Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi ...
Transcript of Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi ...
Studi Daya Adsorpsi Bentonit Alam Tapanuli Terinterkalasi Monosodium
Glutamat terhadap Ion Logam Berat Kadmium dan Timbal pada Berbagai
Variasi pH
Lutfi Adhayuda
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia,
Kampus UI Depok 16424
E- mail: [email protected]
Abstrak
Organobentonit berhasil dibuat dari proses interkalasi bentonit alam Tapanuli dengan senyawa
Monosodium Glutamat (MSG). Sebelum digunakan untuk preparasi organobentonit, dilakukan
proses sedimentasi terhadap bentonit Tapanuli untuk memurnikan kandungan montmorillonit
(MMT) yang ada pada bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation pada interlayer
bentonit dengan Na+ menjadi Na-Bentonit. Selanjutnya dilakukan penentuan nilai Kapasitas
Tukar Kation (KTK) dengan menggunakan larutan [Cu(en)2]2+
, sehingga diperoleh nilai KTK
sebesar 45,29 mek/100 gram bentonit. Preparasi organobentonit menggunakan Na-Bentonit yang
terinterkalasi senyawa MSG, dimana jumlah MSG yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK
dan 2 KTK dengan variasi pH (pH=pI MSG=3,22 , pH<pI MSG, dan pH>pI MSG). Hasil
karakterisasi organobentonit menunjukkan senyawa MSG telah berhasil terinterkalasi ke dalam
bentonit dan terjadi perubahan pada d-spacing. Produk organobentonit tersebut selanjutnya diuji
kemampuan adsorpsinya terhadap ion logam berat Pb2+
dan Cd2+
dengan variasi konsentrasi (1-
10 mM) dan membandingkannya dengan kemampuan adsoprsi dari bentonit alam dengan
konsentrasi ion logam berat Pb2+
dan Cd2+
yang sama. Dari data yang diperoleh menunjukkan
bahwa organobentonit lebih efektif daripada bentonit alam dalam menyerap ion logam berat Pb2+
dan Cd2+
.
Kata kunci: organobentonit, d-spacing, adsorpsi, monosodium glutamat, variasi pH
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Study of Adsorption Capacity of Natural Tapanuli Bentonite Intercalated by
Monosodium Glutamate against Heavy Metal Ions Cadmium and Lead on
Various pH
Abstract
Organobentonite successfully made from the process of intercalation bentonite tapanuli with the
compounds of Monosodium Glutamate (MSG). Before being used for the preparation,
sedimentation process of bentonite content was made to purify montmorillonite (MMT) on
bentonite Tapanuli. The uniformity of cations with Na+ on bentonite interlayer was made to make
Na-Bentonite. Furthermore, Cation Exchange Capacity (CEC) values was calculated by using a
[Cu(en)2]2+
, and CEC values obtained is 45.29 meq/100 grams of bentonite. Organobentonite was
prepared using the Na-Bentonite intercalated by MSG compound, and the MSG was added
according to the value of 1 CEC and 2 CEC with variety of pH (pH=pI MSG=3,22 , pH<pI MSG,
and pH>pI MSG). Characterization results showed that organobentonite preparation has been
successfully intercalated MSG into bentonite and its d-spacing has changed. Organobentonite
product adsorption ability was tedted against heavy metal ions Pb2+
and Cd2+
adsorption by
varying the concentration (1-10 mM) and compare it with the adsorption ability of natural
bentonite. From the data obtained shows that organobentonite is more effective than the natural
bentonite to absorb heavy metal ions Pb2+
and Cd2+
.
Keywords: organobentonite, d-spacing, adsorption, monosodium glutamate, various pH
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Pendahuluan
Berkembangnya penelitian di bidang teknologi merupakan pemicu bagi para peneliti
untuk terus melakukan dan mengembangkan penelitian. Perkembangan teknologi yang pesat pada
era modern ini seringkali dihadapkan dengan masalah pencemaran lingkungan. Hal tersebut
merupakan dampak negatif dari berkembangnya teknologi yang memang tidak dapat dihindari.
