diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

22
DISKRESI P8LR.T TERX{ADAP PELAKTJ TINI}AK PISANA tsERDASARKAI\ RE S TORATTVE "TUS TTCE Oleh : Dr. Ronny F. Sonnpie, Str{, MII.) Abstrak Tuntutan masyarakat agar penyidik Polri memahami kewenangannya melakukan tindakan terhadap pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan berdasarkan prinsip demi mewujudkan keadilan (Pro Justitisia), hal ini merupakan uT rjud rangkaian tindakan hukum dalam sistern peradilan pidana (criminal justice system). Penyidik Polri sebagai peneeak hukum agar tidak terjadi keraguan dalam mengambil tindakan diberi keu'enangan yang bersifat personal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 7 Al,at (1) butir j dan Undang-Undang Nomor 2Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara yang diatur dalam Pasal i6 ayat (1) butir 1 dan Pasal 18, "dapat mengambil tindakan lain", dengan "syarat-syarat tertentu", yang disebut dengan diskresi Folri. Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya saat ini, dengan berkembangnya lingkungan strategis tuntutan masyarakat mewujudkan restorotive justice sebagai suatu solusi memenuhi rasa keadilan masyarakat, penyidik Polri harus realistis mengkaitkan tindakan diskresi dengan restorative justice. Secara konseptual Restorative Justice merupakan suatu model pendekatan dalam upaya penyelesaian perkara pidana, yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. PBB meialtti basic principles menilai bahwa pendekatan restot otive justice merupakan pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang rasional. Di Indonesia Fenyidik Polri terkait pola restorative justice hanya melaksanakan kewenangannya terkait tindak pidana Anak berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun L997 tentang Peradilan Anak. Dilain pihak, tindak pidana yang bersifat umum dimungkinkan penyelesaian secara restoratif. Metode Penelitian. Penelitian ini rrerupakan studi kasus di Mesuji dan kasus Makam Mbah Priok, Tanjung Priok, Jakarta lJtara, berupa penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berkaitan dengan pemecahan rnasalah, penelitian dilakukan melalui dua metode pendekatan, yakni pendekatan yuridis normatif dan yuridis sasiologis. Masalah dalam penelitian ini, (a) Bagaimanakah konsep diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative justice ? (b) Mengapa perlu diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative justice ? (c) Bagaimanakah strategi diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative justice?. Hasil penelition yang dapat disimpulkan bahwa (a) Konsep diskresi Poiri terhadap tindak pidana berdasarkan restorative justice diantaranya dengan melakukan perubahan paradigma reformasi Poiri serta konsep diskresi Folri yang demokratis. (b) Perlunya diskresi Polri terhadap tindak pidana berdasarkan restorative justice dikarenakan tidak ada dasar hukum perundang-undangan yang meiegitimasi tindakan hukurn diskresi melaiui pendekatan restorative justice, meskipun memberikan kemanfaatan bagi keadilan masyarakat, diantararlya dengan penanganan konflik kejahatan, pencapaian tujuan restoratif, pengembangan moral dan kekuatan masyarakat serta adanya peran masyarakat. (c) Untuk mencapai pemolisian yang efektif dan fungsional dalam masyarakat, maka dilakukan strategi diskresi Polri dengan menggunakan prinsip pemulihan dan bukan penghukuman. Strategi dengan menggunakan prinsip mendahulukan pemulihan dan penjatuhan sanksi bersifat memulihkan dan menjauhi sanksi pemenjaraan. Untuk hal tersebut, guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam melaksanakan diksresi Polri berdasarkan *) Kepala Kepolisian Daerah (Kapotdaj tsali. 81

Transcript of diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Page 1: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

DISKRESI P8LR.TTERX{ADAP PELAKTJ TINI}AK PISANA

tsERDASARKAI\ RE S TORATTVE "TUS TTCEOleh : Dr. Ronny F. Sonnpie, Str{, MII.)

AbstrakTuntutan masyarakat agar penyidik Polri memahami kewenangannya melakukan tindakan terhadappelaku tindak pidana dalam proses penyidikan berdasarkan prinsip demi mewujudkan keadilan (ProJustitisia), hal ini merupakan uT rjud rangkaian tindakan hukum dalam sistern peradilan pidana(criminal justice system). Penyidik Polri sebagai peneeak hukum agar tidak terjadi keraguan dalammengambil tindakan diberi keu'enangan yang bersifat personal, berdasarkan Undang-UndangNomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 7 Al,at (1) butir j dan Undang-Undang Nomor 2Tahun2002 tentang Kepolisian Negara yang diatur dalam Pasal i6 ayat (1) butir 1 dan Pasal 18, "dapatmengambil tindakan lain", dengan "syarat-syarat tertentu", yang disebut dengan diskresi Folri.Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya saat ini, dengan berkembangnya lingkunganstrategis tuntutan masyarakat mewujudkan restorotive justice sebagai suatu solusi memenuhi rasakeadilan masyarakat, penyidik Polri harus realistis mengkaitkan tindakan diskresi denganrestorative justice. Secara konseptual Restorative Justice merupakan suatu model pendekatan dalamupaya penyelesaian perkara pidana, yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku,korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. PBB meialtti basic principlesmenilai bahwa pendekatan restot otive justice merupakan pendekatan yang dapat dipakai dalamsistem peradilan pidana yang rasional. Di Indonesia Fenyidik Polri terkait pola restorative justicehanya melaksanakan kewenangannya terkait tindak pidana Anak berdasarkan Undang-undang No. 3Tahun L997 tentang Peradilan Anak. Dilain pihak, tindak pidana yang bersifat umum dimungkinkanpenyelesaian secara restoratif. Metode Penelitian. Penelitian ini rrerupakan studi kasus di Mesujidan kasus Makam Mbah Priok, Tanjung Priok, Jakarta lJtara, berupa penelitian yang bersifatdeskriptif analitis. Berkaitan dengan pemecahan rnasalah, penelitian dilakukan melalui duametode pendekatan, yakni pendekatan yuridis normatif dan yuridis sasiologis. Masalah dalampenelitian ini, (a) Bagaimanakah konsep diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkanrestorative justice ? (b) Mengapa perlu diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkanrestorative justice ? (c) Bagaimanakah strategi diskresi Polri terhadap pelaku tindak pidanaberdasarkan restorative justice?. Hasil penelition yang dapat disimpulkan bahwa (a) Konsepdiskresi Poiri terhadap tindak pidana berdasarkan restorative justice diantaranya dengan melakukanperubahan paradigma reformasi Poiri serta konsep diskresi Folri yang demokratis. (b) Perlunyadiskresi Polri terhadap tindak pidana berdasarkan restorative justice dikarenakan tidak ada dasarhukum perundang-undangan yang meiegitimasi tindakan hukurn diskresi melaiui pendekatanrestorative justice, meskipun memberikan kemanfaatan bagi keadilan masyarakat, diantararlyadengan penanganan konflik kejahatan, pencapaian tujuan restoratif, pengembangan moral dankekuatan masyarakat serta adanya peran masyarakat. (c) Untuk mencapai pemolisian yang efektifdan fungsional dalam masyarakat, maka dilakukan strategi diskresi Polri dengan menggunakanprinsip pemulihan dan bukan penghukuman. Strategi dengan menggunakan prinsip mendahulukanpemulihan dan penjatuhan sanksi bersifat memulihkan dan menjauhi sanksi pemenjaraan. Untuk haltersebut, guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam melaksanakan diksresi Polri berdasarkan

*) Kepala Kepolisian Daerah (Kapotdaj tsali.

81

Page 2: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal Lex Librum, VoL I, No. 2, Juni 2015' hal 81 - 102

restorative justice perlu upaya pengawasan maksimal dalam penerapkannya.

Kata Kunci : Restorative Justice

AbstractPublic demands that police investigators understand the authority in taking action against

perpetrators of criminal acts in the process of investigation based on the principle of justice (Pro

Justitisia), this is a form of a series of legal proceedings in the criminal justice system. Police

investigators, to take action are given the authority that are personal, based on Law No. 8 of 1981

on Criminal Procedure Code Article 7 Paragraph (l) point j and Law No. 2 of 2002 on State Police

set out in Article 16 paragraph (I) point I and Article 18, that authorizes "may take other action",with "certain conditions", wltich referued to the discretion of the police. The related authority with

public demand embodying development of strategic environment restorative iustice, as a solution to

meet the needs of the community's sense of justice, Police investigators need to be realistic to linkthe act of discretion with restorative justice. Conceptually Restorative Justice is a model ofapproach in solving criminal cases, which focuses on the direct participation of the offender, victim

and community, in a criminal case settlement process. UN referred to basic principles that have

been outlined in it is considered that the approach of restorative justice is an approach that can be

used in a rational criminal justice system. In Indonesia Police investigators linked pattern ofrestorative justice only exercise its powers related criminal offense Children under Law No. 3 Year

1997 on Juvenile Justice. On the other hand, the criminal act of a general nature made possible the

completion of the restorotion. The method research, This research is a case study in Mesuii andMbah Priok case, Tanjung Priok, North Jakarta. It was a descriptive analytical stufii. Associated

with problem solving, the research carried out by two methods approaches, namely normativejuridical and sociological juridical. The Problem in this research (a) How does the concept ofpolice discretion against criminals based restorative justice? (b) Why showld need the discretion ofthe police against criminals based restorative justice? (c) How police discretion strateglt against

criminals based restorative justiceT. Outcomes researclt this ls can was found that (a)

Troubleshooting this dissertation, it was concluded that the concept of police discretion of the

offinses based restorative justice paradigm include making changes to police reform and

democratic policing concepts discretion. @) fhe need of police discretion of the offenses based

restorative justice because there is no legal basis for legislation that legitimize discretionary legal

oction through the restoration ofjustice approach, although providing benefits to society ofiustice,including the handling of conflicts of crime, restorative goal achievement, and moral development

of the community and strength the role of community. (c) To achieve an effective and functionalpolicing in the community, then the strategt carried police discretion by using the principle ofrestoration but not condemnation. Strategt by using the principle of putting the recovery and the

imposition of sanctions is to recover and avoid imprisonment sonctions. For this, in order toprevent the occurrence of inegularities in the implementation of restorative iustice based dilaresipolice need maximum control efforts in implement it.

Keyword : Restorutive Justice

I. PE,NDAHULUAN

A. tatar Belakang PermasalahanBeragamnya tindak pidana berupa keja-

hatan maupun pelanggaran di Indonesia, ber-implikasi terhadap pelaksanaan tugas pokok

82

dan fungsi kepolisiau khususuya berkaitan ke-wenangan penyidik Polri yang diatur dalamUnelang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara Republik Indnesia dan Un-dang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentangKUHAP. Tuntutan masyarakat, agar penyidik

Page 3: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindak Pidqna...

Polri semakin professional atas kewenangan-nya sebagai penyidik maupun dalam melaksa-nakan proses penyidikan terhadap suatu tindakpidana, maka dalam melakukan proses penyi-dikan terhadap pelaku tindak pidana, penyidikwajib bertindak cermat agar tidak melanggarhak asasi manusia, berdasarkan prinsip demimewujudkan keadilan.l Hal ini merupakanwu-jud rangkaian tindakan hukum dalamkerangka penegakan hukum terhadap pelakutindak pi-dana dalam sistem peradilan pidana(criminal j us tice sys tem).

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidikPolri diberi kewenangan yang bersifat perso-nal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 7 Ayat (1)butir j,2 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun2002 tentang Kepolisian Negara Republik ln-donesia3 Pasal 16 ayat (1) butir 1 danPasal 18,

berupa kewenangan "dapat mengambil tinda-kan lain", dengan "syarat-syarat tertentu",yang disebut dengan istilah diskresi kepolisi-an.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Pasal

13 disebutkan: Tugas pokok Kepolisian Nega-ra Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertibanmasyarakat.

b. Menegakkan hukum danc. Memberikan perlindungaq pengayo-

man dan pelayanan kepada masyarakat.Dalam rangka melaksanakan tugasny4

anggota kepolisian dasar moralnya adalah kea-dilan. Penyidik Polri, dalam melahrkan tinda-kan hukum berkewajiban bertindak tidak dis-kriminatif, sesuai asas equality before the law,dan adil sesuai kemauan hukum.a

Tugas Penyidik Polri mewujudkan sup-remasi hukum dan menegakkan HAM, dalamimplementasinya merupakan mata rantai yangtidak terputus.

