Document

download Document

If you can't read please download the document

description

-

Transcript of Document

Pertumbuhan Ekonomi Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan IV mengalami perlambatan bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan pelaporan, ekonomi sulsel tumbuh sebesar 7,71% (yoy)1 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 (8,23%; yoy)2. Pendorong menurunnya kinerja ekonomi di triwulan IV 2014, dari sisi pengeluaran, bersumber dari penurunan konsumsi. Bahkan komponen konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar -2,92% (yoy). Di sisi lain, peningkatan ekspor menjadi penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, kinerja ekonomi triwulan IV 2014 masih ditopang oleh lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian; lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran. Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) sedikit melambat. Pada tahun 2014, PDRB Sulsel mencapai Rp 234 triliun atau tumbuh sebesar 7,57% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 yang mencapai 7,63% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel di tahun 2014 tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,02% (yoy).

Pada triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 7,71% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2014. Peningkatan pertumbuhan terjadi pada lapangan usaha Industri Pengolahan 15,20% (yoy) dengan pertumbuhan paling tinggi, disusul oleh lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas (15,00%; yoy), dan lapangan usaha Jasa Keuangan (11,9%; yoy). Mulai triwulan IV 2014, BPS menerapkan perubahan kategori sektor ekonomi dan tahun dasar. Semula 9 sektor menjadi 17 kategori lapangan usaha, dan semula tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010

Pada tahun 2014, kinerja ekonomi Sulsel (7,57% yoy) masih di topang oleh akselerasi kinerja sektor primer. Sektor primer yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian, dimana pada triwulan pelaporan sektor ini tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 11,43% (yoy) disusul oleh Lapangan Usaha pengadaan listrik dan gas (10,56%, yoy) dan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (10,23%, yoy). Sementara itu, Lapangan Usaha Pertanian yang merupakan sektor penyumbang pertumbuhan terbesar di tahun 2014 tumbuh sebesar 9,98% (yoy)

Bila dilihat dari andil terhadap pertumbuhan ekonomi, Lapangan Usaha pertanian masih menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar di tahun 2014. Sektor pertanian memberikan andil pertumbuhan sebesar 2,18%, lebih tinggi dibandingkan andil di tahun 2013 yang tercatat sebesar 1,08%. Sektor lain yang memberikan andil besar dalam pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2014 adalah sektor industri pengolahan (1,35%), sektor perdagangan (1,00%), sektor pertambangan dan penggalian (0,71%), dan sektor konstruksi (0,72%)

Inflasi Kelompok Barang dan JasaLaju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM jenis premium dan solar yang diikuti oleh kenaikan tarif angkutan umum dan kebutuhan pokok lainnya. Inflasi di akhir tahun2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 3,72% (yoy). Faktor utama penyebab peningkatan inflasi adalah kenaikan harga BBM jenis premium dan solar sebesar Rp 2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar yang diikuti kenaikan tarif angkutan dan bahan makanan. Bila dilihat per kelompok, diketahui bahwa seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi (Tabel 3.1) dengan peningkatan terbesar ada pada kelompok bahan makanan sebesar 16,02% (yoy) dan terbesar kedua kelompok transport sebesar 10,15% (yoy). Kelompok lain yang tercatat mengalami kenaikan tekanan inflasi adalah kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 6,21% (yoy) dan 6,87% (yoy).

Sementara itu, tiga kelompok barang lainnya yaitu kelompok sandang, kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan mengalami penurunan tekanan inflasi. Pada triwulan IV 2014, ketiga kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 3,24% (yoy), 5,08% (yoy) dan 1,85% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 4,12% (yoy), 5,28% (yoy) dan 1,97% (yoy).

Inflasi Menurut Kota IHKPada triwulan IV 2014, peningkatan tekanan inflasi Sulsel didorong oleh peningkatan inflasi di seluruh kota IHK di Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo, Parepare, dan Bulukumba). InflasiWatampone, Makassar, Palopo, Parepare, dan Bulukumba pada triwulan III 2014, secara berurutan tercatat sebesar 8,22% (yoy);8,51% (yoy);8,59% (yoy);9,38% (yoy) dan 9,45% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 4,55% (yoy), 3,57% (yoy), 4,03% (yoy), 3,04% (yoy) dan 7,30% (yoy)

Kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar serta efek lanjutannya pada kenaikan harga komoditas lainnya menjadi faktor utama penyebab tingginya inflasi di seluruh kota pada periode pelaporan. Selain itu, faktor musiman dimana sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim hujan juga menjadi salah satu penyebab peningkatan tekanan inflasi. Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang penurunan terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 6,57% meningkat dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,20%. Empat kota penyumbang inflasi lainnya yaitu Watampone, Palopo, Parepare dan Bulukumba memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,47%, 0,57%, 0,66%, dan 0.26% lebih tinggi dari sumbangan inflasi di triwulan III 2014 yaitu sebesar 0,26%, 0,26%, 0,66% dan 0,26%.

Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diSulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau stabil dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,10% (Agustus 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 176,91 ribu orang per Agustus 2013 menjadi 188,76 ribu orang per Agustus 2014 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Agustus 2014 yang mencapai 3.715,80 ribu orang dari 3.468,19 ribu orang pada Agustus 2013 atau naik 247,60 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus 2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58% (yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 60,50% pada Agustus 2013 menjadi 62,00% pada Agustus 2014. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 mencapai 3,72 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,47 juta orang. Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 7,96%. Peningkatan tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar -2,34% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan IPD6 naik sebesar 6,85% (yoy) lebih besar dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-2,13%, yoy). INDUSTRI HULU dan INDUSTRI HILIRPengertian industriIstilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial.Pabrik adalah tempat dimana manusia, mesin dan peralatan, material, energi, modal, informasi dan sumberdaya alam di kelolah bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna menghasilkan satu produk atau jasa secara efektif, efisien dan aman yang berguna bagi masyarakat. Pabrik pada dasarnya merupakan salah satu jenis industri yang terutama menghasilkan produk jadi.Pengolongan industriIndustri di golongkan menjadi beberapa kategori, salah satunya adalah industri berdasarkan proses produksinya yaitu :a.Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.Beberapa pengertian industri hilir adalah :Industri yang mengolah hasil pertanianIndustri yang mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadiIndustri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan bakuIndustri yang didirikan di bagian hilir aliran sungaiIndustri yang mengolah bahan pakan ternakIndustri yang mencukupi kebutuhan pokok rakyat dan padat karya sehingga dapat mengurangi pengangguran.Berikut beberapa contoh industri yang termasuk industri hilir :industri pangan (susu, minyak goreng, margarin, terigu, dan lain-lain);industri tekstil (benang, tenun, zat pewarna); industri kimia (cat, sabun, dempul, sepatu karet);industri alat listrik dan logam (mesin jahit, lemari es, lampu, telepon, hand phone, mesin obras, mesin bordir, kamera);industri alat tulis (pensil, pen, bollpoint, penghapus);industri alat-alat musik (gitar, piano, biola, organ, dan lain-lain);industri bahan bangunan dan umum (kayu lapis, asbes, keramik, marmer, konstruksi bangunan, dan lain-lain).a.Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya : industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.Ciri-ciri industri hulu adalah sebagai berikut:Tidak padat karya.Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain.Berikut beberapa contoh industri yang termasuk industri hulu adalah:industri mesin/alat pertanian (traktor tangan, traktor mini, mesin perontok padi);industri listrik (motor listrik, panel listrik tegangan tinggi dan rendah);industri pesawat terbang (PT Dirgantara Indonesia di Bandung);industri Perkapalan (PT PAL di Surabaya dengan produk I yaitu Palindo Jaya);industri besi dan baja (PT Krakatau Steel Cilegon Banten).industri mesin dan peralatan pabrik (pabrik tekstil, pabrik almunium, pabrik farmasi, pabrik kertas).Dimensi Kemiskinan (Natural/Alamiah & Struktural)1.Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya menadapat imbalan pendapatan yang rendah. Menurut Baswir (1997: 21) kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasasmita (1996: 235) disebut sebagai Persistent Poverty yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah yang kritis sumberdaya alamnya atau daerah yang terisolir.2.Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktorfaktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu (Baswir, 1997: 21). Selanjutnya Sumodiningrat (1998: 27) mengatakan bahwa munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu dengan direncanakan bermacammacam program dan kebijakan. Namun karena pelaksanaannya tidak seimbang, pemilikan sumber daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Menurut Kastasasmita (1996: 236) hal ini disebut accidental poverty, yaitu kemiskinan karena dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Masalah-masalah kemiskinan tersebut di atas menurut Nurkese (dalam Sumodiningrat. 1999: 150) sebagai suatu lingkaran setan kemiskinan yang meliputi enam unsur, yaitu : Keterbelakangan, Kekurangan modal, Investasi rendah, Tabungan rendah, Pendapatan rendah, Produksi rendah. Lain halnya dengan pendapat Chambers yang mengatakan bahwa inti dari masalah kemiskinan dan kesenjangan sebenarnya, di mana deprivation trap atau jebakan kemiskinan ini terdiri dari lima unsur yaitu: Kemiskinan, Kelemahan jasmani, Isolasi, Kerentanan, Ketidakbedayaan. Kelima unsur tersebut saling kait mengait antara satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi (Chambers, 1983: 145-147).