isoterm adsorpsi

24
BAB I TEORI 1.1 Tujuan Menentukan isotherm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang. 1.2 Latar Belakang Teori Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan/pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antarfasa. Pada peristiwa adsorpsi, komponen akan berada di daerah antarmuka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang terserap disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorban (adsorbent/substrate). Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia. Tabel 1. 1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia Molekul terikat pada adsorban oleh gaya van der Waals Molekul terikat pada adsorban oleh ikatan kimia Mempunyai entalpi reaksi – 4 sampai – 40 kJ/mol Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai – 800 kJ/mol Dapat membentuk lapisan Membentuk lapisan

Transcript of isoterm adsorpsi

Page 1: isoterm adsorpsi

BAB I

TEORI

1.1 Tujuan

Menentukan isotherm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam

asetat pada arang.

1.2 Latar Belakang Teori

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan/pengayaan (enrichment) suatu

komponen di daerah antarfasa. Pada peristiwa adsorpsi, komponen akan berada di

daerah antarmuka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang

terserap disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya

penyerapan disebut adsorban (adsorbent/substrate). Berdasarkan sifatnya,

adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia.

Tabel 1. 1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia

Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia

Molekul terikat pada adsorban oleh

gaya van der Waals

Molekul terikat pada adsorban oleh

ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi – 4

sampai – 40 kJ/mol

Mempunyai entalpi reaksi – 40

sampai – 800 kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di

bawah titik didih adsorbat

Adsorpsi dapat terjadi pada suhu

tinggi

Jumlah adsorpsi pada permukaan

merupakan fungsi adsorbat

Jumlah adsorpsi pada permukaan

merupakan karakteristik adsorban

dan adsorbat

Hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan luas atau per

satuan berat adsorban, dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu

disebut isoterm adsorpsi. Umumnya terdapat 3 jenis isoterm adsorpsi, yaitu:

Page 2: isoterm adsorpsi

lapisan adsorbat monolayer

adsorban

1.2.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir

Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isotherm adsorpsi dengan

menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada

permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu:

1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap

2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer

3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk

molekul gas sama

4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat

5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada

permukaan

Gambar 1.1 Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir

Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ

menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas

yang teradsorpsi, maka

k 1θ=k 2P (1−θ ) ..............................................(1.1)

dengan k1 dan k2 masing – masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi.

Jika didefinisikan a = k1 / k2, maka

θ= P(a+P ) .........................................................

(1.2)

Pada adsorpsi monolayer, jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P (y)

dan jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer

dihubungkan dengan θ melalui persamaan

θ= yym ........................................................... (1.3)

y=ym P

a+ P . ........................................................ (1.4)

Page 3: isoterm adsorpsi

lapisan adsorbat multilayer

adsorban

Teori isotherm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana

reaksi yang terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.

1.2.2 Isotherm Adsorpsi BET

Teori isotherm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H.

Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di

atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorpsi BET dapat

diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat

digambarkan sebagai:

a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorban) membentuk

lapisan monolayer

b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan

multilayer

Gambar 1.2 Pendekatan isoterm adsorpsi BET

adsorban dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai

konstanta c. Lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati

tekanan uap dari gas yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan

”basah (wet)”. Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vm menyatakan volume

gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*,

maka isotherm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai

VV m

= cx(1−x )(1−x+cx ) ......................................(1.5)

Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat

dibandingkan dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu

senyawa. Dengan menggunakan analogi persamaan Clausius – Clapeyron, maka

d ( ln P )dT

=−ΔH ads

RT 2 ......................................... (1.6)

Page 4: isoterm adsorpsi

dimana ΔHads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan

entalpi adsorpsi.

1.2.3 Isoterm Adsorpsi Freundlich

Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorban merupakan

hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna

larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses

pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi.

Pendekatan isotherm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H.

Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorban

dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan, maka

y = k c1/n ......................................................... (1.7)

log y=log k+ 1n

log c ................................................ (1.8)

dimana k dan n adalah konstanta empiris. Plot log y terhadap log c atau log P

menghasilkan kurva linier. Dengan menggunakan kurva tersebut, maka nilai k

dan n dapat ditentukan.

