DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

97
DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Tarbiyah (S.Pd.i) Oleh : JAFAR SODIK NIM 1111011000122 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1437 H

Transcript of DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

Page 1: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF

AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Tarbiyah (S.Pd.i)

Oleh :

JAFAR SODIK

NIM 1111011000122

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M/1437 H

Page 2: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 3: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 4: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 5: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

i

ABSTRAK

Jafar Sodik, NIM 1111011000122, “Dimensi Tawassul dalam Perspektif Al-Qur’an dan

As-Sunnah dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam.” Skripsi Jurusan Pendidikan

Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dimensi Tawassul dalam Perspektif Al-

Qur’an dan As-Sunnah dan implementasinya dalam pendidikan Islam. Adapun metode

penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode pendekatan

deskriftif analisis, dengan mencari dan mengumpulkan data, menyusun, serta menguraikan

secara lengkap, teratur dan teliti terhadap obyek penelitian. Pendekatan yang digunakan

penelitian ini adalah pendekatan secara normatif. Pendekatan secara normatif yaitu diteliti

dengan merujuk pada teks-teks nas terkait berdasarkan al-Qur’an dan Hadis maupun

ketentuan lainnya. Serta berdasarkan kepada pendapat jumhur ulama. Dalam mengumpulkan

data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (Library Research) yaitu

suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni yang berasal dari buku-buku karya

ilmiah yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer seperti : Tafsir At

Thabari, Tafsir Al-Asas, Tafsir Fathul Qadir dan buku-buku Tafsir lainnya. Sumber Sekunder

seperti :Shahih Bukhari-Muslim, Al-Mustadrak dan buku-buku hadis lainnya. Sumber

sekunder seperti : Empat Puluh Masalah Agama, Tawassul dan Wasilah, Meluruskan

Kesalahpahaman dalam Islam dan buku-buku yang mengulas tentang Tawassul dan

Pendidikan Islam lainnya.

Hasil penelitian ini adalah Tawassul berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah dapat di

kategorikan dua golongan yaitu: Tawassul yang di syariatkan dan Tawassul yang dilarang

dan diharamkan dan Implementasi zikir dan do’a dalam bentuk tawassul dalam pendidikan

Islam artinya menanamkan nilai-nilai keislaman dapat di golongkan pada lima aspek bagi

pribadi orang yang berzikir, yaitu akidah, ibadah, akhlak, sosial (muamalat) dan ketenangan

jiwa.

Page 6: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

ii

KATA PENGANTAR

يمه ٱلرحمن ٱلله بسم ٱلرحه Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.

atas segala nikmat dan karunia yang tiada hentinya tercurat bagi penulis. Dan

berkat kasih dan sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

berangkaikan salam senantantiasa tercurah pada Nabi Muhammad Saw. beserta

keluarga dan sahabatnya serta yang selalu mengikutinya sampai akhir zaman

karena dari syafaat beliaulahdiharapkan umat zaman akhir ini.

Skripsi ini berjudul “Dimensi Tawassul dalam Perspektif al-Qur’an dan as-

Sunnah dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam.” Merupakan tugas akhir

selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana

Pendidikan Agama Islam.

Atas selesainya skripsi ini, tidak terlepas dari upaya berbagai pihak yang

telah membantu dan memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini,

untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan

Agama Islam dan Hj. Marhamah Shaleh, Lc. MA. Selaku Sekretaris

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Akhmad Shodiq, MA. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

memberikan ilmu dan tuntunannya. dan menjadi contoh panutan bagi

penulis.

4. Dr. Khalimi, MA. Selaku pembimbing skripsi dan menjadi sosok

inspirasi dan motivator bagi penulis, yang telah sabar dan selalu memberi

masukan dan arahannya dalam penulisan skripsi ini.

Page 7: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

iii

5. Segenap Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah

memberikan ilmu dan segala bantuannya.

6. Keluarga besar tercinta orang tua yang selalu memberikan curahan kasih

sayang, do’a, perhatian dan segalanya yakni Abah Zein Yahya dan Umi

Darkinih, kakaku Syarifah Rogayah yang senantiasa memperhatikan

keluarga terutama adik-adiknya, adikku pertama Syarifah Salmah

semoga kelak menjadi kebanggan keluarga dan adiku Syarifah

Fatimatuzzahra yang semakin hari semakin lucu. Segenap keluarga besar

yang di Indramayu, Cirebon, Jakarta dan dan sekitarnya.

7. Seseorang yang selalu mendukung, menyemangati dan mendoa’kan

penulis, Syarifah Alawiyah beserta keluarga. Semoga Allah tetap

menjodohkan kita selamanya.

8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Cirebon Para

Guru tercinta, dan Ma’had Ali UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Para

Jama’ah Masjid Raya Al-Amanah Depok, Para Jama’ah Asy-

Syahadatain dan seluruh Jama’ah di seluruh Indonesia.

9. Para Guru dan teman seperjuangan dalam berdakwah, Para Habaib, Para

Kyai, Para Ustad yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namun tidak

mengurangi rasa hormat dan ta’dzim saya kepada beliau-beliau.

10. Beasiswa BidikMisi yang telah membantu penulis dalam menjalani

perkuliahan dan segenap yang membantu dalam beasiswa tersebut.

11. Teman-teman penulis yang selalu bersama-sama menemani penulis di

masa perkuliahan dan di kehidupan sehari-hari. Teman-teman PAI 2011,

BM 2011, MahaSantri Ma’had 2011 dan teman-teman IKBAL Jakarta.

12. Teruntuk santi-santri TPQ Al-Amanah Depok, siswa-siswi SMP Al-

Hasra beserta keluarga besar Al-Hasra, murid-murid les privat di Depok,

Pamulang, Ciputat, Pondok Cabe dan lain-lain.

13. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak

mengurangi rasa terima kasih penulis kepada semuanya yang telah

membantu dan mendukung penulis samapi selesainya skripsi ini.

Jakarta, 1 Desember 2015

Penulis

Page 8: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS

ABSTRAK ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................7

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ...............................7

1. Pembatasan Masalah ....................................................................7

2. Perumusan Masalah ......................................................................8

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .......................................8

1. Tujuan Penelitian ..........................................................................8

2. Manfaat Penelitian ........................................................................8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tawassul

1. Pengertian Tawassul .....................................................................9

2. Bentuk dan Macam-macam Tawassul ........................................10

3. Pendapat Ulama tentang Tawassul ..................................................14

4. Tawassul dalam Al-Qur’an .........................................................18

5. Tawassul dalam As-Sunnah .......................................................22

6. Pendidikan Islam...........................................................................27

B. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian ...........................................................................30

B. Metode Penelitian ..........................................................................30

Page 9: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

vi

C. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data.......................................31

D. Analisa Data ..................................................................................31

E. Teknik Penulisan ............................................................................32

BAB IV DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

DAN AS-SUNNAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM

PENDIDIKAN ISLAM

A. Pemahaman Dalil al-Qur’an dan al-Hadis......................................33

1. Tawassul yang dilarang dalam al-Qur’an dan as-Sunnah ..........33

2. Tawassul yang disyari’atkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.. 45

B. Implementasi Tawassul dalam Pendidikan Islam...........................64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................74

B. Saran ..............................................................................................75

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................77

Page 10: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, suasana kehidupan bangsa indonesia sangat memprihatinkan.

Muncul berbagai prilaku yang menyimpang dari kaidah ajaran Agama, nilai

moral, budaya bangsa yang selama ini dianut, dihormati dan dijunjung tinggi.

Hal demikian mencerminkan seperti bangsa yang tidak beradab.

Kecenderungan masyarakat berprilaku negatif ini semakin nampak muncul

dalam kehidupan sehari-hari, bukan saja di kota-kota besar, bahkan telah

melanda di masyarakat pedesaan, akademisi, masyarakat awam, pemerintah,

kelompok mahasiswa dan para siswa yang diharapkan sebagai penerus

generasi bangsa.

Perbuatan lainnya yang mencemari dan merusak kepribadian

mahasiswa/siswa seperti berbohong, kebiasaan buruk (mencontek), merokok

disembarang tempat, berkata kasar, tidak disiplin, hilangnya rasa hormat

terhadap guru/dosen, tindak kekerasan, narkoba, minuman keras, pergaulan

bebas, dan tindak kriminalitas lainnya. Padahal, di masa sebelumnya

masyarakat indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, suka gotong-

royong, puya rasa malu, saling menghormati dan disegani bangsa lain. Pada

hakikatnya krisis nilai moral dan akhlak bangsa ini adalah krisis hati nurani,

krisis sumber daya insani, masalah ini dikarenakan di pengaruhi oleh latar

belakang pendidikannya.

Seperti di ketahui kehadiran manusia di dunia ini makhluk yang

dimuliakan Tuhan. Dalam kehidupan manusia, betapapun kuatnya manusia

tetap saja adalah makhluk lemah yang memiliki ketergantungan. Makhluk ini

memiliki naluri cemas dan berharap. Naluri itu tidak dapat dielakkannya.

Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa bersandar kepada makhluk,

betapapun kuat dan berkuasanya, sering kali tidak membuahkan hasil.1 Setelah

1M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Jakarta: Lentera Hati,

2006), h. 196.

Page 11: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

2

terbukti ketidakmampuan makhluk yang diandalkan untuk memenuhi harapan

atau menangkal, naluri tersebut tidak pupus, karena ketika itu—diakui

sebelumnya atau tidak—manusia tadi menengadah kepada sumber yang

dirasakannya pada lubuk hatinya yang terdalam: dia menengadah ke “langit”

mengharap kiranya yang Maha Kuasa memenuhi harapan dan menghilangkan

kecemasannya dengan berdo‟a.2 Berzikir dan berdo‟a merupakan dua kegiatan

ibadah yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Hadis Nabi Saw: “Do‟a itu otaknya ibadah” (H.R. Tirmidzi). “Tak

ada sesuatu yang mulia di sisi Allah yang dapat membandingi do‟a.” (H.R.

Ibnu Majah). “Do‟a itu bermanfaat untuk apa-apa yang telah terjadi dan apa-

apa yang belum terjadi, karena itu berdo‟alah wahai hamba-hamba Allah.”

(H.R. Hakim dan Ahmad).

Do‟a merupakan bagian dari zikir. Do‟a adalah permohonan. Setiap zikir

kendati dalam redaksinya tidak terdapat permohonan, tetapi kerendahan hati

dan rasa butuh kepada Allah yang selalu menghiasi pezikir, menjadikan zikir

mengandung do‟a. Ketika Nabi Yunus a.s. ditelan oleh ikan dan dan berada

dalam perutnya dalam keadaan gelap gulita, beliau menyeru kepada Allah:

ن ٱوذا ن لو نقدر علي فيادى ف لنب نغضتا فظو أ لمت ٱإذ ذ لظ ن ل

أ

ىت ستحيك إن أ إل لهي ٱ ليت نو إل ٨٧ لظ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan

marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya

(menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:

"Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau,

sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-

Anbiya [21]: 87)

Seperti terbaca di atas, beliau tidak memohon. Beliau hanya bertahlil,

bertasbih, dan mengakui kesalahan. Namun, Allah menyelamatkan beliau dari

2Ibid., h. 197.

Page 12: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

3

perut ikan—sekali lagi—walau beliau tidak memohon.3 Dan di dalam Al-

Qur‟an, Allah Swt. berfirman:

ة وإذا جيب دعلك عتادي عن فإن قريب أ

اع سأ إذا دعن فليستجيتا ٱلد

م يرشدون ا ب لعل ١٨٦ل ولؤني

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan

permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka

hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah

mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam

kebenaran.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 186)

Tentu saja, kata dekat tidak dapat dipahami dalam arti dekat dari segi

tempat atau arah. Allah Swt. dekat dalam arti Maha Mengetahui, Maha

Memelihara, Maha Mendengar do‟a. Dan do‟a dalam istilah agamawan adalah

permohoman hamba kepada Tuhan agar memperoleh anugerah pemeliharaan

dan pertolongan, baik buat si pemohon maupun pihak lain. Permohonan

tersebut harus lahir dari lubuk hati yang terdalam disertai dengan ketundukan

dan pengagungan kepada-Nya.4

Untuk merevitalisasi pendidikan nilai akhlak moral seperti yang

dijelaskan di atas, proses pendidikan dapat melibatkan aktivitas berdimensi

spiritual. Proses pendidikan berdimensi spiritual itu dilakukan dengan

pendekatan berzikir. Zikir adalah metode yang penting dalam membina dan

mengembangkan pendidikan dengan pendekatan spiritual (zikir dan do‟a).

Dengan zikir dan do‟a, diharapkan tujuan pendidikan nilai pengembangan

manusia berakhlak karimah dan berjiwa sehat. Di dalam zikir dan do‟a ada

istilah yang dikenal sebagai tawassul. Tawassul dalam arti bahasa adalah

perantara, secara umum segala sesuatu yang menggunakan perantara adalah

tawassul. Sebagai contoh: makan. Dalam praktiknya, nasi sebagai perantara

dalam mengenyangkan perut. Artinya, manusia bertawassul kepada nasi dalam

3Ibid., h. 175.

4Ibid., h. 179.

Page 13: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

4

hal mengenyangkan perut. Sedangkan dalam arti istilah, tawassul adalah

berdo‟a (memohon) kepada Allah dengan perantara kemuliaan para shalihin.5

Namun ada pula sebagian golongan yang menganggap tawassul sebagai

bid‟ah dan syirik sekaligus melarangnya, seperti kelompok Wahabi dan

kelompok yang sepaham dengannya. Sedangkan Ibnu Taimiyah, yang

tergolong ulama besar dari kalangan Wahabi, tidak sepenuhnya melarang

tawassul kepada Rasulullah. Menurutnya, jika tawassul kepada Nabi

Muhammad dimaksudkan sebagai bentuk rasa keimanan dan kecintaan

kepadanya maka diperbolehkan. Jika ucapan orang-orang dari kalangan ulama

salaf yang bertawassul kepada Rasulullah setelah beliau wafat diarahkan pada

pengertian ini (tawassul karena iman dan cinta pada Rasulullah) seperti yang

dikutip dari sebagian sahabat, tabiin, Imam Ahmad dan sebagainya, maka

hukumnya bagus dan tidak ada pertentangan.6 Adapun amalan tersebut

termasuk dalam kategori amalan yang diperintahkan, atau paling tidak ada

pilihan di dalamnya. Menggabungkan antara perbedaan amalan-amalan itu

sebagai bid’ah dan antara keberadaan dalil-dalil yang menunjukan kewajiban,

kesunnahan, kemubahannya adalah menggabungkan antara dua hal yang saling

berlawanan.7 Timbulnya perselisihan ini dikarenakan perbedaan pendapat

tentang cara yang dilakukan sebagian masyarakat muslim yang berkewajiban

berdo‟a atau bertawassul ini merupakan perbuatan bid‟ah atau syari‟ah.

Menuturut Muhammad Nashiruddin al-Albani, tawassul merupakan praktek

ibadah yang sudah dipraktikan sejak zaman sahabat Nabi sampai sekarang

yang banyak di jumpai sekarang ini praktek-praktek tawassul yang tidak

berdasarkan sunnah bahkan justru dapat membahayakan aqidah.8 Hal ini di

karenakan Banyak umat Islam yang salah memahami hakikat tawassul.

5Abdul Hakim M., Implementasi Aswaja dalam Peribadatan kepada Allah, (Cirebon: Pustaka

Syahadat, 2009), h. 56. 6Ibnu Taimiyah, At Tawassul wa al Wasilah, diterjemahkan oleh Su‟adi Sa‟ad dengan judul

Tawassul dan Wasilah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), h.119. 7Said bin Ali bin Wahf al-Qahtani, Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah, diterjemahkan oleh

Abu Umar Basyir, (Jakarta: Darul Haq, 2002), h.103. 8Muhammad Nashiruddin al-Albani dan Ali bin Nafi al-„Ulyayi, Tawassul dan Tabarruk,

diterjemahkan oleh Annur Rafiq dan Abdul Rassyad Shiddiq, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998),

h.58

Page 14: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

5

Dalam aspek menjaga keselamatan umat dari perpecahan yang akan

menjerumuskan mereka kepada fitnah, yaitu dengan cara menganjurkan umat

ini untuk bergabung dengan al-jama‟ah dan berpegang dengan al-Qur‟an dan

Sunnah serta menjauhkan diri dari setiap perkara yang baru (bid‟ah), baik

dalam masalah akidah, perbuatan-perbuatan, ucapan-ucapan, maupun manhaj

yang mengantarkan umat pada pertentangan sehingga terjadi perselisihan dan

perpecahan.9 Tentunya, pendapat-pendapat tersebut tidak lepas dari penafsiran

dari sumber utama umat Islam, yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah Rasulullah Saw.

yang menjadi pedoman umat Islam. Firman Allah Swt. dalam Q.S. An-Nisa‟

ayat 59:

ا يأ يو ٱ ي ل ا طيع

أ ا ٱءاني طيع لل

وأ ول لرسل ٱا

مر ٱوأ

نيكم فإن ل

ء فردوه إل ٱتنزعتم ف ش لرسل ٱو لل ٱإن ليتم تؤنين ة م ٱو لل لحس لأخر ٱ

لك خي وأ ويل و ذ

٥٩تأ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al

Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan

lebih baik akibatnya.”

Al-Qur‟an yang merupakan kitab suci umat Islam yang tidak ada

keraguan padanya dan kemurniannya dijaga sepanjang masa. Dan al-Qur‟an

merupakan kalamullah yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi

Muhamad Saw. melalui Malaikat Jibril dengan jalan mutawatir sebagai

petunjuk bagi manusia sepanjang zaman. Al-Qur‟an juga dijadikan sebagai

sumber dari berbagai pengetahuan yang ada. Ajaran yang terkandung dalam al-

Qur‟an terdiri dari dua prinsip besar, yaitu: (1) hal yang berhubungan dengan

dengan masalah keimanan yang disebut akidah, dan (2) hal yang berhubungan

dengan amal yang disebut dengan syari‟ah.10

9Ali bin Muhammad Nashir al-Faqihi, Bid’ah Sumber Kebinasaan, diterjemahkan oleh Abu

Ahmad, (Solo: Pustaka As-Salaf, 1998), h. 15-16. 10

Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 19.

Page 15: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

6

Ketika umat Islam menjauhi al-Qur‟an atau sekedar menjadikan al-

Qur‟an hanya sebagai bacaan keagamaan saja, maka sudah pasti al-Qur‟an

akan hilang relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta.

Kenyataannya, orang-orang di luar Islam lah yang giat mengkaji realitas alam

semesta sehingga mereka dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa

lain, padahal umat Islam lah yang seharusnya memegang semangat al-

Qur‟an.11

Sedangkan as-Sunnah sebagai sumber rujukan kedua. As-Sunnah

menurut para ahli hadis identik dengan hadis, yaitu seluruh yang disandarkan

kepada Nabi Muhammad Saw., baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan

ataupun yang sejenisnya (sifat keadaan atau himmah). As-Sunnah

menurut ahli ushul fiqh adalah “segala yang diriwayatkan dari Nabi

Muhammad Saw., berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan

dengan hukum.” Sedangkan as-Sunnah menurut para ahli fiqh, di samping

pengertian yang dikemukakan para ulama ushul fiqh di atas juga dimaksudkan

sebagai salah satu hukum taqlifih, yang mengandung pengertian “perbuataan

yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak

medapat siksa (tidak berdosa).”12

Terkadang dengan perbuatan, Nabi Muhammad Saw. menerangkan suatu

maksud tertentu, seperti pelajaran shalat yang beliau ajarkan kepada mereka

(para sahabat) secara praktek dan juga cara-cara ibadah haji. Dan terkadang

para sahabatnya berbuat sesuatu di hadapannya atau berita-berita berupa

ucapan atau tindakan mereka yang sampai kepada beliau, tetapi hal ini tidak

diingkarinya, bahkan didiamkannya saja, padahal beliau sanggup untuk

menolaknya (kalau tidak dibenarkan) atau nampak padanya setuju dan

senang.13

Kemudian dalam hal ini, berkaitan dengan tawassul yang sering di

lakukan masyarakat muslim atau sebagian yang belum memahami tentang

11

Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an, ( Bandung: Mizan, Cet. IV, 1999), h.

21. 12

Suparman Usman, Hukum Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), h. 44-46. 13

Muhammad Thalib, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Bina Ilmu, 1977), h. 67-68.

