KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN · Web viewPada tahun ajaran 2005/2006 setelah...

48
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (K T S P) I. PENDAHULUAN Pada tahun ajaran 2005/2006 setelah diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi, setahun kemudian yaitu pada tahun ajaran 2006/2007 di terbitkan kebijakan baru mengenai pemberlakuan pengorganisasian kurikulum yang dikenal dengan istilah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan batas akhir penerapan di sekolah pada tahun ajaran 2009/2010. Kebijakan yang dimaksud adalah UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permen No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi, dan Permen No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Dimana kebijakan-kebijakan tersebut di atas merupakan landasan dalam pengembangan dan penyusunan KTSP. Efektifitas implementasi kurikulum (proses pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh empat komponen, 1

Transcript of KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN · Web viewPada tahun ajaran 2005/2006 setelah...

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

(K T S P)

I. PENDAHULUAN

Pada tahun ajaran 2005/2006 setelah diberlakukannya kurikulum berbasis

kompetensi, setahun kemudian yaitu pada tahun ajaran 2006/2007 di terbitkan

kebijakan baru mengenai pemberlakuan pengorganisasian kurikulum yang dikenal

dengan istilah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan batas akhir

penerapan di sekolah pada tahun ajaran 2009/2010.

Kebijakan yang dimaksud adalah UU Sistem Pendidikan Nasional No.20

Tahun 2003, PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permen

No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi, dan Permen No.23 tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan. Dimana kebijakan-kebijakan tersebut di atas

merupakan landasan dalam pengembangan dan penyusunan KTSP.

Efektifitas implementasi kurikulum (proses pembelajaran) sangat

dipengaruhi oleh empat komponen, yaitu; rumusan tujuan, penentuan materi/isi,

pemilihan metode, dan evaluasi. Pengembangan pemikiran dan strategi

pembelajaran dengan menggunakan empat komponen kurikulum tersebut,

menghasilkan pola pembelajaran yang berbeda, yang disesuaikan dengan tuntutan

psikologis anak, tuntutan masyarakat, dan tuntutan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta seni.

Selain dari pengaruh empat komponen tersebut, hal paling penting lainnya

adalah posisi implementator dalam hal ini guru, guru dipandang perlu untu dapat

1

memperhatikan berbagai perubahan cara pandang terhadap belajar dan mengajar

seiring dengan perubahan pada setiap aspek kehidupan, dalam rangka untuk

melakukan langkah perbaikan dan penyesuaian disesuaikan dengan tuntutan

jaman. Namun fakta dilapangan menunjukkan belum adanya perubahan yang

signifikan dari berbagai perubahan kurikulum yang ada terhadap kualitas proses

dan hasil pembelajaran siswa, terutama pada aspek relevansi kurikulum dan

pembelajaran pada kondisi aktual.

Hadirnya kurikulum berbasis kompetensi yang dikenal dengan istilah

kurikulum 2004, memberikan nuansa baru yang ditanggapi dalam dua perfektif.

Persfektif pertama, bahwa kurikulum tersebut membuat “dilema” bagi para guru,

pasalnya bagaimana implementasi KBK dalam kondisi sesungguhnya untuk setiap

mata pelajaran yang ada. Persfektif kedua, bahwa kurikulum KBK memberikan

penguatan terhadap relevansi pembelajaran yang dilakukan di sekolah dengan

kebutuhan masyarakat dan dunia kerja/industri, yaitu dengan mengedepankan

kompetensi minimal pada suatu “job” tertentu yang ada di lingkungan

(masyarakat, dunia kerja/industri), baik untuk kebutuhan proses pembelajaran

maupun output pembelajaran.

Perkembangan terbaru saat ini adalah munculnya penerapan KTSP oleh

lembaga penyelenggara pendidikan dilingkungan Dinas Pendidikan. Kehadiran

KTSP tidak serta menjadi solusi alternatif bagi berbagai “dilema” yang menutupi

pendidikan karena berbagai faktor. Penulis dalam hal ini mengidentifkasi

beberapa hal yang berkaitan dengan hadirnya KTSP, yaitu diantaranya:

2

a. KTSP muncul tidak lama setelah terbitnya kurikulum 2004, sehingga di

lapangan menimbulkan pertanyaan apakah ini kurikulum baru yang

merupakan revisi terhadap kurikulum 2004.

b. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dikembangkan

oleh sekolah (guru dan stakeholder lainnya), sementara “mereka” biasanya

menerima segala sesuatu secara terpusat.

c. Kesiapan data-data yang diprasyaratkan dalam KTSP belum sepenuhnya

siap, karena dalam hal kecil guru pada umumnya tidak memiliki buku

administrasi guru secara utuh.

