, P.
commersonii, I. cilindrica, I. Triloba, dan B. leavis. Berdasarkan siklus hidupnya,
gulma-gulma tersebut digolongkan dalam kelompok gulma tahunan.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa pada lahan mineral maupun lahan
bergambut didominasi oleh gulma rumputan (B. reptans, P. commersonii , P. disticum
, P. longifolium, I. cilindrica) dan gulma berdaun lebar (I. Triloba, dan B. leavis) yang
mempunyai siklus hidup menahun (perennial weeds) (Radosevich dkk., 1997). Pada
lahan bergambut ditemukan jenis gulma lebih banyak (48 spesies) dengan bobot
gulma yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada lahan mineral.
Berdasarkan spesies, komposisi dan dominansi gulma dapat diprediksi bahwa
para petani kelapa sawit di Bengkulu belum mampu mengendalikan gulma secara
tepat. Pengendalian gulma yang tepat diindikasikan oleh rendahnya variasi
jenis/spesies gulma, menurunnya bobot gulma per satuan luas, dan perubahan
komposisi jenis gulma dominan. Aldrich (1984) menyatakan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi efikasi dari herbisida yang diaplikasikan yaitu fase perkembangan
gulma, spesies gulma, lingkungan, metode dan peralatan yang digunakan. Bahan aktif
208
dan dosis juga memainkan peran penting dalam pengendalian gulma (Wahyu dkk.,
2009). Tiap herbisida memiliki sifat spesifik untuk mengendalikan gulma (Ashton dan
Crafts, 1981).
Pengendalian gulma yang efektif dapat menyebabkan suksesi dan perubahan
komposisi jenis gulma (weed shifting) (Wahyu dkk., 2010). Para petani kelapa sawit di
Bengkulu sudah sangat terbiasa menggunakan herbisida, tetapi kemampuan dan
keterampilan mereka dalam memilih dan mengaplikasikan herbisida masih relatif
rendah. Di sisi lainnya, jumlah formulasi herbisida yang terdaftar tidak kurang dari 662
formulasi (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011). Sebagian besar (>75%) formulasi
herbisida yang terdaftar berbahan aktif paraquat dan glifosat.
Hasil analisis terhadap komunitas gulma pada lahan kelapa sawit di Bengkulu
menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan sangat beragam (35-48 spesies),
pertumbuhan gulma yang cepat (30,89-40,47 gram/0,25m2), gulma rumputan lebih
dominan dan tergolong dalam gulma tahunan . Untuk itu disarankan tahapan dalam
pengendalian gulma sebagai berikut: 1). Memilih herbisida sistemik yang berspektrum
luas (glifosat; glufosinat ammonium). Ashton dan Crafts (1981) menyatakan bahwa
glifosat merupakan herbisida non selektif dan sangat efektif untuk mengendalikan
gulma tahunan dan juga gulma semusim. Herbisida ini memiliki mode of action (daya
kerja) yang cukup lambat dengan gejala umum adalah adanya klorosis dan diikuti
dengan pengeringan seluruh bagian tanaman. Herbisida ini diklasifikasikan sebagai
herbisida sistemik (translocated) yang diaplikasikan melalui daun dan dapat
ditranslokasikan ke bagian tanaman lain yaitu batang hingga ke bagian akar.
2). Mengaplikasikan herbisida dengan dosis, alat, dan waktu yang tepat (berdasarkan
anjuran dari ) agar dapat diwujudkan pengendalian gulma efektif, efisien dan aman.
3). Herbisida kontak yang berspektrum luas (paraquat) dapat digunakan jika telah
terjadi perubahan komposisi jenis gulma dari gulma menahun menjadi gulma semusim.