Page 16: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

7

polemik seputar tawassul dan pendapat-pendapat ulama antara bid‟ah atau

syari‟ah atau bahkan bisa menuju kedalam kemusyrikan dan apa saja

implementasinya dalam pendidikan Islam. Berdasarkan uraian di atas, peneliti

berupaya untuk menggali nilai-nilai zikir dan do‟a dalam bentuk tawassul

untuk membina dan mengembangkan kepribadian dan diharapkan dapat

bermanfaat sebagai pedoman model pembelajaran bagi para guru/pendidik dan

siswa, khususnya pengajar Pendidikan Agama Islam. Dan penulis tertarik ingin

mengkaji mengenai: “DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL-

QUR’AN DAN AS-SUNNAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM

PENDIDIKAN ISLAM.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat mengidentifikasikan masalah-

masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran manusia dalam mengenal pentingnya zikir dan do‟a

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Rendahnya minat manusia dalam dalam zikir dan do‟a.

3. Minimnya pengetahuan manusia tentang arti tawassul.

4. Rendahnya pemahaman tentang tawassul dalam perspektif al-Qur‟an dan

as-Sunnah dan implementasinya dalam pendidikan Islam.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diidentifikasi di atas, agar penelitian

ini lebih terarah, maka ruang lingkup masalah penelitian dibatasi pada

perihal yang menyangkut tawassul dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah

berdasarkan dalil-dalil yang melarang tawassul dan dalil-dalil yang

membolehkan tawassul dan Implementasi zikir dan do‟a (tawassul) dalam

pendidikan Islam.

Page 17: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

8

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas,

maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana tawassul dalam perspektif al-Qur‟an dan as-Sunnah?

2. Bagaimana implementasi tawassul dalam pendidikan Islam?

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan ini lebih diorientasikan pada satu

tujuan pokok, yaitu untuk mendapatkan deskripsi yang jelas, sistematis,

obyektif, dan komperehensif tentang tawassul dalam perspektif al-Qur‟an

dan as-Sunnah dan Implementasinya dalam pendidikan Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan dan

wawasan dan menjadi bahan bacaan bagi penulis khususnya, mahasiswa

dan pembaca pada umumnya, serta dapat memberikan informasi tentang

betapa pentingnya mengkaji dan memahami tawasul untuk kemudian

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di zaman yang semakin berat

tantangannya.

b. Sebagai sebuah sumbangan pemikiran, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat dalam memberikan gambaran yang utuh tentang konsep,

macam-macam, makna, hukum, dan penerapannya dalam masyarakat

muslim sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 18: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tawassul

1. Pengertian Tawassul

Kata tawassul secara bahasa dalam kamus al-Munawir menyebutkan:

وسيلة - لوس artinya memohon, beramal (sebagai wasilah) untuk mendekatkan

diri kepada Allah.1

Kata tawassul didefinisikan oleh Syekh Abdul Halim Mahmud—

seorang maha guru yang merupakan mantan pemimpin tertinggi lembaga-

lembaga Al-Azhar, Mesir—sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah

Swt. dengan menggunakan wasilah, karena memang kata tawassul seakar

dengan kata wasilah.2

Kata wasilah mirip maknanya dengan kata washilah, yakni ―Sesuatu

yang menyambung sesuatu dengan yang lain.‖ Wasilah dalam pengertian

agama adalah ―sesuatu yang menyambung dan mendekatkan seseorang

dengan Allah, atas dasar keinginan yang kuat dari yang bersangkutan untuk

mendekat kepada-Nya”. Tawassul dalam pengertian di atas dibenarkan oleh

seluruh ulama, karena secara jelas ditemukan perintah Allah dalam al-

Qur‘an untuk melakukannya.3

Al-wasilah artinya pendekatan, perantara, dan sesuatu yang dapat

dijadikan untuk menyampaikan serta mendekatkan diri kepada Allah dan

ada yang berpendapat wasilah mengandung arti tempat yang tinggi di dalam

surga, suatu tempat yang paling dekat dengan Arsy.4

1Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), h. 1559. 2M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an tentang Zikir dan Do‟a , (Jakarta: Lentera Hati,

2006), h. 305-306. 3Ibid, h. 226.

4Darwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 370.

Page 19: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

10

Wasilah dalam al-Qur‘an ialah cara mendekatkan diri kepada Allah

dengan melaksanakan segala sesuatu yang wajib. Wasilah yang harus dicari

kaum Mu‘minin, mencakup segala hal yang wajib dan mustahab

(disunnatkan). Sedangkan segala hal yang diharamkan, dimakruhkan, dan

dibolehkan (mubah) tidak termasuk dalam kategori wasilah tersebut. Dalam

hadis, wasilah hanya khusus untuk Rasulullah dan kita diperintahkan untuk

memohonkannya kepada Allah. Beliau memberitahukan bahwa wasilah

hanya dikhususkan untuk salah seorang hamba Allah, dan diharapkan beliau

lah hamba tersebut. Kita diperintahkan memohonkan wasilah untuk

Rasululah. Dan dinyatakan bahwa barangsiapa memohonkan untuknya

wasilah, maka ia akan memperoleh syafaat di Hari Kiamat, sebab pahala itu

setimpal dengan amal yang dilakukan. Ketika mereka mendo‘akan Nabi

Saw. mereka berhak untuk dido‘akan oleh Nabi Saw, dan syafa‘at itu

semacam do‘a. Wasilah menurut sahabat. Tawassul melalui Nabi Saw.

menurut para sahabat adalah bertawassul dengan do‘a dan syafa‘at beliau.

Wasilah menurut ulama muta‟akhirin. Tawassul menurut pengertian orang-

orang setelah para sahabat (muta‟akkhirin) berarti bersumpah dan memohon

dengan nama Nabi Saw., seperti mereka yang terdahulu bersumpah dengan

nama-nama nabi, para shalihin, dan orang-orang yang dianggap baik.5

Dari definisi tawassul dan wasilah diatas, maka dapat disimpulkan

bahwasanya tawassul adalah segala sesuatu yang diupayakan dan dilakukan

untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan jalan wasilah yaitu

dengan perantara, penghubung sesuatu yang Allah cintai dan hakikatnya

ditujukan kepada Allah swt.

a. Sejarah tawassul

Awal mula tawassul terjadi sebelum alam semesta mendapat

kehormatan menerima kehadirannya. Oleh sebab itu, yang terpenting

bagi sahnya tawassul ialah bahwa yang digunakan sebagai perantara

(mutawassal bih) haruslah memiliki kedudukan tinggi di sisi Tuhannya.

5Ibnu Taimiyah, At Tawassul wa al Wasilah, diterjemahkan oleh Su‘adi Sa‘ad dengan judul

Tawassul dan Wasilah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), h. 63-65.

Page 20: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

11

Jadi sama sekali tidak disyaratkan bahwa ia harus masih hidup di dunia

ini.6

Imam Hakim an-Naisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa

Nabi Saw. bersabda:

كال الل ل يرش وش يي ع الل صلى يا كال ئث طي ل ا آدم ف اقت ا لالل لال ف ل فرت غ ا ل د م بق لم

شأ

أ إن :رب نيف آدم يا

ع ل ي خأ ل و ا د م ج :كال رف بيدك لخن ي خ ا ل م

ل رب يا

اىعرش ائ ك عل ج ي

فرأ س

رأ ج رفع روحم ف ج خ ف ون ج ي فع الل ل رش د م الل إل له إ ل با هخ إل حضف ل م

أ

الل لال ف لم إ يق ل ا ب حأ إل :اشم ب ح

ل إ آدم يا ج صدك

إل يق ل ا لخم ي خ ا د م ل ل و لم فرت غ لد ف ل ب دعن ااىصخدرك) ف ك لحا ا (وصحح أخرج

“Rasulullah bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia

berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku”. Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum

Aku ciptakan?” Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau ciptakan diriku dengan kekuasaan-Mu dan Engkau hembuskan ke

dalamku sebagian dari ruh-Mu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis kalimat “Laa ilaaha illallaah muhamadur Rasulullah” maka aku mengerti bahwa Engkau

tidak akan mencantumkan sesuatu dengan nama-Mu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab: “Benar

Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku

menciptakanmu‖. (HR. Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini adalah shahih dari segi sanadnya)

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Al-Hafizd As-Sayuty dalam

kitabnya Al-Kasha‖ish Al-Nubuwwah. Juga oleh Baihaqy dalam Dalail

6Ibid., h. 152.

Page 21: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

12

Al-Nubuwwah. Hadis tersebut di shahihkan pula oleh Al-Qasthalany, Al-

Zaraqani dan Syeikh Ibnu Jauzi. Namun ada pula yang berpendapat

mengenai kedudukan derajat hadis ada yang menolak hadis tersebut juga

ada yang memandang palsu, seperti: Az-Zahaby dan ulama lainnya.

Sebagian lagi menilainya lemah (dhaif), dan sebagian yang lainnya

menilai mungkar (bagian dari hadis dhaif).jadi penilaian mereka tentang

hadis tersebut berbeda-beda.7

b. Pentingnya tawassul

Pertama, tawassul termasuk salah satu cara berdo‘a dan salah satu

pintu untuk menghadap Allah Swt. Jadi, yang menjadi sasaran atau

tujuan asli yang sebenarnya dalam bertawassul adalah Allah Swt.

Sedangkan yang ditawassuli (al mutawassal bih) hanya sekedar perantara

(wasithah dan wasilah) untuk taqarrub dan mendekatkan diri kepada

Allah Swt. Dengan demikian, siapa yang berkeyakinan selain demikian,

sungguh ia telah menyekutukan Allah. Kedua, sesungguhnya yang

bertawassul itu tidak bertawassul dengan menggunakan perantara,

kecuali karena ia mencintai perantara itu, seraya berkeyakinan bahwa

Allah Swt. pun mencintai perantara tersebut. Ketiga, jika yang

bertawassul berkeyakinan bahwa yang ditawassuli atau yang menjadi

perantara itu berkuasa memberikan manfaat dan menolak mudarat

dengan kekuasaannya sendiri seperti Allah atau lebih rendah sedikit

maka ia telah menyekutukan Allah Swt. Keempat, bertawassul itu bukan

merupakan sesuatu yang lazim atau pokok. Dan ijabah do‘a itu justru

lebih ditentukan oleh berdoa kepada Allah secara mutlak, meskipun

tanpa tawassul.8

2. Bentuk dan Macam-macam Tawassul

a. Secara umum Al-Wasilah (tawassul) dapat dibagi dua bagian:

7Muhammad Alawy Al Maliky, Op. Cit., h. 146.

8Muhammad Alawy Al Maliky, Mafahim Yajib An Tushahhah , diterjemahkan oleh Muhammad

Al-Baqir dengan judul Meluruskan Kesalahpahaman Seputar Bid‟ah, Syafaat, Takfir, Tasawuf,

Tawassul, dan Ta‟zim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 1, h. 101-102.

Page 22: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

13

1) Wasilah Kauniyah

Wasilah Kauniyah ialah tiap-tiap sebab alami atau natural atau

kauni yang menyampaikan kepada tujuan dengan watak kemakhlukannya

yang telah Allah ciptakan, dan menghantarkan kepada yang dinginkan

dengan fitrahnya yang telah Allah tetapkan kepadanya. Wasilah ini

berlaku bagi orang mukmin dan kafir, tanpa perbedaan. Contohnya: Air

adalah wasilah (sarana) untuk menghilangan dahaga manusia, makan

adalah wasilah untuk mengenyangkannya, pakaian adalah wasilah untuk

melindungi dari panas dan dingin, mobil adalah wasilah untuk

transportasi dari satu tempat ke tempat lain, dan lain sebagainya.9

2) Wasilah Syar‘iyah

Wasilah Syar‘iyah ialah setiap sebab yang menghantarkan kepada

tujuan melalui cara yang telah disyariatkan Allah dan dijelaskan dalam

kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya. Wasilah ini khusus bagi orang mukmin

yang mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Contohnya: mengucapkan

dua kalimat syahadat dengan keikhlasan dan memahami artinya

merupakan wasilah untuk masuk surga dan keselamatan dari kekekalan

di dalam nereka. mengucapkan do‘a yang ma‟tsur (diajarkan Nabi Saw.)

setelah adzan adalah wasilah untuk memperoleh syafa‘at Nabi Saw.,10

Bertaubat adalah wasilah untuk terhapusnya dosa, silaturahim adalah

wasilah untuk memperpanjang umur dan meluaskan rizki, dan lain

sebagainya.11

b. Macam-macam Tawassul

Tawassul dibagi menjadi tiga macam yaitu :

1) Tawassul dengan perantara para Nabi

9Muhammad Nashiruddin Al-Albani, At Tawassul An Wa‟uhu Wa Ahkamuhu ,

diterjemahkan oleh Annur Rafiq Shaleh dengan judul Tawassul, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

1993), h. 27. 10

Ibid., h. 28. 11

Abu Ubaidah, Op. Cit., h. 372.

Page 23: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

14

Ath-Thabari di dalam Mu‘jamnya yang agung dengan dengan sanad

orang-orang yang benar seperti Ibnu Hibban dan Al Hakim dari Anas ra.

yang berkata, ―Tatkala Fathimah binti Asad ibunda ‗Ali bin Abi Thalib

wafat, Rasulullah SAW. masuk ke rumahnya....‖ dan seterusnya, hingga

pada akhir hadis dikisahkan :

ج ة ث ط فا مل فر اغ ت ي ل ح و ج يي و يي ي ال لل

أ

شدأ بياء

وال م بي بق ا ي دخ ا يي ع ع ووش ا خ ج ح ا ل وى

احي لر ا رحأ فإم قتلى ي (ال ف عي واة اىطبران ه روا

نس ا ع لاء الو ييث )ح

“Allah yang menghidupkan dan mematikan. Allah maha hidup,

tidak akan mati. Ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad,

tuntunlah hujjahnya dan lapangkan kuburnya, dengan haq

Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau dzat

yang paling mengasihi‖. (HR al-Thabrani dan Abu Nuaim dari

Anas).12

Dalam hadis di atas kita bisa melihat betapa Rasulullah SAW.

bertawassul kepada Tuhannya dengan perantara dirinya sendiri yang

memang memiliki kedudukan yang tertinggi dan diri saudara-saudaranya

sesama Nabi yang semuanya telah wafat.

2) Tawassul dengan perantara amal-amal baik yang pernah dilakukan

Ini seperti yang terjadi pada tiga orang lelaki yang memasuki sebuah

gua sehingga ketiganya tidak bisa keluar. Kisah ini dimuat dalam shahih

al-Bukhari dan lain-lain. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Salah

satu berkata : ―Tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian kecuali bila

kalian memohon kepada Allah dengan amal-amal sholeh yang telah

kalian lakukan. Maka masing-masing berdo‘a dengan menggunakan

12

Musa Muhammad Ali, Hakekat Tawassul dan Wasilah ,(Tasikmalaya: Pondok Pesantren

Suryalaya,2000) h.47.

Page 24: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

15

perantaraan amal shalehnya seraya memohon agar hal itu bisa diterima

oleh Allah SWT. ternyata Allah mengabulkan do‘a mereka.

3) Bertawassul dengan perantara orang-orang sholeh

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Anas ra. bahwa telah memohon

dengannya pada suatu tahun yang kering. Permohonannya dikabulkan

dan hujan pun turun. Demikian pula Hamzah bin Al-Qasim Al-Hasyimi

di Baghdad pernah shalat Istisqa dan berdo‘a ―Ya Allah aku adalah

putera orang yang melakukan shalat Istisqa dengan kedudukan Umar bin

Khattab yang dituangkan, maka turunkanlah hujan.

3. Pendapat Ulama tentang Tawassul

a. M. Quraish Shihab

Dalam bukunya Tafsir Al-Misbah, Vol. 3. Quraish Shihab

berpendapat bahwa tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah

dengan menyebut nama Nabi dan para wali atau orang yang dekat

dengan-Nya, dengan cara berdo‘a kepada Allah guna meraih keinginan

yang dimaksud demi para Nabi atau orang-orang shalih yang dicintai

Allah SWT.13

b. KH. Siradjuddin Abbas

Dalam bukunya ―40 Masalah Agama‖ berpendapat bahwa

Tawassul adalah mengerjakan sesuatu amal yang dapat mendekatkan diri

kita kepada Tuhan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa

tawassul atau washilah adalah berdo‘a kepada Allah SWT melalui

perantara para Nabi, para wali, atau orang sholeh agar do‘a kita cepat

dikabulkan oleh Allah Swt.14

c. Syekh Abu Saif al-Hamamy

Tawassul sebagai praktek ubudiyyah yang membawa anbiya dan

aulia sebagai wasilah (perantara). Namun pada kenyataannya banyak

yang secara dzohir manusia tersebut memohon dan mengadu bukan

13

M.Quraish Shihab, Tafsir Al misbah , Vol 3 (Jakarta: Lentera Hati, 2001) h.82. 14

Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2008), h. 130.

Page 25: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

16

kepada Allah malainkan mereka memohon dan mengadu kepada Anbiya

dan Aulia yang menjadi wasilahnya. Tawassul seperti ini disebut

musyrik.15

d. Syekh Abdullah Zaini Adzdzimawi

Tawassul adalah do‘a/permintaan yang diajukan kepada Allah Swt.

dengan perantara kebesaran/keagungan orang-orang yang dekat dengan

Allah Swt. Bahwa bertawassul kepada anbiya dan aulia itu dibenarkan

adanya, diperbolehkan untuk dilaksanakan.16

e. Syeikh Muhammad bin Ali Al Syaukany

Beliau telah menyatakan dalam Risalahnya, ―Al-Dur Al-Nahdid Fi

Ikhlash Al Tauhid‖ (permata yang tersusun untuk memurnikan tauhid),

bahwa tawassul kepada allah dengan salah satu ciptaan-Nya, dengan

suatu yang permohonan yang ditujukan manusia kepada tuhannya,

menurut Syeikh bin Abdus Salam tidak dibenarkan, kecuali bertawassul

dengan Nabi Saw.17

f. Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah yang tergolong ulama besar dari kalangan Wahabi

tidak sepenuhnya melarang tawassul dengan Rasulullah atau dengan

yang lain. Menurutnya, jika tawassul kepada Nabi Muhammad

dimaksudkan sebagai bentuk rasa keimanan dan kecintaan kepadanya

maka diperbolehkan.18

g. Muhammad bin Abdul Wahab

Pada abad ke-8 H. tawassul ditolak oleh Ibnu Taimiyah. Dua abad

kemudian Muhammad bin Abdul Wahab lebih memperluas penolakan

ini. Tawassul diperkenalkan sebagai melanggar hukum serta bid‘ah dan

15

Abdul Hakim M., Op. Cit., h. 206. 16

Ibid., h. 207. 17

Muhammad Alawy Al Maliky, Mafahim Yajib An Tushahhah, diterjemahkan oleh Indri

Mahally Fikry dengan judul Paham-paham yang perlu diluruskan, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska,

1994), h. 165. 18

Ibnu Taimiyah., Op. Cit., h.119.

Page 26: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

17

kadang kala diberi label sebagai penyembah para wali ilahiah. Secara

umum ulama Wahabi membolehkan tawassul pada nama Allah dan sifat-

sifat-Nya dan atas amal baik seseorang atau pada orang yang soleh yang

masih hidup dan melarang tawasul pada orang yang sudah mati walaupun

kepada Nabi Muhammad sendiri apalagi tawasul kepada para wali.

Pendapat kalangan Wahabi dalam soal ini mengikuti pada pandangan

Ibnu Taimiyah. 19

h. Madzhab Hanafi

Menurut Abu Hanifah dan pengikutnya ―tidak boleh‖ memohon

kepada sesama makhluk. Mereka mengatakan: ―Tak boleh memohon

kepada sesama makhluk, tak boleh seorang berkata: aku memohon

kepada-Mu atas nama Nabi-Mu.‖ Abul Husain al-Quduri dalam bukunya

yang sangat terkenal (dalam fiqh), Syarh al-Karkhi, menyatakan makruh,

yang juga dianut oleh sebagian pengikut Imam Hanafi. Basyar bin Walid

mengungkapkan riwayat Abu Yusuf bahwa Abu Hanifah berkata: tak

layaknya seseorang berdo‘a kepada Allah kecuali dengannya.20

i. Mazhab Maliki

Ibnul Haj dalam kitabnya Al-Madkhal 1/259-260 menyatakan:

tawasul kepada Nabi Muhammad adalah tempat untuk menghapus

tanggungan dosa dan kesalahan. Karena barakah syafa‘at Nabi dan

keagungan Nabi di sisi Tuhannya tidak bisa dikalahkan oleh dosa.