d. Bagaimana hubungan antara pembelajaran dengan menggunakan formula

KTSP dengan tuntutan ujian nasional (UNAS)?, yang secara filosofis

memang berbeda.

e. Penyusunan dan pengembangan KTSP melibatkan banyak unsur,

diantaranya; guru-guru, unsur pimpinan sekolah, pengawas, dinas

pendidikan/depag terkait, dan komite sekolah. Hal ini merupakan kesulitan

tersendiri karena sulit untuk dipertemukan secara langsung.

f. Adanya pengurangan jam pelajaran yang sangat dirasakan dampaknya

bagi guru-guru di lembaga pendidikan swasta.

g. Unsur standar pendukung pelaksanaan KTSP belum diterbitkan

seluruhnya saat ini baru terbit dua standar dari delapan standar yang

ditetapkan, yaitu SKL (santdar kompetensi lulusan) dan SI (standar isi).

3

Terlepas dari sejumah “dilemma” yang ada sehubungan dengan

ditetapkannya kebijakan mengenai penerapan KTSP, penulis dalam hal ini akan

mengkaji secara khusus mengenai KTSP dipandang dari sudut akademik,

sehingga mudah-mudahan akan memberikan gambaran mengenai peluang,

harapan dan tantangan bagi penyelenggara pendidikan pada setiap jenjang

pendidikan dalam penerapam KTSP.

KTSP merupakan sebuah kebijakan yang harus dilakukan oleh setiap

satuan pendidikan, saat ini tugas kita adalah memahami dan memaknai KTSP

sebagai sebuah produk inovasi dalam pengorganisasian kurikulum saat ini, untuk

dapat disesuaikan dan diterapkan, melalui peroses pembelajaran KTSP akan diuji

apakah KTSP merupakan hal baru yang memberikan solusi pendidikan dalam

jangka panjang atau mungkin hanya merupakan solusi sementara sebagai “project

work” semata dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, untuk memfokuskan pembahasan penulis

merumuskan beberapa pertanyaan pokok, yang akan dijadikan landasan dalam

melakukan pengkajian, diantaranya:

1. Bagaimana perkembangan inovasi kurikulum dan pembelajaran

sebelumnya lahirnya KTSP?

2. Apa yang dimaksud dengan KTSP dan Bagaimana hubungannya dengan

KBK atau kurikulum 2004?

3. Bagaimana prosedur pengembangan kurikulum dengan menggunakan

format KTSP?

4

II. PEMBAHASAN

A. Perkembangan Inovasi-Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran

Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai

inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi

pembelajaran, yang diperkuat dengan berbagai kebijakan pada masa inovasi

tersebut diterapkan. Secara spesifik makalan ini menyajikan berbagai inovasi

kurikulum dan pembelajaran yang telah dan sedang dilakukan hingga saat ini.

Inovasi merupakan suatu ide yang dituangkan dan bersifat baru, walaupun

sesungguhnya tidak ada sesuatu hal yang baru seutuhnya tetapi merupakan

penyesuaian dan perbaikan dari hal yang telah ada. Karakteristik suatu inovasi

adalah; kreatif, baru, praktis, perubahan nilai, ekonomis, dan merupakan suatu

terobosan. Dan lingkup inovasi terdiri dari tiga bagian yaitu inivasi struktur (SD 5

tahun), inovasi materi (materi teknologi informasi dan komunikasi untuk SMU

tahun 2004), dan inovasi proses (e-learning) melalui tahapan konwledge,

persuasion, decision, implmentation, dan confirmation (Rogers,1983:164)

Sebagai gambaran awal, berikut ini akan disajikan mengenai beberapa

perkembangan kurikulum khususnya di Indonesia dimulai dari tahun 1968 hingga

2004 dan 2006 dengan spesifikasi orientasi dari masing kurikulum-kurikulum

tersebut, secara garis besar perkembangan tersebut disajikan dalam tabel 1,

sebagai berikut:

5

Tabel. 1

Perkembangan Kurikulum Di Indonesia

NO TAHUN FOKUS ORIENTASI

1 1968 Subject Matter (mata pelajaran)

2 1975 Terminal Objectives (TIU, TIK)

3 1984 Keterampilan Proses (CBSA Project)

4 1994 Munculnya pembagian kamar antara kurikulum nasional

dengan kurikulum muatan local

5 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi

6 2006 Kurikulum berbasis lokal (daerah/satuan pendidikan)

Dengan melihat pada isi tabel 1 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

a). perubahan atau penyesuaian kurikulum tersebut relatif dilakukan dalam

periode yang relatif konstan yaitu antara 8 hingga 10 tahun, b). perubahan

mencakup aspek proses dan materi, c). perkembangan terakhir menunjukkan

konsentrasi pendidikan untuk meningkatkan mutu dan relevansinya bagi

masyarakat dan lingkungan.