Gambar 1.3 Plot isotherm Freundlich untuk adsorpsi H2 pada tungsten (400oC)

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal dua istilah yang hampir sama,

tetapi sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda yaitu absorpsi dan

adsorpsi. Absorpsi merupakan proses dimana substansi tidak hanya terikat pada

permukaan saja, tetapi menembus lebih dalam dari permukaan dan terdistribusi ke

bagian-bagian dalam dari komponen yang mengadsorpsi. Sebagai contoh, uap air

Page 5: isoterm adsorpsi

terabsorpsi oleh anhidrat CaCl2. Sedangkan pengertian adsorpsi adalah peristiwa

penyerapan molekul-molekul cairan atau gas pada permukaan adsorban, hingga

terjadi perubahan konsentrasi pada cairan atau gas tersebut. Zat yang terserap

disebut adsorbat, sedangkan zat yang menyerap disebut adsorban. Contoh dari

peristiwa adsorpsi adalah larutan asam asetat diadsorpsi oleh karbon.

Pada peristiwa adsorpsi ini, bila konsentrasi zat pada bidang batas menjadi

lebih besar daripada konsentrasi medan salah satu fasa adsorpsi maka disebut

adsorpsi positif, demikian juga sebaliknya. Apabila konsentrasi zat pada bidang

batas menjadi lebih kecil daripada konsentrasi medan salah satu fasa adsorpsi

maka disebut adsorpsi negatif.

Jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Jenis adsorban

2. Jenis adsorbat

3. Luas permukaan adsorban

4. Konsentrasi zat terlarut

5. Temperatur

Page 6: isoterm adsorpsi

BAB II

PERCOBAAN

2.1 Alat yang digunakan

1. Erlenmeyer 250 ml

2. Pipet volume 10 ml

3. Pipet ukur 25 ml

4. Labu takar 100 ml

5. Buret 50 ml

6. Termometer 100 0C

7. Batang pengaduk

8. Pipet tetes

9. Corong kaca

10. Cawan porselin

11. Statif

2.2 Bahan yang digunakan

1. Larutan Asam asetat 0,5 M sampai 0,0313 M

2. Larutan standar NaOH 0,1 M

3. Arang

4. Indikator Fenolftalein

5. Kertas saring

6. Aluminium foil

2.3 Prosedur pekerjaan

1. Arang diaktifkan dengan memanaskannya dalam cawan porselin di oven

pada suhu 100 0C sekitar 10 menit.

2. Arang dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer bertutup masing-masing 1

gr.

Page 7: isoterm adsorpsi

3. Larutan asam asetat disiapkan dengan konsentrasi 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M,

0,0625 M, 0,0313 M yang dibuat melalui cara pengenceran, masing-

masing sebanyak 100 ml.

4. Larutan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi arang.

Tutup labu-labu ini dan biarkan selama ½ jam. Selama ½ jam tersebut,

kocok larutan secara teratur setiap 10 menit.

5. Tiap larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang kering.

6. Tiap larutan dititrasi. Dari dua larutan yang mempunyai konsentrasi paling

besar diambil 10 ml, larutan berikutnya diambil 25 ml, dan dua larutan

yang mempunyai konsentrasi paling rendah diambil 50 ml, kemudian

dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan

indikator Fenolftalein.

2.4 Pengamatan

Arang yang telah dipanaskan di oven pada suhu 100 0C selama 10 menit

dengan berat 1 gr dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer yang telah

berisi asam asetat dengan konsentrasi mulai dari 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M,

0,0625, 0,0313 M.

Campuran didiamkan selama ½ jam, dimana setiap 10 menit campuran

dikocok selama 1 menit dengan tujuan asam asetat teradsorpsi oleh arang

aktif.

Setelah ½ jam, campuran disaring dengan menggunakana kertas saring

yang kering.

Berat arang aktif setelah disaring mulai dari konsentrasi 0,5 M, 0,25 M,

0,125M, 0,0625 M, 0,0313 M berturut-turut adalah 5,08 gr, 4,44 gr, 3,99

gr, 3,97 gr, 3,88 gr.

Setelah disaring, dititrasi dengan menggunakan indikator Fenolftalein 2

tetes.

