Digital 20296226 S1824 Modifikasi Bentonit

download Digital 20296226 S1824 Modifikasi Bentonit

of 103

description

Modifikasi Bentonit

Transcript of Digital 20296226 S1824 Modifikasi Bentonit

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan

    Polydiallyl Dimethyl Ammonium sebagai Adsorben

    Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate

    SKRIPSI

    Deagita Yolani

    0806326595

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM S1 KIMIA

    DEPOK

    JANUARI 2012

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan

    Polydiallyl Dimethyl Ammonium sebagai Adsorben

    Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

    Deagita Yolani

    0806326595

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    DEPARTEMEN KIMIA

    DEPOK

    JANUARI 2012

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

    sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

    nyatakan dengan benar.

    Nama : Deagita Yolani

    NPM : 0806326595

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 30 Desember 2011

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh

    Nama : Deagita Yolani

    NPM : 0806326595

    Program Studi : Departemen Kimia

    Judul Skripsi : Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan

    Polydiallyl Dimethyl Ammonium sebagai

    Adsorben Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

    bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

    pada Program Studi S1 - Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam Universitas Indonesia

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing I : Dra. Tresye Utari, M.Si

    Pembimbing II : Dr. Yoki Yulizar, M.Sc

    Penguji I : Dr. rer. nat. Widayanti Wibowo

    Penguji II : Dr. Yuni K. Krisnandi

    Penguji III : Dr. Asep Saefumillah

    Ditetapkan di : Depok

    Tanggal : 6 Januari 2012

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Deagita Yolani NPM : 0806326595 Program Studi : Kimia Departemen : Kimia Fakultas : MIPA Jenis karya : Skripsi

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Polydiallyl Dimethyl

    Ammonium sebagai Adsorben Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok Pada tanggal : 30 Desember 2011

    Yang menyatakan

    ( Deagita Yolani )

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • KATA PENGANTAR

    Puji serta syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat

    dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

    Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

    mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

    Penulis menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi penulis untuk

    menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik

    selama masa perkuliahan sampai dengan penelitian dan penulisan skripsi ini.

    Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

    a. Kedua orang tua saya (Ibu dan Alm.Bapak), dan adik saya, yang selalu

    memberikan dukungan baik materil maupun imateril, dorongan semangat,

    dan doa yang tiada hentinya;

    b. Dra.Tresye Utari, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan koordinator

    penelitian yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

    membimbing penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini;

    c. Dr. Yoki Yulizar, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan

    waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penelitian dan

    penyusunan skripsi ini;

    d. Novena Damar Asri, S.Si yang telah banyak membimbing penulis dalam hal

    penulisan skripsi yang baik dan benar;

    e. Dr. Ridla Bakri, M.Phil selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA Universitas

    Indonesia;

    f. Drs. Erzi Rizal selaku pembimbing akademis yang telah membimbing penulis

    dalam kegiatan akademis perkuliahan;

    g. Dr. rer. nat Widayanti Wibowo, Dr. Yuni K. Krisnandi, Dr. Asep Saefumillah

    selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan kepada penulis;

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • h. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia yang

    telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna selama perkuliahan bagi

    penulis;

    i. Ir. Hedi Surrahman, M.Si yang telah banyak memberikan bantuan dalam

    proses peminjaman alat dan bahan selama penelitian;

    j. Bapak Sutrisno Babe Perpustakaan, Mbak Ina, Mbak Cucu, Mbak Tri,

    Mbak Emma, Pak Mardji, Pak Hadi, Pak Kiri, Pak Amin, dan seluruh staf

    Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia;

    k. Kak Rispa, Kak Alvin, Kak Dio, Kak Daniel, Kak Rasyid, dan Pegawai Lab

    Afiliasi Departemen Kimia UI lainnya, serta Bapak Wisnu dan operator XRD

    Batan yang telah banyak membantu dalam karakterisasi sampel;

    l. Rekan-rekan selama penelitian: Kak Sonia, Kak Narita, Kak Rosa, Kak Reka,

    Kak Rohman, Kak Putri, Dinda, Bu Nurlita, dan seluruh rekan-rekan

    penelitian lantai 3 dan 4 yang telah menemani penulis melewati masa-masa

    suka dan duka penelitian dan selalu memberikan semangat kepada penulis;

    m. Sahabat-sahabat saya: Esti, Inna, Tata, Asef, yang telah memberikan

    semangat dalam perkuliahan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Terima

    kasih atas semua tawa, tangis, dan petualangan yang telah kita rasakan

    bersama;

    n. Seluruh teman-teman angkatan 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 yang tidak

    dapat disebutkan satu-persatu;

    o. Agung Kurniawan Putra selaku pembimbing ketiga bagi penulis yang telah

    mencurahkan cinta kasih, waktu, tenaga, dan pikirannya kepada penulis, serta

    dorongan semangat dan wejangan-wejangan pembakar semangatnya yang

    selalu berhasil membantu penulis dalam mengatasi berbagai permasalahan;

    p. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu

    saya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

    pihak yang telah membantu penulis. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat

    bagi pengembangan ilmu.

    Penulis

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • ABSTRAK

    Nama : Deagita Yolani

    Program Studi : Kimia

    Judul : Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Polydiallyl

    Dimethyl Ammonium sebagai Adsorben Sodium Dodecyl Benzene

    Sulfonate

    Bentonit merupakan salah satu mineral yang kelimpahannya cukup besar di

    Indonesia. Kemampuan bentonit sebagai adsorben beserta modifikasi untuk

    meningkatkan kemampuan adsorpsinya telah banyak dilakukan sebelumnya, dan

    salah satunya adalah melalui metode pilarisasi. Penelitian ini dilakukan untuk

    membuat bentonit terpilar Al dengan template CTAB yang akan diaplikasikan

    untuk adsorben limbah surfaktan Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate (SDBS).

    Bentonit yang telah diaktivasi dan difraksinasi untuk mendapatkan fraksi

    montmorillonite (MMT), kemudian dijenuhkan dengan NaCl (Na-MMT). KTK

    (Kapasitas Tukar Kation) Na-MMT ditentukan dengan adsorpsi metilen biru,

    diperoleh nilai KTK sebesar 34,9 meq/100gr. Pembuatan bentonit terpilar Al

    dilakukan dengan penambahan polikation Al dan surfaktan N-Cetyl-N,N,N-

    Trimethyl-Ammonium Bromide (CTAB) secara bersamaan ke dalam Na-MMT

    membentuk Al-MM T. Al-MMT yang dibuat dengan penambahan CTAB

    kemudian dimodifikasi dengan Poly Dialllyl Dimethyl Ammonium Bromide

    (PDDA) dengan konsentrasi yang divariasikan antara 1x10-5

    1x10-3 M, diperoleh konsentrasi optimum yang ditentukan menggunakan FTIR yaitu 5x10

    -4

    M. Hasil ini dinamakan PMAM yang diaplikasikan untuk adsorpsi SDBS dengan

    melakukan variasi konsentrasi dan waktu kontak SDBS. Kondisi optimum yang

    diperoleh adalah konsentrasi 1x10-3

    M dan waktu kontak 45 menit dengan

    %SDBS terserap 99,3%, kemudian dilakukan perbandingan kemampuan adsorpsi

    PMAMt (PMAM dari Al-MMT tanpa CTAB), dan PMNM (Polymer Modified

    Na-MMT), didapatkan %SDBS terserap sebesar 89,58% dan 97,23%.

    Kata Kunci : Adsorpsi, Bentonit, Montmorillonite, Polikation Al,

    PDDA, SDBS

    xvi+ 87 halaman : 40 gambar, 10 tabel

    Daftar Pustaka : 87 (1985-2011)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • ABSTRACT

    Name : Deagita Yolani

    Program Study: Chemistry

    Title : Modification of Al-Pillared Bentonite Using Polydiallyl

    Dimethyl Ammonium as an Adsorben to Sodium Dodecyl

    Benzene-Sulfonate

    Bentonite is one of the most abundant mineral in Indonesia. The ability of

    bentonite as an adsorbent and modifications to enhance the adsorption capacity

    has been studied before, and one of them was through a pillarization method. This

    research was done to prepare Al pillared bentonite with CTAB as template and

    will be applied for adsorbing surfactant Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate

    (SDBS). Bentonite that was first activated and fractionated to obtain

    montmorillonite (MMT), and then was saturated with NaCl, to obtain Na-MMT.

    Cation Exchange Capacity (CEC) of Na-MMT was determined by methylene blue

    adsorption, CEC values obtained for 34.9 meq/100gr. The preparation of Al-

    pillared bentonite performed with the addition of Al and polycationic surfactant

    N-Cetyl-N,N,N-Trimethyl-Ammonium Bromide (CTAB) simultaneously into the

    Na-MMT to form Al-MM T. Then, Al-MMT was modified with Poly Dialllyl

    Dimethyl Ammonium Bromide (PDDA) with concentrations that varied between

    1x10-5

    - 1x10-3

    M, obtained the optimum concentration was determined using

    FTIR is 5x10-4

    M. This result is called PMAM that will be applied to the

    adsorption of SDBS by varying the concentration and contact time SDBS.

    Optimum conditions obtained were 1x10-3

    M of concentration and 45 minutes of

    contact time with% SDBS absorbed 99.3%, and then the adsorption capability of

    PMAMt (PMAM without CTAB) and PMNM (Polymer Modified Na-MMT)

    were compared in optimum condition, obtained 89,58% and 97,23% of %SDBS

    absorbed.

    Keywords : Adsorption, Bentonite, Montmorillonite, Polication Al, PDDA,

    SDBS

    xvi+ 87 pages : 40 pictures, 10 tables

    Bibliography : 87 (1985-2011)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL......... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................... iii LEMBAR PENGESAHAN............... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............. v KATA PENGANTAR.............................................................................................. vi

    ABSTRAK........................................................................................................ viii ABSTRACT.......................................................................................................... ix DAFTAR ISI.................................................................................................... x DAFTAR TABEL............. xiii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvi

    1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang........... 1 1.2 Perumusan Masalah........................ 5 1.3 Tujuan Penelitian 5

    2. TINJAUAN PUSTAKA......... 6 I. Kajian Pustaka dari Penelitian yang Telah Dilakukan.. .6

    II. Studi Literatur. 8 2.1 Bentonit...................... 8 2.1.1 Montmorilonit............................................ 9

    2.2 Polikation Al... 10 2.3 Adsorpsi.............. 11 2.3.1 Isoterm Adsorpsi 12 2.4 Interkalasi....... 12 2.4.1 Pilarisasi 14 2.5 Polielektrolit.................... 15 2.5.1 Muatan Polielektrolit...................................................................... 15

    2.5.2 Konformasi Polielektrolit............................................................... 15

    2.5.3 Poly Diallyl Dimethyl Ammonium (PDDA)................................... 16

    2.6 Surfaktan. 17 2.6.1 N-Cetyl, N,N,N-Trimethyl-Ammonium Bromide (CTAB).. 18 2.6.2 Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate (SDBS). 19 2.7 Instrumen Karakterisasi... 20 2.7.1 XRF (X-Ray Flourescence)..... 20 2.7.2 Spektrofotometri Infra Merah FTIR. 21 2.7.3 Difraksi Sinar X (XRD). 21 2.7.4 Uv-Vis Spektrofotometer... 21 2.7.5 Brunauer-Emmet-Teller (BET).. 23 2.7.6 Transmission Electron Microscopy (TEM) 24