1 Adrianus Meliala, (2005), Paradigma Potri: Dari AbdiKekuqsaan Menjadi Abdi Ralqtat, Kemitraan Partner-ship,Iakarta, hal. 132 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepoli-sian Negara Republik Indonesia,o Adrianus Meliala, (2004), Tetap Menyalakan Sema-

ngat Reformasi Polri Kemitraan Patnership, Jakarta:Intermasa, hal.32

Ronny F. Sompie

Menurut Artidjo Alkostar;5 "Dalam ma-syarakat modem yang memiliki konstitusi danperangkat hukum, keberadaan institusi kepoli-sian tidak hanya mendapat legitimasi moral,tetapi lebih jelas lagi yaitu memperoleh man-dat hukum untuk melakukan tindakan yuridis.Mandat hukum terhadap kepolisian memilikilandasan konstitusional dituangkan dalam Un-dang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara. Tegaknya hak asasi manu-sia tetap menjadi fokus acuan dari tugas utamakepolisian."

Konseptual legitimasi kewenangan insti-tusi Polri termasuk Penyidik Polri, bertujuanuntuk menjamin tertib dan tegaknya hukumserta terbinanya ketentraman masyarakat gunamewujudkan keamanan dan ketertiban masya-rakat dalam rangka terpeliharanya keamanandalam negeri dan tercapaitya tujuan nasionaldengan menjunjung tinggi HAM yang berkea-dilan.

Thomas Aquinos,6 berpendapat, hukumyang berintikan iustum (keadilan), mutlak me-rupakan produk akal, yang terdiri dari justitiadistributive (keadilan distributifl, iustitia com-mutative (keadilan komutatif atau tukar menu-kar) dan iustitia legolis (keadilan hukum),yang menunjuk pada ketaatanterhadap hukum.

Penyidik Polri dalam melaksanakan tu-gas dan kewenangannya tidak terlepas dari pe-ngaruh lingkungan strategis terutama denganberkembangnya tuntutan penerapan keadilanrestorasi (restorative justice).1 Konsep restora-tive justice di dunia internasional, diterapkansebagai strategi mencari solusi terhadap kebu-tuhan memenuhi rasa keadilan masyarakat me-lalui sistem peradilan pidana (criminal jwsticesystem).

Menurut Lukman Harun8 "Penrrujudanpenerapan restorative justice dalam criminal

5 Artidjo Alkostar (2003), Membangun Kultur PolriYang Berorientasi Madani, Yogyakarta: Gama UP, hal.53t Thomas Aquinos dalam buku Denu Yudho Hartoko,(2006), Kebijakan Politik Hukum di Indonesia. Jakarta:Pamator Press, hal. 627 DPM Sitompul Irjend Pol. (2004), Beberapa Tugas

dan Wewenong Polri, Jakarta: Divisi Pembinaan Hu-kum Polri, hal. 988 Lukman Harun (2007), Hularm dan Keadilan (DalamPerspehif Sosiologis), Iakarta: Pamator Press, hal. 107

6J

Page 4: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jumal Lex Librum, VoL I, No.

justice system (sistem peradilan pidana) ber-kembang antara lain di Jepang, Philipina, Ing-gris, Amerika Serikat, Australia, New Zealand,

Italia, Skotlandia, serta Arab Saudi. Bahkan

PBB telah memfasilitasi Restorative Justice

dan Konferensi Masa Percobaan, di Warsawa

tanggal2 Desember 2003". Dalam kongres se-

tiap lima tahun sekali oleh PBB dengan tema

Congress on Crime Prevention and The Treat-

ment of Offenders yang bertujuan untuk men-

diskusikan tentang perkembangan kejahatan,penanggulangannya dan penanganan pelaku

kejahatan.Pada kongres yang diselenggarakan di

tahun 1990 dan 1995, beberapa lembaga swa-

daya masyarakat dari beberapa negara men-

sponsori sejumlah sesi pertemuan untuk secara

khusus berdiskusi tentang restorative iustice.Pada Tahun 1995 di kongres PBB yang dilak-sanakan di Kairo, secara tajam dan mendalam

dibahas hal-hal yang teknis berkaitan dengan

penggunaan pendekatan r es torativ e j us tice da-

lam penanganan perkara pidana. Pada kongresyang digelar tahun 2000 dihasilkan United Na-tion, Basic Principles On The Use Of Restora-tif Justice Programmes In Criminal Mattersyang berisi sejumlah prinsip-prinsip mendasar

dari penggunaan pendekatan restorative justi-

"".9 Restorative Justice merupakan suatu mo-del pendekatan dalam upaya penyelesaian per-

kara pidana, yang menitikberatkan pada ada-

nya partisipasi langsung pelaku, korban dan

masyarakat dalam proses penyelesaian perkara

pidana. Terlepas dari kenyataan bahwa pende-

katan ini masih diperdebatkan secara teoretis,akan tetapi pandangan ini pada kenyataannyaberkembang dan banyak mempengaruhi kebi-jakan hukum dan praktik di berbagai nega-

ra. Pendekatan restorative justice diasumsikansebagai model dan mekanisme yang bekerjadalam sistem peradilan pidana dalam mena-ngani perkara-perkara pidana pada saat ini.10

Pendekatan restorative justice merupakan pen-

9 Aporrg Herlina, (2004). Restorative Justice, Jumal

Kriminologi Indonesia. Vol. 3 No. III September 2004,hal.127'o Khairul Saleh Amin, (2010), Perkernbangan Sistem

Peradilan Pidana di Indonesia. Jakarta : Pamator Press,

hal. 90

84

2, Juni 2015, hal 81 - 102

dekatan yang dapat dipakai dalam sistem pera-dilan pidana yang rasional serta merupakansuatu kerangka berfikir yang baru yang dapat

digunakan dalam merespon suatu tindak pida-na bagi penegak dan pekerja hukum.

Proses formal pidana yang makan waktulama serta tidak memberikan kepastian bagipelaku maupun korban, tidak serta merta me-menuhi maupun memulihkan hubungan antarakorban dan pelaku. Sementara ini, dalam pro-ses pidana konvensional hanya menjadikankorban sebagai saksi dalam tingkat persida-ngan yang tidak banyak mempengaruhi putu-san pemidanaan.

Berdasarkan hasil penelitian MahkamahAgungll tentang Mediasi Penal pada bulan Ju-

ni-Juli 2011 di wilayah hukum PengadilanTinggi Palangkaraya, Mataram, Jambi, dan Se-

marafig, ditemukan bahwa; "Keadilan restora-tif diterima sebagai salah satu konsep penyele-

saian kasus pidana oleh PBB pada tahun 2000.Setelah pengakuan itu, semakin banyak negarayang menerapkannya dalam menangani perka-ra pidana. Restorative justice merupakan mo-del penyelesaian perkara pidana yang menge-depankan pemulihan korban, pelaku dan ma-syarakat. Prinsip utama restorative justice ada-lah adanya partisipasi korban dan pelaku, p&r-

tisipasi warga sebagai sukarelawan mediatoratau fasilitator penyelesaian kasus. ''

Sementara ini, keadilan dimalcrai seba-

gai proses pencarian pemecahan masalah yangterjadi atas suatu perkara pidana dimana keter-libatan korban, masyarakat dan pelaku menjadipenting dalam usaha perbaikan, rekonsiliasidan penjaminan keberlangsungan usaha per-baikan tersebut. Undang-Undang KekuasaanKehakiman" dengat tegas menyebutkan bah-wa hakim wajib menggali nilai-nilai yang hi-dup dalam masyarakat. Dorongan masyarakatacapkali bisa menyadarkan aparalpenegak hu-kum untuk mengedepankan restorative iustice.

rr Darmoko Yuti Witanto & Arya Putra Negara Kutawa-ringin, (2013) Diskresi Hakitn: Sebuah Instrumen Me-negakkan Kea d ilan Su bs tantif dal am P erkara-P erkaraPidana, Bandung: Alfabeta, hal' 126t'

M.,ludi, (2002) Kapita Seleha Sistem Peradilan Pida-rza, Semarang: FH Universitas Diponegoro,halr 11613 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Ke-kuasaan Kehakiman.

Page 5: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindsk Pidana "."

Dari beberapa implirnentasi penegakanhukum yang dilakukan diberbagai negara yangtelah menerapkan model resiorative justice,\anampaknya penting kiranya dalam penerapansistem peradilan pidana di Indonesia untukmempefiimbangkan rnoclel restorative j usticedalam penyelesaian peristiwa tindak pidana,serta dengan mempedimbangkan nilai-nilaiperilaku masyarakat dalam penerapan hukurnyang hidup dalam masyarakat.

Pada aspek yang lain jika peiistru'a hu-kum pidana dikaitkan dengan niiai ekonornis-nya, sangat memungkinkan jika Penf idrk Polri(sebagai komponen crimes iustice s_r's/eiil ) da-lam melaksanakan tindakan hukum terhadappelaku tindak pidana dapat mempersunakankewenangan diskre,cirfi,a nielalui pendekaianberdasarka n res lo nt I i rt? i t i : I t c. .

Dalarn hal penegakair hukuni terk.lr sLs-

tem peradilan pidana di lniionesia berdasarkanKUHAP, pada saat Penvrdik Polri melaksana-kan kewenangannya meiakul:an tindakan dis-kresi terhadap pelak-u tirrdak pidana melaluipendekatan berdasarkan restoroiive justice,ada hal-hal yang harus dipertimbangkan, meli-puti: dasar filosofis tindakan penggunaan dis-kresi, aspek sosiolo gis pendekatan berdasarkanrestorative justice, akibat penggunaan restora-tive justice, selta kemungkinan lahirnya legali-tas terhadap penerapan restorative justice olehPenyidik Polri melalui peraturan perundang-undangan.

B. Rumusan Masalahi. Bagairnanakah konsep diskresi Polri

terhadap pelaku tindak pidana berda-sarkan restorative justice ?

2. Bagaimanakah strategi diskresi Polriterhadap pelaku tindak pidana berda-sarkan restorative justice ?

C. Tujuan dan Kegunaam Femelitian

1. Tujuan Penelitiana. Untuk menganalisa konsep diskresi

tt G..I.M. Cortens, (2009), sebagaimana dikutip oleh

Luhut M P Pangaribuan dalarn Lay Jwdges dan HakimAd Hoc, suatu ,studi Teoritis Mengenai Sistem PeradilanPidana Indonesia, Jakarta : FIJ Pascasarjana UI danPapas Sinar Minanti, hal. 65

Ronny F" Sompic

Polri terhadap pelaku tindak pidanaberdasarkan r es t or ativ e j us t ic e.

b. Untuk rnemahami perlunya diskresiPolri terhadap pelaku tindak pidanaberdasarkan res t orative j us tice.

c. Untuk menganatrisa strategi diskresiPolri terhadap pelaku tindak pidanaberdasarkan restorative j ustice.

Kegunaan PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat mem-

berikan manfaat baik secara teoritis praktisdan secara yuridis, antara lain :

a. Secara teoritisPenelitian ini diharapkan menjadi sum-bangsih pemikiran dalam konsep dis-kresi Polri terhadap pelaku tindakpidana berdasarkan restorativejusti-ce.

b. Secara praktisPenelitian ini diharapkan dapat mem-berikan tambahan pengetahuan di kala-ngan praktisi, terutama aparatar negaradan para penegak hukum (polisi, jaksa,hakim serta pengacara) dalam melaksa-nakan restorative justice terhadap pela-ku tindak pidana.

c. Secara yuridisPenelitian ini diharapkan para penye-lenggara penegak hukum khususnyaPolri dapat menjadi teladan guna me-wujudkan strategi diskresi Polri terha-dap pelaku tindak pidana berdasarkanrestorative justice.

KERAI{GKA TEORI DAN KONSEP

A. Kerangka Teori

1. Sistem Peradilan PidanaSisten: Feratlinan Pidanals merupa-

kan salah sa'tu tecri berkaitan dengan upa-ya pengendalian kejahatan rnelalui kerjasama dan koordinasi di antara lernbaga-lembaga yang oleh undang-undang diberitugas untulk itu. Konrponen utar:ea dari sis-tern peradilan pidana bertanggring jawab

15 Indriyanto Seno Adji (2005), Arah Sisiem Peraclilan

Pidana, Jakarta; Kantor Fengacara & Konsultan Hu-kum, Prof. Oemar Seno A.dji & Rekan. hai. 116

II.