Karena syafa‘atnya lebih besar dari semuanya. Maka bergembiralah

orang yang berziarah ke makamnya dan berdoa pada Allah dengan

syafa‘at Nabi-Nya. Adapun orang yang belum mengunjungi makam

Rasulullah semoga Allah tidak menghalangi syafatnya dengan

19

Ja‘far subhani, wahabism, diterjemahkan oleh Arif M. dan Nainul Aksa dengan judul

Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya (Jakarta: Pustaka Citra, 2007), h. 107. 20

Ibnu Taimiyah., op.cit., h. 67.

Page 27: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

18

kehormatannya di sisimu. Siapa yang berkeyakinan berbeda dengan ini,

maka dia orang yang terhalang (mahrum).

j. Madzhab Syafi'i

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk, "Kitab Sifat Haji: Bab

Ziarah Kubur Nabi", halaman 8/274 berkata: Peziarah (kubur Nabi)

hendaknya kembali ke tempatnya yang pertama dengan menghadap

wajah Rasulullah dan bertawassul dengannya dalam hak dirinya dan

meminta syafaat Nabi pada Tuhannya.

k. Mazhab Hanbali

Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hambali, membolehkan

tawassul yang dinukil oleh Al-Mardawi dalam Al-Inshaf "Kitab Shalat

Istisqo", halaman 2/456: "Faidah: Boleh tawasul dengan orang soleh

menurut pandangan yang sahih dari madzhab. Dikatakan: Disunnahkan.

Imam Ahmad Al-Mardawi berkata: Boleh bertawasul dengan Nabi dalam

doanya. Pendapat ini ditetapkan oleh Al-Mardawi dalam Al-Mustaw'ab

dan lainnya.

l. Muhammad bin Sholeh Al-Uthaimin

Ibnu Usaimin membagi tawasul menjadi dua yaitu tawasul yang

benar (sahih) berdasarkan syariah dan tawasul yang tidak benar atau

bid'ah. Pertama, tawasul yang benar yaitu tawasul yang menggunakan

wasilah (perantara) yang benar yang dapat mengantarkan pada tujuan

yang diinginkan. Tawasul yang benar menurut Ibnu Usaimin ada enam,

yaitu:

a) Tawasul dengan memakai asma atau nama Allah.

b) Tawasul pada Allah dengan sifat Allah

c) Tawasul pada Allah dengan iman pada Allah dan Rasul-Nya.

d) Tawassul pada Allah dengan amal salih yang pernah dilakukannya.

e) Tawassul pada Allah dengan menyebut keadaan dan kebutuhan orang

yang berdoa.

Page 28: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

19

f) Tawassul pada Allah dengan doa dari orang salih yang diharapkan

terkabul.

Kedua, tawasul yang tidak benar yaitu tawasul pada Allah dengan

perantara atau wasilah yang tidak diakui syariah. Dalam hal ini ada dua,

yaitu:

a) Tawassul pada Allah dengan berdoa pada orang mati dengan harapan

orang mati ini dapat berdoa untuknya.

b) Tawasul dengan Nabi Muhammad.

m. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Dalam salah satu fatwanya, Bin Baz berkata: Tidak boleh tawasul

pada dzat Nabi Muhammad, nabi-nabi yang lain dan para orang sholeh

yang sudah meninggal. Dan tidak boleh tawasul ke hadapan Nabi

Muhammad dan lainnya karena hal itu adalah bid'ah yang tidak ada

dalilnya dari Nabi atau Sahabat Nabi. Yang boleh adalah tawassul

dengan menunjukkan cinta pada Nabi Muhammad dan beriman padanya

dan mengikuti syariatnya pada masa hidup dan wafatnya Nabi.21

4. Tawasul dalam al-Qur‘an

a. Pengertian al-Qur‘an

Pengertian al-Qur‘an secara etimologi adalah bacaan. Kata dasarnya

qa-ra-a, yang artinya membaca. Al-Qur‘an bukan hanya untuk dibaca,

akan tetapi isinya harus diamalkan. Oleh karena itu al-Qur‘an dinamakan

kitab, yang ditetapkan atau diwajibkan untuk dilaksanakan. Adapun

pengertian dari segi istilah, para ahli memberikan definisi sebagai

berikut:22 Qara‘a juga memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun.

Qira‘ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang

lainnya dalam satu ungkapan yang teratur. Secara khusus, al-Qur‘an

21

Http://www.alkhoirot.net/2014/08/tawassul-dalam-Islam. yang diakses pada tanggal 4

oktober 2015. A.n. M.Ilham. 22

Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006)

h.171.

Page 29: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

20

menjadi nama nama bagi sebuah kitab yang diturunkan kepada Nabi

muhammad Saw. maka jadilah ia sebagai sebuah identitas diri.23

Al-Qur‘an adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan

utama. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenaranya oleh

penelitian ilmiah, al-Quran adalah kitab suci yeng memuat firman-firman

(wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat

Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit

selama 22 tahun 2 bulan 22 hati, mula-mula di Mekkah kemudian di

Madinah.24 Al-Qur‘an merupakan sumber utama dalam segala hal yang

meliputi: Aqidah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, dan Konsepsi. Al-Qur‘an

adalah firman Allah yang merupakan sebaik-baik perkataan. Firman

Allah di atas segala perkataan manusia dari golongan manapun.25

Tawassul dalam al-Qur‘an diantaranya:

a. Tawassul kepada Nama-nama Allah Swt. (Asma‟ul Husna)

Dengan memahami dan menghayati asma-ul husna ini, maka

akan jelaslah bagi kita bahwa kita adalah makhluk.26 Dengan nama-

nama-Nya yang baik dan atau sifat-sifat-Nya yang mulia. Sebagaiman

Firman-Nya:

اءولل شأ نهٱلأ صأ لحأ هفٱ ع دأ ٱ وذروا ا ة ي ٱل ئ م شأ

أ ف حدون يأ ي ۦ

ن ي يعأ ا ك ا ن زوأ جأ ١٨٠شي

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-

Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang

telah mereka kerjakan.” (Q.S. Al-A‘raf [7]:180)

23

Syaikh Manna‘ al-Qaththan, pengantar studi ilmu al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar: 2011), cet. 6 h. 16. 24

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Jaya, 2008)

h.93. 25

Darwis Abu Ubaidah, Panduan Ahlu Sunnah Waljama‟ah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2012), h. 192. 26

Zuardin Azzaino, Asma-ul Husna, (Jakarta: Pustaka Al-Hidayah), h. 187.

Page 30: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

21

Ayat ini secara eksplisit memerintahkan hamba-hamba Allah

untuk berdo‘a kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama-Nya.

Karena do‘a yang menggunakan nama-nama dan sifat-sifat-Nya

mudah dan lebih dekat dikabulkan. Dalam praktiknya, Rasulullah

memberikan contoh yang dapat dijadikan sebagai pedoman oleh umat

ini. Anas bin malik menyebutkan setiap kali Nabi merasa diberatkan

atau disedihkan oleh suatu persoalan, maka beliau mengucapkan:

حي ةرحيا م قي ديا اشخغي خم

“Wahai Dzat yang maha hidup, Wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk-Nya (Maha Mandiri), dengan Rahmat-Mu aku

memohon pertolongan.‖ (HR. At-Tirmidzi)27

Maksud dari tawassul adalah kepada Allah Swt. sedangkan

sesuatu yang dijadikan hanyalah berfungsi sebagai pengantar dan atau

mediator untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Artinya,

tawassul merupakan salah satu cara atau jalan berdo‘a dan merupakan

salah satu pintu dari pintu-pintu terhadap Allah Swt.28

b. Tawassul dengan Wali Allah

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan boleh tidaknya

bertawassul dengan wali Allah. Ulama syari‘ah berpendapat bahwa

tawassul kepada wali tidak dibolehkan, karena menurut mereka wali

Allah tersebut tidak berhak memberi syafa‘at kepada manusia dan

juga mereka itu tidak maksum dari kesalahan-kesalahan. Sementara

para ulama thariqah29 membolehkan tawassul dengan wali Allah,

27

Abu Ubaidah, Op. Cit., h. 373. 28

Abdul Hakim M., Implementasi Aswaja dalam Peribadatan kepada Allah (Cirebon:

Pustaka Syahadat, 2009), h. 57. 29

Thariqah mengajarkan para pengikutnya tentang hal-hal teknis yang menyangkut sikap

dan prilaku sehari-hari, mencakup masalah ibadah, mencakup masalah ibadah, akhlak, wirid dan

dzikir. Lebih lanjut lihat, buku Ahlussunnah wal Jama‟ah dalam Persepsi Tradisi NU, Muhammad

Tholhah Hasan, h. 154

Page 31: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

22

karena mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah, sehingga

melalui perantara (tawassul) mereka Allah akan menerima do‘a.30

ول شبيو ف خو لأ ي ل ا ل ل ت ٱلل ل هل ول ياء حأأ ةوأ هت و أ

أ عرون ١٥٤تشأ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan

(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya‖. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 154)

ول تأصب ي ٱل شبيو ف ا ي كخ ٱلل أ رب عد ياء حأأ ةوأ ا هح و أ

أزك يرأ ١٦٩ن

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di

jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki”. (Q.S. Ali-Imran [3]: 169)

Tawassul dengan kekasih Allah artinya menjadikan para kekasih

Allah sebagai perantara menuju Allah dalam mencapai hajat, karena

kedudukan dan kehormatan di sisi Allah yang mereka miliki, disertai

kenyakinan, bahwa mereka adalah hamba dan makhluk Allah Swt.

yang dijadikan oleh-Nya sebagai aspek segala kebaikan, barakah dan

kunci pembuka setiap rahmat. Pada hakikatnya, orang yang

bertawassul itu tidak meminta hajatnya terkabulkan kecuali kepada

Allah dan tetap berkenyakinan bahwa Allah lah yang Maha Pemberi

dan Maha Menolak, bukan lainnya. Ia menuju kepada Allah dengan

orang-orang yang dicintai Allah, karena mereka lebih dekat kepada-

Nya, dan Dia menerima do‘a mereka dan syafa‘atnya dan karena

kecintaan-Nya kepada mereka dan karena cinta mereka kepada-Nya.

Allah itu mencintai orang-orang baik dan orang bertakwa.31

30

Ahmad Mufid A. R., Op. Cit., h. 97-98. 31

Zaenal Abidin Al-Maliki Al-Husaini, Al-Ajwibah al-Ghaliyah fi‟Aqidah al-Firqah an-

Najiyah diterjemahkan oleh H.M. Fadlil Sa‘id An-Nadwi dengan judul Tanya Jawab Akidah

Ahlussunnah Wal Jama‟ah, (Surabaya: Khalista, 2009), Cet. 1, h. 74.

Page 32: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

23

5. Tawasul dalam As-Sunnah

a. Pengertian Sunnah

Sunnah atau hadist adalah sumber kedua ajaran Islam. Sunnah secara

harfiah berarti suatu sarana, suatu jalan, aturan, dan cara untuk berbuat

atau cara hidup. Ia juga berarti metode atau contoh. Dalam persetujuan

yang berasal dari Nabi Muhammad SAW.32 As-Sunnah petunjuk bagi

umat manusia setelah kitab suci al-Qur‘an. ketinggian dan kemuliaannya

dapat dilihat dari berbagai ketetapan hukum dalam syari‘at Islam, bahkan

as-Sunnah merupakan kunci untuk memahami agama Allah yang mulia

ini.33

Ada tiga jenis sunnah. Pertama adalah qawl atau perkataan Nabi

SAW. Kedua adalah fi‟li atau tindakan atau perbuatan Nabi SAW. Ketiga

adalah taqrir atau sikap diam Rasulullah sebagai persetujuan dari

tindakan atau amal perbuatan orang lain.

Tawassul dalam as-Sunnah diantaranya:

a. Tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.

Tawassul (berperantara) dengan jalan beriman kepada apa yang

dibawa oleh Nabi Saw. dengan jalan ber-taqarrub (mendekatkan diri)

kepada-Nya dengan melaksanakan yang wajib dan yang sunat–sunat.

Jadi, dengan jalan beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi

Muhammad Saw. dan melaksanakan segala yang wajib dan yang

sunat–sunat, maka orang akan sampai kepada keridhaan Ilahi dan

kelak akan sampai pula ke surga-Nya. Tawassul dengan Nabi

sebagaimana yang lazim dilakukan para sahabat, yaitu tawassul

dengan do'a beliau Saw., ketika beliau masih hidup, dan tawassul

dengan syafaat beliau, dan ini pun dalam bentuk do'a langsung kepada

Allah Swt.

Dan sabda Nabi Saw.:

32

Muhammad Alim, Op.Cit. h.188. 33

Darwis Abu Ubaidah, Op.Cit. h. 195.

Page 33: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

24

اء لد ا ع يص حي كال : ي ل ا ث لتا ا ة ع الد ه هذ رب

ا د م شيدا ت آ ث لائ اى ة لا لص نوا وابعث يث فضي واى يث شي ل اد م ا لا وعدح ى ال فاعتا ش ل ج ي الربعث.ح ه روا

"Barangsiapa ketika mendengar azan mengucapkan: „Ya

Allah, Tuhan bagi seruan sempurna ini, dan (Tuhan bagi)

shalat yang akan didirikan ini, berilah kepada Muhammad

wasilah dan fadilah dan derajat yang terpuji yang telah

Engkau janjikan baginya‟, niscaya akan berhaklah baginya

syafaatku pada hari Kiamat.” (H.R. Imam Empat)

Maka kedua wasilah di atas adalah khusus untuk Rasulullah Saw.

Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Saw., wasilah adalah satu derajat

di surga yang tidak diperoleh kecuali oleh seorang hamba dari hamba

Allah, dan kata Nabi Saw. dan aku berharap, bahwa akulah hamba

tersebut. Jadi, siapa saja yang memohon (berdo'a) kepada Allah agar

Nabi Saw. menjadi wasilahnya, maka berhaklah ia atas syafa'atnya di

akhirat nanti. Maka bentuk tawassul ini adalah berupa do'a. Dan

tawassulnya para shahabat dengan Nabi Saw. dan tawajjuh

(menghadap) mereka dengan Nabi Saw. dalam pengertian mereka dan

perkataan-perkataan mereka, adalah tawassul dengan do'a dan syafaat

Nabi, seperti diuraikan diatas.34

b. Tawassul dengan Amal Shaleh

Dalam memahami tawassul, terdapat beberapa pendapat yang

mengharamkan tawassul dengan alasan tawassul tersebut identik

memohon pertolongan kepada selain Allah, dalam hal ini dihukumi

musyrik. Namun mereka tidak menyalahkan orang yang bertawassul

dengan amal shaleh. Orang yang berpuasa, sholat, membaca al-

Qur‘an, berarti dia bertawassul dengan puasanya, sholatnya, dan

bacaan al-Qur‘annya untuk mendapatkan ridha Allah. Bahkan,

34

Http://suaragemaislami.blogspot.com/2011/12/macam-macam-tawassul. Diakses tanggal

3 oktober 2015. Abdul Aziz.

Page 34: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

25

tawassul dimaksud lebih memberi optimisme untuk diterima dan

tercapainya tujuan.35

Bertawassul dengan perantara amal shaleh merupakan tawassul

yang diperbolehkan. Hal ini berdasarkan sebuah hadis panjang yang

diriwayatkan al-Bukhari dalam kitabnya Juz 3 Halaman 37. Dalil yang

dijadikan hujjah adalah hadits tentang tiga orang yang tertutup oleh

mulut gua ketika mereka berada di dalamnya. Salah seorang diantara

mereka bertawassul kepada Allah dengan birrul walidain-nya, yang

kedua bertawassul kepada Allah dengan sikapnya yang menjauhi

kemungkaran dan yang ketiga bertawassul dengan sikap amanahnya

dalam memelihara harta orang lain, sehingga Allah meringankan atau

membuka mulut gua itu.36

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya faidah amal kelakuan

yang tulus ikhlas, hingga dapat dipergunakan bertawasul kepada Allah

dalam usaha menghindarkan bahaya yang sedang menimpa. Juga

menunjukkan bahwa manusia harus mengutamakan orang tua dari

anak istri. Juga menunjukkan kebesaran pengertian dari penahanan

hawa nafsu, dan kerakusan terhadap harta upah buruh.37

6. Contoh-contoh tawassul

Kaidah-kaidah dalam tawassul dengan asma‟ul husna dan dzat-dzat

yang mulia, seperti Nabi Saw, para nabi dan hamba-hamba Allah yang

shaleh:

a. Memohon dengan perantara asma‟ul husna, contoh: ―Ya Allah dengan

kasih sayangmu, dan dengan kekuasaanmu, kami mohon kesembuhan

pada diri kami.38

35

Abdul Hakim, Op. Cit., h. 57. 36

Ahmad Mufid A. R., Risalah Kematian (Merawat jenazah, Tawassul, Ta‟ziyah, dan

Ziarah Kubur) (Jakarta: Total Media, 2007), h. 94. 37

Abu Zakaria Yahya bin Syarif, Riadhus Shalihin, diterjemahkan oleh Salim Bahreijs

dengan judul Tarjamah Riadhus Shalihin , (Bandung: Alma‘arif, 1986), h. 22. 38

Abdul Hakim M., Mencari Ridho Allah, (Cirebon: FKPI, 2009), h. 207.

Page 35: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

26

b. Memohon (berdo‘a) kepada Allah dengan bantuan mereka, contoh:

―Ya Allah, saya memohon kepadamu melalui nabi-Mu Muhammad

Saw. atau dengan hak beliau atas Kamu atau saya menghadap kepada-

Mu dengan Nabi Saw. untuk...‖

c. Meminta kepada orang yang dijadikan wasilah agar ia memohon

kepada Allah untuknya dalam terpenuhi hajat hajatnya, seperti: ―Ya

Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah swt. agar Dia menurunkan

hujan kepada kami atau...‖

d. Meminta kepada orang yang dijadikan wasilah, dan menyakininya

hanya sebagai sebab Allah memenuhi permintaannya karena

pertolongan orang yang dijadikan wasilah dan karena do‘anya pula.39

Contoh-contoh do‘a dalam bertawassul lainnya:

a. Mendatangi seorang ulama atau yang di anggap mulia dan dikasihi

Allah, lalu dikatakan kepada beliau: ―Saya akan berdoa memohonkan

sesuatu kepada Allah, tetapi saya berharap pula Tuan Guru

mendoakan kepada Allah bersama saya, supaya permintaan saya ini

dikabulkan-Nya.‖ Lalu kedua orang itu berdoa. Inilah namanya berdoa

dengan bertawassul.

b. Berziarah kepada Nabi, pada ketika beliau hidup atau pada ketika

beliau telah meninggal, kemudian berdoa di situ dan mengharapkan

agar Nabi Muhammad Saw. mendoakan kita kepada Allah. Ini

namanya berdoa dengan tawassul, dengan orang yang masih hidup

atau yang telah wafat.

c. Berziarah ke maqam Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, seorang ulama

tasawwuf yang besar di Baghdad, lantas berdoa di situ kepada Allah:

―Ya Allah, ya Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, saya

mohon ampunan dan keridhaan-Mu berkat beliau yang ber-maqam di

sini karena beliau ini saya tahu seorang ulama besar yang Engkau

39

Zaenal Abidin, Op. Cit., h. 88.

Page 36: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

27

kasihi. Berilah permohonan saya, ya Allah ya Rahman dan Rahim.‖

Doa macam ini namanya doa dengan tawassul.

d. Berdoa kepada Allah: ―Ya Allah, berkat ‗Jah‘ (kelebihan) Nabi

Muhammad Saw. berilah permohonan saya.‖ Ini namanya doa dengan

tawassul dengan ‗Jah‘ (tuah atau kelebihan) Nabi.

e. Berdoa : ―Ya Allah, saya ada mengerjakan amalan yang baik yaitu

tetap hormat kepada ibu bapak saya, tak pernah saya durhaka. Ya

Allah Yang Maha Mengetahui, kalau amal itu diterima oleh-Mu, maka

terimalah permohonan saya ini.‖ Ini namanya doa bertawassul dengan

amal ibadat.

f. Berdoa kepada Allah: ―Ya Allah, berkat nama-Mu yang besar, berilah

saya dan itu.‖ Ini namanya berdoa dengan bertawassul dengan nama

Allah.40

7. Pendidikan Islam

Sebelum mengetahui makna pendidikan Islam, terlebih dahulu

dikemukakan arti pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan berasal dari

kata didik dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan" mengandung

arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula

berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang

diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan.

Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah, yang

berarti pendidikan.41 Menurut Marimba mengatakan bahwa pendidikan

adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama.42 Ketika kata Islam dimasukkan

dalam pendidikan ia memiliki makna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan

40

Siradjuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunnah Wal Jama‟ah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1996),

hal. 284-287. 41

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet. 4, h. 1. 42

Ahmad D. Marimba, Metodik Khusus Islam, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1981), Cet. 5,

h. 19.

Page 37: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

28

yang didasarkan kepada ajaran Islam yaitu al-Qur‘an dan al-Hadits. Kata

Islam berasal dari bahasa Arab ; aslama, yuslimu, islaman, yang berarti

berserah diri, patuh dan tunduk.43

Menurut Zuhairini pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan

kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau

suatu upaya dengan ajaran Islam, memikirkan, memutuskan dan berbuat

berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-

nilai Islam.44 Zakiah Daradjat mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah

pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi

tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan

hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada

perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi

keperluan sendiri maupun orang lain.45

Sedangkan menurut M. Yusuf Qardhawi sebagaimana dikutip Azra

pengertian pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal

dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena

itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan

damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat

dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis, dan pahitnya.46

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan

Islam adalah sebuah upaya terencana dalam membentuk kepribadian

manusia muslim untuk mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik

atas dasar nilai-nilai ajaran Islam (al-Qur‘an dan al- Hadits).

Yang dimaksud dengan penerapan tawassul dalam pendidikan Islam

adalah pengenalan nilai-nilai, kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan

43

Muchotob Hamzah dan M. Imam Aziz, Tafsir Maudhu'i al-Muntaha, (Yogyakarta: PT

LKIS Pelangi Aksara, 2004), h. 82. 44

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. 1, h. 152. 45

Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 28. 46

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru ,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), h. 5.

Page 38: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

29

penginternalisasian nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Tawassul

artinya artinya penghubung atau hubungan. Baik hubungan kepada Allah,

maupun dengan sesama manusia atau dengan alam sekitarnya.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Setelah penulis meneliti, ternyata judul skripsi ternyata judul skripsi

―Dimensi tawassul dalam perspektif al-Qur‟an dan as-Sunnah dan

Implementasinya dalam pendidikan Islam.‖ Belum pernah dikaji meskipun

terdapat judul skripsi seperti dibawah ini:

1. Konsep Ibadah dalam al-Qur‟an, oleh Irvan (809011000009) PAI Tahun

2014.

Skripsi ini ada beberapa persamaan dengan skripsi yang penulis kaji,

dalam skripsi ini menjelaskan konsep ibadah menurut al-Qur‘an. Namun,

berbeda dalam skripsi yang penulis kaji meneliti bentuk ibadah yang lebih

spesifik yaitu ibadah dalam bentuk berdo‘a yaitu tawassul.

2. Metode Pendidikan Keimanan dalam al-Qur‟an, oleh Lukmanul Hakim

(208011000074) PAI Tahun 2013.

Skripsi tersebut berbeda dengan skripsi penulis, karena dalam skripsi

tersebut meneliti di dalam al-Qur‘an yang berkaitan dengan pendidikan

keimanan yang bersumber dari al-Qur‘an dan Sunnah Rasul, dan meneliti

metode dalam mengajar dalam al-Qur‘an karena dalam pendidikan tidak

terlepas dari metode pembelajaran untuk mendukung terlaksananya aktivitas

belajar yang efektif dan efisien.

Page 39: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Dimensi Tawassul dalam Perspektif Al-Qur’an

dan As-Sunnah dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam.” ini dilakukan

dalam waktu beberapa bulan, dengan pengaturan waktu sebagai berikut: bulan

Oktober digunakan untuk pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang

diperoleh dari koleksi buku-buku yang ada di perpustakaan, internet serta sumber

lainnya yang mendukung penelitian. Kemudian menyusun data-data dalam bentuk

penelitian (laporan) dari sumber-sumber yang telah ditemukan.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif bukanlah sekedar menuliskan pengalaman, yaitu bercerita atau

mendeskripsikan tentang apa yang dilakukan, dilihat atau didengar, tetapi harus

mengulas dan membahas penemuannya berdasarkan kajian ilmu dengan teknik

yang benar.1

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kajian pustaka (library

research). Kajian pustaka umumnya dimaknai berupa ringkasan atau rangkuman

dan teori yang ditemukan dari sumber bacaan (literatur) yang ada kaitannya

dengan tema yang akan diangkat dalam penelitian. Kajian pustaka membatasi

kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan

riset lapangan. Kajian pustaka tidak hanya sekedar urusan membaca dan mencatat

literatur atau buku-buku sebagaimana yang sering dipahami banyak orang selama

ini. Apa yang disebut dengan kajian pustaka adalah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian.2

Dalam penyusunan skripsi ini adalah metode pendekatan deskriftif analisis,

dengan mencari dan mengumpulkan data, menyusun, serta menguraikan secara

lengkap, teratur dan teliti terhadap obyek penelitian. Pendekatan yang digunakan

penelitian ini adalah pendekatan secara normatif. Pendekatan secara normatif yaitu

1Amin Abdullah, Metedologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta:

Kurnia Alam Semesta, 2006), h.140. 2Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan , (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 1-3.

Page 40: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

31

diteliti dengan merujuk pada tafsir-tafsir terkait berdasarkan al-Qur’an dan Hadis

maupun ketentuan lainnya.

C. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Penulisan ini menggunakan metode kepustakaan (library research) yaitu

kepustakaan murni dengan mencari buku-buku dan kitab yang relevan dengan

judul skripsi.3 Langkah yang di tempuh Untuk pengumpulan data-data dilakukan

dengan cara membaca, menelaah, buku-buku, majalah, surat kabar dan bahan-

bahan informasi lainnya terutama yang berkaitan dengan tawassul dan beberapa

sumber diantaranya sebagai berikut :

Pertama, sumber primer dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Tafsir Tabhari, Tafsir al-Asas (tematik), Tafsir Fathul Qadir, dan buku-buku

tafsir lainnya.

b. Shahih Bukhari-Muslim, Shahih Al-Mustadrak dan buku-buku hadis

lainnya.

Kedua, data sekunder berupa dokumen-dokumen dan buku-buku yang

mengulas tentang tawassul seperti: Tawassul dan Wasilah, Meluruskan

Kesalahpahaman, Empat Puluh Masalah Agama, Dasar Membid’ahkan

Seseorang, Inilah Syari’ah Islam.

2. Pengolahan Data

Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan

adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan mengklarifikasi data-

data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya

penulis bandingkan, analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D. Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah

karena dengan analisa tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam

memecahkan masalah penelitian.4 Setelah data yang dibutuhkan terkumpul,

selanjutnya diadakan klasifikasi dari beberapa bagian masih terpencar maka

dilakukan penalaran dan pemikiran, kemudian disajikan dengan metode deskriptif

analisis yang kemudian, disusun menjadi sebuah kesatuan yang utuh juga mudah

3Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach Jilid 2, (Yogyakarta: Andi Iffiset, 1987), h. 9.

4Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 405.

Page 41: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

32

dipahami dan dimengerti. Dalam teknik analisa data di sini peneliti menggunakan

metode content analiysis, yang artinya menganalisa isi buku yang relevan dengan

judul dan bersumber dari hasil pengumpulan data kepustakaan. Content analysis

atau analisa isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan

dengan bembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh yang

kemudian dideskripsikan, dibahas, dan dikritik. Selanjunya dikategorisasikan

(dikelompokan) data yang sejenis, dan dianalisis isinya secara kritis guna

mendapatkan formulasi yang konkrit dan memadai, sehingga pada akhirnya

dijadikan sebagai langkah dalam mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari

rumusan masalah yang ada.5

E. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015.

5Ibid., h. 163.

Page 42: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

33

BAB IV

DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

DAN AS-SUNNAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM

PENDIDIKAN ISLAM

A. Pemahaman Dalil al-Qur’an dan al-Hadis

1. Tawassul yang dilarang dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah

a. Q.S. Az-Zumar [39]: 3

لاااأ الل الع ااٱلي اوااٱلخ ي ااٱل ذوا ااٱت ادو اللرباااۦا اإل خ تد ااجهخ ا لاء وخ

أ

اإلا ااٱلل ا٣زىخف“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): „Kami tidak

menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 3)

Menurut Ibnu Taimiyah, memaknai ayat diatas bahwa orang-orang kafir

yang menyembah orang-orang dulu mengatakan bahwa ia menyembahnya

karena akan mendekatkan dirinya kepada kepada Allah Swt.. Halnya dengan

orang-orang yang mendo‟a dengan bertawassul sama dengan orang-orang kafir

karena membawa nama-nama nabi, nama wali untuk mendekatkan diri kepada

Allah Swt. Karena itu, orang yang mendo‟a dengan bertawassul adalah musyrik,

kata Ibnu Taimiyah. Pendeknya, Ibnu Taimiyah berfatwa bahwa orang-orang

Islam yang mendo‟a dengan tawassul, baik kepada orang yang hidup maupun

atau kepada orang yang telah mati adalah kafir, sama dengan orang kafir yang

menyembah berhala dengan i‟tiqad-nya agar menghampirkan diri kepada Allah,

sebagai tersebut dalam surat az-Zumar ayat 3 ini.1

Maksudnya adalah, orang-orang yang menjadikan penolong-penolong lain

selain Allah untuk menolong diri mereka, menyembah selain Allah, mereka

berkata kepada penolong-penolong itu, Wahai tuhan-tuhan, kami menyembah

kamu hanyalah agar kamu mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-

1Siradjuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunnah Wal Jama‟ah , (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1996), h.

287.

Page 43: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

34

dekatnya. Agar tempat kami dengan-Nya. Agar kamu memberikan pertolongan

kepada kami dari sisi-Nya dalam setiap keperluan kami.”2

Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Ashim

menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa menceritakan kepada kami, Al-Harits

menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Hasan menceritakan kepada kami, ia

berkata: Warqa menceritakan kepada kami, semua dari Ibnu Abi Najih, dari

Mujahid, tentang ayat, ازىخفا اإلاٱلل اللربااإل خ تد اااجهخ , “Kami tidak menyembah

mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan

sedekat-dekatnya,” ia berkata, “Orang-orang Quraisy mengucapkan kalimat ini

kepada berhala-berhala mereka. Sedangkan orang sebelum mereka

mengucapkan kalimat seperti kepada malaikat, Isa putra Maryam, dan Uzair.”3

Di dalam ayat ini dikatakan syirik seandainya mereka menyekutukan Allah,

begitupun dalam berdo‟a kalau meminta kepada selain Allah dan seandainya

dalam bertawassul ber-i‟tiqad atau berkeyakinan yang menjadi perantara yang

akan mengabulkan do‟anya dan menganggap Allah membutuhkan selain-Nya

bisa dikatakan itu musyrik.

Tawassul yang bid‟ah dan dilarang, yaitu orang bertawassul dan ber-i‟tiqad

bahwa yang akan mengabulkan kehendaknya adalah yang menjadi perantara

permohonannya. Atau memohon kepada si mayit untuk memenuhi permohonan

seseorang, atau minta do‟a dan pertolongan kepadanya, atau berdo‟a di dekat

kuburannya dengan kenyakinan bahwa akan dikabulkan oleh perantara tersebut

dan itu adalah haram dan dilarang. Dan orang yang mengerjakan hal itu akan

mendapat murka dan laknat dari Allah Swt.

2Syaikh Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Al Jami‟ Al Bayan an Ta‟wil Ayi Al

Qur‟an, diterjemahkan oleh Anshari Taslim dkk. Dengan judul Tafsir Al Thabari, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009), h. 276. 3Ibid., h. 277.

Page 44: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

35

2. Q.S. Yunus [10]: 106

ااولا ادون ا ع احدخ ااٱلل ا اإذا افإم اذهيخج افإن ك ايض اول ايفهم ال ا

ييا اا١٠٦اٱىظ

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu

termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. Yunus [10]: 106)

Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada

yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki

kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia

memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-

hamba-Nya dan Dia lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut faham Wahabi4 dalam Kitab Tauhid Imam Abdul Wahab,

menafsirkan ayat tersebut bahwa sandaran do‟a dalam permohonan pertolongan

termasuk penyandaran yang umum kepada yang khusus. Penjelasan firman

Allah “Jangan kamu sembah selain Allah yang tidak memberikan kemanfaatan

kepadamu dan juga tidak bisa mendatangkan kemudharatan kepadamu”. Bahwa

penyembahan kepada selain Allah ini adalah syirik besar dan menyembah

kepada selain Allah itu tidaklah berguna di dunia di samping memang hal itu

merupakan kekufuran serta manusia paling shaleh, jika menggunakan

keshalehannya itu untuk mencari keridhaan dari selain Allah maka orang itu

termasuk zhalim.

Abu Ja‟far berkata: Allah berfirman, “Wahai Muhammad, janganlah kamu

menyeru selain Allah berupa sembahan yang tidak bisa memberi manfaat di

dunia dan di akhirat, yaitu para berhala. Di sini Allah seolah-olah berfirman,”

Janganlah kamu sembah mereka demi mengharap manfaat manfaatnya atau takut

4Ajaran dan dasar pemikiran Salafi Wahabi bahwa ajaran tersebut adalah ajaran kenyakinan dan

tauhid. Dan materi inti dari pemikiran Salafi Wahabi yaitu tentang tasybih (meyerupakan Allah dengan

makhluk) dan tajsim (menyakini bahwa Allah bertubuh) yang diistilahkan oleh kaum Wahabi dengan

nama Tauhid Asma dan Sifat Allah Swt. Lihat Mini Ensklopedi Wahabi, Sayyid Hasan Al Saqqaf, h.

120.

Page 45: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

36

akan bahayanya, karena sesungguhnya berhala itu tidak membahayakan atau

tidak pula memberi manfaat. Bila kamu lakukan itu, maka berdo‟a kepada

mereka masuk dalam perbuatan orang-orang zhalim—musyrik kepada Allah—

yang menzhalimi dirinya sendiri.”5

3. Q.S. Al-Ahqaf [46]: 5

خا ادونااو ا ا ن ايدخ ام ؽواأ خجيبالااٱلل ايصخ ال ااۥا م خ اي ثاإل ااٱىخلي خ و

ا فين اغ خ ادعن ااوإذاا٥ن ااٱلناساخش خ اةهتادح ا اوك داء نخ

اأ خ ال ا ك

ا فري اا٦ك

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah

sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)-nya sampai Hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa

mereka.” (Q.S. Al-Ahqaf [46]: 5)

Bahwasanya Allah tidak menyesatkan orang yang menyembah selain Allah,

(perbuatannya lah yang telah menyesatkan dirinya), dan yang melalaikan do‟a

orang yang menyerukan-Nya, ia memang tidak mengetahui (tidak mau tahu)

tentang do‟a itu. Dan bahwa seruan (kepada orang yang melalaikan seruan orang

yang menyerun-Nya) itu adalah penyebab kemurkaan dan kebencian yang diseru

kepada yang menyerun-Nya, penanaman seruan (do‟a) itu dengan

penghambaan/peribadatan kepada yang diserunya (yang selain Allah itu),

penolakan yang diseru (selain Allah itu) dengan penghambaan itu, bahwa

masalah-masalah (peribadataan kepada Allah) ini adalah penyebab tersesatnya

manusia.6

Firman Allah ta‟ala, اأؽوا خ Dan siapakah yang lebih sesat,” yakni tidak“ و

ada seorangpun yang lebih dan lebih bodoh, ا ا ن ايدخ ام اإل ۥ خجيبال ايصخ ال ا اٱلل ادون

ث اٱىخلي خم Daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah“ ي

5Ath-Thabari., Op, Cit., h. 771.

6Muhammad bin Abdul Wahab, At-Tauhid: al-Ladzi Huwa Haqqullah „Ala al-„Abid,

diterjemahkan oleh Abdul Qadir dan Bachrun Bunyamin dengan judul Tauhid Imam Abdul Wahab ,

(Bandung: Pustaka, 1987), h. 50-53.

Page 46: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

37

yang tiada dapat memperkenankan (do‟a)nya sampai hari kiamat ,” yakni

berhala-berhala, اغفينا خ ادعن ان خ Dan mereka lalai dari (memperhatikan)“ و

do‟a mereka?” maksudnya, mereka tidak dapat mendengar dan tidak pula

mengerti. Allah mengumpamakan berhala-berhala yang nota bene benda mati itu

sebagai seorang laki-laki dari anak cucu Adam, sebab para penyembah berhala-

berhala itu mengumpamakan mereka sebagai raja dan pemimpin yang harus

dilayani.7

Sesungguhnya dalam permohonan kepada sesama makhluk terdapat tiga hal

yang dapat merusak keimanan dalam diri seseorang. Yang pertama, adalah

permohonan kepada sesuatu selain Allah. Apabila hal itu dilakukan maka akan

menyebabkan kemusyrikan. Karena yang terjadi adalah menggantungkan diri

kepada orang lain, yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah Swt. Yang

kedua, mendatangkan kesusahan dan kesempitan kepada orang lain yang minta

pertolongan. Ini merupakan bentukpenganiyaan terhadap orang lain, yakni

tergolong perbuatan zhalim yang dilarang oleh agama. Yang ketiga, adalah sikap

menghinakan diri kepada orang lain. Hal ini tergolong menzhalimi diri sendiri,

yang dilarang agama. Semua bentuk permohonan kepada kepada orang lain

tersebut dapat mendatangkan kerusakan-kerusakan, maka Allah dan Rasul-Nya

memperingatkan supaya menghindari bentuk permohonan secara keseluruhan.8

Telah jelas bahwa Allah Swt. melarang untuk hamba-hambanya

menyembah selain Allah dan memohon pertolongan kepada selain-Nya, dalam

ayat ini Allah mencontohkan orang-orang kafir yang menyembah berhala dan

mereka berkenyakinan bahwa berhala-berhala tersebut dapat mengabulkan

segala permohonannya dan dapat memberikan pertolongan serta keselamatan

baginya, tentunya hal ini merupakan hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-

Nya. Makna dari ayat ini bahwa ketika manusia berdo‟a berkenyakinan bahwa

yang maha melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Menerima dan yang

7 Syaikh Imam Al Qurtubi, Al Jami‟ li Ahkaam, diterjemahkan oleh Sudi Rosadi dkk. dengan

judul Tafsir Al Qurtubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 375. 8Ibnu Taimiyah, Qaidah Jalilah Fi At Tawassul wa al Wasilah, diterjemahkan oleh Misbahul

Munir dkk. dengan judul Ibadah tanpa Perantara kaidah-kaidah tawassul, (Jakarta: Pustaka As-

Sunnah, 2006), h. 117-118.

Page 47: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

38

mengabulkan do‟a selain Allah Swt., maka ia telah melakukan bid‟ah, bahkan

dosa yang sangat besar yaitu syirik. Karena apa pun bentuk do‟a yang amalkan

seperti ziarah kubur, tawassul, istighosah, dan lain-lain. Kalau diamalkan

berdasarkan kenyakinan, rasa iman dan ketakwaan kepada Allah Swt. akan

menjadi akan menjadi perantara untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya.

4. Hadis larangan bertawassul kepada yang sudah wafat

نسااأ ارضيا)ا;وخ ر اخ ن

اسااأ ايصتصقاةاىهت ا اكدف اكناإذا اللانيبا ف اال اختد اا:وكالاا.ة اافتصلي اانصتصقاإلماةنتي اإاان

وإااا,الينا اافيصل اافاشل ابي واإلماةه ش خاريارواهاالاا (جخ

“Dari Anas bahwa Umar Radliyallaahu 'anhu bila orang-orang

ditimpa kemarau ia memohon hujan dengan tawasul (perantaraan Abbas Ibnu Abdul Mutholib. Ia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu memohon hujan kepada-Mu dengan perantaraan Nabi kami,

lalu Engkau beri kami hujan, dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan. Lalu

diturunkan hujan kepada mereka.” (H.R Bukhari)

Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahih-nya sebuah riwayat dari

anas, bahwa Umar bin Khatab, bila datang kemarau, memohon hujan dengan

perantara Abbas bin Abdul Muthalib.Umar berkata (artinya):

“Ya Allah dahulu kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi kami, maka engkau turunkan hujan untuk kami, maka kini kami bertawassul

kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untuk kami.”

