Dokter Keluarga

60
PENUGASAN BLOK KESEHATAN MASYARAKAT DAN PENGARUH LINGKUNGAN LAPORAN DOKTER KELUARGA Disusun oleh: Ani Rifko (09711342) Mauluni Haniati (09711118) Umi H. Anggarani (09711147) Wahyu Julianda (09711068) Kelompok Tutorial : 1 Tutor : dr. Alfan FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 1

Transcript of Dokter Keluarga

Page 1: Dokter Keluarga

PENUGASAN BLOK KESEHATAN MASYARAKAT

DAN PENGARUH LINGKUNGAN

LAPORAN DOKTER KELUARGA

Disusun oleh:

Ani Rifko (09711342)

Mauluni Haniati (09711118)

Umi H. Anggarani (09711147)

Wahyu Julianda (09711068)

Kelompok Tutorial : 1

Tutor : dr. Alfan

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

20121

Page 2: Dokter Keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dunia kesehatan saat ini dikenal istilah dokter keluarga. Dokter

keluarga adalah ‘Agent of Change’ di dalam keluarga, pengawal kesehatan dalam

keluarga yang bersifat menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan

(continuous), dengan pendekatan holistik pada individu yang merupakan unit

keluarga.

Dokter keluarga adalah para dokter yang terlatih khusus untuk pelayanan

kedokteran tingkat pertama (front lines) dalam hal pencegahan, diagnosis, dan

pengobatan. Dokter keluarga adalah dokter yang pandai dan cerdas, senantiasa

mendengarkan dengan seksama, mengerti akan ucapan, keinginan, dan keluhan

pasiennya. Mereka melayani dalam suasana kekeluargaan. Mereka dapat merujuk

pasiennya ke pelayanan kedokteran tingkat kedua, pada saat yang tepat, atau atas

kehendak pasiennya.

Begitu pentingnya peran dokter keluarga dalam masyarakat sehingga kita

harus belajar menjadi seorang dokter keluarga yang baik. Dalam rangka

mendalami makna sebagai seorang dokter keluarga, maka kami ditugaskan untuk

melakukan PPK mengenai dokter keluarga di Puskemas Ngluwar, Magelang,

Jawa Tengah. Semoga dengan adanya PPK ini kami sebagai mahasiswa

kedokteran dapat belajar mengenai bagaiman menjadi seorang dokter keluarga

yang baik.

2

Page 3: Dokter Keluarga

BAB II

BERKAS KESEHATAN KELUARGA DAN PASIEN

BERKAS KESEHATAN KELUARGA

A. IDENTITAS

I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN

Nama : Bapak B Ibu Ponidi

Umur : 59 Tahun 55 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Status perkawinan : Menikah Menikah

Agama : Islam Islam

Suku bangsa : Jawa Jawa

Pendidikan : SD kelas II SD

Pekerjaan : Buruh Buruh

Alamat lengkap : Gesikan,Ngluwar Belakang

Puskesmas

II. PROFIL KELUARGA

No Nama Umur

(Tahun)

Pen

d.

Pekerj

aan

Hub.

Keluarga

Status

Perkawinan

Ket.Kese

hatan

1 B 57 SD - Pasien Menikah TB drop

out

2 Halimah 37 SD - Adik Menikah

3 Suarno 38 SD Buruh Suami

Adik

Menikah

4 Andika 7 SD - Keponakan -

5 Raihan 3,5 - - Keponakan -

3

Page 4: Dokter Keluarga

III. GENOGRAM

B. DENAH RUMAH DARI PUSKESMAS

4

Tn.

