Dokter Keluarga
-
Upload
wahyu-julianda -
Category
Documents
-
view
39 -
download
0
Transcript of Dokter Keluarga
PENUGASAN BLOK KESEHATAN MASYARAKAT
DAN PENGARUH LINGKUNGAN
LAPORAN DOKTER KELUARGA
Disusun oleh:
Ani Rifko (09711342)
Mauluni Haniati (09711118)
Umi H. Anggarani (09711147)
Wahyu Julianda (09711068)
Kelompok Tutorial : 1
Tutor : dr. Alfan
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
20121
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia kesehatan saat ini dikenal istilah dokter keluarga. Dokter
keluarga adalah ‘Agent of Change’ di dalam keluarga, pengawal kesehatan dalam
keluarga yang bersifat menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan
(continuous), dengan pendekatan holistik pada individu yang merupakan unit
keluarga.
Dokter keluarga adalah para dokter yang terlatih khusus untuk pelayanan
kedokteran tingkat pertama (front lines) dalam hal pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan. Dokter keluarga adalah dokter yang pandai dan cerdas, senantiasa
mendengarkan dengan seksama, mengerti akan ucapan, keinginan, dan keluhan
pasiennya. Mereka melayani dalam suasana kekeluargaan. Mereka dapat merujuk
pasiennya ke pelayanan kedokteran tingkat kedua, pada saat yang tepat, atau atas
kehendak pasiennya.
Begitu pentingnya peran dokter keluarga dalam masyarakat sehingga kita
harus belajar menjadi seorang dokter keluarga yang baik. Dalam rangka
mendalami makna sebagai seorang dokter keluarga, maka kami ditugaskan untuk
melakukan PPK mengenai dokter keluarga di Puskemas Ngluwar, Magelang,
Jawa Tengah. Semoga dengan adanya PPK ini kami sebagai mahasiswa
kedokteran dapat belajar mengenai bagaiman menjadi seorang dokter keluarga
yang baik.
2
BAB II
BERKAS KESEHATAN KELUARGA DAN PASIEN
BERKAS KESEHATAN KELUARGA
A. IDENTITAS
I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN
Nama : Bapak B Ibu Ponidi
Umur : 59 Tahun 55 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Status perkawinan : Menikah Menikah
Agama : Islam Islam
Suku bangsa : Jawa Jawa
Pendidikan : SD kelas II SD
Pekerjaan : Buruh Buruh
Alamat lengkap : Gesikan,Ngluwar Belakang
Puskesmas
II. PROFIL KELUARGA
No Nama Umur
(Tahun)
Pen
d.
Pekerj
aan
Hub.
Keluarga
Status
Perkawinan
Ket.Kese
hatan
1 B 57 SD - Pasien Menikah TB drop
out
2 Halimah 37 SD - Adik Menikah
3 Suarno 38 SD Buruh Suami
Adik
Menikah
4 Andika 7 SD - Keponakan -
5 Raihan 3,5 - - Keponakan -
3
III. GENOGRAM
B. DENAH RUMAH DARI PUSKESMAS
4
Tn.
Pawirorejo
Ny. Hasimi
Tn. B Ny. Ponidi Ny. Keriyem Tn. Sarjono Ny. Halimah
Wiyati
Ihsatul
Siti Maliyah
Sidiq
C. EKONOMI KELUARGA
1. Rumah
2. Barang mewah
3. Daya listrik
4. Lain – Lain
- Penghasilan keluarga perbulan
- Pengeluaran keluarga perbulan
D. PERILAKU KESEHATAN
KELUARGA
1. Pelayanan promotif dan
preventif bayi dan balita
2. Pembinaan kesehatan anggota
keluarga lainnya
3. Pelayanan pengobatan
4. Jaminan kesehatan
E. POLA MAKAN KELUARGA
Anak
Dewasa
F. AKTIVITAS
KELUARGA/PENGISIAN
WAKTU LUANG
1. Aktifitas fisik
2. Aktifitas mental
Semi permanen
TV, Setrika listrik, radio
450 watt
Rp 35.000/day x 30 = Rp 1.050.000
Rp 20.000/day x 30 = Rp 600.000
Dokter berkunjung ke rumah
Posyandu balita
PMO
Gratis ke Puskesmas
Jamkesmas
3x/hari, menu seperti dewasa, jarang
minum susu
3x/hari, menu sayuran, tahu, tempe,
jalan pagi
Sholat, mengikuti pengajian
5
G. LINGKUNGAN
1. Sosial rumah asal
2. Sosial tempat kerja
3. Fisik rumah asal
- Luas
- Ventilasi dan cahaya
- Limbah dan jamban
- Tempat bermain
- Sumber air bersih
H. RIWAYAT PENYAKIT
KELUARGA
Pasien dan keluarga mengikuti
arisan, gotong royong di lingkungan,
hubungan dengan tetangga baik
Pasien sudah lama tidak bekerja
120 m2
Cahaya lampu, jendela hanya 1
Buang sampah di sungai
Jamban di dalam rumah, kotor
Dalam rumah, dan halaman
belakang
Sumur
Adik pasien memiliki riwayat
penyakit asam urat
Pak de pasien merupakan pasien TB
I. DAFTAR PERMASALAHAN DALAM KELUARGA
No Jenis PermasalahanWaktu
Terjadinya
Rencana
PenatalaksanaanSasaran
1
2
3
4
TB drop out
Pisah rumah dengan istri
Pasien tinggal bersama
adik, bukan anak istri
Adik pasien menanggung
biaya hidup pasien
2010
2010
Sejak lama
2010
Minum obat teratur
Edukasi untuk
tinggal bersama
keluarga inti
Membagi
tanggungan biaya
Pasien
Pasien
dan
keluarga
Keluarga
6
5
6
7
8
Lingkungan tempat
tinggal kotor & minim
ventilasi
Perilaku pola hidup
buruk
Pasien tidak memiliki
pendapatan
Keponakan batuk pilek
Sejak lama
Sejak lama
2010
Saat ini
Saat ini
dgn keluarga inti
Edukasi tentang
rumah sehat
Edukasi tentang
perilaku hidup
sehat
Berusaha mencari
pekerjaan
Menghindari
kontak dengan
penderita TB
Keluarga
Keluarga
Pasien
Keluarga
J. DIAGNOSIS KELUARGA
Keluarga majemuk dengan keluarga midle-age dan KK mengalami
penyakit kronik (TB kasus drop out) disertai anggota keluarga yang lain
(ponakan pasien) menderita penyakit akut (batuk, pilek) ditambah dengan
masalah perpisahan dengan istri serta kurangnya perilaku hidup sehat dan
dukungan finansial.