8s

Page 6: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal Lex Libram, VoL I, IYo. 2, Juni 2015, hal 8l ' 102

atas fungsinya masing-masing dapat diu-raikan ke dalam; fungsi penyidikan (men-jadi wewenang kepolisian), fungsi penun-

tutan (wewenang kejaksaan), fungsi pera-

dilan (wewenang Mahkamah Agung/pe-ngadilan), fungsi pemasyarakatan (wewe-

nang lembaga pemasyarakatan/Kemente-rian Hukum dan HAM), dan fungsi ba-

ntuan hukum (wewenang advokat).Marjono Reksodiputro

1 6 berpendapat

bahwa;Sistem peradilan pidana adalah sis-

tem pengendalian kejahatan yang terdiriatas lembagalembaga kepolisian, kejaksa-

an, pengadilan dan pemasayarakatan ter-pidana.

Menurut MuladilT; bahwa sebagai

sistem, peradilan pidana mempunyai pe-

rangkat struktur atau subsistem yang seha-

rusnya bekerja secara koheren, koordinatifdan integratifagar efisien dan efektif. Sub-

subsistem ini berupa polisi, jaksa, pengadi-

lan, penasihat hukum dan lembaga koreksi,baik yang sifatnya institusional maupunyang non-institusional.

Sistem peradilan Pidana meruPakan

terjemahan dan Criminal Justice System,

suatu sistem yang dikembangkan olehpraktisi penegak hukum (Law enforcement

fficer) di Amerika Serikat. MenurutBlack's Law Dictionory" t Criminal JusticeSystem is the collective institutions throughwhich an accused offenderpasses until the

accusations have been disposed of or the

assessed punishment concluded. The sys-

tem typically has have three components:low enforcement (police, sherffi, mar-shols), the judicial process (iudges, prose-cutors, defense lmuyers) and corrections(prison fficials, probation fficers and pa-

16 Mard;ono Reksodiputro , (1994), Sistem Peradilan

Pidana Indonesia (Peranan Penegak Hukum Melawan

Kejahatan), dalam Hak Azasi Manusia dalam Sistem

Peradilan Pidana (buku III), Jakarta : Pusat Pelayanan

keadilan dan Pengabdian Hukum UI, hal. 82l7 Mul*di, (2009) Demokrasi, Hak A'sasi Manusia, rJan

Reformasi Hukum di lndonesia, Jakarta: Media Press,

hal, I l8

'8Bryu, A. Garner, (1958) Lubbock (Kamus Httkum),

Texas: U.S. Lawyer Lexico grapher. p.6

86

role fficers). (Sistem peradilan pidana

adalah institusi kolektif, di mana seorang

pelaku tindak pidana melalui suatu proses

sampai tuntutan ditetapkan atau penjatuhanhukuman telah diputuskan. Sistem ini me-miliki tiga komponen, penegak hukum (ke-polisian), proses persidangan (hakim, jaksa

dan advokat), dan lembaga pemasyaraka-tan (petugas pemasyarakatan dan petugas

lembaga pembinaan).

2. Restorative Justice ModelRestorative justice lemerupakan pe-

mikiran mendasar yang mencakup berba-gai emosi manusia termasuk penyembu-han, belas kasih, pengampunan, rekonsi-liasi serta sanksi bila perlu (tidak mesti dipenjara). Restorative justice menawarkanproses di mana mereka yang terlibat peri-laku tindak pidana atau kriminal atau cri-me,bak itu korban, pelaku, keluarga yang

terlibat atau masyarakat 1uas, semua di-perlukan untuk berpeluang dalam menye-lesaikan masalah yang terjadi, sebagai

langkah bijaksana guna menyelesaikan ma-salah hukum dan saling berhubungan.

Restorative justice merupakan upayakomunal yang lebih luas yang berusaha

untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilanbagi semua orang melalui keadilan trans-formatif.

Restorative justice memrut Tony FMarshall2o: Restorative Justice is a process

whereby all the parties with a stake in aporticular offence come together to resolvecollectively how to deal with the aftermathof the offence and its implicationfor thefu-ture" (Restorative Justice adalah sebuahproses dimana para pihak yang berkepenti-ngan dalam pelanggaran tertentu bertemubersama untuk menyelesaikan persoalansecara bersama-sama bagaimana menyele-saikan akibat dari pelanggararL tersebut de-

mi kepentingan masa depan). Menurut Van

ln John Braithwaite, (2002), Restorative Justice qnd

Responsive Regulation, New York : Oxford lJniversityPress, Oxford, p. 68

'o lbid, p. 79

T

Page 7: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindak Pidana.,.

Ness2l dari Kanadai Restorative justice ada-lah Teori Keadilan yang mengutamakan pe-mulihan kerugian akibat perilaku jahat, di-mana pemulihannya tuntas melalui prosesyang inklusif dan kooperatif.

Konsep restorative justice tidak mem-fokuskan diri pada kesalahan yang telah lalu,tetapi bagaimana memecahkan masalahtanggung jawab dan kewajiban pada masadepan dari pelaku. Model perlawanan di-gantikan oleh model dialog dan negoisasi,Penjeraan diganti rekonsiliasi dan restorasisebagai tujuan utama. Masyarakat dianggapmerupakan fasilitator didalam proses resto-rative dan peran korban dan pelaku diak-ui.Stigma harus dihapus melalui trndakan res-torative dan kemungkinan selalu terbuka un-tuk bertobat dan memaafkan asal merekamembantu perbaikan situasi yang diakibat-kan oleh perbuatannya.

Menurut Muladr22, Res tor ative Jus tic e

bertujuan: memberdayakan korban, dimanapelaku didorong agar memperhatikan pemu-lihan. Restorative justice mementingkanterpenuhinya kebuflrhan material, emosionaldan sosial sang korban

Teon restorative justice memandangbahwa kejahatan itu merupakan pelanggaranterhadap kemanusian, sehingga penyele-saiannya pun harus secara manusiawi.

Restorative justice merupakan pen-dekatan pemecahan masalah untuk kejaha-tan yang melibatkan para pihak sendiri,dan masyarakat umumnya, dalam hubu-ngan aktif dengan badan-badan hukum.Restorative justice dapat dilihat sebagai pe-radilan pidana tertanam dalam konteks so-sial, dengan tekanan pada hubungannyadengan komponen lain, daripada sistemtertutup secara terpisah. Secara umum di-gunakan secara internasional bahwa resto-rative justice adalah proses dimana pihakyang memiliki kepentingan dalam suatu

2l Bannenberg, B., (2000) , Victim-offender mediation in

Germany. In Victim-Offender Mediation in Europe (TheEuropean Forum for lricfim-Offender Mediation andRestorative Justice, ed, Belgium Leuven UniversityPress, p. 258" Muladi dan Barda Nawawi Aief, (L992), BungaRampai l:lukum Pidana, Alumni, hal. 137

Ronny F. Sompie

pelanggaran tertentu secara kolektif me-ngatasi bagaimana menghadapi akibat daripelanggaran dan implikasinya untuk masadepan.

Beberapa prinsip-prinsip23 yang ber-laku secara universal yang melekat dalamkonsep pendekatan restorative justice da-lam penyelesaian tindak pidana, antaralain: Prinsip Penyelesaian yang Adil (DueProcess),Perlindungan yang Setara, Hak-Hak Korban perlu mendapat perhatian,Proporsionalitas, Praduga Tak Bersalah,serta Hak Bantuan Konsultasi atau Penasi-hat Hukurn.

3. Teori Hukurn FrogresifTeori hukum progresif, rnerupakan

gagasan Prolesor Sadipto Rahardjo yanggalau dengall cara penyelenggaraan hukumdi Indonesia.

MenurLrt Saq ipto R.ahardjo2a, pemiki-ran hukum perlu kembali pada filosofi da-sarrya, yaitu hukum untuk manusia. De-ngan filosoti tersebut, maka manusia men-jadi penentu dan titik orientasi hukum. Hu-kum bertugas melayani manusia, bukan se-baliknya. Hukum bukan merupakan insti-tusi yang lepas dari kepentingan manusia.Kualitas hukum, ditentukan oleh kemam-puannya dalam mengabdi pada kesejahte-raan manusia. Ini menyebabkan hukumprogresif menganut ideologi: hukum yangpro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat.Dengan ideologi ini. dedikasi para pelakuhukum mendapat rempat yang utama untukmelakukan pemulihan.

Dalam hukurn progresif2s, proses pe-rubahan trdak la_ei berpusat pada peraturan,tapi pada kreatir,itas pelaku hukum meng-aktualisasi hukum dalam ruang dan waktuy'ang tepat. Para pelaku hukum progresifdapat meiakukan perubahan dengan mela-

23 Eryurro \\'ahid, (2009) Keadilan Restorative dan Pera-

dilan Kon,-ensional dalam Hukum Pidana, Jakarta : Uni-versitas Trisakti, hal. 152

" Ibid,hal.1372s

Sacipto Raharjo. (2A0q,"Hukum Progresif (penjela-jahan Suatu Gagasan)", Makalah disampaikan padaacara Jumpa Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Un-dip Semarang, tanggal 4 September 2004.

87

Page 8: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal l-ex Librum, Vol. I, No. 2, Juni 2015, hal 81 - 102

kukan pemaknaan yang kreatif terhadapperaturan yang ada, tanpa harus menungguperubahan peraturan (changing the law).Peraturan yang buruk, tidak harus menjadipenghalang bagi para pelaku hukum prog-resif untuk menghadirkan keadilan untukrukyat dan pencari keadilan, karena merekadapat melakukan interpretasi secara barusetiap kali terhadap suatu peraturan.

Konsep hukum progresif26, tidak se-

kali-kali menafikkan peraturan yang ada.Hukum progresif merangkul, baik peratu-ran maupun kenyataanl kebutuhan sosialsebagai dua hal yang harus dipertimbang-kan dalam tiap keputusan.

Menurut Prof. Dr. Sadipto Rahardjo,SH," konsep hukum yang pro$esif, hu-kum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri,melainkan untuk tujuan yang berada diluardirinya. Oleh karena itu, hukum progresifmeninggalkan tradisi analytical jurispru-dence atau. rechfsdogmatiek yang cende-rung menepis dunia di luar dirinya, sepertimanusia, masyarakat, kesejahteraannya.Hukum progresif memiliki sifat responsif.Dalam tipe yang demikian itu, regulasi hu-kum akan selalu dikaitkan dengan tujuan-tujuan sosial yang melampaui narasi teks-tual aturan. Oleh karena hukum progresifmenempatkan kepentingan dan kebutuhanmanusia/ rakyat sebagai titik orientasinya,maka ia harus memiliki kepekaan padapersoalan-persoalan yang timbul dalam hu-bungan-hubungan manusia. Salah satu per-soalan krusial dalam hubungan-hubungansosial adalah keterbelengguan manusia da-lam struktur-struktur yang menindas, baikpolitik, ekonomi, maupun sosial budaya.Daiam konteks keterbelengguan dimaksud,hukum progresif harus tampil sebagai ins-titusi yang emansipatoris (membebaskan).

Sifat hukum progresif yang meng-hendaki kehadiran hukum dikaitkan de-ngan pemberdayaan sebagai tujuan sosial-nya, karenanya, hukum progresifjuga de-kat dengan social engineering dari Roscoe

26 lbid,hal. 8627

Sutiipto Rahardjo,(20 13) Hukum dan Pentbahan So-sial: Suatu Tinjauan Teoritis Serto Pengalaman-Penga-laman di Indonesia, Bandung, Alumni. ha1. 87

88

Pound28. Usaha social engineering diang-gap sebagai kewajiban untuk menemukancara-cara yang paling baik bagi memaju-kan atau mengarahkan masyarakat. Hu-kum, sesungguhnya memiliki potensi yangcukup besar untuk melakukan perubahansosial secara terencana. Selain memiliki le-galitas formal, hukum juga mempunyai ke-wenangan pemaksa yang dalam bekerjanyadidukung aktivitas birokrasi.

Dalam kontek pendekatan teori hu-kum progresif, terkait penggunaan diskresiPolri melalui pendekatan restorative justi-ce, maka menj adi penting mengkorelasikandengan teori hukum progreszl Teori hu-kum progresif, lebih mengutamakan tujuandan konteks ketimbang teks-teks aturansemata, maka sudah tentu soal diskresimenjadi sangat urgen dalam penyelengga-raan hukum. Thomas Aaron2e merumuskandiskresi sebagai: "... power authority con-

ferred by law to action on the basic ofjud-gement or concience, and it use is more anidea of moral thall law.

Dalam penerapan diskresi berdasar-kan restorative justice, oleh para penegakhukum Penyidik Polri dituntut untuk me-milih dengan bijaksana dalam hal keharu-sannya bertindak. Otoritas kewenanganberdasarkan aturan-afuran resmi, dapat di-pakai sebagai dasar untuk menempuh carayang bijaksana dalam menghampiri kenya-taan tugasnya berdasarkan pendekatan mo-ral restorative justice daripada ketentuan-ketentuan formal.