Kemudian untuk lebih menambah khasanah perkembangan, dibawah ini

ditambahkan dengan perkembangan pembelajaran sebagai bentuk inovasi. Secara

umum proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar

yaitu pembelajaran tradisional, pembelajaran progresif, dan pembelajaran modern.

Untuk lebih jelasnya untuk membedakan ketiga perkembangan tersebut dalam

kaitan dengan pembelajaran disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut:

6

Tabel. 2

Perkembangan Pembelajaran

ASPEK TRADISIONAL PROGRESIF MODERN

Tujuan Transfer Perkembangan Pribadi Penerapan

Pendekatan Unsur-unsur Keutuhan, bakat, minat Daerah kehidupan

Materi Text Book Keinginan Siswa Masyarakat

Metoda Formal Step,

Asosiasi

Discovery, Problem

Solving, independent

study

Karyawisata, kemah,

survey,

pembelajaran proyek

Guru Berkuasa Tidak Berkuasa, siswa

aktif

Siswa aktif dengan

bimbingan guru

Evaluasi Dikembangkan

guru berdasar-

kan tuntutan

pengetahuan

Self evaluation Oleh siswa, guru dan

masyarakat

Pembelajaran saat ini lebih cenderung diarahkan pada pembelajaran

modern yaitu dengan menekankan pada aspek kebutuhan dan tuntutan masyarakat

dalam lingkup yang luas, seperti lingkungan masyarakat sekitar, dunia kerja,

dunia industri, dsb. Meskipun dalam pelaksanaannya tidak menghilangkan unsur

pembelajaran tradisional dan pembelajaran progresif namun lebih mengedepankan

unsur modernnya atau dengan kata lain lebih meningkatkan relevansi selain dari

mutu dan efektivitas pembelajaran.

Perkembangan kurikulum dan pembelajaran seperti uraian di atas,

menunjukkan kepada kita bahwa telah terjadi pergeseran cara berfikir mengenai

kurikulum dan pembelajaran yang perlu disikapi secara ilmiah.

7

Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya

kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP. Persepsi masyarakat

pendidikan pada umumnya dalam memandang KTSP sebagai model baru

kurikulum sebagai pengganti KBK (kurikulum 2004), secara teoritik model

pengembangan kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model

Tyler (objective model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum

transmisi dari Miller-Seller, dan lain sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis beranggapan bahwa KTSP adalah

sebuah istilah/penamaan dari suatu bentuk pengelolaan dan pengorganisasian

kurikulum sebagai implikasi dilaksanakannya otonomi daerah khususnya dalam

bidang pendidikan, hipotesa penulis didasari pengertian KTSP, prinsip-prinsip,

dan prosedur penyusunan KTSP yang akan diuraikan pada bagian berikutnya

dalam makalah ini.

Sebagai pengayaan informasi penulis mencoba mendekatkan antara KTSP

dengan SBCD (School-Based Curriculum Development) yang diterapkan di

Australia melalui tulisan Laurie Brady “Curriculum Development: Third Edition”

(1990). Brady mengatakan bahwa SBCD didalamnya “........... school and teacher

greater autonomy in curriculum decisions”, pernyataan tersebut didasari pada

asumsi bahwa “ ..... that curriculum decisions should be made by the teacher who

are implementing them and that decisions should be shared by all who are

involved”.

Trend munculnya SBCD adalah adanya desentralisasi dalam paradigma

pengelolaan bidang kehidupan, tingginya tuntutan terhadap profesionalisme guru,

8

perlunya kebebasan sekolah untuk menentukan dan mengembangkan program

studi, dan keterlibatan guru secara langsung dalam proses pengembangan

kurikulum. Lebih lanjut Brady mengatakan bahwa peran sekolah dalam proses

pengembangan kurikulum adalah “ school must be involved in selecting content,

having regard for available resources, to meets its own objectives and to cuter for

students of different level of maturation”.

Beberapa karakteristik pelaksanaan SBCD di Australia adalah sebagai

berikut:

1. Melibatkan sekolah dan guru dalam membuat keputusan pengembangan

dan implementasi kurikulum.

2. Menjalin hubungan antara beberapa sekolah dalam proses pengembangan

kurikulum.

3. lebih berorientasi pada selective dan adaptive dari pada creative.

4. Merupakan proses kontinu dan dinamis dengan melibatkan guru, siswa

dan masyarakat.

5. Membutuhkan dukungan dari berbagai elemen terkait.

6. Mengubah aturan/pola guru yang tradisional (perubahan peran guru kearah

profesionalisme).