K. PROGNOSIS
Masalah keluarga ini cukup kompleks, bila antar anggota keluarga
saling mendukung dalam proses pengobatan pasien dan kepatuhan minum
obat pasien baik maka prognosisnya juga akan baik. Oleh karena itu dalam
hal ini peran serta keluarga sangat penting disini terutama peran seorang istri
dan anak. Maka sebaiknya diharapkan pasien bisa tinggal bersama anak dan
istrinya dibandingkan dengan hidup bersama adiknya.
7
L. PENATALAKSANAAN KELUARGA
L.1. MEDIKAMENTOSA DAN/ATAU TINDAKAN
No Permasalahan
Keluarga
Tindakan
Penyelesaian
Sasaran Hasil Ket
1
2
1 anggota kel.sakit
akut (ISPA)
1 anggota kel.sakit
kronik (TB)
Periksa
kedokter
Melanjutkan
terapi OAT
Ponakan
Bapak B
Diharapkan
sembuh
Diharapkan
sembuh
total
Dalam
proses
Dalam
proses
L.2. EDUKASI DAN PEMBINAAN KELUARGA
Tanggal
PelaksanaanTopik Sasaran Hasil Tindakan
Nama
Pelaksana
29 September
2012
- Penyuluhan
tentang
kebersihan
- Penyuluhan
tentang bahaya
merokok
- Penyuluhan
tentang rumah
sehat
- Penyuluhan
tentang pola
hidup bersih
dan sehat
Pasien
dan
keluarga
Pasien dan
keluarga bisa
paham dan bisa
menerapkan
tentang pola
hidup bersih dan
sehat, rumah
sehat, pasien
tidak merokok
lagi
Ani Rifko
Mauluni H
Umi hasanah
Wahyu J.
8
BERKAS KESEHATAN PASIEN
Identitas
Nama
Jenis kelamin
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan
Pasien datang sendiri/dirujukan
Waktu kunjungan awal
Alamat
Riwayat Penyakit
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan
Berat Badan
Nadi
Nafas
Suhu
Bp. B
59 tahun
Islam
Indonesia
SD kelas II
pengganguran
Menikah
-
08.30 WIB
Jl. Gersikan, ngluwar mangelang
jawa tenggah
Sesak nafas
Batuk dan keringat malam
Sejak satu tahun ini pasien
mengalami sesak nafas, disertai
batuk berdahak yang berlendir
putih kadang berdarah, keringat
malam, berat badan menurun
Riwayat TB droup out
Pak de pasien TB
155 cm
40 kg
80 x/menit
30 x/menit
37 0C
9
Tekanan darah
Keadaan umum
Keadaan gizi
Mata
mulut
THT
Leher
Jantung
Paru
Abdomen
110/80 mmHg
Tampak lemah, compos mentis
-
Konjunctiva : tidak anemis
Sclera : tidak ikterik
Gigi : beberapa tangal
Lidah : lidah tidak kotor dan tidak
tremor
Mukosa : dbn
Kelainan pendengaran : dbn
Telinga : dbn
Hidung : tidak dilakukan
Tonsil : dbn
Limfonodi : dbn
JVP : 5+2
Batas jantung
Apex : SIC IV mid clavikula
Kiri : SIC III para sternal
Kanan : SIC III sternalis
Atas : SIC III sternalis
Suara jantung :
Apex jantung : suara I dan suara II
jernih, tidak ada bising
Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada
inflamasi
Perkusi : SIC III redup
Palpasi : teraba iktus cordis
Auskultasi :
Kanan paru : ronkhi basah
Inspeksi : tidak ada inflamasi
10
Ektremitas
Pola makan/minum
Aktivitas mental dan fisik
Lingkungan sosial
Ciri kepribadian/klasifikasi psiatri
Hasil pemeriksaan penunjang
Auskultasi : peristaltik usus
4x/menit
Perkusi : batas hepar SIC VI
Palpasi : hepar tidak teraba
dbn
3 x sehari secara teratur, sedikit
demi sedikit
Kegiatan kerohanian yang diikuti :
pengajian
Olah raga : jalan pagi
Hubungan dengan tetangga dan
rekan kerja : baik
Introvert
Rontgen terdapat kavitas, corakan
bronkial meningkat
DAFTAR MASALAH PASIEN
masalah Saat timbul Rencana tindakan Ket
TB droup out
Nutrition
failure
Perilaku
pengobatan
yang tidak baik
1 tahun yang
lalu
1 tahun yang
lalu
Sejak setahun
yang lalu
Pengobatan TB untuk kategori
2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Edukasi bahwa pengobatan
lama dan perlu kontrol secara
teratur
Kalori di tingkatkan
Food recall
Edukasi kepada pasien agar
pengobat pada pemberi
layanan kesehatan yang tepat
11
Rumah tidak
memenuhi
standar rumah
sehat
Depresi rigan :
- Pisah rumah
dengan anak
istri,
- Penyakit yang
diderita,
- Financial
semakin
menurun.
