Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

25
DISPARITAS SPASIAL PEMBANGUNAN PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2011 Kelompok 2 : Iwan Z (09.6013) Muhammad Khaikal Ahsani (09.6063) Rully Narulita (09.6123) Siectio Dicko Pratama (09.6133) SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK 2013

description

a paper about a condition of economic development in Indonesia

Transcript of Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Page 1: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

DISPARITAS SPASIAL

PEMBANGUNAN

PROVINSI-PROVINSI DI

INDONESIA TAHUN 2011 Kelompok 2 :

Iwan Z (09.6013)

Muhammad Khaikal Ahsani (09.6063)

Rully Narulita (09.6123)

Siectio Dicko Pratama (09.6133)

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

2013

Page 2: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

DISPARITAS SPASIAL PEMBANGUNAN PROVINSI-PROVINSI DI

INDONESIA TAHUN 2011

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang termasuk yang memiliki

pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Sejak mengalami pertumbuhan yang minus pada

tahun 1998, ekonomi Indonesia berhasil bangkit dan mencapai angka 6.3 % pada tahun

2013. Marc Iyeki, Managing Director New York Stock Exchange, mengatakan bahwa

dunia menaruh perhatian terhadap Indonesia dikarenakan pertumbuhan ekonomi

Indonesia, India dan Cina merupakan yang sangat bagus di dunia. Namun, menurut

Todaro dan Smith (2003), pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat menghasilkan

kesejahteraan jika tidak diiringi dengan pemerataan. Jika pertumbuhan itu disebabkan

oleh beberapa orang saja dan tidak oleh banyak orang, maka manfaatnya hanya akan

dirasakan oleh orang-orang itu saja. Berdasarkan sejarah, banyak negara berkembang

yang menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi namun manfaatnya tidak dirasakan oleh

rakyat miskin. Anggota IV BPK, Ali Masykur Musa menambahkan bahwasanya “Jika

pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,3 untuk 2012 dan stabil tiga tahun

mendatang diikuti dengan strategi pemerataan, maka kesejahteraan rakyat Indonesia akan

tercapai” (Republika, 2013). Karena itu, pertumbuhan dan pemerataan harus berjalan

beriringan agar dapat menghasilkan kesejahteraan.

Pembangunan ekonomi di Indonesia telah mengalami disparitas dengan memusatkan

pembangunan di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Terjadinya distorsi sistem

perkotaan-perdesaan menggarnbarkan tidak berfungsinya hierarki sistem kota, sehingga

menimbulkan over-concentration pertumbuhan pada kota-kota tertentu, terutama kota-

kota besar dan metropolitan di Pulau Jawa. Di sisi lain, pertumbuhan kota-kota lain dan

perdesaan relatif lebih tertinggal. Padahal idealnya, sebagai suatu sistem perkotaan-

perdesaan, terdapat keterkaitan dan interaksi yang positif baik antar tipologi kota

maupun antara perkotaan dengan perdesaan (Arief Daryanto, 2003).

Jika meninjau dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), kita dapat

mengetahui bahwasanya terjadi keterpusatan besaran PDRB yang berada dipulau Jawa

sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.1. Lucky Eko Wiryanto, Deputi Menko

Page 3: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

050

100150200250300350400450

Perekonomian bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan wilayah, menyatakan

bahwa lansekap ekonomi Indonesia berada ada di pulau Jawa. Bila hal ini terjadi terus

menerus, disparitas antar wilayah akan terjadi sehingga dapat menimbulkan gejolak

sosial (Sindonews, 2013).

Kesenjangan pembangunan antar daerah yang terjadi selama ini terutama disebabkan

oleh distorsi perdagangan antar daerah, distorsi pengelolaan sumber daya alam dan

distorsi sistem perkotaan-perdesaan (Daryanto, 2003). Dalam mengatasi masalah

disparitas ini, pertumbuhan ekonomi harus direncanakan secara komprehensif dalam

upaya terciptanya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian maka wilayah

yang awalnya miskin, tertinggal, dan tidak produktif akan menjadi lebih produktif, yang

akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Tentunya, perencanaan

pembangunan yang efektif adalah dengan memperhatikan disparitas antar wilayah,

potensi ekonomi antar wilayah, kondisi perekonomian di wilayah tersebut dan faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antar wilayah.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Memberikan gambaran tingkat perkembangan antar wilayah provinsi di

Indonesia pada tahun 2011.

2. Menganalisis tingkat disparitas pendapatan antar provinsi di Indonesia tahun

2011.

3. Mengidentifikasi sektor unggulan di setiap provinsi di Indonesia tahun 2011.

Gambar 1.1 PDRB Provinsi di Indonesia tahun 2011

Page 4: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

4. Menganalisis beberapa variabel yang diduga memengaruhi PDRB provinsi di

Indonesia di tahun 2011.

2. Kajian Pustaka

2.1 Kajian Teori

Disparitas Pembangunan

Definisi pembangunan oleh para ahli dapat bermacam-macam, namun secara umum

bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Secara sederhana

menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pembangunan diartikan sebagai suatu upaya

untuk melakukan suatu perubahan menjadi lebih baik. Sedangkan Rustiadi et al (2009)

berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai

upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat

menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang

paling humansitik. Selanjutnya Todaro (2003) dalam Rustiadi et al. (2009) menyatakan

bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang

mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,

penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya

keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar

daerah. Keterpaduan sosial menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar

sektora pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu

dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al, 2009). Namun

seringkali pembangunan wilayah yang dilaksanakan tidak merata, baik antar sektor

maupun antar wilayah sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau disparitas

pembangunan antar wilayah. Adapun faktor-fakor utama yang menyebabkan disparitas

tersebut adalah sebagai berikut (Rustiadi et al, 2009) :

