DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang...

109
DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Oleh ANNISA FITRIA H14104115 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang...

Page 1: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Oleh

ANNISA FITRIA H14104115

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 2: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

RINGKASAN ANNISA FITRIA. Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS ).

Kawasan perkotaan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan ini antara lain dicerminkan oleh peningkatan pertumbuhan penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan serta besarnya kontribusi sektor-sektor ekonomi yang digerakkan dari kawasan ini terhadap ekonomi nasional. Penduduk perkotaan yang digunakan untuk mengestimasi ukuran perkotaan suatu wilayah di Indonesia terlihat cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian mengenai distribusi ukuarn perkotaan di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji apakah rank-size rule berlaku di Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini adalah kawasan perkotaan pada kota dan kabupaten di Indonesia yang dikelompokan ke dalam 25 provinsi. Pengelompokan dilakukan berdasarkan provinsi yang ada pada tahun awal penelitian dan Provinsi DKI Jakarta yang dimasukkan ke dalam Provinsi Jawa Barat. Provinsi yang baru lahir akibat proses pemekaran wilayah setelah tahun 2000 dimasukkan ke dalam provinsi sebelum pemekaran dilakukan.

Identifikasi rank-size rule di Indonesia dilakukan dengan membandingkan ukuran perkotaan aktual dengan ukuran perkotaan menurut prediksi rank-size rule. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui bahwa rank-size rule selalu memberikan prediksi ukuran perkotaan yang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran perkotaan aktual. Rank-size rule dapat dengan tepat memprediksi ukuran perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting untuk mengidentifikasi dan menganalisis mengapa nilai pareto ini tidak sama dengan satu dan cenderung berbeda pada setiap wilayah, serta faktor apa yang mempengaruhinya?.

Identifikasi distribusi ukuran perkotaan suatu wilayah dilakukan dengan mengestimasi nilai pareto eksponen yang diperoleh dari penerapan rank-size rule dengan menggunakan data penduduk perkotaan pada kota dan kabupaten di Indonesia tahun 1995, 2000 dan 2005. Berdasarkan hasil identifikasi nilai eksponen pareto yang diestimasi dengan regresi OLS dapat diketahui bahwa distribusi ukuran perkotaan di Indonesia semakin terpolarisasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pareto yang terus menurun selama kurun waktu analisis. Secara umum, Pulau Jawa memiliki distribusi yang lebih merata dibandingkan pulau-pulau utama lainnya.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan dengan menggunakan pendekatan efek tetap diperoleh hasil bahwa tingkat penghematan karena urbanisasi dan karena lokalisasi serta peningkatan rasio pengeluaran pemerintah untuk pembangunan terhadap penerimaan totalnya dan jumlah daerah administrasi yang cenderung meningkat mempengaruhi ukuran perkotaan tumbuh terkonsentrasi pada suatu daerah. Ukuran perkotaan di Indonesia cenderung lebih terdistribusi dengan merata pada wilayah yang

Page 3: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja serta tingkat keterbukaan wilayah yang tinggi. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan keterkaitan aktivitas ekonomi antara satu daerah dengan daerah lain antara lain dengan mendorong terciptanya pemisahan sistem manajemen dan sistem produksi. Hal tersebut dapat terealisasi dengan adanya dukungan sistem transportasi yang saling terintegrasi antar daerah.

Page 4: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Oleh ANNISA FITRIA

H14104115

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 5: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Annisa Fitria

Nomor Registrasi Pokok : H14104115

Program studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhinya

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872

Tanggal kelulusan:

Page 6: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2008

Annisa Fitria H14104115

Page 7: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Annisa Fitria dilahirkan di Jakarta, 11 Juli 1986 sebagai

anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan H. Abdul Fatah dan Hj. Srihartati.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD Negeri Guntur 01 Jakarta,

kemudian pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001

pada SMPN 57 Jakarta, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun

2004 di SMUN 3 Jakarta.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih

tinggi dengan harapan agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola

pikir. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dan diterima sebagai

mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam beberapa organisasi seperti

Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

(HIPOTESA) pada kepengurusan tahun 2007.

Page 8: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur segalanya milik Allah SWT dan karena izin

dari-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Distribusi

Ukuran Perkotaan di Indonesia dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya”.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad

Firdaus, Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teoritis maupun

teknis serta menyisihkan waktu untuk penulis selama proses pengerjaan skripsi

ini. Bapak D.S. Priyarsono, Ph.D sebagai dosen penguji dan Ibu Widyastutik, Ms.i

sebagai perwakilan dari Komisi Pendidikan atas saran yang diberikan pada ujian

sidang 9 Juli 2008.

Penulis juga berterima kasih kepada Irma A. atas saran yang diberikan

serta telah bersedia menjadi pembahas dalam Seminar Hasil Penelitian. Angga O.

atas bantuan dalam pengolahan data. A. Niken M., Maharani T.S., Della P.R.,

Dila V., Septi A., Hana A., Henni S., Noorish H., Ebrinda D.G., Fanya T.K.,

Amalia D.S.L., Rizki S.F., Arif R., yang membantu penulis dalam bertukar

pikiran. Teman-teman di Ilmu Ekonomi 41, teman-teman di Ginastri, teman-

teman satu bimbingan, teman-teman di HIPOTESA 2007 khususnya Discussion

and Analysis (DnA) Division, HMI Komisariat FEM, SES-C, dan pihak-pihak lain

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua

penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan. Kakak-kakak penulis, Selvi

A., Shandy Y.N., dan Fahrizal sebagai motivator dan teladan bagi penulis, serta

keluarga besar.

Segala kesalahan yang terjadi pada skripsi ini sepenuhnya merupakan

tanggung jawab penulis. Saran serta kritik yang bertujuan untuk memperbaiki

kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Akhirnya semoga skripsi ini

bermanfaat serta menambah pengetahuan kita.

Page 9: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang ........................................................................................ 1

Perumusan Masalah ................................................................................ 3

Tujuan ..................................................................................................... 5

Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 6

II. TINJAUAN STUDI TERDAHULU

Penelitian Mengenai Pertumbuhan Kota dan Primate City .................... 7

Penelitan Mengenai Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Rank Size Rule ................................................................................ 9

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teori ....................................................................... 11

Definisi Wilayah ..................................................................................... 11

Definisi Kota dan Perkotaan .................................................................... 12

Central Place Theory ............................................................................... 13

Ukuran KotaDistribusi Ukuran Kota ....................................................... 18

Determinan Distribusi Ukuran Perkotaan ................................................ 19

Metode Panel Data ................................................................................... 24

3.2.Kerangka Pemikiran Operasional ................................................... 34

Page 10: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

IV. METODE PENELITIAN

4.1.Jenis dan Sumber Data ................................................................... 37

4.2.Perumusan Model ........................................................................... 37

4.3.Metode Analisis Data ...................................................................... 39

4.4.Evaluasi Model................................................................................ 40

4.5.Definisi Operasional........................................................................ 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia............. 47

5.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Ukuran

Perkotaan ......................................................................................... 52

5.3. Implikasi Kebijakan ....................................................................... 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan .............................................................................................. 70

Saran ........................................................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 72

LAMPIRAN ................................................................................................. 74

Page 11: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penduduk Perkotaan di Indonesia Tahun 1980, 1990, 2000 dan 2005 ............................................................................................ 1

2. Kerangka Identifikasi Autokorelasi ............................................ 43

3. Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia Tahun 1995, 2000 dan 2005 ..................................................................................... 49

4. Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia Menurut Prediksi Rank-Size Rule Tahun 1995, 2000 dan 2005 .............................. 50

5. Hasil Uji Hausman ..................................................................... 60

6. Estimasi Pengaruh Karakteristik Wilayah Terhadap Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Pendekatan Efek Tetap Pembobotan dan White Cross Section Covariance ......................................... 61

7. Nilai Koefisian Intersep Pengaruh Karakteristik Wilayah terhadap Distribusi Ukuran Perkotaan ........................................ 66

Page 12: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kontribusi Sektoral Terhadap PDB Indonesia .................................. 2

2. Distribusi Penduduk Perkotaan pada 5 Pulau Utama di Indonesia Tahun 1995, 2000 dan 2005 ............................................................ 5

3. Perkembangan Pusat Pelayanan .................................................. 14

4. Model Sistem K = 7 .................................................................... 15

5. Distribusi Ukuran Kota dengan Model Central Place ................ 16

6. Grafik Estimasi dengan Pendekatan Pooled Least Square ......... 27

7. Grafik Estimasi dengan Pendekatan Within Group Estimator .... 29

8. Skema Kerangka Pemikiran dan Alur Penelitian ........................ 36

9. Nilai Eksponen Pareto Indonesia Tahun 1995, 2000 dan 2005 .. 51

10. Nilai Rata-rata Eksponen Pareto 5 Pulau Utama Tahun 1995, 2000 dan 2005 ............................................................................................ 52

11. Nilai Eksponen Pareto Menurut Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005 .................................................................................................. 53

12. Tingkat Kepadatan Jalan Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005 ............................................................................................ 54

13. Tingkat Penghematan Urbanisasi Tahun 1995, 2000 dan 2005 .. 55

14. Tingkat Penghematan Lokalisasi Tahun 1995, 2000 dan 2005 .. 56

15. Tingkat Penghematan Spesialisasi Tahun 1995, 2000 dan 2005 56

16. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perkotaan Tahun1995, 2000 dan 2005 ............................................................................................ 57

17. Tingkat Pendapatan per Kapita Tahun 1995, 2000 dan 2005 ..... 58

18. Persentase Pengeluaran Pembangunan terhadap Penerimaan Total Pemerintah Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005 ............................ 58

19. Jumlah Kota/Kabupaten Tahun 1995, 2000 dan 2005 ............... 59

20. Tingkat Keterbukaan Wilayah Tahun 1995, 2000 dan 2005 ......... 59

Page 13: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Grafik Ukuran Perkotaan Aktual dan Ukuran Perkotaan Prediksi Rank-Size RuleTahun 1995, 2000 dan 2005 ................. 75

2. Distribusi Ukuran Perkotaan Aktual Tahun 1995, 2000 dan 2005 ...................................................................................... 77

3. Nilai Eksponen Pareto Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005 ... 90

4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Pengujian Hausman .......................... 91

5. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Pendekatan Fixed Effect, Pembobotan dan White Cross Section Covariance .......................................... 92

6. Uji Kenormalan ........................................................................... 93

Page 14: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan perkotaan terus mengalami perkembangan yang pesat dalam

pertumbuhan populasi penduduknya. Secara kuantitatif, data menunjukkan bahwa

jumlah penduduk perkotaan di Indonesia mengalami pertumbuhan dari sekitar

32.8 juta atau 22.3 persen total penduduk nasional pada tahun 1980, meningkat

menjadi 55.4 juta atau 30.9 persen di tahun 1990, dan 86.6 juta atau 42 persen

pada tahun 2000. Pada tahun 2025 diperkirakan 68.3 persen penduduk Indonesia

akan mendiami kawasan perkotaan1.

Tabel 1. Penduduk Perkotaan di Indonesia Tahun 1980, 1990, 2000 dan 2005 Jumlah penduduk (dalam juta jiwa) Pertumbuhan (dalam persen)

1980 1990 2000 2005 1980-1990 1990-2000 2000-2005

Total 147.0 179.2 206.2 219.2 2.2 1.5 0.6

Perkotaan 32.8 55.4 6.6 105.8 6.9 5.6 2.2

Sumber: Sensus Penduduk (SP) 1980, 1990, 2000 dan Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005

Tabel 1 memperlihatkan selama kurun waktu sepuluh tahun (1980-1990),

angka pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 6.9 persen per tahun. Itu berarti

jauh lebih tinggi daripada angka pertumbuhan penduduk secara nasional, yaitu 2.2

persen per tahun. Demikian juga pada periode 1990-2000, angka pertumbuhan

penduduk perkotaan mencapai 5.6 persen per tahun yang juga melebihi

pertumbuhan penduduk nasional yang hanya sebesar 1.5 persen per tahun.

Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi tersebut disebabkan oleh tiga

faktor yaitu pertambahan jumlah penduduk yang secara alami terjadi melalui

proses kelahiran, migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan dan adanya

1 BPS, BAPPENAS dan UNFPA dalam Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025

Page 15: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

perubahan status kawasan pedesaan menjadi perkotaan. Para ahli kependudukan

memperkirakan bahwa pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan terutama

akibat dari migrasi penduduk ke kawasan ini serta adanya perubahan status

pedesaan menjadi perkotaan.

Besarnya arus migrasi penduduk ke kawasan perkotaan dan perubahan

kawasan pedesaan menjadi perkotaan, tidak terlepas dari bentuk pembangunan

yang memperlihatkan besarnya peranan perkotaan dalam aktivitas ekonomi.

Aktivitas ekonomi yang digerakkan dari kawasan ini merupakan tulang punggung

pembangunan Indonesia dan memberikan kontribusi yang besar dalam

pertumbuhan ekonomi. Hal ini dicerminkan oleh besarnya kontribusi sektor-

sektor sekunder dan sektor tersier, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Gambar 1. Kontribusi Sektoral Terhadap PDB Indonesia2

Gambar 1 memperlihatkan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap

PDB. Jika pada tahun 1960, sektor sekunder hanya memberikan kontribusi

sebesar 15.05 persen maka kemudian pada tahun 2000 kontribusi itu meningkat

hingga hampir setengah dari komposisi PDB.

2 Tahun 1970-2000: www.publication.worldbank.org/wdi dan tahun 2005: BPS

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5

Tahun

Pers

enta

se

PRIMER

SEKUNDER

TERSIER

1970 1980 1990 2000 2005

Page 16: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Sektor sekunder dan tersier merupakan sektor yang memiliki pengaruh

terbesar dalam perekonomian Indonesia. Naik atau turun produktivitas pada kedua

sektor ini memberikan efek yang meluas bagi perekonomian. Seperti yang terjadi

pada tahun 1997. Akibat guncangan yang terjadi pada ekonomi perkotaan

berdampak besar bagi perekonomian Indonesia.

Keberadaan berbagai kegiatan ekonomi baik sekunder maupun tersier serta

fungsi-fungsi pelayanan yang lebih memadai menimbulkan daya tarik bagi

penduduk untuk bermigrasi ke kawasan ini. Pada sisi lain, pengelompokan

kegiatan, fasilitas dan penduduk serta berpusatnya berbagai keputusan yang

menyangkut publik merupakan faktor yang menarik bagi kegiatan ekonomi

(Prabatmodjo, 2000). Hal ini merupakan akibat dari pertimbangan para pelaku

ekonomi, akan pentingnya kedekatan secara spasial untuk menghasilkan efisiensi

yang mempengaruhi penentukan lokasi usaha maupun tempat tinggal.

Perkotaan memiliki nilai strategis dalam perkembangan suatu negara.

Perkotaan tidak hanya berperan sebagai pemusatan penduduk serta berbagai

fungsi sosial, ekonomi, politik dan administrasi, tetapi juga potensial sebagai

instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan pada tingkat nasional dan

regional (Prabatmodjo, 2000). Oleh karena itu, perkembangan perkotaan perlu

dicermati.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam tinjauan teori ekonomi regional, besarnya kota-kota dapat

ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan menurut

jumlah penduduknya atau yang dikenal dengan rank-size rule. Rank size rule

menggambarkan distribusi ukuran perkotaan pada suatu wilayah mengikuti pola

Page 17: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

tertentu yang ditunjukkan oleh suatu nilai pareto (eksponen pareto). Penelitian

yang pernah mengestimasi nilai pareto ini menunjukkan bahwa negara-negara di

kawasan Amerika Utara dan Eropa memiliki nilai pareto yang lebih tinggi

dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lainnya, artinya negara-negara di

Amerika Utara dan Eropa cenderung memiliki distribusi ukuran perkotaan yang

lebih merata dibandingkan kawasan lainnya. Hal ini menimbulkan tanda tanya

yaitu apakah distribusi ukuran perkotaan yang relatif lebih merata berkaitan

dengan karakteristik yang dimiliki kedua kawasan tersebut, mengingat keduanya

relatif memiliki karakteristik yang hampir sama?.

Bagaimana dengan distribusi ukuran perkotaan di Indonesia? Pada kurun

waktu 1995 hingga 2005 tidak mengherankan Pulau Jawa mendominasi populasi

penduduk perkotaan dengan proporsi yang terus meningkat. Gambar 2

memperlihatkan sebanyak lebih dari setengah penduduk perkotaan di Indonesia

berada di Pulau Jawa. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa penduduk

perkotaan di Indonesia semakin terkonsentrasi pada pulau ini.

Hasil SUPAS 1995 memberikan gambaran mengenai pertumbuhan

penduduk perkotaan yang semakin terkonsentrasi tidak hanya terjadi antar pulau,

tapi juga semakin terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sebagian besar penduduk

yang pindah selama lima tahun terakhir ke kota-kota besar berasal dari kawasan

perkotaan, sedangkan sisanya berasal dari pedesaan3. Sebagai contoh, migran

yang masuk ke DKI Jakarta selama periode 1990-1995, 61.7 persen berasal dari

perkotaan. Pola yang sama juga terlihat di Kota Medan, Bandung, dan Surabaya,

3 S.G Made Mamas (2000): Proyeksi Penduduk Kota Kota di Indonesia Periode 1995 - 2005

Page 18: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dimana migran masuk yang berasal dari perkotaan masing-masing 70.9 persen,

62. 4 persen, dan 53.2 persen.

Perkembangan perkotaan yang seperti ini mengindikasi pertumbuhan yang

tidak paralel, dimana kota-kota besar cenderung untuk tumbuh lebih cepat dari

kota-kota di bawahnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran munculnya

eksternalitas negatif pada pertumbuhan perkotaan di Indonesia, yang pada

awalnya diharapkan mampu mendorong efisiensi dalam perekonomian regional

justru berjalan kearah yang sebaliknya. Pada tahap lanjut, dekonsentralisasi

menjadi lebih efisien karena dua hal (Henderson, 2000). Pertama, perekonomian

telah mampu memperluas jangkauan infrastruktur dan sumberdaya pengetahuan

sampai ke daerah pinggiran. Kedua, daerah dengan konsentrasi diawal yang tinggi

berubah menjadi biaya tinggi dan lokasi-lokasi yang dipenuhi dengan kemacetan

sehingga menimbulkan disefisiensi bagi produsen dan konsumen.

1.3 Tujuan

Penduduk perkotaan yang digunakan untuk mengestimasi ukuran

perkotaan suatu wilayah di Indonesia terlihat cenderung terkonsentrasi pada

68.1

17.25 5.2 4.6

68.5

16.94.6 4.8 5.3

68.7

16.14.9 4.9 5.5

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5

Pulau Utama

Per

sen

tase Series1

Series2

Series3

Jawa Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya

1995

2000

2005

Sumber: SP 2000 dan SUPAS 1995 dan 2005 Gambar 2. Distribusi Penduduk Perkotaan pada 5 Pulau Utama di Indonesia Tahun

1995, 2000 dan 2005 (dalam persentase)

daerah tertentu. Berdasarkan permasalahan tersebut tujuan yang ingin dicapai

Page 19: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dalam penelitian ini adalah:

1. Mengkaji apakah rank-size rule berlaku di Indonesia.

2. Mengidentifikasi distribusi ukuran perkotaan di Indonesia.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi ukuran

perkotaan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan memahami distribusi ukuran perkotaan di Indonesia diharapkan

hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para

pembuat kebijakan untuk mengatur dan mengelola tingkat pertumbuhan perkotaan

dan distribusinya, sehingga dapat mengurangi dampak negatifnya terhadap

pertumbuhan ekonomi wilayah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan data 25 provinsi di Indonesia tahun 1995,

2000 dan 2005. Jumlah unit cross section yang digunakan dalam penelitian ini

mengikuti jumlah provinsi yang ada pada tahun awal penelitian (1995) dikurangi

Timor-Timor serta Provinsi DKI Jakarta yang dimasukkan ke dalam Provinsi

Jawa Barat. Provinsi yang baru lahir akibat proses pemekaran wilayah setelah

tahun 2000 dimasukkan ke dalam provinsi sebelum pemekaran dilakukan.

Page 20: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

II. TINJAUAN STUDI TERDAHULU

2.1 Penelitan Mengenai Pertumbuhan Kota dan Primate City

Penelitian mengenai distribusi ukuran perkotaan tidak dapat terlepas dari

penelitian mengenai pertumbuhan kota dan primate city. Junius (1999) dalam

”Primacy and Economic Development: Bell Shaped or Parallel Growth of Cities”

mengidentifikasi pola pertumbuhan kota, apakah membentuk primasi

(terkonsentrasi) ataukah tumbuh secara paralel. Junius (1999) menggunakan data

penduduk perkotaan pada 70 negara.

