Document3.docx

3
Faktor Risiko Gizi Buruk pada Anak Balita di Puskesmas (referensi 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi bezi, gangguan akibat kekurangan yodium dan kekurangan vitamin A. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian ibu dan produktivitas kerja. Dalam hal angka kematian bayi, pada tahun 2002-2003, Indonesia (31/1000 kelahiran) hanya lebih baik dengan kamboja (97/1000 kelahiran) dan laos (82/1000 kelahiran). Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kita masi tertinggal. Singapura dan Malaysia memiliki angka kematian bayi amat rendah, masing-masing 3 dan 7 per 1000 kelahiran. Ini menunjukkan besarnya perhatian negara itu terhadap masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi anak-anak. Angka kematian bayi ini terkai erat dengan status gizi. Anak-anak penderita gizi kurang umumnya memiliki kekebalan tubuh yang rendah dan hal ini menjadikan dirinya rawan terhadap infeksi seperti ISPA, diare, campak yang dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, anak yang mengalami kekurangan gizi dalam waktu lama dan tidak mendapatkan pertolongan yang cepat dan tetap akan jatuh ke status gizi buruk (Ali Khomsan ,2006). Sekitar 104 juta penduduk Indonesia hidup dibawa garis kemiskinan, setengah dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari sehingga lebih dari 100 juta penduduk beresiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Atika Waludjani,2007). Akibat kehilangan kesempatan memperoleh ASI eksklusif, lebih dari 5 juta balita menderita kurang gizi serta 1,7 juta balita gizi buruk. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDDKI) 2002-2003, tercatat pemberian ASI eksklusif hingga umur 5 bulan hanya 14%, ASI hingga3 bulan 46% dan sebesar 64% hingga usia 2 bulan. Padahal, pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan mencegah 13% atau 137.000 dari 10,6 juta kematian balita yang ada di Indonesia tiap tahunnya (Siti Fadillah Supari,2006). Intek gizi yang berasal dari makanan yang dikomsumsi merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata- rata konsumsi enrgi penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 90,4%dari kecukupan yang dianjurkan sebesar 2200 kkal/hari.

