DK2P1 Sarji
-
Upload
andreastheoyudapratama -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
description
Transcript of DK2P1 Sarji
Nyeri Kepala
Etiologi
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan
penyebabnya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi atau kelainan
struktur, yaitu migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala klaster dan nyeri
kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas
terdapat kelainan anatomi maupun kelainan struktur dan bersifat kronis progresif,
antara lain meliputi kelainan non vaskuler . 1
Penyebab dari nyeri kepala tegang otot ini disebabakan oleh faktor psikis maupun
fakor fisik. Secara psikis, nyeri kepala ini dapat timbul akibat reaksi tubuh
terhadap stress, kecemasan, depresi maupun konflik emosional. Sedangkan secara
fisik, posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala
dan leher dalam jangka waktu lama, tidur yang kurang, kesalahan dalam posisi
tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan nyeri kepala tegang otot ini. Selain
itu, posisi tertentu yang menyebabkan kontraksi otot kepala dan leher yang
dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan peningkatan
fungsi mata dalam jangka waktu lama misalnya membaca dapat pula
menimbulkan nyeri kepala jenis ini.4,5
Patofisiologi
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron
trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus
allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri
kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari
neuron trigeminalsentral .1 lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian
besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut
mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling
besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP
(substance P), NKA (Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide
(PACAP) nitricoxide (NO) , molekul Prostaglandin E2 (PGEJ2) , bradikinin ,
serotonin (5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP) , mengaktivasi atau
mensensitisasi nosiseptor-nosiseptor. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan
chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine
peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.2
Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam
transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan
peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga
sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar
berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus,
nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi
dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks
somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem
limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan
modulator sefalgi.3
Daftar Pustaka :
1. Milanov I, Bogdanova D. 2003. Trigemino- cervical reflex in patients with
headache. Cephalalgia;23:33-38.
2. Bolay H, Moskowitz MA. 2002. Mechanism of pain modulation in chronic
syndromes. Neurology;59(suppl):S2-S7.
3. Cecchini AP, Sandrini, Fokin IV, Moglia A, Nappi G. 2003.
Trigeminofacial reflexes in primary headaches. Cephalalgia;23(Suppl
1 ):33-41.
4. George, K.O. 2006. Migraine Headache. National Institute of Health.
5. Horev, A., Wirguin, I., Lantsberg, L., Ifergane, G. A High Incidence of
Migraine with Aura among Morbidly Obese Women. Headache, 45: 936-8
Perdarahan Intraserebral
Definisi
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan
dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di
jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang
melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar
intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak,
seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral
hemorrhage).1
Manifestasi Klinis
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada
saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%)
per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran
ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya
perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua
pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan
perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang
jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan
tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi
hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepala sedang muntah didapati
pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak
menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung
diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke
oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.2
Daftar Pustaka :
1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial
hemorrhage. In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed,
vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.
2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook
of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Perdarahan Subarachnoid
Definisi
Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang
terjadi di rongga subarakhnoid dimana diagnosa ini
cenderung mempunyai konotasi sebagai sindrom
klinis daripada diagnosa patologi. Perdarahan ini
kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat
pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral
atau malformasi arterio-venosa yang rupture, di
samping juga ada sebab-sebab lainnya. Perdarahan
yang menumpuk dalam ruang subarachnoid dapat
mencetuskan terjadinya stroke, kejang dan komplikasi
lainnya. Insidensi perdarahan subarakhnoid bervariasi
untuk masing-masing Negara ataupun daerah. Di Jepang perdarahan ini
menyebabkan 25 kematian/100.000 populasi/tahun (6,6% dari seluruh kematian
mendadak) sedangkan angka kematiannya di Amerika adalah 16/100.000
populasi, dalam hal ini tampaknya ada faktor-faktor diet, herediter dan keadaan
ekonomi yang berperan dalam patogenesisnya.
Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :
- Traumatic Subarachnoid Hemorrhages
- Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages
Traumatic subarachnoid dapat juga menyebabkan kerusakan otak yang
diakibatkan oleh karena kecelakaan. Sedangkan spontaneous subaracnoid
hemoragik disebabkan oleh karena ruptur aneurisma atau abnormalitas pembuluh
darah pada otak.
Komplikasi tersering dari perdarahan subarachnoid adalah :
1. Hipertensi
2. Vasospasm
3. Hidrosefalus
Etiologi
Perdarahan pada rongga subarakhnoid paling sering terjadi akibat :
Ruptur aneurisma
Penyebab tersering perdarahan subarakhnoid spontan adalah ruptur
aneurisma salah satu arteri di dasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma.
Aneurisma sakular (“berry”)
Ditemukan pada titik bifurkasio arteri
intrakranial. Arteri ini terbentuk pada lesi pada
dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah
ada, baik akibat kerusakan struktural (biasanya
kongenital) maupun cedera akibat hipertensi.
Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding
lateral arteri karotis interna (pada tempatnya berasalnya arteri oftalmika
atau arteri komunikans posterior (30%)) dan basillar tip (10%). Aneurisma
pada lokasi lain, seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteri
serebri posterior, atau segmen perikalosal arteri serebri anterior, jarang
ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan defisit neurologis dengan
menekan struktur di sekitarnya bahkan sebelum ruptur. Misalnya
aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien
mengalami diplopia).
Aneurisma fusiformis.
Pembesaran pembuluh darah yang memanjang
(“berbentuk gelondong”) disebut aneurisma
fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya
melibatkan segmen intrakranial arteri karotis
interna, trunkus utama arteri serebri media, dan
arteri basilaris. Struktur ini biasanya
disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau
hipertensi, dan hanya sedikit yang menjadi
sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris
dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalan aneurisma
fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurismal,
terutama pada sisi-sisinya dengan akibat stroke embolik atau tersumbatnya
pembuluh darah perforans oleh perluasan trombus secara langsung.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf,
karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang,
dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak
memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
Aneurisma mikotik.
Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-kadang
disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang dimiliki oleh bakteri pada
dinding pembuluh darah. Tidak seperti aneurisma sakular dan fusiformis,
aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya. Aneurisma mikotik kadang-
kadang mengalami regresi spontan, struktural ini jarang menyebabkan
perdarahan subarakhnoid; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan
subarakhnoid.
Malformasi arteriovenosa
Pembuluh darah anomali yang malformasi, juga kongenital, yang
membesar dan terjadi saat dewasa.
Prognosis dan komplikasi
Perdarahan subarakhnoid biasanya berhenti secara spontan, kemungkinan karena
terbendung oleh peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pasien dengan
aneurisma yang telah berhenti berdarah yang dapat selamat dirujuk di Rumah
Sakit; kematian pra-rumah sakit untuk SAH aneurismal sekitar 35%. Setelah
kejadian akut, pasien menghadapi resiko tiga komplikasi yang berpotensi fatal :
Hidrosefalus
Gangguan sirkulasi dan/atau resorpsi LCS, jika terjadi, timbul sangat cepat
setelah munculnya SAH. Hipertensi intrakranial yang disebabkannya
sering menurunkan kesadaran pasien dan juga dapat menimbulkan defisit
neurologi fokal. Hidrosefalus dapat diterapi secara efektif dengan drainase
ventrikular eksternal. Drainase lumbal jarang digunakan.
Vasospasme
Terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif
yang terkandung di dalam darah subarakhnoid yang mengalami
ekstravasasi. Resiko vasospasme dapat dikurangi dengan pengangkatan
darah subarakhnoid sebanyak mungkin dengan pembedahan, dan dengan
hipertensi yang diinduksi secara terapeutik. Cara ini biasanya cukup untuk
mencegah perkembangan infark vasospastik, komplikasi yang sangat
ditakuti. Vasospasme adalah penghambat serius pada diagnostis dan terapi
efektif perdarahan subarakhnoid aneurismal.