Rasio primasi diestimasi dengan membagi populasi kota terbesar terhadap

total populasi perkotaan. Berdasarkan hubungan antara tingkat primasi dan

pembangunan ekonomi yang diperoleh dari kurva bell shaped, Junius (1999)

menyimpulkan bahwa indeks primasi pada suatu negara berhubungan erat dengan

faktor sejarah. Negara yang sudah lama merdeka cenderung memiliki konsentrasi

perkotaan yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang baru

merdeka. Kondisi sistem transportasi yang ada juga turut mempengaruhi

konsentrasi perkotaan, sedangkan keterbukaan ekonomi dan kebebasan politik

memberikan pengaruh yang kurang signifikan.

Menggunakan metode GMM, Henderson (2000) dalam ”The Effect of

Urban Concentration in Economic Growth” mengidentifikasi determinan dari

konsentrasi perkotaan dengan menggunakan data 80 negara-negara di dunia tahun

1960 hingga 1995 (interval 5 tahun). Henderson (2000) menjelaskan bahwa

konsentarasi perkotaan pada suatu wilayah meningkat seiring dengan kenaikan

pendapatan. Ketika pendapatan meningkat, kemudian terjadi peningkatan

Page 21: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

kepadatan jalan menyebabkan berkurangnya tingkat primasi secara

signifikan. Faktor perdagangan internasional dan tingkat desentralisasi politik

menyebabkan berkurangnya konsentrasi penduduk perkotaan di wilayah tertentu.

Prabatmodjo (2000) mengidentifikasi perkembangan urbanisasi di

Indonesia dengan menggunakan data tahun 1971 dan 1980. Dalam tulisannya

yang berjudul “Perkotaan Indonesia pada Abad ke-21: Menuju Urbanisasi

Menyebar?” menyatakan secara umum kota-kota besar memiliki kontribusi tinggi

dalam pertambahan penduduk perkotaan.

Distribusi perkotaan di Indonesia relatif seimbang dengan tingkat primasi

yang relatif rendah. Bentuk kepulauan, yang menghasilkan rintangan ruang yang

signifikan, lebih memungkinkan berkembangnya kota-kota di luar Jawa serta

menghindarkan tingkat primasi yang berlebihan. Meskipun demikian, Jawa

memiliki lebih banyak kota dengan penduduk diatas sepuluh ribu jiwa

dibandingkan dengan pulau lain. Indonesia secara umum telah masuk pada tahap

advanced primate city yaitu kota-kota metropolitan sudah mulai jenuh karena

keterbatasan ruang. Di lain pihak, kota-kota menegah mulai meningkat perannya

sebagai konsentrasi penduduk.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kota

di Indonesia pernah dilakukan oleh Mulatip dan Brodjonegoro (2002), dengan

menggunakan data tahun 1990 yang mencakup 56 kota. Penelitiannya yang

berjudul “Determinan Pertumbuhan Kota”, pertumbuhan kota diestimasi dengan

pertumbuhan jumlah angkatan kerja dan pertumbuhan jumlah penduduk. Dengan

menggunkan analisi regresi, Mulatip dan Brodjonegoro (2002) menyimpulkan

bahwa kepadatan penduduk, spesialisasi ekonomi mempengaruhi pertumbuhan

Page 22: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

kota secara negatif. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kota secara positif

ditunjukkan oleh tingkat penghematan karena urbanisasi, tingkat penghematan

karena lokalisasi dan tingkat pendidikan penduduk.

2.2. Penelitan Mengenai Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Rank Size Rule

Duranton (2002) menyatakan dalam “City Size Distribution As a

Consequence of Growth Process” bahwa ukuran distribusi penduduk di banyak

negara mengikuti suatu pola yang umum. Beberapa teori mengenai distribusi

ukuran kota memungkinkan menghitung pola tersebut dengan menggunakan

mekanisme ekonomi seperti adanya penghematan karena agglomerasi dan biaya

kepadatan. Duranton (2002) menyimpulkan bahwa inovasi merupakan mesin

penggerak dibalik tumbuh atau tidaknya kota. Kota tumbuh atau tidak sejalan

dengan berhasil atau gagalnya industri-industri yang ada di dalamnya dalam

melakukan inovasi.

Crampton (2005) menggunakan data 14 negara di Eropa mengestimasi

tingkat primasi dan distribusi ukuran perkotaan dengan penerapan rank-size rule.

Dalam penelitiannya yang berjudul ”The Rank Size Rule in Europe”, Crampton

(2005) menyimpulkan bahwa negara yang memiliki pemerintahan relatif keras

(strong) dan memiliki sejarah regional city-state memiliki pola distribusi ukuran

perkotaan yang anti-primate.

Penelitian mengenai rank-size rule masih sangat terbatas. Penelitian yang

dilakukan Rossen dan Resnick (1980) yang berjudul “The Size Distribution of

Cities: An Examination of Pareto Law and Primacy” merupakan penelitian yang

cukup penting. Rossen dan Resnick (1980) mengidentifikasi distribusi ukuran

Page 23: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

kota pada 44 negara di dunia dengan menggunakan data tahun 1970. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa nilai eksponen pareto berkisar antara 0.88

hingga 1.96. Hasil ini membuktikan bahwa secara empiris ukuran kota selalu lebih

besar ataupun lebih kecil dari ukuran kota yang diprediksi rank-size rule.

Soo (2002) memperbarui penelitian Rossen dan Resnick (1980) dengan

menambah jumlah negara yang diteliti menjadi 73 negara (salah satunya

Indonesia). Dalam penelitiannya yang berjudul ”Zipf’s Law for Cities: A Cross

Country Investigation” menggunakan dua definisi kota yaitu menggunakan

pendekatan kota menurut definisi administratif dan kota menurut konsep

agglomerasi. Distribusi ukuran kota pada suatu negara dapat diestimasi dengan

sebuah nilai eksponen pareto yang diperoleh dari rumusan rank-size rule. Nilai ini

diestimasi dengan dua pendekatan yaitu regresi OLS dan Hill Estimator. Soo

(2002) juga meneliti faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan dalam nilai

pareto ini antar negara.

Hasil estimasi nilai pareto terbesar dipegang oleh Kuwait yaitu sebesar

1.719. Nilai pareto ini berasosiasi dengan banyaknya kota-kota kecil dan tidak

adanya kota primasi di Kuwait. Hasil investigasi terhadap 6 benua utama

menghasilkan bahwa secara rata-rata, negara-negara di Kawasan Eropa, Amerika

Utara dan Oceania memiliki nilai pareto diatas 1.2, sedangkan negara-negara di

Asia, Afrika dan Amerika Latin memiliki rata-rata nilai pareto dibawah 1.1.

Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi ukuran kota

yang dilakukan Soo (2002) menunjukkan bahwa faktor ekonomi politik seperti

kebebasan sipil, pengeluaran pemerintah, keterlibatan pada perang dunia dan usia

Page 24: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

negara tersebut merdeka, lebih baik dalam menjelaskan perbedaan dalam nilai

pareto dibandingkan dengan faktor ekonomi geografi seperti derajat skala

ekonomi, biaya transportasi, nilai tambah produk non pertanian dan perdagangan

internasional.

Page 25: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Definisi Wilayah

Teori ekonomi regional memberikan tekanan akan pentingnya

memasukkan dimensi lokasi dalam menganalisis masalah-masalah ekonomi.

Dalam menerangkan unsur lokasi tersebut, teori ekonomi regional memakai

konsep region (wilayah). Konsep wilayah mempunyai tiga macam pengertian,

yaitu (Adisasmita, 2005):

1. Konsep Homogenitas

Wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa

wilayah-wilayah geografis dapat dikaitkan bersama-sama sehingga dapat

dipandang sebagai sebuah wilayah tunggal. Ciri atau karakteristik tersebut

dapat bersifat ekonomi, geografis, dan dapat bersifat sosial atau politis.

Misalnya konsep homogenitas berdasarkan kesamaan pendapatan per kapita,

kesamaan kepribadian masyarakat yang khas, kesamaan topografi wilayah,

ataupun kesamaan sejarah, budaya dan sebagainya.

2. Konsep Nodalitas

Wilayah dibedakan atas perbedaan struktur tata ruang dimana terdapat

hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional. Keadaan ini dapat

dibuktikan dengan mobilitas penduduk, arus produksi dan arus barang,

pelayanan ataupun arus komunikasi dan transportasi. Hubungan saling

keterkaitan ini terlihat pada hubungan antara pusat dengan wilayah

belakangnya (inti dengan hinterland).

Page 26: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

3. Konsep Administrasi atau Wilayah Program

Pengelompokan yang dilakukan berdasarkan kepentingan administrasi

pemerintahan, dimana batas-batas daerah ditentukan oleh struktur administrasi

pemerintahan tertentu. Wilayah perencanaan merupakan suatu wilayah

pengembangan, dimana program-program pembangunan dilaksanakan.

Penelitian ini menggunakan definisi wilayah menurut konsep administrasi.

Hal ini berkaitan dengan ketersediaan data yang dikumpulkan berdasarkan

wilayah administrasi.

3.1.2. Definisi Kota dan Perkotaan

Pendefinisian tentang kota tidak selalu tepat dan tergantung pada

pendekatannya. Pendekatan dari segi ekonomi melihat kota sebagai pusat

pertemuan lalu lintas ekonomi, perdagangan, kegiatan industri serta tempat

perputaran uang yang bergerak dengan cepat dan dalam volume yang banyak

(Marbun, 1994). Dalam konteks administrasi pemerintahan di Indonesia, kota

adalah pembagian wilayah administratif setelah provinsi. Selain kota, pembagian

wilayah administratif setelah provinsi adalah kabupaten.

Berbeda dengan definisi kota secara administratif, definisi perkotaan

menurut BPS yaitu wilayah yang memiliki kepadatan penduduk mencapai 5 ribu

jiwa atau lebih per kilometer persegi, jumlah rumah tangga dengan pola usaha

pertanian maksimum 25 persen dan menunjukkan adanya delapan atau lebih jenis

fasilitas perkotaan, seperti sekolah, pasar, rumah sakit, jalan aspal dan listrik. Baik

kabupaten maupun kota (dalam pengertian administrasi) memiliki wilayah

perkotaan. Adanya keunggulan komparatif, skala ekonomi dalam produksi dan

Page 27: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

agglomerasi ekonomi pada suatu wilayah, membentuk suatu tekanan pasar

sehingga terbentuk wilayah dengan ciri-ciri perkotaan (Sullivan, 2000).

Dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan

bahwa kawasan perkotaan dapat dibedakan atas empat hal, yaitu:

(a) Kawasan perkotaan yang berstatus administratif kota.

(b) Kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari daerah kabupaten.

(c) Kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang

mengubah kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan.

(d) Kawasan perkotaan yang menjadi bagian dari 2 atau lebih daerah yang

berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.

3.1.3. Central Place Theory

Walter Christaller memperkenalkan sebuah teori yang dikenal sebagai

Central Place Theory. Teori ini menjelaskan mengenai bagaimana susunan dari

besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya dalam satu wilayah (Priyarsono,

Sahara dan Firdaus, 2007).

Teori central place memiliki tiga konsep fundamental yaitu konsep

ambang batas (threshold), lingkup (range) dan hierarki (Richardson dalam

Adisasmita, 2005).

1. Ambang Batas (Threshold)

Suatu pusat memiliki ambang batas tertentu dalam memberikan pelayanan.

Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang

lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Tidak

mudah untuk mengukur ambang batas. Untuk mengukur ambang batas

digunakan jumlah orang yang membutuhkannya.

Page 28: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

2. Lingkup (range)

Keberadaan ambang batas suatu pusat menimbulkan jangkauan pelayanan.

Lingkup (range) digambarkan sebagai area (luas jangkauan area yang

dilayani) dari kepusatan suatu pusat. Jangkauan ini dapat juga

dianalogikan sebagai asal konsumen yang diukur dari jarak tempat tinggal

pembeli menuju ke pusat pelayanan tempat konsumen membeli barangnya.

Jangkauan pelayanan dipengaruhi oleh harga barang, biaya transportasi,

tingkat kebutuhan terhadap barang yang akan dibeli, selera konsumen, dan

kesempatan memilih.

3. Hierarki

Hasil penelitian Christaller menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan

penduduk membentuk hierarki pelayanan, dengan sebuah pusat utama

yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan dengan skala yang lebih

rendah.

Hubungan antara ambang batas, lingkup dan hierarki dapat dijelaskan

dalam suatu sistem geometri dimana angka tiga yang diterapkan secara arbiter

memiliki peran yang sangat berarti, sehingga disebut sistem k=3 dari Christaller

(Priyarsono, et.al., 2007).

Sumber: Hoover dan Giarratani, 2002 Gambar 3. Perkembangan Pusat Pelayanan

A B C

Page 29: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Mula-mula terbetuk area perdagangan yang berbentuk lingkaran-lingkaran.

Setiap lingkaran memiliki pusat dan menggambarkan ambang batas masing-

masing dengan jangkauan yang tidak tumpang tindih serta terdapat area yang

tidak terlayani (Bagian A Gambar 3). Kemudian muncul adanya kompetisi yang

mengakibatkan perebutan jangkauan pelayanan. Hal tersebut mengakibatkan

adanya penciutan jangkauan sebagaimana yang tercipta sebelumnya (Bagian B

Gambar 3). Dengan tumpang tindihnya area perdagangan mengakibatkan

jangkauan pelayanan yang semula berupa lingkaran mengalami penyesuaian

sehingga berbentuk heksagonal (Bagian C Gambar 3).

Sumber: Priyarsono, et al., 2007 Christaller melihat sistem k=3 menjadi tidak realistik dan berinovasi

menggunakan K=7, dimana pusat dari beberapa wilayah yang lebih rendah berada

di dalam heksagonal dari pusat yang lebih tinggi (Gambar 4). Ia kemudian

mengaitkan teorinya ini dengan susunan orde perkotaan. Kota yang dapat

memberikan pelayanan yang besar dan beragam dinyatakan sebagai kota orde I,

sedangkan makin rendah pelayanan yang tersedia maka orde kotanya juga

semakin rendah (Priyarsono, et.al., 2007).

Gambar 4. Model Sistem K = 7

Page 30: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Central Place Theory mengidentifikasi pengaruh kekuatan pasar terhadap

terbantuknya hierarki sistem perkotaan. Hal ini menjelaskan mengapa ada kota

yang lebih besar dari yang lain (Sullivan, 2000).

Gambar 5, menunjukkan ukuran distribusi kota-kota dalam suatu wilayah.

Garis tegak lurus menunjukkan populasi kota (populasi) dan garis mendatar

menunjukkan peringkat (rank) kota. Kota terbesar (orde I) memiliki populasi

20.000 jiwa, kota orde II memiliki populasi 10.000 jiwa, kota orde III memiliki

populasi 5000 jiwa. Secara total, wilayah ini terdapat 11 kota dengan rincian

terdapat sebuah kota berpopulasi 20.000 jiwa, dua buah kota berpopulasi 10.000

jiwa dan 8 kota berpopulasi 5.000 jiwa. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa distribusi ukuran kota dalam suatu wilayah menunjukkan

semakin tinggi orde suatu kota maka jumlahnya akan semakin sedikit.

Penelitian Chritaller diawali dengan menetapkan beberapa asumsi, yakni:

1. Daerah yang akan menjadi wilayah penelitian merupakan wilayah yang

homogen, datar, dan penduduk dapat mencapai semua arah tanpa

hambatan.

0

5000

10000

15000

20000

25000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Rank

Siz

e

Sumber: Sullivan (2000) Gambar 5. Distribusi Ukuran Kota dengan Model Central Place

Page 31: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

2. Pelanggan bertindak rasional serta memiliki daya beli yang sama dan

tersebar secara merata pada seluruh daerah. Mereka hanya akan membeli

barang dari pusat yang terdekat dari tempat tinggalnya (prinsip minimisasi

biaya).

Beberapa ahli telah menyampaikan kritik terhadap Teori Central Place ini,

antara lain penggunaan asumsi bahwa keadaan penduduk adalah homogen,

termasuk tindakan yang mengabaikan kebutuhan individu. Walaupun terdapat

kelemahan-kelemahan pada teori ini, namun teori Central Place tetap

memberikan sumbangan yang berarti untuk memahami pola dan keteraturan

keruangan serta hirarki pusat pelayanan.

3.1.4. Ukuran Kota

Pada dunia nyata, model hierarki sistem perkotaan dalam teori central

place dirumuskan dalam bentuk rank-size rule, dimana ukuran besarnya kota-kota

dapat ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan menurut

jumlah penduduknya (Adisasmita, 2005). Rumusan ini pertama kali diperkenalkan

oleh Auerbach pada tahun 1913 (Gabaix dan Ionnides, 2003). Rank-size rule

menggambarkan hubungan antara ukuran populasi kota dan peringkatnya dengan

bentuk yaitu:

Rank x Size = Constant

atau

dimana rank adalah peringkat kota ke-n, size adalah ukuran kota ke-n dan

constant adalah ukuran kota terbesar. Misalkan, populasi penduduk di kota

terbesar adalah 16 juta maka rank-size rule menduga bahwa populasi penduduk di

(3.1.4.2)

Constant Size

Rank =

(3.1.4.1)

Page 32: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

kota terbesar kedua adalah setengah dari populasi penduduk di kota terbesar

pertama, dan populasi penduduk di kota terbesar ke-n adalah seper-n kali dari

populasi penduduk di kota besar pertama. Penelitian secara empiris

menyimpulkan bahwa ukuran kota-kota secara nyata selalu lebih besar ataupun

lebih kecil dari prediksi rank-size rule.

3.1.5. Distribusi Ukuran Kota

Rank-size rule dapat dengan tepat memprediksi ukuran kota-kota, jika

pangkat dari size sama dengan 1. Pada perkembangan secara empiris, nilai ini

bervariasi di setiap wilayah, sehingga rumus ini menjadi:

Rank =

dimana nilai α atau yang dikenal sebagai eksponen pareto, menunjukkan distribusi

ukuran kota suatu wilayah. Persamaan tersebut dapat ditransformasi ke dalam

bentuk persamaan log menjadi:

log Rank = log Constant – α log Size

Jika nilai α semakin mendekati tak hingga, maka semua kota pada wilayah

tersebut memiliki ukuran yang sama. Persamaan diatas lebih dikenal sebagai

Zipf’s Law.

Perkembangan penelitian mengenai distribusi ukuran kota dengan

penerapan rank-size rule seringkali menggunakan populasi penduduk pada

kawasan perkotaan, seperti pada Junius (1999), Duranton (2000), Crampton

(2005). Dalam tinjauan ekonomi perkotaan, jumlah penduduk pada kawasan

perkotaan menggambarkan ukuran perkotaan (Sullivan, 2000). Distribusi ukuran

perkotaan menggambarkan bagaimana penduduk perkotaan tersebar pada suatu

wilayah sehingga membentuk peringkat tertentu.

(3.1.5.1)

Constant Size

α

(3.1.5.2)

Page 33: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

3.1.6. Determinan Distribusi Ukuran Perkotaan

Pada awalnya semua wilayah memiliki tingkat pembangunan yang sama,

namun masing-masing berbeda dalam karakteristik dasarnya. Tiap-tiap wilayah

memiliki kekuatan yang berbeda dalam mendukung tiap bagian dalam

wilayahnya, menyebabkan terbentuklah suatu sistem kota kewilayahan (regional

system of cities) (Sulivan, 2000). Kota yang satu dikatakan lebih besar dari yang

lain yaitu apabila ia dapat menyediakan lebih banyak barang dan jasa yang tidak

hanya dapat memenuhi kebutuhan internal tapi juga dapat melayani wilayah di

sekitarnya.

Perkembangan kota merupakan bagian integral dari perkembangan suatu

wilayah ekonomi yang lebih besar (Sullivan, 2000), maka distribusi ukuran

perkotaan merupakan akibat dari suatu proses pertumbuhan (Duranton, 2002).

Berdasarkan hal tersebut maka distribusi ukuran perkotaan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:

1. Congestion Effect

Analisis pengaruh kepadatan terhadap distribusi ukuran perkotaan sangat

terkait dengan sistem transportasi yang ada (Soo, 2002). Untuk mencapai suatu

lokasi tertentu, seorang agen ekonomi harus mengeluarkan biaya perjalanan yang

bukan hanya biaya dalam satuan moneter tapi juga biaya akibat lamanya

perjalanan. Jika diasumsikan biaya per satuan jarak adalah sama, maka perbedaan

biaya transportasi antara wilayah satu dengan yang lain dipengaruhi oleh biaya

akibat lamanya perjalanan.

Untuk mengestimasi pengaruh kondisi trasportasi terhadap distribusi

ukuran perkotaan yaitu dengan menggunakan tingkat kepadatan jalan.

Page 34: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Kepadatan Jalan =

Ketika tersedia sistem transportasi yang memadai, maka biaya perjalanan

dapat lebih rendah, hal tersebut menyebabkan penduduk akan lebih tersebar.