Diskresi bagi Penyidik Polri sebagaipenegak hukum merupakan faktor wewe-nang hukum yang dijalankan secara ber-tanggung jawab dengan mengutamakanpertimbangan moral dari pada peraturanabshak. Diskresi yang dilakukan seorangPenyidik Polri, semata-mata atas dasar per-

2' G.J.M. Cortens, (2009), sebagaimana dikutip olehLuhut M P Pangaribuan dalam Lay Judges dan HakimAd Hoc, suatu studi Teoritis Mengenai Sistem PeradilanPidana lndonesia, Jakafia : FH Pascasarjana Ul danPapas Sinar Minanti. hal. 196

" Chris Cunneen & Carolyn Hoyle, (2010), DebatingRestorative Justice, Oxford-Portland Oregon: Hard Pub-lishing, p. 70

I

Page 9: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

J:I

Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindak Pidana...

timbangan kegunaan dan kefungsian tinda-kan dalam mencapai tujuan yang lebih be-sar demi menjaga kewibawaan hukum itusendfui. Menurut Louis A Redelet,3o trlo*is not an end in itself. Properly unders-tood, it is a means to higher ends in humanaffair, much as good order justice ....." Tlt-juan keadilan, yang bermuatan kepastianhukum dan keserasian hukum alam, dapatdijadikan dasar pengembangan oleh Penyi-dik Polri dalam penafsiran mengenai pe-nyelenggaran diskresi berdasarkan restora-tifjustice yang merupakan kelengkapan da-ri sistem pengaturan oleh hukum itu sen-diri.

4. DiskresiMenurut The Contemporary Law

Dictionary3l lKamus Hukum Kontempo-rer), discreation, statu keputusan pimpinanatas dasar hikmat dan hati nurani. Sedang-kan berdasarkan Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 30 Tahun 2014 TentangAdministrasi Pemerintahan Pasal 1 butir 9,Diskresi adalah Keputusan danlatau Tinda-kan yang ditetapkan danlata,u dilakukanoleh Pejabat Pemerintahan untuk mengata-si persoalan konkret yang dihadapi dalampenyelenggaraarL pemerintahan dalam halperaturan perundang-undangan yang mem-berikan pilihan, tidak mengatur, tidak leng-kap atau tidak jelas, dan/atat adanya stag-nasi pemerintahan.

Menurut Bryan A Gamer32, mende-finisikan diskresi sebagai berikut: "A pub-lic fficial's power or right to act in cer-tain circumstances according to personalJudgment and conscience.

Ada tiga jenis diskresi yaitu admi-nistrative discreation, judicial discreati-on and prosecirtorial discreation.

Menurut Walker33, bahwa: Diskresisebagai wewenang yang diberikan hukum

'o lbid,p.93" W.J. S. Poerwardarminta, (2007), Kamus [Jmum Ba-hasa Indonesia, lakarta: Balai Pustaka, hal. 5632 Tho-us Aaron, ( I 998) The Control of Police Discre-riors, Springfield: Charles D. T'hornas, p. 8433

Darid Miers, (2001) , An International Review of Res-

torative Justice, Crime Reduction Research Series Pa-

Ronny F, Sompie

untuk bertindak dalam situasi khusus se-suai dengan penilaian dan kata hati ins-tansi atau petugas itu sendiri. Dan diskresimerupakan kebijakan dari pejabat yangintinya membolehkan pejabat publik me-lakukan sebuah kebijakan yang melanggarundang-undang. Di dalam hukum admi-nistrasi diskresi sering disebut sebagai"freies ermessen" (kewenangan bebas)yarrg aslinya "Ermessen", kemudian diter-jemahkan menjadi Diskresi.

Lrlenurut Kenneth Cole Davis3a Dis-kresi: "Dzscretion means that one is freeto make choices. The making of choicesonlotlg a number of possible courses ofctctiorts. (Diskresi berarti kebebasan untukmenilih, Perbuatan tersebut merupakankebebasan untuk memilih satu dari bebera-pa tindakan van-e akan diambil).".

Dalam prakteknya, diskresi diaplika-sikan antara iain :

a. Discretion a.s .iudgernenr / Diskresi se-

bagai purusanb. Discretion as choicelDiskresi sebagai

pilihane. Discretion .7-i discentmenllDiskresi

sebagai keahiiand. Discretiott os libern' Diskresi sebagai

kebebasane. Discretion as license Diskresi seba-

gar izin.Menurut Prof. Dr. Zudan Arief

Fakhrullah, SH, MHt:. diskresi adalah pe-ngambilan kepufusan daiam bentuk meni-lai, mengukur. men_eambil tindakan un-tuk menyelesaikan persoalan. Diskresi ter-sebut memiliki ruang lin_ekup sebagai be-rikut :

a. Tindakan/keputusan tersebut dilakukanketika ada sebuah perafuran yang mem-berikan pilihan (diskresi terbatas).

per l0,6arry Webb. ed.. Home Off,rce, Policing and Re-ducing Crime Unit, Research, Development and Statis-tic Directorate, Clive House, London : Petty France, p.1083a David L. Carter'. (1999), Dimensi Teoritis dalam Pe-nyalahgunaan ll'ewenang oleh Petugas Polisi, Jakarta:Citra Manunggal, ha1. 138

" ZudunAlief Fakhrullah (201 l), Hukum Administrasidan Pemerintahan Daeral2, kuliah 53 Hukum Universi-tas Borobudur. 20 Oktober 201 l.

89

Page 10: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal Lex Librum, VoL I, No. 2, Juni 2015' hal 81 - 102

b. Tindakanlkeputusan tersebut dilakukan

karena tidak ada Peraturan.c. Tindakanikeputusan tersebut dilakukan

karena peraturan tidak jelasi tumpang

tindih.d. Tindakan/keputusan diambil guna ke-

pentingan yang lebih luas karena ada

stagnasi Pemerintahan.

B. KonsepKerangka konsep ini dimaksudkan untuk

menyamakan persepsi yang diidentikkan se-

bagai definisi operasional. Adapun kerangka

konseptual tersebut sebagai berikut.a. Diskresi adalah kebebasan untuk me-

milih satu dari beberapa tindakan yang

akan diambil. Diskresi merupakan sua-

tu kebijakan yang harus diambil oleh

penegak hukum karena situasi nyata dilapangan, suatu kewenangan beruPa

kebebasan bertindak dari pejabat nega-

ra atau rnengambil keputusan menurut

pendapat sendiri demi untuk melayanipublik dengan penuh tanggungi awab.

b. Polri, adalah badan pemerintahan yang

bertugas dalam memelihara keamanan

dan ketertiban umum (menangkaP

orang yang melanggar undang-undang,dan sebagainya), anggota badan peme-

rintah (pegawai) negara yang bertugas

menjaga keamanan negara.

Dalam istilah lain;Polri adalah Kepolisian Negara Repub-

lik Indonesia merupakan alat negata

yang berperan dalam memelihara kea-

manan dan ketertiban masyarakat, me-

negakkan hukum, serta memberikanperlindungan, pengayoman, dan pela-

yanan kepada masyarakat dalam rang-

ka terpeliharurLya keamanan dalam ne-

geri.c. Pelaku adalah yang melakuka\ yang

melakukan, Yetg turut serta

melakukan, dan mereka yang sengaja

menganjurkan orang lain supaya mela-

kukan perbuatan.

d. Tindak pidana merupakan suatu dasar

dalam ihnu hukum terutama hukumpidana yang dimana ditujukan sebagai

suatu istilah perbuatan yang melanggar

90

norna-norrna atau aturan hukumyang berlaku di suatu negara.

e. Restorative justice adalah pemikiranmendasar yang mencakuP berbagaiemosi manusia termasuk PenYembu-han, belas kasih, pengampunan, rekon-siliasi serta sanksi bila perlu (tidakmesti di penjara).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Spesifikasi PenelitianPenelitian ini merupakan studi kasus di

Mesuji dan kasus Makam Mbah Priok, Tan-jung Priok JakartatJtara. Penelitian ini bersi-fat deskriftif analitis, dengan menggambar-kan peraturan perundang-undangan yang ber-laku dan dikaitkan dengan teori-teori hukumdalam praktek pelaksanaannya yang berkai-tan dengan permasalahan yang akan diteliti.Melalui metode ini, akan menguraikan gam-

baran mengenai fakta-fakta yang secara nyataterjadi tentang penggunaan diskresi Polri ter-hadap pelaku tindak pidana berdasarkan resto'r ativ e j us tice (keadilan restorasi).

B. Metode PendekatanGuna memperoleh jawaban dari perma-

salahan dalam penelitian ini, maka penelitianakan dilakukan dua pendekatan utama seka-

ligus, yakni pendekatan yuridis normatif danpendekatan yuridis sosiologis. Hal ini dimak-sudkan guna mengevaluasi keterkaitan aspeknormatif dan aspek empiris, meneliti (perpa-

duan) antara yuridis normatif dengan yuridissosiologis.

C. Sumber Data1. Data Primer merupakan data yang di-

peroleh langsung dari sumbemya me-

lalui institusi Kepolisian Negara wila-yah Kepolisian Daerah LamPung, Ke-polisian Daerah Metro Jakarta Raya,

Lnstansi Pemerintah Provinsi DaerahKhusus Ibukota Jakarta dalam hal iniPemerintah Daerah Kota AdministrasiJakarta lltara, Pemerintah Daerah Pro-

vinsi Lampung serta tokoh masyarakat

terkait penelitian ini.2. Data Sekunder adalah datayang di-

Page 11: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jl

1i

l-t-t-I\

Diskresi Polri Terhadap Pelnku Tindak lDidana.".

peroleh dari dokumen resmi, buku il-miah yang terkait penelitian ini, hasilpenelitian, peraturan perundang-unda-ngan atau ketentuan lain yang terbagimenjadi:a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan

hukum yang mengikat seperti; Un-dang-Undang Nomor 2 Tahun2002tentang Kepolisian Negara, KU-HAP, KUHP, sefia peraturan per-undang-undangan lainnya yang da-pat dijadikan dasar hukum formilsecara langsung.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitumemberikan penjelasan mengenaibahan hukum primer seperti litera-tur-literafur kepustakaan atau buku-buku ihniah terkait penelitian ini,jurnal iimiah bidang ilmu hukum,makalah ilmiah yang dipergunakandalam bahan penulisan penelitian.

c. Bahan Hukum Tertier vaitu bahanhukum yang memberikan petunjukterhadap bahan hukum primer dansekunder, contohnya Black's Lau'Dictionary, eksplopedr. dan kamusatau sejenisnva.

D. Pengurnpulan Data1. Penelitian Kepustakaan lLibrarT- Re-

search)Dalam metode ini penelitian ke-

pustakaan ini dilakukart adalah denganmempelaj ari dan membaca buku-buku,jurnal ilmiah hukum, peraturan perun-dang-undangan yafig terkait serta ba-han bacaan lainnya yang berhubungandengan penelitian ini, dalam rangkauntuk mendapatkan landasan teoritismaupun bahan pustaka sebagai dasardalam melakukan penelitian dan penu-lisan ini.Penelitian Lapangan (F iel d Res earch)

Metode penelitian ini yaitu dila-kukan dengan mengumpulkan datalangsung dari pihak yang berkompe-ten atau terkait penelitian ini, untuk itudilakukan metode wawancara denganpara pihak yang relevan.Lokasi dan Populasi.