Ibnu Zubair dalam kitabnya al-Ansab menyatakan pula kisah ini dari sisi

lain, dengan lebih luas dan panjang. Ringkasnya sebagai berikut:

“Diceritakan dari Ibnu Umar bahwa Umar bin Khatab telah minta

hujan melalui Abbas Ibn „Abd Muthalib pada tahun debu9 Umar berkhutbah: “Hai manusia, sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. memandang Abbas sebagai orang tuanya sendiri, maka hendaklah

kalian meminta bantuan dengan Rasulullah melalui abbas. Jadikan dia washilah kepada Allah. Berdo‟alah, hai Abbas!” Maka Abbas pun

berdo‟a.

9Disebut tahun debu karena banyaknya debu beterbangan karena lama tidak turun hujan.

Page 48: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

39

Ada sebagian orang yang menggunakan atsar ini sebagai dalil bahwa

tawassul dengan yang telah meninggal dunia tidak boleh, sebab Sayidina „Umar

bertawassul dengan Sayidina „Abbas radhiyallahu „anhu yang masih hidup.

Adalah hak umar untuk mengimami orang dalam shalat istisqa‟ itu, tetapi beliau

mundur dari haknya itu kemudian ia memajukan Abbas. Tindakan itu dilakukan

selain untuk menghormati Nabi dan menghargai keluarga beliau. Juga

dimaksudkan untuk mendahulukan paman beliau atas dirinya. Hal itu juga

merupakan tindakan nyata dari tawassulnya Umar dengan Rasulullah dengan

segala cara yang mungkin. 10

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: Dari kisah abbas ini dapat diambil faidah

bahwa disukai (disunnahkan) meminta syafa‟at kepada ahli kebaikan, orang-

orang shaleh dan ahli bait Nabi. Dalam hadis ini juga terdapat keutamaan Abbas

dan keutamaan Umar bin Khatab karena ketawadhu‟annya di hadapan Abbas.11

Dalam kaitannya dengan hadis ini sebenarnya bisa juga termasuk

tawassul/perantara yang bersifat umum seperti dalam halnya sholat istisqa‟ yang

dulu Umar bin Khatab bertawassul dengan Nabi Saw. dalam hal memimpin

pelaksanaan sholat istisqa‟, imam, berkhutbah, dan do‟a yang semuanya itu

hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup saja dan ketika Nabi

Saw. wafat hal tersebut dilakukan oleh paman Nabi dan itupun Umar bin Khatab

lakukan karena bentuk ketawadhu‟annya kepada Ahlul Bait Nabi dan

bertawassul/perantara Abbas bib Abdul Muthalib dalam pelaksanaan sholat

istisqa‟dan juga menjadi contoh bertawassul kepada orang shaleh yang

dimuliakan Allah Swt.

Menurut Ibnu Taimiyah, bertawassul dengan iman dan taat kepadanya (Nabi

Muhammad Saw.) wajib atas setiap orang dalam keadaan apa pun, lahir dan

batin. ketika Rasulullah hidup atau sudah wafat, sewaktu beliau ada atau tidak

ada. Tak ada alasan dan keberatan apapun pada setiap orang untuk tidak

bertawassul. Tak ada alternatif lain untuk mencapai kemuliaan dan kasih Allah

10

Muhammad Alawy Al Maliky, Mafahim Yajib An Tushahhah , diterjemahkan oleh indri

mahally fikry dengan judul Paham-paham yang perlu diluruskan, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1994),

h. 183-185. 11

Darwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 376.

Page 49: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

40

serta menyelamatkan diri dari adzab-Nya, kecuali dengan iman dan taat kepada-

Nya.12

Dalam hal berziarah ada namanya ziarah bid‟iyah adalah ziarah yang

dimaksudkan memohon kepada si mayit untuk memenuhi hajat seseorang, atau

minta do‟a dan syafa‟at kepadanya, atau berdo‟a di dekat kuburannya dengan

kenyakinan bahwa dengan itu akan lebih di kabulkan do‟anya. Semua bentuk

ziarah seperti itu adalah mubtada‟ah (diada-adakan) dan tidak diajarkan oleh

Nabi Muhammad Saw. serta tidak dilakukan para sahabat beliau, baik di

kuburan beliau sendiri maupun di kuburan orang lain. Tindakan seperti itu

termasuk jenis syirik dan menyebabkan timbulnya syirik. Shalat di kuburan para

nabi dan orang-orang shalih tanpa maksud berdo‟a dan mohon do‟a mereka

(seperti menjadikan kuburan mereka sebagai masjid) adalah haram dan dilarang.

Dan orang yang mengerjakan hal itu akan mendapat murka dan laknat dari Allah

Swt.13

Memohon kepada orang mati tidak diajarkan dalam syari‟at. Tidak wajib,

tidak dianjurkan dan tidak dibolehkan. Tak seorangpun sahabat Nabi Saw. dan

tabi‟in yang melakukannya dan tak ada salaf yang menganjurkannya. Sebab

tidak mengandung kemaslahatan, kerusakan. Syari‟at Islam hanya menyuruh

hal-hal yang mengandung kemaslahatan. Tak ada kemaslahatan dalam hal

memohon kepada orang mati, bahkan yang ada kerusakan sederhana maupun

kompleks. Dan itu tidak dianjurkan syari‟at. 14 dan malaikat itu memintakan

ampunan untuk orang beriman tanpa diminta. Menurut hadis dikatakan bahwa

sekalian nabi-nabi itu terutama Nabi Muhammad Saw. akan mendo‟akan dan

akan memberi syafa‟at umat yang baik-baik. Baru boleh mendo‟akan setelah

diizinkan oleh Allah Swt. apabila tidak di syari‟atkan do‟a malaikat maka juga

tidak di syari‟atkan do‟a nabi-nabi yang telah wafat. Karena itu mereka tidak

diminta mendo‟akan dan memberi syafa‟at.15

12

Ibnu Taimiyah, At Tawassul wa al Wasilah, diterjemahkan oleh Su‟adi Sa‟ad dengan judul

Tawassul dan Wasilah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), h. 1. 13 Ibid., h. 18. 14

Ibid., h. 56. 15

Ibid., h. 59.

Page 50: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

41

Kaum Wahabi berpendapat bahwa memuliakan hari kelahiran dan kematian

dari para wali adalah dilarang dan haram.16 Dan tawassul kepada wali Allah

adalah soal yang digemari dikalangan umat Islam di dunia. Sejak awal syari‟at

Islam disampaikan melalui Rasulullah Saw. legalitasnya juga telah dinyatakan

melalui hadis-hadis.17 Kaum musyrikin yang diungkapkan Allah dan Rasul-Nya

dapat dibagi jadi dua kategori: kaum Nabi Nuh dan kaum Nabi Ibrahim. Sumber

kesyirikan kaum Nabi Nuh karena beribadat di kuburan para shalihin, kemudian

mereka membentuk patung-patung lalu menyembahnya. Sedangkan pada kaum

Nabi Ibrahim karena penyembahan kepada bintang-bintang, matahari dan bulan.

Mereka semua (kaum Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim) sama-sama menyembah jin.

Setan telah mengusik dan membantu mereka dalam melaksanakan sesuatu yang

tak difahami. Mereka yakin menyembah malaikat, di mana sebenarnya mereka

menyembah jin. Jin lah yang menolong dan menghendaki kesyirikan mereka itu.

Karena setan berhasil membisikkan ke telingnya dan menggoda mereka.18

Sebagian ulama menganggap tawassul adalah perbuatan bid‟ah, namun

terdapat kontroversi di antara para ulama sejak dulu hingga kini dalam

memahami masalah bid‟ah. Kontroversi ini tidak saja berimbas pada perbedaan

sikap dan prilaku di kalangan umat Islam, tetapi juga dalam penerimaan dan

penolakan terhadap tradisi-tradisi lokal dan penyerapan budaya-budaya luar.

Ada di antara mereka yang sangat ketat, ada yang longgar, dan ada yang lebih

liberal. Semua pendapat tersebut tidak lepas dari pemahaman terhadap hadis ini:

اا اةدنثااكافإن مدذث , ىثاةدنثاؽلااوكاا

“Sungguh, semua yang baru diadakan adalah bid‟ah. Dan setiap bid‟ah adalah sesat.”

16

Muhammad bin Abdul Wahab, Op. Cit., h. 107. 17

Ibid., h. 125. 18

Ibid., h. 27.

Page 51: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

42

Titik perbedaan dalam memahami hadis di atas terletak pada kata “كا”. Satu

pihak memahami kata “كا” bermakna “seluruh” sehingga seluruh bentuk bid‟ah

adalah sesat. Pihak yang lain memahami kata “ كا” bermakna “sebagian besar”.19

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, seorang tokoh wahabi, secara tegas

menyatakan bahwa redaksi tersebut (اؽلىثا اةدنث berbentuk kulliyah „ammah (وك

(umum dan mencakup) yang dibatasi oleh kata alat yang menunjukan

komprehensifitas dan keumuman, yaitu kata “كا”. Mengingat redaksi tersebut

dari Nabi Saw. yang—dalam konteks ini—memiliki tiga kesempurnaan: nasihat

dan kemauan yang sempurna, penjelasan dan kefasihan yang sempurna, dan

ilmu pengetahuan yang sempurna, maka redaksi di atas tiada lain menunjukan

kepada apa yang dimaksud oleh makna-makna hadis itu sendiri. Lantas, apakah

bid‟ah terbagi menjadi tiga bagian atau lima bagian selamanya tidak benar.

Demikian pula apakah semua yang diklaim oleh sebagian ulama bahwa di sana

ada bid‟ah hasanah (bid‟ah yang baik). Maka, jawabannya tidak lepas dari dua

hal. Pertama, bukan bid‟ah tetapi disangka bid‟ah. Kedua, Bid‟ah yang buruk

tetapi diketahui keburukannya. 20

Al-Habib Zainal „Abidin Al-„Alawy menolak keras pandangan di atas. Para

ulama memberikan penjelasan bahwa hadis ini termasuk hadis umum yang di-

takhshish. Yang dimaksud hal-hal yang diadakan (muhdatsat) dalam hadis di

atas adalah hal-hal baru yang dibuat-buat yang bathil dan bid‟ah-bid‟ah yang

tercela yang tidak memiliki dasar dalam hukum syara‟. Bid‟ah inilah yang

dilarang. Berbeda dengan bid‟ah yang memiliki dasar dalam hukum syara‟.

Bid‟ah ini adalah bid‟ah terpuji, karena ia adalah bid‟ah hasanah dan termasuk

19

Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah wal Jama‟ah dalam Persepsi Tradisi NU, (Jakarta:

Lantabora Press, 2006), h. 231-237. 20

Muhammad Hasyim Asy‟ari, Risalah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama‟ah, diterjemahkan oleh

Rosidin dengan judul Risalah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama‟ah, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2015), h.

47.

Page 52: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

43

sunnah Khulafaur Rasyidin serta sunnah imam-imam yang mendapatkan

petunjuk.21

Bid‟ah yang tidak diwajibkan maupun dianjurkan adalah bid‟ah yang buruk,

dan suatu kesesatan (dlalalah). Jika ada yang mengatakan sebagian bid‟ah itu

baik (hasanah). Artinya bid‟ah itu punya dalil syar‟i bahwa ia dianjurkan.

Sedangkan bid‟ah yang tidak diwajibkan maupun dianjurkan, tidak seorang pun

dari kaum muslimin yang menganggapnya kebaikan untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Orang yang mengerjakannya sesat dan mengikuti jalan syetan.22

Segala perbuatan yang tidak disyari‟atkan dalam Islam adalah perbuatan

yang tertolak. Sebagian ulama menganggap tawassul adalah perbuatan bid‟ah,

kontroversi di antara para ulama dalam memahami masalah bid‟ah.

Ulama-ulama Wahabi selalu memfatwakan bahwa mendo‟a dengan

tawassul adalah bid‟ah, bahkan Syirik/Haram. Hal ini tidak heran karena faham

Wahabi itu adalah penerus yang fanatik dari fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah.23

Pembangun faham ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab. Oleh karena itu,

orang menamakan gerakan atau fahamnya dengan Wahabiyah24, Sekalipun ada

di antara mereka berbeda pandangan dalam sejumlah masalah hukum Islam.25

Menurut Ibnu Taimiyah, berdo‟a kepada para nabi dan para malaikat lalu

meminta syafa‟at merupakan bentuk yang tak disyari‟atkan oleh Allah Swt..

Rasul Saw. pun tak diutus untuk itu dan al-Qur‟an tak diturunkan karenanya.

Para sahabat dan para tabi‟in pun tak ada yang melakukannya, juga tak

diperintahkan oleh para ulama. Jika hal itu dilakukan kebanyakan orang yang

tekun beribadah serta zuhud, lalu beralasan dengan hikayat-hikayat atau mimpi,

maka jelas ini dari syetan.

21

Zaenal Abidin Al-Maliki Al-Husaini, Al-Ajwibah al-Ghaliyah fi‟Aqidah al-Firqah an-Najiyah

diterjemahkan oleh H.M. Fadlil Sa‟id An-Nadwi dengan judul Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah Wal

Jama‟ah, (Surabaya: Khalista, 2009), Cet. 1, h. 47-48. 22

Ibnu Taimiyah, At Tawassul wa al Wasilah, diterjemahkan oleh Su‟adi Sa‟ad dengan judul

Tawassul dan Wasilah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), h. 13. 23

Siradjuddin Abbas., Op. Cit. h. 2. 24

Penamaan golongan ini dibangsakan kepada Abdul Wahab, bapak Muhammad bin Abdul

Wahab. Sebenarnya menamakan gerakan ini dengan “Wahabiyah”. Lebih lanjut lihat I‟tiqad

Ahlussunnah Wal Jama‟ah, Siradjuddin Abbas, h. 309. 25

Sayyid Hasan al Saqqaf, as-Salaffiyah al-Wahahaabiyyah, Afkaaruha al-Asaasiyyah wa

Judzuuruha al-Taariikhiyyah diterjemahkan oleh Ahmad Anis dengan judul Mini Ensiklopedi Wahabi,

(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2015), h. 4.

Page 53: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

44

Rasulullah Saw. bersabda:

ا ارداا اذ ااىيسا ذاا ا مراخدثافاأ

أ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR.

Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Maksud dari hadis diatas adalah suatu perkara yang baru tidak ada asalnya

di dalam asalnya atau sumber utama umat Islam, yaitu al-Qur‟an dan al-Hadis.

Pendapat golongan yang mengartikan bid‟ah secara umum yaitu segala sesuatu

yang tidak dilakukan Nabi itu keliru. Bid‟ah bukan berarti sesuatu yang baru

yang tidak dilakukan Nabi, tapi sesuatu yang baru yang bertentangan dengan al-

Qur‟an dan Hadis Nabi Saw. Kalau memang bid‟ah itu sesuatu yang baru yang

tidak dilakukan Nabi Saw. berarti para sahabat banyak melakukan perbuatan

bid‟ah karena sahabat banyak melakukan perbuatan yang tidak dilakukan oleh

Nabi Saw. Contohnya: sholat tarawih ditetapkan waktunya, rakaatnya, dengan

berjamah, satu waktu. Berarti apa yang dilakukan oleh Umar bin Khatab adalah

bid‟ah. Tentunya sahabat tidak akan melakukan itu, kecuali dikatakan bid‟ah

hasanah. Utsman bin Affan membuat adzan pertama ada di setiap Sholat

Jum‟at, padahal zaman Nabi tidak dilakukan. Ali bin Abi Thalib menulis Ilmu

Nahwu berarti bid‟ah, kemudian kalau misalkan sahabat tidak tidak termasuk.

Kemudian tabi‟in atau tabi‟it-tabi‟in melakukan sesuatu yang baru dan tidak

dilakukan oleh Nabi dan sahabat, adanya madzhab zaman sahabat tidak ada

madzhab berarti bid‟ah. Itu berarti madzhab adalah bid‟ah: Abu Hanifah, Imam

Malik, Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad bin Hanbal, kalau generasi setelahnya

tidak termasuk, kalau begitu Imam Bukhari dan Imam Muslim dan Imam Hadis

yang lain bid‟ah mengumpulkan hadis, kitab-kitab tafsir bid‟ah, ilmu ushul, fiqh,

dan lain-lain. Tentunya kalau bid‟ah adalah semua perkara yang baru banyak

bid‟ah yang terjadi.

Page 54: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

45

2. Tawassul yang disyari‟atkan dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah

1. Q.S. Al-Maidah [5]:35

اشبييۦا اف دوا اوج ثشيي خ اٱل اإلخ ا خغ اوٱبخ اٱلل ا ل اٱت ا اءا ي اٱل ا ح

أ ي

يدنا اتفخ خ ا.ىهيس

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Abu Wail, Al-Hasan, Mujahid, Qatadah, As-Suddi, dan Ibnu Zaid, serta

diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Atha, dan Abdullah bin Katsir, شييثا خ adalah ٱل

pendekatan yang diupayakan.26 شييثا خ ditafsirkan oleh Imam Qatadhah yaitu ٱل

dekatkanlah diri kalian kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepadanya

dan beramal shaleh karena hal tersebut yang menjadi perantara kepada Allah

Swt. Dan di athf-kannya ayat: شييثا خ اٱل اإلخ ا اوٱبخخغ (Dan carilah jalan yang

mendekatkan diri kepada-Nya) kepada ayat: ا اٱلل ا اٱتل ا اءا ي اٱل ا حأ اي (Hai orang-

orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah), mengindikasikasikan bahwa

wasilah adalah selain ketakwaan. Ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah

ketakwaan, karena wasilah adalah penguasaan perkara dan semua kebaikan.

Berdasarkan makna ini, maka redaksi kedua merupakan penafsiran yang

pertama.27

Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dengan

mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan juga

memerintahkan untuk mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan

jalan yang di ridhoi serta di cintai-Nya, sesuai dengan syariat Islam.

26

Syaikh Asy-Syanqithi, Adhwa‟ Al Bayan fi Idhah Al-Qur‟an bi Al Qur‟an, diterjemahkan oleh

M.Fauzun dkk. dengan judul Tafsir Adhwa‟ul Bayan,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 366. 27

Ibid., h. 66.

Page 55: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

46

2. Q.S. Al-A‟raf [7]:180

ا اءااولل شخ نااٱلخ صخ نهافااٱلخ ااٱدخ اوذروا ا اة ي ااٱل ه م شخ

اأ اف اييخددون ناا ۦ زوخ شيجخ

ينا ااحهخ ااك اا١٨٠

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya

dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti

mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. Al-A‟raf [7]:180)

Ayat ini memerintahkan hamba-hamba Allah untuk berdo‟a kepada-Nya

dengan menggunakan nama-nama-Nya. Karena do‟a yang menggunakan nama-

nama dan sifat-sifat-Nya mudah dan lebih dekat dikabulkan.

3. Q.S. An-Nisa [4]:64

نا الفاعابإذخ اإل ارشل ا ا رخشيخاأ ا او اجاءوكااٱلل خ فص

اأ ا ي اإذاك خ ج

اأ خ ول

افا فروا خغخ ااٱشخ فراوااٱلل خغخ ااٱشخ جدواااٱلرشلال ال اااٱلل اةاارخي ٦٤ح

“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati

dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan

Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa [4]:64)

Ayat ini dengan jelas menerangkan dijadikannya Rasulullah Saw. sebagai

wasilah kepada Allah Swt. bahwa para nabi dan para wali itu hidup dalam kubur

mereka, dan arwah mereka di sisi Allah Swt.. Barangsiapa bertawassul dengan

mereka da menghadap kepada mereka, maka mereka menghadap kepada Allah

dalam rangka tercapainya permintaannya. Para nabi dan para wali tidak memiliki

kekuasaan apapun, mereka hanya diambil berkah dan dimintai bantuan karena

kedudukan mereka sebab mereka adalah orang-orang yang dicintai Allah swt.28

Ayat ini mengandung pemberitahuan dari Allah Swt. bahwa Allah

memiliki nama-nama secara global dan tanpa dirincikan. نا صخ اٱلخ adalah bentuk

28Zainal Abidin., Op. Cit., h. 78.

Page 56: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

47

ta‟nits dari al ahsan (yang paling baik) yakni, nama-nama yang paling baik

karena menunjukan kepada sebutan yang paling baik dan paling mulia.