Peningkatan kepadatan jalan berpengaruh positif terhadap distribusi ukuran

perkotaan.

2. Efek Penghematan Agglomerasi

Penghematan agglomerasi merupakan eksternalitas secara geografi dalam

aktivitas perekonomian. Semakin besar aktivitas perekonomian di suatu lokasi

tertentu akan membuat industri atau tenaga kerja akan berpindah ke lokasi

tersebut. Agglomerasi menyebabkan pertumbuhan pada suatu wilayah

terkonsentrasi pada suatu daerah. Agglomerasi secara umum dikelompokkan

menjadi dua, yaitu penghematan karena lokalisasi dan urbanisasi (Sullivan, 2000).

Bradley dan Gans (1998) menambah jenis agglomerasi dengan penghematan

karena spesialisasi.

2.1. Penghematan Urbanisasi

Agglomerasi ini ditandai dengan pengelompokkan berbagai macam

industri pada lokasi yang sama. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya

pemusatan tenaga kerja yang mempunyai keahlian beragam dan dengan demikian

akan mudah terjadinya pelimpahan pengetahuan. Selain itu, industri juga dapat

memanfaatkan skala ekonomi dalam pengadaan barang dan jasa yang digunakan

sebagai input antara.

Efek urbanisasi ekonomi terhadap distribusi ukuran perkotaan diestimasi

dengan indeks primasi, yaitu kekuatan daya tarik kota terbesar pada suatu wilayah

terhadap daerah-daerah di sekitarnya. Semakin tinggi nilai indeks primasi maka

Panjang Jalan Luas Wilayah (3.1.6.1)

Page 35: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

wilayah tersebut memiliki persebaran penduduk yang cenderung berkumpul pada

suatu daerah tertentu, sehingga peningkatan tingkat primasi pada suatu wilayah

berpengaruh negatif terhadap distribusi ukuran perkotaan.

2.2 Penghematan Lokalisasi

Penghematan lokalisasi merupakan penghematan yang muncul akibat

pengelompokan berbagai perusahaan dalam industri yang sama di satu lokasi.

Dengan berada di satu lokasi maka produktivitas dapat meningkat melalui

tersedianya input antara sehingga terjadi skala ekonomi dalam produksi (scale

economies in production), kesesuaian pasar tenaga kerja (labor market pooling)

dan terjadinya aliran pengetahuan antar perusahaan yang akhirnya dapat

mendorong terjadinya pengembangan inovasi (knowledge spillovers). Semakin

tinggi tingkat lokalisasi pada suatu wilayah maka wilayah tersebut akan

cenderung tumbuh dengan konsentrasi pada daerah tertentu, sehingga tingkat

lokalisasi yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap distribusi ukuran

perkotaan.

2.3. Penghematan Spesialisasi

Spesialisasi ini berhubungan dengan komposisi sektoral dalam

perekonomian. Spesialisasi berhubungan dengan suatu tingkat dimana suatu

wilayah terkonsentrasi pada sektor produksi tertentu. Adanya spesialisasi kegiatan

produksi meningkatkan produktivitas input tenaga kerja. Hal ini dipengaruhi oleh

peningkatan keterampilan tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaan dilakukan

secara berulang.

Page 36: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Spesialisasi ini juga menyebabkan tenaga kerja membutuhkan waktu yang

relatif lebih singkat untuk berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya (Sullivan,

2000). Semakin tinggi tingkat spesialisasi maka wilayah tersebut akan cenderung

untuk tumbuh terkonsentrasi pada daerah tertentu, dan sebaliknya sehingga

peningkatan tingkat spesialisasi pada suatu wilayah berpengaruh negatif terhadap

distribusi ukuran perkotaan.

3. Kondisi Sumber Daya Manusia

Kondisi para agen ekonomi (SDM) pada suatu wilayah turut

mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan, karena mereka adalah pembuat

keputusan lokasi aktivitasnya dilakukan. Dalam menentukan lokasi tempat

tinggalnya, sebuah rumah tangga menghadapi dua kondisi yaitu memilih sesuai

selera dengan terkendala biaya. Bagi perusahaan, dalam menentukan lokasi

usahanya memiliki pertimbangan tertentu dengan tujuan memaksimalkan

keuntungan dengan sumber daya yang tersedia.

Untuk mengestimasi pengaruh kondisi SDM pada suatu wilayah terhadap

distribusi ukuran perkotaan menggunakan pendekatan pendapatan per kapita (Soo,

2002) dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang memungkinkan adanya inisiatif-

inisiatif usaha baru (Duranton, 2002). Tingkat pendapatan per kapita dihitung

dengan rasio PDRB total terhadap jumlah penduduk. Sedangkan tingkat

partisipasi angkatan kerja dihitung dengan persentase angkatan kerja terhadap

penduduk usia kerja. Dengan pendapatan yang tinggi, rumah tangga dapat

menentukan lokasi tempat tinggal menurut selera. Hal ini menyebabkan

pendapatan berpengaruh positif terhadap distribusi ukuran perkotaan. Dengan

jumlah sumber daya manusia yang melimpah, perusahaan dapat melakukan

Page 37: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

ekspansi usaha ke setiap daerah, sehingga dengan tingkat partisipasi angkatan

kerja yang besar akan berpengaruh positif terhadap distribusi ukuran perkotaan.

4. Peran Pemerintah

Peran pemerintah terhadap pertumbuhan berhubungan dengan efisiensi

pemerintah dalam menyediakan fasilitas publik. Untuk dapat menyediakan barang

publik, pemerintah memerlukan biaya yang diperoleh dari pendapatan. Semakin

besar pendapatan yang diperoleh pemerintah berkorelasi dengan semakin

besarnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan fasilitas publik. Hal ini

berdampak positif terhadap distribusi ukuran perkotaan.

Di Indonesia, sejak masa desentralisasi telah melahirkan daerah

administrasi baru melalui prosedur pemekaran wilayah. Untuk mengestimasi

situasi ini yaitu dengan menggunakan jumlah pembagian daerah administrasi

kota/kabupaten dalam suatu provinsi. Semakin banyak pembagian daerah

administrasi diharapkan dapat mendorong wilayah untuk tumbuh secara lebih

merata. Hal ini mungkin terjadi karena penambahan daerah administrasi juga

menghasilkan pusat pelayanan baru. Munculnya daerah administrasi yang baru

menyebabkan cakupan pengawasan pemerintahan kota/kabupaten menjadi lebih

sempit, sehingga pembangunan dapat lebih terarah. Peningkatan jumlah daerah

administrasi kota/kabupaten berpengaruh positif terhadap distribusi ukuran

perkotaan.

5. Keterbukaan Wilayah

Dalam konsep regional menurut kesatuan ekonomi secara nasional mudah

mengasumsikan suatu perekonomian tertutup, namun menjadi hampir mustahil

menerapkan konsep region menurut provinsi jika mengasumsikan adanya

Page 38: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

peekonomian tertutup. Implikasinya yaitu analisa ekonomi regional harus

mengantisipasi keluar masuknya barang/jasa antar wilayah. Untuk mengestimasi

tingkat keterbukaan wilayah yaitu dengan menjumlahkan nilai ekspor dan impor

dan membaginya dengan PDRB

Efek keterbukaan wilayah terhadap distribusi ukuran perkotaan adalah

positif (Soo, 2002). Hal ini mungkin terjadi jika dengan wilayah yang relatif

terbuka dalam aktivitas ekonominya akan memacu masing-masing daerah untuk

tumbuh.

3.1.7. Metode Panel Data

Kelemahan penggunaan pendekatan cross section yaitu membutuhkan

penyokong dari pendekatan time series. Sebagai contoh, analisis mengenai

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang ditinjau melalui pertumbuhan PDRB,

tingkat investasi dan tingkat konsumsi. Jika hanya menggunakan data cross

section, yang diamati hanya pada suatu saat, maka tingkat pertumbuhan wilayah-

wilayah tersebut antar waktu tidak dapat dilihat. Di lain sisi, penggunaan time

series juga menimbulkan persoalan tersendiri melalui peubah-peubah yang

diobservasi secara serentak (aggregat) dari satu unit individu dapat memberikan

hasil estimasi yang bias. Berdasarkan latar belakang tersebut, dewasa ini muncul

perhatian dalam penggunaan pendekatan panel data, yaitu menggunakan informasi

dari kedua pendekatan tersebut (cross section dan time series).

Terdapat dua keuntungan penggunaan model panel data dibandingkan data

time series dan cross section saja (Verbeek, 2004). Pertama, dengan

mengkombinasikan data time series dan cross section dalam panel data membuat

(3.1.5.1) Ekspor + Impor PDRB Total

Keterbukaan Wilayah =

Page 39: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

jumlah observasi menjadi lebih besar, dan dapat melihat perubahan peubah

penjelas sepanjang dua dimensi (individu dan waktu), pendugaan yang

berdasarkan panel data seringkali lebih akurat dibandingkan sumber data lain.

Menurut Hsiao (2004), data panel dapat memberikan data yang informatif,

mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat kebebasan yang

artinya meningkatkan efisiensi.

Kedua, keuntungan dari penggunaan panel data adalah mengurangi masalah

identifikasi. Panel data lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek

yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data

time series saja. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan

metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur

heterogenitas individu. Panel data juga lebih baik untuk studi dynamics of

adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi cross section yang berulang, maka

data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.

Terdapat dua pendekatan dalam metode panel data, yaitu Fixed Effect

Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan

berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah

bebas.

Misalkan:

yit = αi + Xit β + εit (3.1.7.1)

dan one way komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:

εit = λi + uit (3.1.7.2)

sedangkan untuk two way, komponen error dispesifikasi dalam bentuk:

(3.1.7.3) it i t ituε λ µ= + +

Page 40: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dimana uit diasumsikan tidak berkorelasi dangan Xit. One way komponen error

hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu (λi),

sedangakan pada two way telah memasukkan efek dari waktu (µi) ke dalam

komponen error. Jadi dengan tidak adanya korelasi antara uit dan Xit , maka

perbadaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi

dan µi dengan Xit.

1. Fixed Effect Model (FEM)

FEM muncul ketika antara efek individu dan periode memiliki korelasi

dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat

komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam konstanta

intersep, yaitu:

untuk one way error component:

yit = αi + λi + Xit β + uit

dan untuk two way error component:

yit = αi + λi + µi + Xit β + uit

Untuk menggambarkan FEM dapat menggunakan empat pendekatan

sebagai berikut:

1.1. Pooled Least Square (PLS)

Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah menggunakan gabungan dari

seluruh data (pooled), sehingga terdapat NxT observasi, dimana N menunjukkan

jumlah unit cross section yang digunakan dan T menunjukkan jumlah titik waktu

yang digunakan, yang diregresikan dengan model:

yit = αi + Xit β + uit (3.1.7.6)

dimana αi bersifat konstan untuk semua observasi, atau αi = α, dan dirumuskan:

(3.1.7.4)

(3.1.7.5)

Page 41: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dimana

Dengan mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data

dan data time series,

memberikan hasil estimasi yang lebih efisien, sehingga:

Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter

Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan (gradien)

garis regresi dari masing

Gambar 6. Grafik Estimasi dengan Pendekatan

(3.1.7.7

dan

Dengan mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data

time series, dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat

hasil estimasi yang lebih efisien, sehingga:

Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter

Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan (gradien) PLS yang tidak sejajar dengan

garis regresi dari masing-masing individu.

Slop yang bias ketika

k Estimasi dengan Pendekatan Pooled Least Square

(3.1.7.7)

Dengan mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section

dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat

Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias.

yang tidak sejajar dengan

Slop yang bias ketika fixed effect diabaikan

(3.1.7.9)

(3.1.7.8)

Pooled Least Square

Page 42: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Parameter yang bias ini disebabkan karena

observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan

observasi yang sama pada periode yang berbeda.

1.2. Pendekatan Within Group (WG) Estimator

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa intersep akan berbeda untuk

masing-masing group yang berbeda, misalk

dimana

dan

kurangi dengan pers (3.1.7.1), maka diperoleh:

atau

sehingga,

Berdasarkan persamaan (3.1.7.12) terlihat bahwa

WG tidak memiliki konstanta intersep. Untuk mengilustrasikan bagaimana

pendekatan WG bekerja dapat dilihat pada Gambar 7.

Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan

berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan

observasi yang sama pada periode yang berbeda.

Within Group (WG) Estimator

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa intersep akan berbeda untuk

masing group yang berbeda, misalkan diberikan:

kurangi dengan pers (3.1.7.1), maka diperoleh:

Berdasarkan persamaan (3.1.7.12) terlihat bahwa FEM dengan pendekatan

tidak memiliki konstanta intersep. Untuk mengilustrasikan bagaimana

bekerja dapat dilihat pada Gambar 7.

tidak dapat membedakan

berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa intersep akan berbeda untuk

dengan pendekatan

tidak memiliki konstanta intersep. Untuk mengilustrasikan bagaimana

(3.1.7.10)

(3.1.7.11)

(3.1.7.12)

(3.1.7.13)

Page 43: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Kelebihan dari

bias, tetapi kelemahannya adalah nilai var (

(βPLS) sehingga dugaan

ini dapat dibuktikan dengan pertama, didefinisikan:

dapat dilihat bahwa:

diketahui bahwa:

sehingga, variance dari penduga

Gambar 7. Grafik Estimasi dengan Pendekatan

Kelebihan dari WG ini adalah dapat menghasilkan parameter

bias, tetapi kelemahannya adalah nilai var (βWG) cenderung lebih besar dari var

) sehingga dugaan WG menjadi relatif lebih tidak efisien. Untuk melihat hal

ini dapat dibuktikan dengan pertama, didefinisikan:

dari penduga β dengan pendekatan WG adalah:

Grafik Estimasi dengan Pendekatan Within Group Estimator

h dapat menghasilkan parameter β yang tidak

) cenderung lebih besar dari var

menjadi relatif lebih tidak efisien. Untuk melihat hal

adalah:

Within Group Estimator

Page 44: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Dari persamaan (3.1.7.14) dapat dilihat bahwa var(

dari var(β) pada PLS

tidak dapat mengakomodir karakteristik

dari tidak dimasukkannya konstanta intersep ke dalam model.

1.3. Least Square Dummy Variable (LSDV)

Metode ini berusaha merepresentasikan perbedaan intersep

menambah dummy variable

diketahui persamaan awal seperti pada persamaan (3.1.7.1) dan diketahui

kelompok dummy variable

dengan memasukkan sejumlah

yit

persamaan (3.1.7.15) dapat diestimasi dengan pendekatan

parameter βLSDV.

Kelebihan pendekatan ini (

parameter β yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumla

observasinya besar maka akan sulit menduga persamaan regresinya karena

penggunaan peubah dummy

Untuk menguji apakah intersep konstan atau tidak dapat menggunkan

test dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : α1 = α2 = α3 = ....

=

=

Dari persamaan (3.1.7.14) dapat dilihat bahwa var(β) pada

PLS pada persamaan (3.1.7.9). Kelemahan lain

tidak dapat mengakomodir karakteristik time-invariant pada FEM

dari tidak dimasukkannya konstanta intersep ke dalam model.

Least Square Dummy Variable (LSDV)

Metode ini berusaha merepresentasikan perbedaan intersep

dummy variable. Untuk mengilustrasikan pendekatan ini misalkan

diketahui persamaan awal seperti pada persamaan (3.1.7.1) dan diketahui

dummy variable dgit = 1 (g = i).

dengan memasukkan sejumlah dgit = 1 (g = i), persamaan (3.1.7.1) menjadi:

persamaan (3.1.7.15) dapat diestimasi dengan pendekatan OLS sehingga diperoleh

Kelebihan pendekatan ini (LSDV) adalah dapat menghasilkan dugaan

yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumla

observasinya besar maka akan sulit menduga persamaan regresinya karena

dummy yang terlalu banyak.

Untuk menguji apakah intersep konstan atau tidak dapat menggunkan

dengan hipotesis sebagai berikut:

= ..... = αN

uit

) pada WG lebih besar

pada persamaan (3.1.7.9). Kelemahan lain dari WG adalah

FEM, seperti terlihat

Metode ini berusaha merepresentasikan perbedaan intersep dengan

. Untuk mengilustrasikan pendekatan ini misalkan

diketahui persamaan awal seperti pada persamaan (3.1.7.1) dan diketahui

.1.7.1) menjadi:

sehingga diperoleh

) adalah dapat menghasilkan dugaan

yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit

observasinya besar maka akan sulit menduga persamaan regresinya karena

Untuk menguji apakah intersep konstan atau tidak dapat menggunkan f-

(3.1.7.14)

(3.1.7.15)

Page 45: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

H1 : minimal ada sepasang yang tidak sama ( a

menggunakan F-statistik

dimana:

= koefisien determinasi

= koefisien determinasi

k = banyaknya peubah

Jika nilai F-Stat hasil pengujian lebih besar dari

melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga hipotesi bahwa

konstan dapat ditolak.

1.4. Two Way Fixed Effect Model

Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang

hanya berasal dari observasi individu tetapi juga berasal dari

model dasar yang digunakan adalah:

dimana merepresentasikan

Jika masing

diasumsikan berbeda, sehingga dengan menambahkan sejumlah

peubah dummy yang merepresentasikan efek waktu diperoleh persamaan:

Hipotesis ini dapat secara langsung digunakan untuk menguji apakah lebih baik

menggunakan PLS ataukah LSDV. Dasar penolakan terhadap H

: minimal ada sepasang yang tidak sama ( ai = aj ; untuk i = j).

statistik

= koefisien determinasi LSDV

= koefisien determinasi Pooled Least Square

banyaknya peubah

hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk

melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga hipotesi bahwa

konstan dapat ditolak.

Two Way Fixed Effect Model

Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed

hanya berasal dari observasi individu tetapi juga berasal dari time

model dasar yang digunakan adalah:

merepresentasikan time effect.

Jika masing-masing pengaruh individu (αi) dan

berbeda, sehingga dengan menambahkan sejumlah

yang merepresentasikan efek waktu diperoleh persamaan:

is ini dapat secara langsung digunakan untuk menguji apakah lebih baik

menggunakan PLS ataukah LSDV. Dasar penolakan terhadap H0

, maka cukup bukti untuk

melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga hipotesi bahwa α adalah

fixed effect tidak

time-effect, sehingga

) dan time-effect (γt)

berbeda, sehingga dengan menambahkan sejumlah zsit = 1 (s = t)

yang merepresentasikan efek waktu diperoleh persamaan:

(3.1.7.16)

(3.1.7.17)

(3.1.7.18)

is ini dapat secara langsung digunakan untuk menguji apakah lebih baik

0 adalah dengan

Page 46: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Penambahan sejumlah

masalah pada penggunaan

kebebasan, yang pada akhirnya akan semakin mengurangi efisiensi dari parameter

yang diestimasi.

2. Random Effect Model (REM)

REM muncul ketika antara efek individu dan periode tidak berkorelasi

dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Asumsi ini membuat komponen

error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam

untuk one way error component:

yit = αi + Xit β + uit+

dan untuk two way error component:

yit = αi + Xit β + uit+

Beberapa asumsi yang biasa digunakan dalam REM, yaitu:

untuk semua i,t

untuk semua i,t, dan j

untuk i = j dan t = s

untuk i = j

dimana:

untuk one way error component

τi = λi

Penambahan sejumlah dummy variable ke dalam persamaan menyebabkan

masalah pada penggunaan two way fixed effect yaitu berkurangnya derajat

yang pada akhirnya akan semakin mengurangi efisiensi dari parameter

Random Effect Model (REM)

muncul ketika antara efek individu dan periode tidak berkorelasi

memiliki pola yang sifatnya acak. Asumsi ini membuat komponen

dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error, dimana:

error component:

+ λi

two way error component:

+ λi + µi

Beberapa asumsi yang biasa digunakan dalam REM, yaitu:

untuk semua i,t, dan j

one way error component

ke dalam persamaan menyebabkan

yaitu berkurangnya derajat

yang pada akhirnya akan semakin mengurangi efisiensi dari parameter

muncul ketika antara efek individu dan periode tidak berkorelasi

memiliki pola yang sifatnya acak. Asumsi ini membuat komponen

dimana:

Beberapa asumsi yang biasa digunakan dalam REM, yaitu:

(3.1.7.19)

(3.1.7.20)

Page 47: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dan untuk two way error component

τi = λi + µi

Dari semua asumsi, asumsi yang paling penting berhubungan dengan REM

adalah nilai harapan dari xit untuk setiap τi adalah 0, atau E(τi xit) = 0. untuk

menguji asumsi ini yaitu dengan menggunakan Haussman Test. Karena berkaitan

dengan ditolak atau diterimanya asumsi ada atau tidaknya korelasi antara

komponen error dengan peubah bebas, maka Haussman test dapat secara

langsung digunakan untuk memilih antara FEM atau REM dengan hipotesis

sebagai berikut:

H0: E(τi xit) = 0

Tidak ada korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (REM).

