Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited

56
1 NASKAH BERSAHABAT DENGAN BENCANA Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta © 2011

Transcript of Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited

1

NASKAH

BERSAHABAT DENGAN BENCANA

Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencanauntuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah

Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

© 2011

2

NASKAH

Judul: BERSAHABAT DENGAN BENCANABahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tim Penyusun: Hasan Bachtiar (Koordinator) Sunaring Kurniandaru Yugyasmono Ruhui Eka Setiawan Yanet Paulina Pudji Santoso

Tim Penyunting: Akhmad Agus Fajari Irfan Afifi Yahya Dwipa Nusantara

Tim Pakar: Ninil R. Miftahul Jannah, S.Ked. Drs. Awang Trisnamurti Trias Aditya, Ph.D. Prof. Sutomo Wuryadi, Ph.D. Ir. Heri Siswanto

Penerbit:Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa YogyakartaAlamat : Jl. Cendana 9, Yogyakarta 55166 – INDONESIATelefon : (0274) 541322, 583628Faksimili : (0274) 513132E-mail : [email protected] : www.pendidikan-diy.go.id

© 2011

Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,gerakan/upaya bersama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) menjadi penting.

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikanPenyusunan Bahan Ajar Bermuatan KebencanaanProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam seri Bersahabat dengan BencanaSD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan SLB). Upaya ini juga Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)Yogyakarta.

Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar bukusebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga KepYogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/citaPemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan taHayuning Bhawono”.

Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, sampaikan terima kasih sedalam

Yogyakarta, Desember 2011

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Drs. R. Kadarmanta Baskara AjiNIP: 19630225 19

3

PRAKATAMenyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas

Yogyakarta, sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam rsama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini,

salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan. Untuk itu, melalPenyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku-buku bahan ajar bermuatan kebencanaan

Bersahabat dengan Bencana untuk masing-masing jenjang satuSMK, dan SLB). Upaya ini juga dilaksanakan guna

Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tujuannya ialah kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) di Provinsi Daerah Istimewa

Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku-buku Bahan Ajar ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita-cita Penanggulangan Bencana Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Terwujudnya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan tangguh terhadap bencana menuju

Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, terutama Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya

dalam-dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita.

Yogyakarta, Desember 2011

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Drs. R. Kadarmanta Baskara AjiNIP: 19630225 199003 1 010

Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam

rsama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, meningkatkan kompetensi Pendidik dan

Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan

Untuk itu, melalui Kegiatan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga

buku bahan ajar bermuatan kebencanaan masing jenjang satuan pendidikan (TK,

dilaksanakan guna menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang

ialah untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang

di Provinsi Daerah Istimewa

Bahan Ajar ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan

endidikan di Provinsi Daerah Istimewa cita Penanggulangan Bencana

Terwujudnya masyarakat Daerah bencana menuju Hamemayu

Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya

dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga

4

PENGANTAR

Sekolah adalah komunitas belajar dengan organisasi siswa sebagai partisipan belajar, tenaga kependidikan guru dan non-kependidikan termasuk juga Komite Sekolah yang di dalamnya merupakan wahana partisipasi masyarakat di dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS). Sekolah memiliki tanggung jawab dan peran strategis untuk menjamin keselamatan warga sekolah dalam menghadapi ancaman/bencana. Selain mengancam komunitas, dampak lanjutan bencana memiliki akibat terhadap hak anak-anak. Yakni, terganggunya hak anak dalam mendapatkan pelayanan pendidikan.

Salah satu langkah strategis untuk mewujudkan hal tersebut Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merancang dan menyusun bahan ajar berupa buku pengayaan materi kebencanaan untuk siswa Sekolah Menengah/Kejuruan/Aliyah guna memenuhi kebutuhan pengetahuan siswa terhadap prakarsa Pengurangan Risiko Bencana di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya adalah terintegrasinya pengetahuan maupun pengalaman mengenai kebencanaan dari seluruh komponen Sekolah, terutama siswa, dalam usaha mengurangi risiko bencana di lingkungan sekolah maupun rumah tinggalnya masing-masing.

Buku ini merupakan langkah awal dalam menghadirkan bahan ajar yang komprehensif mengenai kebencanaan bagi seluruh komponen Sekolah. Semoga bahan ajar ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya sehingga kita selalu siap membangun kembali kehidupan kita tatkala bencana datang. Kita akan belajar dan berfikir bagaimana cara yang terbaik agar mampu mencegah jatuhnya korban jiwa serta mengurangi kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh Bencana. Akhir kata, selamat membaca dan selamat berkarya.

Salam,

Tim Penyusun

5

DAFTAR ISI

PRAKATA

PENGANTAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. MENGAPA YOGYAKARTA RAWAN BENCANA?

II. MENGENAL BENCANA2.1 SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA2.2 PENAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA2.3 KOMPONEN PROGRAM / KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA

III. RISIKO BENCANA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA3.1 DESKRIPSI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

IV. TATA NILAI BUDAYA YOGYAKARTA MENYIKAPI BENCANA4.1 RAGAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA OLEH PARA PIHAK DI PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

V. PROFIL KEBENCANAAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA5.1 GEMPA BUMI5.2 TSUNAMI5.3 LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI

5.3.1 BANJIR LAHAR5.4 BANJIR5.5 TANAH LONGSOR 5.6 ANGIN PUTTING BELIUNG5.7 KEKERINGAN5.8 WABAH PENYAKIT

DAFTAR PUSTAKA

6

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Bahaya/AncamanTabel 2. Rumus Risiko BencanaTabel 3. Check List Evaluasi Kualitas Pembangunan Rumah Tahan GempaTabel 4. Potensi Banjir di Provinsi DIYTabel 5. Sebaran Wilayah Rawan Angin Ribut/Puting BeliungTabel 6. Potensi Kekeringan di Provinsi DIY

7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ring of fireGambar 2. Contoh Kegiatan dalam Pengurangan Risiko BencanaGambar 3. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Dalam RuanganGambar 4. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Luar RuanganGambar 5. Tindakan PPGDGambar 6. Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan SekitarnyaGambar 7. Jalur Gempa BumiGambar 8. Peta Risiko Bencana Gempa BumiGambar 9. Bangunan Rusak Akibat Gempa YogyakartaGambar 10. Proses Terjadinya TsunamiGambar 11. Peta Risiko Bencana TsunamiGambar 12. Foto Aktivitas Erupsi Gunung Api Merapi dan Awan Panas.Gambar 13. Peta Kawasan Rawan Bencana MerapiGambar 14. Diagram Alir Data dan Informasi Status Aktivitas Gunung ApiGambar 15. Diagram Alir Informasi dan Peringatan Dini di Merapi Gambar 16. Perubahan Bentuk Kubah Lava MerapiGambar 17. Kubah MerapiGambar 18. Dampak Letusan Sekunder MerapiGambar 19. Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Api MerapiGambar 20. Peta Banjir Lahar Gunung Api Merapi Tahun 2011/2012Gambar 21. Peta Risiko Banjir DIYGambar 22. Gambar Jenis Tanah LongsorGambar 22. ALIRAN (Pergerakan massa tanah/batuan/bahan rombakan dengan kondisi jenuh air)Gambar 23. Peta Risiko Tanah LongsorGambar 24. Peta Risiko Puting Beliung DIY

MENGAPA YOGYAKARTA

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah di IndonGempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana yang terjadi di Provinsi DI Yogyakarta. Selain itu,ancaman bencana yang lain, baik disebabkan oleh faktersebut jika dilihat dalam lingkup wilayah Indonesiapertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat aktif bergeraklempeng Eurasia, lempeng Pasifilempeng tersebut bisa saling bertumbukan, kadangmerasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat keras dan getarannya terasa sampai di permukaan bumi.

Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palusamudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunungyang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tibalebih aktif bahkan meletus. Daerah pertemuan tiga lempeng tersebut (Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan memiliki cakupan wilayah yang cukup lua

Kondisi di atas sangat mempengaruhi kondisi menjadikannya salah satu daerah yang rawan akan bencanamemiliki gunung Merapi, Laut Selatan, kondisi sungai yang berpatahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang membuat Yogyakarta dihantui ancamaBanjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.

8

BAB IYOGYAKARTA RAWAN BENCANA?

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah di Indonesia yang rawan bencana. Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana

si DI Yogyakarta. Selain itu, provinsi ini menghadapi potensi ncaman bencana yang lain, baik disebabkan oleh faktor alam maupun non

lingkup wilayah Indonesia, secara geografis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat aktif bergerak, ketiga lempeng tersebut adalah lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Indo Australia. Dalam pergerakannya, lempenglempeng tersebut bisa saling bertumbukan, kadang-kadang cukup pelan hingga kita tidak merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat

rasa sampai di permukaan bumi.

Gambar 1. Ring of Fire

Sumber: http://id.wikipedia.org

Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palusamudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunungyang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tibalebih aktif bahkan meletus. Daerah pertemuan tiga lempeng tersebut (Eurasia, Pasifik dan IndoAustralian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api

), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan memiliki cakupan wilayah yang cukup luas, yakni sepanjang 40.000 km.

Kondisi di atas sangat mempengaruhi kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta salah satu daerah yang rawan akan bencana. Provinsi DIY, secara tipologis,

memiliki gunung Merapi, Laut Selatan, kondisi sungai yang berhulu di Merapi, juga terdapat patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang membuat Yogyakarta dihantui ancaman bencana yang besar seperti Gempa Bumi, Gunung Api, Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.

BENCANA?

esia yang rawan bencana. Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana

provinsi ini menghadapi potensi beberapa tor alam maupun non-alam. Faktor alam

, secara geografis Indonesia terletak pada etiga lempeng tersebut adalah

k dan lempeng Indo Australia. Dalam pergerakannya, lempeng-kadang cukup pelan hingga kita tidak

merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat

Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palung samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung-apian) yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba-tiba saja menjadi

Eurasia, Pasifik dan Indo-Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api

), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan

Daerah Istimewa Yogyakarta yang Provinsi DIY, secara tipologis, hulu di Merapi, juga terdapat

patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang

n bencana yang besar seperti Gempa Bumi, Gunung Api, Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.

9

Faktor-faktor yang menyebabkan Yogyakarta memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam adalah:1. Di sebelah utara berdiri Gunung api Merapi yang merupakan salah satu gunung teraktif di

dunia dengan siklus letusan 3-4 tahun, memiliki luas ± 582,81 km2 dan ketinggian 80-2.911 m.2. Di sebelah barat terdapat pegunungan yaitu daerah pegunungan Kulon Progo yang susunan

materialnya merupakan material vulkanik tua dan lapuk, sehingga sangat mudah mengalami longsor, memiliki luas ± 706,25 km2 dan ketinggian 0-572 m.

3. Di sebelah selatan, Yogyakarta dibatasi oleh laut (samudera Hindia) dan terbentang lahan pesisir pantai yang landai mulai dari Parangtritis hingga Kecamatan Temon, Kulonprogo, dan karena karakteristik inilah maka yogyakarta rawan tsunami, memiliki luas ± 1.656,25 km2 dan ketinggian 150-750 m.

4. Di sebelah timur terdapat dua sistem pegunungan yang secara geologis mempunyai sifat dan proses pembentukan yang berbeda, yaitu pegunungan Baturagung di sisi utara yang memiliki karakteristik material vulkanik tua, seperti pegunungan di kulon progo. Di wilayah ini sering terjadi bencana longsor dan gempa bumi karena juga terdapat patahan lempeng. Selain itu, juga terdapat Pengunungan sewu/seribu di sisi selatan yang mempunyai material batu kapur, yang punya karakteristik sulit menahan air, sehingga rawan kekeringan.

Terkait dengan potensi ancaman bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan yang sangat penting, baik pada saat sebelum, ketika, dan sesudah terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai hubungan antara adanya ancaman bahaya di sekitarnya dengan kelemahan/ketidakmampuan masyarakat dan rendahnya kemampuan/kekuatan untuk menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola akibat dari bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali.

10

BAB IIMENGENAL BENCANA

Bencana bisa menyebabkan kematian, korban luka-luka, rusaknya bangunan dan infrastruktur lainnya. Pada saat terjadi bencana, kekurangan pangan, air bersih, menyebarnya wabah penyakit, dan terhentinya kegiatan ekonomi merupakan gambaran yang umum ketika masyarakat didalamnya tidak memiliki bekal pengetahuan yang memadai mengenai bencana, bahkan tidak jarang menimbulkan tekanan mental yang menyebabkan depresi. Bencana timbul ketika manusia tidak dapat mengatasi ancaman.

Ancaman adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, sangat penting bagi kita mempunyai daya tahan dalam menghadapi ancaman, misalnya dengan mengetahui tanda-tanda bencana, membangun waduk untuk mencegah banjir, mendirikan tempat-tempat pengungsian, melakukan pencegahan penyakit, menyediakan alat-alat evakuasi dan lain-lain. Banyak hal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam mengatasi ancaman. Antara lain; kondisi fisik, keadaan sosial budaya, kelembagaan sosial, kemampuan ekonomi, pengetahuan, sikap atau perilaku. Bila ada gunung api meletus di sebuah pulau terpencil dan tidak ada penghuninya, maka kejadian itu bukan merupakan sebuah bencana sebab letusan gunung api di pulau yang tidak berpenghuni tidak menyebabkan kerugian ekonomi dan fisik. Contoh lain, gempa bumi di Tokyo tidak menjadi sebuah bencana karena masyarakat di sana telah mengambil langkah-langkah pencegahan jatuhnya korban.

Ancaman ada di mana-mana dan berbeda-beda bentuknya. Di Indonesia, kita hidup dengan berbagai ancaman. Tetapi, dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurang dampak dan risiko bencana, kita dapat mengurangi korban dan kerugian. Mari kita mengenal bencana berdasarkan waktu kejadiannya:1. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba, misalnya gempa bumi, tsunami, angin topan/badai,

letusan gunung berapi dan tanah longsor. Beberapa bencana memberikan tanda-tanda sehingga kita bisa mengantisipasinya namun beberapa kejadian tidak dapat kita antisipasi bahkan oleh perangkat teknologi canggih sekalipun.

2. Bencana yang terjadi secara perlahan merupakan bencana yang dapat diprediksikan sebelumnya. Bencana ini terjadi ketika keadaan normal meningkat menjadi situasi darurat dan kemudian menjadi situasi bencana. Misalnya kekeringan, rawan pangan, kerusakan lingkungan dan lain-lain.

Dalam Living with Risk (UNISDR, 2004) dipaparkan klasifikasi bahaya bencana menurut sifat, contoh, dan kecepatan serangannya sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Bahaya/AncamanBahaya-Bahaya Kecepatan

SeranganKategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat

BahayaNatural/Alamiah

Hidro-Meteorologis

Banjir Air, Banjir Lumpur, & Banjir Bandang Siklon Tropis, Angin Topan, Badai Angin & Hujan, Badai Salju, Badai Pasir/Debu, Kilat/Petir/Halilintar

Kekeringan, Desertifikasi, Kebakaran Hutan, Suhu Udara Ekstrem

Permafros, Salju Longsor Geologis Gempa Bumi (Tektonis & Vulkanis)

Tsunami Aktivitas & Emisi Vulkanis/Gunung Api Gerakan-Gerakan Massa, Tanah Longsor, Batu Longsor, Pencairan Es (Likuifaksi), Dasar Lautan Longsor

Permukaan Daratan Ambruk, Aktivitas Penyimpangan Geologis

Biologis Penjangkitan Wabah Penyakit Menular (Epidemi), Penularan Penyakit dari Hewan

11

Bahaya-Bahaya Kecepatan Serangan

Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambatdan TanamanSerangan Virus Ganas

BahayaAkibatUlahManusia

Teknologis/Antropogenis

Pencemaran Industrial Kebocoran Reaktor Nuklir/Pelepasan Bahan Radioaktif ke Alam Bebas

Kerusakan Dam/Waduk Kecelakaan Transportasi, Industri, atau Teknologi (Kebakaran, Ledakan, dll.)

