Al hadist (as-sunnah)
-
Upload
laily-syafaati -
Category
Documents
-
view
4.288 -
download
5
Transcript of Al hadist (as-sunnah)
Al-Hadits (As-Sunnah)
Tyas Wulaningrum 2. E.
(12108244…)
Ridwan Budiyanto 2. E
(12108244046)
Laily Syafa’ati 2. E
(12108244093)
Pengertian
Al-Hadits adalah segala perkataan (sabda),
perbuatan dan ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
ketetapan ataupun hukum dalam agama
Islam.
Hadits (ejaan KBBI: Hadis, Bahasa Arab:
Al-Hadîts), adalah perkataan dan : , الح%دي
perbuatan dari Nabi Muhammad SAW.
Hadits sebagai sumber hukum dalam
agama Islam memiliki kedudukan kedua
pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-
Qur'an.
Etimologi
• Hadits secara harfiah berarti perkataan atau
percakapan. Dalam terminologi Islam istilah
hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah
pernyataan dan tingkah laku dari Nabi
Muhammad SAW.
Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu
apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani
atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat
sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang
juga sebelumnya. Sehingga, arti hadits di sini
se-makna dengan sunnah.
Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa dengannya.” -yakni As-Sunnah-(H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130)
Macam-macam Hadits
HADITS QUDSI
Qudsi menurut bahasa dinisbatkan pada “Qudus” yang artinya suci. Yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengagungan dan pemuliaan, atau penyandaran kepada Dzat Allah Yang Maha Suci.
Sedangkan Hadits Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah ta’ala.
Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :
1. Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Seperti yang diriwayatkannya dari Allah ‘azza wa jalla”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar radliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman : “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara kalian”.
2. Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.
• Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman : Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”.
Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an
a. Al-Qur’an itu lafadh dan maknanya dari
Allah, sedangkan hadits qudsi maknanya
dari Allah dan lafadhnya dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
b. Membaca Al-Qur’an termasuk ibadah dan
mendapatkan pahala, sedangkan membaca
hadits qudsi bukanlah termasuk ibadah dan
tidak mendapat pahala.
c. Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan
Al-Qur’an, sedangkan dalam hadits qudsi
tidak disyaratkan mutawatir.
HADITS SHAHIH
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
Harus bersambung sanadnya. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat
ingatannya). Tidak syadz (tidak bertentangan dengan
hadits lain yang lebih shahih). Tidak cacat walaupun tersembunyi.
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen
utama yakni sanad/ isnad (rantai penutur) dan
matan (redaksi).
Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya
sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari
Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa
beliau bersabda: "Tidak sempurna iman
seseorang di antara kalian sehingga ia cinta
untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya
sendiri" (hadits riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat)
hadits.
Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari
orang yang mencatat hadits tersebut dalam
bukunya (kitab hadits) hingga mencapai
Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran
keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari
contoh sebelumnya maka sanad hadits
bersangkutan adalah Al-Bukhari >
Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah >
Anas > Nabi Muhammad SAW
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami
hadits terkait dengan sanadnya ialah :
Keutuhan sanadnya
Jumlahnya
Perawi akhirnya
Matan
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri“
Yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah:
Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
Klasifikasi Hadits
Berdasarkan klasifikasi, hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni:
marfu' (terangkat)
maqtu'mauquf (terhenti)
Hadits Marfu'
adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh: hadits sebelumnya)
Hadits Mauquf
adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
Hadits Maqtu'
adalah hadits yang sanadnya berujung pada
para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini
adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam
pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin
mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits)
adalah agama, maka berhati-hatilah kamu
darimana kamu mengambil agamamu".
Klasifikasi Hadits Berdasarkan Keutuhan Rantai
Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4 > penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1 (Para sahabat) > Rasulullah SAW
Musnad
Munqati'
Mu'allaq
Mu'dal
Mursal
Hadits Musnad
sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
Hadits Mursal
Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
Hadits Munqati'
Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
Hadits Mu'dal
bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
Hadits Mu'allaq
bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
Hadits Mutawatir
adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
Hadits Ahad
hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
a. Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
b. Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
c. Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
• Berdasarkan tingkat keaslian hadits• Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi
yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
Hadits Shahih
• yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung;
2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
Hadits Hasan
bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
Hadits Dhaif (lemah)
• ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
Hadits Maudu
bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an
Meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan yang umum (‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an.
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an. Contohnya: haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.
Kewajiban Umat Islam Terhadap Hadits
• Kaum muslim sepakat bahwa Hadits merupakan hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan kepada kesimpulan yang diperoleh dari dalil-dalil yang memberi petunjuk tentang kedudukan dan fungsi Hadits.
• Maka dengan demikian kewajiban umat Islam Hadits harus dijadikan hukum (hujjah) dalam melaksanakan perintah Al-Qur’an yang masih bersifat Ijma dan Hadits sebagai penjelas untuk melaksanakannya. Melaksanakan apa yang dicontohkan oleh Rasululloh SAW berarti mentaati perintah-perintah Alloh.
• Alloh SWT berfirman :
“Barang siapa yang mentaati Rosul, maka sesugguhnya dan telah mentaati Alloh”. (QS. An-Nisa : 80)
• Dalam ayat lain Alloh berfirman :
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka termalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr : 7)
• Dari penjelasan kedua ayat di atas jelaslah bahwa umat Islam harus menjadikan Hadits dan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.