H1: E(τi xit) = 0

Komponen error memiliki korelasi dengan peubah bebas (FEM).

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik hausman dan

membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM – βFEM ) (MFEM –MREM)-1 (βREM – βFEM ) ~ χ2 (k)

dimana:

M adalah matrik kovarians untuk parameter β

k adalah degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 – tabel, maka cukup bukti

untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah

model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Terdapat dua jenis pendekatan dalam

REM, yaitu:

(3.1.7.21)

Page 48: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

2.1. Pendekatan Between Estimator

Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antar data (differences between

individual), yang ditentukan sebagaimana OLS estimator pada sebuah regresi dari

rata-rata individu y dalam nilai x secara individu. Between estimator konsisten

untuk N tak hingga, dengan asumsi bahwa peubah bebas dengan error tidak saling

berkorelasi atau E (xit, εi = 0) begitu juga dengan nilai rata-rata error E (xit, εi =

0).

2.2. Generalized Least Square (GLS)

Pendekatan GLS mengkombinasikan informasi dari dimensi antar dan

dalam (between dan within) data secara efisien. GLS dapat dipandang sebagai

rata-rata yang dibobotkan dari estimasi between dan within dalam sebuah regresi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kawasan perkotaan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.

Perkembangan ini antara lain dicerminkan oleh peningkatan pertumbuhan

penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan serta meningkatnya kontribusi

sektor-sektor ekonomi yang digerakkan wilayah ini terhadap ekonomi nasional.

Secara teoritis, peningkatan wilayah perkotaan dapat menciptakan

kemudahan-kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses sarana dan prasarana

modern serta peningkatan efisiensi ekonomi melalui tercipta eksternalitas dari

lahirnya agglomerasi-agglomerasi ekonomi di perkotaan. Peningkatan ini juga

menimbulkan permasalahan-permasalahan perkotaan yang semakin kompleks.

Kompleksitas permasalahan perkotaan pada dasarnya dapat diatasi melalui

perencanaan perkotaan yang terpadu melalui terciptanya sistem perkotaan.

Page 49: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Berdasarkan publikasi BPS, penduduk perkotaan, sebagai alat untuk

mengestimasi ukuran perkotaan, cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ukuran perkotaan di Indonesia apakah

mengikuti rank-size rule atau tidak serta mengidentifikasi pola distribusi ukuran

perkotaan dengan mengestimasi dengan nilai pareto eksponen (α) antar provinsi

melalui penerapkan formula rank-size rule.

Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja

yang perlu diperhatikan agar pertumbuhan perkotaan pada setiap daerah di

Indonesia tumbuh secara paralel. Untuk tujuan melihat perkembangan distribusi

ukuran perkotaan serta perubahan-perubahan karakteristik ekonomi wilayah

dilakukan dengan metode analisis deskriptif kualitatif.

Untuk merumuskan karakteristik-karakeristik ekonomi yang signifikan

mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan yaitu dengan menggunakan metode

panel data. Diduga faktor yang dapat mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan

menjadi lebih merata adalah pengaruh dari tingkat kepadatan jalan, tingkat

partisipasi angkatan kerja, tingkat pendapatan per kapita, pengeluaran pemerintah

untuk pembangunan, jumlah daerah administrasi dan tingkat keterbukaan wilayah.

Distribusi ukuran perkotaan diduga dipengaruhi secara negatif oleh tingkat

penghematan agglomerasi yaitu peningkatan pada penghematan karena urbanisasi,

penghematan karena lokalisasi dan penghematan karena spesialisasi.

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi suatu rekomendasi kebijakan

agar terwujud keseimbangan ukuran perkotaan di masa yang akan datang

sehingga pembangunan antar daerah terjadi secara hirarkis dalam suatu sistem

Page 50: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

pembangunan perkotaan nasional. Secara skematis kerangka pemikiran

operasional dan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 51: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Gambar 8. Skema Kerangka Pemikiran dan Alur Penelitian

Perkembangan wilayah perkotaan Indonesia menunjukkan peningkatan yang pesat. - Laju pertumbuhan penduduk perkotaan jauh lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk total - Sektor ekonomi yang digerakkan perkotaan semakin mendominasi komposisi perekonomian

Konsentrasi pertumbuhan penduduk perkotaan pada wilayah tertentu

Dominasi perkembangan pada wilayah tertentu

Implikasi teoritis dari peningkatan kawasan perkotaan adalah semakin meluasnya wilayah yang terbangun (urbanized area)

Distribusi Ukuran Perkotaan

log Rank = Constant – α log Size

Nilai α

Faktor yang harus diperhatikan agar daerah-daerah di Indonesia tumbuh secara paralel dalam suatu sistem pembangunan perkotaan nasional

Karakteristik: - Kapadatan - Agglomerasi - SDM - Pemerintah - Keterbukaan

Rank Size Rule

Metode Analisis Deskriptif Kualitatif Model Panel Data

Fixed Effect Random Effect

Parameter yang signifikan mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan

Perkembangan distribusi ukuran perkotaan dan perubahan karakteristik wilayah

Page 52: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

VI. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari publikasi

BPS berupa data lima tahunan (1995, 2000, dan 2005) yang mencakup 25

provinsi. Data yang digunakan terdiri dari data penduduk perkotaan

kabupaten/kota, data penduduk total provinsi, luas wilayah provinsi, panjang

jalan, PDRB menurut lapangan usaha, angkatan kerja perkotaan, penduduk

perkotaan usia 15-64 tahun, penerimaan total pemerintah, pengeluaran

pemerintah untuk pembangunan dan atau belanja pelayanan publik, data

pembagian daerah administrasi menurut kabupaten/kota serta nilai ekspor dan

impor provinsi.

4.2. Perumusan Model

Identifikasi apakah rank-size rule berlaku pada distribusi ukuran perkotaan

di Indonesia yaitu dengan membandingkan antara ukuran perkotaan aktual dengan

ukuran perkotaan menurut prediksi rank-size rule. Ukuran perkotaan menurut

prediksi rank-size rule dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan:

Sizej,t =

dimana ukuran perkotaan suatu daerah j pada tahun t menurut prediksi rank-size

rule (Sizej,t) adalah ukuran perkotaan terbesar (Constant) dibagi dengan peringkat

daerah j pada tahun t (Rankj,t).

Identifikasi distribusi ukuran perkotaan dengan penerapan rank-size rule

pada penelitian ini menggunakan rumus Zipf’s Law, yaitu:

log Rankj,t = log Constant – α log Sizej,t (4.2.2)

(4.2.1)

Constant Rankj,t

RSR

RSR

Page 53: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Eksponen pareto (α) menunjukkan distribusi ukuran perkotaan. Dimana nilainya

berkisar antara 0 hingga tak hingga. Jika nilai pareto adalah 0 maka pada wilayah

tersebut hanya terdapat satu kawasan perkotaan, sedangkan jika nilai pareto

menunjukkan nilai yang tak hingga maka semua kawasan perkotaan pada wilayah

tersebut memiliki ukuran yang sama. Nilai α diestimasi dengan pendekatan

analisis regresi Ordinary Least Square (OLS).

Eksponen pareto kemudian menjadi peubah terikat untuk mengestimasi

pengaruh karakteristik wilayah terhadap distribusi ukuran perkotaannya. Untuk

mengestimasi hubungan antara distribusi ukuran perkotaan dengan karakteristik

dasar wilayah dilakukan dengan model panel data. Bentuk model yang digunakan

yaitu:

logαit = β 0 + β1 ROADENSi,t + β2 log URBANi,t + β3 LOCi,t+ β4 log SPECi,t

+ β5 TPAKi,t + β6 GDRPCAPi,t + β7 PUBLICi,t + β8 ADMi,t + β9 log OPENREGi,t + εi,t dimana:

αit = nilai eksponen pareto provinsi i tahun t ROADENSi,t = tingkat kepadatan jalan provinsi i tahun t (kendaraan/km) URBANit = tingkat penghematan urbanisasi provinsi i tahun t LOCit = tingkat penghematan lokalisasi provinsi i tahun t SPECit = derajat penghematan spesialisasi provinsi i tahun t TPAKi,t = tingkat partisipasi angkatan kerja perkotaan provinsi i tahun t GDRPCAPit = tingkat pendapatan perkapita masyarakat provinsi i tahun t PUBLICit = persentase pengeluaran pembangunan terhadap penerimaan total

provinsi i tahun t ADMit = jumlah daerah administrasi kota/kabupaten provinsi i tahun t OPENREGit = tingkat keterbukaan wilayah provinsi i tahun t Nilai dugaan yang diharapkan β1, β2, β3, β4 < 0 dan β5, β6, β7, β8, β9 > 0.

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2003 dan Eviews 5.1.

Penggunaan tingkat kepadatan jalan, tingkat penghematan agglomerasi,

tingkat pendapatan perkapita, pengeluaran pemerintah dan tingkat keterbukaan

wilayah sebagai faktor yang mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan

(4.2.3)

Page 54: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

didasarkan pada penelitian Soo (2002). Penggunaan faktor tingkat partisipasi

angkatan kerja didasarkan pada penelitian Duranton (2002), sedangkan jumlah

daerah administrasi diproxikan untuk mengestimasi pengaruh dari desentralisasi

yang terjadi selama kurun waktu penelitian.

4.3. Metode Analisis Data

4.3.1. Metode Kuadrat Terkecil

Prinsip dasar metode OLS yaitu meminimumkan jumlah kuadrat

simpangan antara data aktual dengan data dugaan.

Y i = α + β Xi + ui ; i=1,2,...,n (4.3.1.1)

akan menghasilkan parameter α dan β yang linear tidak bias, dan memiliki varians

yang minimum jika asumsi-asumsi di bawah ini terpenuhi:

1. Parameter β bersifat linear terhadap peubah terikat.

2. Parameter β bersifat tidak bias, artinya nilai rata-rata atau nilai β yang

diharapkan sama dengan β sesungguhnya.

3. Parameter β memiliki varians yang minimum.

4.3.2. Metode Panel Data

Teknik estimasi dalam penelitian ini menggunakan model panel data.

Panel data menggunakan kombinasi data runut waktu (time series) dan kerat

lintang (cross section). Pemilihan model ini berdasarkan alasan bahwa panel data

dapat menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik

estimasi dan hasil teoretikal. Dalam bentuk praktis, dengan menggunakan panel

data, peneliti dapat menggunakan data time series dan cross section untuk

menganalisis masalah yang tidak dapat diatasi jika hanya menggunakan salah

Page 55: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

satunya saja. Penelitian ini hanya mempertimbangkan penggunaan model Fixed

Effect dan Random Effect dengan one way component error, yaitu dengan hanya

memasukkan efek individual. Untuk memutuskan apakah akan menggunkan efek

tetap atau efek acak menggunakan uji Haussman.

4.4. Evaluasi Model

Ada beberapa kriteria untuk menyatakan bahwa model regresi yang

dihasilkan adalah baik, yaitu:

4.4.1. Kriteria ekonomi

Untuk melihat kesesuaian hasil regresi dengan kriteria ekonomi dilakukan

dengan melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori

ekonomi atau nalar.

4.4.2. Kriteria statistik

1. Uji-F

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi

secara bersamaan. Secara umum hipotesisnya dituliskan sebagai berikut :

H0 : β1 = β2 = ... = βi = 0

H1 : minimal terdapat βi ≠ 0 ; untuk : i : 1, 2, 3, ..., k

Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F :

F-hitung = KTG

KTR (1.1)

KTR = 1−k

JKR (1.2)

KTG = kn

JKG

− (1.3)

dengan derajat bebas = k-1 (n-k)

Page 56: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dimana :

KTR : Kuadrat Tengah Regresi

KTG : Kuadrat Tengah Galat

JKR : Jumlah Kuadrat Regresi

JKG : Jumlah Kuadrat Galat

k : Jumlah Parameter

n : Jumlah Pengamatan

Jika F-hitung > F-tabel, maka tolak Ho berarti minimal ada satu peubah

bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat, dan berlaku sebaliknya.

Selain itu, dapat juga dibandingkan antara nilai probabilitas F-statistic terhadap

taraf nyata yang telah ditetapkan dalam penelitian. Jika nilai probabilitas F-

statistic < taraf nyata, maka tolak Ho dan itu artinya minimal ada satu peubah

bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat, dan berlaku sebaliknya.

2. Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah

selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu dengan

menggunakan uji-t.

Hipotesis pada uji-t adalah :

H0 : βi = 0

H1 : βi ≠ 0

Rumus uji-t adalah :

t-hitung = i

i

Sββ

(2.1)

dimana :

βi : Parameter dugaan peubah ke-i

Sβi : Standar error dari parameter dugaan βi

Page 57: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak yang berarti peubah bebas secara

statistik nyata pada taraf nyata yang telah ditetapkan dalam penelitian, dan berlaku

hal yang sebaliknya. Jika nilai probabilitas t-statistic < taraf nyata, maka tolak H0

dan berarti bahwa peubah bebas nyata secara statistik, dan sebaliknya.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang

penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model

regresi yang terestimasi. Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari

peubah terikat Y dapat diterangkan oleh peubah bebas X. Jika R2 = 0, maka

variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali; jika R2 = 1, artinya

bahwa variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X.

Adapun rumus untuk Koefisien Determinasi adalah :

SST

SSRR =2 (3.1)

dimana :

SST : variasi dari data

SSR : variasi dari garis regresi yang dibuat

4.4.3. Uji Asumsi

1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu

peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Uji

autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang

digunakan. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya.

Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai

Durbin Watson (DW). Untuk mengetahui ada/tidaknya autokorelasi, maka

dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW-tabel. Adapun

Page 58: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 2. Korelasi serial

ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini

bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi.

Tabel 2. Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai DW Hasil

4 - dl < DW < 4 Terdapat korelasi serial negatif 4 - du < DW < 4- dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4 - du Tidak ada korelasi serial du < DW < 2 Tidak ada korelasi serial dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Terdapat korelasi serial positif

Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi

serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten.

Treatment untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR (1) atau AR

(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi

yang digunakan.

2. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah

bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best Linier

Unbiased Estimate) maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua

residual atau error mempunyai varian yang sama. Kondisi itu disebut dengan

homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah

disebut dengan heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam pengolahan data panel

dengan Eviews 5.1 yaitu dengan menggunakan metode General Least Square

(Cross-section Weights) adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada

Weighted Statistics dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum

Square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari Sum Square Resid

Page 59: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Treatment pelanggaran ini,

bisa dengan mengestimasi GLS dengan white-heteroscedasticity.

4.4.4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati

distribusi normal atau tidak. Jika asumsi tidak terpenuhi maka prosedur pengujian

menggunakan statistik t menjadi tidak sah.

Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera

(JB). Uji ini didasarkan pada error penduga least square.

Prosedur pengujian :

1. H0 : error term terdistribusi normal

H1 : error term tidak terdistribusi normal

2. Statistik JB dihitung melalui tahapan berikut :

a. Kecondongan (α3) dan ketinggian (α4) distribusi error term

b. Hitung statistik uji JB dengan rumus berikut

(4.4.4.1)

Daerah kritis penolakan H0 adalah nilai JB > χ2

atau probabilitas lebih

kecil daripada taraf nyata. Jika H0 ditolak maka error term tidak terdistribusi

normal.

4.5. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan istilah wilayah, daerah dan kawasan. Istilah

wilayah mengacu pada pengertian ruang menurut satuan administrasi provinsi.

Istilah daerah mengacu pada pengertian ruang yang terkait batas administrasi

kota/kabupaten. Istilah kawasan digunakan untuk perkotaan/perdesaan.

JB =

−+

24

)3(

24

24

23 αα

n

Page 60: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Kategori kota yang digunakan berdasarkan jumlah penduduk pada daerah

perkotaan yang lebih dari 20.000 jiwa, sehingga pada penelitian ini menggunakan

distribusi ukuran perkotaan sebagai berikut:

1. Ukuran perkotaan lebih dari 5.120.000 jiwa.

2. Ukuran perkotaan antara 2.560.000 - 5.120.000 jiwa.

3. Ukuran perkotaan antara 1.280.000 - 2.560.000 jiwa.

4. Ukuran perkotaan antara 640.000 - 1.280.000 jiwa.

5. Ukuran perkotaan antara 320.000 - 640.000 jiwa.

6. Ukuran perkotaan antara 160.000 - 320.000 jiwa.

7. Ukuran perkotaan antara 80.000 - 160.000 jiwa.

8. Ukuran perkotaan antara 40.000 - 80.000 jiwa.

9. Ukuran perkotaan antara 20.000 - 40.000 jiwa.

Tingkat kepadatan jalan diestimasi dengan rasio antara panjang jalan aspal

provinsi, baik dalam wewenang kota/kabupaten, provinsi, maupun pemerintah

pusat, terhadap luas wilayah provinsi, atau dirumuskan:

ROADENS = (4.2.4)

Tingkat penghematan karena urbanisasi diestimasi dengan indeks primasi,

yaitu menunjukkan daya tarik kota terbesar terhadap daerah-daerah disekitarnya,

atau dirumuskan:

URBANi,t = (4.2.5)

dimana SIZEjmax,t adalah ukuran perkotaan pada kota/kabupaten dengan ukuran

perkotaan terbesar dan SIZEi,t adalah ukuran perkotaan provinsi i pada tahun t.

Tingkat penghematan karena lokalisasi diestimasi dengan rasio PDRB non

pertanian terhadap PDRB total, penggunaan PDRB berdasarkan lapangan usaha

menurut harga berlaku, dan dirumuskan:

LOC = (4.2.6)

SIZEjmax,t SIZEi,t

PDRB Non Pertanian PDRB Total

Panjang Jalan Aspal Luas Wilayah

Page 61: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Pengukuran tingkat spesialisasi ekonomi suatu wilayah diperoleh dengan

menggunakan indeks Herfindhal yang didasarkan pada proporsi output industri

tertentu terhadap output total sebagaimana yang digunakan oleh Kuncoro (2002),

yaitu:

(4.2.7)

dimana penggunaan PDRB berdasarkan lapangan usaha menurut harga berlaku.

Tingkat partisipasi angakatan kerja perkotaan diestimasi dengan persentase

jumlah angkatan kerja perkotaan terhadap jumlah penduduk usia kerja, yaitu

penduduk yang berusia 15 hingga 64 tahun, atau dirumuskan:

TPAK = x 100 (4.2.8)

Tingkat pendapatan per kapita diestimasi dengan PDRB total terhadap

jumlah penduduk total, atau dirumuskan:

GDRPCAP = (4.2.9)

dimana penggunaan PDRB berdasakan harga berlaku.

Kemampuan pemerintah dalam membiayai pembangunan diestimasi

dengan dengan menggunakan rasio antara pengeluaran pemerintah untuk

pembangunan terhadap penerimaan total pemerintah provinsi, atau dirumuskan:

PUBLIC = (4.2.10)

Tingkat keterbukaan wilayah diestimasi dengan PDRB menurut

pengeluaran atas dasar harga berlaku yang dirumuskan:

OPENREG= (4.2.11)

SPEC =

∑ k =1

k PDRB sektor k 2 PDRB Total [ ]

Angkatan Kerja Perkotaan Penduduk Usia Kerja Perkotaan

PDRB Total Penduduk Total

Pengeluaran Pemerintah Provinsi untuk Pembangnan Penerimaan Total Pemerintah Provinsi

PDRB Ekspor + PDRB Impor PDRB Total

Page 62: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan akan dijabarkan dalam tiga bagian. Bagian

pertama diawali dengan pembahasan prediksi ukuran perkotaan menurut rank-size

rule dan membandingkannya dengan ukuran perkotaan Indonesia yang

sebenarnya. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi nilai pareto yang

menggambarkan distribusi ukuran perkotaan di Indonesia.

Bagian kedua akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi

perbedaan distribusi ukuran perkotaan antar wilayah (provinsi). Bagian ini diawali

dengan analisis deskriptif perkembangan distribusi ukuran perkotaan serta

karakteristik-karakteristik wilayah yang mencakup tingkat kepadatan jalan,

tingkat penghematan agglomerasi, kondisi sumber daya manusia, peranan

pemerintah dan tingkat keterbukaan wilayah. Selanjutnya dijabarkan hasil

estimasi yang dilakukan dengan metode panel data mengenai faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi pola distribusi ukuran perkotaan secara signifikan.

Terakhir pada bagian ketiga dijabarkan implikasi kebijakan dari hasil estimasi

pada bagian-bagian sebelumnya.