Environmental/DegradasiLingkungan

Degradasi (Penurunan Mutu), Deforestasi (Penggundulan Hutan), & Desertifikasi Tanah (Penggurunan)

Kebakaran Hutan Kepunahan Keanekaragaman Hayati Pencemaran/Polusi Air, Tanah, & Udara Pemanasan Global/Perubahan Iklim Peningkatan Tinggi Permukaan Air Laut Pengikisan Ozon

Sosial(Ekonomis,Kultural,Politis, dll.)

Konflik Komunal, Antar-Suku, dll. Kerusuhan/Kekacauan Massal Perang (Bersenjata) Serangan Teroris

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menghitung secara matematis sebagai dasar bagi perubahan paradigmatik dalam konsep/teori, kebijakan, dan praktik penanggulangan bencana:

Tabel 2. Rumus Risiko Bencana

DISASTER RISK (R) =HAZARD (H) X VULNERABILITY (V)

CAPACITY (C)

RISIKO BENCANA =ANCAMAN X KERENTANAN

KAPASITAS

Penjelasan Unsur-Unsur Pembentuk Bencana:1. Risiko Bencana – Kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu

tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Resiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.

2. Bahaya/Ancaman – Situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

3. Kerentanan – Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanandapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.

4. Kapasitas/Kemampuan – Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.

2.1 SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANASistem Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia yang disusun sejak disahkannya

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah dilengkapi dengan tiga Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden. Tiga peraturan pemerintah tersebut adalah peraturan mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP 21/2008),

Pendanaan dan Pengelolaan Banlembaga asing non-pemerintahan (PP 23/2008)2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) terutama untuk tingkat Provinsi.

BNPB resmi dibentuk papemerintah non departemen dan berada di bawah serta bertanggungPresiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala (yang kedudukannya adalah setingkat mentri), unsurserta unsur-unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat

BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya adalah mengangkat isu ini ke tingkat pemerintahanmekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala bidang mengadopsi dan mengimplementasi pemasing-masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.

2.2 PENAHAPAN PENANGGULANGAN BEPenahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan

ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkandilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan-tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan sepanjang siklu

1. Tahap Pra-Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat potensi bencana;

2. Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan,3. Masa Pasca-Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.

12

Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan pemerintahan (PP 23/2008), sedangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun

2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). bupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk

penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD)

BNPB resmi dibentuk pada bulan Januari 2008. BNPB merupakan salah satu lembaga erintah non departemen dan berada di bawah serta bertanggung-jawab langsung kepada

Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak

pat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala (yang kedudukannya adalah setingkat mentri), unsur-unsur pengarah yang terdir

unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis.

BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya adalah mengangkat isu ini ke tingkat pemerintahan tertinggi, menstimulir pengembangan mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala bidang mengadopsi dan mengimplementasi pengurangan bencana sesuai tanggung jawab

masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan

AHAPAN PENANGGULANGAN BENCANAPenahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan

ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkandilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan

tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan sepanjang siklus bencana, yaitu:

Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat

Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan,Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.

tuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan edangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun

2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). Pada tingkat daerah bupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk

penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD)

merupakan salah satu lembaga jawab langsung kepada

Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak

pat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala

unsur pengarah yang terdiri dari 19 anggota, unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan

Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis.

BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya

tertinggi, menstimulir pengembangan mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala

ngurangan bencana sesuai tanggung jawab masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian

lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan

Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan sudah terlambat dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan

tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.s bencana, yaitu:

Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat

13

2.3 KOMPONEN PROGRAM/KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA

Jenis-jenis program dan kegiatan penanggulangan bencana, sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, meliputi:1. Pencegahan dan Mitigasi, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pra bencana

untuk menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.a. Tindakan pencegahan yang tergolong mitigasi pasif antara lain: (1) penyusunan

peraturan perundang-undangan, (2) pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah, (3) pembuatan pedoman/standar/prosedur, (4) pembuatan media informasi publik yang dapat berupa brosur/leaflet/poster, (5) penelitian/pengkajian karakteristik bencana, (6) pengkajian/analisis risiko bencana, (7) internalisasi penanggulangan bencana di dalam muatan lokal pendidikan, (8) pembentukan satuan tugas bencana, (9) penguatan unit-unit sosial di dalam masyarakat, dan (10) pengarusutamaan penanggulangan bencana ke dalam pembangunan;

b. Sedangkan tindakan mitigasi aktif antara lain: (1) pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan atau larangan memasuki daerah rawan bencana, (2) pengawasan pelaksanaan berbagai peraturan penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan serupa berkaitan dengan pencegahan bencana, (3) pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat, (4) pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman, (5) penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat, (6) perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur evakuasi, (7) pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa, dan sejenisnya.

2. Kesiapsiagaan, yakni program yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, antara lain: (1) pengaktifan pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukung, (2) pelatihan siaga/simulasi/gladi teknis bagi setiap sektor (SAR, sosial, kesehatan, prasarana, pekerjaan umum, dll.), (3) penyiapan dukungan sumber daya/logistik, (4) penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan, (5) penyiapan peringatan dini (early warning), (6) penyusunan rencana kontinjensi, (7) inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan, (8) mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).

3. Tanggap Darurat, Pemulihan, dan Rekonstruksi melekat dengan proses dan kegiatan di masa terjadi bencana. Upaya pengurangan risiko bencana, bahkan, banyak telah diintegrasikan pada fase rekonstruksi yakni tahap membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana, yang bila memungkinkan dilakukan dengan lebih baik; meliputi: 1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana, 2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, 3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, 4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, 5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, 6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, 7) Peningkatan fungsi pelayanan publik, dan 8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

14

Gambar 2. Contoh Kegiatan dalam Pengurangan Risiko Bencana

Gambar 3. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Dalam Ruangan

(Sumber: Dokumentasi PRBBS Lingkar)

Tindakan Melindungi Diri (Drop, Cover, Hold)

1. Jatuhkan diri ke tanah. Guncangan gempa yang kuat bisa membuatmu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Dengan posisi merunduk sehingga badanmu lebih dekat dengan tanah, kamu mengurangi kemungkinan untuk jatuh. Selain itu, kamu masih bisa bergerak dengan bebas bila perlu.

2. Berlindunglah di bawah meja atau perabot yang kuat. Bila tidak ada meja atau perabot yang kuat, meringkuklah di dekat dinding dalam rumah. Lindungi kepalamu.

3. Jauhi lemari, rak buku atau benda-benda lain yang bisa menimpamu. Jangan berlindung di dekat jendela kaca.

4. Berpegangan pada meja atau perabot tempat kamu berlindung, pertahankan posisimu sehingga kamu tetap terlindung.

15

Gambar 4. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Luar Ruangan

(Sumber: Dokumentasi PRBBS Lingkar)

Gambar 5. Tindakan PPGD

(Sumber: Dokumentasi Lingkar)

Tas SiagaTas Siaga adalah tas yang berisi barang-barang yang dapat digunakan untuk bertahan hidup dalam keadaan darurat. Tas Siaga umumnya disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dasar.Apa saja Isi Tas Siaga? Air minum – Siapkan air minum dalam botol yang bersih. Gantilah dengan yang baru setiap

tiga bulan sekali. Makanan – Siapkan makanan yang awet dan bisa dimakan tanpa harus di olah terlebih dahulu.

Pilih makanan yang bisa memberikan energi cukup tinggi, seperti cokelat, biskuit, dll. P3K – siapkan perlengkapan P3K beserta obat-obatan pribadi yang mungkin dibutuhkan.

Jangan lupa untuk mengecek tanggal kadaluwarsanya. Ganti obat-obatan yang kadaluwarsa dengan yang baru.

Senter – siapkan juga baterai cadangan, korek api dan lilin. Pakaian ganti dan selimut – siapkan satu set baju ganti beserta selimut. Informasi kontak keluarga Radio portabel Fotokopi surat-surat penting (kartu identitas, dll) Jas HujanBarang-barang lain selain daftar di atas bisa saja dimasukkan ke dalam Tas Siaga, tergantung kondisi daerah masing-masing dan kondisi keluarga masing-masing. Misalnya:- Masker (di daerah yang rawan bencana gunung berapi)

16

- Pelampung (di daerah yang rawan bencana banjir)- Pakaian bayi + popok (bagi keluarga yang mempunyai bayi)Periksa secara berkala isi tas dan gantilah bila ada barang yang rusak atau kedaluwarsa. Ingat, isilah Tas Siaga dengan barang-barang yang dibutuhkan saja.

17

BAB IIIRISIKO BENCANA

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

3.1 DESKRIPSI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 32 provinsi di wilayah

Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. DI Yogyakarta di bagian selatan dibatasi oleh lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur, utara dan barat dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Letak geografis DI Yogyakarta terletak antara 7033’-8015’ lintang Selatan dan 11005’-110050’ Bujur Timur. Luas provinsi DI Yogyakarta 3.185,81 km2 atau 0,17% dari luas Indonesia. Provinsi DI Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, 75 kecamatan, 438 kelurahan/desa dan 5122 dusun.

Tinjauan dari kondisi geofisik maka Provinsi DI Yogyakarta dan sekitarnya terletak pada jalur tektonik dan vulkanik, pada sisi utara terdapat vulkanik Merapi yang sangat aktif, pada sisi Selatan (Samudera Hindia) terdapat palung Jawa yang merupakan jalur subduksi lempeng Indo-Australia-Eurasia. Pertemuan ketiga lempeng ini merupakan penyebab utama terjadinya gempa tektonik di kawasan ini. Dari sisi geologi wilayah, maka wilayah DI Yogyakarta termasuk cukup kompleks, karena secara struktur terdiri dari lipatan dan patahan. Lipatan terdiri dari antiklinal dan sinklinal terdapat pada formasi Semilir dan Kepek di sisi Timur, sedang patahan berupa sesar turun berpola anthitetic fault block membentuk Graben Bantul. Formasi geologi dominan di wilayah DI Yogyakarta adalah endapan gunung merapi muda di bagian tengah (Graben Bantul) dan bagian kecil berupa formasi Sentolo di bagian barat, formasi Aluvium, Andesit (Baturagung), Formasi Semilir, Kepek dan Nglarangdi sisi timur.

Secara fisiografis/bentang lahan didominasi bentang lahan dataran jaju fluvio vulkanik Merapi pada Graben Bantul, pada beberapa bagian wilayah menjadi bagian dari bentang lahan pegunungan Baturagung, Perbukitan Sentolo, Dataran sungai Progo dan dataran pantai. Ditinjau dari sisi kebencanaan, maka Provinsi DI Yogyakarta memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, klimatologis dan demografis yang rawan terhadap ancaman bencana. Sejumlah bencana yang dialami oleh daerah ini telah menimbulkan korban jiwa, kerugian material yang besar, menghancurkan hasil-hasil pembangunan dan membuat miskin ratusan ribu bahkan jutaan orang dalam sekejap. Gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Mei 2006 lalu misalnya, menimbulkan kerugian lebih dari 29 trilyun Rupiah, belum termasuk kerugian lainnya seperti hilangnya peluang dan mata pencaharian.

Kesadaran akan potensi bencana serta dampak kerugian yang pernah ditimbulkan memacu pemerintah DI Yogyakarta untuk menyusun berbagai kebijakan, strategi dan sistem operasional penanggulangan bencana. Dari kondisi geografis, geologi dan geofisik wilayah DI Yogyakarta, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa wilayah di dalam Provinsi DI Yogyakarta merupakan daerah rawan bencana. Dari hasil identifikasi yang dilakukan maka terdapat beberapa potensi bencana dan kejadian bencana yang ada di wilayah ini.

18

BAB IVTATA NILAI BUDAYA YOGYAKARTAMENGELOLA PERISTIWA BENCANA

Tata nilai budaya merupakan suatu sistem nilai yang dianut oleh masyarakat pada wilayah tertentu dalam menyikapi dan mengelola setiap perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Tata Nilai Budaya Yogyakarta merupakan tata nilai budaya Jawa yang memiliki kekhasan berupa pengerahan segenap sumber daya (golong gilig) secara terpadu (sawiji) dalamkegigihan dan kerja keras yang dinamis (greget), disertai dengan kepercayaan diri dalambertindak (sengguh), dan tidak akan mundur dalam menghadapi segala risiko apapun (oramingkuh).

Masih segar dalam ingatan kita semua, peristiwa Gempa Bumi 27 Mei 2006 dan Bencana Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 yang disertai dengan Banjir Lahar sebagai letusan sekunder Gunung Merapi, masyarakat Yogyakarta dari semua lapisan bahu membahu dan bergotong royong untuk saling membantu. Nilai tersebut merupakan sistem yang di pakai dalam mengelola bencana sehingga bisa dengan cepat masyarakat Yogyakarta kembali pulih dari Bencana yang telah menimpa. Apabila kita perhatikan secara sepintas, daerah lain di luar Yogyakarta, kita bisa melihat betapa lambannya masyarakat di sana untuk bisa pulih kembali dengan cepat.

Hidup bersama dalam masyarakat dituntut adanya solidaritas atau kesetiakawanan sosial antar anggota masyarakat, baik dalam keadaan senang maupun susah (sabaya mati, sabaya mukti). Satu sama lain harus tolong-menolong, bantu-membantu, sehingga setiap permasalahan yang timbul dapat dihadapi dan diselesaikan secara lebih ringan dan memadai. Terlebih lagi, dalam menangani urusan yang berkaitan dengan kepentingan bersama, antaranggota masyarakat hendaknya seia-sekata (saiyek saéka kapti) merampungkan urusan bersama dengan sebaik-baiknya. Bahkan, demi kepentingan umum, setiap individu dituntut untuk tidak mengharapkan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukannya (sepi ing pamrih, ramé ing gawé)karena bekerja demi kepentingan umum itu merupakan wujud keutamaan tugas yang harusdiemban manusia sebagai makhluk Tuhan dalam rangka memperindah dan menjagakelestarian dunia (hamemayu hayuning bawana), agar dunia senantiasa dapat memberi perasaan aman dan damai (ayom ayem) bagi penghuninya.

4.1 UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Kehidupan di wilayah Indonesia memang harus bersahabat dengan bencana. Sebagai konsekuensi logis dari letak geografis kepulauan Indonesia di permukaan bumi. Indonesia harus siap menghadapi beragam ancaman bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial. Data BNPB tahun 2008 (http://bnpb.go.id) menunjukkan telah terjadi 343 bencana di Indonesia. Banjir menempati urutan teratas, yakni sebanya 197 kejadian (58%) selama tahun 2008. Angin topan 56 kejadian (16%) dan tanah longsor 39 kejadian (12%), serta banjir dan tanah longsor 22 kejadian (7%). Gelombang pasang atau abrasi turut menyumbang 8 kejadian bencana (2%), setara dengan kejadian gempa bumi dan kebakaran. Sementara, bencana akibat kegagalan teknologi terjadi 3 kali (1%), diikuti bencana kebakaran lahan dan hutan, letusan gunungapi, serta konflik/kerusuhan sosial, masing-masing 1 kejadian (0.3%). Dari data yang diperoleh, bencana banjir di tahun 2008 menimbulkan kerugian kerusakan bangunan terbanyak (20.046 bangunan) disusul gempabumi, walaupun frekuensinya sedikit, menyebabkan 8.254 bangunan rusak. Angka yang sangat tinggi tampak dari data kerusakan bangunan akibat gempa bumi yang terjadi di Indonesia di tahun 2007 yakni sejumlah 145.595 bangunan disusul kejadian banjir yang merusak 41.968 bangunan.

Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana diterbitkan pada tahun 2007 (UU RI No. 24 tahun 2007), setelah belajar dari pengalaman bencana gempa-tsunami di Aceh (2004), gempa Nias (2005), dan gempa Yogyakarta – Jawa Tengah (2006). Dalam undang-undang ini diatur bahwa dalam Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), suatu pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara akan diwujudkan. Dari tingkat nasional ini, kemudian akan dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertugas menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan

19

penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Dari peta rawan bencana yang disusun, akan ditetapkan prosedur tetap penanganan bencana (lihat, Wijoyono, 2009).