Sejak Bp. B
kecil sampai
sekarang
4 tahun yang
lalu
Edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk diberi ventilasi
Bersihkan rumah sehari 2 kali
Membuka jendela dan pintu
rumah pagi hari
Jemur kasur dan menganti
sprai 2 kali seminggu
Buang sampah ditempat yang
sesuai
Manajemen stress, edukasi
keluarga sebaiknya pasien
tinggal dengan keluarga inti
(istri dan anaknya)
DIAGNOSIS KERJA
Aksis I : F32.0 (Episode depresif ringan)
Aksis II : -
Aksis III : A00-B99 (Penyakit infeksi tuberkulosis),
J00-J99 (penyakit sistem pernapasan)
Aksis IV : masalah dengan keluarga
Masalah ekonomi
Masalah pekerjaan
Aksis V : 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang)
(Maslim, 2001).
12
PROGNOSIS
Prognosis pasien tergantung pada ketaatan pasien dalam minum obat. Bila
pasien dapat minum obat secara teratur maka prognosisnya baik.
CATATAN TINDAKAN/PENGOBATAN/KONSELING
Masalah tindakan Hasil Ket
TB droup
out
Depresi
ringan
Medikamentosa :
Pengobatan TB
kategori 2
(2HRZES/HRZE/5H3
R3E3)
Manajemen stres
Tidak diminum secara
teratur dan tepat.
Edukasi :
Minum obat secara
teratur, edukasi akibat
bila pengobatan tidak
tutas
Belum diketahui
13
Instruksi penatalaksanaan pasien selanjutnya:
Bapak B dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan sampai selesai. Namun
dengan keterbatasan daya ingat bapak B, sebaiknya bapak B harus selalu
diingatkan oleh sanak saudara yang tinggal bersama bapak B. Selain itu keluarga
bapak B harus diperiksa juga untuk mengetahui apa ada anggota keluarga yang
lain menderita penyakit yang sama seperti bapak B untuk diberikan pengobatan
lebih lanjut pula.
Untuk mengetahui keberhasilan terapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan
sputum ulangan pada untuk TB kategori 2 yaitu : 1 minggu sebelum akhir bulan
ke 3, 7, dan akhir terapi.
14
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
1.1. Pembahasan Kasus Pasien
Identitas
Nama : Bpk. B (inisial)
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan : SD kelas 2
Status perkawinan : menikah
Alamat : Gersikan, ngluwar, Magelang, Jawa Tengah
Analisis :
UmurDari data diatas dapat diketahui pasien berusia 59 tahun, usia
pasien sudah mendekati usila dimana biasanya proses degenerasi dimulai.
Terjadinya proses degeneragi bisa menimbulkan berbagai macam
penyakit seperti penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru, penyakit
persendian, dan juga berbagai macam penyakit infeksi. Salah satu proses
degenerasi yang berkaitan erat dengan terjadinya penyakit adalah
penurunan sistem imun yang membuat seseorang menjadi rentan
terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi (Robbins et al., 2007).
Penyakit infeksi yang sering terjadi di Indonesia adalah penyakit
infeksi paru-paru, salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TB).
Indonesia sendiri adalah negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di
dunia setelah Cina dan India (Sudoyo et al., 2009).
15
Jenis kelamin
Pasien berjenis kelamin laki-laki. Dalam hal kejadian penyakit
tidak ada perbedaan yang mencolok antara laki-laki dan perempuan.
Namun pada beberapa penyakit terdapat perbedaan antara kejadian pada
laki-laki dan perempuan seperti contoh gangguan jiwa lebih sering terjadi
pada perempuan daripada laki-laki, sedangkan untuk penyakit
kardiovaskular lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Untuk penyakit infeksi paru-paru kejadiannya lebih sering
pada laki-laki dibandingkan perempuan karena berkaitan dengan perilaku
merokok pada laki-laki (Price & Wilson, 2006).
Agama
Dari segi agama tidak ada hubungan langsung dengan kejadian
penyakit infeksi maupun non infeksi.
Suku bangsa
Suku bangsa pasien adalah Jawa. Dalam hal ini suku bangsa
berpengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku kesehatan
seseorang, seperti kepercayaan terhadap pengobatan alternatif.
Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah kelas 2 SD. Dari segi pendidikan
pasien termasuk berpendidikan rendah, dimana tingkat pendidikan yang
rendah mempengaruhi sikap dalam masalah kesehatan. Orang dengan
tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan terhadap penyakit terutama
penyakit infeksi dibandingkan dengan orang dengan tingkat pendidikan
yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang
terhadap berbagai jenis penyakit dan pencegahannya (Sudoyo et al.,
2009).
16
Status perkawinan
Bapak B berstatus menikah namun tinggal terpisah dengan istri dan
anaknya. Dalam hal ini, tinggal terpisah bisa menjadi pemicu timbulnya
penyakit karena gangguan psikologis. Perasaan tidak tenang, kesepian,
dan kurangnya dukungan dari keluarga bisa membuat ketahanan tubuh
menurun akibat stres psikologis yang nantinya akan membuat tubuh lebih
rentan terhadap penyakit (Maramis, 2009).