5.1. Perkembangan Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia

Hasil identifikasi ukuran perkotaan aktual di Indonesia yang dibandingkan

dengan ukuran perkotaan prediksi rank-size rule menunjukkan bahwa rank-size

rule memberikan hasil prediksi yang selalu lebih kecil dan lebih besar dari ukuran

perkotaan sebenarnya. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah

dilakukan oleh Rossen dan Resnick (1980) yang melakukan studi penerapan rank-

size rule pada 44 negara.

Page 63: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Ukuran perkotaan aktual yang lebih kecil dari prediksi rank-size rule pada

periode 1995 hingga 2005 selalu ditunjukkan oleh daerah dengan ukuran

perkotaan terbesar kedua dan ketiga. Ukuran perkotaan aktual yang lebih besar

ukuran perkotaan prediksi rank-size rule ditunjukkan oleh daerah dengan ukuran

perkotaan keempat dan seterusnya hingga pada daerah dengan ukuran perkotaan

dengan peringkat bawah menjadi kembali lebih kecil dari prediksi rank-size rule.

Identifikasi ukuran perkotaan aktual di Indonesia juga memperlihatkan

bahwa terjadi pembentukkan primary city. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh rasio

antara daerah dengan ukuran perkotaan terbesar pertama dengan ukuran perkotaan

terbesar kedua yang mendekati 1 berbanding 3.

Persebaran kota/kabupaten berdasarkan ukuran perkotaan aktual

memperlihatkan tidak terjadi peningkatan jumlah pada daerah dengan ukuran

perkotaan lebih dari 5.120.000 jiwa, hanya saja pada kota itu sendiri yaitu DKI

Jakarta terjadi pertumbuhan populasi penduduk perkotaan yang negatif dalam

kurun waktu 1995 ke tahun 2000. Pada kategori lain terjadi penurunan

kabupaten/kota dengan ukuran perkotaan antara 2.560.000 - 5.120.000 jiwa. Jika

pada tahun 1995 dan 2000 jumlahnya 2, maka di tahun 2005 berkurang menjadi

hanya 1. Pada kategori daerah berukuran perkotaan antara 1.280.000 - 2.560.000

jiwa jumlahnya meningkat dari 4 menjadi 9 kemudian meningkat lagi menjadi 11

di tahun 2005.

Daerah dengan ukuran perkotaan antara 640.000 - 1.280.000 juga

mengalami peningkatan, dari 10 menjadi 15 kemudian menjadi 18 di tahun 2005.

Pada kategori ukuran perkotaan antara 320.000 - 640.000 juga mengalami

pertumbuhan dari 32 menjadi 39 kemudian menurun menjadi 38. Perkembangan

Page 64: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

persebaran kota/kabuapten di Indonesia berdasarkan ukuran perkotaan seperti

terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia Tahun 1995, 2000 dan 2005 Ukuran Perkotaan 1995 2000 2005

Lebih dari 5.120.000 1 1 1 2.560.000 - 5.120.000 2 2 1 1.280.000 - 2.560.000 4 9 11

640.000 - 1.280.000 10 15 18 320.000 - 640.000 32 39 38 160.000 - 320.000 46 60 60 80.000 - 160.000 69 65 66 40.000 - 80.000 56 54 73 20.000 - 40.000 40 56 68

Perkembangan jumlah daerah yang memiliki populasi penduduk perkotaan

di Indonesia menunjukkan peningkatan. Bila pada tahun 1995, jumlah daerah

yang berpenduduk diatas 20.000 jiwa berjumlah 259, maka kemudian meningkat

16 persen pada tahun 2000 menjadi 301, yang kemudian meningkat lagi 11 persen

menjadi sebanyak 336. Peningkatan jumlah daerah yang memiliki ukuran

perkotaan lebih dari 20.000 jiwa ini secara garis besar dipengaruhi oleh 2 faktor

yaitu pertama perkembangan yang terjadi pada kota/kabupaten itu sendiri dalam

pertambahan penduduk netto secara alami melalui proses kelahiran dan kematian,

maupun dalam mengembangkan aktivitas ekonomi perkotaan di wilayahnya

sehingga mempengaruhi perkembangan ukuran perkotaannya. Faktor kedua yaitu

adanya pemekaran wilayah mengakibatkan suatu kawasan perkotaan terbagi

menjadi beberapa daerah administrasi.

Setidaknya ada dua pengaruh pemekaran wilayah terhadap distibusi

ukuran perkotaan di Indonesia. Pengaruh yang pertama adalah menyebabkan

peningkatan aktivitas ekonomi pada kota/kabupaten yang baru dimekarkan

Page 65: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

sehingga meningkatkan jumlah penduduk perkotaannya. Dampak ke dua yaitu

bagi daerah asal yang sebelumnya memiliki akumulasi penduduk perkotaan yang

cukup tinggi menjadi terbagi akibat pemekaran ini.

Seperti halnya yang terjadi pada Kota Depok yang sebelumnya adalah

bagian dari Kabupaten Bogor. Adanya pemekaran wilayah menyebabkan Kota

Depok muncul sebagai salah satu kota dalam kategori metropolitan. Di sisi lain

walaupun Kabupaten Bogor masih dalam kategori ini namun ukurannya menjadi

mengecil dengan pemisahan wilayah Depok menjadi daerah administrasi sendiri.

Hal yang sama terjadi pada Kota Dumai yang sebelumnya di tahun 1995

merupakan bagian dari Kabupaten Bengkalis. Pada perhitungan ukuran perkotaan

tahun 2000, Kota Bengkalis menjadi salah satu kota yang masuk kategori kota

menengah, sehingga secara akumulasi jumlah kota/kabupaten dalam ketegori kota

menengah meningkat.

Tabel 4. Distribusi Ukuran Perkotaan di Indonesia Menurut Prediksi Rank-Size Rule Tahun 1995, 2000 dan 2005

Ukuran Perkotaan 1995 2000 2005 lebih dari 5.120.000 1 1 1

2.560.000 - 5.120.000 2 2 2 1.280.000 - 2.560.000 4 3 3

640.000 - 1.280.000 7 7 7 320.000 - 640.000 14 13 14 160.000 - 320.000 28 26 28 80.000 - 160.000 56 52 55 40.000 - 80.000 113 105 110 20.000 - 40.000 225 209 221

Distribusi ukuran perkotaan menurut prediksi rank-size rule ditunjukkan

pada Tabel 4. Secara umum terlihat bahwa prediksi rank size rule untuk distribusi

ukuran perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa daerah dengan ukuran

perkotaan yang lebih besar memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan

Page 66: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dengan daerah dengan ukuran perkotaan yang lebih kecil. Hal tersebut tidak

terlihat pada distribusi ukuran perkotaan aktual pada Tabel 3.

Permasalahannya sekarang adalah apakah persebaran populasi penduduk

perkotaan yang terjadi semakin merata dapat dijawab dengan nilai pareto

eksponen yang diperoleh dari pengembangan persamaan rank-size rule. Nilai

pareto eksponen Indonesia cenderung menunjukkan nilai yang menurun artinya

distribusi ukuran perkotaan semakin tidak merata.

Pulau Jawa dan Papua menunjukkan rata-rata nilai pareto yang terus

menurun. Sedangkan pada Pulau Sulawesi dan Kalimantan mengalami nilai yang

berfluktuasi, meningkat pada peride 1995 ke 2000 kemudian pada periode 2000

ke 2005 mengalami penurunan. Distribusi ukuran perkotaan yang semakin merata

ditunjukkan oleh Pulau Sumatera. Perkembangan nilai pareto yang terlihat pada

Gambar 10 menunjukkan Pulau Jawa memiliki distribusi ukuran perkotaan yang

relatif lebih merata dibandingkan dengan pulau utama lainnya.

0.846287 0.801916 0.789059

00.20.40.60.8

11.21.4

1 2 3

Tahun

Par

eto

Eks

pone

n

1995 2000 2005

Gambar 9. Nilai Eksponen Pareto Indonesia Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 67: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

5.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Ukuran Perkotaan Nilai eksponen pareto pada tingkat provinsi di Indonesia yang diestimasi

dengan metode OLS berkisar antara 0.551 dan 1.331. Provinsi dengan nilai rata-

rata pareto terbesar yaitu Provinsi Jawa Tengah (1.331), sedangkan nilai rata-rata

terendah yaitu Provinsi Bengkulu (0.551).

Kondisi disribusi ukuran perkotaan yang semakin merata sepanjang waktu

analisis dengan nilai pareto yang terus meningkata dalah Provinsi N.A.D, Jawa

Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Maluku. Provinsi yang

mengalami peningkatan nilai pareto pada periode 1995 ke tahun 2000 kemudian

pada periode 2000 ke tahun 2005 mengalami penurunan yaitu Provinsi Sumatera

Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Pada keadaan sebaliknya,

provinsi yang menunjukkan kondisi penurunan nilai pareto pada periode 1995 ke

2000 dan peningkatan pada periode 2000 ke 2005 yaitu Provinsi Riau. Kondisi

disribusi ukuran perkotaan yang semakin tidak merata sepanjang waktu analisis

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1 2 3

Tahun

Pa

reto

Eks

pone

nSeries1

Series2

Series3

Series4

Series5

1995 2000 2005

Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya

Gambar 10. Nilai Rata-Rata Eksponen Pareto pada 5 Pulau Utama Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 68: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

ditunjukkan oleh Provinsi Jambi, Lampung, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,

Sulawesi Tengah dan Papua.

Dalam mengestimasi nilai pareto telah dilakukan pengujian secara

ekonometrika. Terdapat dua provinsi yang estimasi pareto eksponen tidak dapat

digunakan menjadi peubah terikat pada model selanjutnya, yaitu Provinsi D.I

Yogyakarta dan Sulawesi Tenggara. Hal ini berkaitan dengan jumlah daerah

kota/kabupaten pada dua provinsi ini yang sedikit, sehingga menghasilkan

estimasi nilai pareto yang tidak memenuhi kriteria ekonometrika dan statistika.

Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab adalah faktor apa saja yang

mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan ini akan dijawab dengan analisis

kuantitatif dengan panel data. Sebelumnya akan dilakukan analisis deskriptif

kualitatif terhadap karakteristik wilayah yang menjadi sampel penelitian.

Tingkat kepadatan jalan secara rata-rata menunjukkan nilai yang terus

meningkat. Jika pada tahun 1995 rata-rata rasio panjang jalan terhadap luas

wilayah adalah 0.22 per km, maka kemudian di tahun 2005 jumlah tersebut

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Pa

reto

Eks

pone

n

Series1

Series2

Series3

1995 2000 2005

*) Keterangan: 1 N.A.D 6 Sumatera Selatan 11 Yogyakarta 16 Kalimantan Barat 21 Sulawesi Tengah

2 Sumatera Utara 7 Bengkulu 12 Jawa Timur 17 Kalimantan Tengah 22 Sulawesi Selatan

3 Sumatera Barat 8 Lampung 13 Bali 18 Kalimantan Selatan 23 Sulawesi Tenggara

4 Riau 9 Jawa Barat 14 NTB 19 Kalimantan Timur 24 Maluku

5 Jambi 10 Jawa Tengah 15 NTT 20 Sulawesi Utara 25 Papua

Gambar 11. Nilai Eksponen Pareto Menurut Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 69: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

meningkat menjadi 0.25 per km. Pulau Jawa dan Bali memiliki kepadatan jalan

yang lebih tinggi dibandingkan pulau-pulau lainnya. Kepadatan jalan terendah

dipegang oleh Provinsi Papua, sedangkan jalan terpadat dipegang oleh Provinsi

Yogyakarta.

Dari sisi agglomerasi menunjukkan penghematan urbanisasi yang

diestimasi dengan indeks primasi secara rata-rata terus menurun dari sebesar 0.41

ditahun 1995, menjadi 0.38 di tahun 2000, kemudian menurun lagi pada tahun

2005 menjadi 0.37. Dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya, Pulau Jawa

memiliki rata-rata tingkat primasi yang rendah, sedangkan Pulau Sumatera secara

rata-rata memiliki tingkat primasi yang paling tinggi dibandingkan dengan pulau-

pulau lainnya. Perbandingan antar provinsi menunjukkan indeks primasi terbesar

dipegang oleh Provinsi Bengkulu (1995), sedangkan indeks primasi terendah yaitu

Provinsi Jawa Tengah (2005).

Gambar 13 menunjukkan terdapat perubahan tingkat penghematan

urbanisasi yang cukup signifikan pada beberapa provinsi. Perubahan tersebut

antara lain disebabkan oleh pemekaran wilayah sehingga terbentuknya provinsi

baru. Hal ini terjadi pada Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Series1

Series2

Series3

1995 2000 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 12. Tingkat Kepadatan Jalan Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 70: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Utara dan Maluku dengan terbentuknya provinsi baru yaitu masing-masing

Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Maluku Utara dan Irian

Jaya Barat. Pembentukkan provinsi baru menyebabkan arah pergerakan

penduduk terbagi. Kota/kabupaten dengan ukuran perkotaan terbesar, yang

biasanya adalah ibu kota provinsi, menjadi menurun daya tarik sebagai tujuan

arah mobilitas penduduk.

Provinsi N.A.D, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan

Tengah terjadi perubahan disebabkan karena kota terbesarnya bukanlah ibukota

provinsi, sehingga ibukota provinsi masing-masing menjadi pembanding dalam

konsentrasi penduduk perkotaan yang terjadi pada wilayahnya. Selain dari kedua

hal tersebut, perubahan indeks primasi pada provinsi lainnya disebabkan oleh ada

beberapa provinsi yang memiliki kota/kabupaten lain selain ibukota provinsinya

sebagai pusat pertumbuhan sehingga menyebabkan distribusi kembar (binary

distribution) pada arah pergerakan penduduk.

Rasio PDRB non pertanian terhadap PDRB total yang merupakan

pendekatan untuk mengukur penghematan lokalisasi di suatu wilayah mengalami

nilai rata-rata yang berfluktuasi sepanjang waktu analisis. Dibandingkan pulau-

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Tin

gka

Urb

anis

asi

Eko

nom

i

Series1

Series2

Series3

1995 2000 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 13. Tingkat Penghematan Urbanisasi Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 71: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

pulau lainnya Pulau Jawa memiliki rata-rata rasio PDRB non pertanian terhadap

PDRB total terbesar. Penghematan lokalisasi terbesar dipegang oleh Provinsi

Jawa Barat, sedangkan lokalisasi terendah yaitu Provinsi Papua.

Secara rata rata, tingkat penghematan spesialisasi yang diukur dengan

indeks Herfindhal tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada tahun 2000

mengalami sedikit peningkatan sebesar 0.221 dari 0.220 di tahun 1995, kemudian

menurun di tahun 2005 menjadi 0.210. Tingkat penghematan spesialisasi tertinggi

di tunjukkan oleh Provinsi Papua, sedangkan tingkat penghematan spesialisasi

terendah yaitu Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi yang mengalami perubahan yang

cukup besar pada tingkat spesialisasi ini ditunjukkan oleh Provinsi N.A.D dan

Riau.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Tin

gkat

Lok

alis

asi

Eko

nom

i

Series1

Series2

Series3

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Tin

gkat

Spe

sial

isas

i E

kon

omi

Series1

Series2

Series3

1995 2000 2005

1995 2000 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 14. Tingkat Penghematan Lokalisasi Tahun 1995, 2000 dan 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 15. Tingkat Penghematan Spesialisasi Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 72: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Kondisi sumber daya manusia perkotaan diestimasi dengan dua

pendekatan yaitu kualitas dan kuantitas. Secara kuantitas diestimasi dengan

tingkat partisipasi angkatan kerja yang ditunjukkan oleh Gambar 16. Pulau Jawa

memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja yang relatif tinggi dibandingkan pulau

besar lainnya. Provinsi Bali memiliki TPAK yang paling tinggi. Faktor

perkembangan pendidikan dan perkembangan peranan wanita di luar rumah

tangga memberikan pengaruh penting terhadap perubahan tingkat partisipasi

angkatan kerja.

Secara rata-rata PDRB per kapita yang dihitung dengan jumlah PDRB

atas harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk cenderung mengalami

peningkatan, namun jika dihitung dengan menggunakan PDRB atas harga konstan

relatif tidak mengalami perubahan. PDRB per kapita tertinggi adalah Provinsi

Kalimantan Timur dan terendah yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tingginya

tingkat pendapatan per kapita di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh hasil minyak

dan gas yang tinggi di provinsi ini.

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

TP

AK Series1

Series2

Series3

Keterangan: lihat *) Gambar 16. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perkotaan Tahun 1995, 2000 dan

2005

1995 2000 2005

Page 73: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Dari sisi peran pemerintah, kemampuan fiskal membiayai pembangunan

menunjukkan kondisi yang bervariasi, hal ini dilatar belakangi oleh perbedaan

kemampuan pemerintah provinsi masing-masing dalam penerimaannya. Selain

itu proporsi pengeluaran pembangunan juga berkaitan dengan prioritas

pembangunan pemerintah provinsi masing-masing setiap tahunnya. Terdapat

perbedaan dalam format keuangan pemerintah provinsi. Jika pada tahun 1995 dan

2000 pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan, pada 2005 menjadi belanja aparatur daerah dan

belanja pelayanan publik.

Jumlah kota/kabupaten di Indonesia terus meningkat, hal ini merupakan

dampak dari desentralisasi yang terjadi sejak akhir 1999. Otonomi yang berlaku

membuat kebebasan yang melahirkan insiatif pendirian kota/kabupaten baru

010

2030

4050

6070

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Pen

dap

atan

per

Kap

itaSeries1

Series2

Series3

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Per

sen

tase

Pe

nge

luar

an

Pem

bang

un

an T

erh

adap

P

en

erim

aan

Tot

al

Series1

Series2

Series3

1995 2000 2005

1995 2000 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 17. Tingkat Pendapatan per Kapita Tahun 1995, 2000 dan 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 16. Persentase Pengeluaran Pembangunan terhadap Penerimaan Total

Pemerintah Provinsi Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 74: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

bahkan provinsi baru. Secara umum pembagian daerah administrasi yang banyak

adalah pada Pulau Jawa. Hal ini pula yang melatar belakangi banyaknya

kota/kabupaten yang masuk dalam kategori ukuran kota lebih dari 20.000 jiwa di

Jawa, selain dari tingkat pertumbuhan ukuran perkotaan pada masing-masing

daerah itu sendiri.

Keterbukaan wilayah di Indonesia yang diestimasi dengan nilai ekspor dan

impor barang/jasa yang diperjual belikan terhadap PDRB total juga menunjukkan

hal yang berfluktuasi. Rasio yang cenderung rendah ditunjukkan oleh Provinsi

Sumatera Barat. Rasio yang semakin tinggi ditunjukkan oleh Provinsi Kalimantan

Timur, sedangkan rasio yang semakin rendah ditunjukkan oleh Provinsi Maluku.

Hal tersebut terutama disebabkan oleh tinggi/rendahnya nilai ekspor masing-

masing provinsi.

05

10152025303540

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Jum

lah

Kot

a/K

abup

aten

Series1

Series2

Series3

0

0.5

1

1.5

2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Provinsi

Tin

gka

t Ket

erbu

kaan

W

ilaya

h Series1

Series2

Series3

1995 2000 2005

1995 2000 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 17. Jumlah Kota/Kabupaten Tahun 1995, 2000 dan 2005

Keterangan: lihat *) Gambar 18. Tingkat Keterbukaan Wilayah Tahun 1995, 2000 dan 2005

Page 75: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Selanjutkan akan diuji secara statistik bagaimana pengaruh karakteristik

karakteristik tersebut terhadap distibusi ukuran perkotaan. Estimasi pengaruh

karakteristik wilayah terhadap distribusi ukuran perkotaan dalam penelitian ini

menggunakan metode panel data. Pemilihan model yang digunakan yaitu

berdasarkan keunggulannya dalam memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk

melihat heterogenitas tiap unit crossection dari contoh penelitian. Heterogenitas

unit cross section, yang merupakan perbedaan antar provinsi, dapat diperoleh

dengan pendekatan efek tetap ataupun pendekatan efek acak.

Dasar statistika pemilihan model efek tetap ataukah efek acak untuk

digunakan dalam penelitian berdasarkan uji Hausman (Hausman test). Nilai

statistik Hausman test menunjukkan angka sebesar 19.978 dengan nilai

probabilitas sebesar 0.018 lebih kecil dari nilai Chi-Square yang berarti hipotesis

untuk menggunakan efek acak ditolak. Berdasarkan hasil pengujian ini maka

digunakan model efek tetap untuk mengestimasi pengaruh karakteristik wilayah

terhadap distribusi ukuran perkotaan. Uji Chow dan uji LM tidak dilakukan dalam

penelitian ini karena jika menggunakan pooled least squre, heterogenitas unit

cross section (provinsi) tidak dapat diestimasi.