R*nalt F' SomPie

a. Lokasi peneiitian adalah di Jakarta,Mesuji Provinsi Lampung yang di-mungkinkan dapat diperoleh kasusterkait judul penelitian ini.

b. PopulasiRespcnden dalam penelitian iniadalali penyidik yang pemah me-nyelesaikaii permasaiahan yangberhadapan dengan hukum. Infor-rnan perorangan lwarga masyarakatterdiri dari Praktisi Hukurn. Infor-man Instansi Pemerintah terdiri daripihak Kepolisian. Penelitian inimenggunakan teknik penentuansampel non-randorn yaitu purposi-ve sampling, karena sampel diten-tukan herdasarkan pertimbangandari peneliti"

4. Alat Pengumpulan DataAlat pengumpul data dalam penelitianini adalah :

a. Strldi dokumen atau bahan pustakab. Pedoi-iran Wawancarac. Kuesioner

E. Analisis DataSebagar Llpa'a unark dapat menjawab

atau melnecahkan pennasaiahan van_q diang-kat dalam peneirtran rnr. dilakukan suatu ana-lisis yang tennaslik cialam analisis deshiptifkualitatif (cirsesuaikan,konsisten metode pe-nelitian digunakan seperti; anaiisis secara ku-alitatif, kuantitatif atau konten). Dimana se-

telah pengumpulan ciata dilakukan kemudiandianalisis, sehingga dapat ditarik suatu kesim-pulan yang dapat dipertanggungjawabkan se-cara ilmiah.36

Data yang diper<lleh dari bahan hukumprimer berupa peraturan perundang-undangandan bahan hukum sekunder berupa pendapatahli hukum pidana terkait konsep restorativejustice, demikian juga data primer yang diper-oleh dari anggota masyarakat, lembaga pene-gak hukum, praktisi hukum dan tokoh masya-rakat, disusun secara sistematis, kemudiananalisis secara kualitatif untuk mendapatkangambaran mengenai ketentuan-ketentuan atau

36 Zainuddin ,Ali, (2009), hletode Peneiitian Huhun, Ja-karta: Sinar Grafika" hal. 69

2.

il

Kt_

iS

t-

)-

I-

)-

hu-l!l

)-

it

J.

91

iiI-;1_

i-:-

1t

i-;1,

I-

:3

)-

Page 12: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal L* Librum, Vol. I, No. 2, Jani 2015, hal. 81 - 102

aturan-aturan terkait penerapan Diskresi Kepo-

lisian berdasarkan Restorative Jus tice.

IV.HASIL PENELITIAN DAII PEMBA-HASAN

A. Konsep Diskresi Polri Terhadap PelakuTindak Pidana Melalui Pendekatan Res-

torative Justice

1. Konsep Sanksi Pidana berdasarkan -Res-

totarive JusticeKonsep diskresi Polri terhadap pelaku

tindak pidana melalui pendekatan restorativejustice dalam kapasitasnya sebagai penegak

hukum berdasarkan sistem peradilan pidana

yang melakukan tindakan hukum tahap awal,

konsep strategisnya tidak mengenal metode

pembalasan terhadap pelaku tindak pidana. Pe-

nerapan tindakan hukum melalui pendekatan

berdasarkan restorative iustice, diskresi Polrimenitikberatkan kepada konsep pemulihan un-tuk tujuan membuat segala sesuatunya menjadibenar, serta mengakomodir rasa keadilan yang

dikehendaki masyarakat.Beberapa konsep dalam pendekatan res-

torative justice adalah sebagai berikut.a. Restitusi (Penggantian Kerugian)

Dalam proses penyelesaian tindak pi-dana melalui pendekatan restorativejustice, pelanggar diharuskan untukmembayar kembali kerugian bagi si

korban yang dapat ditempuh melaluijasa-jasa atau berupa uang. Konsep res-

titusi telah melembaga.b. Program Kerja Sosial

Dalam sanksi program kerja sosial di-tekankan bahwa pelanggar harus mem-bayar kerugian tak langsung kePada

suatu masyarakat melalui kerja bakti(pekedaan tak dibayar) yang berman-faatbagi masyarakat.

c. Kompensasi terhadap KorbanKonsep pemberian dana komPensasi

terhadap korban dikenal sebagai pem-

bayaran terhadap korban yang menjadisuatu bagian dari proses penyelesaian

tindak pidana, sekaligus menciptakankondisi yang lebih baik bagi korbanmauprm bagi pelaku dan lingkungan-

92

nya, oleh pemerintah atau oleh pihakyang lain yang tidak bertalian denganpelanggaran.

2. Konsep Pemberian Sanksi TerhadapKorporasi Berdasarkan Teori Responsi-ve Regulation

Korporasi'' adaLah pribadi hukum seba-

gaimana layaknya manusia yang dapat dimin-tai pertanggungjawaban baik secara perdatamaupun secara pidana. Dalam hal korporasidimintai pertanggungjawaban pidana makayang sering menjadi masalah adalah mengenaikepada siapa respon pertanggungjawaban pi-dananya difokuskan dan sanksi yang akan di-jatuhkan agar kelangsungan aktivitas korporasidapat tetap terjaga serta kerugian yang lebihluas dapat dihindari. Pemberian sanksi tidakterlepas dari tujuan dari suatu pemidanan ter-hadap subjek hukum pidana. Dalam konsephukum positif, sanksi merupakan akibat hu-kum dari adanya suatu pelanggarufi yang dila-kukan oleh subyek hukum, dalam hal ini orangdan badan hukum.

Untuk menyikapi hal tersebut dapat di-simpulkan, bahwa memperkenalkan suatu pen-dekatan sanksi yang bersifat restoratif dan

responsif sebagai alternatif pilihan sanksi yangdapat diterapkan terhadap korporasi merupa-kan hal yang perlu agar penyelesaian tindakpidana korporasi dapat direspon dengan lebihbaik dan maksimal serta tidak menimbulkanmasalah sosial yang baru.

B. Pelaksanaan Strategi Diskresi Polri Ter'hadap Pelaku Tindak Pidana Berdasar-kan Restorutive Justice

Pendayagunaan masyarakat khususnyakorban untuk ikut serta dalam proses penyele-saian tindak pidana bukan hanya semata-mata

untuk memberikan kesempatan atau keseimba-flgffi, tetapi hal tersebut berkaitan erat denganproses pencapaian makna keadilan itu sendiri.Pendekatan restoratif memaknai keadilan ha-nya dapat diberikan melalui keterlibatan parapihak dalam menyelesaikan suatu konflik yang

timbul akibat tindak pidana, dan bukan seka-

37 Rachmanto llyas, (2006), Kebijakan Publik (Dalam

Perspektif Penegakan Hukum), Bandung: Alumni, hal

67

I

Page 13: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

rp

;i-

-t_it\tn

a

Diskresi Polri Terkcdap Pelska"ilitwlsk Pidana .."

dar pemenuhan keadilan menurut ketentuanperundang-undangan. Memberikan hak kepadapelaku dan korban untuk <lapat menyelesaikankonflik yang terjadi di antara mereka, merupa-kan hal yang utama dalam pandangan pende-katan rostoratif karena pendekatan restoratif,memandang suatu tindak pidana bukan se-

mata-mata menrpakan suatu pelanggaran ter-hadap hukum negara tetapi merupakan suatuperbuatan dari seseorang kepada orang lainyang menimbulkan kerusakan atau kerugianyang harus dipulihkan.

1. Manfaat Diska"esi Polri Terhadap Tin-dak Pidana Bendasarkan RestorativeJusticea" Pennnganan Konflik Kejaliatan

Tujuan dasar dari karnpanye resto-rative.lttstire adalah untuk membangun fo-rum bam dan proses 1,ang bany'ak kasus

keiahatan saat ini dan ditansanr oleh lorumperadilan pidana kon-,,ensior-ial dan proses

dapat dialihkan baii. pada tahap pra-peradilan atau hukumair Saial-i sarLr crrrkhas utama darr forum inr darr proses baruadalah bahwa mereka din-raksudkan unrukmempromosikan hasil restoratlf. sepenr re-parasi membahavakan orang dan hubu-ngan, penyembuhan korban dan reintegrasipelaku" Namun, restorative .justice jugaberbeda secara prosedurai dari proses pera-dilan pidana konvensional" Dalam rangkamemperkenaikan paling penting dari per-bedaan prosedural, hal ini berguna untukmemikirkan kejahatan dengan cara yangdiusulkan oleh para pendukung restarativejustice, yaitu konfiik" Dalam banyak keja-hatan, satu orang telah din-rgikan, secaralangsung atau tidak langsung, melalui tin-dakan yang salah. Para pihak terluka me-minta ganti nigi atas kerusakan ini salah.Mereka mungkin ingin hukuman retributifatau mereka mungkin ingin restitusi atauganti rugi, tetapi dalam hal baik, ada kon-flik antara dua pihak atau lebih.

Sebuah fitur dari proses restorativejustice adalah bahwa pemangku kepenti-ngan utama inewakiii diri mereka sendiri.Jika mereka mengungkapkan perspektifrestorstive "justice, pihak-pihak yang ber-

Rorutly F. Sompie

konflik mernbuat argumen sendili, mem-perkenalkan fakta-fakta apa pun yang me-reka rasa tidak relevan, mengekspresikanperasaan mereka tentang materi, dan lain-lain. Ideainya semua pemangku kepenti-ngan utaima memainkan peran aktif danpartisipatif.

Adapun alasan untuk jlroses resto-rative justice adalah;

1). Froses ini dipandang sebagai halyang lebih coeok daripada prosespidana konvensional untuk menca-pai tujuan restoratif, seperti perbai-kan ketusakan, rekonsiliasi pihakyang bertikai dan keselamatan pub-1ik.

2). Proses ini terlihat seperti memilikipotensi unt,r-rk rrencapai trrerbagai

tujuan 1ain, temasuk: meningkat-kan peserta rasa keberhasilan priba-di dan kuasa" meningkatkan ke-lnalrirliian paitai terkunci dalarnkontlir ilntuk rirengakui pihak lain,dan meningl.arkan lasa pelcaya di-ri. kapasitas dan kecenderungananqoota biasa dari nias-\,arakat un-tuk menr.eiesaikan perselisiiian 1ne-

reka sendiri dan rlenjaga ketertibanrnerekr senJrri.

b. Pencapaian'Tujuan RestoratifProses restorative justice yang diper-

lukan dalam rangka rintuk mencapai hasilrestoratif. Oieh karena itu, jika setelah pe-laku mengakui ke.lahatan mereka telah di-tangani meialui proses restorative justice,korban akan merniliki kesempatan untukmenjelaskan kepada para pelanggar bagai-mana kejahatan ifu mempengaruhi hidup-nya dan dia akan mampu mengungkapkanperasaannya tentang masalahnya.

Korban mungkin telah mendengarpelanggar mengungkapkan penyesalan danmenawarkan apa yang tampak seperti per-mintaan maaf yang tulus.

Korban rnungkin telah mendengarpelaku dan menawarkannya untuk memba-yar kompensasi dan bekerja keras untukmendapatkan uang untuk melakukannya.

Korban rnungkin telah mendengar

t-

1-

.n

g

1-

l!

h:I

93

7i

rl

Page 14: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal Lex Librwn, Val. I, No, 2, Juni 2015, hal 81 - 102

pelanggar meyakinkan korban bahwa me-

reka tidak dendam dan bahwa mereka tidakakan menyebabkan dia kesulitan lebih lan-jut.

Menunjuk pada aspek keuntungan,atau bahkan kebutuhan, dari proses resto-

rative justice unhrk mencapai tujuan res-

toratif merupakan cara paling umum untukmencari pembenaran proses tersebut. Na-mun, melalui anggapan bahwa proses res-

torative justice adalah cara yang diingin-kan dalam menangani konflik kejahatankarena memiliki potensi untuk menimbul-kan pertumbuhan moral dan rasa komuni-tas.

Proses restorative iustice pada pan-

dangan ini, lebih disukai bukan hanya ka-rena hal tersebut merupakan cara terbaikuntuk mencapai tujuan restorative seperti

perbaikan kerusakan dan pengurangafl re-offending, tapi karena bisa menuai peluang

bagi perkembangan moral dan pembangu-nan masyarakat guna meredam konflik ke-jahatan.

Pencapaian tujuan pendekatan berda-sarkan restorative justice, dijadikan landa-san diskresi Penyidik Polri dalam menye-lesaikan tindak pidana terhadap pelaku ka-sus di Mesuji dan kasus Mbah Priok di Ja-

karta. Dengan melibatkan banyak pihakyang terkait kedua kasus tersebut, PenyidikPolri berhasil menyelesaikan melalui pen-dekatan berdasarkan restorative j ustice.

c. Pengembangan moral RestorutiveJustice

Gerakan mediasi yang telah gagaluntuk memenuhi potensi mengubah orangmenjadi lebih baik di tengah-tengah kon-flik, hal tersebut potensial menciptakanmediasi baru yang lebih potensial, sertarepresentatif dalam menyelesaikan konflik.