Kemudian Allah memerintahkan agar memohon kepada-Nya dengan nama-nama

itu ketika ada kebutuhan, karena sesungguhnya apabila Allah diseru dengan

nama-nama-Nya yang paling baik itu, maka itu termasuk sebab-sebab

dikabulkannya permohonan itu. Penyimpangan dalam hal nama-nama Allah

Swt. ada tiga macam, yaitu: dengan mengubah, sebagaimana yang dilakukan

oleh orang-orang musyrik, yang mana mereka mengambil nama Laata dari nama

Allah, „Uzzaa dari Al‟Aziz, dan Manaat dari Al Mannan. Atau dengan

menambahinya, yaitu dengan mereka nama-nama dari mereka sendiri yang tidak

diizinkan Allah. Atau dengan menguranginya, yaitu menyeru-Nya dengan

potongannya saja tanpa menyertakan potongan lainya.29

Firman Allah ini adalah perintah Allah agar manusia melakukan ibadah

dengan ikhlas karena-Nya. Selain itu, ayat ini merupakan perintah untuk

menghindari orang-orang yang musyrik dan orang-orang yang sesat.30

Allah Swt. mempunyai 99 nama-nama yang merupakan nama-nama yang

mulia dan Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-Nya untuk memohon

kepada-Nya dengan nama-nama Allah Swt. dan dengan izin Allah, hal tersebut

bisa menjadi wasilah terkabulnya do‟a kita dan kita juga diperintahkan untuk

selalu mengingat Allah dengan nama-nama-Nya yang mulia dan menjauhi dari

perbuatan-perbuatan syirik kepada-Nya.

Penjelasan dari ayat ini, اأرخشيخا ا ارشلاو ا اا (Dan Kami tidak mengutus

seorang Rasul), ا di sini adalah tambahan untuk penegasan: الفاعا اإل

(melainkan untuk ditaati) apa yang diperintahkannya dan apa yang dilarangnya

ا اٱلل ابإذخن (dengan izin Allah), yakni: Dengan sepengetahuan Allah. Ada juga yang

mengatakan, yakni dengan petunjuk Allah. خا اأفص ا ي اك اإذ خ اأج خ Sesungguhnya) ول

29

Asy-Syanqithi., Op. Cit., h. 326-327. 30

Al Qurtubi, Op. Cit., h. 819.

Page 57: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

48

jikalau mereka menganiaya dirinya) dengan tidak mentaatimu dan berhakim

kepada selainmu, جاءوكاا (datang kepadamu) meminta wasilah (perantara)

kepadamu dengan mengakui kejahatan dan penyelisihan mereka, ا اٱلل فروا خغخ افٱشخ(lalu memohon ampun kepada Allah) atas dosa-dosa mereka, dan meminta maaf

kepadamu agar engkau memintakan syafa‟at bagi mereka, lalu engkau

memintakan ampun bagi mereka. Disini Allah menyebutkan dengan

redaksi:ا اٱلرشل ال فر خغخ (dan Rasul pun memohonkan ampun kepada mereka) وٱشخ

dalam bentuk pemalingan karena mengandung maksud pengagungan perihal

Rasul Saw, ا اٱلل جدوا ال ارخي اةا ااح (tentulah mereka mendapati Allah Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang), yakni: Banyak memberikan taubat dan

rahmat kepada mereka.31

Dari ayat ini, Allah menyuruh hamba-Nya untuk mentaati Rasul-Nya yaitu

Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah dan ketika memohon kepada Rasul,

Rasulpun akan memohonkan kepada Allah dan tidak akan diterima permohonan

tersebut tanpa izin dari Allah karena pada hakikatnya Allah yang Maha

Menerima do‟a serta maha penyanyang dan penerima taubat.

ا ه اربخ اعل خ اتل اول ةدااأ ات ا خ ا خد

اأ اعل احػو اول ااۦ اة

ازفروا خ اإج اٱللصلنااۦورشلا اف خ ااو اح ٨٤و

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di

kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik .” (Q.S. At-Taubah [9]: 84).

Allah melarang Nabi Saw. menyembahyangkan dan mendo‟akan mereka

karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam

kekafiran. Jika Allah melarang hal itu karena satu sebab (kekufuran), maka

larangan itu tak berlaku jika tidak ada sebabnya. Ini juga membuktikan bahwa

31

Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad As -Syaukani, Fathul Qadir diterjemahkan oleh

Amir hamzah dkk. dengan judul Tafsir Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.912-913.

Page 58: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

49

selain mereka (orang kafir) boleh disembahyangkan jenazahnya dan dido‟akan

di atas kuburannya. Dengan demikian, melaksanakan atas mayat orang Mukmin

dan berdo‟a atas kuburannya adalah tuntunan sunnah yang mutawatir. Nabi

Muhammad Saw. menyembahyangkan orang Muslim yang mati dan

mensyariatkannya bagi umatnya, dan jika dikuburkan seseorang diri umatnya.

Bentuk ziarah ke kuburan kaum Mukmin ini dimaksudkan untuk berdo‟a. Ada

juga ziarah umum yang dibolehkan walaupun ziarah itu ke kuburan orang kafir.

Sebagaimana tersebut dalam Sahih Muslim dan Abu Dawud, Nasa‟i dan Ibnu

Majah, dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah datang ke kuburan ibunya lalu

menangis, dan orang di sekelilingnya ikut menangis. Lalu bersabda (yang

artinya):

“Saya minta izin kepada Allah untuk memintakan ampun baginya tapi Ia

tidak memberi izin. Maka saya minta izin untuk menziarahi kuburannya,

dan Ia mengizinkan. Maka, berziarah kuburlah kamu sekalian, sebab Ia

akan mengingatkan kepada Hari Akhirat.”

Ziarah seperti ini—untuk mengingatkan kematian—adalah masyur‟

(dibolehkan agama), walaupun yang dikubur orang kafir. Sebaliknya, jika ziarah

dimaksud untuk mendo‟akan si mayit—itu hanya dibolehkan hanya untuk orang-

orang mu‟min.32

Berpegang dengan pendapat Ahlussunnah wal Jamaah33 itu, K. H.

Sirajuddin Abbas, seorang ulama Indonesia telah menerangkan jenis tawassul

yang dibolehkan. “Tawassul” artinya mengerjakan sesuatu amal yang dapat

mendekatkan diri kepada tuhan. Di dalam al-Qur‟an ada tersebut perkataan

“wasilah” dalam dua tempat yaitu:

32

Ibnu Taimiyah, Op. Cit., h. 16-17. 33

Golongan ini lahir pada akhir abad ke III Hijriyah Sebagai reaksi dari firqah-firqah yang sesat

maka timbullah golongan yang bernama kaum Ahlussunnah wal Jama‟ah, yang dikepalai oleh yaitu

syeikh Abu Hasan „Ali al Asy‟ari dan Syeikh Abu Mansur al Maturidi. Perkataan Ahlussunnah wal

Jama‟ah kadang-kadang dipendekkan menyebutnya dengan Ahlussunnah saja, atau sunny saja dan

kadang-kadang disebut „Asy‟ari atau Asya‟iriah, dikaitkan kepada guru besarnya yang bernama pertama

syeikh Abu Hasan „Ali al Asy‟ari.

Page 59: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

50

Pertama, pada surat al-Maidah ayat 35.34 Dalam ayat ini ada tiga hukum

yang dikeluarkan, yaitu: (1) kita wajib patuh (ta‟at) kepada Allah, (2) kita

disuruh mencari jalan yang mendekatkan diri kepada Allah, dan (3) kita disuruh

berjuang (perang) di jalan Allah. Kalau yang tiga ini dikerjakan maka kita ada

jaminan untuk mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat. Dan kedua, pada

surat al Isra‟ ayat 57 yang berbunyi:

شييثا خ اٱل ارب .يبخخغناإل

“Mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah).”

Demikian arti wasilah dalam al-Qur‟an. Maka mendo‟a dengan

bertawassul ialah mendo‟a kepada Tuhan, maka sekali lagi mendo‟a kepada

Tuhan dengan wasilah yaitu memperingatkan sesuatu yang dikasihi Tuhan.

Kalau dicontohkan kepada situasi keduniaan, umpamanya kita akan meminta

pekerjaan kepada sesuatu jawatan, tetapi kita terlalu begitu dikenal oleh kepala

kantor itu, maka lalu kita mencari jalan, yaitu menghubungi sahabat kita yang

bekerja pada kantor itu dan dengan pertolongannya permintaan kita untuk

bekerja terkabul. Ini permohonan dengan “wasilah” namanya. Atau dalam soal

ini kita langsung menemui kepala kantor dan dan langsung memohon kepadanya

untuk minta bekerja, dengan memperingatkan kepadanya bahwa kita yang

memohon ini adalah teman dari anaknya. Ini juga minta dengan “wasilah”

namanya.Wasilah macam ini hanya untuk sekedar untuk lebih memudahkan

terkabulnya permintaan yang memang pada dasarnya juga dapat dikabulkan.

Jangan keliru faham. Kita memohon hanya kepada kepala kantor, tidak kepada

kawan kita tadi dan bukan pula kepada anaknya itu, tetapi kawan kita atau

34

Bunyi ayat tersebut sebagai berikut:

دواافاشبييۦاىهيسا شييثاوج لخاٱلخ خغااإ اوٱبخ لااٱلل ااٱت اءا ياٱل ا ح

يدنايأ اتفخ ا.خ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang

mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat

keberuntungan.”

Page 60: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

51

anaknya itu sekedar membuka jalan untuk mendapatkan fasilitas. Begitu juga

mendo‟a dengan wasilah atau tawassul kepada Allah.35

Tawassul dengan kekasih Allah artinya menjadikan para kekasih Allah

sebagai perantara menuju Allah dalam mencapai hajat, karena kedudukan dan

kehormatan di sisi Allah yang mereka miliki, disertai kenyakinan, bahwa mereka

adalah hamba dan makhluk Allah Swt. yang dijadikan oleh-Nya sebagai aspek

segala kebaikan, barakah dan kunci pembuka setiap rahmat. Pada hakikatnya,

orang yang bertawassul itu tidak meminta hajatnya terkabulkan kecuali kepada

Allah dan tetap berkenyakinan bahwa Allah lah yang Maha Pemberi dan Maha

Menolak, bukan lainnya. Ia menuju kepada Allah dengan orang-orang yang

dicintai Allah, karena mereka lebih dekat kepada-Nya, dan Dia menerima do‟a

mereka dan syafa‟atnya dan karena kecintaan-Nya kepada mereka dan karena

cinta mereka kepada-Nya. Allah itu mencintai orang-orang baik dan orang

bertakwa.36

Di dalam berziarah juga di kenal dengan ziarah syar‟iyah, jika dalam

berziarah yang bermaksud untuk mendo‟akan si mayit, seperti shalat jenazah

yang dimaksudkan sebagai do‟a baginya. Berdiri (berdo‟a) di atas kuburannya

termasuk shalat atasnya.

Sebagian golongan ulama juga menganggap tawassul adalah perbuatan

yang disyari‟atkan. “Syariah” berasal dari kata bahasa Arab yang berarti jalan

yang harus diikuti. Secara harfiah ia berarti “jalan ke sebuah mata air.” Ia bukan

hanya jalan menuju keridhaan Allah yang Mahaagung, melainkan juga jalan

yang diimani oleh seluruh kaum muslimin sebagai jalan yang dibentangkan oleh

Allah, Sang Pencipta itu sendiri, melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad Saw.

Dalam Islam, hanya Allah Mahakuasa, dan Dia semata lah yang berhak

menetapkan jalan sebagai petunjuk hidup bagi manusia. Dengan demikian, maka

hanya syariah semata yang yang membebaskan manusia dari penghambaan

kepada selain Allah. Inilah sebabnya mengapa kaum muslimin diwajibkan

35

Siradjuddin Abbas, Op. Cit., 284-286. 36

Zaenal Abidin, Op. Cit., h. 74.

Page 61: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

52

berusaha untuk mengimplementasikan jalan tersebut dalam kehidupan, bukan

yang selainnya.37

Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik

berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan

kehidupan manusia. Dilihat dari segi hukum, syariat merupakan norma hukum

dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan

iman yang berkaitan dengan akhlak baik dalam hubungannya dengan Allah

maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum

dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi sebagai Rasul-Nya.

Karena itu, syariat terdapat di dalam al-Qur‟an dan di kitab-kitab hadis. Menurut

Sunnah (al-qauliyah atau perkataan) Nabi Muhammad, umat Islam tidak pernah

akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegang

teguh atau berpedoman kepada al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah.38

Dalil-dalil Hadis sebagai dasar disyari‟atkannya tawassul adalah:

4. Tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.

1. Sebelum Nabi Saw. lahir

Imam Hakim an-Naisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa

Nabi Saw. bersabda:

االلا كالا ل اوشي رش ا غلىااللانيي اكالاياارب فيئث اال ااارتفاآدم لا ا ال د ام ابق لم

شأاأ االلاإن اذلال ال انرفجاا:دفرت انيف اآدم يا

ا خيلاأ اول دا اا:كالا م ا اف اوجفخج ابيدك اخيلخن ا ال م

ال ارب يا

ا اإل اإل ال با هخ ا ااىهرش ان اكاعل يج

افرأ س

ارأ ارذهج اللااروخم

يقاإلما اال خباأ احؾفاإلااشماإل مال

جاأ لااللاذهي دارش م

االلا اإلاا:ذلال يق اال خبال اإ ايااآدم اذلدادفرتا غدكج ادننابل

ااخيلخما دا لام ا(وغدد أخرجاالازافااىصخدرك)الماول

37

Abdur Rahman I. Doi, The Islamic Law, diterjemahkan oleh Usman Efendi dan Abdul Khaliq

dengan judul Inilah Syaria‟ah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas,1990), h. 1. 38

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonesia) (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 47.

Page 62: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

53

“Rasulullah bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia

berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku”. Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum Aku

ciptakan?” Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau ciptakan diriku dengan kekuasaan-Mu dan Engkau hembuskan ke

dalamku sebagian dari ruh-Mu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis kalimat “Laa ilaaha illallaah muhamadur Rasulullah” maka aku mengerti bahwa Engkau

tidak akan mencantumkan sesuatu dengan nama-Mu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab: “Benar Adam,

sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu”. (HR.

Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini adalah shahih dari segi sanadnya)

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Al-Hafizd As-Sayuty dalam

kitabnya Al-Kasha”ish Al-Nubuwwah. Juga oleh Baihaqy dalam Dalail

Al-Nubuwwah. Hadis tersebut di shahihkan pula oleh Al-Qasthalany, Al-

Zaraqani dan Syeikh Ibnu Jauzi. Namun ada pula yang berpendapat

mengenai kedudukan derajat hadis ada yang menolak hadis tersebut juga

ada yang memandang palsu, seperti: Az-Zahaby dan ulama lainnya.

Sebagian lagi menilainya lemah (dhaif), dan sebagian yang lainnya menilai

mungkar (bagian dari hadis dhaif).jadi penilaian mereka tentang hadis

tersebut berbeda-beda.39

Dalam hadis ini, tawassul dengan Nabi terjadi sebelum alam semesta

mendapat kehormatan menerima kehadirannya. Oleh sebab itu, yang

terpenting bagi sahnya tawassul ialah bahwa yang digunakan sebagai

perantara (mutawassal bih) haruslah memiliki kedudukan tinggi di sisi

Tuhannya. Jadi sama sekali tidak disyaratkan bahwa ia harus masih hidup

di dunia ini.40

Rasulullah yang merupakan Makhluk-Nya yang paling dicintai

mendapat kedudukan yang mulia disisi-Nya, tentunya hal ini membuat

39

Muhammad Alawy Al Maliky, Op. Cit., h. 146. 40

Ibid., h. 152.

Page 63: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

54

segala apa yang berkaitan dengannya merupakan sesuatu yang paling di

cintai. Tawassul merupakan memohon kepada Allah Swt. dengan

menyebutkan sesuatu yang dicintai dan diridhoi Allah Swt.

2. Nabi Saw. ketika masih hidup

Rasulullah mengajarkan doa bertawassul dengan menyebut nama

beliau, tidak hanya berlaku bagi orang buta tersebut dan di masa Rasul

hidup saja, sebab Rasulullah tidak membatasinya. Dan seandainya

tawassul setelah Rasulullah wafat dilarang, maka sudah pasti Rasulullah

akan melarangnya dan menyatakan bahwa doa ini hanya boleh dibaca oleh

orang buta tersebut ketika Rasul masih hidup.

Rasulullah Saw. bersabda:

يفا اخ اة ان اخر االنبا خ ت

اأ االص اضير ارجل ن

غلىااللانييا أ

ا وشي االلاعل ايرد اة دناأ ادعء ن لااللاني ةصياذلالاذلالاياارش

اكدا اإن د ام ايا ث االرح اب م تياةن اإلم ج ح

اوأ لم

شأاأ اإن االي اكو ل

عءا اال ذا افدعاة اجفس اف هن اوطف اف ه اطف لياأ ارب اةماإل ج ج ح

ةصاذلا .اماوكداأ

“Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang

kepada Rasulullah berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan

saya”. Rasulullah berkata:“Bacalah doa (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya

aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah

aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak).

Atas dasar hadis ini, maka Syeikh Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad

menulis dalam kitabnya. Akan tetapi orang lain berkata bahwa tawassul itu

adalah bersumpah kepada Allah dengan Nabi. Padahal seseorang tidak

boleh bersumpah kepada Allah dengan Makhluk. Namun, Imam Ahmad

Page 64: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

55

dan Ibnu Taimiyah dalam salah satu riwayat membolehkan bersumpah

dengan Nabi.41

Doa tersebut memang benar-benar dibaca oleh orang yang buta, bukan

didoakan oleh Rasulullah Saw. Sementara Nasiruddin al-Albani (ulama

Wahhabi) berpendapat bahwa orang buta tadi sembuh karena didoakan

oleh Rasulullah. Pendapat ini sama sekali tidak ada dasarnya dan

bertentangan dengan riwayat al-Hakim diatas. Hal ini dikarenakan setelah

al-Albani tidak mampu melemahkan hadits ini secara sanad, lantas al-

Albani dan kelompoknya berupaya untuk mengaburkan makna teks hadits

tersebut dengan menyatakan bahwa doa itu dibacakan oleh Rasulullah.

Hali itu dilakukan karena ia telah terlanjur melarang tawassul, sehingga ia

memalingkan makna hadits di atas dengan berdasarkan nafsunya.

3. Nabi Saw. sesudah wafat

Walaupun Rasulullah wafat, umat Islam meyakini bahwa Rasulullah

tetap bisa mendo‟akan kepada umatnya. Sebagaimana diterangkan dalam

sebuah hadis:

اوشي كالا انيي االل ا غلى ج ا ااأ افإذا اىس اخي ات اوم اخي خيات

احدتا ا اخي يجارأ افإن اىس خ

اأ اعل اتهرض اىس ا اخي اوفات كج

ااوإنارأ اتهال االل ااشخغفرتاىس ا رواهااةاشهداناةسراةا( يجاش )نتدااللامرشل

“Hidupku lebih baik dan matiku juga lebih baik bagi kalian. Jika aku wafat maka kematianku lebih baik bagi kalian. Amal-amal kalian

diperlihatkan kepadaku. Jika aku melihat amal baik, maka aku memuji kepada Allah. Dan jika aku melihat amal buruk, maka aku

mintakan ampunan bagimu kepada Allah”. (HR. Ibnu Sa‟d dari Bakar bin Abdullah secara mursal)

Maka semakin jelaslah bahwa Nabi Muhammad Saw. selalu

memohon ampun bagi umatnya, dan istigfar merupakan do‟a yang sangat

bermanfaat bagi umat (lantaran mereka mengambil manfaat daripadanya).

41

Ibid., h. 165.

Page 65: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

56

Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda (artinya):

“Tidaklah seorang memberi salam atasku kecuali Allah mengembalikan ruhku sampai aku membalas salam mereka.” (H.R.