    3. METODE PENELITIAN........ 25 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..... 25

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 3.2 Alat dan Bahan........ 25 3.2.1 Alat Proses............................. 25 3.2.2 Alat Uji........... 25 3.2.3 Bahan......... 25

    3.3 Prosedur kerja............ 26 3.3.1 Preparasi Montmorilonit........ 26 3.3.3.1.1 Preparasi bentonit alam... 26 3.3.3.1.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit..................................... 26

    3.3.3.1.3 Penjenuhan dengan NaCl............................................. 27

    3.3.2 Penentuan Kapasitas Tukar Kation....... 27 3.3.3 Proses Pilarisasi Montmorilonit................. 27

    3.3.4 Pembuatan PMAM (Polymer Modified Al(CTAB)-MMT)........... 28

    3.3.5 Aplikasi PMAM sebagai Adsorben SDBS................................ 28

    3.3.6 Pengujian Kekuatan Ikatan antara PDDA (dalam PMAM)

    dengan SDBS.29

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN................ 30 4.1 Preparasi Montmorilonit..... 30

    4.1.1 Preparasi bentonit alam... 30 4.1.2 Fraksinasi... 30 4.1.3 Penjenuhan dengan NaCl 31 4.1.4 Karakterisasi bentonit alam dan Na-MMT.. 35 4.1.4.1 Karakterisasi dengan XRD.. 38 4.1.4.2 Karakterisasi dengan FTIR.. 38 4.1.5 Penentuan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) 39

    4.2 Pilarisasi Montmorilonit... 42 4.2.1 Pembuatan polikation Al 43 4.2.2 Pilarisasi MMT dengan polikation Al 44 4.2.3 Pilarisasi MMT dengan polikation Al dan template CTAB... 45 4.2.4 Karakterisasi MMT terpilar 47 4.2.4.1 Karakterisasi MMT terpilar dengan FTIR... 47 4.2.4.2 Karakterisasi MMT terpilar dengan XRD.. 49 4.2.4.3 Karakterisasi Na-MMT, Al-MMT, dan Al(CTAB)-MMT

    dengan BET... 51 4.3 Modifikasi MMT dengan Polimer... 52

    4.3.1 Karakterisasi PMAM.. 53 4.3.2 Penentuan adsorpsi optimum PDDA pada Al(CTAB)-MMT 54

    4.4 Aplikasi PMAM sebagai Adsorben SDBS 56 4.4.1 Penentuan kondisi optimum aplikasi.. 56 4.4.1.1 Pengaruh konsentrasi awal SDBS.. 57 4.4.1.2 Pengaruh waktu pengadukan... 58 4.4.2 Perbandingan kemampuan adsorpsi adsorben 59 4.4.3 Karakterisasi PMAM-SDBS.... 60 4.4.3.1 Karakterisasi PMAM-SDBS dengan FTIR.. 60 4.4.3.2 Karakterisasi PMAM-SDBS dengan TEM 61 4.4.4 Isoterm Adsorpsi SDBS pada PMAM.. 62 4.4.4.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir SDBS pada PMAM. 62

    4.4.4.2 Isoterm Adsorpsi Freundlich SDBS pada PMAM... 63

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 4.4.5 Pengujian kestabilan interaksi antara PDDA (dalam PMAM) dengan

    SDBS 65

    5. KESIMPULAN DAN SARAN.. 66 5.1 Kesimpulan..... 66 5.2 Saran........... 67

    DAFTAR PUSTAKA................ 68 LAMPIRAN .77

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Tabel puncak difraktogram XRD pada bentonit alam

    dan Na-MMT.. 36 Tabel 4.2 Tabel penentuan nilai KTK Na-MMT................................................ 40

    Tabel 4.3 Nilai koefisien ikatan antara beberapa ion dengan montmorilonit..... 42

    Tabel 4.4 Tabel puncak difraktogram XRD pada Al-MMT

    dan Al(CTAB)-MMT...................................................................... 50

    Tabel 4.5 Hasil karakterisasi menggunakan BET...............................................51

    Tabel 4.6 Luas puncak serapan N-R dengan variasi konsentrasi PDDA............ 55

    Tabel 4.7 Tabel perbandingan intensitas puncak N-R........................................ 56

    Tabel 4.8 Tabel hasil adsorpsi dengan variasi waktu pengadukan tanpa

    pengendapan secara alami.................................................................. 59

    Tabel 4.9 Perbandingan kemampuan adsorpsi berbagai adsorben..................... 60

    Tabel 4.10 Tabel hasil hasil uji kestabilan interaksi PDDA dan SDBS..65

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Struktur Montmorillonite............................................................... 10

    Gambar 2.2 Struktur polikation Al model Keggin............................................ 11

    Gambar 2.3 Proses interkalasi dalam lempung.................................................. 13

    Gambar 2.4 Mekanisme pilarisasi..................................................................... 14

    Gambar 2.5 Gambaran polielektrolit yang menempel pada substrat. 16 Gambar 2.6 Struktur PDDA.............................................................................. 16

    Gambar 2.7 Struktur surfaktan.. 17 Gambar 2.8 Struktur CTAB............................................................................... 18

    Gambar 2.9 Ukuran CTAB................................................................................ 19

    Gambar 2.10 Struktur SDBS....... 19 Gambar 2.11 Skema kerja XRF.. 20 Gambar 2.12 Skema kerja Uv-Vis Spectrofotometer......................... 22 Gambar 2.13 Komponen-komponen TEM......................................................... 24

    Gambar 4.1 Fraksi 2 (F2) setelah diendapkan selama 2 jam............................. 31

    Gambar 4.2 Proses tukar kation dengan Na+..................................................... 32

    Gambar 4.3 Proses penjenuhan dengan NaCl.................................................... 32

    Gambar 4.4 Proses swelling Na-MMT.............................................................. 33

    Gambar 4.5 Hasil uji dengan AgNO3 1 M pada filtrat yang masih mengandung

    Cl- (kiri) dan yang sudah bebas Cl

    - (kanan)................................... 34

    Gambar 4.6 Tampilan fisik bentonit alam (kiri) dan Na-MMT (kanan)............ 34

    Gambar 4.7 Difraktogram XRD bentonit alam dan Na-MMT.. 35 Gambar 4.8 Ukuran ion dan atom dalam tabel periodik 38 Gambar 4.9 Spektra FTIR bentonit alam dan Na-MMT................................... 39

    Gambar 4.10 Endapan Na-MMT yang diberi MB (kiri) dan filtratnya (kanan). 40

    Gambar 4.11 Struktur metilen biru..................................................................... 41

    Gambar 4.12 Proses pembuatan polikation Al................................................... 43

    Gambar 4.13 Ikatan pilar Al2O3 dengan Si tetrahedral....................................... 45

    Gambar 4.14 Posisi polikation Al dan CTAB yang diharapkan......................... 46

    Gambar 4.15 Spektra FTIR untuk Al-MMT tanpa CTAB dan Na-MMT.......... 47

    Gambar 4.16 Spektra FTIR untuk Na-MMT, dan Al(CTAB)-MMT sebelum

    dan setelah kalsinasi...................................................................... 48

    Gambar 4.17 Difraktogram XRD bentonit alam, Na-MMT, Al-MMT

    dan Al(CTAB)-MMT................................................................... 49

    Gambar 4.18 Gambaran pola distribusi yang terjadi antara polikation Al dan

    CTAB............................................................................................. 52

    Gambar 4.19 Pearl Necklace Model... 53 Gambar 4.20 Spektra FTIR Al(CTAB)-MMT dan PMAM.... 54 Gambar 4.21 Kurva adsorpsi optimum PDDA pada Al(CTAB)-MMT. 55 Gambar 4.22 Kurva pengaruh konsentrasi awal SDBS terhadap %SDBS

    terserap... 57 Gambar 4.23 Kurva penentuan waktu pengadukan optimum untuk

    adsorpsi SDBS... 58 Gambar 4.24 Spektra FTIR PMAM dan PMAM yang telah jenuh oleh

    SDBS..... 60

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Gambar 4.25 Hasil karakterisasi menggunakan TEM dengan perbesaran 20.00x

    (a), 50.000x (b), 200.000x (c), dan 500.000x (d).. 62

    Gambar 4.26 Kurva isoterm adsorpsi Langmuir SDBS pada PMAM63

    Gambar 4.27 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich SDBS pada PMAM.......64

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1: Bagan kerja penelitian

    Lampiran 2: Bagan kerja penentuan surfaktan anionik (metode MBAS)

    Lampiran 3a: Tabel data difraktogram XRD untuk bentonit alam

    Lampiran 3b: Perhitungan basal spacing bentonit alam

    Lampiran 4a: Tabel data difraktogram XRD untuk Na-MMT

    Lampiran 4b: Perhitungan basal spacing Na-MMT

    Lampiran 5: Data XRF pada F2 (Hadrah, Tesis 2011)

    Lampiran 6a: Kurva standar metilen biru

    Lampiran 6b: Data absorbansi larutan standar MB

    Lampiran 7: Tabel data difraktogram XRD untuk Al-MMT

    Lampiran 8:Tabel data difraktogram XRD untuk Al(CTAB)-MMT

    Lampiran 9: Data BET uuntuk Na-MMT (Hadrah, Tesis 2011)

    Lampiran 10: Data BET untuk Al(CTAB)-MMT

    Lampiran 11: Data BET untuk Al-MMT

    Lampiran 12a : Spektra FTIR PMAM dengan variasi konsentrasi

    Lampiran 12b: Perbandingan luas puncak serapan N-R pada spektra FTIR

    Lampiran 13a: Kurva standar SDBS

    Lampiran 13b: Data absorbansi larutan standar SDBS

    Lampiran 14a: Tabel perhitungan penyerapan SDBS ke dalam PMAM

    Lampiran 14b: Spektra Uv-Vis Spektrofotometer variasi konsentrasi SDBS

    Lampiran 15a: Tabel perhitungan waktu pengadukan optimum untuk penyerapan

    SDBS

    Lampiran 15b: Spektra UV-Vis Spektrofotometer variasi waktu pengadukan SDBS

    Lampiran 16: Data isoterm adsorpsi SDBS pada PMAM

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Air merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap makhluk hidup. Seiring

    berkembangnya zaman dan meningkatnya kebutuhan manusia yang tidak disertai

    dengan kesadaran akan kelestarian lingkungan, mengakibatkan terjadinya

    pencemaran lingkungan terutama air. Di antara pencemaran udara, air, dan tanah,

    pencemaran air merupakan salah satu bentuk pencemaran yang perlu diwaspadai,

    dan di antara parameter pencemar air, parameter logam berat dan polutan organik

    adalah yang paling berbahaya (Kus Sri Martini et al., 2009). Apabila air tercemar

    maka akan memberi pengaruh berupa berkurangnya kandungan oksigen yang

    terlarut, perubahan pH, temperatur air, dan berkurangnya nutrisi dalam air

    (Prawiro, 1985). Pencemaran air terjadi apabila masukan zat organik maupun

    anorganik ke dalam suatu perairan melampaui batas kemampuan ekosistem untuk

    mengasimilasi zat tersebut. Dengan terlampauinya kemampuan asimilasi

    ekosistem itu, maka terjadi penumpukan (akumulasi) zat organik atau zat

    anorganik yang terdapat di dalam air. Akumulasi ini akan mengakibatkan

    berkembangnya organisme tertentu secara berlebihan, sementara organisme lain

    terhambat dan terdesak oleh organisme yang pertama (Taufik, 2005).