Salah satu contoh pencemaran lingkungan adalah pencemaran oleh limbah buangan industri.
Limbah buangan industri dapat membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitar dikarenakan
mengandung ion logm berat, khususnya ion Cd2+
(kadmium) dan ion Pb2+
(timbal), dimana
kedua logam tersebut sulit terdegradasi.
Terdapat beberapa metode yang dikembangkan untuk menangani limbah yang
mengandung ion Cd2+
dan Pb2+
. Beberapa di antaranya adalah chemical conditioning,
solidification/ Stabilization, incineration, dan metode adsorpsi. Adsorpsi adalah salah satu
metode yang potensial karena prosesnya yang sederhana, dapat bekerja pada konsentrasi rendah,
dapat didaur ulang, dan biaya yang dibutuhkan relatif murah.
Salah satu kelompok senyawa yang terdapat di alam dan memiliki potensi besar untuk
dikembangkan sebagai adsorben ion logam berat adalah bentonit. Bentonit adalah mineral yang
berasal dari sisa abu vulkanis. Keberadaan bentonit yang cukup berlimpah di Indonesia dapat
menjadikan bentonit sebagai aset potensial yang dapat dimanfaatkan secara optimal.
Bentonit dapat digunakan sebagai adsorben senyawa anorganik dan logam berat karena
bentonit memiliki kapasitas tukar kation (KTK) dan memiliki sifat hidrofilik pada permukaannya.
Karena sifatnya tersebut, maka di dalam air bentonit dapat menyerap polutan, baik polutan
organik maupun anorganik. Namun karena sifat hidrofilik bentonit tidak efektif dalam menyerap
senyawa organik, maka kapasitas adsorpsi dapat ditingkatkan dengan cara modifikasi permukaan
(Bergaya et al., 2006).
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Tinjauan Pustaka
Bentonit adalah salah satu jenis mineral lempung aluminosilikat memiliki kandungan
utama berupa montmorillonit. Kandungan lainnya dapat berupa mineral pengotor sepert kuarsa,
kalsit, illite, gypsum, feldspar, plagioclas, kristobalit, dan kaolinit. Montmorillonit tersusun dari
satu lapisan alumina oktahedral (O) yang diapit oleh dua lapisan silika tetrahedral (T). Adanya
subsitusi isomorf lapisan Si dalam kerangka tetrahedral oleh Al mengakibatkan bentonit
montmorillonit bermuatan negatif sehingga bentonit dapat menyerap kation sebagai penyeimbang
muatan pada bagian antar lapis yang bermuatan negarif. Sifat lapisan bentonit ini mengakibatkan
bentonit dapat berfungsi sebagai penukar kation.
Bentonit yang memiliki kapasitas tukar kation yang besar dan kemampuan swelling yang
baik, mampu menjadikannya sebagai host bagi senyawa yang diinterkalasi pada ruang interlayer
bentonit (Zhou, 2011). Kehadiran senyawa yang diinterkalasi ini dapat memperbesar d-spacing
bentonit. Senyawa yang dapat digunakan untuk interkalasi ini berupa surfaktan kationik atau
senyawa amfoter yang memiliki gugus aktif berupa muatan positif. Bentonit yang telah
diinterkalasi dengan senyawa organik disebut organobentonit. Dari hasil penelitian sebelumnya
(Edwina, 2013 & Citra, 2014) telah dibuktikan bahwa bentonit hasil interkalasi memiliki
kemampuan adsorpsi kation logam yang lebih baik daripada bentonit alam yang belum
diinterkalasi.
Organobentonit adalah bentonit yang telah dimodifikasi dengan senyawa organik.
Kestabilan termal yang dimiliki oleh surfaktan kationik atau senyawa amfoter yang akan
diinterkalasi ke dalam bentonit merupakan salah satu sifat penting dalam pembentukan
organobentonit. Dengan kestabilan termal yang dimiliki surfaktan kationik atau senyawa amfoter,
bentonit yang telah dimodifikasi diharapkan juga memiliki sifat kestabilan termal yang tinggi.