7. Adanya perpindahan tanggung jawab dalam pembuatan keputusan

kurikulum daripada memutuskan hubungan atau jalur dengan pusat.

Beberapa reaksi terhadap SBCD seperti ditulis Brady adalah: terasa berat

melakukan perubahan peran guru dari pelaksana menjadi pengembang, lemahnya

9

keahlian/kemampuan guru dan kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai

pengembangan kurikulum yang disediakan di sekolah, masalah usia; karena usia

merefleksikan pengalaman mengajar, insentif; yaitu suatu upaya untuk

memotivasi guru terlibat dalam SBCD, dan support structure; perlunya dukungan

sekolah secara hirarkikal.

Berdasarkan beberapa kutipan yang penulis ambil dalam bukunya Brady

(1990), pada hakekatnya terdapat beberapa kesamaan orientasi antara SBCD yang

diungkap oleh Brady pada tahun 1990 dengan KTSP yang saat ini merupakan hal

yang dianggap “kebaruan” dalam masyarakat pendidikan di Indonesia. Sehingga

SBCD dapat menjadi salah satu rujukan dalam desain, pengelolaan, pemanfaatan,

penggunaan, dan evaluasi KTSP yang sekarang sedang digalakan oleh pemerintah

dalam hal ini adalah dinas pendidikan indonesia dari tingkat pusat hingga tingkat

daerah.

B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Proses desentralisasi pendidikan (kurikulum) pada dasarnya bertujuan

untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah. Melalui desentralisasi

pendidikan (kurikulum) diharapkan masing-masing daerah memiliki peluang

untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah.

(Masriam Bukit:2004).

Burki et.al. (1999). Menyarankan aspek-aspek pendidikan yang dapat

didesentralisasikan, yaitu; sistem pembelajaran, manajemen personalia,

perencanaan dan struktur, serta sumber daya. Salah satu jenis keputusan yang

10

dapat didesentralisasikan dari aspek pembelajaran adalah pengembangan

kurikulum.

Terdapat sejumlah kegiatan strategis pada pengembangan kurikulum yang

perlu dipersiapkan sehubungan dengan desentralisasi kurikulum, (Glatthom,

1994) mengatakan terdapat sejumlah kegiatan yang menjadi tanggung jawab

daerah, yaitu: pembentukkan komite pengembangan kurikulum di daerah

(jarkum), peletakkan landasan-landasan, perumusan panduan pengembangan

kurikulum, menyusun dan mengatur strategi implementasi yang efektif, dan

penyelenggaraan audit kurikulum guna menjamin mutu.

Kurikulum yang ada sekarang dikembangkan dengan pengelolaan atau

pendekatan desentralistik. Hal ini merupakan implikasi dari keseluruhan

pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang didasarkan pada berbagai

perundangan yang telah ditetapkan, antara lain UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Bab III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1

yang menegaskan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh

Daerah Kabupaten dan Daerah/Kota antara lain pendidikan dan penyelenggaraan

pendidikan.

Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan

kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat

pusat, daerah, sampai pada tingkat satuan pendidikan di sekolah. Kemampuan

pengembangan kurikulum pada setiap tingkatan bukan mengikuti jenjang

birokrasi tetapi merata dan tidak memiliki perbedaan yang jauh antara

pengembang kurikulum tingkat pusat, daerah maupun pada unit satuan pendidikan

11

karena mereka memiliki fungsi masing-masing dalam skenario besar secara

nasional. Kesenjangan yang selama ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya

pemahaman implementasi kurikulum pada tingkat daerah dan satuan pendidikan

sehingga pada saat daerah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum

sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya pendidikan di masing-masing

daerah, tim pengembangan kurikulum daerah cenderung menanti petunjuk

pelaksanaan dari pusat.

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum

operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan

pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan

kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada

panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP

No.19 Th.2005, Pasal 17).

Pada hakekatnya KTSP merupakan inovasi dari pengorganisasian

kurikulum yang dilimpahkan dari pusat ke daerah dalam hal ini lebih mengerucut

pada level satuan pendidikan atau sekolah. oleh karena itu dalam

pengembangannya disesuaikan dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi

dan karakteristik daerah, sosial budaya, masyarakat, dan karakteristik peserta

didik.

Perbedaan mendasar dari kurikulum 2004 dengan KTSP adalah khususnya

dalam penyusunan dan pengembangan indikator pencapaian kompetensi

ditentukan oleh satuan pendidikan dalam hal ini guru dengan mengacu pada

Standar Isi yang ditetapkan secara nasional. Secara umum konten dan system

12

kompetensi pada kurikulum 2004 masih digunakan pada kurikulum 2006 atau

KTSP, oleh karena itu penguasaan kedua kurikulum tersebut saling berkaitan erat.