    Senyawa deterjen bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian pada

    makhluk hidup, terutama makhluk hidup yang tinggal di air seperti ikan. Menurut

    Fujita dan Koga (1976), Lundahl, dan Cabredenc (1978) dalam Mautidina (2000)

    menyatakan bahwa kematian pada ikan yang disebabkan oleh limbah deterjen

    terjadi karena deterjen mampu menghambat kerja enzim di dalam tubuh ikan.

    Selain itu, senyawa deterjen mampu menghambat masuknya oksigen dari udara ke

    dalam air, sehingga mengakibatkan kadar oksigen dalam air berkurang dan

    membuat organisme di dalamnya kekurangan oksigen (Varley, 1987). Senyawa

    deterjen juga bersifat karsinogenik dengan tingkat keasaman (pH) rata-rata 10-12,

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • sementara pH yang dapat ditoleransi oleh lingkungan adalah 6-9 (Agung R,

    2001).

    SDBS (Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate) merupakan salah satu jenis

    surfaktan yang digunakan sebagai bahan dasar deterjen, penggunaanya berkurang

    sampai ditemukannya jenis surfaktan baru yang dianggap lebih ramah lingkungan

    seperti LAS (C.J. Krueger, et al., 1998, dan A.M. Nielsen, et al., 1997) akan

    tetapi berdasarkan data dari US EPA (Environmental Protection Agency)

    registration products, diketahui bahwa SDBS masih banyak digunakan dalam

    produk-produk seperti pada beberapa merk deterjen, pestisida, fungisida, dan

    desinfektan. SDBS memiliki sifat yang sulit terdegradasi baik di air maupun di

    tanah (M Elimelech, et al., 1999), sehingga butuh penanganan khusus untuk

    menanggulangi masalah pencemaran yang disebabkan oleh surfaktan jenis ini.

    Studi untuk mengatasi permasalahan pencemaran perairan masih terus

    berkembang, salah satu metode yang sedang marak dikembangkan dan akan

    dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode adsorpsi. Selain adsorpsi,

    metode lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah limbah surfaktan

    adalah dengan fotokatalisis, akan tetapi karena harga yang relatif lebih mahal,

    membuat teknik adsorpsi lebih banyak digunakan. Teknik adsorpsi memiliki

    kemampuan yang baik dalam mengatasi limbah organik (Lizhong Zu, et al.,1998,

    Runliang Zhu, et al., 2009), dan limbah anorganik seperti logam berat Cd dan Cu

    (Liang-guo Yan, 2007, Chih-Huang Weng, et al., 2006).

    Bentonit merupakan salah satu mineral yang kelimpahannya cukup besar

    di alam, terutama di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen ESDM pada

    tahun 2005, bentonit tersebar di pulau-pulau besar Indonesia, seperti di

    Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Jawa, dengan cadangan diperkirakan lebih

    dari 380 juta ton. Namun, penggunaan bahan ini belum maksimal dan masih

    bernilai rendah.

    Bentonit memiliki konfigurasi 2:1 dimana terdiri dari 2 lapis tetrahedral

    (silikon-oksigen), dan 1 lapis oktahedral (alumunium-oksigen-hidroksil).

    Montmorilonit memiliki kandungan yang paling banyak di dalam bentonit alam.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Montmorilonit secara alami mengalami subtitusi isomorfis, dimana posisi Al3+

    digantikan oleh Mg2+

    /Fe2+

    dan Si4+

    digantikan Al3+

    sehingga memiliki muatan

    total negatif dan harus diseimbangkan dengan kation seperti Na+ dan Ca

    2+ (Yunfei

    Xi, et al., 2005). Bentonit alam masih bersifat hidrofilik, sehingga tidak efektif

    bila digunakan sebagai adsorben senyawa organik yang terlarut dalam air

    (Chaiko, D, 2002, dan J.H. Kim, et al., 2003). Oleh karena itu perlu dilakukan

    modifikasi terlebih dahulu terhadap bentonit alam agar dapat digunakan sebagai

    adsorben limbah surfaktan dalam perairan.

    Kemampuan adsorpsi bentonit alam dapat ditingkatkan dengan melakukan

    modifikasi melalui proses tukar kation dalam bentonit dengan kation amina dari

    surfaktan kationik [(CH3)2NHR]+ (T.S. Anirudhan, M. Ramachandran, 2006).

    Metode ini dikenal dengan pembuatan organoclay, dan dapat meningkatkan

    afinitas antara bentonit dengan limbah organik, akan tetapi ruang antar lapis yang

    sebagian besar diisi oleh surfaktan (Zhu, et al., 2008) mengakibatkan

    berkurangnya ukuran basal spacing pada bentonit dan berkurangnya tempat bagi

    limbah organik untuk teradsorpsi ke dalam ruang antar lapis (Zonghua Qin, et

    al.,2010). Selain itu walaupun modifikasi bentonit dengan surfaktan dapat

    meningkatkan basal spacing atau ruang antar lapis dalam bentonit, akan tetapi

    sifatnya yang tidak stabil terhadap suhu yang tinggi mengakibatkan basal spacing

    yang dihasilkan tidak permanen (J. Theo Kloprogge, et al., 2002). Hal ini

    mendorong berkembangnya studi menggunakan polikation anorganik sebagai

    agen pemilar, dimana dapat memberikan kestabilan yang tinggi terhadap panas

    serta area permukaan yang luas, dan bila dikalsinasi akan menghasilkan pilar

    oksida logam yang permanen (Kloprogge, et al., 2002, D. M. Manohar, et al.,

    2005, A. Tabak, et al., 2007).

    Selama beberapa dekade terakhir, penggunaan polikation logam seperti Al,

    Fe, Ti, Zn sebagai agen pemilar dalam bentonit telah marak dilakukan (Liang-guo

    Yan, et al., 2008, N.R. Sanabria, et al., 2009, R.B. Yu, et al., 2008, J.W. Tang, et

    al., 2006). Polikation Al adalah agen pemilar yang paling banyak digunakan, baik

    untuk selanjutnya digunakan secara langsung untuk mengadsorb logam, pewarna,

    dan polutan-polutan lainnya (Z.H. Shao, et al., 2005, D. Pentari, et al., 2009)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • maupun tidak langsung melalui modifikasi lanjutan dengan cara menambahkan

    kitosan (Wei Tan, et al., 2007), 3-aminopropyltriethoxysilane (Zonghua Qin, et

    al., 2010), atau 2-pralidoxime (PAM) (Lev Bromberg, et al., 2011) pada bentonit

    terpilar Al untuk selanjutnya digunakan sebagai adsorben, dimana proses

    pemilaran membuat basal spacing meningkat secara permanen dan jumlah zat

    yang dapat diadsorbsi semakin banyak (Tatsuya Yamazaki, et al., 2001).

    Polikation Al dianggap sebagai pemilar yang baik karena dapat menghasilkan

    volume pori dan kekuatan adsorpsi yang paling besar bila dibandingkan dengan

    logam-logam lainnya (N. Maes, et al., 1996)

    Penelitian-penelitian sebelumnya banyak menggunakan kitosan sebagai

    modifier pada bentonit terpilar Al, karena sifatnya yang ramah lingkungan dan

    mampu meningkatkan kemampuan adsorpsi bentonit (Wei Tan, et al., 2007) akan

    tetapi pada penelitian ini tidak tepat bila digunakan kitosan, karena kitosan dapat

    berikatan dengan montmorilonit pada pH asam dengan terbentuknya gugus NH3+

    yang selanjutnya dapat mengalami proses tukar kation dengan montmorilonit

    (Darder, et al., 2005), sedangkan pada penelitian ini ditujukan sebagai adsorben

    surfaktan yang memiliki pH basa. Selain itu penggunaan kitosan akan

    menghasilkan hasil yang baik apabila digunakan untuk adsorben ion logam,

    karena akan terjadi ikatan koordinasi antara gugus -NH2 dan -OH pada kitosan

    dengan ion logam (Wei Tan, et al., 2007), sedangkan pada penelitian ini surfaktan

    yang akan diadsorpsi memiliki muatan negatif/kelebihan elektron, sehingga

    kitosan tidak mampu berikatan dengan surfaktan anionik.

    Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan

    montmorilonit terpilar Al, untuk selanjutnya dimodifikasi dengan polimer

    kationik PDDA (Poly Diallyl Dimethyl Ammonium) dan digunakan sebagai

    adsorben surfaktan anionik SDBS (Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate). Pada

    proses pemilaran montmorilonit, akan digunakan polikation Al dan CTAB (N-

    Cetyl-N,N,N-Trimethyl Ammonium Bromide) yang ditambahkan secara

    bersamaan, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Runliang Zhu,

    Tong Wang, Fei Ge, Wangxiang Chen, dan Zhimin You pada tahun 2009

    membuktikan bahwa pembuatan montmorilonit terpilar Al akan menghasilkan

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • pilar yang tidak terlalu rigid dan pori seragam apabila digunakan CTAB sebagai

    agen yang ikut membantu proses pilarisasi. Hal ini diharapkan akan memudahkan

    PDDA masuk sebagai modifier pada montmorilonit dan meningkatkan

    kemampuan adsorbsi. Walau penggunaannya pada bentonit belum pernah

    dilakukan, PDDA terbukti mempunyai kemampuan adsorbsi yang baik untuk

    surfaktan pada media emas (Alexander B, 2002), selain itu PDDA juga telah

    digunakan sebagai modifier zeolit dan terbukti mampu mengadsorp surfaktan

    dengan baik (Helen Stephanie, 2011).

    1.2 Perumusan Masalah

    a. Apakah pilarisasi bentonit alam dapat dilakukan dengan menggunakan

    polikation Al dan surfaktan CTAB?

    b. Apakah polikation PDDA dapat disisipkan pada pori-pori bentonit

    alam yang telah terpilar?

    c. Apakah organoclay bentonit-PDDA dapat mengabsorbsi surfaktan

    anionik SDBS?

    d. Apakah ikatan antara PDDA (dalam PMAM) dengan SDBS dapat

    dipengaruhi oleh pH?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah:

    a. Melakukan pilarisasi pada bentonit alam dengan menggunakan

    polikation Al dan surfaktan CTAB sebagai template.

    b. Memodifikasi bentonit terpilar Al dengan PDDA dan mencari

    konsentrasi adsorpsi PDDA optimum.

    c. Mengaplikasikan bentonit terpilar Al yang telah dimodifikasi dengan

    PDDA sebagai adsorben surfaktan SDBS dan mencari kondisi

    optimumnya.

    d. Menguji kekuatan ikatan antara PMAM dan SDBS dengan melakukan

    variasi pH.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    I. Kajian Pustaka dari Penelitian yang Telah Dilakukan

    Penelitian yang telah dilakukan pada tahun 1996 oleh H.Khalaf, et al.

    menunjukkan bahwa bentonit dapat dipilarisasi dengan Al melalui pembuatan

    polikation Al. Pada penelitian tersebut, kondisi optimum polikation Al dibuat

    dengan mencampurkan NaOH ke dalam larutan AlCl3 sampai terbentuk rasio

    volume OH/Al sebesar 1,8. Setelah itu, bentonit ditambahkan pada larutan

    polikation Al dengan rasio Al/bentonit 4 mmol/gram, untuk selanjutnya

    ditambahkan CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) selaku modifier.