Transcript of Document3.docx

Faktor Risiko Gizi Buruk pada Anak Balita di Puskesmas (referensi 2013)BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi bezi, gangguan akibat kekurangan yodium dan kekurangan vitamin A. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian ibu dan produktivitas kerja.Dalam hal angka kematian bayi, pada tahun 2002-2003, Indonesia (31/1000 kelahiran) hanya lebih baik dengan kamboja (97/1000 kelahiran) dan laos (82/1000 kelahiran). Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kita masi tertinggal. Singapura dan Malaysia memiliki angka kematian bayi amat rendah, masing-masing 3 dan 7 per 1000 kelahiran. Ini menunjukkan besarnya perhatian negara itu terhadap masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi anak-anak.Angka kematian bayi ini terkai erat dengan status gizi. Anak-anak penderita gizi kurang umumnya memiliki kekebalan tubuh yang rendah dan hal ini menjadikan dirinya rawan terhadap infeksi seperti ISPA, diare, campak yang dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, anak yang mengalami kekurangan gizi dalam waktu lama dan tidak mendapatkan pertolongan yang cepat dan tetap akan jatuh ke status gizi buruk (Ali Khomsan ,2006).Sekitar 104 juta penduduk Indonesia hidup dibawa garis kemiskinan, setengah dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari sehingga lebih dari 100 juta penduduk beresiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Atika Waludjani,2007).Akibat kehilangan kesempatan memperoleh ASI eksklusif, lebih dari 5 juta balita menderita kurang gizi serta 1,7 juta balita gizi buruk. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDDKI) 2002-2003, tercatat pemberian ASI eksklusif hingga umur 5 bulan hanya 14%, ASI hingga3 bulan 46% dan sebesar 64% hingga usia 2 bulan. Padahal, pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan mencegah 13% atau 137.000 dari 10,6 juta kematian balita yang ada di Indonesia tiap tahunnya (Siti Fadillah Supari,2006).Intek gizi yang berasal dari makanan yang dikomsumsi merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata konsumsi enrgi penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 90,4%dari kecukupan yang dianjurkan sebesar 2200 kkal/hari. Sementara rata-rata konsumsi protein sekitar 54,4% telah melebihi kecukupan protein yang dianjurkan (Hidaya Syarif,2004).KEP merupakan masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia merupakan Negara-negara berkembang lainya. WHO (2005) memperkirakan 27% atau 168 juta anak balita di dunia menderita kurang gizi. Laporan Badan PBB untuk anak (UNICEF)menyebutkan, dari 23,5 juta balita Indonesia, sekitar 8,3% diantaranya menderita gizi buruk dansekitar 45% mengalami gizi kurang. Menurut pengelompokan prevelensi gizi kurang organisasi kesehatan dunia (WHO). Indonesia terggolong sebagian Negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada tahun 2004 karena 5.119.935 belita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47%) termasuk kelompok gizi buruk (Siswono,2005).Data dari Depertemen Kesehatan menyebutkan pada tahun 2004 masalah gizi masih terjadi di 77,3% kebutuhan dan 56% kota di Indonesia. Data juga menyebutkan bahwa pada 2003 sebanyak 5 juta anak balita (27,5%) kurang gizi dimana 3,5 juta (19,2%) diantaranya berada pada tinggkat gizi kurang dan 1,5 juta (8,3%) sisanya mengalami gizi buruk.Pada kasus gizi buruk di pada tahun 2008 dengan adanya gejala klinis terbagi atas 3 jenis, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan gabungan marasmik-kwashiorkor.Jumlah kasus gizi buruk berdasarkan ke tiga jenis tersebut di pada tahun 2008 sebanyak 95 kasus,empat kabupaten/kota dengan kasus terbanyak antara lain (16 kasus), (15 kasus), (11 kasus), dan sebanyak (8 kasus).Angka gizi buruk untuk kabupaten pada tahun 2007 yaitu 1,48% dari 19539 anak balita, tahun 2008 menurun menjadi 0,64% dari 25222 anak balita dan tahun 2009 terdapat 5% dari total balita 8100. Sementara angka gizi buruk di Puskesmas pada tahun 2009 yaitu 0,87% dari 1894 anak balita. Pada tahun 2012 yaitu 1,63% dari total 1470 anak balita.Tingginya angka kejadian dan akibat yang di timbulkannya telah mendorong untuk meneliti faktor-faktor yang berkaitan gizi buruk.

B. Rumusan Masalah.Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:a. Apakah pola makanan merupakan faktor resiko gizi buruk pada anak balita diwilayah kerja Puskesmas Kabupaten 2013?b. Apakah ASI eksklusif merupakan faktor resiko gizi buruk pada anak balita diwilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2013?c. Apakah tingkat pendidikan ibu merupakan faktor resiko gizi buruk pada anak balita diwilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2013?d. Apakah jumlah saudara merupakan faktor resiko gizi buruk pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten ?e. Apakah pola asuh merupakan faktor risiko gizi buruk pada anak balita di wilaya kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumDiketahuinya faktor resiko buruk pada anak balita diwilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2013.2. Tujuan khususa. Diketahuinya besar resiko pola makan terhadap kejadin gizi buruk pada anak balita .b. Diketahuinya besar resiko ASI eksklusif terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita .c. Diketahuinya besar resiko tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita .d. Diketahuinya besar resiko jumlah saudara terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita .e. Diketahuinya besar resiko pola asuh terhadap kejadian gizi buruk pada anak balita .

D. Manfaat Penelitian1. Manfaat ilmiahHasil peneliti ini diharapkan dapat memberikan iformasi bagi depertemen Kesehatan dan instansi terkait sebagi bahan masukan untuk menentukan arah kebijakan perencanaan program dalam rangka penanggulangan gizi buruk.2. Manfaat Ilmu PengetahuanDiharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menjadi sumber bacaan bagi peneliti berikutnya.3. Manfaat bagi penelitiMenjadi pengalaman berharga dalam memperluas wawasan pengetahuan melalui penelitian lapangan juga menjadi syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas.

SumberSkripsipedia.com: Faktor Risiko Gizi Buruk pada Anak Balita di Puskesmas (referensi 2013)http://www.skripsipedia.com/2011/02/faktor-risiko-yang-mempengaruhi.html#ixzz3aipcIRockti skripsi kesehatan hanya di http://www.skripsipedia.com/Follow us:@skripsipedia on Twitter|skripsipedia on Facebook