Tabel 5. Hasil Uji Hausman Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

19.978 9 0.018

Hasil estimasi dengan menggunakan model efek tetap dapat dilihat dalam

Tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilakukan uji asumsi penting

ekonometrika yang terdiri dari uji multikolinearitas, autokorelasi dan

heteroskedastisitas. Selain itu terlihat juga kemampuan model yang digunakan

dalam menjelaskan keragaman yang terjadi.

Page 76: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Indikasi adanya multikolinearitas tercermin dengan melihat bahwa t-

statistik dan f-statistik hasil regresi. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf

nyata 5 persen), nilai probabilitas f-statistik yaitu 0.000. Uji signifikansi individu

(uji t) menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen dan membandingkan

dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi, maka terdapat tiga peubah yang

bersifat tidak signifikan dari sembilan peubah penjelas yang digunakan, sehingga

asumsi adanya multikolinearitas dapat diabaikan.

Tabel 6. Estimasi Pengaruh Karakteristik Wilayah Terhadap Distribusi Ukuran

Perkotaan dengan Pendekatan Efek Tetap Pembobotan dan White Cross Section Covariance

Variable Coefficient Prob.

C -1.281 0.000

ROADENS -0.121 0.196

LOG(URBAN) -0.729 0.000

LOC -0.191 0.023

LOG(SPEC) -0.219 0.146

RPAK 0.006 0.001

GDRPCAP 0.007 0.085

PUBLIC -0.140 0.000

ADM -0.012 0.004

LOG(OPENREG) 0.041 0.000

Kriteria statistik Nilai

R-squared 0.951

Adjusted R-squared 0.910

F-statistic 23.234

Prob(F-statistic) 0.000

Durbin-Watson stat 2.401 Signifikan pada taraf nyata 5%

Uji asumsi ekonometrika penting lainnya yaitu uji autokorelasi.

Berdasarkan Tabel 6, hasil estimasi pengaruh karakteristik wilayah terhadap

distribusi ukuran perkotaan dalam penelitian ini tidak dapat menentukan ada

tidaknya autokorelasi karena pada penggunaan 69 Observasi dan 9 konstanta, dw

Page 77: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

berada diantara 4-du dan 4-dl, hal ini bisa terjadi karena jumlah titik waktu yang

digunakan hanya 3. Selain itu, model fixed effect tidak mensyaratkan persamaan

terbebas dari masalah autokorelasi, sehingga asumsi adanya autokorelasi dapat

diabaikan.

Uji penting lainnya yaitu mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Estimasi

model dalam penelitian ini diberikan perlakuan cross section weigths dan white

heteroscedasticity consistent standard error and covariant, sehingga asumsi

adanya heteroskedastisitas dapat diabaikan.

Nilai R-square atau koefisien determinasi sebesar 0.951 yang

menunjukkan bahwa 95.1 persen keragaman distribusi ukuran perkotaan pada unit

cross section (provinsi) contoh dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan

sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model. Hasil tersebut diperkuat dengan

probabilitas f-statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Berdasarkan estimasi dan evaluasi terhadap keragaman pada distribusi ukuran

perkotaan maka model ini adalah model terbaik untuk digunakan dalam penelitian

ini.

Selanjutnya akan dianalisis pola hubungan masing-masing karakteristik

terhadap distribusi ukuran perkotaan. Kepadatan jalan memiliki hubungan yang

negatif yang tidak signifikan. Hubungan negatif ini tidak sesuai dengan hipotesis

awal dimana peningkatan kepadatan jalan membuat mobilitas penduduk lebih

efisien sehingga membuat distribusi ukuran perkotaan menjadi lebih tidak merata.

Hal ini dapat disebabkan pembangunan jalan selama ini cenderung pada

penyediaan jalan dalam kota, terutama di kota-kota besar. Nilainya yang tidak

signifikan dapat dipengaruhi oleh sistem transportasi di Indonesia yang bervariasi

Page 78: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

sesuai dengan kondisi geografis pada setiap pulau. Misalnya di Pulau Jawa dan

Sumatera memiliki alat transportasi alternatif berupa sistem kereta api. Kenyataan

tersebut membuat kepadatan jalan tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi

ukuran perkotaan di Indonesia.

Penghematan urbanisasi dan lokalisasi memiliki pengaruh yang negative

dan sigmnifikan, atau dengan kata lain wilayah yang memiliki dominasi aktivitas

ekonomi yang tinggi pada kota/kabupaten dengan populasi penduduk perkotaan

terbesar dan tingginya tingkat penghematan karena lokalisasi cenderung memiliki

distribusi ukuran perkotaan yang tidak merata. Hal ini sesuai dengan hipotesis

bahwa peningkatan agglomerasi ekonomi menyebabkan distribusi penduduk pada

wilayah tersebut terkonsentrasi pada satu daerah.

Nilai koefisien sebesar -0.729 dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan 1

persen pada tingkat penghematan urbanisasi akan menurunkan nilai pareto sebesar

0.729 persen. Sedangkan koefisien sebesar -0.191 dapat didefinisikan bahwa

setiap kenaikan pada tingkat pehematan karena lokalisasi akan membuat eksponen

pareto menurun sebesar 0.191.

Pengaruh negatif yang tidak signifikan pada tingkat penghematan karena

spesialisasi menunjukkan telah terciptanya perubahan pada spesialisasi sektoral

menjadi spesialisasi fungsional melalui mekanisme pemisahan fasilitas

manajemen dan fasilitas produksi yang dibagi antara kota besar dan kota yang

lebih kecil.

Persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja perkotaan

memiliki pengaruh positif yang signifikan, berdasarkan hal ini dapat disimpulkan

bahwa wilayah yang memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi

Page 79: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

memiliki distribusi ukuran perkotaan yang relatif terdistribusi secara lebih merata.

Nilai koefisien sebesar 0.006 menunjukkan peningkatan proporsi angkatan kerja

terhadap penduduk perkotaan usia kerja meningkatkan nilai eksponen pareto

sebesar 0.006 persen. Hal ini dimungkinkan terjadi karena peningkatan angkatan

kerja memunculkan inisiatif-inisiatif usaha baru di kota/kabupaten yang lebih

kecil dan memungkinkan perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha dengan

membuka cabang-cabang baru di kota-kota lain.

Pendapatan per kapita memiliki hubungan yang positif yang tidak

signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan pendapatan per kapita

belum dapat membuat distribusi ukuran perkotaan cenderung terdistribusi secara

lebih merata. Hal ini dapat dijelaskan karena dengan pendapatan yang meningkat

tidak selalu memilih bertempat tinggal pada daerah yang tidak terlalu padat. Hal

ini terlihat pada adanya perumahan-perumahan mewah di Indonesia yang

berlokasi di pusat kota.

Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penerimaan totalnya memiliki

hubungan yang negatif signifikan yang menunjukkan semakin besar proporsi

pengeluaran terhadap penerimaan total secara nyata menyebabkan distribusi

ukuran perkotaan semakin tidak merata. Nilai yang negatif ini dapat disebabkan

oleh kenyataan bahwa pembangunan fasilitas publik yang dilakukan pemerintah

selama ini belum dapat mendorong terbentuknya pusat pelayanan baru sehingga

tetap mendorong mobilitas penduduk perkotaan ke kota-kota yang relatif besar.

Pembagian wilayah administrasi memiliki hubungan yang negatif

signifikan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa munculnya

kota/kabupaten baru dapat membuat distribusi ukuran perkotaan menjadi lebih

Page 80: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

merata. Hubungan negatif signifikan ini dapat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa

pemekaran wilayah tidak membuat pemerintahan berjalan lebih efisien. Kondisi

ini juga dapat disebabkan oleh karena penambahan jumlah kota/kabupaten justru

membuat keterkaitan aktivitas ekonomi antar daerah perkotaan tidak berjalan,

sehingga perekonomian menjadi cenderung terpusat. Faktor penyebab lainnya

adalah proses pemekaran yang terjadi pada sebuah daerah administrasi dengan

menghasilkan sebuah daerah administrasi baru, sehingga menyebabkan perkotaan

masing-masing yang semakin kecil. Nilai koefisien sebesar -0.012 menunjukkan

setiap penambahan pada jumlah kota/kabupaten akan menyebabkan nilai pareto

menurun 0.012 persen.

Keterbukaan wilayah memiliki hubungan yang positif. Nilai koefisien

sebesar 0.041 menunjukkan setiap peningkatan nilai ekspor dan impor terhadap

PDRB membuat nilai pareto meningkat 0.041 persen. Berdasarkan hal tersebut

dapat disimpulkan bahwa wilayah yang relatif terbuka yang ditandai dengan

peningkatan proporsi jumlah ekspor dan impor terhadap PDRB total cenderung

memiliki distribusi ukuran perkotaan yang relatif merata. Hal tersebut dapat

dikaitkan oleh proses produksi yang menghasilkan barang ekspor dan

menghasilkan barang impor telah dilakukan pada daerah dengan ukuran perkotaan

yang lebih kecil, sehingga mendorong mobilitas penduduk ke daerah-daerah

tersebut.

Distribusi ukuran perkotaan yang kelihatan terbentuk saat ini merupakan

pola yang memusat dan tidak tercipta hierarki pusat-pusat pelayanan. Kondisi

terpusatnya aktivitas ekonomi pada pusat pertumbuhan mengakibatkan besarnya

orientasi pergerakan penduduk menuju kota/kabupaten yang ukuran perkotaannya

Page 81: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

relatif besar. Maka tidak mengherankan berdasarkan hasil estimasi model tampak

bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan yaitu

tingkat peghematan urbanisasi.

Tabel 7. Nilai Koefisian Intersep Pengaruh Karakteristik Wilayah Terhadap Distribusi Ukuran Perkotaan

CROSSID Effect CROSSID Effect NAD -0.303 Nusa Tenggara Barat -0.226 Sumatera Utara 0.009 Nusa Tenggara Timur 0.267 Sumatera Barat 0.326 Kalimantan Barat -0.075 Riau -0.319 Kalimantan Tengah -0.017 Jambi 0.193 Kalimantan Selatan 0.104 Sumatera Selatan 0.313 Kalimantan Timur -0.649 Bengkulu -0.056 Sulawesi Utara -0.048 Lampung -0.002 Sulawesi Tengah 0.114 Jawa Barat 0.109 Sulawesi Selatan 0.378 Jawa Tengah 0.149 Maluku -0.211 Jawa Timur 0.118 Papua -0.353 Bali 0.181

Model panel data dengan pendekatan efek tetap dapat mengakomodasi

perbedaan konstanta intersep. Konstanta intersep dalam suatu hasil regresi

menggambarkan komponen peubah terikat yang tidak dapat diterangkan oleh

masing-masing peubah bebas yang digunakan dalam regresi tersebut. Berdasarkan

Tabel 7, masing-masing provinsi memiliki nilai konstanta intersep yang berbeda.

Nilai tersebut menunjukkan jika karakteristik wilayah yang digunakan dalam

model tidak berpengaruh nyata, maka eksponen pareto tertinggi adalah Provinsi

Kalimantan Timur dan terendah adalah Sulawesi Selatan.

5.3. Implikasi Kebijakan

Kenyataan bahwa meningkatnya penduduk perkotaan berkaitan dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi telah mendorong pemerintah untuk secepat

mungkin meningkatkan proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan. Proses

Page 82: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

peningkatan penduduk perkotaan ini perlu diarahkan agar tidak terkonsentrasi

secara berlebihan. Hal ini terkait dengan konsentrasi yang berlebihan dapat

menimbulkan berbagai permasalahan pada daerah tujuan maupun bagi daerah

asal.

Identifikasi distribusi ukuran perkotaan menunjukkan bahwa daerah

dengan ukuran perkotaan terbesar tetap didominasi oleh kota/kabupaten yang

berstatus ibukota provinsi. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan yang difokuskan

untuk membangun sarana dan prasarana pada pusat pertumbuhan, yang justru

menyebabkan semakin besarnya dominasi pusat-pusat pertumbuhan dalam

hierarki aktivitas ekonomi. Harapan pusat-pusat pertumbuhan tersebut sebagai

pemicu pembangunan kota/kabupaten lainnya menjadi tidak terwujud.

Dengan keterbatasan anggaran, pemerintah harus membuat prioritas

pembangunan. Pembangunan jalan harus diprioritaskan pada pembangunan jalan

antar kota untuk memastikan kelancaran mobilitas orang dan barang, yang

tentunya ditujukan untuk meminimisasi biaya transportasi antar kota.

Pengembangan transportasi ditujukan terutama untuk penyediaan akses antar

kota/kabupaten dalam rangka menumbuhkan pusat-pusat palayanan baru. Hal

tersebut seperti yang terjadi pada Pulau Jawa. Kota/kabupaten yang berada

berbatasan dengan kota besar seperti DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kota Semarang

dan Kota Bandung mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini tidak lain karena

adanya akses transportasi yang relatif memadai pada pulau ini.

Mengingat mahalnya harga lahan pada kota besar, pemerintah

kota/kabupaten yang berbatasan dengan kota besar tersebut berinisiatif untuk

menyediakan perumahan pada lokasinya untuk menarik penduduk di kota-kota

Page 83: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

besar. Kemudian muncul masalah transportasi seperti kemacetan lalu lintas akibat

peningkatan jumlah komuter karena tingginya daya tarik kota besar sebagai

penyedia lapangan kerja dan kebutuhan lain yang lebih lengkap. Untuk mengatasi

masalah transportasi komuter ini pemerintah melakukan pengembangan

transportasi dengan karakteristik bebas hambatan, cepat, serta daya angkut besar.

Walaupun demikian, aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja tetap terkonsentrasi

pada kota besar yang menyebabkan perkembangan perekonomian secara regional

tetap tidak banyak berubah.

Ukuran perkotaan suatu daerah dapat diperbesar ketika kawasan yang

sebelumnya tergolong pedesaan menjadi perkotaan, namun bukan berarti

menomor duakan pembangunan pedesaan, karena pembangunan perkotaan sangat

terkait dengan pedesaaan. Perbesaran ukuran perkotaan dapat terjadi tanpa

mengorbankan pembangunan pedesaan itu sendiri diantaranya melalui penyediaan

berbagai fasilitas perkotaan seperti rumah sakit, pasar, sekolah dan lain lain.

Penggunaan teknologi pertanian yang lebih modern juga penting dilakukan,

sehingga rumah tangga yang tergolong bermata pencarian sebagai petani

berkurang namun produktivitas pertanian tetap tinggi.

Berdasarkan perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi, otonomi daerah

diberikan kepada provinsi dan kabupaten/kota. Otonomi daerah ini lebih condong

diberikan kepada kabupaten/kota, karena jarak antara pemerintah daerah

kabupaten/kota kepada masyarakat relatif lebih dekat dari pada langsung ke

tingkat provinsi. Selain itu, kota/kabupaten dinilai lebih mengetahui karakteristik

daerah, sehingga diharapkan lebih mampu mencari strategi pembangunan terbaik.

Page 84: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Hubungan antara provinsi dan kabupaten/kota hanya sebatas koordinasi,

kerjasama dan kemitraan.

Pemberlakuan undang-undang otonomi daerah jangan sampai menjadi

hambatan keterkaitan aktivitas ekonomi antar kota/kabupaten. Kebijaksanaan

pengembangan perkotaan di Indonesia dewasa ini dilandasi pada pengaturan

mengenai sistem kota-kota yang terpadu. Dengan semakin terpadunya sistem-

sistem perkotaan yang ada, diharapkan akan terbentuk suatu hierarki perkotaan;

kota besar, menengah, dan kecil tumbuh secara paralel, dimana setiap kota

memiliki peran dalam aktivitas ekonomi regional sesuai hierarkinya masing-

masing.

Page 85: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Ukuran perkotaan di Indonesia secara umum tidak mengikuti ukuran

perkotaan menurut rank-size rule. Identifikasi ukuran perkotaan di

Indonesia menunjukkan bahwa terdapat primary city di Indonesia yang

ditandai dengan rasio antara ukuran perkotaan terbesar pertama dengan

ukuran perkotaan terbesar kedua yang lebih dari 1 berbanding 3.

2. Distribusi ukuran perkotaan di Indonesia pada kurun waktu 1995 hingga

2005 semakin tidak merata. Secara umum Pulau Jawa memiliki distribusi

ukuran perkotaan yang lebih merata dibandingkan dengan pulau besar

lainnya.

3. Kondisi distribusi ukuran perkotaan yang semakin tidak merata di

Indonesia disebabkan oleh tingkat penghematan urbanisasi, tingkat

penghematan karena lokalisasi, tingkat kemampuan pemerintah dalam

membiayai pembangunan dan jumlah daerah administrasi yang cenderung

meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi ukuran perkotaan di

Indonesia adalah tingkat partisipasi angkatan kerja maupun dalam tingkat

keterbukaan wilayah. Peningkatan pada kedua faktor tersebut

menyebabkan distribusi ukuran perkotaan menjadi lebih merata.

6.2. Saran

1. Pemisahan konsentrasi aktivitas, baik aktivitas produksi dengan aktivitas

manajemen, maupun kawasan pemukiman terhadap lokasi bisnis, perlu

Page 86: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

dilakukan agar agglomerasi ekonomi tidak terkonsentrasi pada daerah

tertentu. Hal ini dapat terealisasi dengan adanya dukungan sistem

transportasi yang saling terintegrasi antar daerah, sehingga dapat

meminimisasi biaya perjalanan.

2. Ukuran perkotaan suatu daerah dapat diperbesar ketika kawasan yang

sebelumnya tergolong pedesaan berubah menjadi perkotaan. Perbesaran

ukuran perkotaan dapat dilakukan sejalan dengan pembangunan pedesaan

diantaranya melalui penyediaan berbagai fasilitas perkotaan di pedesaan

seperti pengadaan pasar, sekolah, rumah sakit, serta akses terhadap

perbankan.

Page 87: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2005 dan 2000. Statistik Perhubungan 2000 dan 2005. BPS,

Jakarta. ---------. 2005, 2001, dan 1998. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi

1995/1996–1998/1999, 1999/2000-2002, 2003-2006. BPS, Jakarta.

---------. 2005, 2000 dan1995. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha 1995, 2000, 2005. BPS, Jakarta.

---------. 2005, 2000 dan 1995. Produk Domestik Regional Bruto Menurut

Komponen Penggunaan 1995, 2000, 2005. BPS, Jakarta. ---------. 2005 dan 1995. Survei Penduduk Antar Sensus 1995 dan 2005. BPS,

Jakarta. ---------. 2000. Sensus Penduduk 2000. BPS, Jakarta. ---------. 1996. Statistik Kendaraan Bermotor dan Panjang Jalan 1995-1996. BPS,

Jakarta. BPS, BAPPENAS dan UNFPA. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025.

BPS, Jakarta. Bradley, R. dan J.S. Gans. 1998. Growth in Australian City. The Economics

Record 74 (226), 266-277. Crampton, G. 2005. The Rank Size Rule in Europe: Testing Zip’s Law Using

European Data. ERSA2005, Paper 185, Theme K, Amsterdam. Duranton, G. 2002. City Size Distribution As a Consequence of Growth Process.

Centre for economic performance. London School of Economics and Political Science. London.

Gabaix, X dan Y.M. Iolinides. 2003. The Evolution of City Size Distribution.

Working Paper. Departement of Economics Tufts University. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan sumarno [penerjemah].

Erlangga, Jakarta. Henderson, V. 2000. The Effects of Urban Concentration in Economic Growth.

Working Papers. National Bureau of Economic Research. http://www.nber.org/papers/w7503.

Page 88: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Hoover dan Giarratani. 2002. Introduction to Regional Economics. http://www.rri.wvm.edu/webbook/giarratani

Hsiao, C. 2004. Analysis of Panel Data. Cambridge University, UK. Junius, K. 1999. Primacy and Economic Development: Bell Shaped or Parallel

Growth of Cities. Journal of economics Development. Vol.24 no.1. Kuncoro, M. 2002. Analisis Spasial dan Regional. AMP YKPN, Yogyakarta. Landiyanto, E.A. 2005. Spesialisasi dan Konsentrasi Spasial pada Sektor

Industri Manufaktur di Jawa Timur. Disampaikan pada paralel session VIB: Industry and Trade. 17 November 2005. Jakarta.

Marbun, B.N. 1994. Kota Indonesia Masa Depan: Masalah dan Prospek.

Erlangga, Jakarta.

Mulatip, I dan B.P.S. Brodjonegoro. 2004. Determinan Pertumbuhan Kota di Indonesia. Jurnal Pembangunan dan Ekonomi Indonesia. FEUI: Depok.

Prabatmodjo, H. 2000. Perkotaan Indonesia pada Abad ke-21: Menuju Urbanisasi Menyebar?. Jurnal Perencanaan Wilayah Kota Vol.11. No.1/Maret 2000.

Priyarsono, D.S., Sahara dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas Terbuka, Jakarta.