    Terlihat penambahan CTAB dapat meningkatkan basal spacing dari sekitar 1,8

    nm untuk Al-bentonit menjadi 2,1 nm. Akan tetapi kalsinasi hingga lebih dari 500

    0C menyebabkan basal spacing kembali ke kondisi normal dan area permukaan

    bentonit menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan Al-bentonit. Berdasarkan

    hasil penelitian tersebut, maka proses pemilaran pada penelitian kali ini tidak

    dilakukan dengan penambahan polikation Al terlebih dahulu sebelum CTAB, dan

    didapatkan informasi bahwa CTAB dapat dihilangkan dari bentonit pada suhu

    diatas 500 oC.

    Kloprogge, et al. pada tahun 2002 melakukan penelitian dengan

    menggunakan 10 jenis montmorilonit dari Miles, Queensland, Australia. Mereka

    membuat montmorilonit terpilar Al dengan rasio volume OH/Al 2,2 dan

    mengkarakterisasinya dengan XRD, ICP-AES, dan FTIR. Penelitian tersebut

    membuktikan montmorilonit mampu bertahan hingga suhu 600 oC. Penelitian

    tersebut memberikan informasi akan karakteristik bentonit terpilar Al.

    Pada penelitian lain yang dilakukan oleh A. Tabak, et al. pada tahun 2007,

    dilakukan sintesis dan karakterisasi bentonit terpilar Al menggunakan bentonit

    turki. Penelitian tersebut menghasilkan komposisi optimum dalam pembuatan

    polikation Al dan bentonit terpilar Al, yaitu dengan rasio volume OH/Al 2,2 dan

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • penambahan Na-MMT hingga rasio 9 mmol Al/gr Na-MMT. Penelitian tersebut

    juga menunjukkan bahwa bentonit terpilar Al dapat bertahan hingga suhu 600 oC.

    Sebagian besar prosedur pemilaran dilakukan berdasarkan penelitian tersebut,

    Namun pada penelitian kali ini tidak digunakan polikation Al saja sebagai agen

    pemilar, tetapi digunakan pula template CTAB.

    Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Runliang Zhu, et al. pada tahun

    2009 adalah melakukan interkalasi pada bentonit menggunakan CTAB dan

    polikation Al dengan variasi urutan penambahan keduanya. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa struktur dan ukuran basal spacing Al-bentonit ditentukan

    oleh urutan penambahan CTAB dan polikation Al ke dalam bentonit. Apabila

    keduanya ditambahkan secara bersamaan/simultan ke dalam bentonit dan atau

    CTAB ditambahkan terlebih dahulu sebelum penambahan polikation Al, maka

    terbentuk basal spacing yang lebih besar dan ukuran pori yang seragam.

    Penambahan CTAB setelah penambahan polikation Al tidak menunjukkan

    perubahan basal spacing yang besar karena Al menghambat masuknya CTAB ke

    dalam ruang antar lapis dan membuat proses pembentukan pilar tidak sempurna,

    mengakibatkan ukuran pori menjadi tidak seragam. Pada penelitian kali ini,

    dilakukan pemilaran dengan tahapan seperti penelitian tersebut, dimana CTAB

    dan polikation Al ditambahkan secara bersamaan ke dalam bentonit. Akan tetapi

    penelitian kali ini tidak berhenti pada proses pemilaran saja, melainkan

    dilanjutkan dengan memodifikasi bentonit menggunakan polikation kemudian

    mengaplikasikannya sebagai adsorben.

    Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Runliang Zhu, et al. pada tahun

    2009 membuktikan sekali lagi, bahwa polikation Al dan CTAB mampu

    menginterkalasi bentonit secara bersamaan. Namun penelitian tersebut tidak

    ditujukan untuk membuat pilar, melainkan membuat bentonit anorganik-organik,

    untuk selanjutnya digunakan sebagai adsorben naftalen dan pospat. Penelitian

    tersebut digunakan sebagai dasar yang memperkuat proses pembuatan bentonit

    terpilar Al dengan template CTAB melalui penambahan CTAB terlebih dahulu

    sebelum Al atau keduanya dimasukkan secara bersamaan, serta memberikan

    informasi bahwa bentonit terinterkalasi Al dan suatu molekul bermuatan positif

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • (CTAB) masih memiliki kemampuan adsorpsi terhadap polutan organik yang

    bermuatan negatif. Penelitian kali ini ditujuan untuk membuat pilar, sehingga

    dilakukan proses kalsinasi lalu dimodifikasi dengan polikation, tidak dengan

    CTAB seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya. CTAB hanya

    berfungsi sebagai template. Pada proses akhir, bentonit termodifikasi akan

    diaplikasikan untuk polutan organik, yaitu surfaktan.

    Penelitian yang dilakukan oleh Alexander B. pada tahun 2003 mempelajari

    interaksi antara PDDA dengan surfaktan anionik yaitu SDS dengan menggunakan

    media emas. Pada penelitian tersebut dihasilkan kompleks SDS-PDDA dengan

    cepat. Akan tetapi karena penggunaan media emas yang mahal, maka pada

    penelitian kali ini, digunakan bentonit dan surfaktan sebagai adsorben SDBS,

    dimana SDBS masih cukup banyak digunakan dalam berbegai produk pembersih

    rumah tangga dan industri.

    Interaksi antara PDDA dan SDBS dipelajari juga oleh Suvasree

    Mukherjee, et al. pada tahun 2011. Penelitian ini mempelajari interaksi fisika dan

    kimia yang terjadi antara PDDA dengan berbagai surfaktan anionik. Penelitian

    tersebut memberikan informasi bahwa PDDA mampu berikatan dengan baik pada

    SDBS. Oleh karena itu pada penelitian kali ini dilakukan modifikasi

    menggunakan medium zat padat yaitu bentonit sebagai tempat PDDA yang

    selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben surfaktan SDBS.

    II. Studi Literatur

    2.1 Bentonit

    Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit

    dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktahedral. Nama bentonit

    pertama kali digunakan tahun 1896 oleh Knight untuk menamai suatu jenis

    lempung yang sangat plastis yang terdapat pada formasi Benton, Rock, Creek, di

    negara bagian Wyoming, Amerika Serikat.

    Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan

    alumunium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya

    dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth

    digunakan dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak.

    Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

    a. Tipe Wyoming (Na-bentonit Swelling bentonite)

    Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila

    dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu dalam air. Dalam

    keadaan kering berwarna putih atau krim, pada keadaan basah dan terkena sinar

    matahari berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi

    koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktivasi, posisi pertukaran

    diduduki oleh ion-ion sodium (Na+).

    b. Mg, (Ca-bentonit non swelling bentonite)

    Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air,

    dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan

    mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca

    rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak

    diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat

    rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan

    bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu.

    Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P.

    Kalimantan dan P. Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta

    ton, serta pada umumnya terdiri dari jenis kalsium (Ca-bentonit). Beberapa lokasi

    yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di Tasikmalaya, Leuwiliang,

    Nanggulan, dan lain-lain. Indikasi endapan Na-bentonit terdapat di Pangkalan

    Brandan; Sorolangun-Bangko; Boyolali (www.tekmira.esdm.go.id).

    2.1.1.Montmorilonit (MMT)

    Montmorilonit merupakan anggota kelompok mineral clay. Umumnya

    montmorilonit membentuk kirstal mikroskopik atau setidaknya kristal micaceous

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • berlapis sangat kecil. Kandungan air sangat bervariasi dan apabila air diabsorbsi,

    montmorilonit cenderung mengembang sampai beberapa kali volume awal. Sifat

    struktur unit tetrahedral dan oktahedral ini membuat montmorilonit menjadi

    mineral yang bermanfaat untuk berbagai tujuan, seperti untuk dijadikan katalis

    dan adsorben. (www.tekmira.esdm.go.id)

    Struktur montmorilonit seperti halnya pilosilikat 2:1 yang lain tersusun

    dari lapisan tetrahedral yang mengapit lapisan oktahedral (lihat Gambar 2.1).

    Secara alami struktur montmorilonit mengalami proses substitusi isomorfis,

    dimana posisi Al3+

    digantikan oleh Mg2+

    /Fe3+

    /Fe2+

    dan Si4+

    digantikan Al3+

    .

    Sebagai konsekuensinya terdapat netto muatan negatif pada permukaan dan harus

    dinetralkan oleh kation lain, kation ini disebut kation interlayer (exchangeable

    cations). (Yunfei Xi, et al., 2005)

    Gambar 2.1 Struktur montmorilonit (Sumber: Syuhada et al., 2009)

    2.2. Polikation Al

    Polikation Al dengan rumus molekul [Al13O4(OH)24(H2O)12]7+

    merupakan

    agen pemilar yang paling banyak digunakan karena mampu meningkatkan basal

    spacing yang paling besar dan seragam bila dibandingkan dengan menggunakan

    logam Ti, Zr, Fe, sebagai agen pemilar (Maes,N. et al., 1996). Struktur polikation

    Al dapat dilihat pada Gambar 2.2.

    Al, Fe, Mg

    OH

    O

    Li, Mn, Pb, Ca

    Tetrahedral

    Tetrahedral

    Oktahedral

    Exchangeable cation

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Gambar 2.2. Struktur polikation Al model Keggin (sumber: Furrer et al., 1992)

    2.3. Adsorpsi

    Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan

    maupun gas) terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film

    (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Adsorpsi secara umum adalah

    proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh

    permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika

    antara substansi dengan penyerapnya.

    Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan

    pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi

    terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Adsorpsi adalah pengumpulan

    dari adsorbat diatas permukaan adsorben, sedang absorpsi adalah penyerapan dari

    adsorbat kedalam adsorben dimana disebut dengan fenomena sorption. Materi

    atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedang bahan yang berfungsi

    sebagai pengadsorpsi disebut adsorben.

    Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan

    oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk

    cairan) yang ada pada permukaan adsorben) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi

    antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorbsi

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu)

    (Brady, 1999)

    2.3.1 Isoterm Adsorpsi

    Isoterm adsorpsi adalah suatu model matematika yang menggambarkan

    distribusi dari adsorbat diantara cairan dan adsorben, berdasarkan asumsi bahwa

    sebagian besar berhubungan dengan heterogenitas/homogenitas dari adsorbat. Ada

    beberapa jenis isoterm adsorpsi yaitu isoterm adsorpsi Langmuir, Freundlich, dan

    Temkin (Kumar, et al., 2009).