?ola restorative justice pada mula-nya dipahami sebagai sebuah proses trans-formatii yang kemudian selama beberapa

dekade terakhir semakin dipahami dan di-praktek*an sebagai pola yang produktifdan proporsional dalam memecahkan kon-flik dalam suatu peristiwa tindak pidana,maupun konflik sosial lainnya, yang mem-

pergunakan mediasi sebagai sarananya.Merespon peluang untuk pemberda-

yaan dan pengakuan. Deskripsi mediasipola restorative justice dalam prakteknyamenjadi upaya untuk mengubah secara ra-dikal tujuan dan praktik mediasi.

d. Peran masyarakatCiri khas utama dari proses restora-

tive justice adalah bahwa hal itu melibat-kan pemangku kepentingan utama daiampenanganan konflik mereka sendiri. Dalampercobaan awal korban dan pelaku mediasikecenderungannya adalah untuk mengang-gap bahwa mereka merupakan korbanlangsung dan pelaku. Namun, banyak pi-hak yang bersimpati terhadap ide-ide resto-rative justice yang muncul dari percobaanini tetap dikritik oleh korban-pelaku medi-asi karena terlalu pribadi dan karena gagalmelibatkan masyarakat.

Pada mulanya Penyidik Polri dalammenyelesaikan tindak pidana terhadap pe-laku kasus di Mesuji dan kasus MbahPriok di Jakarta, melalui pendekatan berda-sarkan restorative justice kurang memper-oleh respon, karena dianggap minim meli-batkan masyarakat. Karena itu, salah satufitur penting yang sekarang termasuk da-lam rubrik restorative justice seperti konfe-rensi kelompok keluarga dan lingkaranhukuman adalah bahwa mereka melibat-kan sejumlah besar dan lebih luas orangatau tokoh masyarakat dalam proses seba-gai stokeholder.

Meskipun gagasan melibatkan ma-syarakat dalam proses dimana konflik pi-dana ditangani secara hati-hati (dalam me-nyelesaikan tindak pidana terhadap pelakukasus di Mesuji dan kasus Mbah Priok diJakarta), pada akhirnya, ada beberapa ideyang telah diusulkan untuk menutup ke-senjangan antara ideal dan aktualitas.

Ada dua alasan-alasan yang sangatbcrbeda untuk partisipasi masyarakat da-lam proses restorative justice dan ini se-

suai dengan pembenaran untuk partisipasikorban dan pelaku dalam proses. Pertama,bahwa masyarakat pelaku adalah entitasyang paling kekuatan untuk mempengaruhi

94

Page 15: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

a-

sira

It-

Diskresi Palri Terhadap Pel*ku Tindwk l'id*ua "..

pelaku untuk memperbaiki kerusakan yangdia telah menyebabkan dan untuk menahandiri dari periiaku anti-sosial lebih lanjut,dan juga merupakan entitas yang dapatmemberikan dukungan yang pelanggarperlu dalam upaya mereka untuk pergi iu-rus. Pendapat Masyarakat, rnerupakansumber kunci untuk mencapai tujuan res-

toratif. Kedua, bagaimana pun. melibatkanmasyarakat dalam penanganan konflik ke-jahatan antara anggotanya dipandang seba-gai cara untuk rnemberda.,,akan masvarakatdalam sesuatu mengembangkan kemampu-an inheren untuk mensatur diri sendin.

2. Analisa terhadap jny.t.ruiun

tindakpidana melalui pendekatan RestorativeJusticea. Konf1ik Agraria di Mesuji, Provinsi

LarrpungSebagaimana diketahui bahwa pera-

turan penrndang-u-ndangan yang mengaturtentang penanggulangan tinelak pidanakorporasi di Indonesia lebih menggunakanrespon yang bersifat represif dan retributi-ve, walaupun dalam praktek lainnya tidakmenutup kernungkinan dilakukannya pe-nyelesaian melalui pendekatan yang ber-sifat restorative persutts'it'e seperti daiampenyelesaian kasus lvlesi4 i.

Konflik, daiam masy616fu6t \\,argaMesuji Larnpung Tengah yang berkepan-jangan hal tersebut just"ru bagi masy'arakatMesuji diharapkan penyelesaian secaraadat" tsagi Penyidik Polri hal tersebut me-nrpakan peluang memper€ilrnakan diskresi-nya clengan pendekatan berdasarkan res-torative justice.

Dalam hal ini, korban memainkanperan yang utama dalam proses penyele-saian masalah dan dapat mengajukan tun-tutan sebagai kompensasi kepada pelakuatau pihak PT yang ingin menguasai tanahwarga Mesuji, Singkatnya, untuk mene-kankan pendekatan yang seimbang antarakepentingan pelaku, korban kususnya war-ga Mesuji dimana terdapat tanggungjawabbersama antar para pihak dalam memba-ngun kembali sistern sosiai di masyarakat.

Keadaan yang terjadi di Mesuji,

Ronny F. Sompie

Lampung tepatnya di daerah register 45.Konflik antara petani dengan swasta yaituPT Silva lnhutani memperebutkan lahanseluas 43.000 hektare di kawasan register45. Bahkan sempat terjadi kericuhan yangmenyebabkan beberapa korban meninggaldari kalangan warga masyarakat.

Fakta-fakta nampaknya telah menun-jukkan absennya negara dalam mengatasikonflik agraria antara petani dengan pe*ngusaha. Sejatinya Pemerintah yang mem-punyai otoritas dalam negara ini, mempu-nyai peran sebagai penengah pihak-pihakyang berkonflik tersebut. Dalam perkem-bangan terakhir, konflik agraria telah mulaimenjadi titik perhatian pemerintah. Berba-gai usaha telah dilakukan oleh pemerintahsalah sarunya dibentuknya Tim GabunganPencari Falcta dari DPR, akademisi, mau-pun LSM yang bertugas untuk menelitipenyebab te{adinya konflik dan jrrgamemberikan rekomendasi-rekomendasiterkait penyelesaian masaiah konflik agra-ria tersebut.

Dapat disimpulkan dalam kasus kon-flik agraria di Mesuji merupakan konflikyang terjadi antara dua kelas yaitu kelasPengusaha (kapitalis) dengan kelas petanimemperebutkan lahanl tanah di daerah Me-suji Lampung. Konflik ini juga tidak ter-lepas dari kebijakan pertanahan yang dila-kukan pemerintah di masa orde baru yangcenderung bersifat kapitalistik. Di sisi lain,hal tersebut menirnbulkan kerugian bagipetani/masyarakat sekitar yang bertahun-tahun mendiami daerah tersebut dan telahmenganggap tanah tersebut sebagai tanahadatJtanah nenek moyang mereka. Dualis-me hukum antara hukum adat dan hukumNasional juga menjadi salah satu penyebabkonflik agrarta di Mesuji, karena masing-masing pihak mengklaim lahan tersebut se-suai hukum yang mereka pegang. Namunkarena Negara ini merupakan NegaraKonstitusional jelas Hukum Nasional lebihdidahulukan daripada Hukum Adat.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002tentang Polri, telah memberikan kewena-ngan kepada Polri untuk menjalankanfungsi penegakan hukum untuk menjaga

mm

-ii:ln

i-)-

i-al

J

I-;_

l-uti

)-

ll

t-

)-

;il.su

Page 16: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal L* Librum, Vol. I, No. 2" Juni 2015, hal. 81 - 102

keamanan dan ketertiban masyarakat, disisi lain, UU No. 2 Tahun 2002 juga mem-berikan ruang bagi masyarakat maupunelemen lain untuk berkontribusi menjagakeamanan dan ketertiban dalam negeri In-donesia, berupa polisi khusus, penyidikPNS, maupun bentuk-bentuk pengamanan

swakarsa.Dalam kontek kasus tersebut diskresi

Polri melalui pendekatan berdasarkan res'torative justice, penyidik Polri melakukanupaya melibatkan tokoh masyarakat, parapejabat pemerintah dan pihak yang terkaitdalam peristiwa tersebut, yang akhirnyapendekatan restorative justice berhasil me-redam konflik di Mesuji Lampung Tengah.

b. Konflik Pemilikan Tanah *Makam

Mbah Priok" di Tanjung Priok, Ja-karta Utara

Kronologi Peristiwa, berawal daripersoalan sengketa lahan seluas 5,4 Haattara PT Pelindo II dengan Ahli Warismakam "Mbah Priok", yakni terkait ada-nya dua bukti kepemilikan. Pihak PT. Pe-

lindo II dengan HPL No.1, sedangkanAhli Waris Makam Mbah Priok denganVerkla-ring/Bouwbewijs No. 1268/RB.Dari aspek legalitas persengketaan duabukti kepemilikan belum ada keputusanhukum yang bersifat inkracht, yangmemberikan kepastian hukum atas kepe-milikan lahan tersebut. Akhirnya peristi-wa bentrok tersebut memuncak pada hariRabu tanggal 14 April 2010 yaifi padasaat penertiban lahan eks TPU Dobo ka-wasan PT Pelindo II yang dilaksanakanberdasarkan Instruksi Gubernur DKI Ja-karta No. 132 th 2009.

Sejak peristiwa tersebut, prosesmediasi yang tidak kunjung berhasil se-jak tahun 2010. Di lain pihak prosespembangunan yang terus kian mendesak,membuat PT Pelindo II mengambil lang-kah penegakan hukum kembali, yaitu de-ngan membuat Laporan Polisi pada tanggal5 Juni 2012 kepada Polres Pelabuhan Tan-jung Priok terkait tindak pidana pasal 167

dan 385 KUHP yaitu menduduki lahan

tanpa hak yang dilakukan oleh pihak pe-

ngurus makam "Mbah Priok" a.n Ali Zae-nal Abidin bin Abdul Rahman Alaydrusdan Abdullah bin Abdul Rahman Alaydrusdi areal lahan makam eksTPU Dobo. La-poran tersebut dibuat atas dasar PT PelindoII merupakan pemilik tanah yang sah ber-dasarkan HPL no.l lKoja Utara Tahun1987. Sebelum pembuatan laporan pihakPT Pelindo II telah mengirimkan somasiuntuk mengosongkan lahan sebanyak 2(dua) kali namun tidak diindahkan.

Dalam perkembangannya dari penyi-dikan yang dilakukan, penyidik telah mela-kukan pemeriksaan terhadap 17 orang sak-si yang terdiri dari saksi pelapor, pihak PTJICT, Badan Pertanahan Negara JakartaUtara, Lurah Koja Utara, masyarakat seki-tar makam, jamaah makam, serta keluargapihak makam.

Analisa dari fakta tersebut sertamempertimbangkan dan mencermati dariinsiden 14 April tahun 2A10, bahwa lang-kah penegakan hukum atau aturan yangbersifat represif dan koersif dinilai kurangtepat didalam menghadapi permasalahanyang berlatar belakang keyakinan dan ke-percayaan.

Berdasarka fakta sosiologis, kedu-dukan Polres Pelabuhan Tanjung Priok se-bagai penanggungjawab keamanan dilingkungan Pelabuhan Tanjung Priok di-tuntut untuk dapat mengoptimalkan fungsiyang dimiliki dalam rangka menyelesai-kan permasalahan konflik makam "MbahPriok": Tekanan terhadap urgensinya per-masalahan tersebut untuk dituntaskan da-pat dipahami dan dimaklumi sebagai kon-sekuensi logis dari dampak yang akan di-timbulkannya khususnya terhadap aspekpembangunan nasional.

Menyikapi hal tersebut, sebagai ba-gian dari perangkat aparatur pemerinta-han, keberadaan Polres Pelabuhan Tan-jung Priok harus memiliki andil didalammemberikan manfaat terhadap kepenti-ngan umum khususnya kelancaran prosespembangunan di lingkungan PelabuhanTanjung Priok, salah satunya melalui upa-ya penyelesaian permasalahan makam"Mbah Priok". Hal inipun dapat dinilai se-

I96

Page 17: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

US

US

,_

do

un^1.d1\.

rsi

)

,i-

t-.A-)T

1a=;

OA

1a

rrio-

ioc-

Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindak Pidana...

bagai sebuah "tantangan" menyangkut ek-sistensi institusi Kepolisian dalam tataranhubungan inter departemen didalam komu-nitas Pelabuhan Tanjung Priok.

Dalam perkembanganflya, strategiupaya penyelesaian sengketa lahan makam"Mbah Priok" yang dilakukan oleh PolresPelabuhan Tanjung Priok yakni denganmenggunakan 2 (dua) metode pendekatan,yaitu pertama pendekatan penegakan hu-kum dan kedua pendekatan dialogis.

Analisa dari kondisi tersebut pihakPolres Pelabuhan Tanjung Priok menyadarisepenuhnya bahwa langkah penegakan hu-kum dalam permasalahan ini memiliki ba-tasan, yang apabila dipaksakan untuk tetapberjalan diprediksi akan mengancam tidakterwujudnya hasil penyelesaian permasala-han, khususnya didalam menjaga stabilitaskeamanan dan ketertiban masyarakat dilingkungan Pelabuhan Tanjung Priok. Halini tentunya bertolak belakang terhadappencapaian tugas pokok Kepolisian khu-susnya sebagai pemelihara keamanan danketertiban masyarakat.