1. Faktor Geografi : Topografi, Iklim, Curah Hujan, Sumber Daya Mineral, dll.

2. Faktor Sejarah : Bentuk kelembagaan atau kebudayaan masa lalu

3. Faktor Politik : Stabil atau tidak stabilnya

4. Faktor Kebijakan : Sentralistik atau desentralistik

Page 5: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

5. Faktor Administratif : Administrasi yang baik (efisien, jujur, terpelajar, terlatih )

atau tidak

6. Faktor Sosial : Masyarakat tertinggal atau maju .

7. Faktor Ekonomi : Kuantitas dan kualitas faktor produks (contoh ; lahan,

infrastruktur, tenaga kerja), akumulasi berbagai faktor (contoh; lingkaran

kemiskinan, standar hidup rendah), pasar bebas (contoh; speread effect dan

backwash effect), distorsi pasar (contoh; immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan

spesialisasi)

Sedangkan Menurut Williamson (1999: 5‐9), kesenjangan antardaerah yang

semakin membesar disebabkan oleh pertama, adanya migrasi tenaga kerja antardaerah

yang bersifat selektif, yang pada umumnya para migran tersebut lebih terdidik dan

memiliki keterampilan yang tinggi dan masih produktif. Kedua, adanya migrasi kapital

antardaerah, adanya aglomerasi pada daerah yang relatif kaya merupakan daya tarik

tersendiri bagi investor. Ketiga, adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang

lebih padat dan potensial berakibat mendorong terjadinya ketimpangan antardaerah lebih

besar. Keempat, kurangnya keterkaitan antardaerah yang dapat menyebabkan

terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan yang berdampak pada semakin

besarnya kesenjangan yang terjadi.

Williamson (1965) dalam Karay (2003) menyatakan bahwa dalam suatu proses

pembangunan nasioanl suatu bangsa akan dilewati tahap-tahap disparitas antar wilayah.

Pada tahap awal, disparitas antar wilayah akan muncul dan melebar. Namun sejalan

dengan matangnya proses pembangunan, kesenjangan itu akan melewati suatu titik balik

untuk kemudian semakin menyempit dan akhirnya menghilang.

Ukuran Ketimpangan

Daryanto (2010) dalam Yunisti (2012) mengatakan bahwa cara yang umum

digunakan dalam setiap studi tentang ketimpangan yaitu dengan alat ukur ketimpangan :

Lorentz Curve, mengukur ketimpangan berdasarkan kurva distribusi

pendapatan.

Gini Ratio, mengukur ketimpangan berdasarkan luas kurva Lorenz

Generelized Entropi Measure (GEM) atau Theill Index

L Index, merupakan pengembangan dari Theil Index

Page 6: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Williamson Index, merupakan alat ukur ketimpangan yang menggunakan

koefisien variasi

Analisis Spasial

Perencanaan pembangunan wilayah adalah konsep yang utuh dan menyatu dengan

pembangunan wilayah. Secara luas, perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai

suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan

ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek wilayah

dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan

yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004). Sedangkan proses

perencanaan pembangunan wilayah selalu berhadapan dengan objek-objek perencanaan

yang memiliki sifat keruangan (spasial). Oleh karena itu dalam analisis perencanaan

wilayah, analisis yang menyangkut objek-objek dalam sistem keruangan (analisis spasial)

menjadi sangat penting Rustiadi et al. (2009).

Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan

ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960-an. Perkembangannya diawali dengan

digunakannya prosedur-prosedur dan teknikteknik kuantitatif (terutama statistik) untuk

menganalisis pola-pola sebaran titik, garis, dan 15 area pada peta atau data yang disertai

koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Di samping perkembangan metode-metode

analisis spasial, peranan sistem informasi geografis (SIG) di dalam visualisasi data

spasial akhir-akhir ini semakin signifikan. Melalui sistem informasi geografis (SIG),

berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dan dikaitkan

dengan letaknya di muka bumi. Dengan mengembangkan SIG maka informasi yang

berkenaan dengan pewilayahan (spasial) dan pemodelannya serta permasalahan spasial

dapat dianalisis dengan lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan (Prahastra, 2007).

Software yang digunakan untuk melakukan analisis spasial dalam penelitian ini adalah

ArcView versi 3.3 yang dikeluarkan ESRI.

Sektor Unggulan

Penetapan prioritas pembangunan diperlukan dalam usaha mencapai pembangunan

wilayah yang efektif dan efisien. Biasanya sektor yang mendapat prioritas tersebut adalah

sektor unggulan yang diharapkan dapat mendorong (push factor) sektor-sektor lain untuk

Page 7: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

berkembang menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah

(Rustiadi et al, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan menunjukan bahwa dampak dari

pertumbuhan sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah lain (dampak

interregional) masih sangat kecil pengaruhnya dibandingkan dengan dampak

intraregional. Hal ini mencerminkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia,

khususnya yang menyangkut kerjasama antar daerah dalam rangka mengoptimalkan

pembangunan di daerah belum terlaksana sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-

undang pemerintahan daerah di Indonesia.

3. Metodologi

3.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh

dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional

(Bappenas). Data tersebut berupa data cross section tahun 2011 yaitu Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, Pendapatan Asli daerah (PAD), dan Dana

Perimbangan masing-masing provinsi di Indonesia.

3.2. Metode Analisis

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai

kondisi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Analisis deskriptif secara

sederhana dapat dilakukan anatara lain melalui diagram, grafik, table, dan angka-angka

statistik seperti total, rata-rata, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, digunakan ntuk

menggambarkan keadaan PDRB dan pertumbuhan Ekonomi, tenaga kerja, IPM, DAU,

dan PAD.

3.2.2 Analisis Penentuan Tingkat Perkembangan Wilayah

Tipologi Klassen

Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan

struktur ekonomi masing-masing wilayah. Melalui analisis ini diperoleh empat

klasisfikasi melalui pendekatan wilayah . provinsi yang masing-masing mempunyai

Page 8: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

karakteristik pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang berbeda-beda

diklasifikasikan dengan tipologi Klassen pendekatan wilayah (Sjafrizal, 1997:180).