Pawirorejo

Ny. Hasimi

Tn. B Ny. Ponidi Ny. Keriyem Tn. Sarjono Ny. Halimah

Wiyati

Ihsatul

Siti Maliyah

Sidiq

Page 5: Dokter Keluarga

C. EKONOMI KELUARGA

1. Rumah

2. Barang mewah

3. Daya listrik

4. Lain – Lain

- Penghasilan keluarga perbulan

- Pengeluaran keluarga perbulan

D. PERILAKU KESEHATAN

KELUARGA

1. Pelayanan promotif dan

preventif bayi dan balita

2. Pembinaan kesehatan anggota

keluarga lainnya

3. Pelayanan pengobatan

4. Jaminan kesehatan

E. POLA MAKAN KELUARGA

Anak

Dewasa

F. AKTIVITAS

KELUARGA/PENGISIAN

WAKTU LUANG

1. Aktifitas fisik

2. Aktifitas mental

Semi permanen

TV, Setrika listrik, radio

450 watt

Rp 35.000/day x 30 = Rp 1.050.000

Rp 20.000/day x 30 = Rp 600.000

Dokter berkunjung ke rumah

Posyandu balita

PMO

Gratis ke Puskesmas

Jamkesmas

3x/hari, menu seperti dewasa, jarang

minum susu

3x/hari, menu sayuran, tahu, tempe,

jalan pagi

Sholat, mengikuti pengajian

5

Page 6: Dokter Keluarga

G. LINGKUNGAN

1. Sosial rumah asal

2. Sosial tempat kerja

3. Fisik rumah asal

- Luas

- Ventilasi dan cahaya

- Limbah dan jamban

- Tempat bermain

- Sumber air bersih

H. RIWAYAT PENYAKIT

KELUARGA

Pasien dan keluarga mengikuti

arisan, gotong royong di lingkungan,

hubungan dengan tetangga baik

Pasien sudah lama tidak bekerja

120 m2

Cahaya lampu, jendela hanya 1

Buang sampah di sungai

Jamban di dalam rumah, kotor

Dalam rumah, dan halaman

belakang

Sumur

Adik pasien memiliki riwayat

penyakit asam urat

Pak de pasien merupakan pasien TB

I. DAFTAR PERMASALAHAN DALAM KELUARGA

No Jenis PermasalahanWaktu

Terjadinya

Rencana

PenatalaksanaanSasaran

1

2

3

4

TB drop out

Pisah rumah dengan istri

Pasien tinggal bersama

adik, bukan anak istri

Adik pasien menanggung

biaya hidup pasien

2010

2010

Sejak lama

2010

Minum obat teratur

Edukasi untuk

tinggal bersama

keluarga inti

Membagi

tanggungan biaya

Pasien

Pasien

dan

keluarga

Keluarga

6

Page 7: Dokter Keluarga

5

6

7

8

Lingkungan tempat

tinggal kotor & minim

ventilasi

Perilaku pola hidup

buruk

Pasien tidak memiliki

pendapatan

Keponakan batuk pilek

Sejak lama

Sejak lama

2010

Saat ini

Saat ini

dgn keluarga inti

Edukasi tentang

rumah sehat

Edukasi tentang

perilaku hidup

sehat

Berusaha mencari

pekerjaan

Menghindari

kontak dengan

penderita TB

Keluarga

Keluarga

Pasien

Keluarga

J. DIAGNOSIS KELUARGA

Keluarga majemuk dengan keluarga midle-age dan KK mengalami

penyakit kronik (TB kasus drop out) disertai anggota keluarga yang lain

(ponakan pasien) menderita penyakit akut (batuk, pilek) ditambah dengan

masalah perpisahan dengan istri serta kurangnya perilaku hidup sehat dan

dukungan finansial.

K. PROGNOSIS

Masalah keluarga ini cukup kompleks, bila antar anggota keluarga

saling mendukung dalam proses pengobatan pasien dan kepatuhan minum

obat pasien baik maka prognosisnya juga akan baik. Oleh karena itu dalam

hal ini peran serta keluarga sangat penting disini terutama peran seorang istri

dan anak. Maka sebaiknya diharapkan pasien bisa tinggal bersama anak dan

istrinya dibandingkan dengan hidup bersama adiknya.

7

Page 8: Dokter Keluarga

L. PENATALAKSANAAN KELUARGA

L.1. MEDIKAMENTOSA DAN/ATAU TINDAKAN

No Permasalahan

Keluarga

Tindakan

Penyelesaian

Sasaran Hasil Ket

1

2

1 anggota kel.sakit

akut (ISPA)

1 anggota kel.sakit

kronik (TB)

Periksa

kedokter

Melanjutkan

terapi OAT

Ponakan

Bapak B

Diharapkan

sembuh

Diharapkan

sembuh

total

Dalam

proses

Dalam

proses

L.2. EDUKASI DAN PEMBINAAN KELUARGA

Tanggal

PelaksanaanTopik Sasaran Hasil Tindakan

Nama

Pelaksana

29 September

2012

- Penyuluhan

tentang

kebersihan

- Penyuluhan

tentang bahaya

merokok

- Penyuluhan

tentang rumah

sehat

- Penyuluhan

tentang pola

hidup bersih

dan sehat

Pasien

dan

keluarga

Pasien dan

keluarga bisa

paham dan bisa

menerapkan

tentang pola

hidup bersih dan

sehat, rumah

sehat, pasien

tidak merokok

lagi

Ani Rifko

Mauluni H

Umi hasanah

Wahyu J.

8

Page 9: Dokter Keluarga

BERKAS KESEHATAN PASIEN

Identitas

Nama

Jenis kelamin

Agama

Suku bangsa

Pendidikan

Pekerjaan

Status perkawinan

Pasien datang sendiri/dirujukan

Waktu kunjungan awal

Alamat

Riwayat Penyakit

Keluhan utama

Keluhan tambahan

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan

Berat Badan

Nadi

Nafas

Suhu

Bp. B

59 tahun

Islam

Indonesia

SD kelas II

pengganguran

Menikah

-

08.30 WIB

Jl. Gersikan, ngluwar mangelang

jawa tenggah

Sesak nafas

Batuk dan keringat malam

Sejak satu tahun ini pasien

mengalami sesak nafas, disertai

batuk berdahak yang berlendir

putih kadang berdarah, keringat

malam, berat badan menurun

Riwayat TB droup out

Pak de pasien TB

155 cm

40 kg

80 x/menit

30 x/menit

37 0C

9

Page 10: Dokter Keluarga

Tekanan darah

Keadaan umum

Keadaan gizi

Mata

mulut

THT

Leher

Jantung

Paru

Abdomen

110/80 mmHg

Tampak lemah, compos mentis

-

Konjunctiva : tidak anemis

Sclera : tidak ikterik

Gigi : beberapa tangal

Lidah : lidah tidak kotor dan tidak

tremor

Mukosa : dbn

Kelainan pendengaran : dbn

Telinga : dbn

Hidung : tidak dilakukan

Tonsil : dbn

Limfonodi : dbn

JVP : 5+2

Batas jantung

Apex : SIC IV mid clavikula

Kiri : SIC III para sternal

Kanan : SIC III sternalis

Atas : SIC III sternalis

Suara jantung :

Apex jantung : suara I dan suara II

jernih, tidak ada bising

Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada

inflamasi

Perkusi : SIC III redup

Palpasi : teraba iktus cordis

Auskultasi :

Kanan paru : ronkhi basah

Inspeksi : tidak ada inflamasi

10

Page 11: Dokter Keluarga

Ektremitas

Pola makan/minum

Aktivitas mental dan fisik

Lingkungan sosial

Ciri kepribadian/klasifikasi psiatri

Hasil pemeriksaan penunjang

Auskultasi : peristaltik usus

4x/menit

Perkusi : batas hepar SIC VI

Palpasi : hepar tidak teraba

dbn

3 x sehari secara teratur, sedikit

demi sedikit

Kegiatan kerohanian yang diikuti :

pengajian

Olah raga : jalan pagi

Hubungan dengan tetangga dan

rekan kerja : baik

Introvert

Rontgen terdapat kavitas, corakan

bronkial meningkat

DAFTAR MASALAH PASIEN

masalah Saat timbul Rencana tindakan Ket

TB droup out

Nutrition

failure

Perilaku

pengobatan

yang tidak baik

1 tahun yang

lalu

1 tahun yang

lalu

Sejak setahun

yang lalu

Pengobatan TB untuk kategori

2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Edukasi bahwa pengobatan

lama dan perlu kontrol secara

teratur

Kalori di tingkatkan

Food recall

Edukasi kepada pasien agar

pengobat pada pemberi

layanan kesehatan yang tepat

11

Page 12: Dokter Keluarga

Rumah tidak

memenuhi

standar rumah

sehat

Depresi rigan :

- Pisah rumah

dengan anak

istri,

- Penyakit yang

diderita,

- Financial

semakin

menurun.