Kurikulum 2004 ataupun 2006 berorientasi pada penggunaan standar, oleh

karenanya didalam pengembangan kurikulum mengacu pada standar kurikulum

(standar kompetensi lulusan dan standar isi). Menurut Ibrahim (2002:22) bahwa

standar kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat rumusan tentang apa yang

harus dipelajari dan dikuasai siswa oleh peserta didik maupun kadar/tingkat

penguasaan yang diharapkan dari peserta didik, dalam setiap bidang/mata

pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan.

Pernyataan Ibrahim (2002) tersebut sejalan dengan penerapan KTSP saat

ini yang berorientasi pada penggunaan standar yang dikeluarkan oleh BNSP,

khususnya untuk standar isi yang mencerminkan apa yang harus dipelajari dan

dikuasai oleh peserta didik dan standar kompetensi kelulusan yang

memperlihatkan standar perilaku atau kinerja (performance standards), yang

tercermin dalam pernyataan kadar /tingkat penguasaan yang diharapkan dari

peserta didik.

Selain dari dimensi standar apa yang harus dikuasai dan kadar penguasaan

yang diharapkan, terdapat pula dimensi waktu (when), yaitu kapan standar isi dan

standar kelulusan tersebut harus dikuasai peserta didik, atau dengan kata lain pada

tingkat/kelas/semester berapa penguasaan suatu kemampuan tersebut diharapkan

dapat dikuasai.

Pola pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan dengan melakukan

langkah mengidentifikasi SKL yang telah ditetapkan oleh BNSP, kemudian

13

mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mengacu pada

standar isi yang telah ditetapka oleh BNSP, kemudian guru dan pihak-pihak

terkait merumuskan indikator pancapaian standar kompetensi dan kompetensi

dasar, menetapkan alat evaluasi (uji kompetensi), merumuskan materi/bahan ajar,

metode, media dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkan.

Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung

oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU

Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, untuk menentukan

performance yang diharapkan dari peserta didik setelah melalui proses

pembelajaran. Standar Isi, untuk menentukan kedalaman dan keluasan materi

minimum yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik. Standar Proses,

sebagai acuan proses pembelajaran terstandar yang harus dilakukan oleh satuan

pendidikan sebagai bentuk pelayanan prima bagai peserta didik (masyarakat).

Standar Penilaian, sebagai acuan dalam proses evaluasi baik formatif, ataupun

sumatif, juga untuk pelaksanaan sertifikasi pada uji kompetensi. Standar Tenaga

Kependidikan, digunakan sebagai prasyarat kemampuan minimum instruktur atau

guru di dalam membimbing peserta didik untuk menempuh dan mencapai tujuan

pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Standar Sarana Dan

Prasarana, standar ini dibutuhkan untuk dapat menjalankan proses pemelajaran

yang membutuhkan srsna dan prasarana minimum yang harus disediakan oleh

satuan pendidikan, agar dapat mencapai kualitas hasil dan proses pemelajaran.

Standar Pembiayaan, merupakan standar kebutuhan finansial untuk

penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas dengan prinsip

14

transparansi dan akuntabilitas. Dan Standar Pengelolaan, standar ini adalah

bentuk pelayanan utama yang dapat diketahui dan dirasakan secara langsung oleh

masyarakat pada setiap satuan pendidikan ataupun oleh masyarakat sebagai

stakeholder pendidikan.

Mungkin dengan adanya berbagai keterbatasan baik secara politis,

ekonomis, sosiologis, hukum dan lain sebagainya, pemerintah dalam hal ini

Departemen Pendidikan Nasional melalui BNSP baru menerbitkan dua standar

yaitu SKL, dan SI, yang wajib dijadikan acuan dalam pengembangan dan

penyusunan KTSP.

Pada makalah ini jika penulis mengembangkan kurikulum implementatif

khususnya di SMK lebih tertarik pada model pengembangan kurikulum sistemik

dari Romiszowski, karena model sistematik (system Approach) sangat relevan

digunakan untuk mengembangkan kurikulum, desain pembelajaran, dan desian

program khusus pelatihan, Romiszowski dikutif dalam Oemar H (2000:68-70)

menuliskan langkah pengembangan kurikulum model sistematik dilakukan

dengan 14 langkah, sebagai berikut:

I. Deskripsi Tugas, Kegiatan merancang suatu program harus dimulai dari

identifikasi tugas-tugas yang menjadi tuntutan suatu pekerjaan.

II. Analisis Tugas, Tugas-tugas yang telah ditetapkan secara dimensional

dijabarkan menjadi seperangkat tugas yang lebih rinci.