Table 1. Pembagian perkembangan daerah menurut masing-masing tipologi

Gi > g Gi < g

Gki > gk Daerah maju dan tumbuh

cepat

Daerah maju tapi

tertekan

Gki < gk Daerah berkembang cepat Daerah tertinggal

Sumber : Sjafrizal, 1997

Dimana :

gi = pertumbuhan PDRB di provinsi

g = pertumbuhan PDRB rata-rata seluruh provinsi

gki = pendapatan perkapita provinsi

gk = pendapatan rata-rata per kapita seluruh provinsi

3.2.3 Analisis Disparitas Pendapatan

Indeks Williamson

Untuk menghitung disparitas pendapatan antar provinsi di Indonesia, dalam

penelitian ini menggunakan indeks Williamson. Indeks ini menggunakan PDRB per

kapita sebagai data dasar untuk membandingkan tingkat pembangunan antar wilayah.

Semakin besar indeks Williamson (Vw) maka semakin besar ketimpangan pembagunan

antar wilayah, sebaliknya semakin rendah indeks Williamson menunjukkan semakin

merata pembangunan antar wilayah. Adapun formulasi indeks Williamson ini secara

statistik dapat ditampilkan sebagai berikut :

√∑

Dimana :

Vw = Indeks kesenjangan Williamson

= PDRB per kapita provinsi ke-i

y = rata-rata PDRB per kapita seluruh provinsi

= jumlah penduduk provinsi ke-i

n = jumlah penduduk Indonesia

Page 9: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Indeks Entropi Theil

Indeks ini digunakan untuk mendekomposisikan total disparitas menjadi kontribusi

disparitas oleh kabupaten/kota atau untuk melihat kontribusi disparitas oleh sektor

perekonomian (disparitas parsial). Indeks Theil yang membesar menunjukkan

ketimpangan yang semakin besar pula, dan sebaliknya. Keunggulan menggunakan indeks

ini adalah dapat menghitung ketimpangan dalam daerah dan antar daerah sekaligus,

sehingga cakupan lebih luas. Selain itu, indeks ini juga dapat menghitung kontribusi

masing-masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan.

Formula indeks Theil dapat ditulus sebagai :

Keterangan :

I = indeks Theil (disparitas total)

= PDRB provinsi ke-i

= Penduduk provinsi ke-i

3.2.4 Identifikasi Sektor Unggulan

Location Quotion

Metode analisis ini digunakan untuk melihat sector basis atau non basis pada suatu

wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sector unggulan atau keunggulan

komparatif suatu wilayah. Teknik analisis LQ merupakan cara permulaan untuk

mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sector kegiatan tertentu dengan memisahkan

antara kegiatan basis dan bukan basis di suatu wilayah.pada dasarnya, teknik ini

menyajikan perbandingan relative antara kemampuan sector di daerah yang diteliti

dengan kemampuan sector yang sama di daerah yang lebih luas. Apabila nilai LQ >1

berarti suatu sektor di daerah mempunyai potensi atau keunggulan komparatif untuk

menjadi basis atau sumber pertumbuhan. Perbandingan ini secara matematis sebagai

berikut :

Sumber : Tarigan, 2005

Page 10: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Keterangan :

= indeks kuosien lokasi provinsi i untuk sektor j

= PDRB masing-masing sektor di provinsi i

S = PDRB di provinsi i

= PDRB total sektor di Indonesia

N = PDRB di tingkat provinsi

3.2.5 Analisis Inferensia

Regresi Linier Berganda

Analisis inferensia yang digunakan di sini adalah analisi regresi linier berganda.

Analisis ini ditujukan untuk mengkaji pengaruh PAD, DAU, jumlah tanaga kerja, dan

IPM terhahap terhadap PDRB antar wilayah. Adapun model persamaan yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Dimana :

= PDRB provinsi ke-i

= dana perimbangan provinsi ke-i

= pendapatan asli daerah provinsi ke-i

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah pengujian terhadap asumsi yang harus dipenuhi dalam model

adalah residual berdistribusi normal, tidak terjadi autokorelasitas (non-autokorelasi), dan

bersifat homoskedastis, serta tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen.

Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah model yang

dihasilkan sudah baik atau tidak.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov dan dimana H0

residual berdistribusi normal. Uji heteroskedastisitas mengunakan uji Harvey dengan H0

residual bersifat homoskedastis. Uji autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson

dengan H0 tidak terdapat autokorelasi. Keputusan tolak H0 jika nilai probabilita lebih

kecil dibanding tingkat signifikansi. Uji multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan

VIF (Variance Inflation Factor) untuk melihat korelasi antar variabel. Jika terdapat

besarnya VIF > 10 maka ada indikasi terjadinya multikolinieritas.

Page 11: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Ace

h

Su

mat

era

Bar

at

Ke

pu

lau

an R

iau

Su

mat

era

Sel

atan

Be

ngk

ulu

DK

I Jak

arta

Ban

ten

DI Y

ogy

akar

ta

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Su

law

esi U

tara

Su

law

esi T

en

gah

Su

law

esi B

arat

Bal

i

NTT

Mal

uku

Uta

ra

Pap

ua

Bar

at

PDRB 2011 (Triliun Rp.)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Ace

h

Su

mat

era

Bar

at

Ke

pu

lau

an R

iau

Su

mat

era

Sel

atan

Be

ngk

ulu

DK

I Jak

arta

Ban

ten

DI Y

ogy

akar

ta

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Su

law

esi U

tara

Su

law

esi T

en

gah

Su

law

esi B

arat

Bal

i

NTT

Mal

uku

Uta

ra

Pap

ua

Bar

at

PDRB/Kapita 2011 (Juta Rp.)