Alamat
Alamat pasien adalah di Ngluwar, Magelang. Data alamat penting
ditanyakan karena berkaitan dengan faktor resiko terhadap penyakit
menular. Apakah pasien tinggal didarerah endemik atau tidak dan apakah
ada faktor lingkungan yang mempermudah terjadinya penyakit seperti
lingkungan yang tidak bersih dan terlalu padat.
Robbins et al. (2007) meneragkan bahwa penyakit paru
tuberkulosis tumbuh subur pada daerah dengan kepadatan penduduk
yang tinggi, kemiskinan, dan usia lanjut dengan daya tahan yang
melemah.
Riwayat peyakit
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : batuk, keringat malam, penurunan BB
Riwayat penyakit sekarang :
Sesak napas dialami sejak satu tahun yang
lalu disertai dengan batuk berdahak
berwarna putih, kadang disertai darah segar.
Pada malam hari pasien sering berkeringat
dingin, dan pasien mengeluhkan berat
badannya terus turun. Pasien saat ini tidak
bisa bekerja dikarenakan sakitnya. Pasien
17
sudah pernah dirawat dirumah sakit dengan
diagnosis TB paru yang menjalani
pengobatan yang tidak tuntas. Pasien
berhenti minum obat karena dirasa
penyakitnya sudah sembuh, kemudian
pasien mulai merokok lagi dan keluhan
sesak napas dan batuk kambuh lagi.
Kemudian pasien berobat ke puskesmas dan
saat pasien mendapatkan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis).
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat TB drop out
Riwayat penyakit keluarga : pak de pasien menderita TB
Analisis:
Keluhan utama
Sesak napas
Sesak napas bisa timbul pada berbagai macam penyakit paru
seperti asma bronkhial, PPOK, dan juga tuberkulosis. Sesak napas
pada asama biasanya terjadi setelah adanya kontak dengan alergen dan
lebih sering terjadi pada pagi hari, selain itu sesak napas yang
ditimbulkan oleh asma biasanya disertai bunyi wheezing. Pada pasien
ini sesak terjadi setiap saat, tidak ditimbulkan oleh alergen, dan tidak
disertai wheezing (Robbins et al., 2007).
Pada PPOK (Penyakit paru obstruktif Kronis) pasien sering
mengalami sesak napas, kejadian ini berkaitan erat dengan kebiasaan
merokok yang banyak dan dalam waktu yang lama. Pada penderita
PPOK biasanya sering ditemukan pursed-lips breathing yaitu
bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi memanjang untuk
mengeluarkan retensi CO2. Keadaan ini tidak ditemukan pada pasien
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
18
Sesak napas pada TB diakibatkan oleh adanya tuberkel dan juga
infiltrasi paru-paru oleh bakteri tuberkulosis yang mengakibatkan
semakin sedikitnya area paru-paru sehat yang digunakan untuk
pertukaran udara. Pada penyakit TB yang ringan biasanya tidak timbul
sesak napas. Sesak napas biasanya timbul pada penyakit yang sudah
lanjut, dimana infiltrasi sudah meliputi setengah paru-paru (Sudoyo et
al., 2009).
Keluhan tambahan
Batuk berdahak disertai darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus dan berfungsi
untuk mengeluarkan produk-produk radang keluar dari saluran
pernapasan. Batuk biasanya dimulai dengan batuk kering kemudian
menjadi produktif setelah adanya peradangan. Batuk disertai darah
terjadi karena adanya pembuluh darah yang pecah akibat proses
penyakit yang terjadi lebih lanjut (Sudoyo et al., 2009).
Selain dari saluran pernapasan darah juga bisa berasal dari
saluran pencernaan akibat proses yang terjadi pada saluran pencernaan
dan bisa keluar saat terjadi batuk. Darah yang berasal dari saluran
pencernaan biasanya berwarna merah tua karena darah telah
tercampur dengan asam lambung, tetapi darah yang berasal dari
saluran pernapasan biasanya berwarna terang atau merah segar
(Sudoyo et al., 2009). Pada pasien darah yang keluar saat batuk
berwarna merah segar.
Batuk disertai darah sering terjadi pada pasien dengan penyakit
tuberkulosis, dimana darah berasal dari kavitas ataupun dari ulkus
pada dinding bronkus (Robbins et al., 2007).
19
Keringat malam
Keringat malam bisa diakibatkan oleh irama temperatur
sirkadian normal yang berlebihan ataupun terjadi pada pasien dengan
penyakit tuberkulosis. keringat malam pada pasien tuberkulosis terjadi
sebagai respon terhadap tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang
dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun sebagai akibat adanya infeksi
dari bakteri Mycobacterium tuberculosis (Robbins et al., 2007).
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berkaitan dengan keluhan batuk
dan sesak napas biasanya terjadi pada pasien dengan tuberculosis.
Penurunan berat badan bisa diakibatkan karena anoreksia akibat
proses radang yang menahun (Sudoyo et al., 2009).
Riwayat penyakit sekarang
Pasien saat ini mengalami keluhan sesak napas, batuk berdahak yang
kadang disertai darah, keringat malam, dan juga mengalami penurunan
berat badan. Semua keluhan tersebut mengarah kepada penyakit
tuberkulosis seperti telah dibahas diatas. selain itu pasien saat ini
mendapatkan terapi untuk tuberkulosis dari puskesmas.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien setahun yang lalu mengalami gejala sesak napas, batuk
berdahak, dan keringat malam sehingga sempat dirawat dirumah sakit
selama 2 minggu. Kemudian pasien mendapatkan pengobatan OAT dari
rumah sakit selama beberapa bulan, namun karena merasa sembuh pasien
tidak menuntaskan pengobatannya. Pasien mulai merokok lagi yang
sebelumnya sudah berhenti karena merasa sudah sembuh, namun beberapa
bulan yang lalu keluhan pasien kambuh lagi dan saat ini mendapatkan
OAT dari puskesmas.