Penyelenggaran penanggulangan bencana ini, sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelanggaraan Penanggulangan Bencana, dilakukan pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Penyelenggaraannya di tahap sebelum terjadi bencana dapat dilakukan ketika dalam situasi tidak ada bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Upaya-upaya yang bisa dilakukan meliputi perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, pelaksananaan dan penegakan tata ruang, pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan teknis penanggulangan bencana. Penyusunannya akan dilakukan oleh BNPB di tingkat nasional dan oleh BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ketika dalam situasi darurat, Kepala BNPB atau Kepala BPBD akan memegang komando untuk pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, dan penyelamatan. Dalam proses tindakan penyelamatan, sebagai contoh, Kepala BNPB dan/atau Kepala BPBD memiliki wewenangan untuk menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda yang dapat mengganggu proses penyelamatan, hingga menutup suatu lokasi, baik milik publik maupun pribadi. Memasuki tahap rehabilitasi, pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana akan menyusun rencana rehabilitasi yang didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Rencana rehabilitasi tersebut disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB.

Dalam upaya penanggulangan bencana, teradapat manajemen cluster atau bidang yang bertujuan untuk mengefektifkan koordinasi. Pada pengalaman gempa bumi 2006 di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Inter-Agency Standing Committee (IASC) menyelenggarakan sejumlah clustersebagai bagian dalam Emergency Response Plan (ERP). Cluster tersebut meliputi emergency shelter, early recovery, livelihoods, health, water and sanitation, food and nutrition, protection, education, agriculture, logistics, emergency telecommunication, dan coordination and security. Setiap cluster tersebut akan diisi oleh lembaga-lembaga pemberi bantuan, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Koordinasi di setiap cluster dan di keseluruhan cluster pada bencana yang mendapatkan perhatian internasional akan dikelola oleh tim dari lembaga atau badan United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa – PBB). Koordinasi ini dilakukan dalam satu kerja bersama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pada tahun 2006 ditangani oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB; saat ini menjadi BNPB) di tingkat pusat dan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) di tingkat provinsi, dan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) di tingkat kabupaten/kota.

Pada peristiwa erupsi Merapi 2010, dibentuk juga satuan cluster untuk tanggap bencana yang disebut sebagai gugus tugas. Gugus tugas ini dikelola bersama dalam sebuah forum bernama Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi DI Yogyakarta. Forum ini adalah wujud dari amanat dalam UU RI No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa dalam pelaksanaan penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak dalam satu wadah koordinasi, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Dalam koordinasi FPRB Provinsi DI Yogyakarta dalam menanggapi bencana erupsi Merapi, dibentuk sembilan gugus tugas, meliputi kesehatan, air-sanitasi-higienitas, media-komunikasi-manajemen informasi, pendidikan, gender-anak-disabilitas, hunian dan infrastruktur, penghidupan dan ketahanan pangan, logistik dan transportasi, serta lingkungan hidup.

20

BAB VPROFIL KEBENCANAAN

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

5.1 GEMPA BUMIKejadian Gempa Bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Gempa bumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gunung saja, gempa ini disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam perut gunung tersebut. Sedangkan gempabbumi tektonik disebabkan dari pergerakan tektonik lempeng. Wilayah Provinsi DIY dan sekitarnya terletak pada jalur subdaksi lempeng, yaitu Lempeng Indo – Australia yang menyusup di bawah Lempeng Eurasia. Dengan demikian wilayah DIY merupakan wilayah yang rawan gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik. Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa besar sering terjadi di DIY di masa lalu. Tahun 1867 tercatat pernah terjadi gempa besar yang menyebabkan kerusakan besar terhadap rumah-rumah penduduk, bangunan kraton, dan kantor-kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867, 1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan 2006. Namun, gempa dengan jumlah korban besar terjadi pada 1867, 1943 dan 2006.

Gambar 6. Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya

(Sumber: Elnashai dkk., 2006)

Gempa bumi 27 Mei 2006 terjadi karena lempeng Australia yang bergerak menunjam di bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5 - 7 cm tiap tahunnya. Episentrum diperkirakan terjadi di muara Sungai Opak-Oyo. Provinsi DIY diapit oleh 2 sistem sungai besar yang merupakan sungai patahan, dilihat dari morfologinya yaitu; Sungai Opak-Oya, dan Sungai Progo. Sehingga gempa bumi mampu mereaktivasi patahan pada sungai tersebut sehingga dampaknya dapat dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada jalur sungai tersebut dari muara di bibir Pantai Selatan Jawa memanjang ke arah Timur Laut sampai ke daerah Prambanan. Tanggal 27 Mei 2006, pukul 06.50 WIB, Provinsi DIY di guncang gempa dengan kekuatan 5,8 - 6,2 pada SR (BMG dan Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pusat Gempa diperkirakan di pinggir pantai selatan Yogyakarta atau bagian selatan Kabupaten Bantul dengan kedalaman 17 - 33 km di bawah permukaan tanah. Gempa tersebut dirasakan tidak hanya di wilayah Provinsi DIY tetapi juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan. Akibat gempa beberapa wilayah, khususnya bagian Selatan Provinsi DIY, mengalami kerusakan yang cukup parah, baik kerusakan bangunan maupun infrastruktur lainnya. Setelah dilakukan kajian lapangan, gempa bumi yang terjadi dikarenakan adanya gerakan sesar aktif di Provinsi DIY yang kemudian disebut dengan Sesar Kali Opak. Daerah di sepanjang Sungai Progo juga patut diwaspadai karena sungai tersebut juga secara morfologi merupakan sungai hasil dari proses patahan. Kemungkinan jika terjadi gempa bumi yang episentrumnya dekat dengan zona patahan Sungai Progo tersebut dan bermagnitudo cukup kuat dapat mereaktivasi seperti halnya pada jalur Sungai Opak-Oyo dengan tingkat kerusakan yang tinggi.

21

Potensi bahaya gempa bumi di Provinsi DIY dibagi menjadi:1. Potensi gempa bumi tinggi – Kabupaten Bantul yang berada di bagian selatan DIY

merupakan daerah yang paling luas berpotensi terkena dampak gempa bumi karena secara fisik berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Area yang berpotensi gempa tinggi termasuk pula area di dalam radius 500 meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di sepanjang lereng barat Perbukitan Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori potensi gempa tinggi adalah sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret, Banguntapan, Imogiri dan Prambanan.

2. Potensi gempa bumi sedang dan rendah – Area yang berpotensi gempa sedang dan rendah adalah area dalam radius 1000 meter dari Sungai besar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (S. Progo, Opak, Oyo). Secara administrasi area yang termasuk dalam potensi gempa sedang adalah sebagian wilayah Kecamatan Dlingo, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek, Prambanan, Umbulharjo, Banguntapan, Bantul, Pandak, Lendah dan sebagian kecil kecamatan-kecamatan yang dilalui aliran Sungai Progo dan jalur patahan Kulonprogo. Sebagian kecamatan di atas juga mengalami kerusakan yang cukup parah pada gempa 27 Mei 2006, walaupun tidak separah pada kawasan yang berpotensi gempa tinggi. Beberapa kecamatan lainnya tidak mengalami kerusakan, namun jika diperhatikan dari posisinya yang berdekatan dengan jalur patahan atau sungai besar, wilayah ini termasuk rawan.

Mengapa terjadi Gempa Bumi ?Provinsi DI Yogyakarta terletak di perbatasan atau pertemuan antara lempeng Indo-

Australia dan lempeng Eurasia. Aktivitas di dalam perut bumi membuat lempeng-lempeng tersebut tidak stabil dan selalu bergerak sebanyak 0 - 15 cm setiap tahun. Umumnya pergerakan lempeng terjadi secara lambat, bahkan tidak disadari oleh manusia. Terkadang, gerakan tersebut mengalami kemacetan dan saling mengunci. Bilamana hal ini terjadi, maka akan terjadi pengumpulan energi yang pada sewaktu-waktu akan mencapai titik dimana batuan pada lempeng tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut. Akibatnya terjadi pelepasan energi secara tiba-tiba yang kemudian kita kenal sebagai gempa bumi.

Gambar 7. Proses Terjadinya Gempa

(Sumber: id.wikipedia.org)

Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo adalah wilayah provinsi DI Yogyakarta yang menghadapi ancaman Gempa bumi.

Jenis-Jenis Gempa Bumi1. Gempabumi Tektonik, disebabkan adanya pergerakan lempeng bumi.2. Gempabumi Vulkanik, disebabkan oleh aktivitas gunung api.3. Gempabumi Runtuhan, disebabkan oleh sumber lain, semisal runtuhnya tanah atau batuan,

bahan peledak, dsb.

Akibat dan Dampak Gempa BumiKekuatan yang merusak dari gempa bumi adalah guncangan atau getarannya. Gempa berkekuatan tinggi dapat merobohkan dan menghancurkan bangunan. Korban jiwa umumnya karena tertimpa bangunan yang runtuh. Gempa yang melanda Yogyakarta-Jawa Tengah pada 27

22

Mei 2006 menelan korban lebih dari 5700 jiwa. Jumlah korban tewas terbanyak adalah akibat tertimpa reruntuhan rumah. Sebagian besar rumah penduduk memiliki konstruksi yang buruk. Minimnya pengetahuan tentang tindakan yang harus dilakukan saat terjadi gempa membuat masyarakat panik sehingga kurang memperhatikan keadaan sekitar saat berusaha menyelamatkan diri. Getaran gempa juga dapat memicu tanah longsor, kebakaran dan kecelakaan. Mengenal kondisi sekitar dan tetap waspada merupakan tindakan yang sangat penting saat terjadi gempa.

Gambar 7. Jalur Gempa Bumi

(Sumber: inatews.bmkg.go.id)

Pusat gempa disebut hiposentrum, biasanya berada jauh di bawah permukaan bumi, tepat di tempat batuan yang pecah dan bergeser untuk pertama kali. Sedangkan episentrum adalah titik di permukaan bumi, tepat di atas pusat gempa. Gerakan batuan yang menyebabkan getaran disebut gelombang seismik. Gelombang ini bergerak ke segala arah dari hiposentrum, semakin jauh dari hiposentrum, gelombang seismik semakin melemah. Alat pengukur getaran gempa disebut seismograf atau seismometer. Alat ini mencatat pola gelombang seismik dengan kekuatan sekaligus lamanya gempa. Seismograf modern menggambarkan gerakan tanah yang ditempelkan pada silinder yang berputar. Hasilnya berupa garis bergelombang membentuk seismogram.

Pada tahun 1935 ahli seismologi Amerika, Charles F. Richter mengembangkan sistem pengukuran kekuatan gempa. Setiap angka pada Skala Richter (SR) menggambarkan 10 kali peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seismograf.

Tindakan Saat Terjadi Gempa BumiJika sedang berada di dalam bangunan: Segera cari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja yang kuat. Gunakan bangku, meja,

atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan. Tetap dibawah tempat berlindung dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan

berhenti dan aman untuk bergerak. Hindari atau menjauhlah dari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca, perapian,

kompor, atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan

Jika malam hari dan sedang berada di tempat tidur, jangan berlari keluar. Cari tempat yang aman seperti di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.

Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur. Saat gempa malam hari, alat ini sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi padam akibat gempa.

Sebaiknya tidak menggunakan lilin dan lampu gas karena dapat menyebabkan kebakaran. Jika anda berada di tengah keramaian: Segera cari perlindungan. Tetap tenang dan mintalah yang lain untuk tenang juga. Jika sudah aman, pindahlah ke tempat yang terbuka Jauhi pepohonan besar atau bangunan, dan jaringan listrik. Tetap waspada akan kemungkinan

gempa susulan.

23

Jika sedang mengemudikan kendaraan: Berhentilah jika aman. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan. Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas. Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik.Jika berada di pegunungan: Jauhi lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh

akibat gempa.Jika berada di pantai: Segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai.

Gempa bumi dapat menyebabkan gelombang tsunami selang beberapa menit atau jam setelah gempa dan menyebabkan kerusakan yang hebat.

Tindakan Setelah Gempa Bumi Berlangsung: Periksa adanya luka. Setelah menolong diri, tolonglah mereka yang terluka atau terjebak.

Hubungi petugas yang menangani bencana, kemudian berikan pertolongan pertama jika memungkinkan. Jangan coba memindahkan mereka yang luka serius yang justru dapat menyebabkan luka menjadi semakin parah.

Periksa hal-hal berikut setelah gempa:- Api atau ancaman kebakaran.- Kebocoran gas. Tutup saluran gas jika kebocoran diduga dari adanya bau. Jangan dibuka

sebelum diperbaiki oleh tenaga ahlinya.- Kerusakan saluran listrik, matikan meteran listrik.- Kerusakan kabel listrik, menjauhlah dari kabel listrik sekalipun meteran telah dimatikan.- Barang-barang yang jatuh dari lemari (saat membukanya).- Periksa pesawat telepon. Pastikan telepon pada tempatnya.- Lindungi diri dari ancaman tidak langsung dengan memakai celana panjang, baju lengan

panjang, sepatu yang kuat, dan jika mungkin juga sarung tangan. Ini akan melindungimu dari luka akibat barang-barang yang pecah.

Bantu tetangga yang memerlukan bantuan. Orang tua, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui dan orang cacat mungkin perlu bantuan tambahan.

Lakukan pembersihan. Singkirkan barang-barang yang mungkin berbahaya, termasuk pecahan gelas, kaca, dan obat-obatan yang tumpah.

Waspadai gempa susulan. Sebagian besar gempa susulan lebih lemah dari gempa utama. Namun, gempa susulan mungkin cukup kuat untuk merobohkan bangunan yang sudah goyah akibat gempa pertama. Tetaplah berada jauh dari bangunan. Kembali ke rumah hanya bila pihak berwenang sudah mengumumkan keadaan aman.

Gunakan lampu senter. Jangan gunakan korek api, lilin, kompor gas, atau obor. Gunakan telepon rumah hanya dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa. Nyalakan radio untuk informasi, laporan kerusakan, atau keperluan relawan di daerahmu. Biarkan jalan bebas rintangan agar mobil darurat dapat masuk dengan mudah.

24

Gambar 8. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi

(Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Konsep Bangunan Aman GempaKita sama-sama menyadari bagaimana rentetan gempa yang terjadi belakangan ini

mempengaruhi kehidupan kita. Korban jiwa, bangunan roboh, roda pemerintahan terganggu, ekonomi melambat dan banyak dampak lain. Namun apakah kita cukup arif mengambil hikmah dari kejadian tersebut? Tulisan ini akan mengulas pembelajaran dari kerusakan bangunan karena tidak diterapkannya konsep bangunan aman gempa.

Sebelumnya, kita sering mendengar istilah bangunan tahan gempa. Belakangan, istilah itu berubah menjadi rumah aman gempa atau rumah ramah gempa. Kenyataannya, memang tidak ada rumah yang tahan gempa. Kemungkinan rusak masih ada, minimal kerusakan kecil. Namun, masih aman terhadap penghuninya, sehingga disebut sebagai rumah aman gempa. Bangunan aman gempa dibuat sesuai standar minimal yang ditetapkan oleh para ahli dan dituangkan dalam peraturan gempa (SNI-2002). Bila terjadi gempa kecil, bangunan aman gempa tidak akan rusak sama sekali, baik komponen non-struktur (komponen arsitektural) seperti dinding, plafon, atap, pintu dan jendela, maupun komponen struktur (komponen penopang bangunan) seperti pondasi, tiang, balok, sloof, dan kuda-kuda. Bila terjadi gempa dengan ukuran sedang, bangunan bisa rusak, tetapi hanya komponen non-strukturnya saja, sedangkan komponen struktur masih aman. Sementara, bila terjadi gempa besar, bangunan boleh rusak baik non-struktur maupun struktur, tetapi tidak boleh roboh karena dapat membunuh penghuninya. Untuk itu, tiang atau kolom harus lebih kuat dari balok (dalam istilah awam disebut sloof) sehingga energi gempa akan terserap oleh rusaknya balok terlebih dahulu dan diharapkan setelah gempa berakhir tiangnya masih utuh atau tidak patah.