Gambar 4.2 PDRB /Kapita Provinsi di Indonesia tahun 2011

4. Pembahasan

4.1 Analisis Deskriptif

Pada grafik diatas terlihat bahwa sebagian besar daerah di Indonesia masih

mengalami ketertinggalan dalam kinerja ekonomi. Hal ini terlihat dari masih cenderung

tingginya PDRB pulau Jawa dibandingkan daerah-daerah lainnya. Ini menunjukkan

bahwa kinerja ekonomi Indonesia masih terpusat di daerah Jawa (serta beberapa daerah

tertentu). Namun bila dilihat dari nilai PDRB/kapita, hanya ada beberapa provinsi yang

mencolok perbedaannya, yaitu Riau, Kepulauan Riau, Jakarta, Kalimantan Timur dan

Papua Barat. Faktor paling dominan yang menyebabkan perbedaan ini adalah jumlah

penduduk yang relatif kecil.

Pendapatan asli daerah/PAD menunjukkan seberapa besar kemampuan/potensi

suatu provinsi dalam hal pendapatan/penerimaannya. PAD yang tinggi juga dapat berarti

posisi bargaining pemerintah yang cukup baik dalam hal penguasaan ekonomi di daerah

tersebut. Dalam hal PAD inipun, dapat ditunjukkan bahwa hampir semua provinsi di

pulau jawa punya kemampuan penerimaan/pendapatan yang lebih baik dibandingkan

dengan daerah-daerah lain.

Gambar 4.1 PDRB Provinsi di Indonesia tahun 2011

Page 12: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Ace

h

Su

mat

era

Bar

at

Ke

pu

lau

an R

iau

Su

mat

era

Sel

atan

Be

ngk

ulu

DK

I Jak

arta

Ban

ten

DI Y

ogy

akar

ta

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Su

law

esi U

tara

Su

law

esi T

en

gah

Su

law

esi B

arat

Bal

i

NTT

Mal

uku

Uta

ra

Pap

ua

Bar

at

Dana Perimbangan (Triliun Rp.)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Ace

h

Su

mat

era

Bar

at

Ke

pu

lau

an R

iau

Su

mat

era

Sel

atan

Be

ngk

ulu

DK

I Jak

arta

Ban

ten

DI Y

ogy

akar

ta

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Su

law

esi U

tara

Su

law

esi T

en

gah

Su

law

esi B

arat

Bal

i

NTT

Mal

uku

Uta

ra

Pap

ua

Bar

at

PAD (Triliun Rp.)

Dalam hal kebijakan keuangan, pemerintah memberikan dana perimbangan untuk

memenuhi ketimpangan keuangan daerah. Dana perimbangan ini disesuaikan besarannya

khususnya dengan melihat proporsi kinerja provinsi terhadap nasional. Dari grafik 4.4,

dapat dilihat bahwa meskipun besarannya hampir sama, namun ada beberapa provinsi

yang mendapatkan dana perimbangan yang besar dari pemerintah pusat.

4.2 Pengelompokkan Provinsi berdasarkan Tipologi Klasen

Berdasarkan gambar 4.7, disparitas yang terjadi di Indonesia cenderung ada pada

setiap pulau di Indonesia kecuali pulau Sulawesi. Pembangunan di pulau Sulawesi lebih

merata sehingga semua provinsi yang ada pada pulau tersebut tergolong daerah yang

relatif maju. Daerah yang relatif maju lainnya tersebar merata di Indonesia yaitu provinsi

Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Banten Jawa Barat, Jawa

Tengah, Kalimantan Tengah dan Maluku Utara. Begitu juga dengan daerah yang relatif

tertinggal yang juga tersebar hampir disetiap pulau di Indonesia kecuali pulau Sulawesi.

Adapun yang tergolong daerah yang relatif tertinggal adalah Aceh, Sumatera Barat, Jawa

Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, NTB, NTT dan Maluku.

Daerah yang tergolong cepat maju dan tumbuh adalah provinsi Kepulauan Riau,

Papua Barat dan DKI Jakarta. Ketiga provinsi ini masing-masing memiliki uniqueness

dalam perekonomiannya. Provinsi Papua Barat memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang

sangat potensial yaitu Gas Alam Cair. Ladang gas ini mengandung lebih dari 500 miliar

m3 (17 Tcf) dengan taksiran cadangan potensial mencapai lebih dari 800 miliar m

3 (28

Gambar 4.4 Dana Perimbangan Provinsi tahun 2011 Gambar 4.3. PAD Provinsi tahun 2011

Page 13: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Tcf). Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Indonesia telah mengakumulasi berbagai

fungsi penting secara nasional, seperti : pusat pemerintahan, pusat kegiatan

perekonomian, pusta pendidikan bahkan kebudayaan. DKI Jakarta telah menjadi kota

metro yang produktif. Seperti dilaporkan Metropolitan Policy Program dari Brookings

Institute dalam Global Metro Monitor 2011, DKI Jakarta termasuk kedalam kota metro

terproduktif ke 17 dari 200 kota metropolitan di Dunia (Vivanews, 2012). Sedangkan,

provinsi Kepulauan Riau memiliki keuntungan dari segi lokasi yang strategis. Lokasi

yang berbatasan langsung dengan negara tetangga (Singapura) dan berada pada jalur

pelayaran malaka menjadikan kelebihan untuk dapat mengambil keuntungan dalam

memajukan perekonomian wilayahnya.

Daerah yang termasuk provinsi yang maju tapi tertekan yaitu yang pertumbuhan

ekonominya lambat tetapi pendapatan perkapitanya tinggi adalah provinsi Riau dan

Kalimantan Timur. Hal ini disebabkan karena terhambatnya kegiatan ekonomi utama di

provinsi tersebut. Di provinsi Riau, perkebunan kelapa sawit yang dapat memacu

pertumbuhan ekonomi hingga 7 % tanpa migas terhambat dikarenakan kerusakan

lingkungan yang disebabkannya. Sedangkan di provinsi Kalimantan Timur, kasus

Gambar 4.7. Peta Persebaran Provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan Tipologi Klasen

tahun 2011

Page 14: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

pertambangan menjadi masalah yang cukup pelik merupakan penyebab terhambatnya

kegiatan pertambangan ini.

