DK2P1 Sarji

17
Nyeri Kepala Etiologi Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi atau kelainan struktur, yaitu migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala klaster dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun kelainan struktur dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non vaskuler . 1 Penyebab dari nyeri kepala tegang otot ini disebabakan oleh faktor psikis maupun fakor fisik. Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh terhadap stress, kecemasan, depresi maupun konflik emosional. Sedangkan secara fisik, posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan leher dalam jangka waktu lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan nyeri kepala tegang otot ini. Selain itu, posisi tertentu yang menyebabkan kontraksi otot kepala dan leher yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan-

description

Bahan DK Sarji

Transcript of DK2P1 Sarji

Page 1: DK2P1 Sarji

Nyeri Kepala

Etiologi

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah

kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan

penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri

kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi atau kelainan

struktur, yaitu migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala klaster dan nyeri

kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas

terdapat kelainan anatomi maupun kelainan struktur dan bersifat kronis progresif,

antara lain meliputi kelainan non vaskuler . 1

Penyebab dari nyeri kepala tegang otot ini disebabakan oleh faktor psikis maupun

fakor fisik. Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh

terhadap stress, kecemasan, depresi maupun konflik emosional. Sedangkan secara

fisik, posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala

dan leher dalam jangka waktu lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi

tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan nyeri kepala tegang otot ini. Selain

itu, posisi tertentu yang menyebabkan kontraksi otot kepala dan leher yang

dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan peningkatan

fungsi mata dalam jangka waktu lama misalnya membaca dapat pula

menimbulkan nyeri kepala jenis ini.4,5

Patofisiologi

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron

trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus

allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri

kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari

neuron trigeminalsentral .1 lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian

besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut

mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling

Page 2: DK2P1 Sarji

besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP

(substance P), NKA (Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide

(PACAP) nitricoxide (NO) , molekul Prostaglandin E2 (PGEJ2) , bradikinin ,

serotonin (5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP) , mengaktivasi atau

mensensitisasi nosiseptor-nosiseptor. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan

chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine

peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.2

Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam

transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan

peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga

sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar

berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus,

nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi

dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks

somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem

limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan

modulator sefalgi.3

Daftar Pustaka :

1. Milanov I, Bogdanova D. 2003. Trigemino- cervical reflex in patients with

headache. Cephalalgia;23:33-38.

2. Bolay H, Moskowitz MA. 2002. Mechanism of pain modulation in chronic

syndromes. Neurology;59(suppl):S2-S7.

3. Cecchini AP, Sandrini, Fokin IV, Moglia A, Nappi G. 2003.

Trigeminofacial reflexes in primary headaches. Cephalalgia;23(Suppl

1 ):33-41.

4. George, K.O. 2006. Migraine Headache. National Institute of Health.

Page 3: DK2P1 Sarji

5. Horev, A., Wirguin, I., Lantsberg, L., Ifergane, G. A High Incidence of

Migraine with Aura among Morbidly Obese Women. Headache, 45: 936-8

Perdarahan Intraserebral

Definisi

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang

disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan

dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di

jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang

melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar

intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak,

seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral

hemorrhage).1

Manifestasi Klinis

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi

darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada

saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%)

per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran

ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya

perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua

pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan

perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang

jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan

tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi

hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepala sedang muntah didapati

pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak

Page 4: DK2P1 Sarji

menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung

diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke

oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.2

Daftar Pustaka :

1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial

hemorrhage. In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed,

vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.

2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook

of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

Perdarahan Subarachnoid

Definisi

Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang

terjadi di rongga subarakhnoid dimana diagnosa ini

cenderung mempunyai konotasi sebagai sindrom

klinis daripada diagnosa patologi. Perdarahan ini

kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat

pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral

atau malformasi arterio-venosa yang rupture, di

samping juga ada sebab-sebab lainnya. Perdarahan

yang menumpuk dalam ruang subarachnoid dapat

mencetuskan terjadinya stroke, kejang dan komplikasi

lainnya. Insidensi perdarahan subarakhnoid bervariasi

untuk masing-masing Negara ataupun daerah. Di Jepang perdarahan ini

menyebabkan 25 kematian/100.000 populasi/tahun (6,6% dari seluruh kematian

mendadak) sedangkan angka kematiannya di Amerika adalah 16/100.000

populasi, dalam hal ini tampaknya ada faktor-faktor diet, herediter dan keadaan

ekonomi yang berperan dalam patogenesisnya.

Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :

Page 5: DK2P1 Sarji

- Traumatic Subarachnoid Hemorrhages

- Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages

Traumatic subarachnoid dapat juga menyebabkan kerusakan otak yang

diakibatkan oleh karena kecelakaan. Sedangkan spontaneous subaracnoid

hemoragik disebabkan oleh karena ruptur aneurisma atau abnormalitas pembuluh

darah pada otak.

Komplikasi tersering dari perdarahan subarachnoid adalah :

1. Hipertensi

2. Vasospasm

3. Hidrosefalus

Etiologi

Perdarahan pada rongga subarakhnoid paling sering terjadi akibat :

Ruptur aneurisma

Penyebab tersering perdarahan subarakhnoid spontan adalah ruptur

aneurisma salah satu arteri di dasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma.

Aneurisma sakular (“berry”)

Ditemukan pada titik bifurkasio arteri

intrakranial. Arteri ini terbentuk pada lesi pada

dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah

ada, baik akibat kerusakan struktural (biasanya

kongenital) maupun cedera akibat hipertensi.

Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri

komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri

serebri media di fisura sylvii (20%), dinding

lateral arteri karotis interna (pada tempatnya berasalnya arteri oftalmika

atau arteri komunikans posterior (30%)) dan basillar tip (10%). Aneurisma

pada lokasi lain, seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteri

serebri posterior, atau segmen perikalosal arteri serebri anterior, jarang

ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan defisit neurologis dengan

Page 6: DK2P1 Sarji

menekan struktur di sekitarnya bahkan sebelum ruptur. Misalnya

aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus

okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien

mengalami diplopia).

Aneurisma fusiformis.

Pembesaran pembuluh darah yang memanjang

(“berbentuk gelondong”) disebut aneurisma

fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya

melibatkan segmen intrakranial arteri karotis

interna, trunkus utama arteri serebri media, dan

arteri basilaris. Struktur ini biasanya

disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau

hipertensi, dan hanya sedikit yang menjadi

sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris

dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalan aneurisma

fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal,

terutama pada sisi-sisinya dengan akibat stroke embolik atau tersumbatnya

pembuluh darah perforans oleh perluasan trombus secara langsung.

Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf,

karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang,

dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak

memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.

Aneurisma mikotik.

Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-kadang

disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang dimiliki oleh bakteri pada

dinding pembuluh darah. Tidak seperti aneurisma sakular dan fusiformis,

aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil otak. Terapinya

terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya. Aneurisma mikotik kadang-

kadang mengalami regresi spontan, struktural ini jarang menyebabkan

Page 7: DK2P1 Sarji

perdarahan subarakhnoid; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan

subarakhnoid.

Malformasi arteriovenosa

Pembuluh darah anomali yang malformasi, juga kongenital, yang

membesar dan terjadi saat dewasa.

Prognosis dan komplikasi

Perdarahan subarakhnoid biasanya berhenti secara spontan, kemungkinan karena

terbendung oleh peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pasien dengan

aneurisma yang telah berhenti berdarah yang dapat selamat dirujuk di Rumah

Sakit; kematian pra-rumah sakit untuk SAH aneurismal sekitar 35%. Setelah

kejadian akut, pasien menghadapi resiko tiga komplikasi yang berpotensi fatal :

Hidrosefalus

Gangguan sirkulasi dan/atau resorpsi LCS, jika terjadi, timbul sangat cepat

setelah munculnya SAH. Hipertensi intrakranial yang disebabkannya

sering menurunkan kesadaran pasien dan juga dapat menimbulkan defisit

neurologi fokal. Hidrosefalus dapat diterapi secara efektif dengan drainase

ventrikular eksternal. Drainase lumbal jarang digunakan.

Vasospasme

Terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif

yang terkandung di dalam darah subarakhnoid yang mengalami

ekstravasasi. Resiko vasospasme dapat dikurangi dengan pengangkatan

darah subarakhnoid sebanyak mungkin dengan pembedahan, dan dengan

hipertensi yang diinduksi secara terapeutik. Cara ini biasanya cukup untuk

mencegah perkembangan infark vasospastik, komplikasi yang sangat

ditakuti. Vasospasme adalah penghambat serius pada diagnostis dan terapi

efektif perdarahan subarakhnoid aneurismal.