Konsep ini akan bekerja ketika tiga hal berikut dipenuhi yaitu: 1) ukuran komponen bangunan sesuai persyaratan minimal, 2) semua elemen bangunan tersambung dengan baik, dan 3) pembangunan dilaksanakan dengan kontrol kualitas yang ketat. Ukuran komponen bangunan sangat penting karena terkait dengan kemampuan untuk memikul beban gempa yang terjadi. Ukuran diperoleh setelah ada analisa struktur yang prinsipnya menyamakan antara beban yangbekerja dengan kemampuan komponen bangunan yang memikulnya. Untuk rumah tembok sederhana satu lantai, syarat minimal beberapa komponennya adalah sebagai berikut : ukuran tiang 12x12 cm, balok/sloof 15x20 cm, ukuran besi memanjang minimal 4 buah diameter 12 mm, dan besi pengikat (begel) diameter 8mm dengan jarak 15 cm dengan ujungnya dibengkokkan 135º.

Gambar 9. Bangunan Rusak Akibat Gempa

Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (sdaerah rawa atau timbunan), maka makin dalam pondasi. Ratalantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran kayu struktur utama rata-rata 8/12cm dan 6/12 cm,Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga merupakan hal penting. Pada bangunan yang rusantar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding, tiang dengan kuda-kuda, dan lainbila ada gempa tidak mudah terlepas. Harus ada stek atau angkurpengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan dinding, atau tiang dengan kudapenyambungan antara besi, perlu dibuat secara mulus. Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40 d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itukonstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan.

Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan betbata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan menggunakan air secukupnya (1/2 bagian). Air sangat menentukan kekuataair, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI.

Bata perlu diuji secara sederhana dengan memijak Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut joke itu, kalau batanya pecah, mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang kering dan mata kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama. Memang biaya bangunan aman gempa ini lebih mahal kiranilai itu tidak berarti apa-apa dibandingtersebut.

25

Bangunan Rusak Akibat Gempa Yogyakarta

(Sumber: www.tribunnews.com)

Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (sdaerah rawa atau timbunan), maka makin dalam pondasi. Rata-rata untuk rumah sederhana satu lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran

rata 8/12cm dan 6/12 cm, disesuaikan dengan jarak bentangannya. Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga merupakan hal penting. Pada bangunan yang rusak atau roboh, sering terlihat lepasnya hubungan antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding,

kuda, dan lain-lain. Untuk itu, penyambungan harus dibuat saling terkait agar idak mudah terlepas. Harus ada stek atau angkur-angkur dari besi sebagai

pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan dinding, atau tiang dengan kuda-kuda. Untuk sambungan kolom dengan balok atau

gan antara besi, perlu dibuat overlapping atau terusan sehingga ada penyaluran beban Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40

d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itukonstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan.

Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan betbata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan menggunakan air secukupnya (1/2 bagian). Air sangat menentukan kekuatan beton. Makin banyak air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI.

Bata perlu diuji secara sederhana dengan memijak bata yang diletakkan di dua landasan. Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut

itu, kalau batanya pecah, berarti mutunya tidak baik, sebaliknya kalau kening berdarah, mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang

a kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama. Memang biaya bangunan aman gempa ini lebih mahal kira-kira 30% dari bangunan biasa, namun

apa dibanding dengan nilai kenyamanan kita selama menghuni bangunan

Yogyakarta

Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (seperti pada rata untuk rumah sederhana satu

lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran dengan jarak bentangannya.

Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga

ak atau roboh, sering terlihat lepasnya hubungan antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding,

lain. Untuk itu, penyambungan harus dibuat saling terkait agar angkur dari besi sebagai

pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan kuda. Untuk sambungan kolom dengan balok atau

atau terusan sehingga ada penyaluran beban Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40

d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu, untuk konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan.

Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan beton, besi, bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan

n beton. Makin banyak air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI.

bata yang diletakkan di dua landasan. Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada jokeyang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut

berarti mutunya tidak baik, sebaliknya kalau kening berdarah, mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang

a kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama. kira 30% dari bangunan biasa, namun

dengan nilai kenyamanan kita selama menghuni bangunan

26

Tabel 3. Daftar Periksa Evaluasi Kualitas Pembangunan Rumah Tahan GempaNO. UNSUR PENILAIAN KESESUAIAN

Ya Tidak TidakJelas

A Adanya kelengkapan gambar teknis bangunan rumah

B BAHAN MATERIAL1. Beton a. Campuran 1pc:2psr:3krk *

b. adukan merata dan pulen *c. berkisting kuat dan tidak bocor *d. pengecoran beton dengan ditusuk-tusuk *

2. Spesi 1 pc:4 psr *3. Batu fondasi Batu kali atau batu putih keras *

C FONDASI a. Kedalaman fondasi 60cm atau lebih *b. lebar dasar fondasi 60 cm atau lebih *

c. tulang kolom ditanam dalam fondasi sedalam 30 cm atau lebih

*

D SLOOF a. ukuran 15x20cm *b. Tulang memanjang 4Ø12 mm *

c. begel Ø8 jarak 15cm atau Ø6 jarak 12.5 cm

*

E KOLOM a. ukuran 15x15cm *b. tulangan memanjang 4 Ø12 mm *

c. begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5 cm

*

d. angkur dinding terpasang *F PERTEMUAN pertemuan tulangan(joint) antara balok

TULANGAN PADA dan kolom pada sudut-sudut bangunan SUDUT-SUDUT sesuai gambar (ada sambungan BANGUNAN lewatan)

*

G DINDING luasan dinding yang dibatasi kolom, sloof dan balok ring maksimal seluas 12 m2 *

H BALOK RING a. ukuran 12x15cm *b. tulangan memanjang 4 Ø12 mm *

c.begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5 cm

*

I GUNUNG- a. balok beton miring ukuran 12x15cmGUNUNG dengan tulangan memanjang 4 Ø12mm

begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5 cm

*

b. ada ikatan angin *J RANGKA a. ukuran kayu minimal 6/12 cm

KUDA-KUDA b. Plat begel di setiap sambungan*

c. ada ikatan angin *(sumber : Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, PMI dan JRC, 2007.)

5.2TSUNAMI Tsunami adalah gelombang laut atau gelombang pasang yang laju geraknya sangat cepat.

Peristiwa tsunami telah melanda Indonesia dari masa ke masa. Bencana tsunami di Simeulue, Nias dan banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2004); Pangandaran, Kabupaten Ciamis (2006) adalah contoh peristiwa tsunami yang pernah melanda Indonesia. Potensi tsunami di DIY baik tinggi maupun sedang tersebar di 3 Kabupaten yaitu; Kulonprogo (Kecamatan Galur, Panjatan, Temon), Bantul (Kecamatan Kretek, Sanden, dan Srandakan), dan Kabupaten Gunungkidul (wilayah pantai dan tempat wisata seperti; Sadeng, Krakal/Kukup).

Jika ditinjau dari sisi defenisinya maka tsunami merupakan rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan tinggi. Di laut dengan kedalaman 7.000 meter, kecepatannya dapat mencapai 942,9 km/jam dengan panjang gelombang mencapai lebih dari 100 m, tinggi tidak lebih dari 60 m dan selisih waktu antar puncak antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai

(Sumber: id.wikipedia.org)

27

yang dangkal, teluk, atau muara sungai, panjang gelombang menurun kecepatannya namun tinggi gelombang meningkat hingga puluhan meter dan bersifat merusak. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude lebih dari 6 SR. Namun demikian, tsunami juga dapat diakibatkan oleh tanah longsor dasar laut, letusan gunung berapi dasar laut, atau jatuhnya meteor ke laut.

Gambar 10. Proses Terjadinya Tsunami

Kekuatan yang MerusakTsunami terkenal akan kemampuannya merusak dan menghancurkan kota-kota yang

berada di tepi pantai. Saat tsunami terbentuk di tengah laut, tinggi gelombang hanya sekitar 60 cm namun kecepatannya bisa menyamai kecepatan pesawat jet, yaitu hingga 1000 km/jam. Saat gelombang mencapai pantai, kecepatannya menurun namun tinggi gelombang semakin meningkat. Saat tsunami menghantam pantai, kekuatan gelombang air merobohkan dan menghancurkan bangunan yang konstruksinya lemah. Arus air menghanyutkan dan menyatukan puing-puing bangunan dengan pepohonan, batu dan benda-benda lainnya. Benda-benda inilah yang kemudian menerjang bangunan. Karena kecepatan gelombang tsunami sangat tinggi, sangat sulit untuk menghindarinya.

Akibat dan Dampak TsunamiKedahsyatan gelombang tsunami menimbulkan kerusakan dan kerugian yang luar biasa.

Ratusan bahkan ribuan orang kehilangan nyawa dan terluka karena tidak sempat menyelamatkan diri. Bangunan, sekolah, kantor, jalan raya, jembatan, serta lingkungan dapat mengalami kerusakan parah.

Kesiapsiagaan Menghadapi Tsunami:1) Kenali tanda-tandanya akan terjadinya tsunami. Surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba yang didahului dengan adanya gempa

berkekuatan besar. Tercium angin berbau garam/air laut yang keras. Terdengar suara gemuruh yang keras.

2) Saat mengetahui tanda-tanda tersebut, sampaikan pada semua orang. Segera mengungsi karena tsunami bisa terjadi dengan cepat sehingga waktu untuk mengungsi sangat terbatas. Pergilah ke daerah yang lebih tinggi dan sejauh mungkin dari pantai.

3) Bila telah ada tempat evakuasi, ikuti petunjuk jalur evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya.

28

Saat Terjadi Tsunami: Jika berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar, langsung lari ke tempat

yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.

Selamatkan diri, jangan hiraukan harta benda kita. Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit.

Setelah Terjadi Tsunami: Tetap berada di tempat yang aman. Jauhi daerah yang mengalami kerusakan kecuali sudah dinyatakan benar-benar aman. Berikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Utamakan anak-anak, wanita hamil,

orang jompo, dan orang cacat.

Mengurangi Dampak Dari Tsunami: Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10 meter dari permukaan

laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.

Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.

Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Buatlah bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas. Usahakan agar bagian dinding yang lebar tidak sejajar dengan garis pantai.

Gejala dan Peringatan Dini: Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat. Kejadian mendadak, pada umumnya di Indonesia, didahului dengan gempa bumi besar dan

susut laut. Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan

waktu tiba tsunami di pantai, mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan kecepatan tsunami.

Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi. Secara Umum tsunami di Indonesia terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah

terjadinya gempa bumi besar di bawah laut.

Adanya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi kita bisa menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu untuk menyelamatkan diri sebelumnya.

Penyelamatan Diri Saat Terjadi TsunamiSebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah

ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan. Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambill memberitahukan warga disekitar kita.

Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.

Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko Bencana Tsunami1. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.2. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya

tsunami.3. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.

29

5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air tsunami.

6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.

7. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.

8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.9. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.12. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada

petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait

13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

Gambar 11. Peta Risiko Bencana Tsunami

(Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

5.3 LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPIProses terjadinya letusan gunung berapi berawal dari magma yang mengalami tekanan

dan menjadi lebih renggang dibanding lapisan di bawah kerak sehingga secara bertahap magma bergerak naik, seringkali mencapai celah atau retakan yang terdapat pada kerak. Banyak gas dihasilkan dan pada akhirnya tekanan yang terbentuk sedemikan besar sehingga menyebabkan suatu letusan ke permukaan (gempa). Pada tahapan ini gunung berapi menyemburkan bermacam gas, debu dan pecahan batuan. Lava yang mengalir dari suatu celah di daerah yang datar akan membentuk plateau. Lava yang menumpuk di sekitar mulut (lubang) membentuk gunung dengan bentuk kerucut seperti umumnya.

Gambar 12. Foto Aktivitas Erupsi

Gunung Merapi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari. Jumlah serta letusannya bertambah sesoleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau Geofisik Gunung Merapi memiliki tipe khas konkaf, disamping itu Merapi merupakan pertemuan persilangan dua buah membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar longitudinal yang melewati Pulau Jawa.

Sejak tahun 1548, gunung ini telah meletus sebanyak 68 ktahun dan letusan yang lebih besar sekitar 10 besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006 mengakibatkan tertutupnya bagian tengah Pulautimbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya. Benda-benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian material dalam kehidupan kita.

Bahaya gunung api dibagi menjadi 2 (dua) kategori: Bahaya primer atau bahaya langsung,

saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti; aliran lava, lelehan batu pijar, aliran awan panas (material pijar.

Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung,berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya yang ukurannya berbeda-beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya lebat pada saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi.

Bahaya tersier, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah resapan/hutan/mata air).

Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan lingkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas beracun, gempa bumi dan gelombang tsunami.

30

Aktivitas Erupsi Gunung Api Merapi dan Awan Panas

(Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)

Gunung Merapi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman merupakan gunung api aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari. Jumlah serta letusannya bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau glowing cloud/nueeardente Geofisik Gunung Merapi memiliki tipe khas stratolandesit dan mempunyai bentuk lereng yang

itu Merapi merupakan pertemuan persilangan dua buah sesar transversal membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar longitudinal yang melewati Pulau Jawa.

Sejak tahun 1548, gunung ini telah meletus sebanyak 68 kali. Letusan kecil terjadi tiap 2tahun dan letusan yang lebih besar sekitar 10 - 15 tahun sekali. Dampak letusan Merapi yang besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006 mengakibatkan tertutupnya bagian tengah Pulau Jawa oleh abu vulkanik. timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran

benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian material dalam kehidupan kita.

Bahaya gunung api dibagi menjadi 2 (dua) kategori:Bahaya primer atau bahaya langsung, yaitu bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti;

tu pijar, aliran awan panas (pyroclastic flow), hujan abu dan lontaran

Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung, yaitu bahaya setelah letusan gunung api berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya

beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya lebat pada saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi.

, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah

Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan gkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi

tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas beracun, gempa bumi dan gelombang tsunami.

Awan Panas.

merupakan gunung api aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 - 7 tahun). Dalam kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari.

uai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa glowing cloud/nueeardente atau awan panas.

dan mempunyai bentuk lereng yang sesar transversal yang

membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar

ali. Letusan kecil terjadi tiap 2-3 15 tahun sekali. Dampak letusan Merapi yang

besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006 Jawa oleh abu vulkanik. Bahaya gunung api

timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan

yaitu bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti;

), hujan abu dan lontaran

yaitu bahaya setelah letusan gunung api berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi di Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya

beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya hujan

, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah

Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan gkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi

tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas

31

Gambar 13. Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi

(Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral)

Peta Rawan Bencana Merapi dengan wilayah yang terkena dampak adalah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Terdapat tiga Kawasan Rawan Bencana Merapi, yaitu:1. Kawasan Rawan Bencana III – Kawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Merapi,

sering terkena awan panas, lava pijar, guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar sampai radius 2 kilometer. Wilayah yang terkena dampaknya adalah; Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Turi.

2. Kawasan Rawan Bencana II – Kawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran batu pijar, gas racun dan guguran lava pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan sering di zona ini harus berhati-hati karena banyak aktivitas penduduk di lereng merapi yang sewaktu-waktu bisa terancam jiwanya oleh aktivitas Merapi.

3. Kawasan Rawan Bencana I – Kawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga perluasan dari awan panas tergantung oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat itu. Wilayah yang kemungkinan terlanda adalah Kecamatan; Ngemplak, Ngaglik, Tempel, Kalasan, Depok, Seyegan, dan sebagian utara Kotamadya Yogyakarta.