4.3 Identifikasi Tingkat Disparitas di Indonesia

Adanya heterogenitas dan beragamnya karakteristik suatu wilayah menyebabkan

adanya kecenderungan terjadi ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi suatu

daerah. Besar kecilnya ketimpangan PDRB perkapita antarpropinsi memberikan

gambaran tentang kondisi dan perkembangan pembangunan propinsi-propinsi di

Indonesia. Guna mengetahui tingkat ketimpangan yang terjadi di Indonesia pada tahun

2011 maka pada penelitian ini dilakukan pendekatan menggunakan Indeks Williamson

untuk mengetahui ketimpangan antar propinsi di Indonesia dan Indeks Theil untuk

mendekomposisi sumber disparitas tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks williamson, tingkat ketimpangan

antarpropinsi di Indonesia tahun 2011 masih relatif tinggi. Hal ini ditunjukan oleh

tingginya angka indeks williamson yang mendekati angka satu, yaitu sebesar 0,81. Jika

angka indeks williamson semakin mendekati angka satu artinya tingkat ketimpangan

yang terjadi di wilayah tersebut semakin lebar. Tingginya ketimpangan antarpropinsi di

Indonesia ini mengindikasikan adanya perbedaan kegiatan ekonomi yang cukup

signifikan. Berbicara masalah ketimpangan, tentu akan selalu dikaitkan dengan sistem

otonomi daerah yang berjalan di Indonesia. Setelah disahkannya UU No 22/1999 yang

kemudian diubah menjadi UU No32/2004 tentang implementasi desentralisasi, setiap

propinsi, kabupaten maupun kota diberi kewenangan untuk menjalankan

pemerintahannya secara otonom. Namun setelah 14 tahun perjalanan otonomi daerah di

Indonesia, lahirlah permasalahan bahwa desentralisasi seringkali berjalan tidak sesuai

keinginan. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan dari unsur kegiatan ekonomi, baik dari

sisi potensi daerah maupun kualitas pemerintah dalam tata kelola ekonomi daerah.

0.51

0.28 0.25 0.27

0.00

0.20

0.40

0.60

1 2 3 4

Indeks Williamson

1

2

3

4

Gambar 4.8. Indeks Williamson antar Kelompok Tahun 2011

Page 15: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Berdasarkan gambar 4.8, jika dilihat berdasarkan kelompok-kelompok yang

terbentuk dari analisis tipologi klassen, terlihat bahwa di tahun 2011 kelompok yang

berada pada kuadran satu memliki angka indeks paling tinggi dibanding kelompok yang

lain, yaitu sebesar 0,51. Diamana kelompok 1 merupakan kelompok propinsi dengan

kriteria cepat maju tumbuh. Adapun propinsi yang masuk dalam kelompok ini adalah

Propinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau dan Papua Barat. Meskipun tergolong dalam satu

kelompok yang memilki PDRB dan angka pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata,

ketimpangan antara ketiga propinsi ini masih tergolong relatif lebar. Jika dilihat dari

aktivitas ekonomi yang tercermin dari angka PDRB masing-masing propinsi, PDRB

Propinsi Kepulauan Riau hanya 10 persen dari PDRB Propinsi DKI Jakarta, bahkan

PDRB Propinsi Papua Barat hanya 3 persennya. Sudah menjadi rahasia umum jika

Propinsi DKI Jakarta merupakan pusat segala kegiatan perekonomian di Indonesia,

terutama kegiatan di sektor industri manufaktur. Selain itu perbedaan dari segi

infrastruktur dan kualitas SDM juga turut andil dalam mendukung tingginya disparitas

yang terjadi.

Dekomposisi Sumber Disparitas

Dekomposisi sumber disparitas di Indonesia dilakukan dengan analisis Indeks Theil.

Pengelompokan wilayah juga didasarkan pada hasil pengelompokan wilayah

menggunakan analisis Tipologi Klassen dengan data yang digunakan PDRB harga

kosntan tahun 2011.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Indeks Theill, diperoleh hasil bahwa

angka indeks antar kelompok lebih kecil dibanding angka indeks dalam kelompok, yaitu

sebesar 0,03. Sedangkan angka indeks dalam kelompok sendiri sebesar 0,05 atau 64%.

Hal ini menunjukan bahwa secara umum sumber disparitas perekonomian di Indonesia

berasal dari dalam kelompok wilayah atau antarpropinsi. Oleh karena itu dalam

pengambilan kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia tidak bisa dipandang dalam

lingkup kelompok wilayah namun harus lebih spesifik lagi, yaitu dalam lingkup propinsi.

Sehingga kebijakan yang diambil disesuaikan dengan karakteristik dan potensi yang

dimiliki masing-masing propinsi.

Page 16: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

4.4 Sektor Unggulan Provinsi-Provinsi di Indonesia

Penerapan Location Quetient (LQ) Index pada data sektoral antar provinsi

merupakan salah satu cara untuk mengetahui sektor-sektor potensi atau dominan di

masing-masing provinsi secara relatif dibandingkan dengan aktivitas sektor-sektor

tersebut pada level nasional. Makna dari sektor potensi atau sektor unggulan adalah

bahwa produk dari sektor tersebut adalah produk ekspor karena berlebih jika hanya untuk

memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri. Apabila nilai LQ lebih besar dari 1 maka

sektor wilayah tersebut berpotensi untuk dikembangkan. Apabila ada beberapa sektor

yang memiliki nilai di atas 1 maka sektor yang memiliki potensi terbesar untuk

dikembangkan adalah sektor yang memiliki nilai LQ tertinggi.

Secara umum, ada sebanyak 28 provinsi memiliki potensi di sektor pertanian, 12

provinsi memiliki potensi di sektor pertambangan, 7 di sektor industri pengolahan, 5 di

sektor listrik, gas dan air bersih, 15 di sektor konstruksi, 9 di sektor perdagangan, 16 di

sektor pengangkutan dan transportasi, 4 di sektor keuangan dan 22 di sektor jasa.