Sejak Bp. B

kecil sampai

sekarang

4 tahun yang

lalu

Edukasi kepada pasien dan

keluarga untuk diberi ventilasi

Bersihkan rumah sehari 2 kali

Membuka jendela dan pintu

rumah pagi hari

Jemur kasur dan menganti

sprai 2 kali seminggu

Buang sampah ditempat yang

sesuai

Manajemen stress, edukasi

keluarga sebaiknya pasien

tinggal dengan keluarga inti

(istri dan anaknya)

DIAGNOSIS KERJA

Aksis I : F32.0 (Episode depresif ringan)

Aksis II : -

Aksis III : A00-B99 (Penyakit infeksi tuberkulosis),

J00-J99 (penyakit sistem pernapasan)

Aksis IV : masalah dengan keluarga

Masalah ekonomi

Masalah pekerjaan

Aksis V : 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang)

(Maslim, 2001).

12

Page 13: Dokter Keluarga

PROGNOSIS

Prognosis pasien tergantung pada ketaatan pasien dalam minum obat. Bila

pasien dapat minum obat secara teratur maka prognosisnya baik.

CATATAN TINDAKAN/PENGOBATAN/KONSELING

Masalah tindakan Hasil Ket

TB droup

out

Depresi

ringan

Medikamentosa :

Pengobatan TB

kategori 2

(2HRZES/HRZE/5H3

R3E3)

Manajemen stres

Tidak diminum secara

teratur dan tepat.

Edukasi :

Minum obat secara

teratur, edukasi akibat

bila pengobatan tidak

tutas

Belum diketahui

13

Page 14: Dokter Keluarga

Instruksi penatalaksanaan pasien selanjutnya:

Bapak B dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan sampai selesai. Namun

dengan keterbatasan daya ingat bapak B, sebaiknya bapak B harus selalu

diingatkan oleh sanak saudara yang tinggal bersama bapak B. Selain itu keluarga

bapak B harus diperiksa juga untuk mengetahui apa ada anggota keluarga yang

lain menderita penyakit yang sama seperti bapak B untuk diberikan pengobatan

lebih lanjut pula.

Untuk mengetahui keberhasilan terapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan

sputum ulangan pada untuk TB kategori 2 yaitu : 1 minggu sebelum akhir bulan

ke 3, 7, dan akhir terapi.

14

Page 15: Dokter Keluarga

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

1.1. Pembahasan Kasus Pasien

Identitas

Nama : Bpk. B (inisial)

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pendidikan : SD kelas 2

Status perkawinan : menikah

Alamat : Gersikan, ngluwar, Magelang, Jawa Tengah

Analisis :

UmurDari data diatas dapat diketahui pasien berusia 59 tahun, usia

pasien sudah mendekati usila dimana biasanya proses degenerasi dimulai.

Terjadinya proses degeneragi bisa menimbulkan berbagai macam

penyakit seperti penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru, penyakit

persendian, dan juga berbagai macam penyakit infeksi. Salah satu proses

degenerasi yang berkaitan erat dengan terjadinya penyakit adalah

penurunan sistem imun yang membuat seseorang menjadi rentan

terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi (Robbins et al., 2007).

Penyakit infeksi yang sering terjadi di Indonesia adalah penyakit

infeksi paru-paru, salah satunya adalah penyakit tuberkulosis (TB).

Indonesia sendiri adalah negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di

dunia setelah Cina dan India (Sudoyo et al., 2009).

15

Page 16: Dokter Keluarga

Jenis kelamin

Pasien berjenis kelamin laki-laki. Dalam hal kejadian penyakit

tidak ada perbedaan yang mencolok antara laki-laki dan perempuan.

Namun pada beberapa penyakit terdapat perbedaan antara kejadian pada

laki-laki dan perempuan seperti contoh gangguan jiwa lebih sering terjadi

pada perempuan daripada laki-laki, sedangkan untuk penyakit

kardiovaskular lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Untuk penyakit infeksi paru-paru kejadiannya lebih sering

pada laki-laki dibandingkan perempuan karena berkaitan dengan perilaku

merokok pada laki-laki (Price & Wilson, 2006).

Agama

Dari segi agama tidak ada hubungan langsung dengan kejadian

penyakit infeksi maupun non infeksi.

Suku bangsa

Suku bangsa pasien adalah Jawa. Dalam hal ini suku bangsa

berpengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku kesehatan

seseorang, seperti kepercayaan terhadap pengobatan alternatif.

Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah kelas 2 SD. Dari segi pendidikan

pasien termasuk berpendidikan rendah, dimana tingkat pendidikan yang

rendah mempengaruhi sikap dalam masalah kesehatan. Orang dengan

tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan terhadap penyakit terutama

penyakit infeksi dibandingkan dengan orang dengan tingkat pendidikan

yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang

terhadap berbagai jenis penyakit dan pencegahannya (Sudoyo et al.,

2009).

16

Page 17: Dokter Keluarga

Status perkawinan

Bapak B berstatus menikah namun tinggal terpisah dengan istri dan

anaknya. Dalam hal ini, tinggal terpisah bisa menjadi pemicu timbulnya

penyakit karena gangguan psikologis. Perasaan tidak tenang, kesepian,

dan kurangnya dukungan dari keluarga bisa membuat ketahanan tubuh

menurun akibat stres psikologis yang nantinya akan membuat tubuh lebih

rentan terhadap penyakit (Maramis, 2009).