Secara luas, organobentonit dapat digunakan sebagai adsorben, khususnya adsorben ion
logam berat. Dalam adsorpsi ion logam, daya adsorpsi organobentonit berbeda berdasarkan jenis
ion logam dan pH larutan. Tiller (1996), yang telah mempelajari adsorpsi mineral bentonit
terhadap ion-ion logam, menyimpulkan bahwa organobentonit lebih cenderung mengadsorpsi ion
logam berat dibandingkan dengan ion logam alkali atau alkali tanah.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Monosodium Glutamat (Gambar 1), merupakan garam sodium dari asam glutamat,
biasanya digunakan sebagai penyedap masakan yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Monosodium glutamat ini memiliki rumus molekul C5H8NNaO4, dengan massa
molar 169,111 gram/mol, berbentuk kristal putih yang cepat larut di dalam air, kelarutan
dalam air 74 gram/100 mL, dan dalam larutan terdisosiasi menjadi ion natrium dan ion
glutamat. Garam ini tidak bersifat higroskopis dan larut dalam air.
Gambar 1 Struktur Monosodium Glutamat
Glutamat adalah asam amino non-essential yang ditemukan di hampir semua protein.
Ini terlihat dari titik isoelektriknya yang rendah (pada pH = 3,22), yang menandakan bersifat
asam Lewis. Glutamat adalah salah satu dari 20 asam amino penyusun protein. Asam amino
adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (-
NH2). Sebagai asam amino, glutamat termasuk dalam kelompok non-essential, yang artinya
tubuh mampu memproduksi sendiri. Glutamat yang masih terikat dengan asam amino lain
sebagai protein tidak memiliki rasa, namun glutamat dalam bentuk bebas memiliki rasa gurih.
Dengan demikian semakin tinggi kandungan glutamat di dalam masakan maka semakin gurih.
Kandungan glutamat dalam makanan tergantung dari macam makanan, kondisi makanan
(mentah atau matang) dan proses pengolahannya (Citra, 2014).
Di dalam tubuh, glutamat dari makanan sebagian besar dimetabolisme dan
digunakan sebagai sumber energi usus halus. Glutamat juga berfungsi untuk pembentukan
asam amino lain seperti gluthation, arginin dan proline (Reeds et al., 2000).
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Metode Penelitian
1 . Sedimentasi Bentonit
Sebanyak 200 gram bentonit dimasukkan ke dalam gelas beaker dan ditambahkan 2 liter
akuades. Campuran diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 6 jam. Selanjutnya
campuran didiamkan selama 5 menit dan koloid yang terbentuk diambil. Koloid yang
diperoleh didiamkan hingga terbentuk endapan dan air yang jernih. Setelah itu dilakukan
dekantasi dan endapan disentrifugasi. Endapan yang didapatkan lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105 oC dan selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD dan FTIR.
2. Preparasi Na-Bentonit
Endapan bentonit yang didapat pada proses sedimentasi disuspensikan ke dalam larutan
NaCl 0,25 M sebanyak 500 mL. Suspensi diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer
selama 6 jam dan kemudian suspensi tersebut didekantasi. Endapan yang didapat kemudian
didispersikan dengan larutan NaCl 0,25 M sebanyak 500 mL dan kemudian dilakukan
pengadukan kembali selama 6 jam. Endapan lalu didekantasi kemudian dicuci dengan akuades
hingga bebas dari kandungan ion Cl-. Setelah itu endapan dikeringkan dalam oven pada suhu
110-120 oC. Endapan digerus dan diayak hingga didapatkan serbuk Na-Bentonit berukuran +
100 μm. Na-Bentonit yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, EDS dan FTIR.
3. Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Sebanyak 25 mL larutan CuSO4 0,1 M ditambahkan dengan 50 mL larutan etilendiamin
0,1 M dan diencerkan ke dalam labu ukur untuk pembuatan 0.05 M kompleks [Cu(en)2]2+
.