Larutan standar NaOH 0,1 M yang terpakai untuk mentitrasi larutan mulai

dari konsentrasi 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625 M, 0,0313 M berturut-

turut adalah 56,9 ml, 42 ml, 39 ml, 25,5 ml, 18,5 ml.

Page 8: isoterm adsorpsi

BAB III

HASIL DAN DISKUSI

3.1 Hasil percobaan

Hasil dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

Berat kertas saring = 1.6 gr

Berat awal arang = 1 gr

Volume larutan standar NaOH 0,1 M yang terpakai pada masing-masing

konsentrasi 0,5 M, 0,2 M, 0,125 M, 0,0625 M, 0,0313 M berturut-turut adalah

56,9 ml, 42 ml, 39 ml, 25,5 ml, 18,5 ml.

Konsentrasi akhir (C)

Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M

10 ml . x = 56,9 ml . 0,1 M

x = 0,569 M

Pada konsentrasi mula-mula 0,25 M

10 ml . x = 42 ml . 0,1 M

x = 0,42 M

Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M

25 ml . x = 39 ml . 0,1 M

x = 0,156 M

Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M

50 ml . x = 25,5 ml . 0,1 M

x = 0,051 M

Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M

50 ml . x = 18,5 ml . 0,1 M

x = 0,037 M

Jumlah mol terlarut yang teradsorpsi (x gram)

x gram = (berat kertas saring + endapan) – berat kertas saring – berat arang

awal

Pada konsentrasi 0,5 M

x gram = 7,68 gr – 1,6 gr – 1 gr

Page 9: isoterm adsorpsi

= 5,08 gr

Pada konsentrasi 0,25 M

x gram = 7,04 gr – 1,6 gr – 1 gr

= 4,44 gr

Pada konsentrasi 0,125 M

x gram = 6,59 gr – 1,6 gr – 1 gr

= 3,99 gr

Pada konsentrasi 0,0625 M

x gram = 6,57 gr – 1,6 gr – 1 gr

= 3,97 gr

Pada konsentrasi 0,0313 M

x gram = 6,48 gr – 1,6 gr – 1 gr

= 3,88 gr

Nilai x/m

Pada konsentrasi 0,5 M

x/m = 5,08 gr/1 gr

= 5,08

Pada konsentrasi 0,25 M

x/m = 4,44 gr/1 gr

= 4,44

Pada konsentrasi 0,125 M

x/m = 3,99 gr/1 gr

= 3,99

Pada konsentrasi 0,0625 M

x/m = 3,97 gr/1 gr

= 3,97

Pada konsentrasi 0,0313 M

x/m = 3,88 gr/1 gr

= 3,88

Page 10: isoterm adsorpsi

Log x/m

Pada konsentrasi 0,5 M

log x/m = log 5,08

= 0,705

Pada konsentrasi 0,25 M

log x/m = log 4,44

= 0,68

Pada konsentrasi 0,125 M

log x/m = log 3,99

= 0,6

Pada konsentrasi 0,0625 M

log x/m = log 3,97

= 0,598

Pada konsentrasi 0,0313 M

log x/m = log 3,88

= 0,589

Log C

Pada konsentrasi 0,5 M

log C = log 0,569

= -0,245

Pada konsentrasi 0,25 M

log C = log 0,42

= -0,377

Pada konsentrasi 0,125 M

log C = log 0,156

= -0,807

Pada konsentrasi 0,0625 M

log C = log 0,051

= -1,292

Page 11: isoterm adsorpsi

Pada konsentrasi 0,0313 M

log C = log 0,037

= -1,432

Menentukan harga tetapan n dan k

Log y = 1/n Log C + Log k

y = 0,093x + 0,712

Maka nilai 1/n = 0,093 Log k = 0,712

n = 10,75 k = -0,147

Tabel 3.1 Hasil Percobaan

No m

(gram)

Konsentrasi

asam mula-

mula (M)

Konsentra

si asam

akhir (M)

x (gram) x/m log

x/m

log C

1 1 0,5 0,569 5,08 5,08 0,705 -0,245

2 1 0,25 0,42 4,44 4,44 0,68 -0,377

3 1 0,125 0,156 3,99 3,99 0,6 -0,807

4 1 0,0625 0,051 3,97 3,97 0,598 -1,292

5 1 0,0313 0,037 3,88 3,88 0,589 -1,432

3.2 Diskusi

Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan

penurunan nilai konsentrasi dari 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625 M, 0,0313 M

maka jumlah mol zat terlarut yang teradsorpsi pada suatu adsorban (arang aktif)

akan semakin kecil pula. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya adsorbat yang

terjerap pada permukaan adsorban dipengaruhi oleh konsentrasi adsorbat. Selain

konsentrasi adsorbat, banyaknya adsorbat yang terjerap pada permukaan adsorban

dipengaruhi oleh suhu untuk mengaktifkan adsorban (arang).