Sementara jika melihat nilai LQ tertinggi di tiap tiap provinsi maka dari 33 provinsi

yang ada di Indonesia, ada 12 provinsi yang paling potensial di sektor pertanian (LQ

maksimum : Sulbar), 7 di sektor pertambangan (LQ maksimum : Riau), 3 di sektor

industri pengolahan (LQ maksimum : Kepri), 2 di sektor LGA (LQ maksimum : Banten),

1 di sektor konstruksi (LQ maksimum : Sulut), 2 di sektor perdagangan (LQ maksimum :

Bali), 1 di sektor pengangkutan dan transportasi (LQ maksimum : Sumbar), 1 di sektor

keuangan (LQ maksimum : Jakarta) dan 4 di sektor jasa (LQ maksimum : NTT). Untuk

mengetahui lebih jeals lokasi-lokasi mana saja dan sektor dengan nilai LQ tertinggi di

sektor apa, dapat dilihat di gambar berikut.

Between 36%

Within 64%

Indeks Theill

Gambar 4.9. Indeks Theil provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2011

Page 17: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Terdapat 8 provinsi yang mempunyai sektor unggulan terbanyak (5 sektor) yakni

Jakarta, Yogyakarta, Bali, NTB, Kalbar, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.. Sedangkan

wilayah yang sektor unggulannya paling sedikit (2 sektor) ada 7 provinsi yakni Riau,

Jambi, Lampung, Kepri, Kaltim, Sulbar, Malut. Banyaknya sektor unggulan yang

dimiliki oleh tiap provinsi dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.10. Peta Persebaran Sektor Unggulan Provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2011

Gambar 4.11. Peta Persebaran Sektor Unggulan Provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2011

Page 18: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Masih tingginya jumlah provinsi yang memiliki LQ tinggi di pertanian,

menunjukkan kecenderungan kebergantungan ekonomi Indonesia pada sektor ini. Bahkan

lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia masih bergantung pada sektor primer.

Apabila Indonesia berusaha meningkatkan perekonomian melalui transformasi industri,

ada baiknya kita jangan terlalu bergantung terhadap sektor pertanian dan semakin

menguatkan sektor industri kita.

Selain itu, munculnya provinsi-provinsi diluar ekspektasi semisal NTT dengan

konstruksinya, Sumbar dengan pengangkutan, Kepri dan Papua Barat dengan industrinya,

Sulbar dengan pertanian, dll seharusnya memberikan indikasi bahwa sebaiknya kebijakan

perekonomian tidak semestinya terlalu megedepankan Pulau Jawa saja. Nilai LQ yang

tinggi di daerah ini menunjukkan bahwa jika daerah ini diberi suntikan lebih, terkhusus

dalam sektor unggulannya, tentu dapat semakin meningkatkan ekonomi daerahnya dan

Indonesia secara umum serta diharapkan dapat mengurangi ketimpangan ekonomi antar

provinsi di Indonesia.

4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian Asumsi Klasik

Dari persamaan regresi yang dihasilkan, Asumsi normalitas dari residual telah

terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari signifikansi uji Jarque-Berra yang menunjukkan

probability (p value) lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar lima persen. Oleh

karena itu hipotesis nul tidak dapat ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual

berdistribusi normal (lampiran).

Asumsi non-autokorelasi juga telah terpenuhi. Hal ini dapat diidentifikasi dari nilai

Durbin Watson observasi = 1.766345. Asumsi terpenuhi jika nilai DW berada pada

rentang dU < DW < 4-dU, atau nilai DW berada pada selang 1,577 - 2.423, dengan

demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gangguan autokorelasi pada

residual model (lampiran).

Asumsi non multikolinearitas pun telah terpenuhi. Nilai Variance Inflation Factor

(VIF) seluruh variabel independen lebih kecil dari 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi hubungan linier (non multikolinieritas) di antara variabel independen

(lampiran).

Page 19: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Dalam penelitian ini uji yang digunakan

adalah statistic uji white dengan tingkat kepercayaan α = 0,05. Nilai probabilitas yang

dihasilkan adalah sebesar 0,0531 lebih besar daripada 0,05 sehingga H_0 dapat diterima.

Dapat dikatakan bahwa tidak terjadi penyimpangan asumsi homoskedastisitas

Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Independen terhadap PDRB

Perekonomian provinsi-provinsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam

penelitian ini akan dikaji pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan tahun

2011. Adapun persamaan regresi yang di hasilkan adalah

𝑙 . 7643 .43 868𝑙 ∗ .823 89𝑙

Berdasarkan model estimasi regresi linier berganda yang terbentuk (Lampiran),

diperoleh nilai Adjusted R-squared sebesar 0.920383. Nilai Adjusted R-squared

menunjukkan bahwa variabel-variabel independen mampu menjelaskan variasi PDRB

provinsi-provinsi di Indonesia sebesar 92,0383 persen. Dari hasil pengujian statistik

menggunakan uji F, jika dilihat dari nilai p-value dapat disimpulkan bahwa secara

bersama-sama keempat variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap

perubahan PDRB pada taraf nyata 5 persen. Untuk melihat pengaruh secara parsial maka

dilakukan pengujian dengan menggunakan statistik uji t. Dilihat dari nilai p-value yang

dihasilkan, maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel berpengaruh signifikan secara

statistik pada α = 5 persen.

Koefisien yang dihasilkan model regresi di atas telah sesuai dengan teori ekonomi

bahwa terdapat hubungan yang positif antara kenaikan Dana Perimbangan dan kenaikan

Pendapatan Asli Daerah terhadap kenaikan PDRB tahun 2011. Sedangkan intersep

menunjukkan nukai yang tidak signifikan secara statistik dalam penelitian ini.