Untuk penentuan nilai KTK, 0,3 gram Na-Bentonit disuspensikan ke dalam masing-masing 2
mL, 3 mL dan 4 mL larutan [Cu(en)2]2+
lalu dilarutkan dengan akuades hingga 25 mL.
Suspensi tersebut kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit dengan
kecepatan pengadukan yang sama. Larutan sebelum dan sesudah dicampur diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrometer UV-Visible pada λmax = 549 nm.
Konsentrasi larutan standar dibuat dengan mendekati konsentrasi filtrat larutan kompleks
setelah dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
4. Preparasi Organobentonit
Sebanyak 0,2542 gram MSG (Natrium L-2-Aminopentanadioat) dilarutkan ke dalam 25
mL buffer asetat pH 3,2 (pI) untuk pembuatan 1 KTK organobentonit dengan massa Na-
Bentonit sebesar 3 gram. Na-Bentonit kemudian didispersikan ke dalam 50 mL akuades dan
dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Larutan Na-Bentonit
kemudian ditambahkan dengan 25 mL larutan MSG 1 KTK secara perlahan dan diaduk
selama 3 jam. Campuran kemudian diultrasonik selama 3 menit. Campuran kemudian
disentrifugasi dan diambil endapannya lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C. Padatan
yang didapatkan selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD, EDS dan FTIR.
Pembuatan 1 KTK organobentonit pH 4,6 digunakan 25 mL buffer asetat pH 4,6 dan
dengan massa Na-Bentonit dan MSG yang sama dengan organobentonit pH 3,2. Untuk
pembuatan organobentonit pH 2,4 digunakan 25 mL buffer fosfat dengan massa Na-Bentonit
dan MSG yang sama dengan organobentonit pH 3,2 dan 4,6. Pembuatan 2 KTK
organobentonit digunakan massa Na-Bentonit yang sama tetapi dengan massa MSG 2 kali dari
masa 1 KTK.
.
5. Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi Kadmium
Sebanyak 25 mL larutan kadmium dengan konsentrasi setara 1 KTK ditambahkan ke
dalam 0,05 gram bentonit alam, organobentonit 1 KTK pH 3,2 dan organobentonit 2 KTK pH
3,2 diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan variasi waktu selama 60 menit, 90 menit,
120 menit dan 150 menit pada kecepatan pengadukan yang sama. Kemudian campuran
tersebut disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan putar yang sama. Filtrat yang
diperoleh kemudian dipisahkan dari endapan dan diukur kadar kadmium yang terkandung
dalam filtrat dengan AAS.
6. Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi Timbal
Sebanyak 25 mL larutan timbal dengan konsentrasi setara 1 KTK ditambahkan ke dalam
0,05 gram bentonit alam, organobentonit 1 KTK pH 3,2 dan organobentonit 2 KTK pH 3,2
diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan variasi waktu selama 60 menit, 90 menit, 120
menit dan 150 menit pada kecepatan pengadukan yang sama. Kemudian campuran tersebut
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan putar yang sama. Filtrat yang diperoleh
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
kemudian dipisahkan dari endapan dan diukur kadar timbal yang terkandung dalam filtrat
dengan AAS.
7. Penentuan Daya Adsorpsi Kadmium
Sebanyak 0,05 gram bentonit alam, organobentonit 1 KTK pH 3,2 , organobentonit 1
KTK pH 2,4 , organobentonit 1 KTK pH 4,6 , organobentonit 2 KTK pH 3,2 , organobentonit
2 KTK pH 2,4 dan organobentonit 2 KTK pH 4,6 ditambahkan ke dalam larutan kadmium
dengan konsentrasi 1 mM, 3 mM, 5 mM dan 10 mM. Kemudian larutan tersebut diaduk
menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam dengan kecepatan pengadukan yang sama dan
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan putar yang sama. Filtrat yang diperoleh
kemudian dipisahkan dari endapan dan diukur kadar kadmium yang terkandung dalam filtrat
dengan AAS.