Peringatan DiniSistem ini berfungsi untuk menyampaikan informasi terkini status aktivitas Merapi dan

tindakan-tindakan yang harus diambil oleh berbagai pihak dan terutama oleh masyarakat yang terancam bahaya. Ada berbagai bentuk peringatan yang dapat disampaikan. Peta Kawasan Rawan Bencana sebagai contoh adalah bentuk peringatan dini yang bersifat lunak. Peta ini memuat zonai level kerawanan sehingga masyarakat diingatkan akan bahaya dalam lingkup ruang dan waktu yang dapat menimpa mereka di dalam kawasan Merapi. Informasi yang disampaikan dalam sistem peringatan dini adalah tingkat ancaman bahaya atau status kegiatan vulkanik Merapi serta langkah-langkah yang harus diambil. Bentuk peringatan dini tergantung pada sifat ancaman serta kecepatan ancaman Merapi. Apabila gejala ancaman terdeteksi dengan baik, peringatan dini dapat disampaikan secara bertahap, sesuai dengan tingkat aktivitasnya. Tetapi apabila ancaman bahaya berkembang secara cepat, peringatan dini langsung menggunakan perangkat keras berupa sirine sebagai perintah pengungsian.

32

Ada 4 (empat) tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan Merapi yaitu:1. Aktif Normal: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual tidak

menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan. 2. Waspada: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual

menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada di kawasan rawan bencana Merapi.

3. Siaga: Peningkatan aktivitas Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu.

4. Awas: Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan panas.

Sirine Peringatan Dini dan Komunikasi Radio Peringatan dini sirine adalah suatu sistem perangkat keras yang berfungsi hanya pada

keadaan sangat darurat apabila peringatan dini bertahap tidak mungkin dilakukan. Sirine dipasang di lereng Merapi yang dapat menjangkau kampung-kampung yang paling rawan dan sistem ini dikelola bersama antara pemerintah Kabupaten bersangkutan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam hal ini adalah BPPTK. Sarana komunikasi radio bergerak juga termasuk dalam sistem penyebaran informasi dan peringatan dini di Merapi. Komunikasi berkaitan dengan kondisi terakhir Merapi bisa dilakukan antara para pengamat gunungapi dengan kantor BPPTK, instansi terkait, aparat desa, SAR dan lembaga swadaya masyarakat khususnya yang tergabung dalam Forum Merapi.

Gambar 14. Diagram Alir Data dan Informasi Status Aktivitas Gunung Api

Penyebaran InformasiPenanggulangan bencana Merapi akan berhasil dengan baik apabila dilakukan secara

terpadu antara pemantauan Merapi yang menghasilkan data yang akurat secara visual maupun instrumental, peralatan yang modern, sistem peringatan dini, peralatan komunikasi yang bagus dan didukung oleh pemahaman yang benar dan kesadaran yang kuat dari masyarakat untuk

33

melakukan penyelamatan diri. Pembelajaran kepada masyarakat yang tinggal dan bekerja di daerah rawan bencana Merapi merupakan tugas yang secara terus menerus harus dilakukan sesuai dengan dinamika perkembangan arah dan besarnya ancaman yang bakal terjadi. Karena wilayah rawan bencana Merapi berada pada teritorial pemerintah daerah maka kegiatan penyebaran informasi langsung kepada masyarakat dilaksanakan atas kerjasama BPPTK dan instansi terkait. Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan pada saat Merapi dalam keadaan status aktivitas yang membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam status aktif normal maupun pada status siaga. Namun demikian, pada keadaan aktivitas Merapi meningkat seperti halnya ketika aktivitas Merapi dinyatakan pada status Waspada atau Siaga, sosialisasi menghadapi terjadinya krisis Merapi dilakukan secara lebih intensif.

Sosialisasi status aktivitas dan ancaman bahaya Merapi pada intinya bertujuan untuk menyampaikan, menjelaskan kondisi vulkanis Merapi untuk menjaga kesiap-siagaan segenap aparat dan masyarakat dalam menghadapi peningkatan atau penurunan status aktivitas Gunung Merapi. Sasarannya antara lain adalah tersampaikannya informasi mengenai kondisi aktivitas Merapi terkini, makna dari status aktivitas yaitu Awas, Siaga, Waspada dan Normal, menjelaskan jenis-jenis ancaman bahaya yang ada, yaitu awan panas dan lahar dan menyampaikan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan apabila status naik atau turun.

Forum MerapiPenanggulangan bencana memerlukan keterlibatan semua pihak sesuai dengan

kompetensinya masing-masing. Walaupun erupsi Merapi tergolong berskala kecil namun melihat dekat dan padatnya penduduk dari ancaman bahaya awan panas, maka potensi bencana Merapi tetap tinggi. Dengan tujuan terbangunnya komunikasi dan pelaksanaan kegiatan bersama guna mewujudkan pengelolaan Gunung Merapi secara menyeluruh pada aspek ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakatnya, maka pada 17 Desember 2007 di Yogyakarta, Bupati Klaten, Bupati Boyolali, Bupati Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan Bupati Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana geologi (PVMBG) sepakat bekerja sama dalam “Forum Merapi” dalam rangka pengurangan risiko Merapi. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah terwujudnya penguatan kapasitas dan kinerja pemerintah kabupaten sebagai pemegang tanggungjawab utama pengurangan risiko bencana serta terjalinnya kerjasama secara sinergi di lintas kabupaten dalam pengelolaan ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat lereng Gunung Merapi.

Forum Merapi merupakan wadah bersama untuk menyatukan kekuatan, menyelaraskan program dan menjembatani komunikasi antar pelaku dalam kegiatan bersama untuk aksi pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi serta menjaga kesinambungan daya dukung lingkungan bagi masyarakat sekitarnya. Perjanjian Kerja Sama “Forum Merapi” telah disepakati pada 19 Desember 2008 di Pos Pengamatan Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kesepakatan kerjasama “Forum Merapi” berdasarkan pertimbangan kesadaran pentingnya kerja sama untuk mengurangi risiko bencana sebagaimana dirintis sejak 26 Mei 2006 di kantor Badan Koordinator II Magelang oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sleman, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Paguyuban Siaga Gunung (PASAG) Merapi, Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, serta didukung oleh Oxfam Great Bratain (GB), Deutsche Gesselschaft for Technische Zusammennabeit (GTZ), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan United nation Development Programme (UNDP).

34

Gambar 15. Diagram Alir Informasi dan Peringatan Dini di Merapi

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

BNPB

Badan Geologi

Pusat Vulkanologidan Mitigasi Bencana Geologi

BPPTK

Instansi terkait

PERS

BPBDTK II

SATOPKecamatan

SATGAS PB / DESA

Pos Pengamatan G. Merapi

Diagram alir informasi dan peringatan dini di Merapi

BPBDTK I

Masyarakat

Meskipun pemerintah melakukan pengawasan penuh pada gunung yang aktif, bukan berarti kita tidak waspada. Jika kita tinggal dekat dengan gunung api, kita harus mengenali tanda-tanda letusan. Waspadai juga daerah-daerah yang berbahaya. Ketahuilah cara-cara mendapatkan informasi mengenai status gunung api di tempat tinggal kita.

Jika Gunung Api MeletusJika kita tinggal di daerah rawan letusan gunung api dan gunung api tersebut dinyatakan

meletus maka lakukanlah langkah-langkah berikut: Ikuti jika ada himbauan mengungsi, jangan berdiam di tempat yang berbahaya. Ikuti jalur

evakuasi yang sudah ditentukan, jangan melewati lembah yang dilalui aliran sungai. Sebelum mengungsi, tutuplah pintu dan jendela, matikan alat-alat listrik dan bawalah

perbekalan makan yang ada di rumah. Jika terjebak di luar, lindungi diri kita dari benda-benda yang disemburkan oleh letusan gunung

api, carilah tempat berlindung. Waspadai juga aliran lahar jika kamu berada di daerah aliran sungai.

Lindungi diri kita dari hujan abu, kenakan baju dan celana panjang, kaca mata, masker atau penutup wajah dan topi.

Jika tidak ada masker, gunakan sapu tangan yang dibasahi. Sapu tangan yang basah bisa menahan debu masuk ke pernafasan kita.

Setelah Gunung Api Meletus Jika kita mengungsi, kembalilah ke rumah ketika keadaan dinyatakan benar-benar aman. Bersihkan atap dari timbunan abu, karena timbunan abu bisa menyebabkan atap runtuh. Tetap lindungi tubuh kita dari abu, terutama mulut dan hidung. Abu gunung api bisa

menimbulkan iritasi dan mengganggu pernafasan. Tolonglah tetangga dan orang-orang di sekitarmu, terutama anak-anak, orang cacat dan orang

yang lanjut usia.

Manfaat Gunung ApiSelain memiliki bahaya letusan, material yang dikeluarkan gunung api dapat bermanfaat

bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Material tersebut banyak mengandung limpahan bahan industri pembangunan dan mineral. Selain itu di sekitar gununung api sering ditemukan energi panas bumi yang dapat kita manfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Mineral-mineral yang banyak terkandung dalam abu vulkanik merupakan salah satu zat yang dapat menyuburkan tanah

35

sehingga kekayaan, baik berupa fauna maupun flora, akan mengalami pembaruan yang lebih baik tatkala dikelola secara benar.

Sejarah Letusan Gunung MerapiLedakan Dahsyat, Jawa Tertutup Abu Vulkanik

Letusan Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Selasa lalu ternyata tidak seberapa bila dibandingkan dengan letusan-letusan sebelumnya. Letusan pada 1930 setidaknya telah membunuh 1.370 orang di 13 desa di lereng Merapi. Tapi ini bukan letusan terbesar. Letusan terbesar justru terjadi pada 1006. Saat itu seluruh Jawa tertutup abu vulkanik. Sayangnya tidak diketahui berapa korban akibat letusan itu.

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Gunung Merapi mengalami letusan pertama pada 1006. Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek antara 2 – 5 tahun, dan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun, yaitu pada masa awal terbentuknya gunung aktif. Memasuki abad ke-16, siklus terpanjang Merapi adalah 71 tahun, jeda letusan 1587-1658. Pusat Vulkanologi mencatat, letusan besar Merapi terjadi pada 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan sebelumnya terjadi empat tahun lalu, tepatnya pada 8 Juni 2006 pukul 09.03.

Saat itu pemerintah mengungsikan 17 ribu warga di lereng Merapi. Namun, dua orang yang berlindung dalam bunker di Kawasan Wisata Kaliadem, Kaliurang, justru terpanggang awan panas. Bunker tak bisa melindungi korban dari wedhus gembel yang suhunya masih 500-600 derajat celcius. Selasa petang, 26 Oktober 2010 Gunung Merapi kembali meletus. Erupsi pertama gunung Merapi terjadi sejak pukul 17.02 WIB, diikuti awan panas selama 9 menit. Kemudian berulang hingga erupsi terakhir pukul 18.21 yang menyebabkan awan panas selama 33 menit. Awan panas ini telah meluluhlantakkan beberapa kampung di lereng Merapi. Setidaknya 30 orang meninggal atas musibah ini, termasuk juru kunci Mbah Marijan.

Bencana Geologi: bagian dari proses alam, tidak bisa dicegah, bisa dikurangi resikonya dengan, cara mitigasi.

Mitigasi Bencana Bersifat Preventi. Sistem Penanggulangan Bencana Memprioritaskan Upaya Pra-Bencana.

Mitigasi Bencana Dilakukan Bersama Semua Komponen Antara Pemerintah, Masyarakat, Dan Swasta.

Mitigasi Bencana Letusan Gunungapi, Monitoring Mutlak Diperlukan, Disamping Penyusunan KRB (Kawasan Rawan Bencana), EWS (Early Warning System), Simulasi Dan Sosialisasi.

Gambar 16. Perubahan Bentuk Kubah Lava Merapi

PE N G A M ATA N V IS UA L G . M E R A PI M E L A L U I FO T O D A RI P O S K A L IU R A N G

H a s il pe n ga m a t an v is u a l G . M e ra pi m e l al ui fot o d a ri po s Ka l iu r a ng m e n un ju kk a nH il a ng nya Kub a h L av a 2 0 0 6 de n ga n vo lu m e s e k it a r 4 ,8 jut a m 3 da n b uk a a n K a w a h ke a r a h K . G e n dol s e m a k in m e l e ba r.

(Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)

36

Gambar 17. Kubah Merapi

(Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)

5.3.1 BANJIR LAHAR Penjelasan tentang bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung telah dijelaskan

sebelumnya, yaitu bahaya setelah letusan gunung api yang biasanya berasal dari material yang dikeluarkannya terutama untuk bahaya yang sering terjadi di Indonesia. Lahar adalah aliran lumpur vulkanik yang dihasilkan endapan hasil letusan/awan panas yang terbawa air (hujan) dan membentuk aliran pekat mengalir ke area lebih rendah di lereng gunung api yang terdiri dari konsentrasi sedimen (20 – 60 % volume) dan sisanya air.

Memasuki musim penghujan, masyarakat di lereng Gunungapi Merapi diminta meningkatkan kewaspadaannya, untuk daerah Magelang sudah Siaga I. Ancaman lahar sisa erupsi Merapi tahun 2010 siap mengancam masyarakat dan infrastruktur di sepanjang 15 sungai di sekitar Merapi, dari 140 juta m3 hasil erupsi Merapi, diperkirakan masih ada 90 juta m3 material piroklastik di lereng Merapi. Sekitar 50% di lereng selatan yang dapat mengalir melalui Kali Woro, Gendol, Opak, dan Kali Boyong. Sisanya (+50%) berada di sisi barat mengalir melalui Kali Krasak, Putih, Lamat, dan Kali Pabelan. Dam Sabo yang ada terisi pasir 18,24 juta m3 atau 90% dari kapasitasnya, hal ini dapat menyebabkan rentannya luncuran lahar.

Dampak lahar cukup besar. Pada periode musim hujan 2010, lahar menyebabkan 28 desa mengalami dampak dari lahar, dengan perhitungan; total 861 rumah rusak yang terdiri dari 129 rumah di wilayah DIY dan 732 rumah di wilayah Jawa Tengah. Tercatat pula puluhan jembatan hancur diterjang lahar.

37

Gambar 18. Dampak Letusan Sekunder Merapi

(Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)

Kekuatan yang MerusakKekuatan yang merusak dari banjir lahar adalah material vulkanik serta segala macam

benda yang terbawa oleh aliran air. Aliran air membawa bongkahan-bongkahan batu sehingga dapat merusak bahkan menghancurkan infrastruktur seperti jembatan, jalan raya, bendungan, pipa jaringan air bersih, lahan persawahan serta rumah-rumah penduduk yang dekat dengan tepi sungai. Selain itu, banjir lahar dapat mengakibatkan tergerusnya dinding sungai sehingga dapat menyebabkan longsornya tepi sungai. Selain teregerusnya dinding sungai, secara berkala kedalam sungai mengalami pendangkalan akibat terjadinya sedimentasi atau pengendapan material vulkanik. Ketika hujan turun, air tidak dapat ditampung oleh sungai dan akan mengalami luapan air dan membanjiri daerah tepi sungai.

Banjir Lahar Dapat Dikenali Melalui:1. Didahului dengan hujan lebat yang turun dalam waktu lama di daerah hulu sungai.2. Terdengar suara gemuruh dan aliran air yang deras.3. Terdengar suara batu berbenturan.

Tindakan yang Dilakukan Saat Banjir Lahar:1. Bila terdengar suara gemuruh segera jauhi sungai. Jangan menunggu karena banjir dapat

sampai sewaktu-waktu dengan kecepatan tinggi.2. Jangan menyeberangi jembatan atau jalan yang dekat dengan sungai. 3. Nyawa lebih penting dari pada harta benda jadi selamatkan diri terlebih dahulu.