Oleh karena itu, Polres PelabuhanTanjung Priok mengakselerasi pendeka-tan dialogis sebagai ujung tombak dalamupaya penyelesaian permasalahannya. Pen-dekatan dialogis atau soft power menge-depankan strategi koordinasi dan komuni-kasi kepada kedua belah pihak serta pihakterkait lainnya dalam konteks kemitraanguna mengarahkan kepada pencapaian ja-lan terbaik untuk semua pihak.

Kesepakatan DamaiTindakan hukum diskresi Polri yang

dilakukan, yakni upaya mediasi para pi-hak yang dilakukan oleh Tim Kerja PolresPelabuhan Tanjung Priok. Pelaksanaantersebut dilakukan sejak tanggal 12 Juni2013 sampai tanggal 19 Juni 2013. Dariaspek soiologis dan psyikologis tenggakwaktu tersebut merupakan titik kritis dariupaya penyelesaian permasalahan makam"Mbah Priok".

Mengambil peran sebagai "pihak ke-tiga" dengan mempertemukan kedua belahpihak yang bersengketa bukanlah hal yang

Ronny F. Sompie

mudah dilakukan, namun dengan senanti-asa menggelorakan semangat untuk me-nyelesaikan permasalahan, rasa salingmenghormati serta tidak menyentuh ranahpersoalan yang menjadi persengketaan se-lama ini (hak kepemilikan dan keyakinan/kepercayaan) akhirnya kedua belah pihaksepakat untuk mengambil jalan tengahyang terbaik guna menyelesaikan perma-salahan ini.

c. Analisa hukum kasus tindak pidanaterkait lahan makam Mbah Priok

Bahwa upaya pendekatan sosiolo-gis terhadap paru pihak secara dialogismelalui pendekatan restoratif yang dilaku-kan oleh Polri ternyata berhasil secara da-mai.

Bahwa pendekatan yang dilakukanPolri, pada dasarnya merupakan langkahkongkrit tindakan hukum "Diskresi" Polrisesuai ketentuan Pasal 7 Ayat 1 (J)KUHAP. Hal tersebut menrpakan bagiandari "tindakan hukum" dalarn penegakanhukum, guna dipadukan dengan upaya pe-laksanaan berdasarkan konsep " Res torativeJustice". Adapun upaya "Dialogis yangberakhir Damai", hal tersebut merupakanupaya Polri yang dapat dikatagorikan ber-hasil mevakinkan para pihak.

Bahu a. keberhasilan upaya meresto-rasi para pihak vans terkait peristirva Prioktersebut. nanlun ternvata tidak dapat meng-hentikan Llpa\ a penegakan hukum, karenapenstir' a hulomnva bukanlah "tindak pi-dana adr:an" -\rtinr,a. keberhasilan diskre-sr Poln nrenjadi rnediator restorasi kasus,hanr a dapat meng hasilkan "Upaya Da-ma1". tetapl tidak secara otomatis dapatmen_ehentikan kasus.

Bahri a. dalam kasus Priok guna pe-nyelesaian y'ang ideal yaitu apabila peng-gunaan Diskresi Polri berdasarkan Resto-rative Justice dapat menyelesaikan dua as-pek, yakni penyelesaian secara soiologis(dialogis, damai) serta penyelesaian pene-gakan hukum dengan cara SP-3 yang dila-kukan oleh Polres Pelabuhan TanjungPriok Jakarta Utara"

Bahwa untuk penerbitan SP-3 oleh

2-

a-n-

m.i _

CS

1n

)_

m

97

Page 18: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jarnal L* Librum, VoL I, No. 2, Juni 2A15, hal 81 - 102

Polres Pelabuhan Tanjung Priok JakartaIJtaradalam suatu peristiwa hukum pidana,

dasar hukumnya, bahwa peristiwa yang di-sangkakan harus dikatagorikan Tidak Cu-

kup Bukti (TCB). Jika suatu peristiwa pi-dana TCB, maka berdasarkan Pasal 109

KUHAP, kasus tersebut harus di SP-3 oleh

penyidik Polri.Bahwa guna melalcukan tindakan hu-

kum Diskresi Polri berdasarkan Restorati-

ve Justice, seperti dalam kasus Priok secara

tuntas, agar tidak terjadi beban hutang "pe-

negakan hukum", idealnya, setelah upaya

dialogis "Damal" berhasil, pihak "PELA-POR" mencabut laporannya. Kemudian pi-hak Penyidik Polri, diberi "Dasar Hukum"guna melegitimasi untuk melakukan "TIN-DAKAN HIIKUM" beruPa membuat

"BAP TAMBAHAN", Yang isinYa, bahwa,,SAKSI, KORBAN, TERSANGKA" tElAh

mencabut keterangannya. Atas BAP Tam-

bahan tersebut Penyidik Polri mengeluar-

kan SP-3. Dengan demikian pihak penyl-

dik tidak dipersalahkan mengeluarkan SP-

3 terhadap peristiwa pidana yang klasifi-kasinya" Tindak Pidana Aduan".

Dari analisa tersebut dapat disimpul-kan bahwa dalam mewujudkan diskresi

Polri berdasarkan Restorative Justice ter-hadap pelaku tindak pidana umum diperlu-kan dasar hukum guna melegitimasi tinda-kan dan upaya hukumnya. Dengan demiki-an Polri dapat melakukan tindakan hukumguna kepeniingan masyarakat hukum serta

kepastian hukum tanpa melanggar hukum.

d. Komitmen Polri Melalui Pendeka-tan Restorative Justice

Dipahami oleh jajaran Polres Pela-

buhan Tanjung Priok, bahwa permasala-

han makam "Mbah Priok" dengan segala

dinamikanya yafig terjadi merupakan sa-

lah satu bentuk konflik sosial dengan latarbelakang yang bersifat multi dimensional.Panjangnya sejarah penanganan dengan

melibatkan banyak pihak yang memilikiberagam latar belakang kepentingan, me-ngakibatkan tidak fokusnya arah penyele-

saian dari permasalahan utama dalam ka-sus makam uMbah Priok" yaitu sengketa

98

lahan. Oleh karena itu berbagai alternatifpendekatan penyelesaian peffnasalahan inimenjadi hal yang harus dikelola dengantepat, sehingga mencapai tujuan yang di-harapkan.

Implikasi lebih jauh dari kesadaranperspektif permasalahan adalah menem-patkan hukum sebagai sebuah gejala so-

sial. Pengertiannya, hukum bukan "hargamati" yang dipandang sakral bagi penye-

lesaian persoalan kemasyarakatan atau

konflik sosial. Hukum sebagai gejala so-

sial disebut sebagai "hukum yang hidup".Istilah "hukum yang hidup" ini untukmenggambarkan pola perilaku aktual da-

lam masyarakat. Bahwa setiap aspek atau

elemen dalam masyarakat dan institusiyang menjalankan kontrol sosial adalah

aspek yang bersifat "legal". Dengan sendi-rinya secara substantif menghindarkan de-

finisi hukum yang selalu terkait dengan pe-

merintah atau negara. Menempatkan hu-

kum sebagai "proses yang bergerak" secara

substantif berarti juga memposisikan mem-bagi beban kerja Kepolisian ke masyarakat(r e s p o n s i b i I i ty - s h ar e d) . lxk}rir dari proses

ini merupakan relasi yang sinergis antara

institusi Kepolisian dengan elemen-elemendi dalam masyarakat yang secara fungsio-nal memerankan tugas yang sama. Proses

tersebut berarti penguatan pada sisi legiti-masi Kepolisian, termasuk pola pendekatandalam melakukan diskresi berdasarkan res-

torative justice.Menempatkan hukum sebagai gejala

sosial memberikan implikasi pada dua di-mensi secara sekaligus bagi Kepolisian da-

lam merespon konflik.Pertama, menempatkan hukum se-

bagai gejala sosial berarti cenderung mem-

berikan cara pandang kritis terhadap hu-

kum sebagai alat penyelesaian persoalan.

Pada aspek tersebut memperjelas bahwaKepolisian merupakan instrumen resmiyang dikonstruksi negaxa. Hubungan kelu-asan dislaesi Kepolisian dengan tradisi sis-

tem hukum yang "legalistik" bersifat terba-

lik. Keketatan terhadap penggunaan instru-men hukum (legalistik) bagi penyelesaian

konflik dalam masyarakat berarti memper-

Page 19: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

rifinianti_

d.t I

Tl-

;o-

ga

auo-)".ukt^ti1 -

au

isiah

1i-

re-

u-.ra

n-.at

CS

IAen

o-CS

tr-tn

,-i-

,1a

ii-2-

n-

u-

T.

i'&

niu-

S-

,-u-

mr-

-l'rrArE-sl Polri Terhadap Pela*u Vittd{tk l'idar'ta ","

semprt nralig diskeesi itu sendirr" Sempit-n)'a ruang diskresi Kepoiisian berarti pulaterbatasnya tafsir bagi Kepolisian dalammeiakukan tindakan hukum.

Kedua, rnenernpatkan hriizutn seloa-

g:.r -uejala sosial berami iuga inemprriayalaCairya mekanisme yang bekerja dalammasyarakat dalam kerangka penyelesaian

konflik. Restorative justice berhasil diiaku-kan oleh Folres Felabuha.n Tanjrrng Priokdengan menghasilkan solusi'oPerdamaian"Pendekatan dialogis bisa merupakan bagi-an dari restorative justi.ce.

Perrdekatan restorcttive .iwstice me-rupakan upaya hukum di luar pengadilan,prinsip tindakannya diarahkan pada pemu-lihan hubungan pihak-piliak Siang terlibatdalam konflik, asas yang dijr"rnjung dalamproses tersebut attralah pada reintegrasi so-sial dari pelaku pelanggarau masyarakatyang mengala.mi konflik (termasuk keja-hatan) dan" perbaikan material dan simbo-iis terhadap korban dan tnasyarakat.

3. Faktor Penghambat Dalam PenerapanDiskresi Polri

Diskresi yang dilakukan daiam rrena-ngani berbagai masalah atau pelan-u-uaran hu-kum tidak ada aturan atau batasan .,'ang jelas.

seliingga sering menyimpang dari ketentuanatau prinsip dari diskresi.

Fertama, dalam pelaksanaan diskresir ang dilakukan oleh polisi adalah bersifat in-drviduai oleh petugas polisr di lapangan, danrang rnenjadi dasar adalalr apa yang diketahuiatau dimengerti oleh petugas di lapangan yangdianggap

-trenar.

Kedua nrerupakan kebijaksanaan daribirokrasi yang berlaku, dan menjadi pedomandalam melakukan tindakan diskresi dalam rrr-ganisasi. Pelaksanaan hukum secara selektifmerupakan bentuk cliskresi birokrasi diinanapengambil kebijaksanaan kepolisian menentu-kan prioritas organisasi kepada para petugas dilapangan" Ditinjau dari aspek hukum pidanaformal, tindakan Polisi untuk mengesamping-kan perkara pidana tidak bisa dibenarkan be-

-eitu saja, karena sifat hukum pidana yang takkenal komprorni. Sedanglcan aiasan-alasan so-siologis yang biasa digunakan dalarn praktek,

Ronny F. Sompie

bersifat subjektif dan sangat situasional, danini memerlukan landasan hukum yang tegasagar terdapat kepastian hukum, baik bagi pe-nyidik maupun bagi masyarakat.

Ketiga, Kepoiisian dihadapi oleh berba-gai keterbatasan" Mulai dari keterbatasan sum-berdaya sampai dengan kompleksitas tugasKepolisian. Sehingga untuk menyiasati keber-hasilan tugasnya harus merubah strategi dantindakan kepolisian, yaitu dengan rnengaktit-kan kerjasama antara Kepolisian dan masyararkat dalam menyelesaikan kejahatan dan masa-lah sosial yang timbul. Hubungan kerjasamaantara Polisi dengan masyarakat harus diba-ngun sedemikian rupa, sehingga tercipta hu-bungan yang ideai, walaupun pada kenyataan-nya hubungan tersebut sangat dipengaruhi olehkondisi masyarakat, struktur organisasi, danfungsi tugas Kepolisian.

Keempat, luasnya diskresi membuka pe-luang untuk penyalahgunaan wewenang danpelanggaran. Hai ini jelas perlu diantisipasi de-ngan pengaturan yang tebih rinci, limitatif, danmemiliki tolok ukur yang obyektif untuk me-nilai bagai-mana aparut penegak hukum teru-tama Kepolisian harus menjalankan tugas danwewellangnya.