20
Menurut WHO (1991), berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
TB dibagi menjadi:
• kasus baru
belum pernah mndapat OAT atau pernah tetapi kurang dari 1 bulan
• Kasus kambuh (relaps)
telah sembuh lengkap, tetapi BTA tetap (+)
• Kasus defaulted atau drop out
pasien berobat ≥ 1 bulan, tidak mengambil obat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
• Kasus gagal
BTA tetap (+) atau kembali (+) pada akhir bulan ke 5 (1 bulan
sebelum akhir pengobatan).
• Kasus kronik
BTA tetap (+) setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan
kategori II.
Berdasarkan kategori diatas pasien termasuk dalam kasus TB drop out
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mempunyai pak de (paman) yang menderita TB. Walaupun
pasien tidak tinggal serumah dengan pamannya, tetapi pamannya sering
berkunjung dan menginap ditempat pasien. Adanya kontak dengan pasien
TB merupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit TB (Sudoyo et al.,
2009).
21
Pemeriksaan fisik
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 40 kg
Nadi : 80 kali per menit
Nafas : 30 kali per menit
Suhu : 37o C
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Keadaan umum : tampak lemah. Composmentis, tampak sesak
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : gigi beberapa tanggal, lidah dan mukosa (dbn)
THT : Pendengaran : dbn
Telinga : dbn
Hidung : tidak dilakukan
Tonsil : dbn
Leher : Limfonodi : dbn
JVP : 5+2
Jantung : Batas jantung : dbn
Suara jantung : S1 S2 jernih, tidak ada bising
Paru : Inspeksi : dbn
Perkusi : redup pada bagian apeks kanan paru
Palpasi : dbn
Auskultasi :
Suara napas bronkhial pada paru kanan
kiri. Terdengar suara ronkhi basah yang
kasar dan nyaring pada paru sebelah kanan.
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
22
Analisis :
Berikut ini akan dibahas analisis terhadap hasil pemeriksaan fisik yang tidak
dalam batas normal.
IMT
BB/(TB dalam meter)2 = 40/(1,55)2 = 16,65 (Underweight)
Dari IMT (Indeks Masa Tubuh) pasien termasuk dalam kategori kurus.
Napas
Napas pasien berdasarkan pemeriksaan fisik adalah 30x per menit
(takipneu). Kondisi yang mengakibatkan pasien mengalami takipneu
mungkin dikarenakan ilfiltrat pada paru-paru sudah meluas sehingga
mengurangi volume paru-paru yang sehat. Paru-paru yang terkena infeksi
(tuberkel) tidak bisa digunakan untuk pertukaran udara, volume udara
yang mengalami pertukaran akan semakin berkurang sehingga tubuh
berkompensasi dengan cara meningkatkan frekuensi pernapasan dengan
tujuan meningkatkan volume udara yang masuk kedalam paru-paru (Price
& Wilson, 2006).
Paru
Inspeksi : dbn
Perkusi : redup pada bagian apeks kanan paru
Palpasi : dbn
Auskultasi :
Suara napas bronkhial pada paru kanan kiri. Terdengar
suara ronkhi basah yang kasar dan nyaring pada paru
sebelah kanan.
Dari hasil perkusi didapatkan suara redup pada apeks paru kanan,
hal ini kemungkinan dikarenakan adanya infiltrat yang cukup luas pada
apeks paru kanan. Tempat lesi TB biasanya ada pada apeks paru, hal ini
23
berhubungan dengan konsentrasi oksigen yang tinggi pada apeks paru.
Adanya ilfiltrat juga menyebabkan auskultasi suara napas bronkhial dan
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronkhi basah yang nyaring
dan kasar pada paru sebelah kanan (Sudoyo et al., 2009).
Pola makan/minum
Bapak B makan sehari 3 kali secara teratur, namun dalam porsi yang
sedikit. Biasanya sehari-hari bapak B makan dengan nasi, tahu, tempe, dan
sayur kangkung.
Pola makan yang kurang baik ini bisa menyebabkan nutition failure
pada pasien. Asupan nutrisi bukan hanya digunakan untuk menghasilkan
tenaga tetapi juga untuk membangun sistem imun. Bila status gizi seseorang
buruk, maka keadaan sistem imunnya akan turun, dan hal ini bisa
mempermudah terjadinya penyakit infeksi oleh M. Tuberculosis.
Aktivitas mental dan fisik
Pasien mengaku sering mengikuti pengajian dan olahraga jalan pagi.
Kegiatan mental seperti pengajian ini penting dalam kaitannya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, meningkatkan kesabaran pasien, dan
mencegah dari rasa putus asa karena kepercayaan bahwa segala penyakit pasti
ada obatnya kecuali penyakit tua. Aktivitas fisik seperti olah raga juga
penting dilakukan untuk menjaga agar kondisi tubuh senantiasa dalam
keadaan bugar.
Lingkungan sosial
Hubungan pasien dengan tetangga cukup baik. Lingkungan sosial yang
baik akan membantu proses penyembuhan penyakit karena secara psikologis
tidak merasa terancam ataupun takut. Sebaliknya bila hubungan dengan
tetangga tidak baik maka ada kemungkinan bahwa pasien akan mengalami
stres emosional yang memperparah penyakitnya.
24
Ciri kepribadian/klasifikasi psikiatri
Dari hasil pengamatan selama kunjungan, pasien terlihat introvert,
karena pada saat ditanyakan masalah dengan istrinya pasien ragu-ragu untuk
menjawab dan tidak banyak bercerita tentang kehidupannya bersama istri dan
anaknya.