38

Gambar 19. Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Api Merapi

(Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); 2010)

Gambar 20. Peta Banjir Lahar Gunung

Prosedur Standar Komunikasi Peringatan Dini Dalam Rangka Penanganan Banjir Gunung MerapiPos Komando di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak:1. Menanyakan kondisi cuaca setiap hari ke BMKG.2. Jika diramalkan akan terjadi hujan

Pemantau.3. Menerima informasi banjir dari Pemantau.4. Petugas mencatat informasi dari BMKG dan Petugas Pemantau di lapangan pada blanko yang

telah disiapkan.5. Melaporkan informasi banjir yang dapat menimbulkan

BBWS Serayu Opak.6. Dalam hal banjir yang dapat menimbulkan bencana, Kepala BBWS Serayu Opak

menginformasikan ke instansi yang berwenang untuk segera mengeluarkan perintah evakuasi.Petugas Pemantau:1. Pemantauan rutin pada jam 07.00; 12.00; 17.00; 21.00.2. Pemantauan khusus dilakukan setiap jam, pada kondisi hujan lebat atau informasi dari posko

(BBWS) dan apabila ada indikasi terjadi banjir lahar.3. Petugas mencatat hasil pengamatan pada blanko yang telah disiapkan.4. Petugas mencatat dampak kerusakan akibat banjir.5. Petugas pos bagian hilir/paling hilir berlaku sebagai Koordinator dan melaporkan kepada pos

komando di BBWS Serayu Opak, kepada saudara:a. Manyar (No. HP. 085643453736)b. Sutikno (No. HP. 081210599792)

Catatan: Jika pemantau tidak dapat menghubungi posko maka informasi banjir diinformasikan melalui Ir.

Ajat Sudrajat, M.T (No. HP. 081321255999) atau nomor telepon kabel 0274

39

. Peta Banjir Lahar Gunung Api Merapi Tahun 2011/2012

(Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum)

Komunikasi Peringatan Dini Dalam Rangka Penanganan Banjir

Pos Komando di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak:Menanyakan kondisi cuaca setiap hari ke BMKG.Jika diramalkan akan terjadi hujan deras, Pos Komando menginformasikannya ke Petugas

Menerima informasi banjir dari Pemantau.Petugas mencatat informasi dari BMKG dan Petugas Pemantau di lapangan pada blanko yang

Melaporkan informasi banjir yang dapat menimbulkan bencana ke Kepala Bidang/Kepala

Dalam hal banjir yang dapat menimbulkan bencana, Kepala BBWS Serayu Opak menginformasikan ke instansi yang berwenang untuk segera mengeluarkan perintah evakuasi.

07.00; 12.00; 17.00; 21.00.Pemantauan khusus dilakukan setiap jam, pada kondisi hujan lebat atau informasi dari posko (BBWS) dan apabila ada indikasi terjadi banjir lahar.Petugas mencatat hasil pengamatan pada blanko yang telah disiapkan.

at dampak kerusakan akibat banjir.Petugas pos bagian hilir/paling hilir berlaku sebagai Koordinator dan melaporkan kepada pos komando di BBWS Serayu Opak, kepada saudara:

Manyar (No. HP. 085643453736)Sutikno (No. HP. 081210599792)

tidak dapat menghubungi posko maka informasi banjir diinformasikan melalui Ir. Ajat Sudrajat, M.T (No. HP. 081321255999) atau nomor telepon kabel 0274

Merapi Tahun 2011/2012

Komunikasi Peringatan Dini Dalam Rangka Penanganan Banjir Lahar

deras, Pos Komando menginformasikannya ke Petugas

Petugas mencatat informasi dari BMKG dan Petugas Pemantau di lapangan pada blanko yang

bencana ke Kepala Bidang/Kepala

Dalam hal banjir yang dapat menimbulkan bencana, Kepala BBWS Serayu Opak menginformasikan ke instansi yang berwenang untuk segera mengeluarkan perintah evakuasi.

Pemantauan khusus dilakukan setiap jam, pada kondisi hujan lebat atau informasi dari posko

Petugas pos bagian hilir/paling hilir berlaku sebagai Koordinator dan melaporkan kepada pos

tidak dapat menghubungi posko maka informasi banjir diinformasikan melalui Ir. Ajat Sudrajat, M.T (No. HP. 081321255999) atau nomor telepon kabel 0274-489172.

40

5.4 BANJIRBanjir akan terjadi disamping faktor alam bisa juga terjadi karena ulah tangan manusia,

diantaranya. Pertama, karena banyaknya sampah yang dibuang ke dalam saluran air (selokan) dan sungai yang menyebabkan pendangkalan selokan dan sungai sehingga aliran air terhambat dan menjadi meluap dan menggenang. Kedua, kurangnya daya serap tanah terhadap air karena tanah telah tertutup oleh aspal jalan raya dan bangunan-bangunan yang tidak bisa menyerap air, sehingga air tidak mengalir dan hanya menggenang. Berkurangnya daya serap tanah bisa juga diakibatkan oleh penebangan pohon di hutan yang tidak menerapkan sistem reboisasi (penanaman pohon kembali) pada lahan yang gundul sehingga daerah resapan air sudah sangat sedikit. Faktor ulah tangan manusia tersebut tidak terelakkan pula bahwa faktor alam dapat menyebabkan banjir pada saat curah hujan yang sangat tinggi dan tanah tidak mampu meresap air, sehingga luncuran air sangat deras.

Dari kedua jenis banjir yakni banjir genangan dan banjir bandang, keduanya bersifat merusak. Banjir bandang dengan aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi memiliki kecepatan arus yang cukup tinggi dan bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan manusia dan binatang. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Banjir air pekat ini akan mampu merusakan pondasi bangunan yang dilewatinya terutama pondasi jembatan sehingga menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghanyutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan terkumpul ditempat yang dilaluinya sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan, serta timbulnya wabah penyakit.

Potensi bahaya banjir yang terdapat di DIY lebih sering terjadi di lahan sempadan sungai-sungai besar, seperti Sungai Opak dan Sungai Progo, terutama di dataran banjir dan teras banjir. Selain itu, banjir juga terjadi di dataran aluvial pantai dan back swamp karena air terhalang oleh beting gisik. Karakter banjir biasanya lebih disebabkan oleh luapan air pada saat awal dan pertengahan musim hujan dengan intensitas hujan yang di atas rata-rata atau hujan terjadi dengan durasi yang lama. Sebagai contoh, banjir yang terjadi di muara Sungai Opak dan Sungai Progo terjadi pada saat awal musim hujan, karena di muara sungai tersebut masih terdapat sand bar yang menghalangi masuknya air sungai ke laut. Sand bar terjadi karena proses marin oleh tenaga angin yang dipengaruhi oleh angin pasat tenggara sehingga umumnya sungai-sungai yang bermuara di Pantai Selatan ini berbelok ke arah Barat.

Banjir yang terjadi di Kota Yogyakarta lebih disebabkan oleh luapan saluran/gorong-gorong kota yang tidak mampu menampung debit air hujan karena semakin bertambahnya nilai koefisien resapan tanah. Hal ini dilatarbelakangi oleh lahan resapan yang semakin berkurang akibat terjadinya konversi lahan disamping minimnya kesedaran masyarakat terhadap lingkungan, khususnya yang tinggal di bantaran sungai, dengan perilaku membuang sampah ke sungai yang dapat mengakibatkan pendangkalan sertta penyempitan saluran/gorong-gorong sungai. Sedangkan banjir di daerah yang berbatuan gamping, seperti halnya di Kabupaten Gunungkidul, hanya terjadi di sekitar teras banjir dan bantaran sungai yang ledokan. Hal ini terjadi karena permeabilitas tanah di daerah Gunung Kidul kecil sehingga lambat dalam meresapkan air hujan. Air hujan biasanya diresapkan ke dalam tanah oleh sistem kekar/joint di batuan gamping tersebut dan akan menuju ke sungai bawah tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Gunung Kidul.

Tabel 4. Potensi Banjir di Provinsi DIYPotensi banjir tinggi Kabupaten Bantul (Kec. Kretek) dan Kabupaten Kulonprogo (Kec.

Temon, Lendah)Potensi banjir sedang Kabupaten Sleman (Minggir, Prambanan), Kabupaten Bantul

(Jetis, Pandak, Pajangan), Kabupaten Kulonprogo (Nanggulan, Pengasih, Temon, Kalibawang).

41

Gambar 21. Peta Risiko Banjir DIY

(Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Upaya Pengurangan Risiko Bencana Banjir Dapat Dilakukan Dengan Kegiatan Berupa: Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai maupun sepanjang pantai

yang rawan badai atau tsunami. Reboisasi atau penanaman pohon dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan

bendungan/waduk. Pengerukan dasar sungai, pembuatan saluran pembelokan aliran sungai baik secara terbuka

maupun tertutup seperti halnya terowongan banjir yang dapat membantu mengurangi risiko terjadinya banjir.

Persiapan Dalam Pencegahan Kemungkinan BanjirUntuk menghindari risiko banjir, sebaiknya tempatkan bangunan di daerah yang aman

seperti di dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Berikut langkah-langkah tindakan pengurangan risiko banjir: Mengerti akan ancaman banjir, termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak

daerah, apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir. Melakukan persiapan untuk mengungsi dan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap

orang harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir. Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui orang pada saat

banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan. Mengatur aliran air ke luar daerah pada daerah pemukiman yang berisiko banjir. Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor tetap bekerja pada saat terjadi banjir. Memasang tanda ketinggian air pada saluran air, kanal, kali atau sungai, yang dapat menjadi

petunjuk bila akan terjadi banjir, atau petunjuk dalam genangan air.

Tindakan di Rumah Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang kedap air. Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi, sekurang-kurangnya 30cm

di atas garis ketinggian banjir maksimum.

42

Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah.

Kegiatan yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi Risiko Banjir Buat sumur resapan bila memungkinkan. Tanam lebih banyak pohon besar. Membentuk Kelompok Masyarakat Pengendali Banjir. Membangun/menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir. Membangun sistem peringatan dini banjir. Menjaga kebersihan saluran air dan limbah. Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir. Mendukung upaya pembuatan kanal/saluran dan bangunan pengendali banjir dan lokasi

evakuasi. Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga daerah resapan air.

Tindakan Saat Terjadi Banjir Segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Jika memungkinkan ajaklah anggota keluarga/kerabat atau orang di sekitar anda untuk

menyelamatkan diri. Selamatkan barang-barang berharga sehingga tidak rusak atau hilang terbawa banjir. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk tindakan

selanjutnya.

Tindakan Setelah Terjadi Banjir

Mencegah Tersebarnya Penyakit di Daerah Banjir Di saat dan sesudah terjadinya banjir, penting untuk memperhatikan kebersihan air yang

digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama air untuk minum dan memasak. Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mencuci pakaian, dsb. Jangan menggunakan air yang telah tercemar. Rebus air sebelum digunakan, karena ini bisa membunuh bakteri dan parasit. Rebus dan

biarkan air mendidih sekurang-kurangnya selama 7 menit. Hanya minum air yang sudah direbus, bukan air mentah.

Gosok gigi dan buat es dari air bersih yang sudah direbus. Air juga bisa diolah dengan chlorine atau yodium. Caranya yaitu dengan mencampur 6 tetes

chlorine (pemutih pakaian) tanpa pewangi (5.25% sodium hypochlorite) dalam 4 liter air. Campur dengan baik dan biarkan selama 30 menit. Akan lebih baik kalau bisa didiamkan di bawah sinar matahari. Cara ini cukup baik untuk mengolah air tapi tidak bisa membunuh semua kuman atau parasit.

Hal-Hal Penting Tentang Sanitasi dan Kebersihan Air banjir bisa jadi mengandung kotoran dari limbah air kotor dan limbah industri. Bermain atau

berenang di air banjir dapat menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar air banjir bisa berisiko bagi kesehatan

masyarakat. Pada saat bencana, sangat penting untuk menerapkan langkah-langkah dasar kebersihan.

Ingatlah untuk selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:- Sebelum memasak atau makan- Setelah buang air- Setelah melakukan pembersihan- Setelah menangani apa saja yang telah tercemar air banjir

Pembersihan di Rumah Setelah Banjir Setelah menentukan suatu daerah aman dari banjir, semua permukaan harus dibersihkan dan

diberi obat pembasmi kuman untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut. Jika memungkinkan, pakai sepatu karet dan sarung tangan selama melakukan proses pembersihan ini.

43

Dinding, lantai dan permukaan lain harus dibersihkan dengan air sabun dan diberi obat pembasmi kuman dengan campuran 1 cangkir cairan pemutih untuk 20 liter air.

Perhatian khusus diberikan pada tempat-tempat bermain anak-anak dan tempat-tempat makanan seperti dapur, meja makan, lemari makanan, kulkas, dll.

Untuk barang-barang yang sulit dibersihkan seperti kasur, kursi-kursi dengan jok, dll, keringkan di luar rumah di bawah panas matahari dan kemudian diberi obat pembasmi kuman. Barang-barang yang tidak bisa dibersihkan sebaiknya dibuang saja.

Perlu diingat bahwa bibit-bibit penyakit seperti bakteri dan jamur masih bisa tumbuh dan berkembang lama setelah tindakan pembersihan ini selesai. Oleh sebab itu disarankan pada masyarakat yang daerahnya telah dilanda banjir untuk mengadakan tindakan pembersihan ini secara berkala.

Beberapa Tindakan Untuk Menjaga Kebersihan Buatlah pagar di sekeliling tempat air bersih supaya binatang tidak masuk. Bakarlah sampah yang dapat dibakar. Sampah yang tidak dapat dibakar sebaiknya ditanam

dalam lubang khusus. Minimal jarak lubang sampah dari pemukiman 20 meter dan 500 meter dari sumber air bersih.

Buanglah barang-barang yang sudah kotor terkena air banjir. Jangan buang air besar maupun air kecil di dekat tempat air bersih ataupun rumah

pemukiman. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:

- Sebelum memasak atau makan- Setelah buang air- Setelah melakukan pembersihan- Setelah memegang apa saja yang telah tercemar air banjir

5.5 TANAH LONGSORPengertian

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.1. Longsoran Translasi, Longsoran translasi adalah ber‐geraknya massa tanah dan batuan

pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.2. Longsoran Rotasi, Longsoran rotasi adalah bergerak‐nya massa tanah dan batuan pada

bidanggelincir berbentuk cekung.3. Pergerakan Blok, Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang

gelincir berbentuk rata.Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.4. Runtuhan Batu, Runtuhan batu terjadi ketika sejum‐lah besar batuan atau material lain

bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng‐gantung terutama di daerah pantai. Batu‐batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah, Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang‐tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan, Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

44

Gambar 22. Jenis-Jenis Tanah Longsor

Gambar 23. ALIRAN (Pergerakan massa tanah/ batuan/ bahan rombakan dengan kondisi jenuh air)

JATUHANPergerakan tanpa melalui bidang luncur

Jatuhan Bahan Rombakan

Torehan akibat terlepasnya batuan yang jatuh

LUNCURAN(Pergerakan melalui bidang luncur)

Luncuran Batuan

Luncuran Tanah

Luncuran Bahan Rombakan

Aliran bahan rombakan tanahbercampur batu

Aliran tanah (lumpur)

Aliran batuan

Jatuhan Batuan

45

Bencana tanah longsor di wilayah DI Yogyakarta terjadi pada beberapa titik rawan dengan kondisi tanah curam yang biasanya berada pada dinding sungai dan di sepanjang kawasan pegunungan Menoreh yang berpotensi longsor terutama di musim penghujan. Salah satu contoh bencana akibat tanah longsor yang pernah terjadi adalah musibah banjir dan tanah longsor di sungai Belik dan sungai Gajah Wong tanggal 13 Desember 2006, dikarenakan oleh kondisi tanah yang labil, kelerengan yang curam, beban peruntukan lahan dan hujan lebat.