Kelima. selama ini diskresi aparat pene-gak hukum masih besar dan belum disertaitolok ukur yang obyektif dalam pelaksanaan-nya. Hal ini dapat dilihat misalnya daiam dis-kresi yang luas dan subyektif bagi Penyelidik/Penyidik/Penuntut Umum/Hakim untuk me-ngartikan "bukti yang cukup, ada kekhawati-ran tersangka/terdakwa melarikan diri, ataumenghilangkan alat bukti menahan", sebagaidasar penahanan tersangka atau terdakwa.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan1. Konsep diskresi Polri terhadap pelaku

tindak pidana berdasarkan restorativejustice adalah dengan cara rnelakukanreformasi Polri berkaitan pelaksanaan

diskresi yang telah diatur dalam pasai 7ayat (1) huruf j KUHAP dan pasal 16

dan pasal 18 Undang-Undang Nomor 2Tahun 2002. Keberanian Penyidik Polriuntuk mengambil keputusan melaku-

Page 20: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal Lex Librum, Yol. I, No. 2, Juni 2015, hul 81 - tr02

2.

kan diskresi Polri terhadap pelaku tin-dak pidana harus berdasarkan restorati-ve justice bukan untuk kepentingan pri-badi. Tujuannya untuk pemulihan kor-ban.Perlunya diskresi Polri terhadap pelaku

tindak pidana berdasarkan restorativejustice dikarenakan belum ada dasar

hukum perundang-undangan Yang me-

legitimasi tindakan hukum penyelesai-

an proses penyidikan tindak pidana me-

lalui pendekatan restorative justice,meskipun memberikan kemanfaatan

bagi keadilan masyarakat, diantarurryadengan penanganan konflik kejahatan,

pencapaian tujuan restorative, pengem-

bangan moral dan kekuatan masyarakatserta adanya perun masyarakat. Olehkarena itu diskresi Polri diperlukan un-tuk melakukan penyelesaian sebuah

proses penyidikan tindak pidana tanpa

melalui sidang pengadilan dengan pen-

dekatan restorative iustice. Dengan de-

mikian peyrdik Polri harus beranimenggunakan kewenangan diskresiPolri untuk memberikan rasa keadilanyang substantif melalui pendekatan

restoratif justice dalam mencari solusi

cerdas terhadap penyelesaian proses

penyidikan yang dianggap selesai olehkorban dan pelaku melalui sebuah per-

damaian.Strategi diskresi Polri terhadap pelaku

tindak pidana berdasarkan restorativejustice ada dua, yaitu:a. Strategi diskresi polri dengan

menggunakan prinsip pemulihandan bukan penghukuman, sehingga

diskresi Polri yang dilakukan harus

berdasarkan pertimbangan bahwapemulihan korban yang melibatkanpelaku telah mendapatkan Perda-maian diantara korban dan Pelaku.Contohnya adalah: penanganan ka-

sus pencurian belasan tandan Pi-sang di Cilacap, kasus nenek Ras-

minah yang dituduh mencuri Piringdan bahan baku sop manjikanYa,kasus pencurian Kakao oleh nenek

Aminah di Purwokerto dan Pena-

nganan kasus tindak pidana ringanlainnya yang dilakukan restorativejustice di tingkat pengadilan.

b. Strategi Diskresi Polri denganmenggunakan prinsip mendahulu-kan pemulihan dan penjatuhansanksi bersifat memulihkan dan

menjauhi sanksi pemenjaraan, dila-kukan terhadap kasus-kasus yangberdampak besar dan luas serta

membutuhkan peran serta Pemerin-tah daerah maupun pemerintah pu-sat dalam penyelesaian permasala-han pokok dan mendapatkan perda-maian antara pihak pelaku maupunkorban. Contohnya adalah: penye-lesaian kasus Mesuji di Lampungdan penyelesaian kasus Mbah Priokdi Jakarta Utara.

B. Saran1. Masyarakat perlu dilibatkan melalui

transparansi penerapan Diskresi Polri.Media massa dapat menjadi penguattransparansi penerapan Diskresi Polri,sekaligus memperkuat kultur hukumuntuk mendukung realisasi DiskresiPolri terhadap pelaku tindak pidana

berdasarkan Restorative Justice.2. Perlu kesamaar, cara berpikir antara Pe-

nyidik Polri, Jaksa Penuntut Umumdan Hakim tentang pentingnya DiskresiPolri terhadap pelaku tindak pidanaberdasarkan restorative j us tice. Dengandemikian Penyidik Polri dapat mene-rapkan Diskresi Polri secara bertang-gung jawab dalam pengawasan yangmelekat.

3. Perlu memperkuat penerapan RJ dalamKUHAP yang baru. Sementara RJ be-lum diatur secara jelas selain Undang-Undang Perlindungan Anak, maka Pe-nerapan diskresi Polri terhadap Pelakutindak pidana berdasarkan RJ harus

menjadi petuang untuk memberikankeadilan substantif dalam proses penyl-dikan oleh penyidik Polri.

Untuk memperkecil Perbedaanvisi dan misi penerapan diskresi ber-dasarkan restorative justice dibanding-

3.

100

Page 21: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

1n

Ie

rn

u-

lnln

Ig?c

1-

Diskresi Polri Terhadap Pelaku Tindsk Fidans... Row*y F. Sampie

kan dengan sistem peradiian pidana pa- saian suatu tindak pidana berdasar-da umumnya maka diperlukan tinda- kan kewenangan diskresi yang di-kan-tindakan berikut. milikinya.a" Sosialisasi metgenai dampak posi- c. Penggalangan dan pen.vediaan dana

tif penerapan diskresi berdasarkan pembiayaan untuk penerapan im-restarative jttstice dalam penyele- plementasinya dengan mendirikansaian tindak pidana sebagai altema- proyek-proyek percobaan (pilottif dari sistem peradilan pidana praject) ba.ik daiam lingkr"ip iindakyang ada. pidana anak-anak atau rernaja" de-

b" Himbauan dan doronean terliadap u/asa rnaupun terhadap iinclak pida-para penegak hukum agar dirinya na korporasr dengan rnelibatkan pa-berinisiatif atar: berprakarsa untuk ra apara.t penegak hukum, kaumpenerapan diskresi berdasarkan r€s- akademisi, pelaku, korban" dan ma-torative justice di dalarn penr e1e- syarakat luas.

Daftar Pustaka

Adrianus h.{eliala, (2004), Telap }..lenyalakan Semangctt Relbi.iti:i;i P ,,'t'i Kerttifi'oan Patner:rhip,Ja-kafia: Intermasa.

,\drianus Meliala, (2005), Faradigrna Palri: Dari -4bdi Kekuasa,t,, -',[.iii:i,it :l::ii Rcla,ct. Kemit-raan P artnership, Jakarta.

-\rtidjo Alkostar (2003), l.[erubangun Kttltur Polri yang Berorierttcisi -\fitclotti. \-ogral,afta. GamaUP.

Bannenberg, 8., (2000), Yictim-olfender mediation in Germany. In tr/ictim-Of.lettder Jlecjiorion inEurope (The European Forum.for Victim-Of.fender Mediation artd Resrororiye fitsrice. ed.Belgium Leuven University Press, hal. 258 daiam: David N{iers.

Bryan A. Garner, (1958) Lubbock (Kamus Hukum), Texas: U.S. {-awSrer Lexrco graplier,Chris Cunneen & Carolyn Hoyle, (2010), Debating Restorative Justice, Oxford-Portland Oreson:

Hard Publishing.Darmoko Yuti Witanto & Arya Putra Negai'a Kutawaringin, QAn') Diskresi Hakim; sebuah Ins-

trumen Menegakkan Keadilan Substanti/'dalam Perkara-Perkara Pidcna, Bandung: alfa-beta.

David L. Carter, (1999), Dirnensi Teoritis claiam Pen-r-alahgunaan Wev,enaytg oleh Petugas Polisi,Jakarta: Citra I\4antinggal.

Denu Yudho Haftoko, (2006), Kebijakan Politik Hukum di Indonesia, Jakarra". Pamator Fress.DPM Sitompul Irjend Pol. (2004), Beberapa Tugas dan Wett,enang Polri, Jakarta: Divisi Pernbi-

naan Hukum Polri.Eryanto Wahid, (2009) Keodilan Restorative dan Peradilon Konvertsional dalam Hukurn Pidana, Ja-

karta : Universitas Trisakti"Gordon Van Kessel, (1992), Adversaty Excess In The American Criminal T'rial, Notre Dame Law,

Review, sebagaimana dikutip oleh Luhut IVI P Pangaribuan dalam Lay Judges dan Hakitn AdHoc, suatu studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : FH Pasca-sarjana IJI dan Papas Sinar Minanti,

G.J.M" Cortens, (2009), sebagairnana dikutip oleh Luhut VI P Pangaribuan dalaln Lay Judge,s danHakim Ad Hoc, suatu studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesio, Jakarta :

FH Pascasarjana iJI dan Papas Sinar Minanti.indriyanto Seno Adii (2005), Arah Sistem Peradilan Pidana,Jak.alta: Kantor Pengacara & Konsul-

tan Hukum "Prof. Oemar Seno Adji & Rekan"

t_

2-

a_

in

lo

,I

n

lS

I

:ii.1t

i.tl;i)

)-

n

ir

Page 22: diskresi polri terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan restorative ...

Jurnal Lex Librum, Vol, I, No, 2, Juni 2015, hal 8l - 102

John Braithwaite, (2002), Restorative Justice and Responsive Regulafior, New York : Oxford Uni-versity Press, Oxford.

Khairul Saleh Amin, (2010), Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakar1ia: Pama-

tor Press.

Lukman Harun (2007), Huhum dan Keadilan (Dalam Perspektif Sosiologis), Jakarta: Pamator Press.

Mardjono Reksodiputro, (1993), "sistern Peradilan Pidana Indonesia (Melihat kepada Keiahatan dan

Penegakan l{ukum dalam Batas-Batas Toleransi"; Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan

Guru Besar tetap dalam llmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:

FH.UI.Mardjono Reksodiputro, (1994), Sistem Peradilan Pidana Indanesia (Peranan Penegalc Hukum Me-

lawan Kejahatan), dalam Hak Azasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana (buku III), Ja-

karta : Pusat Pelayanan keadilan dan Pengabdian Hukum UI.Muladi dan Barda Nau,awi Arief, (1992), Btmga Rampai Hukum Pidana, Alumni.Muladi, (1995) Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: FH Universitas Diponegoro.

_, (2009) Demokrasi, Hak Asqsi Marutsia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, Jakafta: Me-dia Press.

Mohammad Muchlis (2010), Penegakan Hukum: Cita dan Kenyataan IIukum, Surabaya: Dharma-

wangsa Press.

Rachmanto Ilyas, (2006), Kebijakan Publik (Dalant Perspektif Penegakan Hukum), Bandung:

Alumni.Rudi Faridarta, (2001), Mencari Jeiak Keadilan. Yogyakarta: Kanisius.

Satjipto Rahardjo,(2010) Hukum dan Perubahan Sosia/; Suatu Tinjauan Teoritis Serta Pengala-

man- P en ga I am an di I n d o n e s ia. B andun g. Alumni.Thomas Aaron, (1960) The Control of Police Discrerions, Springfield: Charles D. Thomas.

W.J. S. Poerwardarminta, (2007), Kantus Untum Bahasa Indonesia, Jakarta: Baiai Pustaka.

ZainuddinAli, (2009), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika

Perundang-Undangan:KUHP.Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP )Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, (Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor4168).

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Makalah, Jurnal & Seminar:Apong Herlina, (2004), Restorative Justice, Jumal Kriminologi Indonesia, Vol. 3 No. III September

2004.Bagir Manan, (2006) Hakim dan Pemidsnaan, Yana Pengadilan, Majalah, No, 249 Agustus 2006,

hal.5-23: Melani, Restoratit,e Justice, Kurangi Beban ZP, Kompas, Senin, 23 Jantari2006.Mardjono Reksodiputro dengan judul "llmu Kepolisian dan Profesionalisme Polri", dalam rangka

sewindu Kajian Ilmu Kepolisian Universitas lndonesia, 2006. (KIK-UD.(zOAq, "Hukum Progresif (penjelajahan Suatu Gagasan)", Makalah disampaikan pada

acara Jumpa Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang, tanggal 4 September

2004.ZudanArief Fakhrullah, (2011), Hukum Administrasi dan Pemerintahan Daerah, kuliah 53 Hukum

Universitas Borobudur, 20 Oktober 2011,

t02