Roosen, K. T. dan M. Resnick, 1980. The Size Distribution of Cities: An

Examination of Pareto Law and Primacy, Journal of Urban Economics 8: 165-186.

Soo, K.T. 2002. Zipf’s Law for Cities: A Cross Country Investigation. Processed,

London School of Economics. Sullivan, A.O. 2000. Urban Economics, 4th edition. Irwin Mc Graw Hill,

Singapore. Verbeek, M. 2004. Modern Econometrics. John Wiley and Sons Inc., USA.

Page 89: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Lampiran 1. Grafik Ukuran Perkotaan Aktual Dibandingkan dengan Ukuran Perkotaan Menurut Rank-SizeRule

1. Tahun 1995

2. Tahun 2000

1.0E+04

2.0E+043.0E+045.0E+04

1.0E+05

2.0E+053.0E+055.0E+05

1.0E+06

2.0E+063.0E+065.0E+06

1.0E+07

0 40 80 120 160 200 240 280

R

SSRSR

1.0E+04

2.0E+043.0E+045.0E+04

1.0E+05

2.0E+053.0E+055.0E+05

1.0E+06

2.0E+063.0E+065.0E+06

1.0E+07

0 40 80 120 160 200 240 280 320

R

SSRSR

Page 90: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

3. Tahun 2005

Keterangan: S = Ukuran perkotaan aktual SRSR = Ukuran perkotaan prediksi ran-size rule

1.0E+04

2.0E+043.0E+045.0E+04

1.0E+05

2.0E+053.0E+055.0E+05

1.0E+06

2.0E+063.0E+065.0E+06

1.0E+07

0 50 100 150 200 250 300 350

R

SSRSR

Page 91: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Lampiran 2. Distribusi Ukuran Perkotaan Aktual Tahun 1995, 2000 dan 2005 Tahun 1995 Tahun 2000 Tahun 2005 Rank Size Kota/Kabupaten Rank Size Kota/Kabupaten Rank Size Kota/Kabupaten Ukuran Perkotaan lebih dari 5.120.000

1 9023458 D K I Jakarta 1 8361079 D K I Jakarta 1 8839247 D K I Jakarta

Ukuran Perkotaan antara 2.560.000 - 5.120.000 jiwa

2 2888879 Kab. Bogor 2 2656636 Kab. Bandung 2 2611506 Kota Surabaya

3 2663820 Kota Surabaya 3 2599796 Kota Surabaya Ukuran Perkotaan antara 1.280.000 - 2.560.000 jiwa

4 2356120 Kota Bandung 4 2136260 Kota Bandung 3 2419666 Kab. Bandung

5 2137200 Kab. Bekasi 5 2013987 Kab. Bogor 4 2292672 Kab. Tangerang

6 1843919 Kota Medan 6 1940810 Kab. Tangerang 5 2288570 Kota Bandung

7 1669381 Kab. Bandung 7 1910683 Kota Medan 6 2180910 Kab. Bogor

8 1622170 Kota Bekasi 7 2029797 Kota Medan

9 1437515 Kota Palembang 8 1940308 Kota Bekasi

10 1345232 Kota Semarang 9 1453608 Kab. Sidoarjo

11 1339311 Kab. Sidoarjo 10 1451595 Kota Tangerang

12 1325854 Kota Tangerang 11 1352869 Kota Semarang

12 1339263 Kota Depok

13 1323169 Kota Palembang

Ukuran Perkotaan antara 640.000 - 1.280.000 jiwa

8 1258360 Kab. Tangerang 13 1120892 Kota Depok 14 1272550 Kab. Bekasi

9 1222764 Kota Palembang 14 1082736 Kab. Cirebon 15 1168258 Kota Makassar

10 1104405 Kota Semarang 15 1077225 Kota Ujung Pandang 16 1135530 Kab. Cirebon

11 1060257 Kota Ujung Pandang 16 1044894 Kab. Deli Serdang 17 1065933 Kab. Deli Serdang

12 1046204 Kab. Deli Serdang 17 967740 Kab. Bekasi 18 891467 Kota Bogor

13 974952 Kota Tangerang 18 951446 Kab. Malang 19 886394 Kab. Malang

14 906642 Kab. Sidoarjo 19 784681 Kab. Jember 20 816283 Kab. Sleman

15 887757 Kab. Cirebon 20 766617 Kab. Tegal 21 808112 Kab. Jember

Page 92: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

16 716862 Kota Malang 21 746921 Kota Bogor 22 790057 Kota Bandar Lampung

17 680332 Kota Bandar Lampung 22 742826 Kab. Klaten 23 773174 Kota Malang

23 742263 Kota Malang 24 761167 Kab. Tegal

24 738786 Kab. Sleman 25 750929 Kab. Karawang

25 735916 Kota Bandar Lampung 26 726644 Kab. Klaten

26 662211 Kab. Banyumas 27 703956 Kota Pekan Baru

28 688021 Kab. Jombang

29 686908 Kota Padang

30 674937 Kab. Pemalang

31 665026 Kab. Banyumas

Ukuran Perkotaan antara 320.000 - 640.000 jiwa

18 616502 Kab. Tegal 27 660806 Kab. Karawang 32 621794 Kab. Garut

19 578097 Kab. Malang 28 626583 Kab. Pemalang 33 618122 Kab. Bantul

20 534474 Kota Padang 29 614799 Kab. Jombang 34 587227 Kota Batam

21 516594 Kota Surakarta 30 602152 Kab. Tasikmalaya 35 583253 Kab. Sukoharjo

22 516410 Kab. Banyumas 31 601341 Kota Padang 36 576413 Kota Banjarmasin

23 482931 Kota Banjarmasin 32 579773 Kab. Garut 37 574610 Kota Denpasar

24 474251 Kab. Jember 33 576612 Kota Pekan Baru 38 573848 Kab. Gresik

25 457815 Kab. Kudus 34 562051 Kab. Bantul 39 571157 Kab. Brebes

26 448477 Kab. Sleman 35 551786 Kab. Brebes 40 546879 Kota Cimahi

27 445626 Kab. Klaten 36 551572 Kab. Banyuwangi 41 542927 Kab. Sukabumi

28 444482 Kab. Karawang 37 546436 Kab. Sukoharjo 42 535264 Kab. Jepara

29 444207 Kab. Tasikmalaya 38 532944 Kota Denpasar 43 528295 Kab. Banyuwangi

30 443744 Kab. Sukoharjo 39 521999 Kota Banjarmasin 44 520699 Kab. Pasuruan

31 438638 Kota Pekan Baru 40 517315 Kab. Kediri 45 519930 Kab. Kediri

32 438228 Kab. Bantul 41 514894 Kab. Pasuruan 46 513338 Kab. Kudus

33 418944 Kota Yogyakarta 42 508259 Kab. Sukabumi 47 511568 Kab. Cianjur

34 418320 Kab. Brebes 43 500960 Kab. Gresik 48 506397 Kota Surakarta

35 409632 Kota Pontianak 44 493727 Kab. Jepara 49 505664 Kota Samarinda

Page 93: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

36 407660 Kab. Sukabumi 45 490853 Kota Surakarta 50 501843 Kota Pontianak

37 399175 Kota Samarinda 46 482603 Kab. Cianjur 51 464418 Kab. Serang

38 395100 Kab. Pemalang 47 478865 Kab. Kudus 52 456278 Kota Tasikmalaya

39 385201 Kota Jambi 48 466350 Kota Samarinda 53 455244 Kab. Cilacap

40 365070 Kab. Banyuwangi 49 465674 Kota Pontianak 54 440552 Kota Balikpapan

41 363474 Kota Denpasar 50 458587 Kab. Serang 55 433539 Kota Yogyakarta

42 362746 Kab. Jombang 51 454843 Kab. Cilacap 56 431741 Kab. Indramayu

43 362283 Kab. Indramayu 52 426496 Kab. Lombok Timur 57 409202 Kota Jambi

44 347616 Kab. Serang 53 414882 Kota Batam 58 406520 Kab. Tulungagung

45 344955 Kab. Cilacap 54 411057 Kab. Indramayu 59 402026 Kab. Mojokerto

46 338752 Kota Balikpapan 55 400351 Kota Jambi 60 396412 Kab. Lombok Timur

47 332948 Kab. Kediri 56 396744 Kota Yogyakarta 61 385269 Kab. Majalengka

48 332288 Kota Manado 57 386362 Kab. Tulungagung 62 370139 Kota Manado

49 328716 Kab. Jepara 58 382453 Kota Balikpapan 63 369591 Kab. Pekalongan

59 379984 Kab. Mojokerto 64 354124 Kab. Karanganyar

60 369737 Kab. Majalengka 65 354002 Kab. Pati

61 357292 Kab. Kendal 66 350054 Kab. Kendal

62 357216 Kab. Pekalongan 67 345014 Kab. Bengkalis

63 356560 Kab. Ciamis 68 342896 Kota Mataram

64 352995 Kota Manado 69 324116 Kab. Nganjuk

65 351140 Kab. Pati

66 341552 Kab. Karanganyar Ukuran Perkotaan antara 160.000 - 320.000 jiwa

50 316758 Kab. Gresik 67 317941 Kab. Nganjuk 70 308771 Kota Cirebon

51 312000 Kab. Pasuruan 68 317288 Kota Mataram 71 305713 Kab. Subang

52 308321 Kab. Garut 69 295953 Kab. Sumedang 72 305256 Kab. Sumedang

53 306440 Kab. Mojokerto 70 291439 Kab. Kebumen 73 294879 Kab. Purwakarta

54 306336 Kota Mataram 71 287430 Kab. Subang 74 293047 Kab. Semarang

55 305490 Kab. Bengkalis 72 282714 Kab. Magelang 75 292382 Kab. Lombok Barat

Page 94: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

56 301504 Kota Pekalongan 73 277286 Kab. Kuningan 76 282776 Kab. Kuningan

57 289744 Kota Tegal 74 276595 Kab. Purwakarta 77 282304 Kab. Magelang

58 285114 Kota Bogor 75 275476 Kab. Probolinggo 78 280373 Kota Sukabumi

59 277920 Kab. Labuhan Batu 76 272696 Kab. Demak 79 276820 Kota Cilegon

60 273780 Kab. Cianjur 77 272263 Kota Cirebon 80 274858 Kab. Ciamis

61 263998 Kab. Tulungagung 78 271884 Kab. Semarang 81 270357 Kab. Asahan

62 257895 Kab. Kepulauan Riau 79 270948 Kota Bengkulu 82 270346 Kab. Probolinggo

63 256371 Kab. Gunung Kidul 80 259870 Kab. Blitar 83 264731 Kab. Kebumen

64 254406 Kota Cirebon 81 256824 Kota Pekalongan 84 264368 Kab. Blitar

65 253760 Kota Kediri 82 250790 Kab. Asahan 85 264142 Kab. Demak

66 249312 Kota Ambon 83 248170 Kab. Lombok Barat 86 263921 Kota Pekalongan

67 248018 Kab. Majalengka 84 247154 Kota Cilegon 87 259227 Kab. Sragen

68 244006 Kab. Kuningan 85 245887 Kab. Aceh Utara 88 252768 Kota Bengkulu

69 242653 Kab. Kutai 86 244519 Kota Kediri 89 251844 Kota Palu

70 238080 Kab. Asahan 87 243746 Kota Sukabumi 90 248640 Kota Kediri

71 236250 Kab. Lumajang 88 242712 Kota Pematang Siantar 91 246974 Kab. Gianyar

72 234324 Kota Bengkulu 89 239102 Kab. Sragen 92 243443 Kab. Langkat

73 225784 Kab. Aceh Utara 90 236988 Kota Tegal 93 239833 Kab. Boyolali

74 224640 Kab. Situbondo 91 235548 Kab. Boyolali 94 238676 Kota Tegal

75 222183 Kab. Nganjuk 92 232171 Kota Palu 95 236315 Kab. Buleleng

76 218160 Kab. Pati 93 229968 Kab. Situbondo 96 232801 Kab. Situbondo

77 216864 Kab. Pekalongan 94 229730 Kab. Gianyar 97 231921 Kab. Badung

78 209500 Kota Palu 95 229245 Kab. Bengkalis 98 230784 Kota Kupang

79 208200 Kab. Subang 96 225275 Kab. Kepulauan Riau 99 229525 Kota Pematang Siantar

80 205318 Kab. Magelang 97 218386 Kab. Batang 100 223923 Kab. Batang

81 203360 Kab. Batang 98 216368 Kab. Buleleng 101 222299 Kota Binjai

82 203056 Kota Pematang Siantar 99 216331 Kota Kupang 102 217298 Kab. Lumajang

83 201762 Kota Banda Aceh 100 215711 Kab. Lumajang 103 211510 Kab. Ponorogo

84 201279 Kab. Blitar 101 215085 Kota Banda Aceh 104 207305 Kab. Bojonegoro

Page 95: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

85 201216 Kab. Kendal 102 210222 Kota Binjai 105 204218 Kota Ambon

86 199644 Kab. Semarang 103 209444 Kab. Muara Enim 106 203610 Kab. Tuban

87 191391 Kab. Boyolali 104 206460 Kab. Ponorogo 107 203185 Kab. Magetan

88 191168 Kab. Karanganyar 105 202254 Kab. Karimun 108 199973 Kab. Purworejo

89 186150 Kab. Grobogan 106 198377 Kab. Tuban 109 195006 Kota Kendari

90 183612 Kab. Lampung Tengah 107 197056 Kab. Badung 110 194938 Kab. Grobogan

91 182470 Kab. Badung 108 195319 Kab. Bojonegoro 111 194349 Kab. Bangkalan

92 173472 Kab. Kupang 109 195122 Kab. Lamongan 112 194077 Kab. Tasikmalaya

93 172187 Kab. Ciamis 110 194787 Kab. Simalungun 113 193777 Kab. Purbalingga

94 171532 Kota Madiun 111 192863 Kab. Purbalingga 114 189044 Kab. Labuhan Batu

95 165244 Kab. Wonogiri 112 191730 Kab. Magetan 115 185117 Kab. Blora

113 190909 Kab. Minahasa 116 182541 Kab. Lampung Selatan

114 190829 Kab. Langkat 117 182275 Kab. Lamongan

115 185833 Kab. Purworejo 118 179845 Kab. Simalungun

116 181940 Kab. Grobogan 119 177881 Kota Banda Aceh

117 174946 Kab. Ogan Komering Ulu 120 171390 Kota Madiun

118 173566 Kab. Bangkalan 121 169327 Kab. Gowa

119 172973 Kab. Musi Banyu Asin 122 168734 Kota Probolinggo

120 171209 Kab. Blora 123 167958 Kota Tanjung Pinang

121 167898 Kab. Temanggung 124 166519 Kota Pasuruan

122 166268 Kab. Labuhan Batu 125 165628 Kab. Temanggung

123 164426 Kab. Wonogiri 126 164220 Kota Jayapura

124 163956 Kota Madiun 127 163085 Kab. Wonogiri

125 162521 Kota Pasuruan 128 162900 Kab. Serdang Bedagai

126 162272 Kota Kendari 129 161704 Kab. Pandeglang

Ukuran Perkotaan antara 80.000 - 160.000 jiwa

96 158800 Kab. Ponorogo 127 158608 Kab. Pandeglang 130 158467 Kab. Pontianak

97 157042 Kab. Aceh Timur 128 156657 Kota Probolinggo 131 156012 Kab. Banjarnegara

98 155600 Kab. Kebumen 129 156042 Kota Ambon 132 154047 Kab. Bondowoso

Page 96: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

99 155290 Kab. Purwakarta 130 154528 Kota Jayapura 133 152913 Kota Salatiga

100 155050 Kab. Pontianak 131 154355 Kab. Lampung Selatan 134 148355 Kab. Banyuasin

101 153549 Kab. Banjar 132 153365 Kab. Bangka 135 148139 Kota Palangka Raya

102 151515 Kab. Demak 133 152219 Kab. Bondowoso 136 147322 Kab. Madiun

103 148423 Kab. Kendari 134 151177 Kab. Banjarnegara 137 147030 Kota Tarakan

104 148010 Kab. Probolinggo 135 150874 Kab. Madiun 138 145929 Kota Banjar Baru

105 143276 Kab. Blora 136 147846 Kab. Tanggamus 139 144383 Kota Lhokseumawe

106 142990 Kab. Tuban 137 145832 Kab. Rembang 140 143430 Kota Sorong

107 142655 Kab. Bangkalan 138 144380 Kab. Aceh Timur 141 143390 Kab. Rembang

108 142610 Kota Binjai 139 142005 Kota Salatiga 142 143228 Kab. Trenggalek

109 140007 Kota Batam 140 141782 Kab. Trenggalek 143 143141 Kab. Tanggamus

110 137855 Kab. Sumedang 141 141215 Kota Palangka Raya 144 140037 Kota Dumai

111 137100 Kota Pasuruan 142 137676 Kab. Lahat 145 139969 Kab. Sumenep

112 136544 Kab. Muara Enim 143 136925 Kab. Gowa 146 139385 Kota Pangkal Pinang

113 135324 Kab. Buton 144 134882 Kab. Kotawaringin Timur 147 137461 Kota Gorontalo

114 134384 Kab. Bulongan 145 133565 Kab. Sumenep 148 136662 Kab. Muara Enim

115 133988 Kab. Buleleng 146 131411 Kota Ternate 149 136346 Kab. Pamekasan

116 133485 Kota Palangka Raya 147 129144 Kab. Sumbawa 150 134550 Kab. Kutai

117 132864 Kab. Bojonegoro 148 128331 Kab. Kutai 151 134548 Kota Tebing Tinggi

118 132319 Kab. Sambas 149 128117 Kab. Pontianak 152 133897 Kota Tanjung Balai

119 131264 Kab. Kulon Progo 150 126965 Kab. Pamekasan 153 133078 Kota Ternate

120 129240 Kota Tebing Tinggi 151 125184 Kota Tebing Tinggi 154 132462 Kab. Tabanan

121 128384 Kab. Lahat 152 124736 Kab. Musi Rawas 155 131999 Kota Bitung

122 127629 Kab. Lombok Timur 153 124188 Kab. Lombok Tengah 156 131638 Kab. Lombok Tengah

123 125766 Kota Sukabumi 154 121997 Kota Pangkal Pinang 157 131345 Kab. Karimun

124 124605 Kab. Sumenep 155 121784 Kab. Wonosobo 158 129489 Kota Padang Sidempuan

125 124196 Kab. Bangka 156 121382 Kab. Kota Baru 159 126776 Kota Blitar

126 123800 Kota Magelang 157 120543 Kab. Bengkayang 160 126491 Kota Langsa

127 120770 Kota Probolinggo 158 119942 Kab. Tabanan 161 126365 Kota Lubuk Linggau

Page 97: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

128 117978 Kab. Polewali Mamasa 159 119621 Kota Gorontalo 162 124374 Kota Magelang

129 117972 Kab. Ogan Komering Ulu 160 119372 Kota Blitar 163 123762 Kab. Sumbawa

130 116494 Kab. Rembang 161 119092 Kab. Rejang Lebong 164 121813 Kab. Wonosobo

131 115804 Kab. Purworejo 162 118532 Kota Banjar Baru 165 120142 Kab. Siak

132 114912 Kab. Belitung 163 118237 Kota Tanjung Balai 166 118405 Kota Bontang

133 114224 Kab. Lampung Selatan 164 117553 Kota Magelang 167 113656 Kota Singkawang

134 113895 Kota Pangkal Pinang 165 116723 Kab. Lampung Utara 168 113052 Kota Batu

135 113876 Kota Blitar 166 115714 Kota Dumai 169 111860 Kota Mojokerto

136 112896 Kab. Tapanuli Selatan 167 113302 Kab. Bima 170 109787 Kab. Jembrana

137 112413 Kab. Maluku Utara 168 112851 Kab. Ogan Komering Ilir 171 109033 Kab. Lampung Utara

138 111111 Kab. Lamongan 169 112773 Kota Tarakan 172 104824 Kab. Lebak

139 110770 Kota Gorontalo 170 112366 Kab. Sidenreng Rappang 173 101453 Kota Pare-Pare

140 108696 Kota Jayapura 171 111883 Kab. Belitung 174 100588 Kab. Banjar

141 105792 Kab. Simalungun 172 111716 Kota Bitung 175 100512 Kota Bukittinggi

142 103974 Kota Mojokerto 173 108938 Kota Mojokerto 176 99686 Kab. Bone

143 101892 Kota Salatiga 174 108493 Kab. Tapanuli Selatan 177 98928 Kab. Lampung Tengah

144 101796 Kota Tanjung Balai 175 105860 Kab. Jembrana 178 98451 Kab. Kotawaringin Timur