Abu Dawud dari Abu Hurairah)

Menurut Imam Nawawy, hadis ini sanadnya sahih. Memperhatikan

hadis ini, maka jelas sekali bahwa Nabi Saw. selalu menjawab salam atas

umat Islam.42 Maksud hakiki dari tawassul adalah Allah Swt. sedangkan

sesuatu yang dijadikan sebagai perantara hanyalah berfungsi sebagai

pengantar dan atau mediator untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

artinya tawassul merupakan salah satu cara atau atau jalan berdo‟a dan

merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu menghadap Allah Swt.43

Seseorang yang mulia disisi Allah pastilah ketika hidupnya sangat

memberikan manfaat bagi makhluk yang lain dalam berbuat kebaikan dan

apakah setelah dia wafat hal tersebut tidak bermanfaat lagi seperti

“bangkai” yang di buang di sungai? Tentunya tidak. Jasad makhluk Allah

yang mulia pastinya mendapatkan kemuliaan dan keutamaan di

bandingkan makhluk-makhluk Allah yang lainnya dan tetap bisa

memberikan manfaat dan kebaikan dengan izin Allah Swt.

4. Tawassul yang dilakukan sahabat

Utsman bin Hunaif juga telah mengajarkan tawassul kepada orang lain

setelah Rasulullah wafat. Dan kalaulah tawassul kepada Rasulullah

dilarang atau bahkan dihukumi syirik maka tidak mungkin seorang sahabat

akan mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah ,

karena ia hidup di kurun waktu terbaik, yaitu sebagai sahabat Nabi.

Rasulullah Saw. bersabda:

يفا اخ اة ان اخر انا خ اخف اة ان

اخر اإل ايخيف اكن ارجل نفا أ

ا ااب افيق اخاجخ اف احلر اول اإل اييخفج ال ان اخر اوكن خاجخ

42

Ibid., h. 163. 43

Abdul Hakim M., Implementasi Aswaja dalam Peribadatan kepada Allah (Cirebon: Pustaka

Syahadat, 2009), h. 57.

Page 66: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

57

اأ ؽ اذخ ة

يفاائجااليؾأ اخ اناب اخر اذلالال افظكاذلماإل يف خ

ا اذياركهخي صجدافػو اائجاال ااث اإلماةنتي ج ح

لماوأ

شأاأ اإن الي

اوحذنرا اخاجت ال اذيلض م ارب اإل اةم ج حاأ اإن د ام ايا ث االرح ب

اثا ال اكال ا ا م افػ االرجو افاجفيق هم ا روحاأ اخت اةاباخاجخم ت

اأ

انا اخف اة ان ا خر اناة

اخر اعل دخيافأ ابيده خذ

اأ اخت اب اال فجاءه

اا اوكؾا اذلالاخاجخمافذنراخاجخ فصث ااىف اعل ه ا جيصافأ ان خف

)يقافادلئواالنتةرواهااىفبانافااىهجاالهتياوال(لا

“Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif (perawi hadis yang

menyaksikan orang buta bertawassul kepada Rasulullah) bahwa ada seorang laki-laki datang kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina Utsman tidak menoleh ke

arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya. Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu

kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu' kemudian masuklah ke masjid, salatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu

melalui nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu

melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”. Lalu lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin Hunaif dan ia memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan. Maka para

penjaga memegang tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di tempat duduk. Utsman bin Affan berkata:

Apa hajatmu? Lelaki tersebut menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya”. (HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah)

Hadis tersebut dishahihkan oleh Al-Hafiz Thabarany, Al-Hafiz Abu

Abdullah Al-Maqdisi. Dan dinukil oleh Al-Hafiz Al-Munziri, Al-Hafiz

Nuruddin. Dan dari cerita hadis tersebut adalah bahwa usman bin hunaif,

sang perawi hadis, dan yang menyaksikan kisah itu, berkenan mengajarkan

kepada orang yang mengadu kepadanya tentang kelambanan khalifah

dalam menunaikan hajatnya, suatu do‟a yang didalamnya berisi tawassul

dan seruan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan sikap memohon

Page 67: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

58

pertolongan kepada Allah dengan perantara Nabi setelah ia wafat. Pada

waktu itu orang tersebut mengira hajatnya ditunaikan oleh khalifah karena

usman bin hunaif telah menemui dan bercakap lebih dulu dengan khalifah

sebelum orang itu menghadap, maka segera usman bin hunaif menolak

persangkaan itu dengan menceritakan hadis yang pernah dia dengar dan

saksikan langsung untuk menetapkan bahwa hajat orang itu memang

sungguh ditunaikan karena tawassulnya dan seruannya kepada Nabi

Muhammad Saw. serta sikap mohon tolongnya dengan perantara beliau.

Dimana penolakannya itu dikuatkan dengan sumpah, bahwa dia tidak

pernah berbicara sebelumnya dengan khalifah dalam masalah hajat itu.44

Dari hadis ini merupakan contoh dari pengamalan sahabat tentang

adanya tawassul yang dilakukan Nabi Saw. dan di contoh oleh sahabat

Utsman bin hunaif yang menyaksikan langsung kejadian yang dilakukan

Nabi Saw. semasa hidupnya dan amalkan ketika Rasulullah telah wafat.

5. Tawassul dengan kubur Nabi Saw.

Imam Al-Darimi menyatakan dalam kitabnya al-sunan (pada bab

penghormatan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. setelah wafat):

ا اب اشهيد ا ث اخد ان االنه ةاأ ا ث الماخد ا اب رو اخ ا ث اخد زيد

اطديداا اكدفا ث دح اال و اأ اكدؿ االل اختد اب وس

اأ ا ث اخد النهري

االنبا ارب اذلاىجااجلروا اإلاعنظث ا اا فظه غلىااللانيياوشيفاجهياء االص اإل ى ان اشلفاا اء االص اوبي اةي ن ايس ال كالاا.خت

ا لجا اتفخ ةواخت جاال ااىهظباوش اجتج اخت فرا ا فرا اذ ا ذفهياعمااىفخقا افصم د )رواهاالارمي( الظ

“Dari Aus bin Abdullah: “Suatu hari kota Madinah mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madinah ke Aisyah

(janda Rasulullah ) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: “Lihatlah kubur Nabi Muhammad lalu bukalah sehingga

tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung”,

44

Muhammad Alawy Al Maliky, Op. Cit., h. 158.

Page 68: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

59

lantas mereka pun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat

sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk.”(HR. Imam Darimi)

Inilah tawassul dengan kubur Nabi, yang semata-mata bukan dengan

keadaannya sebagai kubur, tetapi kubur itu menyimpan jasad dari makhluk

yang paling mulia di kolong jagad ini, seorang kekasih Allah. Sehingga

kuburan tersebut menjadi mulia lantaran menyimpan jasad tersebut, dan

menjadi pantas disifatkan dengan sifat mulia.45

Salah satu hikmah disyar‟iatkannya ziarah kubur oleh Rasulullah

adalah untuk mengingat mati dan alam akhirat bahwasanya setiap yang

bernyawa pasti akan merasa kematian dan Rasulpun memerintahkan untuk

mendo‟akan orang-orang yang telah wafat dan bertawassul dengan

berziarah kubur bukan berarti sebuah kuburan tersebut memiliki

keistimewaan tapi sesuatu di dalam kubur tersebut terdapat makhluk Allah

yang mulia dan dicintai-Nya.

6. Tawassul dengan Wali Allah

Rasulullah juga membolehkan bertawassul dengan orang yang telah

wafat. Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al Kabir dan al-

Ausath pada redaksi hadits yang sangat panjang dari Anas, bahwa ketika

Fatimah binti Asad bin Hasyim (Ibu Sayyidina Ali) wafat, maka

Rasulullah turut menggali makam untuknya dan Rasul masuk ke dalam

liang lahadnya sembari merebahkan diri di dalam liang tersebut dan beliau

berdoa:

شدااأ اةج ث ـ افا مي

ال ااغفر ت اح ال اح او اوييج ايي ي اال لل

أ

اوىلا ارتلى ا ح اال بياءماوال ابي اابق

دخي ا ا مانيي ااووش خ اخج ا احيا االر رخ

اأ انا( فإم االولاء اخييث اف اهي اواة ااىفبان رواه )انس

45

Ibid., h. 179.

Page 69: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

60

“Allah yang menghidupkan dan mematikan. Allah maha hidup, tidak

akan mati. Ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad, tuntunlah hujjahnya dan lapangkan kuburnya, dengan haq Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau dzat yang paling mengasihi”. (HR

al-Thabrani dan Abu Nuaim dari Anas)

Dalam riwayat terdapat nama Rauh bin Shalah, salah seorang perawi

yang di akui tsiqahnya46 oleh Ibnu Hiban dan Hakim. Mereka

meriwayatkan hadis tersebut dari Ibnu Abbas dan memandangnya shahih.

Dengan demikian hadis tersebut kalau kita perhatikan bahwa para

Nabi, dimana Nabi kita bertawassul kepada Allah dengan Hak mereka itu,

semuanya telah wafat. Maka tetaplah kebolehan bertawassul kepada Allah

dengan Hak dan pemilik hak yang masih hidup maupun yang sudah mati.47

Rasulullah memohonkan kepada Allah untuk Fatimah binti Asad

dengan wasilah atau perantara hak Nabi Allah dan para Nabi Allah

sebelumnya karena para utusan Allah tersebut, tentunya adalah makhluk-

makhluk Allah yang dicintai-Nya dan dengan izin Allah lebih besar untuk

terkabul-Nya do‟a tersebut.

7. Tawassul dengan Amal Perbuatan

Sabda Rasulullah Saw:

ا االل ارضي ارضي فاب اال اة ر اخ ااة االل اختد االرح اختد باأ ن

ااكالا لاا:خ احل انيياوشي االل اغلى لاالل اجفيقاذلذثاا:شهجارشارا اكن ام افاندرتاجفر ه افدخي ااىغار اال تيج

اال اآوا اخت تيساانا اال الحجيس اا ا اذلال ااىغار ي

اني ت افصد ا تو اال ا غخرةا االي ااكالارجوا اىس خ

اأ اةػاىح ااالل اناطيخانااحدن كنالااة

ا افي ا اي ا جر االظ بي ـ ا ىاب

أ اذ ل اا ا ارتي ا الاغتق اوكج ان نتي

ا هراف ي اان ا جدت اف ا ذ ادت ا ال افديتج ا اا اخت ا ي

اني رحأ

اوا ا ااوكل ايدىاان اعل اواىلدح افيترج ال ااوا ا ل اا ا ارتي نتقاأ ان

46

Daftar perawi yang yang adil dan dapat dipercaya. 47

Muhammad Alawy Al Maliky, Op. Cit., h. 178.

Page 70: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

61

اا اكدمي اند ن احخؾان يتث اوالػ ااىفجر اةرق اخت ا ااشتيلاك اجخلراذا اذهيج انج اان االي ا ذ ادت ا افشب اوجمافاشتيلق ااةخغاء لم

نا افاجفرججاطيئااليصخفيه خرة ذهاالػ ا ا ا اذي ا ان ا ا اخ ذفرجا روجا ا.ال االناساال اكجااخب ثاخم اكنالااب اا االي كالاالخر

ااوفىاروايثانا. اجفص ااعل ردتاالرجالااىنصاءافأ اايب ا ااكطد جااخت

اا افاؽهفيخ افجاءحن ني االص ا ث اش ا اة ج لاأ اخت ان هج خ ا

فاجا ا اوبي اةين لى

ات اان اعل ار ادح اوائث ااذاانشي اخت اذفهيج ا فصا االل ااحق اكاىج ا ارجيي ابي ا ارهدت ا افي اروايث اووفى انيي كدرتاوحركجاا االناساال خب

اأ ااوه اخ افاصفج ابل اال اح اال ولتفؼ

خفياىاأ اال ب اذلمااةخغاءاوجماذفرجاال اذهيج انج اان

االي ا خاا روجا ناال اليصخفيه ااج ادي خرة ااذيافاجفرججاالػ ان ا ا خ

خفيخااوأ ا جراء

اأ جرت

شخأاأ االي ا االثاىد اوكال ادي ادي جر

اأ ا

الافجاءا االم ا انثتا اخت جرهاأ رت اذر ب اوذ ىال اال احرك واخد

ا احراىا ا ا اك اذليج اأجرىا اال داأ ا االل اختد ايا اذلال اخي ابهد ن

ا االة ا جركاذليجاأ زئ التصخ االل اذلال اوالرريق اواىغ اواللر و

اطيئا كا احت اافي افاشخاك زئااةمافاخذهااك شخاانانجاا.لأ الي

انا ا ا اخ افافرج اوجم ااةخغاء اذلم خرةاذهيج االػ افاجفرجج اذي ا نا ظ اح ا خفقانيي.فخرج

“Abdullah bin Umar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Terjadi pada masa dahulu sebelum kamu, tiga orang

berjalan-jalan hingga terpaksa bermalam dalam gua. Tiba-tiba, ketika mereka sedang dalam gua itu, jatuh sebuah batu besar dari atas bukit dan menutupi gua itu, hingga mereka tidak dapat keluar. Maka berkata

mereka: „Sungguh tiada suatu yang dapat menyelamatkan kami dari bahaya ini, kecuali jika tawassul kepada Allah dengan amal-amal

shalih yang pernah kamu lakukan dahulu kala. Maka berkata seorang

Page 71: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

62

dari mereka: „Ya Allah dahulu saya mempunyai ayah dan ibu, dan saya

biasa tidak memberi minuman susu pada seorang pun sebelum keduanya (ayah-ibu ), baik pada keluarga atau hamba sahaya, maka pada suatu hari agak kejauhan bagiku mengembalakan ternak, hingga

tidak kembali pada keduanya, kecuali sesudah malam dan ayah bundaku telah tidur. Maka saya terus memerah susu untuk keduanya

dan saya pun segan untuk membangun keduanya, dan saya pun tidak akan memberikan minuman itu kepada siapa pun sebelum ayah bunda itu. Maka saya tunggu keduanya hingga terbit fajar, maka bangunlah

keduanya dan minum dari susu yang saya perahkan itu. Padahal semalam itu anak-anakku sedang menangis minta susu itu, di dekat

kakiku. Ya Allah, jika saya berbuat itu benar-benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka menyisih sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar

daripadanya‟. Berdo‟a yang kedua: „Ya Allah, dahulu saya pernah terikat cinta kasih

pada anak gadis pamanku, maka karena cinta kasihku, saya selalu merayu dan ingin berzina padanya, tetapi ia selalu menolak hingga terjadi pada suatu saat ia menderita kelaparan dan datang minta

bantuan kepadaku, maka saya berikan padanya uang seratus dua puluh dinar, tetapi dengan janji bahwa ia akan menyerahkan dirinya

kepadaku pada malam harinya. Kemudian ketika saya telah berada di antara kedua kakinya, tiba-tiba ia berkata: „Takutlah kepada Allah dan janganlah engkau pecahkan tutup kecuali dengan halal‟. Maka saya

segera bangun daripadanya padahal saya masih tetap menginginkanya, dan saya tinggalkan dinar mas yang telah saya berikan kepadanya itu.

Ya Allah, jika saya berbuat itu benar-benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini.‟ Maka bergeraklah batu itu, menyisih sedikit tetapi mereka belum dapat keluar

daripadanya. Berdo‟a yang ketiga: „Ya Allah, saya dulu sebagai majikan,

mempunyai banyak buruh pegawai, dan pada suatu hari ketika saya membayar upah buruh-buruh itu, tiba-tiba ada seorang dari mereka yang tidak sabar menunggu, segera ia pergi meninggalkan upah dan

terus pulang ke rumahnya tidak kembali. Maka saya gunakan upah itu hingga berkembang dan berbuah hingga merupakan kekayaan.

Kemudian setelah lama sekali datanglah buruh itu dan berkata: „Hai Abdullah, berikan kepadaku upahku dulu itu?‟ Jawabku, ‟Semua kekayaan yang kamu lihat di depanmu itu; mulai unta, sapi dan

kambing itu adalah upahmu‟. Buruh itu berkata, „Wahai Abdullah, kamu jangan mengejekku.‟ Jawabku, „Aku tidak mengejek kepadamu‟.

Maka diambilnya semua yang saya sebut itu dan tidak meninggalkan sedikitpun darinya. Ya Allah, jika saya berbuat itu benar-benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini.

Tiba-tiba menyisihlah batu itu, hingga mereka keluar dengan selmat.” (H.R. Bukhari-Muslim)

Page 72: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

63

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya faidah amal kelakuan yang

tulus ikhlas, hingga dapat dipergunakan bertawasul kepada Allah dalam usaha

menghindarkan bahaya yang sedang menimpa. Juga menunjukkan bahwa

manusia harus mengutamakan orang tua dari anak istri. Juga menunjukkan

kebesaran pengertian dari penahanan hawa nafsu, dan kerakusan terhadap

harta upah buruh.48

Dari hadis ini, kalau kita perhatikan bahwasanya Allah swt. mencintai

orang-orang yang mentaati perintah Allah dan berbuat amar ma‟ruf nahi

munkar yang merupakan sesuatu hal yang Allah perintahkan dan melalui

Amal yang dilakukan menjadi perantra bagi makhluknya untuk terkabulnya

do‟a tersebut. Tiga orang yang terjebak di dalam gua. Kemudian pintu

keluarnya tertutup oleh batu besar, sehingga terjebak didalamnya, kemudian

mereka bertawassul dengan amalnya yang pertama, dengan baktinya kepada

orang tua. Kedua, memunaikan amanah terhadap orang lain yaitu upah

buruhnya. Ketiga dengan menghindari kemaksiatan berzina. Dengan amal

shaleh dan beribadah secara khusyu, tekun, dan istiqamah juga dapat menjadi

wasilah datangnya kasih sayang Allah bagi para pelakunya. Tentunya apa

yang dilakukan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah dengan berusaha

mencari keridhaan Alah Swt.

Tawassul yang syariah bisa menjadi suatu perbuatan yang bernilai

ibadah kepada Allah Swt.yaitu amalan yang berlandaskan al-Qur‟an dan al-

Hadis. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya,

baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup

dan kehidupan manusia.49

48

Abu Zakaria Yahya bin Syarif, Riadhus Shalihin, diterjemahkan oleh Salim Bahreis dengan

judul Tarjamah Riadhus Shalihin , (Bandung: Alma‟arif, 1986), h. 22. 49

Mohammad Daud Ali, Op. Cit., h. 46.

Page 73: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

64

C. Implementasi Tawassul dalam Pendidikan Islam

Azumardi Azra mengemukakan bahwa karakteristik pendidikan Islam

menekankan kepada; pertama, pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan

pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah Swt. setiap muslim diwajibkan

untuk mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami dan dikembangkan dalam

kerangka ibadah guna kemaslahatan umat manusia sebagai suatu proses yang

berkesinambungan dan berlangsung sepanjang hayat (life long education). Kedua,

nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini kejujuran, tawadlu‟, menghormati sumber-

sumber pengetahuan dan sebagainya merupakan prinsip-prinsip yang perlu

dipegang setiap pencari ilmu. Ketiga, pengakuan akan potensi dan kemampuan

seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian setiap pencari ilmu

dipandang sebagai makhluk tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar potensi-

potensinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya. Keempat, pengamalan ilmu

pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada tuhan dan masyarakat. Disini

pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan sekaligus

dipraktikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.50

Secara sederhana, Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai pendidikan yang

didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana yang tercantum dalam al-

Qur‟an dan al-Hadis serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktik sejarah

umat Islam.51 Pendidikan berarti juga proses perubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan.52 Sebagaimana telah diungkapkan oleh M. Arifin,

bahwa pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan

kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita

50

Azumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru , (Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 10. 51

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia ,

(Jakarta: Prenada Media, 2003), h.161. 52

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai

Pustaka, 2001), h. 263.