    2.4 Interkalasi

    Interkalasi adalah suatu penyisipan spesies tamu (ion, atom, atau molekul)

    ke dalam antarlapis senyawa berstruktur lapis. Schubert, et al., 2002

    mendefinisikan interkalasi adalah suatu penyisipan suatu spesies pada ruang antar

    lapis dari padatan dengan tetap mempertahankan struktur berlapisnya.Atom-atom

    atau molekul-molekul yang akan disisipkan disebut sebagai interkalan, sedangkan

    yang merupakan tempat yang akan dimasuki atom-atom atau molekul-molekul

    disebut sebagai interkalat. Metode ini akan memperbesar pori material, karena

    interkalan akan mendorong lapisan atau membuka antar lapisan untuk

    mengembang

    Menurut Ogawa dalam Rusman (1999), mekanisme pembentukan

    interkalasi dapat dikelompokan menjadi lima golongan, yaitu :

    1. Senyawa interkalasi yang terbentuk dari pertukaran kation. Senyawa

    terinterkalasi jenis ini terbentuk dari pertukaran kation tamu dengan kation yang

    menyetimbangkan muatan lapis. Jumlah kation tamu yang dapat terinterkalasi

    tergantung pada jumlah muatan yang terkandung pada lapisan bahan inang.

    Lempung terpilar adalah salah satu contoh senyawa terinterkalasi yang diperoleh

    dari pertukaran kation. Spesies tamu dalam hal ini berperan sebagai pilar yang

    akan membuka lapisan-lapisan lempung.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 2. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol dan pembentukan ikatan

    hydrogen Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk jika spesies inang (host)

    bersifat isolator dan tidak memiliki muatan permukaan. Interaksi antaraspesies

    tamu dan lapisan spesies inang hanya berupa interaksi dipol dan ikatan hidrogen,

    oleh karena itu jenis interkalasi ini tidak stabil dan senyawa yang terinterkalasi ini

    dengan mudah dapat digantikan.

    3. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol antara spesies tamu dan

    ion-ion di dalam antar lapis. Senyawa interkalasi jenis ini dapat terjadi melalui

    pertukaran molekul-molekul solven. Pertukaran tersebut terjadi antara molekul-

    molekul solven yang mensolvasi ion-ion dalam antarlapis dengan molekul-

    molekul tamu. Hal tersebut terjadi, jika molekul tamu mempunyai polaritas yang

    tinggi. Pada material lempung, molekul monomer dapat terinterkalasi melalui

    penggantian dengan molekul air.

    4. Senyawa interkalasi yang dibentuk dengan ikatan hidrogen Bila dibandingkan

    dengan senyawa interkalasi yang lain, maka spesies tamu akan terikat lebih kuat

    di dalam spesies induk, sehingga deinterkalasi lebih sulit terjadi.

    5. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari transfer muatan. Senyawa interkalasi yang

    terbentuk jika lapisan bahan induk bersifat konduktif.

    Proses interkalasi dalam lempung dijelaskan pada Gambar 2.3. Lempung

    yang semula berbentuk lapisan alumino silikat, dengan masuknya interkalan

    Gambar 2.3. Proses Interkalasi dalam Lempung (Sumber: Yateman, 2006)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • diantara lapisan mengakibatkan lapisan terdekatnya akan terpisah menjadi lapisan

    alumino silikat interkalan-alumino silikat.

    2.4.1 Pilarisasi

    Pilarisasi adalah proses dimana senyawa berlapis baik material mikro

    dan/atau mesopori dirubah menjadi bersifat stabil terhadap panas, dengan cara

    tetap mempertahankan struktur berlapisnya (Schoonheydt et al., 1999). Terdapat 3

    kriteria dalam pemilaran, yaitu (i) terjadi melalui proses interkalasi, umumnya

    dengan proses tukar kation pada interlayer anorganik dengan kationik agen

    pemilar, serta mengakibatkan peningkatan d001 spacing sekurang-kurangnya 0,7

    nm, (ii) material yang terpilar harus mampu mengembang (swelling), dan (iii)

    basal spacing tidak berubah walaupun materi dipanaskan sekurang-kurangnya

    200o C (pada beberapa kasus hingga 700-800

    oC), dalam kondisi hidrat atau

    anhidrat dan ketika pH divariasikan (Bergaya et al,. 1995). Mekanisme pilarisasi

    dapat dilihat pada Gambar 2.4.

    Gambar 2.4. Mekanisme pilarisasi (Sumber: Vercauteren, S. et al., 1996)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 2.5 Polielektrolit

    Polielektrolit adalah polimer yang merupakan pengulangan dari beberapa

    grup elektrolit. Grup ini akan terdisosiasi dalam air, dan mengakibatkan polimer

    bermuatan. Polielektrolit mempunyai sifat yang mirip dengan elektrolit (garam)

    dan polimer (molekul berbobot besar), oleh karena itu polielektrolit juga sering

    disebut polysalts.(M. Hess, et al., 2006)

    2.5.1 Muatan polielektrolit

    Asam dapat diklasifikasikan sebagai asam lemah atau kuat (begitu juga

    dengan basa). Demikian juga terjadi untuk polielektrolit dapat dibedakan menjadi

    lemah dan kuat. Polielektrolit kuat adalah yang terdisosiasi sempurna dalam

    larutan yang mempunyai range pH luas. Polielektrolit lemah jauh berbeda sifatnya

    dengan yang kuat, ia mempunyai konstanta disosiasi (pKa atau pKb) dalam

    daerah 2 sampai 10, ini berarti akan terjadi disosiasi parsial dalam pH

    intermediate. Jadi polielektrolit lemah tidak akan bermuatan sepenuhnya dalam

    larutan dan fraksi muatan mereka dapat dimodifikasi dengan merubah pH larutan,

    counter ion atau kuatnya ionik dalam larutan.

    2.5.2 Konformasi polielektrolit

    Konformasi polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu arsitektur

    polimer, afinitasnya terhadap pelarut, dan muatan polielektrolit. Rantai polimer

    linear yang tak bermuatan selalu ditemukan dalam bentuk konformasi acak dalam

    larutan, sedangkan dalam rantai linier polielektrolit yang bermuatan akan menolak

    satu sama lain (gaya Coulomb). Hal ini mengakibatkan rantai menjadi lebih

    terekspansi, konformasi menjadi seperti batang yang rigid. Jika larutan

    mengandung sejumlah garam dalam jumlah tepat, muatan polielektrolit akan

    ternetralkan dan akibatnya rantai polielektrolit akan kollaps menjadi konformasi

    yang biasa. Konformasi polimer tentu mempengaruhi banyak hal pada sistem bulk

    (seperti viskositas, turbiditas, dll). (R. Podgornik, M. Lier. 2006) Gambaran

    polielektrolit yang menempel pada substrat dapat dilihat pada Gambar 2.5.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 2.5.3 Poly Diallyl Dimethyl Ammonium (PDDA)

    Poly [diallyl(dimethyl)ammonium chloride] merupakan jenis polielektrolit

    bermuatan positif, atau sering disebut polikation. Formula kimia monomer diallyl

    dimethyl ammonium ini adalah C8H16N. Struktur PDDA dapat dilihat pada

    Gambar 2.6.

    Gambar 2.6 Struktur PDDA (sumber: http://mits.nims.go.jp)

    PDDA merupakan polimer kationik yang larut dalam air. Di dalam air,

    molekulnya berbentuk coil. Material ini mempunyai bentuk amina siklik dan

    terdapat amina kuarterner sebagai amina kuarterner klorida. Kemampuan untuk

    memodifikasi permukaan dan menyediakan karakter kationik memungkinkan

    peneliti menggunakan PDDA untuk menarik muatan negatif secara selektif

    sehingga terikat pada permukaan yang terlapisi PDDA. Ikatan antara molekul

    n

    Gambar 2.5. Gambaran polielektrolit yang menempel pada substrat

    (http://www.imtek.de/cpi/polyelectrolyte-brushes.php)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • negatif dengan PDDA akan mengurangi kelarutan dari polimer kationik ini (Goo

    Soo Lee, et al., 2001).

    2.6 Surfaktan

    Surfaktan atau dalam bahasa Inggris disebut Surfactant (surface active

    agent) adalah zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan

    permukaan sistem tersebut jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur

    surfactant terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ekor dan kepala. Bagian ekornya

    ialah bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang artinya dibutuhkan energi yang

    besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor ini terbentuk dari rantai

    karbon, yang sifatnya jika makin panjang makin baik untuk menangkap kotoran

    non polar. Bagian kepala merupakan bagian yang hirofilik atau menyukai air,

    yang artinya tidak diperlukan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan

    air (Salanger, 2002).Struktur surfactant diperlihatkan pada Gambar 2.7.

    Muatan yang terkandung pada kepala surfactant menentukan jenis

    surfactant itu sendiri. Jenis-jenis surfactant:

    a. Anionik membawa muatan negatif, contoh: Sodium Dodesyl Sulfate

    (SDS) CH3(CH2)11OSO3-Na

    +, Natrium Stearat CH3(CH2)16COO

    -Na

    +, dan

    Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate C12H25C6H4SO3-Na

    +

    Gambar 2.7 Struktur surfactant (www.naturallycurly.com)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • b. Kationik membawa muatan positif, contoh: Dodesilamin Hidroklorida,

    [CH3(CH2)11NH3]+Cl

    -, Dodesiltrimetil Amonium Bromida

    [CH3(CH2)15N(CH3)3]+Br

    -, Heksadesil Trimetilamonium Bromida

    (HDTMA-Br) [C16H33N(CH3)3]+Br

    -, dan Oktadesil Trimetilamonium

    Bromida (ODTMA-Br) [C18H37N(CH3)3]+Br

    -.

    c. Zwitterionik membawa muatan positif dan negatif, contoh: Dodesil

    Betain, CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.

    d. Nonionik tidak bermuatan, contoh: Tergitol, C9H19C6H4O(CH2-

    CH2O)40H, Poliostilen laurel eter, dan C12H25O(C2H4O)8H.

    2.6.1 N-Cetyl-N,N,N-Trimethyl-Ammonium Bromide (CTAB)

    Memiliki nama lain N,N,N-Trimethyltetradecylammonium Bromide; N-

    Hexadecyl-N,N,N-Trimethylammonium Bromide; N-Hexadecyl Trimethyl

    Ammonium Bromide; Palmityl Trimethyl Ammonium Bromide; Trimethyl

    Hexadecyl-Ammonium Bromide; 1-Hexadecanaminium, N,N,N-Trimethyl-

    ,Bromide.

    CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus molekul C19H42BrN.

    Penggunaannya sebagai materi yang membantu proses pilarisasi bentonit dengan

    Al telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai basal spacing

    (Zhu, Runliang et al., 2009). Struktur dan ukuran CTAB dapat dilihat pada

    Gambar 2.8 dan 2.9.