Paraquat tergolong dalam herbisida kontak yang diaplikasikan melalui daun dengan
daya translokasi yang terbatas. Herbisida ini mempunyai kemampuan yang lebih baik
untuk mengendalikan gulma semusim daripada gulma tahunan. Biasanya gulma
tahunan yang disemprot dengan paraquat hanya mengalami kerusakan pada bagian
yang terkena semprotan, selanjutnya akan mengalami pemulihan/recovery karena
tidak mengalami kematian secara total. Parakuat tidak tergolong dalam herbisida
selektif, walaupun gulma berdaun lebar dapat dikendalikan dengan lebih baik
dibandingkan dengan gulma rumputan. Collins (1991) menyatakan bahwa paraquat
mempunyai efikasi yang terbatas pada gulma tahunan, tetapi lebih efektif pada gulma-
209
gulma yang kecil, pada awal pertumbuhan atau pada fase pertumbuhan aktif. Turner
dan Gillbanks (2003) menyatakan bahwa efikasi parakuat yang terbaik ditemukan
dimana spesies gulma yang dikendalikan mempunyai sistem perakaran terbatas atau
masih muda. Beberapa rumputan mungkin hanya mampu dikendalikan sementara
(injuri, tetapi tidak mati), karena titik tumbuhnya tertutup dan tidak menerima
semprotan herbisida atau tidak menerima kontak secara langsung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Komposisi jenis gulma pada lahan mineral maupun bergambut lebih didominasi oleh
gulma rumputan yang menahun (perennial weeds).
2. Spesies gulma yang dominan pada kebun kelapa sawit rakyat adalah Paspalum
disticum, P. commersonii, P. longifolium, P. repens , I. cilindrica (gulma rumpatan)
, I. Triloba, dan B. leavis (gulma berdaun lebar).
3. Herbisida sistemik yang berspektrum luas (glifosat; glufosinat ammonium)
dianjurkan untuk mengendalikan gulma tahunan.
Saran
Pengetahuan dan keterampilan petani dalam identifikasi gulma, pemilihan dan
aplikasi herbisida yang tepat perlu ditingkatkan untuk mendapatkan pengendalian
gulma yang efektif, efisien, dan aman. Aplikasi herbisida yang aman dan selamat
memerlukan intensitas training yang tinggi supaya petani dapat memilih formulasi,
dosis, waktu dan metode yang tepat untuk mengendalikan gulma dikaitkan dengan tipe
tanah, spesies dan komposisi jenis gulma sasaran.
210
DAFTAR PUSTAKA Aldrich, R.J. 1984. Weed–Crop ecology: Principles in Weed Management.
Massachusett: Breton Publishers.
Ashton, F.M. and Crafts, A.S. 1981. Mode of action of herbicides. New York: John
Wiley & Sons.
Azahari M., I. Samingin and I.A. Seman. 2004. Weed management. In Oil palm
cultivation in Malaysia, ed. E.A. Ghani, ZZ. Zakaria, M.B. Wahid. Kuala
Lumpur: MPOB.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu
Collins, S.C. 1991. Chemical control of grassy weeds. In Tropical grassy weeds, ed.
F.W.G. Baker and P.J. Terry, PP. 73-84. UK: CAB. International.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Direktorat Pupuk dan Pestisida Kemeterian
Pertanian. Jakarta.
Felix, M and M.D.K Owen, 1999. Weed population dynamic in land removed from the
conservation reserve program. Weed Science 47: 511-517.
Rosli, B.M, Wahyu Wibawa, M.G. Muhayidin, A.B. Puteh. 2010. Management of Mixed
Weeds in Yong Oil Palm Plantation with Selected Broad-Spectrum
Herbicides. Pertanika J. Trop. Agric.Sci: 33 (2): 193-203p.
Turner, P.D. and Gillbanks, R.A. 2003. Oil palm cultivation and management.
Kuala Lumpur: The Incorporated Society of Planters.
Wahyu Wibawa, Rosli B.M., Dzolkhifli Omar, and Abdul Shukur J., Mohd Ghazali M.
2009. Weed controol efficacy and short term weed dynamic impact of three
no-selestive herbicides in immature oil pal plantation. Int. J. Agri. Biol.,
11:145-150.
Wahyu Wibawa, Rosli B.M., Dzolkhifli Omar, Nurmasirah M.Z, Adam B.P., dan Yahya
Awang. 2010. Comparative impact of a single application of selected broad
spectrum herbicides on ecological componens of oil palm plantation. Afican
journal of agricultural research: 5(16). 2097-2102.