Hasil pemeriksaan penunjang
Rontgen Thorax
Dari hasil rontgen sebelah kiri merupakan foto pada bulan Mei
2012 difoto tampak infiltrat yang tersebar dengan pembesaran kelenjar
hilar dan parahilar. Pada foto sebelah kanan merupakan foto rontgen
terbaru, tampak adanya tiga cincin cavitas pada paru-paru sebelah kanan.
Gambaran adanya infiltrat, pembesaran kelenjar hilar dan parahilar,
kavitas menandakan adanya proses yang aktif untuk penyakit tuberkulosis
(Robbins et al., 2006).
1.2. Faktor Resiko
Dari kasus bapak B ini kami mendiagnosis TBC karena ada beberapa
faktor res iko yang menguatkan diagnosis dari penyakit TBC pada bapak B
ini antara lain :
25
1. Faktor Umur
Bapak B sekarang berumur 59 tahun, dimana pada penghujung
masa usia pertengahan (middle age) dan akan memasuki masa lanjut usia.
Pada masa lanjut usia sesuai dengan teori wear and tear dikatakan bahwa
tubuh yang digunakan terus menerus akan lemah dan akan berakibat pada
penurunan sistem fungsi tubuh sehingga orang-orang pada usia ini rentan
terkena berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi seperti tuberkulosis.
Kemudian dari penelitian yang kami dapat tentang hubungan faktor umur
dengan kejadian TBC memiliki persentase yang cukup berarti pada umur
50 tahun keatas yaitu lebih dari 10% (Sudoyo et al., 2009).
2. Faktor Jenis Kelamin.
Dari jenis kelamin laki-laki memiliki angka yang lebih tinggi
daripada perempuan untuk angka kejadian TBC karena disebabkan oleh
laki-laki memiliki kebiasaan merokok. Bapak B juga mengatakan bahwa
ia sebelumnya merupakan perokok aktif yang bisa menghabiskan dua
bungkus rokok per hari. Kemudian masih menurut penelitian yang
menggambarkan karakteristik penderita TBC didapatkan hasil pria
memiliki persentase lebih dari 70% untuk angka kejadian TBC
dibandingkan wanita (Robbins et al., 2007).
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
pengetahuan seseorang terhadap kebersihan dan juga pengetahuan
tentang suatu penyakit, kemudian tingkat pengetahuan biasanya
berkorelasi dengan penerapan gaya hidup sehat. Bapak B tidak
menamatkan pendidikan sekolah dasar, sehingga ketika ditanyakan
tentang pola hidup sehat dan juga pengetahuan tentang apa itu TBC
bapak B tidak tahu. Sebenarnya dengan mengetahui apa itu TBC
26
seseorang dapat mencegah dari penyakit TBC karena dapat mengetahui
tanda dan cara pencegahan dari TBC itu sendiri.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk
penyakit TBC terutama pekerjaan yang berkaitan erat dengan paparan
debu. Bapak B sebelumnya merupakan buruh di pabrik jagung yang
pekerjaannya sering terpapar dengan debu hasil pengolahan jagung
sehingga pekerjaannya juga merupakan faktor resiko dari penyakit TBC
itu sendiri. Karena paparan dari debu itu sendiri akan berpengaruh
terhadap terjadinya gangguan saluran pernafasan.
Kemudian dari pendapatan sehari-hari pekerjaan sebagai buruh
jagung juga tidak menentu sehingga nanti berpengaruh terhadap pola
makan yang tidak teratur serta kurang bergizi berpengaruh pada status
gizi dan imunitas dan tentu saja mudah terkena penyakit infeksi termasuk
TBC (Price & Wilson, 2006). Bapak B juga mengatakan bahwa makanan
sehari hari seadanya seperti tahu dan tempe.
5. Kebiasaan Merokok
Merokok tidak dapat dipungkiri lagi dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit antara lain, kanker, serangan jantung, impotensi, dll.
Kemudian dari penelitian juga diketahui bahwa merokok dapat
meningkatkan angka kejadian hingga dua kali dibandingkan orang yang
tidak merokok. Bapak B dahulunya merupakan seorang perokok aktif
yang dalam seharinya dapat menghabiskan hingga dua bungkus rokok
per hari. Oleh karena itu kami mengambil kebiasaan merokok merupakan
salah satu faktor risiko untuk penyakit TBC (Fauci et al., 2008).
27
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Untuk hal ini pada kondisi ruang tidur bapak B sangat berpotensi
untuk pertumbuhan bakteri M. tuberculosis karena kamar tidur Bapak B
sangatlah lembab kemudian kondisi kamarnya yang kotor, banyak debu,
kemudian sprei maupun bantal terlihat sangat kotor dan juga dikamar di
dapati banyak benda-benda yang dibiarkan tergeletak begitu saja, seperti
ada ember berisi air kotor, kemudian pakaian-pakaian kotor yang
bergelantungan di sudut-sudut kamar. Kemudian dari segi luas bangunan
untuk kamar tidak memenuhi kriteria karena kamar cukup sempit, hal ini
penting sekali karena penularan penyakit infeksi sangat mudah sekali
menular pada ruangan yang sempit diakibatkan sirkulasi udara yang
kurang apalagi penularan dari penyakit M. Tuberculosis (Notoatmodjo,
2007).
7. Pencahayaan
Untuk pencahayaan dari kamar tidur maupun rumah bapak B tidak
memenuhi kriteria untuk rumah sehat karena luas jendela untuk
pencahayaan kurang dari 20% dari luas lantai (Notoatmodjo, 2007). Hal
ini diakibatkan karena memang jarak rumah satu dan rumah lainnya
saling berdekatan sehingga tidak memungkinkan untuk membuat jendela
disamping rumah.