8. Penentuan Daya Adsorpsi Timbal
Sebanyak 0,05 gram bentonit alam, organobentonit 1 KTK pH 3,2 , organobentonit 1
KTK pH 2,4 , organobentonit 1 KTK pH 4,6 , organobentonit 2 KTK pH 3,2 , organobentonit
2 KTK pH 2,4 dan organobentonit 2 KTK pH 4,6 ditambahkan ke dalam larutan timbal
dengan konsentrasi 1 mM, 3 mM, 5 mM dan 10 mM. Kemudian larutan tersebut diaduk
menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam dengan kecepatan pengadukan yang sama dan
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan putar yang sama. Filtrat yang diperoleh
kemudian dipisahkan dari endapan dan diukur kadar timbal yang terkandung dalam filtrat
dengan AAS.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Hasil dan Pembahasan
1. Sedimentasi Bentonit
Prinsip dari sedimentasi adalah perbedaan massa jenis, dimana massa jenis yang lebih
besar akan terlebih dahulu mengendap dibandingkan dengan massa jenis yang lebih kecil.
Tujuan dilakukannya sedimentasi bentonit adalah untuk mendapatkan kandungan
Montmorillonit yang lebih murni. Montmorillonit memiliki massa jenis yang lebih kecil
dibandingkan dengan pengotornya, sehingga pengotor dan mineral-mineral lainnya akan lebih
dahulu mengendap. Setelah proses sedimentasi selesai, pada endapan terbentuk dua fasa. Pada
endapan yang dihasilkan berwarna hitam pada bagian bawah dan coklat pada bagian atas.
Endapan berwarna hitam yang berada dibawah adalah pengotor dan mineral-mineral lain yang
terkandung dalam bentonit. Endapan berwarna coklat diharapkan banyak mengandung
montmorillonit, karena montmorillonit membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mengendap.
2. Pembuatan Na-Bentonit
Na-Bentonit dibuat dengan mencampurkan bentonit hasil sedimentasi dengan NaCl yang
bertujuan untuk penyeragaman kation dalam ruang interlayer bentonit. Ruang interlayer pada
bentonit banyak terdapat kation-kation lain yang dapat mempengaruhi kemampuan bentonit
untuk mengembang (swelling) di dalam air, ion-ion tersebut seperti Ca2+
, Mg2+
, dan kation
lainnya sehingga perlu diseragamkan. Ion Na+
digunakan untuk proses penyeragaman karena
Na+ memiliki muatan positif yang kecil dan akan berinteraksi hanya pada satu layer bentonit.
Keberadaan ion Na+ dalam larutan mengakibatkan jarak antara interlayer akan terpisah cukup
jauh dan memungkinkan interaksi dengan air lebih banyak dan dapat meningkatkan kestabilan
(Irwansyah, 2007; Andi, 2007). Dalam penelitian ini, masuknya molekul MSG kedalam
interlayer diharapkan ion Na+ yang ada pada Na-Benotnit
akan digantikan oleh gugus -NH3
+
yang ada pada MSG yang diinterkalasikan ke dalam ruang interlayer bentonit.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Gambar 2 Difraktogram XRD Bentonit Alam, Bentonit Sedimentasi dan Na-Bentonit pada
(a) nilai 2θ 3 -10
dan (b) nilai 2θ 10
-50
3. Penentuan Kapasitas Tukar Kation
Tujuan dilakukannya penentuan kapasitas tukar adalah untuk mengetahui jumlah
maksimum kation yang dapat ditukarkan dalam ruang interlayer bentonit yang didapatkan
melalui reaksi pertukaran kation. Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada bentonit
dinyatakan dalam satuan mek/100 gram (Bergaya, 1997). Penentuan kapasitas tukar kation ini
dilakukan dengan mencampurkan kompleks Cu-etilendiamin ([Cu(en)2]2+
) yang berwarna