Alamat

Alamat pasien adalah di Ngluwar, Magelang. Data alamat penting

ditanyakan karena berkaitan dengan faktor resiko terhadap penyakit

menular. Apakah pasien tinggal didarerah endemik atau tidak dan apakah

ada faktor lingkungan yang mempermudah terjadinya penyakit seperti

lingkungan yang tidak bersih dan terlalu padat.

Robbins et al. (2007) meneragkan bahwa penyakit paru

tuberkulosis tumbuh subur pada daerah dengan kepadatan penduduk

yang tinggi, kemiskinan, dan usia lanjut dengan daya tahan yang

melemah.

Riwayat peyakit

Keluhan utama : Sesak napas

Keluhan tambahan : batuk, keringat malam, penurunan BB

Riwayat penyakit sekarang :

Sesak napas dialami sejak satu tahun yang

lalu disertai dengan batuk berdahak

berwarna putih, kadang disertai darah segar.

Pada malam hari pasien sering berkeringat

dingin, dan pasien mengeluhkan berat

badannya terus turun. Pasien saat ini tidak

bisa bekerja dikarenakan sakitnya. Pasien

17

Page 18: Dokter Keluarga

sudah pernah dirawat dirumah sakit dengan

diagnosis TB paru yang menjalani

pengobatan yang tidak tuntas. Pasien

berhenti minum obat karena dirasa

penyakitnya sudah sembuh, kemudian

pasien mulai merokok lagi dan keluhan

sesak napas dan batuk kambuh lagi.

Kemudian pasien berobat ke puskesmas dan

saat pasien mendapatkan OAT (Obat Anti

Tuberkulosis).

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat TB drop out

Riwayat penyakit keluarga : pak de pasien menderita TB

Analisis:

Keluhan utama

Sesak napas

Sesak napas bisa timbul pada berbagai macam penyakit paru

seperti asma bronkhial, PPOK, dan juga tuberkulosis. Sesak napas

pada asama biasanya terjadi setelah adanya kontak dengan alergen dan

lebih sering terjadi pada pagi hari, selain itu sesak napas yang

ditimbulkan oleh asma biasanya disertai bunyi wheezing. Pada pasien

ini sesak terjadi setiap saat, tidak ditimbulkan oleh alergen, dan tidak

disertai wheezing (Robbins et al., 2007).

Pada PPOK (Penyakit paru obstruktif Kronis) pasien sering

mengalami sesak napas, kejadian ini berkaitan erat dengan kebiasaan

merokok yang banyak dan dalam waktu yang lama. Pada penderita

PPOK biasanya sering ditemukan pursed-lips breathing yaitu

bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi memanjang untuk

mengeluarkan retensi CO2. Keadaan ini tidak ditemukan pada pasien

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

18

Page 19: Dokter Keluarga

Sesak napas pada TB diakibatkan oleh adanya tuberkel dan juga

infiltrasi paru-paru oleh bakteri tuberkulosis yang mengakibatkan

semakin sedikitnya area paru-paru sehat yang digunakan untuk

pertukaran udara. Pada penyakit TB yang ringan biasanya tidak timbul

sesak napas. Sesak napas biasanya timbul pada penyakit yang sudah

lanjut, dimana infiltrasi sudah meliputi setengah paru-paru (Sudoyo et

al., 2009).

Keluhan tambahan

Batuk berdahak disertai darah

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus dan berfungsi

untuk mengeluarkan produk-produk radang keluar dari saluran

pernapasan. Batuk biasanya dimulai dengan batuk kering kemudian

menjadi produktif setelah adanya peradangan. Batuk disertai darah

terjadi karena adanya pembuluh darah yang pecah akibat proses

penyakit yang terjadi lebih lanjut (Sudoyo et al., 2009).

Selain dari saluran pernapasan darah juga bisa berasal dari

saluran pencernaan akibat proses yang terjadi pada saluran pencernaan

dan bisa keluar saat terjadi batuk. Darah yang berasal dari saluran

pencernaan biasanya berwarna merah tua karena darah telah

tercampur dengan asam lambung, tetapi darah yang berasal dari

saluran pernapasan biasanya berwarna terang atau merah segar

(Sudoyo et al., 2009). Pada pasien darah yang keluar saat batuk

berwarna merah segar.

Batuk disertai darah sering terjadi pada pasien dengan penyakit

tuberkulosis, dimana darah berasal dari kavitas ataupun dari ulkus

pada dinding bronkus (Robbins et al., 2007).

19

Page 20: Dokter Keluarga

Keringat malam

Keringat malam bisa diakibatkan oleh irama temperatur

sirkadian normal yang berlebihan ataupun terjadi pada pasien dengan

penyakit tuberkulosis. keringat malam pada pasien tuberkulosis terjadi

sebagai respon terhadap tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang

dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun sebagai akibat adanya infeksi

dari bakteri Mycobacterium tuberculosis (Robbins et al., 2007).

Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berkaitan dengan keluhan batuk

dan sesak napas biasanya terjadi pada pasien dengan tuberculosis.

Penurunan berat badan bisa diakibatkan karena anoreksia akibat

proses radang yang menahun (Sudoyo et al., 2009).

Riwayat penyakit sekarang

Pasien saat ini mengalami keluhan sesak napas, batuk berdahak yang

kadang disertai darah, keringat malam, dan juga mengalami penurunan

berat badan. Semua keluhan tersebut mengarah kepada penyakit

tuberkulosis seperti telah dibahas diatas. selain itu pasien saat ini

mendapatkan terapi untuk tuberkulosis dari puskesmas.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien setahun yang lalu mengalami gejala sesak napas, batuk

berdahak, dan keringat malam sehingga sempat dirawat dirumah sakit

selama 2 minggu. Kemudian pasien mendapatkan pengobatan OAT dari

rumah sakit selama beberapa bulan, namun karena merasa sembuh pasien

tidak menuntaskan pengobatannya. Pasien mulai merokok lagi yang

sebelumnya sudah berhenti karena merasa sudah sembuh, namun beberapa

bulan yang lalu keluhan pasien kambuh lagi dan saat ini mendapatkan

OAT dari puskesmas.