    Gambar 2.8 Struktur CTAB (Sumber: Zhu, Jianxi, et al., 2011)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Gambar 2.9 Ukuran CTAB ( Sumber: Runliang Zhu, et al., 2009)

    2.6.2 Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate (SDBS)

    SDBS (Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate) merupakan salah satu jenis

    surfaktan yang digunakan sebagai bahan dasar deterjen, penggunaanya berkurang

    sampai ditemukannya jenis surfaktan baru yang dianggap lebih ramah lingkungan

    seperti LAS (Krueger, C.J, et al., 1998, dan Nielsen, et al., 1997). Akan tetapi

    berdasarkan data dari US EPA (Environmental Protection Agency) registration

    products, diketahui bahwa SDBS masih banyak digunakan dalam produk-produk

    seperti beberapa merk deterjen, pestisida, fungisida, dan desinfektan. SDBS

    selaku salah satu jenis surfaktan, memilik sifat layaknya deterjen karena bahan

    dasar deterjen yang memang sebagian besar terdiri dari surfaktan. Keberadaan

    limbah ini dalam air dapat membahayakan lingkungan dan membunuh makhluk

    hidup air yang ada di dalamnya karena dapat mengurangi kadar oksigen dalam air

    dan mengganggu kerja enzim organisme di dalamnya, contohnya ikan (Mautidina,

    2000 dan Varley, 1987). SDBS memiliki rumus molekul C18H29NaO3S dan

    berbentuk garam tidak berwarna. Struktur SDBS dapat dilihat pada Gambar 2.10.

    Gambar 2.10 Struktur SDBS(sumber: Salanger, 2002)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 2.7 Instrumen Karakterisasi

    2.7.1 XRF (X-Ray Flourescence)

    XRF merupakan instrumen yang dapat menganalisa unsur-unsur dalam

    suatu senyawa. Instrumen terdiri dari sumber radiasi, tempat sampel, dan detektor.

    Prinsip kerja XRF dapat dilihat pada Gambar 2.11. Elektron pada kulit dalam

    dieksitasi oleh foton dalam wilayah sinar X. Saat terjadi proses deeksitasi,

    elektron berpindah dari tingkat energi tinggi untuk mengisi kekosongan pada kulit

    dalam. Perbedaan energi diantara kedua kulit atom tersebut muncul sebagai suatu

    sinar X yang diemisikan atom. Spektrum sinar X yang berasal dari proses tersebut

    muncul sebagai peak yang khas. Energi tiap peak dapat digunakan untuk

    identifikasi unsur yang ada dalam sampel (analisa kualitatif) sedangkan intensitas

    peak memberikan informasi kadar unsur (analisa kuantitatif) (Gunlazuardi, 2010).

    Gambar 2.11. Skema kerja XRF (Sumber: http://www.goldtester.in/introduction-

    of-XRF-technology.html)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 2.7.2 Spektrofotometri Infra Merah (FTIR)

    Instrumen FTIR menggunakan sumber radiasi dalam kisaran inframerah

    (bilangan gelombang = 4000-400 cm-1

    ). Radiasi dalam kisaran energi ini sesuai

    dengan kisaran frekuensi vibrasi rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan

    (bending) ikatan kovalen dalam kebanyakan molekul. Bila molekul menyerap

    radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan amplitudo vibrasi

    atom-atom yang saling berikatan. Panjang gelombang eksak absorbsi oleh suatu

    tipe tertentu ikatan, bergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu

    tipe ikatan yang berbeda (C-H, C-C, C-O dll) menyerap radiasi inframerah pada

    panjang gelombang berbeda.

    Instrument FTIR terdiri sumber cahaya (Nerst glower atau Globar),

    monokromator, detektor, dan sistem pengolah data (komputer). Spektum yang

    dihasilkan merekam panjang gelombang atau frekuensi versus % T. (Oxtoby,

    2002).

    2.7.3 Difraksi Sinar-X (XRD)

    Max von Laude menyatakan bahwa kristal dapat digunakan sebagai kisi

    tiga dimensi untuk difraksi radiasi elektromagnetik. Ketika radiasi

    elektromagnetik melewati suatu materi, terjadi interaksi dengan elektron dalam

    atom dan sebagian dihamburkan ke segala arah. Dalam beberapa arah, gelombang

    berada dalam satu fasa dan saling memperkuat satu sama lain sehingga terjadi

    interferensi konstruktif sedangkan sebagian tidak satu fase dan saling meniadakan

    sehingga terjadi interferensi destruktif (Gunlazuardi, 2005).

    Interferensi konstruktif tergantung pada jarak antar bidang (d), besar sudut

    difraksi () dan berlangsung hanya apabila memenuhi hukum Bragg :

    n = 2d sin n= 1, 2, 3,

    2.7.4 UV-Vis Spektrofotometer

    Molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis karena

    mengandung elektron yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Spektrofotometer UV-Vis dapat membaca transisi pada panjang gelombang antara

    190-1000 nm. Berdasarkan hukum lambert-Beer, absorbansi berbanding lurus

    dengan konsentrasi, sesuai persamaan :

    A = . b. C

    A = a. b. C

    Radiasi yang ditembakkan pada suatu sampel ada yang diserap dan ada

    yang diteruskan. Logaritma daya radiasi yang diserap per daya radiasi yang

    diteruskan merupakan nilai absorbansi (Gunlazuardi, 2010). Skema alat UV-Vis

    spektrofotometer dapat dilihat pada Gambar 2.12

    Gambar 2.12 Skema kerja UV-Vis spectrofotometer

    (Sumber: http://bouman.chem.georgetown.edu/S00/handout/spectrometer.htm)

    Cara kerja instrumentasi ini relatif sederhana. Berkas sinar dari sumber radiasi UV

    dan/ atau Visible dipisahkan menjadi komponen panjang gelombangnya dengan

    prisma ataupun diffraction grating. Setiap berkas sinar monokromatis kemudian

    akan dipilah menjadi dua bagian dengan intensitas yang sebanding oleh peralatan

    half mirror. Satu berkas sinar, berkas sampel, dilewatkan melalui wadah yang

    A = absorbansi = absorptivitas molar

    a = absorptivitas C = konsentrasi

    b = tebal kuvet

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • transparan (kuvet) yang berisi larutan senyawa yang dipelajari dalam pelarut yang

    transparan. Berkas sinar lainnya, pembanding, dilewatkan melalui kuvet yang

    identik dengan kuvet sampel tetapi hanya mengandung pelarutnya saja. Intensitas

    berkas sinar kemudian diukur dengan detektor dan keduanya dibandingkan.

    Intensitas dari berkas pembanding, dimana tentunya tidak mengalami proses

    serapan (kalaupun ada cukup kecil) ditentukan sebagai berkas dengan intensitas

    Io. Intensitas dari berkas sampel ditentukan sebagai I. Dalam periode waktu yang

    singkat, spektrometer menscan secara otomatis seluruh komponen panjang

    gelombang dalam daerah tertentu. Scan daerah UV umumnya dilakukan dari 200

    s/d 400 nm, dan scan daerah Visible dilakukan dari 400 s/d 800 nm (Gunlazuardi,

    2010).

    2.7.5 Brunauer-Emmet-Teller (BET)

    Teori BET diperkenalkan tahun 1938 oleh Stephen Brunauer, Paul Hugh

    Emmett, dan Edward Teller. BET adalah singkatan dari nama ketiga ilmuwan

    tersebut. Teori ini menjelaskan fenomena adsorpsi molekul gas di permukaan zat

    padat. Kuantitas molekul gas yang diadsorpsi sangat bergantung pada luas

    permukaan yang dimiliki zat padat tersebut. Dengan demikian, secara tidak

    langsung teori ini dapat dipergunakan untuk menentukan luas permukaan zat

    padat (Mikrajuddin Abdullah dan Khairurrijal. 2009).

    BET menerangkan keadaan molekul yang teradsorpsi pada permukaan zat

    padat melalui persamaan berikut:

    dengan P adalah tekanan kesetimbangan, Po adalah tekanan saturasi, v adalah

    jumlah gas yang teradsorpsi, vm adalah jumlah gas yang teradsorpsi pada satu

    lapis, dan c adalah konstanta BET yang memenuhi:

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 2.7.6 Transmission Electron Microscopy (TEM)

    TEM digunakan dalam analisis mikrostruktur, idnetifikasi defect, analisis

    interfasa, struktur kristal, tatanan atom pada kristal serta analisa elemental pada

    skala nanometer. TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke lapisan

    tipis sampel, selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sampel

    tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar

    elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron

    tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal

    tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, dapat diketahui deretan struktur atom

    dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui,

    untuk observasi TEM ini, sampel perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari

    100 nanometer. Dan penipisan tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena

    memerlukan keahlian dan alat khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai

    order tersebut sulit diproses. TEM mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm

    (1 Angstrom) atau sama dengan pembesaran hingga satu juta kali.(Mikrajuddin

    Abdullah dan Khairurrijal. 2009). Komponen-komponen pada TEM dapat dilihat

    pada Gambar 2.13.

    Gambar 2.13. Komponen-komponen TEM (Sumber:

    http://www.unl.edu/CMRAcfem/temoptic.htm)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • BAB III

    METODE PERCOBAAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di laboratorium Departemen Kimia FMIPA Universitas

    Indonesia pada bulan Agustus sampai November 2011

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat Proses

    Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain gelas piala 100 mL,

    250 mL, 500 mL, dan 1000mL, labu ukur 10mL, 250 mL, 500mL, dan 1000 mL,

    pipet volumetri, pipet tetes, gelas beker, batang pengaduk, botol semprot, bulb,

    tabung reaksi, mortar, neraca analitik, oven, termometer, sentrifuge, sonikator,

    ayakan mesh, dan magnetic stirrer, labu ukur, corong pisah.

    3.2.2 Alat Uji

    Alat uji yang digunakan untuk analisa dan karakterisasi adalah

    spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 2450, FTIR Shimadzu IR Prestige-21,

    Difraksi sinar-X (XRD) Philip PW 1710, XRF dan BET.

    3.2.3 Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bentonit alam

    (dari Tapanuli, Sumatera Utara), aquades, dan aquabides. Digunakan pula bahan-

    bahan kimia yang berkualitas pro analis dari Merck, yaitu AgNO3, NaCl, HCl,

    NaOH, metilen biru, N-Cetyl-N,N,N-Trimethyl Ammonium Bromide, indikator

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • PP, H2SO4, dan kloroform. Sedangkan PDDACl dan SDBS diperoleh dari Aldrich

    dengan kualitas pro analis.

    3.3 Prosedur kerja

    Prosedur kerja pada penelitian ini mengacu pada prosedur yang telah

    dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Irwansyah, 2007; Putra, Agung. K, 2010 dan

    Stephanie, Helen, 2011) dan jurnal internasional (Tabak,A, et al., 2007; Khalaf,

    H, et al., 1996; Kahr, G., F.T. Madsen. 1994; dan Zhu,Runliang, et al., 2009)

    dengan beberapa modifikasi.

    3.3.1 Preparasi Montmorilonit

    3.3.1.1 Preparasi Bentonit Alam

    Bentonit alam yang telah digerus, dipanaskan di dalam oven pada suhu 110

    0C selama 2 jam. Bentonit yang telah kering, lalu disaring menggunakan ayakan

    berukuran 200 mesh dan dikarakterisasi menggunakan XRD.