biru-keunguan ke dalam suspensi Na-Bentonit, sesuai dengan metode yang sebelumya
dilakukan oleh Bergaya dan Vayer (1997). Penentuan nilai KTK untuk menentukan jumlah
[Cu(en)2]2+
dilakukan dengan instrumen spektofotometer UV/Vis. Nilai (KTK) yang didapat
adalah 45,29 mek/100 gram bentonit.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
0 5 10 15
inte
nsi
tas
2Ɵ
(a) Na-Bentonit
BentonitSedimentasi
Bentonit Alam
0
100
200
300
400
500
600
700
800
0 20 40 60
inte
nsi
tas
2Ɵ
(b) Na-Bentonit
BentonitSedimentasi
Bentonit Alam
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
4. Sintesis Organoclay
Jumlah MSG yang diinterkalasi ke dalam Na-Bentonit dapat ditentukan berdasarkan nilai
KTK yang diperoleh dengan menggunakan metode kompleks [Cu(en)2]2+
. Organobentonit
yang disintesis pada penelitian ini adalah bentonit alam Tapanuli yang diinterkalasi dengan
MSG pada titik isoelektriknya yaitu pada pH = 3,22 = pI, dimana muatan positif dari gugus -
NH3+ pada MSG akan menempel/berinteraksi dengan muatan negatif dari interlayer bentonit
dan muatan negatif dari dua gugus COO- akan menyerap kation-kation logam. MSG memiliki
2 gugus karboksilat dan gugus amina yang pada salah satu gugus karboksilatnya berikatatan
dengan Na+. Berdasarkan strukturnya, organobentonit yang diinterkalasi dengan MSG
diharapkan dapat menyerap lebih banyak kation logam dibandingkan organobentonit yang
diinterkalasi dengan asam amino yang mengandung satu gugus karboksilat dari senyawa
amfoter seperti alanin yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Saputra, 2013).
Selain pembuatan organobentonit pada pH 3,2, juga disintessa organobentonit pada pH = 2,4
(pH < pI) dan pada pH 4,6 (pH > pI).
Gambar 3 Spektra FTIR Na-Bentonit, Organobentonit 1 KTK dan 2 KTK pI
Berdasarkan pada spektra FTIR organobentonit 1 KTK pI dan 2 KTK pI (Gambar 3)
terdapat pita serapan baru pada bilangan gelombang sekitar 1430 cm-1
dan 1580 cm-1
yang
sebelumnya tidak terlihat pada spektra Na-MMT (Na-Bentonit). Bilangan gelombang sekitar
2 KTK pI 1 KTK pI
Na-Bentonit
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
1430 cm-1
merupakan vibrasi tekuk dari gugus amina, dan bilangan gelombang 1580 cm-1
adalah vibrasi ulur dari gugus COO-. Spektra organobentonit 1 KTK pI dan 2 KTK pI juga
terdapat pita serapan pada bilangan gelombang 3400 cm-1
yang merupakan pita vibrasi ulur
gugus amina. Berdasarkan spektra FTIR (Gambar 3) dapat disimpulkan bahwa proses
interkalasi MSG pada interlayer bentonit juga telah berhasil.
Gambar 4 Spektra FTIR Na-Bentonit, Organobentonit 1 KTK dan 2 KTK pH 2,4
Gambar 5 Spektra FTIR Na-Bentonit, Organobentonit 1 KTK dan 2 KTK pH 4,6
2 KTK pH 2,4 1 KTK pH 2,4
Na-Bentonit
2 KTK pH 4,6 1 KTK pH 4,6
Na-Bentonit
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Berdasarkan pada spektra FTIR organobentonit 1 KTK pH 2,4 dan 2 KTK pH 2,4
(Gambar 4) terdapat pita serapan yang tidak jauh berbeda dari spektra FTIR pada Gambar 3.
Perbedaan yang cukup jelas adalah pada bilangan gelombang sekitar 1430 cm-1
yang
merupakan vibrasi tekuk dari gugus amina, dimana pada spektra FTIR orgnobentonit 1 KTK
pH 2,4 (Gambar 4) tidak terlihat jelas. Ada kemungkinan MSG tidak berhasil diinterkalasi ke
dalam bentonit karena rusaknya MSG disebabkan oleh kondisi pH di bawah pI.