20

Page 21: Dokter Keluarga

Menurut WHO (1991), berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

TB dibagi menjadi:

• kasus baru

belum pernah mndapat OAT atau pernah tetapi kurang dari 1 bulan

• Kasus kambuh (relaps)

telah sembuh lengkap, tetapi BTA tetap (+)

• Kasus defaulted atau drop out

pasien berobat ≥ 1 bulan, tidak mengambil obat 2 bulan berturut-

turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

• Kasus gagal

BTA tetap (+) atau kembali (+) pada akhir bulan ke 5 (1 bulan

sebelum akhir pengobatan).

• Kasus kronik

BTA tetap (+) setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan

kategori II.

Berdasarkan kategori diatas pasien termasuk dalam kasus TB drop out

Riwayat penyakit keluarga

Pasien mempunyai pak de (paman) yang menderita TB. Walaupun

pasien tidak tinggal serumah dengan pamannya, tetapi pamannya sering

berkunjung dan menginap ditempat pasien. Adanya kontak dengan pasien

TB merupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit TB (Sudoyo et al.,

2009).

21

Page 22: Dokter Keluarga

Pemeriksaan fisik

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 40 kg

Nadi : 80 kali per menit

Nafas : 30 kali per menit

Suhu : 37o C

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Keadaan umum : tampak lemah. Composmentis, tampak sesak

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Mulut : gigi beberapa tanggal, lidah dan mukosa (dbn)

THT : Pendengaran : dbn

Telinga : dbn

Hidung : tidak dilakukan

Tonsil : dbn

Leher : Limfonodi : dbn

JVP : 5+2

Jantung : Batas jantung : dbn

Suara jantung : S1 S2 jernih, tidak ada bising

Paru : Inspeksi : dbn

Perkusi : redup pada bagian apeks kanan paru

Palpasi : dbn

Auskultasi :

Suara napas bronkhial pada paru kanan

kiri. Terdengar suara ronkhi basah yang

kasar dan nyaring pada paru sebelah kanan.

Abdomen : dbn

Ekstremitas : dbn

22

Page 23: Dokter Keluarga

Analisis :

Berikut ini akan dibahas analisis terhadap hasil pemeriksaan fisik yang tidak

dalam batas normal.

IMT

BB/(TB dalam meter)2 = 40/(1,55)2 = 16,65 (Underweight)

Dari IMT (Indeks Masa Tubuh) pasien termasuk dalam kategori kurus.

Napas

Napas pasien berdasarkan pemeriksaan fisik adalah 30x per menit

(takipneu). Kondisi yang mengakibatkan pasien mengalami takipneu

mungkin dikarenakan ilfiltrat pada paru-paru sudah meluas sehingga

mengurangi volume paru-paru yang sehat. Paru-paru yang terkena infeksi

(tuberkel) tidak bisa digunakan untuk pertukaran udara, volume udara

yang mengalami pertukaran akan semakin berkurang sehingga tubuh

berkompensasi dengan cara meningkatkan frekuensi pernapasan dengan

tujuan meningkatkan volume udara yang masuk kedalam paru-paru (Price

& Wilson, 2006).

Paru

Inspeksi : dbn

Perkusi : redup pada bagian apeks kanan paru

Palpasi : dbn

Auskultasi :

Suara napas bronkhial pada paru kanan kiri. Terdengar

suara ronkhi basah yang kasar dan nyaring pada paru

sebelah kanan.

Dari hasil perkusi didapatkan suara redup pada apeks paru kanan,

hal ini kemungkinan dikarenakan adanya infiltrat yang cukup luas pada

apeks paru kanan. Tempat lesi TB biasanya ada pada apeks paru, hal ini

23

Page 24: Dokter Keluarga

berhubungan dengan konsentrasi oksigen yang tinggi pada apeks paru.

Adanya ilfiltrat juga menyebabkan auskultasi suara napas bronkhial dan

didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronkhi basah yang nyaring

dan kasar pada paru sebelah kanan (Sudoyo et al., 2009).

Pola makan/minum

Bapak B makan sehari 3 kali secara teratur, namun dalam porsi yang

sedikit. Biasanya sehari-hari bapak B makan dengan nasi, tahu, tempe, dan

sayur kangkung.

Pola makan yang kurang baik ini bisa menyebabkan nutition failure

pada pasien. Asupan nutrisi bukan hanya digunakan untuk menghasilkan

tenaga tetapi juga untuk membangun sistem imun. Bila status gizi seseorang

buruk, maka keadaan sistem imunnya akan turun, dan hal ini bisa

mempermudah terjadinya penyakit infeksi oleh M. Tuberculosis.

Aktivitas mental dan fisik

Pasien mengaku sering mengikuti pengajian dan olahraga jalan pagi.

Kegiatan mental seperti pengajian ini penting dalam kaitannya untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT, meningkatkan kesabaran pasien, dan

mencegah dari rasa putus asa karena kepercayaan bahwa segala penyakit pasti

ada obatnya kecuali penyakit tua. Aktivitas fisik seperti olah raga juga

penting dilakukan untuk menjaga agar kondisi tubuh senantiasa dalam

keadaan bugar.

Lingkungan sosial

Hubungan pasien dengan tetangga cukup baik. Lingkungan sosial yang

baik akan membantu proses penyembuhan penyakit karena secara psikologis

tidak merasa terancam ataupun takut. Sebaliknya bila hubungan dengan

tetangga tidak baik maka ada kemungkinan bahwa pasien akan mengalami

stres emosional yang memperparah penyakitnya.

24

Page 25: Dokter Keluarga

Ciri kepribadian/klasifikasi psikiatri

Dari hasil pengamatan selama kunjungan, pasien terlihat introvert,

karena pada saat ditanyakan masalah dengan istrinya pasien ragu-ragu untuk

menjawab dan tidak banyak bercerita tentang kehidupannya bersama istri dan

anaknya.