    3.3.1.2 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit

    Sebanyak 200 gram bentonit dimasukkan ke dalam beaker glass dan

    ditambahkan 2 liter aquades. Campuran tersebut diaduk dengan stirrer selama 30

    menit, kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan

    dengan cara dekantasi. Endapan ini disebut sebagai fraksi satu (F1). Suspensi sisa

    fraksi satu didiamkan kembali selama 2 jam. Endapan yang didapat disebut

    sebagai fraksi dua (F2). Endapan dari fraksi dua lalu dikeringkan dalam oven pada

    suhu 110 0C sampai kering.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 3.3.1.3. Penjenuhan dengan NaCl

    Bentonit fraksi dua disuspensikan ke dalam 1000 mL larutan NaCl 1 M,

    kemudian distirrer selama 24 jam pada suhu 70oC. Endapan hasil dekantasi dicuci

    dengan akuades hingga bebas Cl- yang dibuktikan dengan penambahan 2 tetes

    AgNO3 1 M pada 10 mL filtrat sampai tidak terbentuk endapan putih AgCl.

    Selanjutnya endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 110 0C. Endapan digerus

    dan diayak hingga berukuran 200 mesh. Na-MMT yang diperoleh di karakterisasi

    dengan XRD, BET dan FTIR.

    3.3.2. Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)

    Sebanyak 0,5 gr Na-MMT disuspensikan ke dalam 15 mL aquades dan

    diaduk selama 1 jam. Ditambahkan 20 mL larutan metilen biru 0,005 M setetes

    demi setetes dan disertai pengadukan dengan menggunakan pengaduk magnetic

    selama 1 jam. Setelah dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring

    kasar, dilakukan pengukuran absorbansi pada filtrat menggunakan UV-Vis

    Spectrofotometer dengan = 667 nm. Selisih konsentrasi metilen biru sebelum

    dan sesudah dicampurkan dengan Na-MMT digunakan untuk menghitung nilai

    KTK. Dibuat deret standar dari metilen biru dengan konsentrasi 3x10-8

    , 5x10-8

    ,

    8x10-8

    , 1x10-7

    , 3x10-7

    , 5x10-7

    , 8x10-7

    , 1x10-6

    , dan 5x10-6

    M.

    3.3.3. Proses Pilarisasi Montmorilonit

    Membuat larutan polikation Al dengan cara menambahkan secara perlahan

    660 mL NaOH 0,2 M ke dalam 300 ml AlCl3.6H2O 0,1 M (rasio OH/Al 2,2)

    sambil dilakukan pengadukan, lalu larutan di aging selama 2 hari. Di tempat

    terpisah, dibuat larutan CTAB 2% (20 gr dalam 1000 ml). Selanjutnya dilakukan

    penimbangan sebanyak 3,333 gr Na-MMT (agar proporsi Al/MMT yang didapat

    sebanyak 9 mmol/gr), untuk selanjutnya dibuat 2% suspensi Na-MMT dengan

    melarutkannya pada 166,665 ml aquades dan diaduk menggunakan stirrer

    magnetik. Proses pilarisasi kemudian dilakukan dengan mencampurkan larutan

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • CTAB dan polikation Al secara perlahan-lahan ke dalam suspensi Na-MMT,

    kemudian diaduk selama 24 jam. Sebagai pembanding, dibuat juga campuran

    polikation Al dan Na-MMT tanpa penambahan CTAB. Endapan disaring dan

    dicuci sampai sisa Cl- hilang (negatif terhadap uji AgNO3), lalu endapan

    dikeringkan pada suhu 40 C selama 3 hari dan dikalsinasi secara bertahap sampai

    600 C selama 3 jam. Padatan yang didapat dari pilarisasi menggunakan CTAB

    dan polikation Al kemudian dinamakan Al-Montmorilonit (Al(CTAB)-MMT) dan

    yang hanya dipilarisasi oleh polikation Al, dinamakan Al-MMT. Selanjutnya

    Al(CTAB)-MMT dan Al-MMT dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan BET.

    3.3.4. Pembuatan PMAM (Polymer Modified Al(CTAB)-MMT)

    Dibuat larutan PDDACl; 0,04M NaCl dengan cara menambahkan 0,117 gr

    NaCl pada masing-masing larutan PDDACl yang kemudian diencerkan

    bersamaan pada labu 50 ml untuk mencapai konsentrasi PDDACl yang

    diinginkan, yaitu PDDACl 1x10-5

    , 1x10-4

    , 5x10-4

    , dan 1x10-3

    M. Mencampurkan

    masing-masing 12,5 ml larutan PDDACl;0,04M NaCl ke dalam 0,5 gr Al(CTAB)-

    MMT, dan di tempat terpisah juga dilakukan pencampuran antara

    PDDACl;0,04M NaCl dengan Na-MMT dan Al-MMT (sebagai pembanding).

    Campuran kemudian diaduk selama 8 jam dan diendapkan semalaman. Endapan

    didekantasi dan dipisahkan dari filtratnya melalui proses penyaringan dengan

    menggunakan kertas saring kasar dan dicuci dengan 10 ml aquabides untuk

    selanjutnya dikeringkan pada suhu ruang dan ditimbang hingga bobotnya tetap.

    Hasil endapan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, dan konsentrasi

    PDDACl optimum dapat ditentukan dengan melihat luas puncak serapan N-R

    yang paling besar pada karakterisasi dengan FTIR dan dengan melalui

    perbandingan intensitas puncak serapan N-R dengan puncak serapan pembanding.

    3.3.5 Aplikasi PMAM Sebagai Adsorben Surfaktan SDBS

    Pada 50 mg PMAM dengan konsentrasi PDDACl optimum, ditambahkan 10

    ml larutan surfaktan SDBS dengan variasi konsentrasi 5x10-5

    , 1x10-4

    , 5x10-4

    ,

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 1x10-3

    , 5x10-3

    ,dan 1x10-2

    M. Campuran diaduk selama 120 menit, dan diendapkan

    semalaman. Endapan didekantasi lalu disaring, dan filtrat disentrifugasi selama 1

    jam. Konsentrasi optimum ditentukan dengan menentukan absorbansi pada filtrat

    (konsentrasi yang tidak terserap) dengan menggunakan metode MBAS (Lampiran

    2), kemudian konsentrasi SDBS yang tidak terserap dapat diketahui melalui

    persamaan yang didapat dari kurva standar SDBS yang juga dibuat melalui

    metode MBAS. Pada konsentrasi optimum SDBS, dilakukan pencampuran lagi

    dengan PMAM dan digunakan variasi waktu pengadukan. Range waktu

    pengadukan yang digunakan yaitu 15, 45, 75, 120, dan 180 menit. Campuran

    diendapkan semalaman, lalu disaring dan filtrat disentrifugasi selama 1 jam.

    Konsentrasi SDBS yang tidak terserap ditentukan dengan mengukur absorbansi

    filtrat menggunakan metode MBAS. Untuk perbandingan, dilakukan juga

    pencampuran PMNM dan PMAMt (dari hasil pilarisasi Al-MMT) pada SDBS

    dengan kondisi optimum. Endapan hasil kemudian dikarakterisasi dengan FTIR,

    dan adsorpsi SDBS dianalisa menggunakan isoterm adsorpsi Langmuir dan

    Freundlich.

    3.3.6 Pengujian Kekuatan Ikatan antara PDDA (dalam PMAM) dengan

    SDBS

    Pada endapan PMAM yang telah mengadsorp SDBS dalam kondisi

    optimum, dilakukan penambahan HCl 1x10-3

    M hingga terbentuk larutan dengan

    pH 3,06; 4,37; dan 4,86. Untuk setiap variasi pH, ditambahkan 2 ml HCl ke dalam

    10 mg endapan, kemudian diaduk selama 45 menit dan disentrifugasi. Pencucian

    dengan HCl dilakukan 2x untuk masing-masing kondisi pH. Filtrat dipisahkan dan

    konsentrasi SDBS yang mampu ditarik oleh HCl ditentukan dengan mengukur

    absorbansi filtrat melalui metode MBAS dan memasukkan nilai absorbansi

    tersebut ke dalam kurva standar SDBS.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Preparasi Montmorilonit

    Sebelum bentonit digunakan lebih lanjut, dilakukan terlebih dahulu

    perlakuan terhadap bentonit melalui 3 tahap preparasi yaitu preparasi bentonit,

    fraksinasi, dan penjenuhan dengan NaCl yang kemudian ditentukan nilai kapasitas

    tukar kationnya. Tahapan preparasi montmorilonit bertujuan untuk memperoleh

    Na-MMT (Na-exchange Montmorilonit) yang kemudian akan digunakan pada

    tahapan-tahapan selanjutnya.

    4.1.1 Preparasi bentonit alam

    Tahapan pertama pada proses preparasi montmorilonit adalah preparasi

    bentonit alam yang bertujuan untuk mempersiapkan bentonit alam yang masih

    banyak mengandung pengotor di dalamnya agar siap digunakan untuk proses

    selanjutnya. Pada tahap preparasi, bentonit digerus dan dipanaskan pada suhu 110

    oC selama 2 jam guna menghilangkan air dan pengotor organik yang mudah

    menguap. Bentonit yang telah kering, diayak menggunakan ayakan 200 mesh agar

    ukuran bentonit menjadi kecil dan seragam. Ukuran yang semakin kecil akan

    membuat luas permukaan bentonit menjadi lebih besar dan semakin banyak zat

    yang mampu diserap, sedangkan penyeragaman ukuran bertujuan untuk membuat

    proses penyerapan yang terjadi juga seragam.

    4.1.2 Fraksinasi

    Setelah tahapan preparasi, pada bentonit dilakukan fraksinasi agar

    didapatkan fraksi yang kaya akan montmorilonit. Fraksi yang kaya akan

    montmorilonit akan membuat proses adorpsi lebih optimal, karena montmorilonit

    adalah mineral utama dalam bentonit yang berperan dalam proses adsorpsi dan

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • menentukan sifat serta kualitas dari bentonit itu sendiri. Oleh karena itu,

    pengotor-pengotor lain seperti kalsit, kuarsa, klinoptilolit, besi oksida, feldspars

    dan asam humat yang masih terdapat dalam bentonit alam harus dihilangkan

    terlebih dahulu melalui pemurnian baik secara fisika maupun kimia (Adel Fisli, et

    al., 2008). Proses fraksinasi termasuk ke dalam proses pemurnian secara fisika,

    dimana mineral-mineral yang memiliki massa jenis lebih besar akan mengendap

    terlebih dahulu dan selanjutnya dipisahkan dari fraksi yang kaya akan

    montmorilonit yang masih membentuk suspensi di atas permukaan endapan.