Ancaman bahaya tanah longsor di DIY meliputi 4 kabupaten yaitu Kulonprogo, Gunungkidul, Bantul dan Sleman. Terdapat 2 wilayah yang berpotensi longsor yaitu di deretan Pegunungan Menoreh di Kabupaten Kulonprogo dan deretan Baturagung Range di perbatasan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul.Jenis gerakan tanah pada lereng yang terjadi dapat berupa longsoran tanah yang sering terjadi pada tanah tebal, atau reruntuhan batuan (rockfall) yang biasanya terjadi pada wilayah yang didominasi oleh batuan gamping. Kondisi ini dapat dijumpai pada wilayah Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh (Kabupaten Kulonprogo) dan di wilayah karst Kabupaten Gunungkidul dan yang perbatasan dengan Kabupaten Bantul/Sleman.Potensi bahaya tanah longsor di Provinsi DIY dapat dirinci sebagai berikut:(1) Potensi longsor tinggi - Kabupaten Kulonprogo bagian utara sebagian besar adalah wilayah

yang rawan longsornya tinggi meliputi kecamatan Kokap, Samigaluh, Girimulyo, dan Kalibawang. Di wilayah Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan; Rejosari, Dlingo dan Gedangsari. Di Wilayah Kabupaten Bantul adalah di Kecamatan; Bambanglipuro, Imogiri dan Pleret. Sedang di wilayah Kabupaten Sleman yang potensi longsor tinggi adalah di bagian puncak Merapi, yang memang mempunyai lereng curam dan juga dipengaruhi oleh aktifitas Merapi itu sendiri.

(2) Potensi longsor sedang - Sebaran potensi longsor sedang ada di Kabupaten Kulonprogo meliputi Kecamatan Pengasih, Nanggulan, dan Kalibawang. Sebaran di Kabupaten Bantul meliputi kecamatan Kretek, Pajangan, Imogiri dan Pleret. Sebaran di Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan Ponjong, Dlingo, Playen, Gedangsari, dan Ngawen.

Gambar 24. Peta Risiko Tanah Longsor

(Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

46

Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama

lainnya. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah

(fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindarkan air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).

Lakukan penanaman pohon. Pilihlah pohon yang akarnya dalam sehingga dapat mengikat tanah pada lereng-lereng yang terjal.

Sebaiknya pilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus dipangkas ranting‐rantingnya/cabang-cabangnya secara teratur atau dipanen.

Khusus untuk longsor berupa runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.

Pengenalan daerah yang rawan longsor. Identifikasi daerah-daerah yang tanahnya aktif bergerak. Ini dapat dikenali dengan adanya

rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda). Sebaiknya jangan membangun di daerah yang rawan longsor. Jika hendak mendirikan bangunan, pastikan bahwa fondasinya kuat. Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan. Melakukan deteksi dini. Membuat Peta Ancaman.

Tindakan Kesiapsiagaan Tidak menebang atau merusak hutan. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar wangi,

lamtoro, dan lain sebagainya pada lereng-lereng yang gundul. Membuat saluran air hujan. Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang curam dan terjal. Memeriksa keadaan tanah secara berkala, apakah ada retakan. Mengukur tingkat derasnya hujan.

5.6 PUTING BELIUNGAngin puting beliung terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang sangat ekstrim,

biasanya terjadi pada musim hujan dimana terbentuk angin disertai putaran yang kencang dan berpotensi menimbulkan kerusakan. Putaran angin yang kencang tersebut berbentuk melingkar dengan radius antara 5 hingga 10 km dengan kecepatan mencapai 20 hingga 30 knot. Angin puting beliung yang masuk kategori tornado lemah mempunyai ciri bisa menyebabkan kematian kurang dari 5%, memiliki tenggang waktu 1 sampai dengan 10 menit dengan kecepatan angin kurang dari 110 mph.

Angin Ribut di Provinsi DIY hampir terjadi di semua Kabupaten. Biasanya kejadian angin ribut dapat dijumpai pada saat musim pancaroba pergantian dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya masa pergantian dari musim hujan ke musim kemarau. Kejadiannya sangat dipengaruhi oleh tekanan udara lokal sehingga sulit untuk diprediksi maupun di pantau dari citra satelit. Konversi lahan juga sangat mempengaruhi tekanan udara lokal. Angin Ribut jarang dijumpai di daerah perbukitan dan seringnya terjadi pada daerah hamparan atau daerah yang berada diantara 2 celah bukit. Letak geografis dan topografis juga sangat mempengaruhi kejadian angin ribut.

Tabel 5. Sebaran Wilayah Rawan Angin Ribut/Puting BeliungKabupaten/Kota Wilayah Ancaman

Sleman Gamping, Seyegan, Sleman, Depok, Cangkringan, dan NgemplakBantul Pajangan, Srandakan, Sanden, Kretek, Sewon, Pleret, dan Banguntapan.Kulonprogo Pengasih, Nanggulan, dan SentoloGunungkidul Patuk, Playen, Wonosari, Karangmojo.Yogyakarta Pakualaman, Mergangsan, dan Balai Kota.

47

Ciri-Ciri Angin Puting Beliung1. Kejadiannya singkat, antara 3 hingga 10 menit, setelah itu diikuti angin kencang yang

kecepatannya berangsur melemah.2. Kecepatan angin lesus adalah 45 hingga 90 km/jam.3. Terjadi di tempat dengan radius jangkuan 5 hingga 10 km.4. Terjadi di musim pancaroba dan sebagian kecil di musim hujan, saat hujan di siang atau sore

hari.5. Terjadi antara jam 13 hingga 17.

Tanda-tanda yang Mendahului 1. Sehari sebelumnya udara pada malam dan pagi terasa panas dan pengap.2. Sekitar jam 10 pagi terlihat awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada

satu jenis awan yang memiliki batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol.

3. Selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap.4. Jika ranting pohon bergoyang, maka hujan dan angin kencang akan datang.5. Terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri.6. Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan yang tiba-tiba deras, apabila hujannya

gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri.7. Terdengar sambaran petir yang cukup keras, yang merupakan pertanda hujan lebat dan angin

kencang akan terjadi.8. Pada musim penghujan, jika 1 hingga 3 hari berturut-turut tidak ada hujan, kemungkinan hujan

deras yang pertama kali turun akan diikuti oleh angin kencang baik yang termasuk dalam kategori puting beliung atau angin kencang yang memiliki kecepatan lebih rendah.

Menghadapi Angin Puting Beliung

Sebelum Datangnya Angin1. Dengar dan simaklah siaran radio atau televisi menyangkut prakiraan terkini cuaca setempat.2. Waspadalah terhadap perubahan cuaca.3. Waspadalah terhadap angin topan yang mendekat.4. Waspadalah terhadap tanda tanda bahaya sebagai berikut:

a. Langit gelap, sering berwarna kehijauan.b. Hujan es dengan butiran besar.c. Awan rendah, hitam, besar, seringkali bergerak berputar.d. Suara keras seperti bunyi kereta api cepat.e. Bersiaplah untuk ke tempat perlindungan (bunker) bila ada angin topan mendekat.

Pada Saat Datangnya Angina. Bila dalam keadaan bahaya segeralah ke tempat perlindungan (bunker).b. Jika anda berada di dalam bangunan seperti rumah, gedung perkantoran, sekolah, rumah

sakit, pabrik, pusat perbelanjaan, gedung pencakar langit, maka yang anda harus lakukan adalah segera menuju ke ruangan yang telah dipersiapkan untuk menghadapi keadaan tersebut seperti sebuah ruangan yang dianggap paling aman; basement, ruangan anti badai, atau di tingkat lantai yang paling bawah.

c. Bila tidak terdapat basement, segeralah ke tengah-tengah ruangan pada lantai terbawah, jauhilah sudut-sudut ruangan, jendela, pintu, dan dinding terluar bangunan. Semakin banyak sekat dinding antara diri anda dengan dinding terluar gedung semakin aman. Berlindunglah di bawah meja gunakan lengan anda untuk melindungi kepala dan leher anda. Jangan pernah membuka jendela.

d. Jika anda berada di dalam kendaraan bermobil, segeralah hentikan dan tinggalkan kendaraan anda serta carilah tempat perlindungan yang terdekat seperti yang telah disebutkan di atas.

e. Jika anda berada di luar ruangan dan jauh dari tempat perlindungan, maka yang anda harus lakukan adalah sebagai berikut:1. Berlindunglahh pada tempat yang serendah mungkin; saluran air terdekat atau sejenisnya,

sambil tetap melindungi kepala dan leher dengan menggunakan lengan anda.

48

2. Jangan berlindung di bawah jembatan, jalan layang, atau sejenisnya. Anda akan lebih aman berlindung pada tempat yang datar dan rendah

3. Jangan pernah melarikan diri dari angin puting beliung dengan menggunakan kendaraan bermobil bila di daerah yang berpenduduk padat atau yang bangunannya banyak. Segera tinggalkan kendaraan anda untuk mencari tempat perlindungan terdekat.

4. Hati hati terhadap benda benda yang diterbangkan angin puting beliung. Hal ini dapat menyebabkan kematian dan cedera serius

Gambar 25. Peta Risiko Puting Beliung DIY

Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pengurangan Risiko Bencana Angin Puting Beliung Struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya

di daerah yang rawan angin badai. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari

serangan angin badai. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin. Pembangunan fasilitas umum yang cukup luas sehingga dapat digunakan sebagai tempat

penampungan sementara bagi warga maupun barang saat terjadi serangan angin badai. Pembangunan rumah yang tahan angin. Pengamanan/penguatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat

membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.

5.7 KEKERINGANPotensi Kekeringan di DIY

Daerah Gunungsewu merupakan perbukitan kerucut karst yang berada di zona fisiogafik Pegunungan Selatan Jawa Tengah - Jawa Timur dan secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini senantiasa di landa kekeringan pada musim kemarau karena air permukaan yang langka. Persoalan tersebut saat ini dapat ditanggulangi karena diperkirakan pada wilayah ini terdapat cukup banyak air tanah, hal ini terbukti

49

dari banyak dijumpainya sungai-sungai bawah permukaan. Geomorfologi Daerah Gunungsewu, berdasarkan morfogenetik dan morfometriknya dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Karst, Satuan Geomorfologi Perbukitan Kerucut Karst, dan Satuan Geomorfologi Teras Pantai. Secara umum karstifikasi di daerah ini sudah mencapai tahapan dewasa.

Lapisan paling bawah stratigafi Daerah Gunungsewu berupa endapan vulkanik yang terdiri dari batu pasir tufaan, lava, dan breksi yang dikenal sebagai Kelompok Besole. Di atas batuan basal tersebut secara terpisah-pisah didapatkan napal Formasi Sambipitu serta batugamping tufaan dan batugamping lempungan Formasi Oyo. Di atasnya lagi dijumpai batu gampingGunungsewu Formasi Wonosari yang dianggap merupakan lapisan pembawa air. Di bagian paling atas, berturut-turut terdapat napal Formasi Kepek, endapan aluvial dan endapan vulkanik Merapi.

Kondisi hidrologi daerah ini adalah tidak dijumpainya air permukaan karena sebagian besar air yang jatuh ke permukaan langsung masuk ke dalam tanah karena memiliki batuan jenis porus, sehingga hampir sebagian besar tersimpan dalam sungai bawah tanah. Penduduk di daerah ini menggunakan air dari hasil pemompaan sungai Bribin yang disalurkan melalui pipa-pipa dengan memanfaatkan tenaga gravitasi dan juga menggunakan PAH atau Penampung Air Hujan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jenis flora yang terdapat daerah ini adalah ketela, jati, kelapa, jagung, kacang tanah dan padi gogo. Jenis tanaman ini ditanam pada bagian yang tanahnya sudah berkembang atau pada cekungan-cekungan yang biasanya terisi oleh tanah terrarosa/mediteran.

Tabel 6. Potensi Kekeringan di Provinsi DIY(1) Potensi kekeringan tinggi Kabupaten Gunungkidul sebagian besar wilayah berpotensi

kekeringan tinggi dan Kabupaten Kulonprogo (Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Kokap), serta di daerah lereng atas Merapi

(2) Potensi kekeringan sedang Kab. Bantul (Pajangan, Gamping), Kab. Kulonprogo (Sentolo, Pengasih, Lendah, Nanggulan)

Pengertian dan Tanda-Tanda Umum KekeringanKekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada

suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus. Dampak kekeringan muncul sebagai akibat dari kekurangannya air atau perbedaan-perbedaan antara permintaan dan persediaan air. Apabila kekeringan sudah mengganggu dampak tata kehidupan dan perekonomian masyarakat, maka kekeringan dapat dikatakan Bencana.

Menurut Shelia B. Reid (1995), kekeringan bisa dikelompokan berdasarkan jenisnya yaitu: kekeringan meteorologis, kekeringan hydrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosial ekonomi.1. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan didasarkan pada tingkat

kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau rata–rata dan lamanya periode kering. Perbandingan ini haruslah bersifat khusus untuk daerah tertentu dan bisa diukur pada musim harian dan bulanan atau jumlah curah hujan skala waktu tahunan. Kekurangan curah hujan sendiri, tidak selalu menciptakan bahaya kekeringan.

2. Kekeringan hidrologis terjadi ketika berkurangnya sumber–sumber air seperti sungai, air tanah, danau dan tempat–tempat cadangan air. Definisinya mencakup data tentang ketersediaan dan tingkat penggunaan yang dikaitkan dengan kegiatan wajar dari sistem yang dipasok (sistem domestik, industri, pertanian yang menggunakan irigasi). Salah satu dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air dalam sistem–sistem penyimpanan air ini.

3. Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi dan hidrologi terhadap produksi tanaman pangan dan ternak. Kekeringan ini terjadi ketika kelembapan tanah tidak mencukupi untuk mempertahankan hasil dan pertumbuhan rata-rata tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman, bagaimanapun juga, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan dan sarana-sarana tanah. Dampak dari kekeringan pertanian sulit untuk bisa diukur karena rumitnya pertumbuhan tanaman dan kemungkinan adanya faktor–faktor lain yang bisa mengurangi hasil seperti; hama alang–alang, tingkat kesuburan tanah yang rendah dan harga hasil tanaman yang rendah. Kekeringan kelaparan bisa dianggap sebagai suatu bentuk

50

kekeringan yang ekstrim, dimana kekurangan banjir sudah begitu parahnya sehingga sejumlah besar manusia menjadi tidak sehat atau mati. Bencana kelaparan biasanya mempunyai penyebab–penyebab yang kompleks, sering kali diakibatkan oleh perang dan konflik. Meskipun kelangkaan pangan merupakan faktor utama dalam bencana kelaparan, kematian dapat muncul sebagai akibat dari faktor lainnya seperti penyakit atau kurangnya akses dan jasa-jasa lainnya.

4. Kekeringan sosio-ekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan permintaan akan barang–barang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan yang disebutkan diatas. Ketika persediaan barang–barang seperti air, jerami atau jasa seperti energi listrik tergantung pada cuaca, kekeringan bisa menyebabkan bencana. Konsep kekeringan sosio-ekonomi ialah proses keterkaitan hubungan antara kekeringan dan aktivitas–aktivitas manusia. Sebagai contoh, praktek–praktek penggunaan lahan yang buruk semakin memperburuk dampak–dampak dan kerentanan terhadap kekeringan di masa mendatang.

Gejala Terjadinya Kekeringan Adalah Sebagai Berikut:1. Menurunnya tingkat curah hujan dibawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan

Meteorologis merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan.2. Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air

tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan air tanah. Kekeringan Hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.

3. Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air di dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi kering dan mengering.

Faktor-Faktor Penyebab KekeringanFaktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:

1. Lapisan Tanah Tipis – Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah tidak akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat mengalami penguapan oleh panas matahari. Biasanya bencana kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan kars,karena di daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.

2. Air Tanah Dalam – Air tanah yang dalam menyebabkan sumber-sumber mata air mengalami kekeringan di musim kemarau,karena air yang terdapat jauh di bawah lapisan tanah tidak mampu naik, sehingga walaupun terdapat sumber mata air yang tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau, jumlahnya sangat terbatas.