Berdasarkan pada spektra FTIR organobentonit 1 KTK pH 4,6 dan 2 KTK pH 4,6
(Gambar 5) terdapat pita serapan yang tidak jauh berbeda dari spektra FTIR pada Gambar 3
dan Gambar 4. Bilangan gelombang sekitar 1430 cm-1
yang merupakan vibrasi tekuk dari
gugus amina ada pada spektra FTIR organobentonit 1 KTK pH 4,6 dan 2 KTK pH 4,6
sehingga bisa disimpulkan proses interkalasi berhasil..
5. Waktu Optimum Adsorpsi Ion Logam (Pb2+
dan Cd2+
)
Waktu optimum adsorpsi ion logam Pb2+
dan Cd2+
adalah waktu yang diperlukan agar
adsorpsi ion logam Pb2+
dan Cd2+
oleh bentonit sudah tidak mengalami peningkatan lagi
(konstan), dimana pada waktu optimum tercapai kesetimbangan pada proses adsorpsi.
Gambar 6 Kurva Variasi Waktu Ion Logam Pb2+
terhadap Daya Adsorpsi Bentonit Alam dan
Organobentonit pI
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Gambar 7 Kurva Variasi Waktu Ion Logam Cd2+
terhadap Daya Adsorpsi Bentonit Alam dan
Organobentonit pI
Waktu optimum adsorpsi ion logam Pb2+
dan Cd2+
adalah 120 menit, dimana pada waktu
120 menit telah terjadi kesetimbangan, yaitu bentonit alam sebagai adsorben sudah
mengadsorpsi ion logam Pb2+
dan Cd2+
sebagai adsorbat secara maksimal. Pada menit ke 120
dapat dilihat juga bahwa nilai Q dalam mek/100 gram mengalami peningkatan dari bentonit
alam, organobentonit 1 KTK pI, dan organobentonit 2 KTK pI. Dapat disimpulkan bahwa
daya adsorpsi semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah MSG dalam bentonit.
Berdasarkan nilai Q (mek/100 gram) yang didapatkan pada masing-masing logam, ion logam
Cd2+
dapat terserap lebih banyak dibanding Pb2+
, baik pada bentonit alam ataupun
organobentonit.
6. Daya Adsorpsi Terhadap Ion Logam (Pb2+
dan Cd2+
)
Penentuan daya adsorpsi organobentonit terhadap ion-ion logam dilakukan dengan
membuat variasi konsentrasi yang sama pada masing-masing ion logam dengan konsentrasi 1
mM, 3 mM, 5 mM, dan 10 mM. Masing-masing ion logam dicampurkan dengan 0,05 gram
bentonit.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Gambar 8 Grafik Perbandingan Daya Adsorpsi pada Setiap Variasi pH Organobentonit
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa kapasitas adsorpsi yang lebih besar dimiliki oleh
organoclay yang disintesis pada pH interkalasi= pI dibandingkan dengan organoclay yang
disintesis pada pH di atas maupun dibawah pH isoelektrik (pI). Berdasarkan grafik ini dapat
disimpulkan bahwa interkalasi terbaik berlangsung pada pH isoelektrik diakibatkan karena
interaksi muatan positif pada ion logam dengan muatan negatif pada gugus karboksilat (-
COO-) yang dimiliki oleh MSG.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah dibuktikan bahwa bentonit alam Tapanuli
berhasil diinterkalasi dengan senyawa MSG yang meningkatkan kapasitas adsorpsi secara cukup
signifikan. Jumlah MSG yang dibutuhkan untuk proses interkalasi dapat diketahui dari nilai KTK
yang didapatkan pada penelitian. Nilai KTK dari betonit alam Tapanuli yaitu sebesar 45,29 mek/
100 gram bentonit.