    Montmorilonit akan mengendap lebih lama karena adanya ikatan yang lebih kuat

    antara lapisan silikat di dalam montmorilonit dengan air (Oktaviani, 2011). Pada

    penelitian ini tidak dilakukan pemurnian secara kimia seperti purifikasi karbonat

    karena berdasarkan hasil penelitian Irwansyah pada tahun 2007, diketahui bahwa

    perlakuan kimia pada bentonit dapat merusak struktur bentonit dan mengurangi

    kandungan montmorilonit. Proses fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

    Gambar 4.1. Fraksi 2 (F2) setelah diendapkan selama 2 jam

    4.1.3 Penjenuhan dengan NaCl

    Di dalam interlayer montmorilonit yang berasal dari bentonit alam, masih

    terdapat beraneka ragam kation seperti Li+, Mn

    2+, Pb

    2+, dan Ca

    2+ yang berfungsi

    sebagai penyeimbang muatan untuk montmorilonit yang bersifat negatif, ukuran

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • kation-kation yang berbeda tersebut mengakibatkan ukuran interlayer tidak

    seragam, sehingga diperlukan penyeragaman kation melalui proses tukar kation

    yang semula beragam menjadi Na+. Proses tukar kation dengan Na

    + dapat dilihat

    pada Gambar 4.2.

    Gambar 4.2 Proses tukar kation dengan Na+

    (Sumber: Oktaviani, 2011, dengan modifikasi)

    Proses penyeragaman kation pada penelitian ini dilakukan melalui

    penjenuhan dengan NaCl 1M pada fraksi 2 (F2) dengan suhu 70 oC selama 24

    jam. NaCl ditambahkan dengan perbandingan (F2:NaCl) 1:20 untuk memberi

    kesempatan Na-MMT mengembang/swelling secara maksimal. Proses

    penjenuhan dengan NaCl dapat dilihat pada Gambar 4.3

    Gambar 4.3 Proses penjenuhan dengan NaCl

    Na+

    Kation keluar

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Penyeragaman dengan kation Na sangat penting untuk membuat

    montmorilonit bersifat swelling, sehingga memudahkan masuknya polikation Al

    dalam proses pilarisasi. Sifat swelling yang dihasilkan oleh Na-MMT diakibatkan

    karena ion Na+ yang berada di permukaan bentonit akan berasosiasi dengan

    daerah yang mengalami defisiensi muatan positif pada salah satu lembar saja,

    sehingga di antara lembaran akan terpisah cukup jauh dan memungkinkan

    interaksi dengan air lebih banyak dan meningkatkan kestabilan (Irwansyah, 2007).

    Proses swelling Na-MMT dapat dilihat pada Gambar 4.4.

    Gambar 4.4 Proses swelling Na-MMT (Sumber: Nelson, 2011)

    Hasil endapan disaring dan dicuci menggunakan aquades hingga tidak

    lagi mengandung ion Cl- yang dibuktikan dengan hasil negatif terhadap pengujian

    dengan AgNO3 1 M. Hasil pengujian dengan AgNO3 pada filtrat yang masih

    mengandung Cl- dan pada filtrat yang telah bebas dari Cl

    - dapat dilihat pada

    Gambar 4.5.

    Ion Cl- harus dipastikan tidak ada lagi di dalam montmorilonit karena

    keberadaannya dapat mengganggu proses selanjutnya. Polikation Al dan CTAB

    yang akan digunakan pada proses selanjutnya memiliki muatan positif dan

    diharapkan mengalami proses tukar kation untuk berikatan dengan montmorilonit

    yang bermuatan negatif. Adanya ion Cl- menyebabkan polikation Al dan CTAB

    akan berikatan dengan ion Cl- dan bukan langsung berikatan dengan

    montmorilonit. Oleh karena itu, ion Cl- harus dipastikan benar-benar hilang dari

    Na-MMT.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Gambar 4.5. Hasil uji dengan AgNO3 1 M pada filtrat yang masih mengandung

    Cl- (kiri) dan yang sudah bebas Cl

    - (kanan)

    Endapan selanjutnya dikeringkan pada suhu 110 oC untuk menghilangkan

    air dan diayak kembali dengan ayakan 200 mesh agar ukurannya kembali

    seragam, lalu dikarakterisasi menggunakan XRD dan FTIR. Hasil penjenuhan

    dengan NaCl dinamakan Na-MMT. Perbedaan secara fisik antara bentonit alam

    dan Na-MMT tidak terlalu terlihat jelas, dimana Na-MMT terlihat sedikit lebih

    pucat dibandingkan dengan bentonit alam. Hal ini disebabkan karena pengotor-

    pengotor yang semula terdapat dalam bentonit alam sudah dibersihkan. Tampilan

    fisik bentonit alam dan Na-MMT dapat dilihat pada Gambar 4.6.

    Gambar 4.6. Tampilan fisik bentonit alam (kiri) dan Na-MMT (kanan)

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • 4.1.4 Karakterisasi bentonit alam dan Na-MMT

    Karakterisasi dilakukan menggunakan XRD dan FTIR untuk mengetahui

    morfologi bentonit alam dan Na-MMT yang kemudian akan berguna sebagai

    karakterisasi awal atau pembanding dari produk-produk yang akan dihasilkan

    pada tahapan selanjutnya.

    4.1.4.1 Karakterisasi dengan XRD

    Gambar 4.7 menggambarkan pola difraksi bentonit alam dan Na-MMT.

    Pada difraktogram tersebut terlihat bahwa tidak terdapat perubahan signifikan

    antara bentonit alam dengan Na-MMT yang diperjelas dengan rangkuman pada

    Tabel 4.1 yang menunjukkan sudut 2 dari bentonit alam dan Na-MMT.

    Gambar 4.7. Difraktogram XRD bentonit alam dan Na-MMT

    Database montmorilonit pada Tabel 4.1 diperoleh dari Batan dengan melihat

    database montmorilonit yang digunakan pada instrumen XRD yang digunakan

    yaitu Philip PW 1710, sehingga dengan mencocokkan nilai 2 pada difraktogram

    bentonit alam dan Na-MMT dengan 2 pada database montmorilonit, dapat

    diketahui puncak mana saja yang menunjukkan puncak khas dari montmorilonit

    10 20 30 40 50 600

    100

    200

    300

    Na-MMT Bentonit alam

    2 theta

    inte

    nsi

    tas

    (a.u

    )

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • pada difraktogram tersebut, sedangkan untuk penentuan karakteristik puncak khas

    dari SiO2, kuarsa dan analcime, digunakan database dari penelitian yang

    dilakukan oleh Adel Fisli, et al. yang juga melakukan pengukuran XRD di Batan.

    Tabel 4.1. Tabel puncak difraktogram XRD pada bentonit alam dan Na-MMT

    2

    Karakteristik Database

    Montmorilonit

    Bentonit

    alam Na-MMT

    6,494 5,7951 6,239 Montmorilonit

    17,17 17,3741 - Montmorilonit

    19,891 19,903 19,6195 Montmorilonit

    22,0816 21,7187 SiO2

    26,72 26,4125 Kuarsa

    28,5701 - Analcime

    35,022 35,0301 35,9802 Montmorilonit

    36,2531 - Montmorilonit

    54,231 54,5346 54,0836 Montmorilonit

    Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa pembuatan Na-MMT tidak menyebabkan

    perubahan struktur pada montmorilonit yang ditandai dengan puncak 2 yang

    masih menunjukkan puncak khas montmorilonit dan SiO2 yang merupakan

    penyusun kerangka dasar dari montmorilonit. Selain itu pembuatan Na-MMT juga

    berhasil menghilangkan sebagian pengotor seperti analcime sehingga tidak terlihat

    adanya puncak khas analcime pada Na-MMT. Namun ternyata masih terdapat

    pengotor berupa kuarsa yang belum dapat dihilangkan dari Na-MMT,

    kemungkinan hal ini disebabkan karena kerangka dasar kuarsa yang juga terdiri

    dari SiO2 sehingga membuatnya agak sulit dipisahkan dari montmorilonit.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adel Fisli, et al. keberadaan kuarsa

    akan secara signifikan berkurang dari bentonit pada saat isolasi fraksi 3 yang

    didapatkan dengan cara mengendapkan kembali sisa supensi yang belum

    mengendap pada fraksi 2.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Puncak spektrum pada daerah sudut kecil (biasanya antara 2: 3-9),

    merupakan ciri khas montmorilonit yang berasal dari difraksi bidang d001 atau

    yang dikenal dengan bidang ruang basal/basal spacing (Adel Fisli, et al., 2007).

    Puncak pada daerah tersebut akan menentukan besarnya basal spacing atau ruang

    antar lapis, dan perhitungannya dikenal sebagai hukum Bragg dengan persamaan:

    n = 2dsin

    Dengan nilai = 1,5406 yang dihasilkan dari sumber sinar Cu yang

    digunakan , nilai orde difraksi n = 1, dan puncak 2 dari bentonit alam dan Na-

    MMT yaitu 5,7951 dan 6,239, maka berdasarkan perhitungan pada Lampiran 3b

    dan 4b dapat diketahui nilai basal spacing pada bentonit alam adalah 15,2383

    atau 1,52383 nm dan untuk Na-MMT adalah 14,15507 atau 1,415507 nm.

    Terjadi pergeseran nilai basal spacing menjadi nilai yang lebih kecil kemungkinan

    disebabkan karena sebagian besar ruang antar lapis (interlayer) pada bentonit

    alam diisi oleh kation Ca2+

    yang dibuktikan dengan pengukuran menggunakan

    XRF (Lampiran 3) . Ukuran ion Ca2+

    lebih besar dari Na+, dengan jari-jari ion

    0,099 nm untuk Ca2+

    dan 0,095 nm untuk Na+, sehingga ruang antar lapis pada

    bentonit alam yang sebagian besar masih mengandung Ca2+

    lebih besar

    dibandingkan dengan Na-MMT yang sebagian besar kation pada ruang antar

    lapisnya telah digantikan dengan Na+

    . Perbandingan nilai jari-jari ion dan atom

    pada tabel periodik dapat dilihat pada Gambar 4.8.

    Ion Na+ mampu menggantikan Ca

    2+ yang bermuatan dan berukuran lebih

    besar karena pada pembuatan Na-MMT, dilakukan penambahan NaCl dalam

    konsentrasi besar. Konsentrasi Na+ yang besar sangat diperlukan karena tiap 1 ion

    Ca2+

    akan digantikan oleh 2 ion Na+.

    Ion Na+ mampu menggantikan Ca

    2+ yang bermuatan dan berukuran lebih

    besar karena pada pembuatan Na-MMT, dilakukan penambahan NaCl dalam

    konsentrasi besar. Konsentrasi Na+ yang besar sangat diperlukan karena tiap 1 ion

    Ca2+

    akan digantikan oleh 2 ion Na+.

    Modifikasi bentonit..., Deagita Yolani, FMIPA UI, 2012

  • Gambar 4.8. Ukuran ion dan atom dalam tabel periodik

    (sumber: http://boomeria.org/chemlectures/textass2/firstsemass.html)

    4.1.4.2 Karakterisasi dengan FTIR

    Spektra FTIR bentonit alam dan Na-MMT diperlihatkan pada Gambar 4.9.

    Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa pada Na-MMT tidak muncul puncak baru bila

    dibandingkan dengan bentonit alam. Hal ini menjadi dasar yang menguatkan

    kesimpulan sebelumnya dari data XRD yang menunjukkan struktur montmorilonit

    tidak rusak selama pembentukan Na-MMT. Spektrum FTIR bentonit alam dan

    Na-MMT masih menunjukkan puncak serapan pada 3635,82 cm-1

    yang

    menunjukkan vibrasi regang dari Al(Mg)-O-H, lalu pada 1635 cm-1