Hasil pemeriksaan penunjang

Rontgen Thorax

Dari hasil rontgen sebelah kiri merupakan foto pada bulan Mei

2012 difoto tampak infiltrat yang tersebar dengan pembesaran kelenjar

hilar dan parahilar. Pada foto sebelah kanan merupakan foto rontgen

terbaru, tampak adanya tiga cincin cavitas pada paru-paru sebelah kanan.

Gambaran adanya infiltrat, pembesaran kelenjar hilar dan parahilar,

kavitas menandakan adanya proses yang aktif untuk penyakit tuberkulosis

(Robbins et al., 2006).

1.2. Faktor Resiko

Dari kasus bapak B ini kami mendiagnosis TBC karena ada beberapa

faktor res iko yang menguatkan diagnosis dari penyakit TBC pada bapak B

ini antara lain :

25

Page 26: Dokter Keluarga

1. Faktor Umur

Bapak B sekarang berumur 59 tahun, dimana pada penghujung

masa usia pertengahan (middle age) dan akan memasuki masa lanjut usia.

Pada masa lanjut usia sesuai dengan teori wear and tear dikatakan bahwa

tubuh yang digunakan terus menerus akan lemah dan akan berakibat pada

penurunan sistem fungsi tubuh sehingga orang-orang pada usia ini rentan

terkena berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi seperti tuberkulosis.

Kemudian dari penelitian yang kami dapat tentang hubungan faktor umur

dengan kejadian TBC memiliki persentase yang cukup berarti pada umur

50 tahun keatas yaitu lebih dari 10% (Sudoyo et al., 2009).

2. Faktor Jenis Kelamin.

Dari jenis kelamin laki-laki memiliki angka yang lebih tinggi

daripada perempuan untuk angka kejadian TBC karena disebabkan oleh

laki-laki memiliki kebiasaan merokok. Bapak B juga mengatakan bahwa

ia sebelumnya merupakan perokok aktif yang bisa menghabiskan dua

bungkus rokok per hari. Kemudian masih menurut penelitian yang

menggambarkan karakteristik penderita TBC didapatkan hasil pria

memiliki persentase lebih dari 70% untuk angka kejadian TBC

dibandingkan wanita (Robbins et al., 2007).

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap

pengetahuan seseorang terhadap kebersihan dan juga pengetahuan

tentang suatu penyakit, kemudian tingkat pengetahuan biasanya

berkorelasi dengan penerapan gaya hidup sehat. Bapak B tidak

menamatkan pendidikan sekolah dasar, sehingga ketika ditanyakan

tentang pola hidup sehat dan juga pengetahuan tentang apa itu TBC

bapak B tidak tahu. Sebenarnya dengan mengetahui apa itu TBC

26

Page 27: Dokter Keluarga

seseorang dapat mencegah dari penyakit TBC karena dapat mengetahui

tanda dan cara pencegahan dari TBC itu sendiri.

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk

penyakit TBC terutama pekerjaan yang berkaitan erat dengan paparan

debu. Bapak B sebelumnya merupakan buruh di pabrik jagung yang

pekerjaannya sering terpapar dengan debu hasil pengolahan jagung

sehingga pekerjaannya juga merupakan faktor resiko dari penyakit TBC

itu sendiri. Karena paparan dari debu itu sendiri akan berpengaruh

terhadap terjadinya gangguan saluran pernafasan.

Kemudian dari pendapatan sehari-hari pekerjaan sebagai buruh

jagung juga tidak menentu sehingga nanti berpengaruh terhadap pola

makan yang tidak teratur serta kurang bergizi berpengaruh pada status

gizi dan imunitas dan tentu saja mudah terkena penyakit infeksi termasuk

TBC (Price & Wilson, 2006). Bapak B juga mengatakan bahwa makanan

sehari hari seadanya seperti tahu dan tempe.

5. Kebiasaan Merokok

Merokok tidak dapat dipungkiri lagi dapat menyebabkan berbagai

macam penyakit antara lain, kanker, serangan jantung, impotensi, dll.

Kemudian dari penelitian juga diketahui bahwa merokok dapat

meningkatkan angka kejadian hingga dua kali dibandingkan orang yang

tidak merokok. Bapak B dahulunya merupakan seorang perokok aktif

yang dalam seharinya dapat menghabiskan hingga dua bungkus rokok

per hari. Oleh karena itu kami mengambil kebiasaan merokok merupakan

salah satu faktor risiko untuk penyakit TBC (Fauci et al., 2008).

27

Page 28: Dokter Keluarga

6. Kepadatan hunian kamar tidur

Untuk hal ini pada kondisi ruang tidur bapak B sangat berpotensi

untuk pertumbuhan bakteri M. tuberculosis karena kamar tidur Bapak B

sangatlah lembab kemudian kondisi kamarnya yang kotor, banyak debu,

kemudian sprei maupun bantal terlihat sangat kotor dan juga dikamar di

dapati banyak benda-benda yang dibiarkan tergeletak begitu saja, seperti

ada ember berisi air kotor, kemudian pakaian-pakaian kotor yang

bergelantungan di sudut-sudut kamar. Kemudian dari segi luas bangunan

untuk kamar tidak memenuhi kriteria karena kamar cukup sempit, hal ini

penting sekali karena penularan penyakit infeksi sangat mudah sekali

menular pada ruangan yang sempit diakibatkan sirkulasi udara yang

kurang apalagi penularan dari penyakit M. Tuberculosis (Notoatmodjo,

2007).

7. Pencahayaan

Untuk pencahayaan dari kamar tidur maupun rumah bapak B tidak

memenuhi kriteria untuk rumah sehat karena luas jendela untuk

pencahayaan kurang dari 20% dari luas lantai (Notoatmodjo, 2007). Hal

ini diakibatkan karena memang jarak rumah satu dan rumah lainnya

saling berdekatan sehingga tidak memungkinkan untuk membuat jendela

disamping rumah.