Perdarahan ulang

Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid

awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14 pertama setelah

Page 8: DK2P1 Sarji

SAH awal, dan 50% pada enam bulan pertama, jika aneurisma belum

diobliterasi. Tidak seperti SAH awal, perdarahan ulang sering

menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar, karena ruang

subarakhnoid di sekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adesi yang

disebabkan oleh perdarahan awal. Pada kasus-kasus tersebut, manifestasi

klinis dan perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah seperti yang

dideskripsikan di atas mengenai perdarahan intraserebral spontan.

Epidemiologi

PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO (Gangguan Peredaran Darah

Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60

tahun. Dan jika penyebabnya adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka

insidensnya lebih sering pada laki-laki daripada wanita.

Daftar pustaka :

1. Baehr, M . M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi Duus . Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2010

2. Mumenthaler, M. Heinrich Mattle, MD. Neurology. Thieme . 2004

Hubungan Hipertensi dengan Perdarahan Intraserebral

Hipertensi adalah keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan

darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan

cukup istirahat / tenang . Hipertensi primer terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi tekanan darah berupa faktor genetik yang menimbulkan perubahan

pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis, dan sistem renin

angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan

metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel 1

Page 9: DK2P1 Sarji

Stroke sendiri merupakan gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak

dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlansung lebih

dari 24 jam, atau yang dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak. Termasuk pendarahan subarakhnoid, pendarahan

intraserebral dan infark serebral. Tidak termasuk di sini adalah gangguan

peredaran darah otak sepintas, pendarahan oleh karena adanya tumor atau stroke

sekunder karena trauma.2 Risiko timbulnya serangan stroke ulang pada seseorang

dengan riwayat stroke sebesar 30%. Upaya untuk mencegah terjadinya serangan

ulang stroke perlu mengenal dan mengontrol faktor risiko yang dimiliki . aktor

yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk menderita stroke ulang disebut

faktor risiko stroke ulang. Faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat

diubah (nonmodifiable) gender (jenis kelamin), usia, ras, genetik, dan riwayat

stroke sebelumnya. Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable): hipertensi,

gagal ginjal, merokok, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penggunaan

kontrasepsi oral, konsumsi alkohol, hiperkolesterolemia, homosisteinemia, dan

kelainan koagulasi. Apabila faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) tidak

ditangani dan dikontrol dengan baik, seseorang dengan riwayat stroke akan

memiliki risiko besar terjadinya stroke ulang. Semakin banyak faktor risiko yang

dimiliki, semakin besar kemungkinan terserang stroke ulang

Observasi epidemiologis dan pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa

hipertensi tidak terkontrol dengan baik menjadi predisposisi stroke ulang melalui

tiga cara, yaitu (1) memperburuk aterosklerosis dalam arcus aorta dan arteri –

arteri servikoserebral, (2) menyebabkan ateriosklerosis dan lipohialinosis dalam

diameter kecil dan arteri serebral, (3) menyokong terjadinya penyakit jantung .3

Terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah otak yang semakin banyak akan

memperburuk keadaan endotel pembuluh darah dan mengganggu aliran darah

menuju jaringan otak. Kemudian hal ini akan menyebabkan penurunan darah otak

sehingga timbul hipoksia dan iskemik pada jaringan otak dan akirnya terjadi

kematian sel saraf sehingga timbul gejala klinis defisit neurologis.4

Page 10: DK2P1 Sarji

Faktor risiko hipertensi yang tidak terkontrol pasca serangan stroke yang pertama

dapat menyebabkan pendarahan hebat akibat pecahnya pembuluh darah

intraserebral menyebabkan darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam

jaringan otak sehingga terjadi penekanan pada struktur otak dan pembuluh darah

menyeluruh. Hal ini akan menyebabkan stroke ulang dengan peningkatan angka

kematian, kecacatan dan tingginya biaya pengobatan akibat stroke ulang .

Daftar Pustaka :

1. (Sherwood, 2012).

2. (Noerjanto, 2000).

3. (Friday, 2002).

4. (Junaidi, 2011).

Page 11: DK2P1 Sarji