Pengaruh kenaikan Dana Perimbangan terhadap kenaikan PDRB

Bendasarkan hasil regresi yang terbentuk, diperoleh secara statistic bahwa dana

perimbangan berpengaruh signifikan terhadap PDRB pada tahun 2011. Nilai koefisien

regresinya adalah sebesar 0.430868. Artinya, jika kenaikan dana perimbangan sebesar 1

persen akan mengakibatkan kenaikan PDRB sebesar 0.430868 persen. Hal ini sesuai

dengan teori yang dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat hubungan yang positif

antara dana perimbangan terhadap PDRB. Oleh karena itu, peningkatan investasi

Page 20: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

diharapkan tidak hanya pada daerah-daerah yang sudah maju karena mwmilikisarana

prasarana yang lebih lengkap. Namun pada daerah-daerah yang tertinggal juga perlu

ditingkatkan investasinya dengan memberikan insentif investasi serta meningkatkan

sarana dan prasarana yang diperlukan dalam investasi

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap PDRB

Pada variabel Pendapatan Asli Daerah terdapat hubungan positif terhadap PDRB

tiap-tiap provinsi. Nilai koefisien regresinya adalah 0.823189. Artinya jika terjadi

kenaikan jumlah Pendapatan Asli daerah sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan

PDRB sebesar 0.823189 persen. Karena besarnya pengaruh PAD terhadap PDRB,

diharapkan usaha pemerintah lebih memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan yang

ada di daerah tersebut. Seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

daerah, penerimaan dari dinas, dan lain-lain.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta kaitannya dengan

tujuan penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat sepuluh propinsi yang tergolong daerah relatif tertinggal. Dimana

kesepuluh propinsi tersebut memiliki PDRB per kapita dan laju pertumbuhan

yang lebih rendah dari keseluruhan propinsi. Sedangkan propinsi yang

tergolong daerah cepat maju dan tumbuh adalah Propinsi Kepulauan Riau, DKI

Jakarta dan Papua Barat.

2. Tingkat disparitas wilayah di Indonesia tahun 2011 tergolong cukup tinggi. Hal

ini ditunjukan oleh angka indeks williamson yang mendekati angka satu, yaitu

sebesar 0,81. Selain itu, diketahui pula bahwa penyebab utama disparitas antar

propinsi tersebut berasal dari ketimpangan yang terjadi dalam kelompok

(kuadran) yaitu sebesar 63,5 persen.

3. Secara umum sektor yang paling banyak menjadi unggulan di seluruh provinsi

di Indonesia pada tahun 2011 adalah sektor pertanian dengan 28 provinsi.

4. Variabel yang secara signifikan memengaruhi Produk Domestik Regional

Bruto adalah dana perimbangan dan pendapatan asli daerah.

Page 21: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

5.2 Saran

1. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih mengutamakan provinsi yang

relatif tertinggal dengan memperhatikan kemampuan atau potensi yang

dimiliki oleh daerah tersebut seperti kebijakan investasi dalam sektor potensial

serta meningkatkan pembangunan infrakstruktur di provinsi-provinsi yang

tergolong relatif rendah tersebut.

2. Terlepas dari ini, sumber Daya Manusia (SDM) dengan kualitas memadai

diperlukan untuk dapat meningkatkan daya saing provinsi. Hal ini dapat

diwujudkan dengan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah

tertinggal dan meratakan persebaran tenaga kerja ahli pada institusi

pemerintah.

3. Pembangunan ekonomi perlu untuk dilakukan dengan memperhatikan

pengembangan klaster industri. Pengembangan wilayah lebih diarahkan kepada

keunggulan lokal di wilayah tersebut dengan melakukan pembangunan tidak

hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan . Misal, potensi di provinsi Riau

adalah perkebunan kelapa sawitnya maka pemerintah mesti membangun

industri yang dapat mengolah dan meningkatkan nilai tambah kelapa sawit

tersebut.

4. Pemerintah perlu memberikan dana perimbangan dan bantuan kepada provinsi-

provinsi dengan mempertimbangkan pendapatan asli daerah serta potensi yang

dimiliki suatu provinsi tersebut dan pemerintah daerah juga perlu membuat

kebijakan yang dapat memacu peningkatan pendapatan asli daerah seperti

memaksimalkan sektor pariwisata sehingga meningkatkan retribusi dllsb.

5. Perlu dilakukannya sinkronisasi antara sektor primer, sekunder dan tersier di

Indonesia agar semakin meningkatkan nilai tambah yang dapat memacu

perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik

Page 22: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Lampiran 1

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil Estimasi Persamaan Regresi Linier Berganda

Dependent Variable: LNPDRB11 Method: Least Squares Date: 06/25/13 Time: 17:28 Sample: 1 33 Included observations: 33

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.076430 1.581945 0.048314 0.9618

LNPAD 0.823189 0.073646 11.17762 0.0000 LNDP 0.430868 0.153797 2.801541 0.0088

R-squared 0.925359 Mean dependent var 17.26745

Adjusted R-squared 0.920383 S.D. dependent var 1.290592 S.E. of regression 0.364160 Akaike info criterion 0.904060 Sum squared resid 3.978369 Schwarz criterion 1.040106 Log likelihood -11.91698 Hannan-Quinn criter. 0.949835 F-statistic 185.9621 Durbin-Watson stat 1.766345 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Normalitas

0

1

2

3

4

5

6

-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6

Series: Residuals

Sample 1 33

Observations 33

Mean 2.87e-15

Median -0.002086

Maximum 0.671894

Minimum -0.766881

Std. Dev. 0.352596

Skewness -0.233873

Kurtosis 2.803576

Jarque-Bera 0.353883

Probability 0.837829

Page 23: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Uji White

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 2.459071 Prob. F(5,27) 0.0584

Obs*R-squared 10.32556 Prob. Chi-Square(5) 0.0665

Scaled explained SS 7.695427 Prob. Chi-Square(5) 0.1738

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares

Date: 06/25/13 Time: 17:27

Sample: 1 33

Included observations: 33 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 19.15911 14.02197 1.366363 0.1831