Cahaya yang masuk ke rumah sangat penting bagi kesehatan

penghuni rumah karena cahaya dapat membunuh patogen yang masuk ke

rumah apalagi basil M. tuberculosis. Semakin sedikit pencahayaan rumah

tersebut maka semakin mudah bakteri tersebut untuk berkembang biak

(Brooks et al., 2004). Jadi jika pencahayaan rumah bapak B diperbaiki

akan membuat sistem pencahayaan yang baik dan mengurangi infeksi

akibat bakteri M. tuberculosis itu sendiri.

28

Page 29: Dokter Keluarga

8. Ventilasi

Ventilasi memiliki fungsi agar sirkulasi di rumah dapat berjalan

dengan baik sehingga pertukaran udara berjalan dengan maksimal. Pada

rumah bapak B ventilasi rumah sangat buruk ini diakibatkan karena jarak

antara rumah satu dengan rumah lainnya yang berdekatan juga karena

kurangnya pengetahuan akan pentingnya sirkulasi udara bagi kesehatan.

Akibat dari kurangnya ventilasi ini dapat menimbulkan berbagai penyakit

khususnya penyakit yang berhubungan dengan saluran napas termasuk

TBC. Minimnya ventilasi dapat mengakibatkan sedikitnya oksigen yang

terdapat dalam rumah bapak B dan juga meningkatkan kelembaban udara

di dalam rumah sehingga dengan keadaan tersebut bakteri M.

tuberculosis dapat berkembang dengan cepat (Fauci et al., 2008).

Agar sirkulasi dapat berjalan dengan baik dibutuhkan sedikitnya

10% luas ventilasi dari luas lantai rumah bapak B sehingga suhu dalam

ruangan bisa berada dalam suhu yang optimal untuk kesehatan yaitu 22°

sampai 30°C (Notoatmodjo, 2007).

9. Kondisi rumah

Kondisi rumah bapak B bisa dikatakan tidak sehat karena selain

dari paparan diatas dikatakan bahwa jumlah ventilsi yang kurang dari

10% kemudian pencahayaan kurang dari 20%, kemudian rumah banyak

debu serta dari segi sanitasi terlihat kotor dan untuk limbah dan aktivitas

kebersihan lain seperti buang sampah dilakukan ke sungai atau kali di

dekat rumah. Atap, dinding, serta lantai rumah terlihat berdebu dan untuk

masuk ke dalam rumah menggunakan alas kaki, hal ini dapat memicu

perkembangbiakan dari M. tuberculosis karena keadaan tersebut

merupakan keadaaan yang sangat disukai oleh bakteri tersebut

(Notoatmodjo, 2007).

29

Page 30: Dokter Keluarga

10. Kelembaban udara

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa kelembaban udara

berkaitan erat dengan pencahayaan dan ventilasi. Melihat dari ventilasi

dan pencahayaan rumah bapak B yang kurang sehingga otomatis keadaan

rumah maupun kamar bapak B dalam keadaan lembab. Ditambah dengan

adanya ember-ember berisi air di dalam kamar, hal ini dapat menambah

kelembaban udara di dalam kamar yang memicu pertumbuhan bakteri M.

tuberculosis lebih cepat (Brooks et al., 2004).

11. Status Gizi

Status gizi berkaitan erat dengan status imun seseorang. Dari

penelitian yang kami baca bahwa seseorang dengan status gizi rendah

lebih rentan terkena penyakit infeksi, temasuk infeksi dari M.

Tuberculosis (Robbins et al., 2007). Dengan berat 40 kg dan tinggi

sekitar 155 cm bapak B dapat dikatogerikan kurus, hal ini juga terkait

dengan asupan gizi yang kurang, dimana bapak B mengatakan sehari-hari

hanya makan seadanya seperti tahu dan tempe.

12. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan ini berkaitan dengan pendidikan, keadaan sanitasi

lingkungan serta akses terhadap pelayanan kesehatan. Bapak B saat ini

tidak lagi bekerja sehingga keadaan ini nantinya akan berdampak kepada

penurunan daya beli sehingga pemenuhan kebutuhan untuk makanan jadi

berkurang dan pada akhirnya berdampak pada penurunan status gizi. Dari

penurunan status gizi tersebut akan berkaitan erat dengan sistem

pertahanan tubuh dan memudahkan terkena infeksi termasuk penyakit

TBC (Sudoyo et al., 2009).

30

Page 31: Dokter Keluarga

13. Stressor dan Perilaku

Perilaku bisa dari pengetahuan, sehingga dari sini pasien dapat

mengetahui apa saja bahaya dan pencegahan dari penyakit TBC itu

sendiri. Kemudian dari perilaku juga dapat dilihat dari perilaku hidup

sehat dan pengetahuan akan pentingnya kebersihan dan kesehatan. Bapak

B terlihat kurang memiliki pengetahuan tentang apa itu hidup sehat dan

kurangnya kesadaran akan hidup bersih dan sehat.

Dari segi stressor seperti yang kita ketahui bahwa stress dapat

memicu berbagai macam penyakit. Seperti dalam penelitian Cohen

tentang stress dan penyakit dikatakan bahwa stress tidak hanya

memengaruhi kondisi psikologi tetapi juga melemahkan kekebalan tubuh

dan memicu inflamasi atau peradangan (Maramis, 2009).

Pada bapak B tampak ia memiliki permasalahan dengan istrinya

karena ia tidak lagi tinggal serumah bersama istrinya melainkan bersama

adiknya dan juga tidak tinggal bersama anak-anaknya. Hal ini mungkin

dipicu karena bapak B sering sakit-sakitan dan tidak lagi bekerja dan

tidak tinggal serumah lagi bersama dengan istrinya. Dari keadaan stress

inilah juga dapat menjadi faktor risiko dari penyakit TBC karena stress

dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat seseorang

mudah terkena penyakit infeksi.