3. Tekstur Tanah Kasar – Tekstur tanah yang kasar tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lama. Karena air hujan yang turun, akan langsung mengalir ke dalam sehingga tanah tidak mampu menahan laju air. Di lain sisi, air yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang kasar akan mengalami penguapan relatif lebih cepat dikarenakan rongga-rongga tanah yang lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.

4. Iklim – Iklim memiliki kaitan langsung dengan bencana kekeringan. Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim yang terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim. Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih lama daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama tentunya akan memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di musim kemarau.

5. Vegetasi – Vegetasi memiliki pengaruh tersendiri terhadap terjadinya kekeringan. Jenis vegetasi tertentu, seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan intensitas yang lebih banyak, daripada tanaman lain, banyak mempengaruhi berkurangnya persediaan air dalam tanah. Pada kenyataannya, penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst yang rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu kekeringan adalah tanaman bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat rumit, dan menutupi permukaan tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman lain untuk tumbuh sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang seharusnya berfungsi untuk menyimpan air tidak ada atau terbatas jumlahnya.

51

6. Topografi – Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan memiliki kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah. Dengan kata lain di dataran tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan lebih besar daripada di dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.

Mitigasi Bencana Kekeringan1. Pra Bencana

a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air

bersih.c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada di

lingkungan tinggal kita.d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester

semen atau ubin keramik.f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air.g. Perlindungan sumber-sumber air dan pengembangannya.h. Panen dan konservasi air

Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.

Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.1) Rorak – Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 30-

80 cm yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.

2) Saluran buntu – Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar.

3) Lubang penampungan air (catch pit) – Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian tanaman.

4) Embung – Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau. Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000 m3. Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan menggunakan alat berat melalui proyek pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200 sampai 500 m3 juga sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air untuk areal yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya masyarakat. Embung cocok

52

dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.

5) Bendungan Kecil (Cek Dam) – Cek Dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam Cek Dam, sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.

6) Panen air hujan dari atap rumah – Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup tinggi. Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.

2. Saat terjadi BencanaSasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang

ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan melalui:a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.d. Penyediaan pompa air.e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).3. Pasca Bencana

Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat bencana kekeringan antara lain:a. Bantuan sarana produksi pertanian.b. Bantuan modal kerja.c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa, dll.e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.h. Penertiban penggunaan air.

5.8 Wabah PenyakitPotensi Wabah Penyakit DIY

Penyakit–penyakit yang telah mengalami angka penurunan bagi warga, sepertituberkulosa paru dan malaria, masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging),mengingat kondisi perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yangkurang mendukung. Kondisi tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai penyakit tersebut dan masih tingginya faktor risiko, baik perilaku maupun lingkungan di masyarakat. Disisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat ini masih tetap menjadi ancaman dan masukdalam 10 besar penyakit di DIY.

1. DBDJumlah kasus DBD pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 2.203 kasus, dengan jumlah

kematian sebanyak 16 kasus. Kasus DBD pada Tahun 2010 mengalami peningkatan yangsignifikan yaitu sebanyak 5.121 kasus dengan jumlah kematian 33 kasus. Tingginya prevalensi penyakit DBD tidak terlepas dari masih tingginya faktor risiko penularan di masyarakat sepertiangka bebas jentik yang masih di bawah 95% yaitu baru 64,46% pada tahun 2008 dan 71,8% pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 angka bebas jentik sebesar 87,88% rumah yang bebas dari jentik Aedes aegypti.

53

2. TBCKualitas pengobatan TBC di DIY berdasarkan laporan program P2M, meskipun dari tahun

ke tahun terus meningkat namun tetap masih dibawah target yaitu angka kesembuhan barumencapai 83,8% (target 85%). Permasalahan lain adalah penemuan penderita yang masih rendahdimana pada tahun 2010 baru mencapai 52,55% (target 70%). Angka tersebut masih belumberanjak membaik dengan capaian di tahun 2009 yang baru mencapai 52,8%.

Penderita TBC yang tidak sembuh atau penderita yang tidak memperoleh pengobatankarena belum ditemukan, merupakan sumber penular yang mengancam pencapaian derajatkesehatan, mengingat penyakit TBC disamping bisa menimbulkan kematian yang tinggi jugamenjadi prekursor berbagai penyakit dengan fatal lain, seperti HIV/AIDS, penyakit paru obstruksi, dan lain sebagainya.

Sementara itu kematian dan kesakitan akibat penyakit infeksi saluran pernafasan, menjadi penyebab kematian terbesar dan memiliki kecenderungan peningkatan. Penyakit TBC memegangperan penting kasus kesakitan dan kematian penyakit saluran pernafasan tersebut dan bertanggungjawab terhadap kecenderungan peningkatannya mengingat sifat penularan danperilaku masyarakat.

3. MalariaPenyakit malaria telah menurun dengan sangat signifikan dalam lima tahun terakhir.

Namun demikian masih ditemukan adanya kasus penularan indigenous malaria KabupatenKulonprogo. Total kasus (indigenous dan non indigenous) tahun 2010 terlaporkan sejumlah 116kasus terbanyak berasal dari Kabupaten Kulonprogo yang mencapai 64 kasus. Kemudian disusul dengan Kabupaten Sleman dengan 28 kasus dan Kabupaten Bantul dengan 20 kasus.

Angka API / AMI per 100 penduduk tahun 2008 di Provinsi DIY mencapai 0.02. Hasilpengamatan program P2M memperlihatkan bahwa episentrum KLB malaria masih dijumpai di wilayah Kulonprogo. Belum membaiknya kondisi lingkungan dan peningkatan pemanasan global,dikhawatirkan akan tetap memberikan peluang yang tinggi bagi perkembangan penyakit ini.

4. HIV/AIDSDIY saat ini telah menempati urutan ke-17, provinsi dengan penderita penyakit HIV/AIDS

terbesar. Penularan telah berubah dengan dominasi penggunaan jarum suntik penggunanarkoba. Penderita HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok usia 20-26 tahun. Laporanprogram P2M menunjukkan bahwa penemuan kasus HIV/AIDS masih rendah yaitu dari targetsemula sebesar 2000 hanya mampu dicapai 1288 kasus dengan jumlah kematian karena AIDSpada tahun 2010 sebanyak 14.

Laporan kabupaten / kota menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS sebesar 96 kasusdengan jumlah penemuan kasus baru tertinggi HIV/AIDS adalah di Kabupaten Bantulsementara terendah adalah di Kabupaten Gunungkidul.

5. LeptospirosisKasus leptospirosis ditemukan di beberapa lokasi di Provinsi DIY, diantaranya di

Kabupaten Kulonprogo, Sleman dan Bantul. Dibandingkan dengan tahun 2008, kasusleptospirosis pada tahun 2009 mengalami peningkatan yaitu sebesar 93 kasus dengan jumlahkematian 6 kasus. Sedangkan tahun 2008 tercatat jumlah kasus :11 kasus, dan jumlah kematian 2 meninggal. Sedangkan tahun 2010 terlaporkan 230 kasus dengan kematian yangmenigkat tajam menjadi 23 kasus.

6. KustaPenderita penyakit kusta di DIY jumlahnya kecil. Berdasarkan laporan Kabupaten / kota

Tahun 2010 jumlah penderita penyakit kusta yang berhasil diidentifikasi mencapai 31 orang (5PB dan 26 MB). Angka yang dilaporkan tersebut lebih tinggi dibandingkan laporan Tahun 2009 jumlah penderita penyakit kusta yang berhasil diidentifikasi mencapai 45 orang (13 PB dan 32 MB), tahun 2008 yang mencapai jumlah 36 orang dan tahun 2007 sejumlah 45 orang. Salahsatu yang menjadi catatan penting dikaitkan dengan penderita kusta adalah tingkat penderitakusta PB (RFT PB) selesai berobat mencapai 100% dan tingkat penderita kusta MB (RFTMB) selesai berobat mencapai 94,12% di tahun 2010.

54

7. Pneumonia BalitaPneumonia pada balita banyak dijumpai di Provinsi DIY. Laporan dari berbagai sarana

pelayanan kesehatan pemerintah menunjukkan bahwa pada tahun 2010 dilaporkan sebanyak1.813, kemudian tahun 2009 dilaporkan sebanyak 1.189 kasus, tahun 2008 ditemukan sejumlah783 kasus Pneumonia Balita. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan laporan kabupaten/kotapada tahun 2007 yang mencapai 632 kasus.

8. DiarePenderita diare di puskesmas di kabupaten/kota setiap tahun jumlahnya cukup tinggi.

Namun demikian hal ini belum dapat menggambarkan prevalensi keseluruhan dari penyakit diarekarena banyak dari kasus tersebut yang tidak terdata oleh sarana pelayanan kesehatan

(pengobatan sendiri atau pengobatan di praktek swasta). Laporan profil kabupaten / kotamenunjukkan bahwa selama kurun tahun 2007 jumlah balita yang menderita diare dan memeriksakan ke sarana pelayanan kesehatan mencapai 16.589 sementara tahun 2008mencapai 31.394. Sedangkan pada tahun 2009 sejumlah 15.678 balita dilaporkan menderitadiare. Kemudian pada tahun 2010 dilaporkan sebanyak 55.880 kasus diare baik yang ditemukandi puskesmas maupun di rumah sakit.

9. Penyakit Bisa Dicegah dengan ImunisasiProgram imunisasi telah dijalankan sejak lama di seluruh wilayah Indonesia dan telah

mencapai hasil yang cukup baik. Provinsi DIY merupakan wilayah yang memiliki tingkat pencapaian kinerja dalam program imunisasi terbaik di Indonesia. Hampir seluruh desa di tahun2009 (99,09%) yang ada di Provinsi DIY telah masuk dalam kategori desa UCI (Universal Coverage Immunization) yaitu suatu indikasi yang menggambarkan bahwa desa tersebut penduduknya telah menjalankan imunisasi. Pada tahun 2010 seluruh desa (100%) di ProvinsiDIY telah masuk dalam kategori desa UCI. Hasil pencapaian program imunisasi juga terlihat dariberbagai kasus penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi yang relatif kecil dibandingkan dengan wilayah lain.

Laporan kabupaten/kota memperlihatkan bahwa pada tahun 2010 ditemukan kasuspenyakit campak sebanyak 292 kasus (terbanyak di Kota Yogyakarta) dan hepatisis sebanyak 1kasus yaitu di kabupaten Kulonprogo. Kasus difteri dijumpai sebanyak 2 kasus yang terjadi diKabupaten Gunung Kidul. Di sisi lain pencapaian program imunisasi penyakit campak menunjukkan bahwa cakupan pada tahun 2010 mencapai 101,53% (tahun 2008 : 92,57% dantahun 2009 sebesar 99,09%).

10. New Emerging DiseaseHasil laporan kabupaten/kota menunjukkan bahwa di 5 kabupaten/kota telah terdeteksi

unggas (>1 jenis) positif Avian Influenza. Potensi penyakit Avian Influenza masih terbuka lebardengan masih buruknya pemahaman dan perilaku masyarakat untuk melakukan pencegahan. Beberapa penyakit baru lain seperti Influanza H1N1, SARS dan lain sebagainya. Ancaman jenis penyakit baru ini juga didukung dengan semakin tingginya tingkat mobilitas penduduk antar wilayah dan belum baiknya pola perilaku sehat masyarakat.

Mengenal Wabah Penyakita. Pengertian

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

b. PenyebabSecara umum penyebab wabah dikelompokkan sebagai berikut :

Toksin (kimia & biologi). Infeksi (virus, bakteri, protozoa dan cacing).

c. Mekanisme PerusakanWabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang sangat luas

meliputi :

55

Jumlah pesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka dapat menyerang masyarakat dalamjumlah yang sangat besar dan memiliki peluang wabah akan menyerang lintas negara bahkanlintas benua.

Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan meningkat secara tajam, khususnya wabah penyakit menular yang masih relatif baru seperti Flu Burung dan SARS.

Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak pada merosotnya roda ekonomi, sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi maka triliun aset usaha perunggasan akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena adanya travel warning dari beberapa negara maka akan melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran.

Aspek politik, bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan masyarakat yang sangat hebat, dan kondisi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh pihak‐pihak tertentu guna menciptakan kondisi tidak stabil.

d. Kajian Bahaya Pemetaan faktor risiko terjadinya wabah. Pemetaan populasi berisiko. Pemetaan potensi. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD). Sureveilans Epidemiologi.

e. Gejala dan Peringatan DiniWabah terjadi berawal dalam skala kecil baik jumlah kasus, kematian maupun daerah yang

terserang. Bila kondisi awal ini tidak dapat segera diatasi maka akibat yang lebih luas akan segera terjadi,

misalnya banyaknya penduduk yang terserang, jumlah kematian, lumpuhnya sistem pelayananumum termasuk pelayanan bidang kesehatan.

Akan timbul kepanikan masyarakat yang sangat luas dan ini dapat menimbulkan ancaman bagistabilitas suatu negara.

f. Parameter Tingkat kesakitan. Jumlah penderita. Jumlah kecacatan. Jumlah kematian. Kecepatan penularan.

g. Komponen yang terancamSecara umum dampak dari wabah penyakit ini tidak mengancam sarana dan prasarana

akan tetapi hanya menyebabkan kerusakan/kerugian berupa korban manusia.

h. Pengurangan Risiko Bencana Wabah Penyakit Menyiapkan masyarakat termasuk aparat pemerintah untuk memahami risiko bila wabah

terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi. Salah satunya adalah melakukan kegiatan sosialisasi yang terus-menerus.

Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanggulangan bila wabah terjadi.

Menyiapkan sarana dan prasarana untuk upaya penanggulangan seperti sumberdaya manusia yang profesional (petugas kesehatan, tenaga medis), sarana pelayanan kesehatan, saranakomunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.

Pengendalian faktor risiko. Deteksi secara dini. Merespon dengan cepat.

56

DAFTAR PUSTAKA

Charlotte Benson & John Twigg. 2007. Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan RisikoBencana. Geneve: The Provention Consortium.

Elanto Wijoyono. 2009. Penyelamatan Pusaka Pascabencana: Upaya Menanamkan Isu Pelestarian dalam Pengurangan Risiko Bencana.http://elantowow.wordpress.com/2009/10/22/penyelamatan-pusaka-pascabencana/.

IOM. 2011. Modul Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. Yogyakarta: InternationalOrganization for Migration.

MDMC. 2008. Pendidikan Siaga Bencana: Panduan Guru. Jakarta: Muhammadiyah DisasterManagement Centre.

Lilik Kurniawan dkk. 2011. Indeks Kerawanan Bencana Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

PMI. 2007. Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa. Yogyakarta: Palang MerahIndonesia Daerah Istimewa Yogyakarta.

PUSKUR. 2009. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana. Jakarta: PusatKurikulum, BALITBANG, Kementerian Pendidikan Nasional, dan SCDRR-UNDP.

PUSKUR. 2009. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa Bumi: Bahan Pengayaan bagi Guru SD/MI. Jakarta: Pusat Kurikulum, BALITBANG, Kementerian Pendidikan Nasional, dan SCDRR-UNDP.

Shelia B. Red.1995. Program Pelatihan Manajemen Bencana. New York: UNDMTP.Tim Penulis BNPB. 2009. Data Bencana Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Badan Nasional

Penanggulangan Bencana.Tim Penyusun LINGKAR. 2009. Modul Pengurangan Risiko Bencana Crash Programme Daerah

Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: SCDRR-UNDP PPMU-DI Yogyakarta.UN Secretariat. 2008. Disability Paper (E/CN.5/2008/6): Mainstreaming Disability in the

Development Agenda. www.ods.un.org.UNISDR. 2004. Living with Risks: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. Geneve:

United Nations International Strategy for Disaster Reduction.Wawan Andriyanto. 2011. Aksi Pemuda: Panduan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis

Komunitas (PRBBK) untuk Pemuda. Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga, Republik Indonesia.