III. Menetapkan Kemampuan, Setiap kemampuan hendaknya didasarkan

pada kriteria kognitif, afektif dan performance, serta produktif dan

ekploratoris.

15

IV. Spesifikasi Kemampuan, Setiap kemampuan dirinci menjadi

pengetahuan, sikap, dan keterampilan-keterampilan.

V. Kebutuhan Pendidikan dan Latihan, Menentukan jenis

pendidikan/latihan yang diperlukan untuk mengembangkan setiap

kemampuan yang telah ditetapkan.

VI. Perumusan Tujuan Kompetensi/Kemampuan, Perumusan tujuan koheren

dengan kompetensi yang akan dikembangkan.

VII. Kriteria Keberhasilan, Sebagai indikator keberhasilan suatu program

dibuktikan jika lulusan dapat menunjukkan kemampuan dalam

melaksanakan tugas yang telah ditentukan.

VIII. Organisasi dan Isi, Langkah ini menekankan pada pengorganisasian

materi pelajaran yang akan disampaikan untuk mencapai kemampuan

yang telah ditentukan.

IX. Pemilihan Strategi Pengajaran, Pada langkah ini ditentukan strategi dan

metoda yang akan digunakan untuk mencapai tujuan kompetensi.

X. Uji Coba Program, Uji coba program yang telah didesain dimaksudkan

untuk melihat kemungkinan terlaksananya program, jenis kesulitan yang

pada akhirnya akan memberikan informasi balik untuk perbaikan

program.

XI. Evaluasi, Evaluasi untuk mengecek sejauhmana efektivitas program,

validitas dan realibilitas alat ukur dan efektivitas sistem evaluasi yang

dapat digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan dan penyesuaian

program.

16

XII. Implementasi Program, Pada tahap ini dirancang dan dianalisis langkah-

langkah yang perlu ditempuh dalam upaya pelaksanaan program.

XIII. Monitoring, Kegiatan monitoring untuk menghimpun informasi tentang

pelaksanaan program, untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan

program yang relevan dengan kebutuhan lapangan dan diadaptasikan

dengan lingkungan organisasi.

XIV. Perbaikan dan Penyesuaian (feedback), Perbaikan dan penyesuaian

program perlu dilaksanakan guna menjamin konsistensi dan koherensi

serta monitoring sistem, selanjutnya memberikan umpan balik kepada

orgnisasi, sumber, strategi dan peningkatan motivasi belajar peserta

didik.

Secara khusus untuk satuan pendidikan sekolah menengah kejuruan,

BNSP tidak mengeluarkan standar isi terbaru, oleh karena itu SMK masih

berorientasi dan dapat menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional tahun

2004 yang sesungguhnya diberlakukan untuk kurikulum 2004, dan berbagai

dokumen kurikulum 2004 untuk SMK.

Untuk lebih memperjelas keterkaitan tersebut dapat dikaji melalui

prosedur pengembangan kurikulum dengan menggunakan format kurikulum

KTSP, dengan mengacu pada pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan

pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan tahun 2006.

17

C. Prosedur Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

1. Komponen-Komponen KTSP

a. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Visi, dan Misi Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan harus berorientasi

ke depan, dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah, merupakan

perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan, dinyatakan

dalam kalimat yang padat bermakna, dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan

indikator keberhasilannya, berbasis nilai, dan membumi (kontekstual).

Penyusunan visi dalam KTSP melalui tiga tahap yaitu; tahap 1: hasil

belajar siswa, dengan merumuskan apa yang harus dicapai siswa berkaitan dengan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah. Tahap

2: suasana pembelajaran, dirumuskan dengan mempertimbangkan suasana

pembelajaran seperti apa yg dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu, dan

tahap 3: suasana sekolah, dimana sekolah ditempatkan sebagai lembaga/organisasi

pembelajaran dengan merumuskan seperti apa yang diinginkan untuk

mewujudkan hasil belajar bagi siswa.

Setiap tahapan dirumuskan dalam kalimat, kemudian dipindai setiap

rumusan/kalimat untuk mendapatkan kata kunci, rumusan visi dari kata kunci

tersebut secara singkat padat bermakna (kurang lebih tidak lebih dari 25 kata),

berdasarkan Visi ini, bisa ditentukan missinya dimana missi dapat diartikan

sebagai sejumlah langkah strategis untuk menuju dan mencapai sasaran dari visi

yang telah dirumuskan.

18

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakkan

dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan

untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan

menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut. Dan khususnya tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai

dengan kejuruannya.

b. Struktur dan Muatan KTSP

Struktur dan Muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

seperti tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran, yaitu; kelompok

mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran

kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata

pelajaranjasmani, oleh raga dan kesehatan.Keluasan dan kedalaman pada setiap

kelompok mata pelajaran sebagai beban belajar bagi setiap pesera didik pada

satuan pendidikan.

mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pengaturan

beban belajar, kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan, pendidikan kecakapan

hidup, pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

19

Kalender Pendidikan, untuk setiap satuan pendidikan dapat menyusun

kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah,

kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender

pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.