0
50
100
150
200
250
300
2 2,5 3 3,5 4 4,5 5
Q (
me
k/1
00
g b
en
ton
it)
pH Organobentonit
Adsorpsi Ion LogamPb2+
Adsorpsi Ion LogamCd2+
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Daftar Pustaka
Al-Harisi. (2008). Penetapan Kadar Zn dan Fe di dalam Tahu yang Dibungkus Plastik dan Daun
yang Dijual diPasar Kartasura dengan Menggunakan MetodePengaktifan Neutron.
http://www.google.com/. Diakses tanggal 25 September 2013.
Al-Qunaibit, M.H, Mekhemer,W.K, Zaghloul, A.A. (2005). The adsorption of Cu(II) ions on
bentonite—a kinetic study. Journal of Colloid and Interface Science 283 ,316-321.
Andy. (2007). Sintesis dan Karakterisasi Organobentonit Dari Lempung Alam dan Lempung
Sintesis yang Dimodifikasi Surfaktan HDTMABr Melalui Metode Hidrotermal. Skripsi
Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Arinda Pradisty, Novia. (2013). Preparasi dan Karakterisasi Bentonit Tapanuli Terpilar Fe (III)
Oksida dan Aplikasinya sebagai Katalis Reaksi Fenton pada Fotodegradasi Fenol dan
4-Klorofenol. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Barleany, Dhena Ria., Hartono, Rudi., dan Santoso. (2011). Pengaruh Komposisi
Montmorillonite pada Pembuatan Polipropilen-Nanokomposit terhadap Kekuatan Tarik
dan Kekerasannya. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia.
Bergaya, F and Vayer, M.s. (1997). CEC of clays: Measurement by adsorption of a copper
ethylenediamine complex. Applied clay science 12, 275-280. Perancis.
Borden, D., & Giese, R. (2001). Journal of Clays and Clay Minerals , 444-445.
Carlson, L. (2004). Working Report 2004-02 : Bentonite Mineralogy. Olkiluoto, Finland. Posiva.
Citra, Allifia Fitriani. (2014). Bentonit Tapanuli Diinterkalasi Monosodium Glutamat Bersumber
dari Penyedap Masakan sebagai Adsorben Logam Berat Kadmium dan Timbal. Skripsi
Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014
Edwina, Livi. (2013), Interkalasi dan Karakterisasi Bentonit Tapanuli dengan Monosodium
Glutamat Sebagai Adsorben Ion Logam Berat Cd2+
dan Zn2+
. Skripsi Departemen
Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Irwansyah. (2007). Modifikasi Bentonit Menjadi Organobentonit Dengan Surfaktan
Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik. Skripsi
Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Mallakpour, S and Dinari M. (2011). Preparation and characterization of new organobentonits
using natural amino acids and cloisite Na+. Applied Clay Science Volume 51, Issue 3,
February 2011, Pages 353-358.
Rahman, Akbar Satriandi. (2013). Bentonit Alam Jambi Diinterkalasi Surfaktan Kationik Benzil
Trimetil Amonium Klorida (BTMA-Cl) serta Aplikasinya Sebagai Adsorben Fenol dan p-
Klorofenol. Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Ratnasari, Bunga. (2013). Modifikasi Bentonit Tapanuli Terinterkalasi Alanin sebagai Adsorben
Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb). Skripsi Departemen Kimia. FMIPA
Universitas Indonesia.
Saputra, Dimas Dwi. (2013). Modifikasi dan Karakterisasi Bentonit Alam Jambi yang
Diinterkalasi Alanin, serta Aplikasinya sebagai Adsorpsi Logam Kadmium dan Timbal.
Skripsi Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Yolani, Deagita. (2012). Modifikasi Bentonit Terpilar Al Menggunakan Polydiallyl Dimethyl
Ammonium sebagai Adsorben Sodium Dodecyl Benzene-Sulfonate. Skripsi Departemen
Kimia. FMIPA Universitas Indonesia.
Studi daya..., Lutfi Adhayuda, FMIPA, 2014