1.3. Tatalaksana

Farmakologis

Sesuai dengan riwayat terapi pada pasien, maka pasien digolongkan

menjadi pasien TB Drop Out sehingga seharusnya pasien mendapatkan

tatalaksana TB kategori 2 (2 HRZES/HRZE/5H3R3E3) yang diindikasikan

untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), penderita dengan 31

Page 32: Dokter Keluarga

pengobatan setelah lalai (after default) (Depkes,2005). Tatalaksana kategori

ini terbagi menjadi 2 tahap, yaitu :

1. Tahap intensif, pada tahapan ini pengobatan terbagi menjadi :

a. Terapi dengan HRZES setiap hari selama 2 bulan

b. Terapi dengan HRZE setiap hari selama 1 bulan

2. Tahap lanjutan, tahapan ini hanya terdiri dari satu jenis terapi, yaitu :

a. Terapi dengan HRE setiap 3 kali dalam seminggu selama 5 bulan

(Depkes, 2005).

Non Farmakologis

Berdasarkan hasil Studi Kasus Drop Out Pengobatan Tuberkulosa,

ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejadian tersebut

diantaranya adalah faktor sosial ekonomi hal ini akan berpengaruh pada daya

beli makanan, status sosial ekonomi yang rendah menyebabkan turunnya

daya beli makanan sehingga menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas

nilai gizi, sehingga daya tahan terhadap penyakit infeksi pun akan turun.

Berkaitan dengan hal ini penting kiranya untuk meng-edukasi pasien dan

32

Page 33: Dokter Keluarga

keluarganya agar meningkatkan kesejahteraan keluarga sehingga dapat

memenuhi kebutuhan gizi yang baik (Depkes, 2005).

Disamping itu, tingkat pengetahuan yang rendah juga memegang andil

yang cukup besar terhadap kegagalan terapi TB, seperti pada kasus pasien

tidak mengetahui apa diagnosis penyakit yang diderita, cara penularan, risiko

apabila putus obat dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penyakit, untuk itu

perlu dilakukan edukasi baik pada pasien dan keluarga mengenai penyakit

yang diderita, cara penularan, perjalanan penyakit, efek putus obat, prognosis

dan sebagainya sehingga diharapkan apabila pasien memahami mengenai

penyakitnya akan meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi

(Depkes, 2005).

Secara psikologis dukungan keluarga juga tidak kalah penting dalam

proses terapi, sedangkan pada pasien keluarga inti tidak tinggal serumah.

Sebagai dokter keluarga sebenarnya penting untuk menyarankan kepada

pasien dan keluarganya agar dapat tinggal bersama lagi guna mendukung

keberhasilan terapi yang dijalankan oleh pasien.

33

Page 34: Dokter Keluarga

Edukasi

Untuk pengobatan TB droup out, sebaiknya bapak B melakukan

pengobatan secara teratur dan tepat karena pengobatan TB harus dilakukan

secara teratur dan berkesinambungan. Oleh karena itu sebaiknya ada anggota

keluarga bapak B yang harus selalu mengingatkan bapak B untuk selalu

minum obat TB tersebut.

Untuk anggota keluarga bapak B, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

juga untuk mengetahui apa kah ada anggota keluarga yang tinggal bersama

bapak B tersebut memiliki penyakit yang serupa seperti bapak B.

Untuk lingkungan rumah bapak B, sebaiknya harus ada ventilasi

cahaya di dalam rumah bapak B dan harus selalu membuka jendela dan pintu

rumah untuk pertukan udara yang sejuk dan nyaman. Setiap hari dianjurkan

membersihkan kamar tidur dan ruangan lain supaya bersih.

Untuk gejala depresi ringan bapak B, sebaiknya bapak B diberikan

manajemen stress, yang upaya untuk menghilangkan stress yang

berkepanjangan untuk bapak B tersebut.

34

Page 35: Dokter Keluarga

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Untuk menjadi seorang dokter keluarga yang baik, kita harus

memandang sebuah kasus secara menyeluruh. Diagnosis dilakukan secara

menyeluruh dengan memandang pasien sebagai suatu satuan keluarga yang

utuh dan buka merupakan suatu individu semata.

Keluarga bapak B adalah keluarga majemuk dengan keluarga midle-

age dan KK mengalami penyakit kronik (TB kasus drop out) disertai anggota

keluarga yang lain (ponakan pasien) menderita penyakit akut (batuk, pilek)

ditambah dengan masalah perpisahan dengan istri serta kurangnya perilaku

hidup sehat dan dukungan financial.

4.2. Saran

Dalam menyusun laporan ini mungkin masih banyak kekurangannya.

Oleh karena itu, kami mohon kritik dan sarannya agar kami bisa menjadi

lebih baik lagi. Karena segalanya butuh pembelajaran.

Untuk penugasan PPK, kami memberi saran agar mungkin dipilihkan

pasien dengan masalah yang bervariasi dan berbeda untuk kelompok dalam

satu tutorial karena dengan beragamnya kasus yang ada kami bisa belajar

lebih banyak lagi. Dan semoga kegiatan PPK selanjutnya bisa lebih baik lagi.

35

Page 36: Dokter Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., Butel, J.F., Morse, S.A., 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s

Medical Microbiology (23th ed.). Hartanto, H. 2004 (Alih Bahasa),

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Phermaceutical Care untuk Penyakit

Tuberkulosis. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Fauci, Anthony S., et al., 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine (17th

ed). United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.

Maramis, W.F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Pusat Penerbitan

dan Percetakan UNAIR: Surabaya

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.

Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka

Cipta: Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

PDPI: Jakarta.

Price, S.A., Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit (6th ed.). EGC: Jakarta.

Robbins, S.L., Kumar, V., Cotran, R.S., 2007. Buku Ajar Patologi (7th ed.). EGC:

Jakarta.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S (Editor), 2009.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed.). Interna Publishing: Jakarta.

36

Page 37: Dokter Keluarga

DOKUMENTASI

37