145 101250 Kab. Gowa 176 105618 Kota Sorong 179 97290 Kota Palopo

146 99912 Kab. Sorong 177 105115 Kab. Buton 180 97198 Kab. Kotawaringin Barat

147 97614 Kab. Wajo 178 102291 Kab. Luwu 181 96105 Kab. Rokan Hilir

148 97428 Kab. Luwu 179 98910 Kab. Lampung Tengah 182 95904 Kab. Merauke

149 95653 Kota Pare-Pare 180 98591 Kota Pare-Pare 183 95894 Kota Metro

150 93130 Kab. Musi Banyu Asin 181 97791 Kota Bontang 184 95872 Kab. Bangka

151 92225 Kab. Tabanan 182 93422 Kab. Lebak 185 94756 Kota Prabumulih

152 90402 Kab. Madiun 183 91991 Kota Bukittinggi 186 94027 Kota Bima

153 89920 Kab. Bondowoso 184 89885 Kab. Bone 187 92764 Kab. Polewali Mandar

154 89100 Kab. Bone 185 89071 Kota Metro 188 92620 Kab. Rejang Lebong

155 88363 Kab. Langkat 186 88367 Kab. Polewali Mamasa 189 90489 Kota Sibolga

156 87143 Kab. Kota Baru 187 88032 Kab. Kotawaringin Barat 190 89054 Kab. Lahat

Page 98: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

157 85484 Kab. Rejang Lebong 188 87081 Kab. Siak 191 89040 Kota Banjar

158 85304 Kab. Kotawaringin Timur 189 84604 Kab. Gorontalo 192 85403 Kab. Minahasa

159 84972 Kab. Lebak 190 82107 Kota Sibolga 193 83694 Kota Baubau

160 82350 Kab. Purbalingga 191 81333 Kab. Banjar 194 83108 Kab. Tanah Bumbu

161 81928 Kota Bukittinggi 195 80266 Kab. Ketapang

162 81540 Kota Bitung

163 80784 Kab. Agam 164 80666 Kab. Bima

Ukuran Perkotaan antara 40.000 - 80.000 jiwa 165 79872 Kab. Banjarnegara 192 79620 Kab. Agam 196 79603 Kab. Agam

166 79632 Kab. Temanggung 193 78866 Kab. Aceh Barat 197 78860 Kab. Sampang

167 79442 Kab. Ogan Komering Ilir 194 78705 Kab. Rokan Hilir 198 78545 Kab. Gorontalo

168 79170 Kab. Kampar 195 76700 Kab. Sampang 199 78356 Kab. Tanjung Jabung Barat

169 77749 Kab. Wonosobo 196 74566 Kab. Padang Pariaman 200 77647 Kab. Wajo

170 76934 Kota Sibolga 197 73685 Kab. Wajo 201 77412 Kab. Ngawi

171 74712 Kab. Sampang 198 73543 Kab. Kapuas 202 76815 Kab. Ogan Komering Ulu

172 74351 Kab. Maluku Tengah 199 72624 Kab. Ngawi 203 76274 Kab. Indragiri Hilir

173 73953 Kab. Poso 200 71257 Kab. Pasir 204 75011 Kab. Klungkung

174 73746 Kab. Sragen 201 70528 Kab. Klungkung 205 74459 Kab. Sambas

175 73556 Kab. Padang Pariaman 202 70366 Kab. Ketapang 206 72261 Kab. Aceh Timur

176 73440 Kab. Pamekasan 203 68345 Kab. Sanggau 207 71390 Kab. Kepulauan Riau

177 73132 Kab. Banggai 204 66556 Kab. Tanjung Jabung Barat 208 71058 Kab. Kulon Progo

178 72496 Kab. Minahasa 205 66374 Kab. Kulon Progo 209 70563 Kab. Belitung

179 71586 Kab. Klungkung 206 66129 Kab. Karo 210 68173 Kota Payakumbuh

180 70027 Kab. Tapanuli Utara 207 65997 Kab. Sambas 211 67100 Kab. Belu

181 68930 Kab. Bungo Tebo 208 65737 Kota Payakumbuh 212 66873 Kab. Karo

182 67950 Kab. Gianyar 209 65674 Kab. Maluku Tengah 213 66063 Kab. Berau

183 66300 Kab. Sawahlunto/Sijunjung 210 62071 Kab. Indragiri Hilir 214 65598 Kab. Banggai

184 65709 Kab. Indragiri Hulu 211 60119 Kab. Ende 215 65346 Kab. Kota Baru

Page 99: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

185 64640 Kab. Lampung Utara 212 58420 Kab. Banggai 216 64910 Kab. Sidenreng Rappang

186 63558 Kab. Sumbawa 213 57614 Kab. Pacitan 217 64129 Kab. Kolaka

187 61642 Kota Payakumbuh 214 57112 Kab. Pasaman 218 63969 Kab. Pinrang

188 61370 Kab. Maluku Tenggara 215 56383 Kab. Kolaka 219 63243 Kab. Ende

189 61336 Kab. Kotawaringin Barat 216 55112 Kab. Manggarai 220 60888 Kab. Maluku Tengah

190 61335 Kab. Magetan 217 54635 Kab. Pinrang 221 60602 Kab. Tana Toraja

191 61020 Kab. Pandeglang 218 51438 Kab. Maros 222 60212 Kab. Aceh Besar

192 59170 Kab. Ende 219 51141 Kab. Bolaang Mengondow 223 59412 Kab. Aceh Selatan

193 58374 Kab. Batang Hari 220 51012 Kab. Berau 224 59215 Kab. Bulukumba

194 57368 Kab. Kerinci 221 50514 Kab. Karang Asem 225 58755 Kab. Bolaang Mengondow

195 56028 Kab. Merauke 222 49863 Kab. Tana Toraja 226 58709 Kab. Kapuas

196 53868 Kab. Manokwari 223 49298 Kab. Maluku Utara 227 58688 Kab. Pacitan

197 53856 Kab. Karo 224 49108 Kab. Aceh Tengah 228 58591 Kab. Ogan Komering Ilir

198 53592 Kab. Musi Rawas 225 49018 Kab. Bulukumba 229 57920 Kab. Karang Asem

199 53445 Kab. Lombok Barat 226 48985 Kab. Tanjung Jabung Timur 230 56293 Kab. Maros

200 53244 Kab. Indragiri Hilir 227 48341 Kab. Aceh Selatan 231 54668 Kota Pagar Alam

201 52375 Kab. Tapanuli Tengah 228 47799 Kab. Maluku Tenggara 232 54049 Kota Solok

202 52116 Kab. Ngawi 229 47338 Kota Solok 233 51717 Kab. Manggarai

203 51480 Kab. Aceh Barat 230 46323 Kab. Hulu Sungai Selatan 234 51431 Kab. Kerinci

204 51456 Kab. Hulu Sungai Utara 231 46035 Kab. Mandailing Natal 235 50651 Kab. Ogan Ilir

205 51128 Kab. Sikka 232 45894 Kab. Majene 236 50455 Kab. Aceh Barat

206 50358 Kab. Bulukumba 233 45863 Kab. Merauke 237 49718 Kab. Hulu Sungai Utara

207 48503 Kab. Sumba Timur 234 44845 Kab. Hulu Sungai Utara 238 48535 Kab. Belitung Timur

208 48250 Kab. Maros 235 44527 Kab. Belu 239 48211 Kab. Mandailing Natal

209 47414 Kab. Pinrang 236 44155 Kab. Bangli 240 47793 Kab. Bangli

210 46624 Kab. Trenggalek 237 43167 Kab. Biak Numfor 241 47691 Kab. Tanjung Jabung Timur

211 46516 Kab. Bolaang Mengondow 238 42775 Kab. Sintang 242 47324 Kab. Majene

212 46190 Kab. Jayapura 239 41922 Kab. Sikka 243 47267 Kab. Sanggau

213 45436 Kab. Tanjung Jabung 240 41669 Kab. Tapanuli Utara 244 47026 Kota Tomohon

Page 100: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

214 45136 Kab. Takalar 241 40993 Kab. Kerinci 245 46977 Kab. Hulu Sungai Selatan

215 43316 Kab. Biak Numfor 242 40916 Kab. Toba Samosir 246 46968 Kab. Mimika

216 42828 Kab. Nias 243 40818 Kab. Pesisir Selatan 247 46696 Kab. Aceh Utara

217 41008 Kab. Gorontalo 244 40531 Kab. Aceh Besar 248 46274 Kab. Nias

218 40766 Kab. Manggarai 245 40200 Kab. Soppeng 249 45842 Kab. Bungo

219 40260 Kab. Aceh Selatan 250 45662 Kab. Pelalawan

220 40194 Kab. Lombok Tengah 251 45152 Kab. Ogan Komering Ulu Timur

252 43753 Kab. Tabalong

253 43648 Kab. Pasir

254 43584 Kab. Soppeng

255 43504 Kab. Musi Banyu Asin

256 43189 Kab. Sinjai

257 42541 Kab. Pesisir Selatan

258 42491 Kab. Kampar

259 42447 Kab. Sikka

260 42422 Kota Pariaman

261 42298 Kab. Hulu Sungai Tengah

262 41999 Kab. Tanah Laut

263 41696 Kab. Minahasa Utara

264 41617 Kab. Bantaeng

265 41558 Kab. Tapanuli Tengah

266 41068 Kab. Indragiri Hulu

267 40971 Kab. Toli-Toli

268 40732 Kab. Sumba Timur

Ukuran Perkotaan antara 20.000 - 40.000 jiwa

221 39712 Kab. Pidie 246 39740 Kab. Lampung Timur 269 39938 Kab. Nunukan

222 39510 Kab. Sidenreng Rappang 247 39732 Kab. Kutai Timur 270 39694 Kota Padang Panjang

223 37700 Kab. Muna 248 39472 Kab. Donggala 271 39676 Kab. Barru

224 36252 Kab. Buol Toli-Toli 249 39406 Kab. Bungo 272 39537 Kab. Pangkajene Kepulauan

Page 101: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

225 36025 Kab. Karang Asem 250 39111 Kab. Luwu Utara 273 37957 Kab. Dairi

226 34440 Kota Padang Panjang 251 38930 Kab. Sinjai 274 37455 Kab. Penajam Paser Utara

227 34221 Kab. Aceh Tengah 252 38225 Kab. Bantaeng 275 37382 Kab. Luwu Timur

228 33712 Kab. Kolaka 253 38150 Kab. Barito Selatan 276 36825 Kab. Dompu

229 31680 Kab. Majene 254 37737 Kab. Kampar 277 36770 Kab. Bengkulu Selatan

230 31312 Kab. Pesisir Selatan 255 37703 Kab. Bengkulu Selatan 278 36383 Kab. Sintang

231 31080 Kab. Donggala 256 37451 Kab. Barru 279 36317 Kab. Lampung Timur

232 30303 Kab. Kapuas 257 37310 Kab. Pangkajene Kepulauan 280 35767 Kab. Pasaman

233 30051 Kab. Sanggau 258 36803 Kab. Indragiri Hulu 281 35617 Kab. Pasaman Barat

234 29547 Kab. Tana Toraja 259 36347 Kab. Toli-Toli 282 35294 Kab. Takalar

235 28710 Kab. Soppeng 260 35385 Kab. Dairi 283 35194 Kab. Tanah Datar

236 28620 Kab. Berau 261 34875 Kab. Gunung Kidul 284 35068 Kab. Muna

237 28324 Kab. Sarolangun Bangko 262 34758 Kab. Dompu 285 34629 Kab. Gunung Kidul

238 27968 Kab. Barru 263 34669 Kota Padang Panjang 286 33960 Kab. Padang Pariaman

239 27918 Kab. Fak-Fak 264 34657 Kab. Tabalong 287 33350 Kab. Bulongan

240 27900 Kab. Barito Utara 265 34204 Kab. Barito Utara 288 33088 Kab. Timor Tengah Selatan

241 27406 Kab. Barito Selatan 266 33566 Kab. Tanah Datar 289 32863 Kab. Aceh Tengah

242 27040 Kab. Timor Tengah Selatan 267 33491 Kab. Barito Kuala 290 31382 Kab. Nabire

243 26910 Kab. Bengkulu Selatan 268 32929 Kab. Muna 291 31028 Kab. Flores Tim ur

244 26404 Kab. Ketapang 269 32818 Kab. Sumba Timur 292 30976 Kab. Kuantan Singingi

245 25840 Kab. Sinjai 270 32261 Kab. Batang Hari 293 30681 Kab. Bangka Selatan

246 25241 Kota Solok 271 32179 Kab. Takalar 294 30469 Kab. Batang Hari

247 24832 Kab. Jembrana 272 32023 Kab. Bengkulu Utara 295 29876 Kab. Aceh Tamiang

248 24332 Kab. Paniai 273 31862 Kab. Manokwari 296 29780 Kab. Alor

249 23868 Kab. Pasaman 274 30986 Kab. Halmahera Tengah 297 29230 Kota Sawah Lunto

250 23842 Kab. Tanah Laut 275 30702 Kab. Tanah Laut 298 29169 Kab. Minahasa Selatan

251 23490 Kab. Sintang 276 30254 Kab. Hulu Sungai Tengah 299 28498 Kab. Aceh Jaya

252 22644 Kab. Jeneponto 277 30215 Kab. Solok 300 28347 Kab. Lingga

253 22386 Kab. Tanah Datar 278 29738 Kab. Tapanuli Tengah 301 28254 Kab. Biak Numfor

Page 102: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

254 22185 Kab. Flores Timur 279 29627 Kab. Rokan Hulu 302 28115 Kab. Aceh Barat Daya

255 21424 Kab. Sumba Barat 280 29067 Kab. Pidie 303 28044 Kab. Rokan Hulu

256 21402 Kab. Hulu Sungai Tengah 281 28689 Kab. Bulongan 304 27982 Kab. Kutai Timur

257 21340 Kab. Hulu Sungai Selatan 282 28356 Kab. Kuantan Singingi 305 27939 Kab. Barito Utara

258 21294 Kab. Mamuju 283 28349 Kota Sawah Lunto 306 27874 Kab. Kepulauan Sangihe

259 21060 Kab. Bangli 284 28141 Kab. Nias 307 27741 Kab. Nagan Raya

260 20304 Kab. Jayawijaya 285 28048 Kab. Flores Timur 308 27732 Kab. Toba Samosir

286 27713 Kab. Sawahlunto/Sijunjung 309 27716 Kab. Barito Kuala

287 27003 Kab. Alor 310 27630 Kab. Jayapura

288 26817 Kab. Nunukan 311 27411 Kab. Bima

289 26319 Kab. Timor Tengah Selatan 312 27317 Kab. Bangka Barat

290 26224 Kab. Sangihe Talaud 313 27257 Kab. Pidie

291 25570 Kab. Jayapura 314 26778 Kab. Barito Selatan

292 25532 Kab. Landak 315 26297 Kab. Maluku Tenggara

293 24624 Kab. Poso 316 26202 Kab. Kepulauan Sula

294 23293 Kab. Fak-Fak 317 25959 Kab. Mamuju

295 23028 Kab. Merangin 318 25917 Kab. Sumbawa Barat

296 22704 Kab. Jeneponto 319 25755 Kab. Bireuen

297 22043 Kab. Kendari 320 25546 Kota Tidore Kepulauan

298 21948 Kab. Bireuen 321 25534 Kab. Bener Meriah

299 21186 Kab. Mamuju 322 25068 Kab. Bengkulu Utara

300 21072 Kab. Pelalawan 323 24320 Kab. Natuna

301 20968 Kab. Sumba Barat 324 24240 Kab. Solok

325 23778 Kab. Sumba Barat

326 23573 Kab. Konawe

327 23333 Kab. Jeneponto

328 22692 Kab. Merangin

329 22654 Kab. Tapanuli Utara

330 22429 Kab. Nias Selatan

Page 103: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

331 21836 Kab. Yapen Waropen

332 21636 Kab. Tapin

333 20628 Kab. Donggala

334 20286 Kab. Kepulauan Aru

335 20114 Kab. Landak

336 20096 Kab. Fak-Fak

Page 104: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Lampiran 3. Nilai Eksponen Pareto Hasil Estimasi dengan OLS

Provinsi 1995 2000 2005 Nangroe Aceh Darussalam 0.623 0.735 1.089 Sumatera Utara 0.654 0.688 0.643 Sumatera Barat 0.774 0.885 0.845 Riau 0.787 0.682 0.743 Jambi 0.696 0.693 0.677 Sumatera Selatan 0.765 0.854 0.793 Bengkulu 0.491 0.584 0.581 Lampung 0.597 0.564 0.558 Jawa Barat 0.686 0.840 0.796 Jawa Tengah 1.205 1.395 1.395 Yogyakarta 0.931 0.405 0.393 Jawa Timur 0.876 1.017 1.022 Bali 0.742 0.855 0.851 Nusa Tenggara Barat 0.700 0.731 0.613 Nusa Tenggara Timur 1.030 0.971 0.935 Kalimantan Barat 0.507 0.640 0.634 Kalimantan Tengah 0.960 0.992 0.812 Kalimantan Selatan 0.576 0.776 0.849 Kalimantan Timur 0.437 0.722 0.713 Sulawesi Utara 0.623 0.764 0.797 Sulawesi Tengah 0.819 0.665 0.670 Sulawesi Selatan 0.804 0.900 0.869 Sulawesi Tenggara 0.671 0.757 0.680 Maluku 0.572 0.686 0.781 Papua 1.145 0.886 0.810

Keterangan: Signifikan pada taraf nyata 5% Cetak tebal = tidak signifikan pada taraf nyata 5%

Page 105: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Lampiran 4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Pengujian Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 19.978281 9 0.0180 Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. ROADENS -0.112886 0.171381 0.038424 0.1470

LOG(URBAN) -0.497561 -0.375428 0.020665 0.3956 LOC -0.324811 -0.238319 0.063099 0.7306

LOG(SPEC) -0.309977 -0.218776 0.018945 0.5076 RPAK 0.002112 0.001338 0.000019 0.8582

GDRPCAP 0.007703 0.000948 0.000004 0.0012 PUBLIC -0.191465 -0.113190 0.005843 0.3058

ADM -0.007937 0.003106 0.000024 0.0232 LOG(OPENREG) 0.065420 -0.031911 0.002359 0.0451

Page 106: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Lampiran 5. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Ukuran Perkotaan dengan Pendekatan Efek Tetap Pembobotan dan White Cross Section Covariance

Dependent Variable: LOG(PE) Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 01 03 Cross-sections included: 23

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.280749 0.296288 -4.322644 0.0001

ROADENS -0.121223 0.092088 -1.316385 0.1961 LOG(URBAN) -0.729288 0.074474 -9.792545 0.0000

LOC -0.190657 0.080041 -2.382011 0.0225 LOG(SPEC) -0.218801 0.147282 -1.485593 0.1459

RPAK 0.006364 0.001671 3.808469 0.0005 GDRPCAP 0.007354 0.004155 1.770133 0.0849 PUBLIC -0.140223 0.016260 -8.623642 0.0000

ADM -0.012264 0.004021 -3.049931 0.0042 LOG(OPENREG) 0.041432 0.009520 4.352161 0.0001

Kriteria Statistik Weighted Statistic Unweighted Statistic

R-squared 0.951139 R-squared 0.927593 Adjusted R-squared 0.910201 Sum squared resid 0.510574 Mean dependent var -0.387300 Mean dependent var -0.269608 Durbin-Watson stat 2.401481 Durbin-Watson stat 2.437363 S.D. dependent var 0.394116 Sum squared resid 0.344541 S.E. of regression 0.096498 F-statistic 23.23381 Prob(F-statistic) 0.000000

Effect Specification CROSSID Effect CROSSID Effect

NAD -0.303500 Nusa Tenggara Barat -0.225630 Sumatera Utara 0.009088 Nusa Tenggara Timur 0.266752 Sumatera Barat 0.326346 Kalimantan Barat -0.075140 Riau -0.319300 Kalimantan Tengah -0.017360 Jambi 0.192503 Kalimantan Selatan 0.104221 Sumatera Selatan 0.313251 Kalimantan Timur -0.648830 Bengkulu -0.056500 Sulawesi Utara -0.047650 Lampung -0.002400 Sulawesi Tengah 0.113739 Jawa Barat 0.109354 Sulawesi Selatan 0.377500 Jawa Tengah 0.148903 Maluku -0.211450

Page 107: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Jawa Timur 0.118122 Papua -0.353210 Bali 0.181170

Page 108: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting

Lampiran 6. Uji Kenormalan

0

1

2

3

4

5

6

7

-0.10 -0.05 -0.00 0.05 0.10

Series: Standardized ResidualsSample 01 03Observations 69

Mean 3.76e-17Median -0.006915Maximum 0.138827Minimum -0.131912Std. Dev. 0.071181Skewness 0.073560Kurtosis 2.067852

Jarque-Bera 2.560314Probability 0.277994

Page 109: DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN … · perkotaan jika nilai eksponen pareto, yang menggambarkan distribusi ukuran perkotaan, sama dengan satu. Kemudian menjadi penting