2. Prosedur Penyusunan KTSP

Tim Penyusun

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan

relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite

sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor

Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk

pendidikan menengah.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA dan

SMK terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite sekolah, dan nara sumber,

dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dan disupervisi oleh

dinas kabupaten/kota dan provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA dan

MAK terdiri atas guru, konselor, kepala madrasah, komite madrasah, dan nara

sumber dengan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota, dan

disupervisi oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang

agama.

Tim penyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus

(SDLB,SMPLB, dan SMALB) terdiri atas guru, konselor, kepala sekolah, komite

20

sekolah, dan nara sumber dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap

anggota, dan disupervisi oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang

pendidikan.

Kegiatan Penyusunan

Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan bagian dari

kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja

dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang

diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru.

Tahap kegiatan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara

garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta

finalisasi. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan

diselenggarakan oleh tim penyusun.

Pemberlakuan

Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK

dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite sekolah dan

dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan MI, MTs, MA, dan MAK

dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah serta diketahui oleh komite madrasah

dan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.

Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan SDLB, SMPLB, dan

SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh komite

sekolah dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

21

Pengembangan KTSP

Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum

pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh

setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah

koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan

menengah, berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta

panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.

Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan

disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan

Standar, Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun

oleh BSNP . (Lihat UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 38 Ayat 2). Dalam penyusunan KTSP secara operasional perlu

memperhatikan dan mengacu beberapa aspek di bawah ini, yaitu:

1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, Keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian

peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua

mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak

mulia.

2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kemampuan peserta didik, Kurikulum disusun agar

memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan

22

intelektual, emosional, spritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal

sesuai dengan tingkat perkembangannya.

3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, Daerah

memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman

karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat

keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan daerah.

4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, Pengembangan kurikulum

harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan

nasional.

5. Tuntutan dunia kerja, Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk

membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi

mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, Kurikulum harus

dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan

perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

7. Agama, Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi

dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang

berlaku di lingkungan sekolah

8. Dinamika perkembangan global, Kurikulum harus dikembangkan agar

peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup

berdampingan dengan bangsa lain.

23

9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, Kurikulum harus

mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk

memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat, Kurikulum harus

dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya

masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.

11. Kesetaraan Jender, Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang

berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.

12. Karakteristik Satuan Pendidikan, Kurikulum harus dikembangkan sesuai

dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

Mata Pelajaran

Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan

pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.

Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata

pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

24

Pengembangan Diri

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh

oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta

didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,

bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan

pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau

tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan

konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial,

belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Khusus untuk sekolah menengah

kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas

dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus

menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan

kebutuhan peserta didik

Pengaturan Beban Belajar

Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan

pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun

mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.

Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh

SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK

kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan

oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.

25

Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan

sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan

menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta

didik dalam mencapai kompetensi.

Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak

terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB

0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan

tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu

tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai

kompetensi. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah

setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara

dengan satu jam tatap muka. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan

terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan

SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai

berikut. Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit

kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Satu SKS pada

SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan

terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan

Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar

penilaian yang dikembangkan oleh BSNP.

26

Pendidikan Kecakapan Hidup

Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB,

SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup

kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan

vokasional. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari pendidikan

semua mata pelajaran. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik

dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan pendidikan formal

lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan

pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Pendidikan berbasis keunggulan

lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran. Pendidikan

berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan

formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

3. Silabus dan Rencana Program Pemelajaran

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar

ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian

kompetensi untuk penilaian. Silabus menjawab pertanyaan mengenai Apa

kompetensi yang harus dikuasai siswa?, Bagaimana cara mencapainya?, dan

Bagaimana cara mengetahui pencapaiannya?. Terdapat Lima tahapan

Pengembangan Silabus: Perencanaan, Pelaksanaan, Perbaikan, Pemantapan, dan

27

Penilaian Pelaksanaan. Tahapan pengembangan silabus dilakukan oleh Para

pengembang Silabus diantaranya adalah: Guru kelas/mata pelajaran, Kelompok

guru kelas/mata pelajaran, Kelompok kerja guru (PKG/MGMP), atau Dinas

Pendidikan.

Prinsip-prinsip pengembangan Silabus: Ilmiah, Relevan, Sistematis,

Konsisten, Memadai, Aktual dan Konseptual, Fleksibel, dan Menyeluruh, dan

Relevan dimana cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian

materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,

emosional, dan spritual peserta didik.