Cahaya yang masuk ke rumah sangat penting bagi kesehatan
penghuni rumah karena cahaya dapat membunuh patogen yang masuk ke
rumah apalagi basil M. tuberculosis. Semakin sedikit pencahayaan rumah
tersebut maka semakin mudah bakteri tersebut untuk berkembang biak
(Brooks et al., 2004). Jadi jika pencahayaan rumah bapak B diperbaiki
akan membuat sistem pencahayaan yang baik dan mengurangi infeksi
akibat bakteri M. tuberculosis itu sendiri.
28
8. Ventilasi
Ventilasi memiliki fungsi agar sirkulasi di rumah dapat berjalan
dengan baik sehingga pertukaran udara berjalan dengan maksimal. Pada
rumah bapak B ventilasi rumah sangat buruk ini diakibatkan karena jarak
antara rumah satu dengan rumah lainnya yang berdekatan juga karena
kurangnya pengetahuan akan pentingnya sirkulasi udara bagi kesehatan.
Akibat dari kurangnya ventilasi ini dapat menimbulkan berbagai penyakit
khususnya penyakit yang berhubungan dengan saluran napas termasuk
TBC. Minimnya ventilasi dapat mengakibatkan sedikitnya oksigen yang
terdapat dalam rumah bapak B dan juga meningkatkan kelembaban udara
di dalam rumah sehingga dengan keadaan tersebut bakteri M.
tuberculosis dapat berkembang dengan cepat (Fauci et al., 2008).
Agar sirkulasi dapat berjalan dengan baik dibutuhkan sedikitnya
10% luas ventilasi dari luas lantai rumah bapak B sehingga suhu dalam
ruangan bisa berada dalam suhu yang optimal untuk kesehatan yaitu 22°
sampai 30°C (Notoatmodjo, 2007).
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah bapak B bisa dikatakan tidak sehat karena selain
dari paparan diatas dikatakan bahwa jumlah ventilsi yang kurang dari
10% kemudian pencahayaan kurang dari 20%, kemudian rumah banyak
debu serta dari segi sanitasi terlihat kotor dan untuk limbah dan aktivitas
kebersihan lain seperti buang sampah dilakukan ke sungai atau kali di
dekat rumah. Atap, dinding, serta lantai rumah terlihat berdebu dan untuk
masuk ke dalam rumah menggunakan alas kaki, hal ini dapat memicu
perkembangbiakan dari M. tuberculosis karena keadaan tersebut
merupakan keadaaan yang sangat disukai oleh bakteri tersebut
(Notoatmodjo, 2007).
29
10. Kelembaban udara
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa kelembaban udara
berkaitan erat dengan pencahayaan dan ventilasi. Melihat dari ventilasi
dan pencahayaan rumah bapak B yang kurang sehingga otomatis keadaan
rumah maupun kamar bapak B dalam keadaan lembab. Ditambah dengan
adanya ember-ember berisi air di dalam kamar, hal ini dapat menambah
kelembaban udara di dalam kamar yang memicu pertumbuhan bakteri M.
tuberculosis lebih cepat (Brooks et al., 2004).
11. Status Gizi
Status gizi berkaitan erat dengan status imun seseorang. Dari
penelitian yang kami baca bahwa seseorang dengan status gizi rendah
lebih rentan terkena penyakit infeksi, temasuk infeksi dari M.
Tuberculosis (Robbins et al., 2007). Dengan berat 40 kg dan tinggi
sekitar 155 cm bapak B dapat dikatogerikan kurus, hal ini juga terkait
dengan asupan gizi yang kurang, dimana bapak B mengatakan sehari-hari
hanya makan seadanya seperti tahu dan tempe.
12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan ini berkaitan dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan serta akses terhadap pelayanan kesehatan. Bapak B saat ini
tidak lagi bekerja sehingga keadaan ini nantinya akan berdampak kepada
penurunan daya beli sehingga pemenuhan kebutuhan untuk makanan jadi
berkurang dan pada akhirnya berdampak pada penurunan status gizi. Dari
penurunan status gizi tersebut akan berkaitan erat dengan sistem
pertahanan tubuh dan memudahkan terkena infeksi termasuk penyakit
TBC (Sudoyo et al., 2009).
30
13. Stressor dan Perilaku
Perilaku bisa dari pengetahuan, sehingga dari sini pasien dapat
mengetahui apa saja bahaya dan pencegahan dari penyakit TBC itu
sendiri. Kemudian dari perilaku juga dapat dilihat dari perilaku hidup
sehat dan pengetahuan akan pentingnya kebersihan dan kesehatan. Bapak
B terlihat kurang memiliki pengetahuan tentang apa itu hidup sehat dan
kurangnya kesadaran akan hidup bersih dan sehat.
Dari segi stressor seperti yang kita ketahui bahwa stress dapat
memicu berbagai macam penyakit. Seperti dalam penelitian Cohen
tentang stress dan penyakit dikatakan bahwa stress tidak hanya
memengaruhi kondisi psikologi tetapi juga melemahkan kekebalan tubuh
dan memicu inflamasi atau peradangan (Maramis, 2009).
Pada bapak B tampak ia memiliki permasalahan dengan istrinya
karena ia tidak lagi tinggal serumah bersama istrinya melainkan bersama
adiknya dan juga tidak tinggal bersama anak-anaknya. Hal ini mungkin
dipicu karena bapak B sering sakit-sakitan dan tidak lagi bekerja dan
tidak tinggal serumah lagi bersama dengan istrinya. Dari keadaan stress
inilah juga dapat menjadi faktor risiko dari penyakit TBC karena stress
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat seseorang
mudah terkena penyakit infeksi.