LNPAD 0.265074 1.098245 0.241362 0.8111

LNPAD^2 0.042364 0.027437 1.544010 0.1342

LNPAD*LNDP -0.103936 0.112158 -0.926693 0.3623

LNDP -3.014298 2.831077 -1.064718 0.2964

LNDP^2 0.160442 0.147619 1.086870 0.2867 R-squared 0.312896 Mean dependent var 0.120557

Adjusted R-squared 0.185654 S.D. dependent var 0.164415

S.E. of regression 0.148370 Akaike info criterion -0.815256

Sum squared resid 0.594365 Schwarz criterion -0.543164

Log likelihood 19.45172 Hannan-Quinn criter. -0.723705

F-statistic 2.459071 Durbin-Watson stat 2.531230

Prob(F-statistic) 0.058417

Page 24: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Lampiran 2

Hasil Analisis Location Quotion

Provinsi Sektor

1 Sektor

2 Sektor

3 Sektor

4 Sektor

5 Sektor

6 Sektor

7 Sektor

8 Sektor

9

Aceh 1,88 1,02 0,43 0,35 1,19 0,96 0,93 0,22 1,93

Sumut 1,63 0,16 0,88 0,69 1,15 0,89 1,23 0,89 1,09

Sumbar 1,60 0,41 0,51 1,02 0,91 0,85 1,88 0,58 1,82

Riau 1,18 6,47 0,48 0,21 0,64 0,46 0,40 0,17 0,58

Jambi 2,06 1,90 0,52 0,79 0,78 0,84 0,89 0,65 0,87

Sumsel 1,35 2,93 0,71 0,46 1,42 0,67 0,75 0,49 0,93

Bengkulu 2,79 0,55 0,18 0,48 0,60 0,89 1,02 0,55 1,68

Lampung 2,68 0,25 0,56 0,35 0,80 0,75 0,96 1,14 0,82

Babel 1,57 1,86 0,88 0,55 1,20 0,95 0,46 0,42 0,81

Kepri 0,30 0,66 2,13 0,52 0,80 1,10 0,56 0,53 0,25

Jakarta 0,01 0,03 0,62 0,59 1,74 1,04 1,55 3,13 1,24

Jabar 0,86 0,28 1,76 2,00 0,65 1,05 0,63 0,40 0,73

Jateng 1,25 0,15 1,39 0,78 0,98 1,03 0,66 0,43 1,10

Yogya 1,13 0,10 0,56 0,84 1,64 0,99 1,35 1,12 1,84

Jatim 1,00 0,31 1,05 1,24 0,54 1,51 0,94 0,62 0,94

Banten 0,51 0,01 2,09 3,37 0,46 0,91 1,11 0,42 0,46

Bali 1,34 0,09 0,41 1,41 0,67 1,55 1,35 0,80 1,52

NTB 1,70 2,82 0,21 0,37 1,35 0,77 1,03 0,66 1,17

NTT 2,52 0,18 0,06 0,41 1,03 0,83 0,92 0,44 2,75

Kalbar 1,73 0,24 0,68 0,39 1,44 1,01 1,19 0,63 1,24

Kalteng 2,09 1,44 0,31 0,42 0,95 0,88 0,97 0,72 1,39

Kalsel 1,62 3,03 0,43 0,47 0,94 0,75 1,09 0,47 1,00

Kaltim 0,46 5,79 1,05 0,32 0,69 0,45 0,75 0,40 0,24

Sulut 1,28 0,68 0,32 0,71 2,65 0,83 1,60 0,76 1,61

Sulteng 2,74 0,78 0,25 0,65 1,18 0,61 0,92 0,55 1,72

Sulsel 1,87 1,03 0,56 0,96 0,98 0,83 1,16 0,88 1,14

Sultra 2,03 0,98 0,36 0,71 1,57 0,84 1,10 0,74 1,26

Gorontalo 1,97 0,15 0,33 0,53 1,50 0,70 1,33 1,00 2,02

Sulbar 3,24 0,13 0,38 0,55 0,77 0,60 0,43 0,74 1,68

Maluku 2,14 0,10 0,20 0,44 0,32 1,23 1,34 0,58 2,08

Malut 2,37 0,55 0,50 0,44 0,31 1,34 0,99 0,42 0,85

Papua Barat 1,20 1,32 1,74 0,29 1,12 0,33 0,71 0,21 1,04

Papua 1,27 4,56 0,12 0,24 1,87 0,41 1,11 0,46 1,29

Page 25: Disparitas Spasial Pembangunan Provinsi-Provinsi Di Indonesia Tahun 2011

Daftar Pustaka

Michael P. dan Stephen C. Smith, Todaro. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

edisi kedelapan. Jakarta : Erlangga.

Dr. S. Panuju dan rustiadi E, Saefullah. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Edisi Juli 2007. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Riyadi, Bratakusumah. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali

Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Marta, Ronal. 2011. Analisis Spasial Disparitas Pembangunan antar Wilayah di Provinsi

Sumatera Barat [Thesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Diza, Farah. 2011. Variabel yang mempengaruhi ketersediaan beras di Indonesia

[skripsi].Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Hardius dan Nachrowi, Usman. 2006. Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan

Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Indonesia

Prahesti Nukyanto, Damainsa. 2012. Analisis Disparitas Spasial Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Daryanto. 2003. Disparitas Pembangunan Perkotaan-Pedesaan Indonesia. Bogor :

Agrimedia.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/04/30/mm119y-pertumbuhan-ekonomi-

indonesia-diakui-dunia diakses pada tanggal 24 juni 2013.

http://ekbis.sindonews.com/read/2013/05/24/33/730533/ekonomi-terpusat-di-jawa-picu-

disparitas-antar-wilayah diakses pada tanggal 24 juni 2013

http://economy.okezone.com/read/2013/05/11/20/805424/redirect diakses pada tanggal 24

juni 2013

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/294141-jakarta--kota-metro-terproduktif-ke-17-dunia

diakses pada tanggal 25 juni 2013