Page 74: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

65

Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak

kepribadiannya.53

Zakiah Darajat menyebutkan bahwa inti pendidikan Islam adalah

pembentukan kepribadian muslim. Bahkan istilah tersebut dapat diterima pada

masa Nabi Muhammad Saw. yang telah berusaha mengubah kepribadian kafir

menjadi kepribadian muslim, dan membentuk masyarakat islam. Pendidikan

merupakan alat yang sangat efektif dalam memajukan dan mengembangkan

intelektual manusia, membantu untuk memantapkan penghayatan dan pengamalan

etika yang sangat tinggi dalam agama dan akhlak. Bahkan, syari‟ah sendiri tidak

akan dihayati dan diamalkan manusia jika hanya diajarkan saja. Akan tetapi harus

dididik melalui proses pendidikan.54

Ayat-ayat al-Qur‟an banyak memberikan prinsip-prinsip yang berkenaan

dengan pendidikan Islam, antara lain terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19:

اا افإج هرخ ايظخ او الل هرخ اٱطخ ناأ ث هخ اٱلخ م اىلخ اءاحيخا وىلدخ

احيدا اغن اٱلل ازفرافإن او صۦ هرالنفخ اا١٢يظخ م وإذخاكالاىلخخا اٱلش اإن اةٱلل كخ الاتشخ ۥايتن ايهل ۦاو الةخ انلي ا١٣كاىليخ

ۥافا اوفصي خ او اعل ا خ او ۥ

اأ احيخخ يخ ل اةو نس

اٱلخ يخا ووغػيا خ اٱل يخماإل ل الاوىو هرخ ناٱطخ

اأ يخ ناا١٤ع

اأ داكاعل وإناج

ااىيخسالماةۦانيخا ابا ك جخيااتشخ اافاٱل اوغاختخ ا افلاحفهخ

بئساافأ خ امرخجهس اإل اإل اث اب

اأ خ ا اشبيو اوٱحتمخ هخروفا

ا ين اتهخ خ انخ ا دلاا١٥ة اخرخ خ ا ث ااإناحمارخلالاخت اإج يتناذخسافاغخخا اإن ااٱلل تاة

خرضايأ

افاٱلخ وختاأ مو افاٱلص وخ

اأ رة

53

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 10. 54

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 20.

Page 75: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

66

ا اىفيفاختي اا١٦ٱلل ان هخروفاوٱخخ اةٱل مرخ

خاوأ ة ي اٱلػ ك

اأ يتن

ا مر اٱلخ انزخم خ ا لم اذ اإن غاةم

اأ ا ا اعل بخ اوٱغخ هر

خ اولاا١٧ٱلا الايب اٱلل اإن رضامرخا

خضافاٱلخ اساولات الي ك اخد حػهرخا خر

اف امخخال اا١٨ك حم اإن خ ااغ يماوٱغخؾؼخ افامظخ وٱكخػدخيا ختاٱلخ تالػ و غخ

سراٱلخ ا١٩أ

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:

"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah),

maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang

tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan

(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran

kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya

mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami

perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;

ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan

menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang

ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu

untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu

tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya

di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian

hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah

kamu kerjakan. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu

perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam

bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah

Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah

(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang

mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu

memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu

berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam

berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah

suara keledai.

Page 76: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

67

Ayat-ayat di atas, menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari

iman, akhlak, ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat tersebut juga menjelaskan

tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal sholeh, artinya, kegiatan

pendidikan harus menggunakan al-Qur‟an sebagai sumber utama dalam

merumuskan berbagai macam teori tentang pendidikan Islam.55 Islam sebagai

Agama tentunya memiliki tujuan, ajaran pokok/materi, metode dan evaluasi. Maka,

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi

muslim seutuhnya, memajukan dan mengembangkan seluruh potensi manusia baik

dalam bentuk jasmaniah maupun rohaniah. Menumbuhkan hubungan yang

harmonis setiap pribadi dengan Allah Swt.

Secara garis besar tawassul dapat dilihat dari beberapa dimensi. Setiap

dimensi mengacu kepada tujuan pokok yang khusus atas dasar pandangan yang

demikian, yaitu:

a. Dimensi sumber hukum

Berdasarkan dimensi ini, tujuan tawassul diarahkan pada sumber hukum

utama Islam adalah al-qur‟an dan hadis. Maka dari sudut pandang ini tawassul

yang dilakukan berlandaskan apa yang diperitahkan Allah dan apa yang

disampaikan melalui Rasul-Nya. Firman Allah dalam Q.S. An-Nisa [4]: ayat 59.

ا حأ ااي ي يهاااٱل ـ

اأ ا اءا يهاااٱلل ـ

شلاوأ ولااٱلر

مخراوأ

اٱلخا اإل وه افرد ء اشخ اف خ خ احنزخخ افإن خ س شلاوااٱلل إنااٱلر

ا اة احؤخن خ نخ خماوااٱلل صااٱلأخر ااٱلخ خخاوأ لماخيخ ويلاااذ

خحأ

اا٥٩“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al

Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman

55

Ibid., h. 20.

Page 77: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

68

kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya.

b. Dimensi hakikat penciptaan Manusia

Dalam dimensi ini, maka tujuan tawassul adalah yang berkaitan dengan

hakikat penciptaan manusia oleh Allah Swt. Dengan demikian maka tujuan

tawassul adalah untuk membimbing agar menjadi pengabdi kepada Allah dengan

setia. Seperti firman Allah dalam Q.S. Ad-Dzariyaat [51]: ayat 56.

ا جااو اخيلخ نساوااٱلخ

تدونااٱلخ الهخ اا٥٦إل“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.

c. Dimensi Tauhid

Berdasarkan dimensi ini, maka tujuan tawassul diarahkan kepada upaya

pembentukan sikap takwa. Dengan demikian tawassul ditujukan kepada upaya

membimbing dan mengembangkan menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah

Swt. sebagaimana firman Allah Q.S. Al-Ma‟idah [5]: ayat 35.

ا حأ ااي ي ااٱل ا لااءا ااٱت ااوااٱلل ااٱبخخغ شييثاإلخ خ دواٱل افاوج ا

يدنااۦشبيي خاتفخ س اا٣٥ىهي“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah

jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-

Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

d. Dimensi Sosial

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang memiliki dorongan

hidup untuk berkelompok serta bersama-sama di dalam masyarakat. Oleh karena

itu dimensi sosial mengacu kepada kepentingan makhluk hidup sebagai makhluk

sosial, yang didasarkan pada pemahaman bahwa manusia hidup bermasyarakat.

Tawassul dalam konteks ini adalah merupakan usaha untuk membimbing dan

Page 78: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

69

mengembangkan kehidupan bermasyarakat dalam lingkungannya. Hal tersebut

sejalan dengan perintah Allah Q.S. Al-Hujurat[49]: ayat 13.

ا حأ اطهبااإااخااٱلناسااي خ اوجهيخنس ث

اوأ اذنر نسا يلخ

اندا خ س ر زخاأ اإن ا الهارف ورتانو ااٱلل اإن خ س تخلى

اأ ااٱلل نيي

اا١٣ختيا“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah

ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

e. Dimensi Pendidikan

Berdasarkan dimensi pendidikan ini, tawassul dalam pelaksanaan

pendidikan ditujukan kepada upaya pembentukan manusia sebagai pribadi yang

bermoral. Tujuan pendidikan di titik beratkan pada upaya pengenalan terhadap

nilai-nilai yang baik dan kemudian menginternalisasikannya, serta

mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam sikap dan prilaku melalui

pembiasaan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An-Nahl [16] ayat 125.

ااٱدخعا اة اشبيواربم ثإل هخ خنلثوااٱلخ خ صث ااٱل ااٱلخ اةخ تاوجدل ااٱى ه

اناشبيي اؽو اة ي نخاأ اربما اإن ص خخ

ااۦأ اة ي نخ

اأ او خدي خ خ اٱل

اا١٢٥“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat di pahami bahwa dimensi tawassul dan

implementasinya pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan

membina fitrah peserta didik sebagai pribadi muslim yang paripurna. Melalui

Page 79: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

70

sosok pribadi yang demikian, peserta didik di harapkan mampu memadukan

iman, ilmu dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis,

baik dunia dan akhirat, serta menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah, yakni

mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala yang di larang-Nya.

Diantara nilai-nilai pendidikan dalam zikir dan do‟a (tawassul) adalah

Pendidikan karakter yaitu pendidikan manusia yang berakhlakul karimah. Nilai-

nilai yang ada pada Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. itu

hendaknya terealisasikan dalam diri setiap peserta didik.

Karakter yang sesuai dengan ajaran Islam tentunya adalah karakter yang

berdasarkan al-qur‟an dan hadis, di bawah ini penulis menyajikan beberapa

contoh karakter yang dapat diterapkan dalam Islam:

1) Religius

Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang

dianutnya, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang

dilarang-Nya. Q.S. Ali-Imran [3]: 102.

خااوأ اإل ت اولات اتلاحۦ اخق اٱلل لا اٱت ا اءا ي اٱل ا ح

أ يصخا نا ا١٠٢ي

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-

benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati

melainkan dalam keadaan beragama Islam.

2) Tolong-menolong

اولاتهاواا ى لخ اوٱل باٱىخ لااوتهاوااعل ون اوٱت اوٱىخهدخ ذخ

اٱلخ ااعلاطديداٱىخهلابا اٱلل اإن ا٢ٱلل

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

Page 80: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

71

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Ma‟idah [2] ayat 152)

3) Rajin bekerja keras dalam kebaikan (amal saleh)

ااافا ايب اوٱلل اٱلأخرة اب اذ اوخصخ جخيا اٱل اب اذ اٱلل احىصنيا دخ خ ا١٤٨ٱل

“Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan

pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang

berbuat kebaikan. (Q.S. Ali Imran [3] ayat 148)

4) Bersyukur

فرونا هرواالاولاحسخ اوٱطخ خ ذخنرخزاأ ا١٥٢فٱذخنرون

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)

kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu

mengingkari (nikmat)-Ku. (Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 152)

5) Sikap menghormati

ا زلاٱللااأ اكالاا اإذخ رهۦ اكدخ اخق اكدروااٱلل ا ء او اشخ ا اش اعل

اس ا دىاىي او ارا امس اةۦ ياجاء اٱل اٱىخهتب زلاأ خ ا كوخ

اا ي اتهخ خ ال ا ا خ خ اوتخفنانريااوني ا ـيساتتخدوج اكرا ۥ تخهيا خاكواٱلل خاولاءاةاؤز خ

خاييخهتنااأ خؽ افاخ خ اذرخ ا٩١ث

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang

semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan

sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang

menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya

dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran

kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan

kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan

Page 81: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

72

kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak

mengetahui(nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)",

kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka),

biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatanny. (Q.S. Al-An‟am

[6] ayat 91)

6) Tidak putus asa

اٱ ايتن اولاحايخ خيصااايشفاوأ تااذخدص حاااذخ وخ صااار

ا ۥالايايخ اإ فروناااٱلل خماٱىخ اٱىخل اإل حاٱلل وخ ا٨٧ساار“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf

dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum

yang kafir. (Q.S. Yusuf [12] ayat 87)

7) Bertangung jawab

كاشدىا ناحتخاأ نس

يخصباٱلخ ا٣٦أ

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa

pertanggung jawaban). (Q.S. Qiyamah ayat 36)

8) Menjaga harga diri

Al-Hadis:

“Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga dirimu.”

(H.R. Asakir dari Abdullah bin Basri)

9) Sabar dan optimis

لا و خ اٱلخ ا ع اوجلخ ع اوٱلخ خف اٱلخ ا ء اشخ س ولنتخي

ا بي اٱىص رت اوش فساوٱلث ا١٥٥وٱلخ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit

ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan

Page 82: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

73

berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-

Baqarah [2] ayat 155)

Implementasi akhlak dalam Islam tergambar dalam karakter pribadi

Rasulullah Saw. dalam pribadi Rasul, terdapat nilai-nilai akhlak yang agung dan

mulia. Al-Qur‟an dalam surat Al-Ahzab ayat 21: “ Sesungguhnya telah ada

pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang

yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak

menyebut Allah.”

Akhlak memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Pembinaan akhlak

di mulai dari individu, kemudian menyebar ke individu-individu lainya.

Selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat,

sehingga akan tercipta masyarakat yang tentram dan sejahtera. Implementasi

tawassul dalam pendidikan Islam dalam hal ini yang terpenting dalam hal

praktik kegiatan sehari-hari. Jika terhenti pada kegiatan ritual semata, tidak akan

membantu perkembangan individu tersebut.

Page 83: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian dan mengkaji Dimensi Tawassul dalam

Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah, maka diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tawassul berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah dapat di kategorikan dua

golongan, yaitu:

a Tawassul yang di syariatkan

1) Menurut kesepakatan Ulama, yaitu terdiri dari tiga macam:

a) Bertawassul dengan nama-nama Allah (Asmaul Husna) atau sifat-sifat-

Nya yang mulia.

b) Bertawassul dengan Nabi Saw.

c) Bertawassul dengan amal sholeh

2. Tawassul yang diperselisihkan kebolehannya ada dua macam, yaitu:

a. Bertawassul dengan derajat (Jah) Nabi Saw.

b. Bertawassul kepada selain Nabi Muhammad Saw.

b. Tawassul yang dilarang dan diharamkan

2. Implementasi zikir dan do’a dalam bentuk tawassul dalam pendidikan Islam

artinya menanamkan nilai-nilai keislaman dapat di golongkan pada lima aspek

bagi pribadi orang yang berzikir, yaitu akidah, ibadah, akhlak, sosial (muamalat)

dan ketenangan jiwa. Hal ini sesuai dengan keterangan al-qur’an dan hadis

bahwa do’a dan zikir berperan positif pada pribadi yang mengamalkannya.

Aktivitas berzikir tersebut bila dilakukan dengan sungguh-sungguh selanjutnya

akan mengalami hubungan dekat dengan Allah Swt. kedekatan tersebut akan

membawa mereka pada perubahan prilaku dalam kehidupan sehari-hari dan

nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai insan kamil yang

bermanfaat dalam kehidupannya.

Page 84: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

75

B. Saran

Semoga karya ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Kepada pembaca,

penulis menganjurkan agar biasa mempelajari, memahami sendiri makalah ini

dengan sebaik-baiknya. Semoga dengan adanya makalah ini kita bisa memahami

Tawassul dan Wasilah lebih mendalam, Kepada pembaca diharapkan

bisa mengamalkan hal ini dalam kehidupan sehari-hari.

1. Berdo’a dengan tawassul dan mempergunakan wasilah (perantara), baik denga

iman, amal shaleh atau orang-orang shaleh yang dekat kepada Allah Swt. jelas

dibenarkan dan tidak disalahkan oleh agama. Lalu, bertawassul bukan berarti kita

meminta agar yang dijadikan wasilah untuk mengabulkan permohonan kita, tetapi

memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima

do’a para pemohonnya, atau bertawassul dengan wasilah yang dicintai Allah, atau

bertawassul dengan menyebut sesuatu yang dicintai Allah, tentu Allah akan

menyenangi dan meridhoi kita. Maka seyogyanya apa yang disenangi Allah kita

sebut dalam do’a.

2. Pendapat mayoritas ulama berkaitan dengan tawassul boleh, namun beberapa

ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih mendalam

dan detail, perbedaan tersebut hanya bersifat lahiriyah bukan bersifat mendasar.

Maka tentunya apapun berpedaan dikalangan ulama harus kita sikapi secara arif

dan bijak dan dijadikan Rahmatalil ‘Alamin.

3.Pentingnya penerapan metode pendekatan secara spiritual dalam pendidikan

supaya dapat menumbuhkan nilai-nilai yang positif dalam keberlangsungan

hidupnya di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Page 85: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

76

Dan tentunya dalam penulisan ini yang penulis kutip juga belum tentu benar,

ada kemungkinan salah baca atau salah ketik. Oleh karena itu para pembaca agar

dapat menelaah kembali lebih mendalam mengenai tulisan ini. Terima Kasih.

Page 86: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

77

DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a. Jakarta: Lentera

Hati, 2006.

Hakim, M. Abdul. Implementasi Aswaja dalam Peribadatan kepada Allah. Cirebon:

Pustaka Syahadat, 2009.

Taimiyah, Ibnu. At Tawassul wa al Wasilah/ Tawassul dan Wasilah. Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1987.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: CV Penerbit Diponegoro,

2014

Al-Qahtani, Said bin Ali bin Wahf. Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah. Jakarta:

Darul Haq, 2002.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin dan Al-‘Ulyayi Ali bin Nafi. Tawassul dan

Tabarruk, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998.

Al Maliky, Muhammad Alawy, Mafahim Yajib An Tushahhah/Paham-paham yang

perlu diluruskan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 1, 2001.

Drajat,Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Fath, Amir Faishol. The Unity of Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.

Al-Faqihi, Ali bin Muhammad Nashir. Bid’ah Sumber Kebinasaan.Solo: Pustaka As-

Salaf, 1998.

Shihab, M. Quraish. Lentera al-Qur’an. Bandung: Mizan Pustaka, 2008.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997.

Al-Ghazali, Muhammad. Berdialog dengan Al-Qur’an . Bandung: Mizan, 1999.

Usman, Suparman. Hukum Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. At Tawassul An Wa’uhu Wa Ahkamuhu/

Tawassul. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993.

Thalib, Muhammad. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Bina Ilmu, 1977.

Ubaidah, Darwis Abu. Tafsir Al-Asas. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012.

Mufid A. R., Ahmad. Risalah Kematian (Merawat jenazah, Tawassul, Ta’ziyah, dan

Ziarah Kubur). Jakarta: Total Media, 2007.

Azzaino,Zuardin. Asma-ul Husna. Jakarta: Pustaka Al-Hidayah.

Http://suaragemaislami.blogspot.com/2011/12/macam-macam-tawassul.

Page 87: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

78

Yahya bin Syarif, Abu Zakaria, Riadhus Shalihin/Tarjamah Riadhus Shalihin.

Bandung: Alma’arif, 1986.

Al-Husaini, Zaenal Abidin Al-Maliki. Al-Ajwibah al-Ghaliyah fi’Aqidah al-Firqah

an-Najiyah/Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Surabaya:

Khalista, 2009.

Hakim, M Abdul. Mencari Ridho Allah. Cirebon: FKPI, 2009.

Subhani, Ja’far. Wahabism. Jakarta: Pustaka Citra, 2007.

Http://www.alkhoirot.net/2014/08/tawassul-dalam-Islam.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006.

Al-Qaththan, Syaikh Manna’. pengantar studi ilmu al-Qur’an. Jakarta: Pustaka al-

Kautsar: 2011.

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Jaya,

2008.

Ubaidah, Darwis Abu. Panduan Ahlu Sunnah Waljama’ah. Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2012.

Hatta, Ahmad. Tafsir Al-Qur’an Per Kata dilengkapi dengan Asbabul Nuzul &

Terjemah Jakarta: Maghfirah Pustaka,2010.

Usman, Husaini dan Akbar. Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:

PT. Bumi Aksara, 2008.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2008.

Hadi,Sutrisno. Metodologi Reseach Jilid 2. Yogyakarta: Andi Iffiset, 1987.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Hasan, Muhammad Tholhah. Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Persepsi Tradisi NU.

Jakarta: Lantabora Press, 2006.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Risalah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Yogyakarta: Ar

Ruzz Media, 2015.

Abbas,Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah,

1996.

Al Saqqaf, Sayyid Hasan. As-Salaffiyah al-Wahahaabiyyah, Afkaaruha al-Asaasiyyah

wa Judzuuruha al-Taariikhiyyah/Mini Ensiklopedi Wahabi. Yogyakarta: Ar

Ruzz Media, 2015.

Page 88: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...

79

Wahab, Muhammad bin Abdul. At-Tauhid: al-Ladzi Huwa Haqqullah ‘Ala al-‘Abid/

Tauhid Imam Abdul Wahab. Bandung: Pustaka, 1987.

Doi, Abdur Rahman I. The Islamic Law/Inilah Syaria’ah Islam. Jakarta: Pustaka

Panjimas,1990.

Ath-Thabari, Syaikh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Al Jami’ Al Bayan an Ta’wil

Ayi Al Qur’an/Tafsir Al Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Al Qurtubi, Syaikh Imam. Al Jami’ li Ahkaam/Tafsir Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008.

Taimiyah, Ibnu. Qaidah Jalilah Fi At Tawassul wa al Wasilah/Ibadah tanpa

Perantara kaidah-kaidah tawassul. Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2006.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam

di Indonesia). Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Asy-Syanqithi, Syaikh. Adhwa’ Al Bayan fi Idhah Al-Qur’an bi Al Qur’an/ Tafsir

Adhwa’ul Bayan. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

As-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad. Fathul Qadir. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009.

Thalib, Muhammad. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Bina Ilmu, 1977. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2004.

Marimba, Ahmad D., Metodik Khusus Islam. Bandung: PT. Al-Maarif, 1981.

Hamzah, Muchotob dan Aziz. M. Imam, Tafsir Maudhu'i al-Muntaha. Yogyakarta:

PT LKIS Pelangi Aksara, 2004.

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium

Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000.

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:

PT. Bumi Aksara, 2008.

Nata,Abuddin. Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2003.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai

Pustaka, 2001.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Page 89: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 90: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 91: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 92: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 93: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 94: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 95: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 96: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...
Page 97: DIMENSI TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AL- -SUNNAH DAN ...