Komponen Silabus terdiri dari; Identifikasi, Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar, Materi Pokok, Pengalaman Belajar, Indikator, Penilaian,

Alokasi Waktu, dan Sumber/Bahan/Alat

Silabus (Format 1)Nama sekolah :Mata pelajaran :Kelas/semester :Standar kompetensi :

Kompetensi Dasar I IIMateri pokokPengalaman BelajarIndikatorPenilaianAlokasi waktuSumber/bahan/alat

28

Silabus (Format 2)Nama sekolah :Mata pelajaran :Kelas/semester :

Standar kompetensi

Kompetensi Dasar

Materi pokok

Pengalaman Belajar

Indikator Penilaian Alokasi waktu

Sumber/bahan/alat

Langkah-langkah dalam pengembangan Silabus; Mengisi Kolom

Identifikasi, Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi, Mengkaji dan

Menentukan Kompetensi Dasar, Mengidentifikasi Materi Pokok,

Mengembangkan Pengalaman Belajar, Merumuskan Indikator, Menentukan Jenis

Penilaian, Menentukan Alokasi Waktu, Menentukan Sumber Belajar

III. KESIMPULAN

Perkembangan terbaru dalam pendidikan dan kurikulum yaitu lahirnya

kurikulum 2006 dengan diikuti populernya istilah KTSP, secara teoritik model

pengembangan kurikulum yang sejalan dengan paradigma KTSP adalah model

Tyler (objective model), model grassroot dari Hilda Taba, Model kurikulum

transmisi dari Miller-Seller, dan lain sebagainya. KTSP adalah sebuah

istilah/penamaan dari suatu bentuk pengelolaan dan pengorganisasian kurikulum

sebagai implikasi dilaksanakannya otonomi daerah khususnya dalam bidang

pendidikan, hipotesa penulis didasari pengertian KTSP, prinsip-prinsip, dan

prosedur penyusunan KTSP.

29

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum

operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan

pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan

kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada

panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP

No.19 Th.2005, Pasal 17).

Perbedaan mendasar dari kurikulum 2004 dengan KTSP adalah khususnya

dalam penyusunan dan pengembangan indikator pencapaian kompetensi

ditentukan oleh satuan pendidikan dalam hal ini guru dengan mengacu pada

Standar Isi yang ditetapkan secara nasional. Secara umum konten dan system

kompetensi pada kurikulum 2004 masih digunakan pada kurikulum 2006 atau

KTSP, oleh karena itu penguasaan kedua kurikulum tersebut saling berkaitan erat.

Secara ideal seharusnya didalam pengembangan KTSP perlu didukung

oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL seperti yang diamanatkan dalam UU

Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar

Proses, Standar Penilaian, Standar Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Dan

Prasarana, Standar Pembiayaan, dan Standar Pengelolaan.

Isi KTSP adalah cover, lembar penetapan, kata pengantar, daftar isi, tujuan

satuan pendidikan, visi dan misi, tujuan program keahlian, standar kompetensi

lulusan, diagram pencapaian kompetensi, struktur dan muatan KTSP, kalender

pendidikan, dan silabus-silabus

Prosedur Penyusunan KTSP adalah: menetapkan Tim Penyusun, Kegiatan

Penyusunan, Pemberlakuan, Pengembangan KTSP, Mata Pelajaran, Muatan Lokal

30

Pengembangan Diri, Pengaturan Beban Belajar, Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan

Kelulusan, Pendidikan Kecakapan Hidup, dan Pendidikan Berbasis Keunggulan

Lokal dan Global

IV. DAFTAR PUSTAKA

BNSP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenajang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Glatthom A. (1994). Developing A Quality Curriculum. Alexandria: ASCD.

Ibrahim. (2002). Standar Kurikulum Satuan Pendidikan dan Implikasi bagi Pengembangan Kurikulum dan Evaluasi. Mimbar Pendidikan. Jurnal Pendidikan. No.1 Tahun XXI tahun 2002. Bandung. University Press UPI.

Brady, Laurie. (1990). Curriculum Development: Third Edition. London. Prentice Hall. Sydney.

Masriam Bukit. (1994). Peran Wilayah Dalam Pengembangan Kurikulum. Inovasi Kurikulum; Jurnal HIPKIN. Volume 1, Nomor 1, Februari 2004. Bandung.

Oemar Hamalik, 2004, Inovasi Pendidikan, Bandung. YP Permindo.

Permen No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi,

Permen No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

Rogers. M. Everett. (1983). Diffusion of Inovations: Third Edition. London. Collier Macmillan Publishers.

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta. Medya Duta.

31