1.3. Tatalaksana
Farmakologis
Sesuai dengan riwayat terapi pada pasien, maka pasien digolongkan
menjadi pasien TB Drop Out sehingga seharusnya pasien mendapatkan
tatalaksana TB kategori 2 (2 HRZES/HRZE/5H3R3E3) yang diindikasikan
untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), penderita dengan 31
pengobatan setelah lalai (after default) (Depkes,2005). Tatalaksana kategori
ini terbagi menjadi 2 tahap, yaitu :
1. Tahap intensif, pada tahapan ini pengobatan terbagi menjadi :
a. Terapi dengan HRZES setiap hari selama 2 bulan
b. Terapi dengan HRZE setiap hari selama 1 bulan
2. Tahap lanjutan, tahapan ini hanya terdiri dari satu jenis terapi, yaitu :
a. Terapi dengan HRE setiap 3 kali dalam seminggu selama 5 bulan
(Depkes, 2005).
Non Farmakologis
Berdasarkan hasil Studi Kasus Drop Out Pengobatan Tuberkulosa,
ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejadian tersebut
diantaranya adalah faktor sosial ekonomi hal ini akan berpengaruh pada daya
beli makanan, status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan turunnya
daya beli makanan sehingga menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas
nilai gizi, sehingga daya tahan terhadap penyakit infeksi pun akan turun.
Berkaitan dengan hal ini penting kiranya untuk meng-edukasi pasien dan
32
keluarganya agar meningkatkan kesejahteraan keluarga sehingga dapat
memenuhi kebutuhan gizi yang baik (Depkes, 2005).
Disamping itu, tingkat pengetahuan yang rendah juga memegang andil
yang cukup besar terhadap kegagalan terapi TB, seperti pada kasus pasien
tidak mengetahui apa diagnosis penyakit yang diderita, cara penularan, risiko
apabila putus obat dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penyakit, untuk itu
perlu dilakukan edukasi baik pada pasien dan keluarga mengenai penyakit
yang diderita, cara penularan, perjalanan penyakit, efek putus obat, prognosis
dan sebagainya sehingga diharapkan apabila pasien memahami mengenai
penyakitnya akan meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
(Depkes, 2005).
Secara psikologis dukungan keluarga juga tidak kalah penting dalam
proses terapi, sedangkan pada pasien keluarga inti tidak tinggal serumah.
Sebagai dokter keluarga sebenarnya penting untuk menyarankan kepada
pasien dan keluarganya agar dapat tinggal bersama lagi guna mendukung
keberhasilan terapi yang dijalankan oleh pasien.
33
Edukasi
Untuk pengobatan TB droup out, sebaiknya bapak B melakukan
pengobatan secara teratur dan tepat karena pengobatan TB harus dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan. Oleh karena itu sebaiknya ada anggota
keluarga bapak B yang harus selalu mengingatkan bapak B untuk selalu
minum obat TB tersebut.
Untuk anggota keluarga bapak B, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
juga untuk mengetahui apa kah ada anggota keluarga yang tinggal bersama
bapak B tersebut memiliki penyakit yang serupa seperti bapak B.
Untuk lingkungan rumah bapak B, sebaiknya harus ada ventilasi
cahaya di dalam rumah bapak B dan harus selalu membuka jendela dan pintu
rumah untuk pertukan udara yang sejuk dan nyaman. Setiap hari dianjurkan
membersihkan kamar tidur dan ruangan lain supaya bersih.
Untuk gejala depresi ringan bapak B, sebaiknya bapak B diberikan
manajemen stress, yang upaya untuk menghilangkan stress yang
berkepanjangan untuk bapak B tersebut.
34
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Untuk menjadi seorang dokter keluarga yang baik, kita harus
memandang sebuah kasus secara menyeluruh. Diagnosis dilakukan secara
menyeluruh dengan memandang pasien sebagai suatu satuan keluarga yang
utuh dan buka merupakan suatu individu semata.
Keluarga bapak B adalah keluarga majemuk dengan keluarga midle-
age dan KK mengalami penyakit kronik (TB kasus drop out) disertai anggota
keluarga yang lain (ponakan pasien) menderita penyakit akut (batuk, pilek)
ditambah dengan masalah perpisahan dengan istri serta kurangnya perilaku
hidup sehat dan dukungan financial.
4.2. Saran
Dalam menyusun laporan ini mungkin masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami mohon kritik dan sarannya agar kami bisa menjadi
lebih baik lagi. Karena segalanya butuh pembelajaran.
Untuk penugasan PPK, kami memberi saran agar mungkin dipilihkan
pasien dengan masalah yang bervariasi dan berbeda untuk kelompok dalam
satu tutorial karena dengan beragamnya kasus yang ada kami bisa belajar
lebih banyak lagi. Dan semoga kegiatan PPK selanjutnya bisa lebih baik lagi.
35
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G.F., Butel, J.F., Morse, S.A., 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s
Medical Microbiology (23th ed.). Hartanto, H. 2004 (Alih Bahasa),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2005. Phermaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Fauci, Anthony S., et al., 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine (17th
ed). United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Maramis, W.F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Pusat Penerbitan
dan Percetakan UNAIR: Surabaya
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka
Cipta: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
PDPI: Jakarta.
Price, S.A., Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6th ed.). EGC: Jakarta.
Robbins, S.L., Kumar, V., Cotran, R.S., 2007. Buku Ajar Patologi (7th ed.). EGC:
Jakarta.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S (Editor), 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed.). Interna Publishing: Jakarta.
36
DOKUMENTASI
37