Perdarahan ulang
Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid
awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14 pertama setelah
SAH awal, dan 50% pada enam bulan pertama, jika aneurisma belum
diobliterasi. Tidak seperti SAH awal, perdarahan ulang sering
menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar, karena ruang
subarakhnoid di sekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adesi yang
disebabkan oleh perdarahan awal. Pada kasus-kasus tersebut, manifestasi
klinis dan perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah seperti yang
dideskripsikan di atas mengenai perdarahan intraserebral spontan.
Epidemiologi
PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO (Gangguan Peredaran Darah
Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60
tahun. Dan jika penyebabnya adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka
insidensnya lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
Daftar pustaka :
1. Baehr, M . M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi Duus . Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010
2. Mumenthaler, M. Heinrich Mattle, MD. Neurology. Thieme . 2004
Hubungan Hipertensi dengan Perdarahan Intraserebral
Hipertensi adalah keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat / tenang . Hipertensi primer terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi tekanan darah berupa faktor genetik yang menimbulkan perubahan
pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis, dan sistem renin
angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan
metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel 1
Stroke sendiri merupakan gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlansung lebih
dari 24 jam, atau yang dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Termasuk pendarahan subarakhnoid, pendarahan
intraserebral dan infark serebral. Tidak termasuk di sini adalah gangguan
peredaran darah otak sepintas, pendarahan oleh karena adanya tumor atau stroke
sekunder karena trauma.2 Risiko timbulnya serangan stroke ulang pada seseorang
dengan riwayat stroke sebesar 30%. Upaya untuk mencegah terjadinya serangan
ulang stroke perlu mengenal dan mengontrol faktor risiko yang dimiliki . aktor
yang memperbesar kemungkinan seseorang untuk menderita stroke ulang disebut
faktor risiko stroke ulang. Faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah (nonmodifiable) gender (jenis kelamin), usia, ras, genetik, dan riwayat
stroke sebelumnya. Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable): hipertensi,
gagal ginjal, merokok, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penggunaan
kontrasepsi oral, konsumsi alkohol, hiperkolesterolemia, homosisteinemia, dan
kelainan koagulasi. Apabila faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) tidak
ditangani dan dikontrol dengan baik, seseorang dengan riwayat stroke akan
memiliki risiko besar terjadinya stroke ulang. Semakin banyak faktor risiko yang
dimiliki, semakin besar kemungkinan terserang stroke ulang
Observasi epidemiologis dan pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa
hipertensi tidak terkontrol dengan baik menjadi predisposisi stroke ulang melalui
tiga cara, yaitu (1) memperburuk aterosklerosis dalam arcus aorta dan arteri –
arteri servikoserebral, (2) menyebabkan ateriosklerosis dan lipohialinosis dalam
diameter kecil dan arteri serebral, (3) menyokong terjadinya penyakit jantung .3
Terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah otak yang semakin banyak akan
memperburuk keadaan endotel pembuluh darah dan mengganggu aliran darah
menuju jaringan otak. Kemudian hal ini akan menyebabkan penurunan darah otak
sehingga timbul hipoksia dan iskemik pada jaringan otak dan akirnya terjadi
kematian sel saraf sehingga timbul gejala klinis defisit neurologis.4
Faktor risiko hipertensi yang tidak terkontrol pasca serangan stroke yang pertama
dapat menyebabkan pendarahan hebat akibat pecahnya pembuluh darah
intraserebral menyebabkan darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam
jaringan otak sehingga terjadi penekanan pada struktur otak dan pembuluh darah
menyeluruh. Hal ini akan menyebabkan stroke ulang dengan peningkatan angka
kematian, kecacatan dan tingginya biaya pengobatan akibat stroke ulang .
Daftar Pustaka :
1. (Sherwood, 2012).
2. (Noerjanto, 2000).
3. (Friday, 2002).
4. (Junaidi, 2011).