Page 12: isoterm adsorpsi

0.037 0.051 0.156 0.42 0.5690123456

x/m terhadap C

Konsentrasi C (M)

x/m

Gambar 3.1 Grafik hubungan antara konsentrasi akhir asam asetat (C) dengan berat zat terlarut

per gram adsorben (x/m)

Pada percobaan ini akan ditentukan harga tetapan-tetapan adsorbsi isotherm

Freundlich bagi proses adsorpsi CH3COOH (asam asetat) terhadap arang. Variabel

yang terukur pada percobaan adalah volume larutan NaOH 0,1 N yang digunakan

untuk menitrasi CH3COOH (asam asetat) sesudah perlakuan. Setelah konsentrasi

awal dan akhir diketahui, konsentrasi CH3COOH (asam asetat) yang teradsorbsi

dapat diketahui dengan cara pengurangan konsentrasi awal dengan konsentrasi

akhir. Selanjutnya dapat dicari berat CH3COOH (asam asetat) yang teradsorbsi.

-1.6 -1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 00.520.540.560.58

0.60.620.640.660.68

0.70.72

f(x) = 0.0937118151373032 x + 0.712237033653045R² = 0.848363721223135

log x/m terhadap log C

log C

log

x/m

Gambar 3.2 Grafik Log C terhadap Log x/m

Page 13: isoterm adsorpsi

Pada percobaan ini temperatur dicatat selama praktikum sebesar 300C,

temperatur seragam diperlukan dalam percobaan ini. Dari percobaan dapat dilihat

bahwa Isotherm Freundlich tidak sesuai jika konsentrasi adsorbat sangat tinggi,

hal ini dibuktikan dengan semakin kecilnya konsentrasi asam asetat, maka banyak

asam asetat yang terjerap diarang lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi

yang lebih tinggi.

Dari perhitungan regresi linear, didapatkan harga k pada asam asetat yaitu

sebesar -0.147 sedangkan nilai n yang didapat adalah 10,75. Nilai konstanta n

yang terlalu besar serta bentuk kurva yang tidak sesuai yang dihasilkan dari data

yang didapat dari praktikum dipengaruhi juga oleh beberapa kekeliruan yang

terjadi pada praktikum ini diantaranya :

a. Kekeliruan pada saat awal membuat larutan standar asam asetat

b. Pada saat melakukan titrasi tidak tepat pada titik awalnya.

c. Praktikan kurang tepat dalam membaca skala buret.

d. Pengocokan yang kurang tepat.

e. Kesalahan dalam membuat larutan NaOH.

f. Kesalah pada saat menimbang residu yang didapatkan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 14: isoterm adsorpsi

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah zat yang teradsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi adsorbat (asam

asetat). Semakin besar konsentrasi adsorbat maka akan semakin banyak

jumlah adsorbat yang teradsorpsi.

2. Temperature atau suhu untuk mengaktifkan arang mempengaruhi adsorpsi.

Hal ini menyebabkan luas permukaan adsorban akan semakin besar

sehingga dapat mengadsorpsi adsorbat dengan cepat dan lebih banyak.

3. Didapatkan nilai k adalah -0,147 dan n adalah 10,75

4.2 Saran

Pada saat proses titrasi berlangsung, amati dengan teliti reaksi yang terjadi,

yaitu pada saat cairan dalam Erlenmeyer tepat berubah warna saat larutan standar

NaOH 0,1 M diteteskan.

BAB V

TUGAS

Page 15: isoterm adsorpsi

1. Apakah proses adsorpsi ini merupakan adsorpsi fisik atau khemisorpsi?

Khemisorpsi atau adsorpsi kimia, karena adanya reaksi anatara asam asetat

dan indikator Fenolftalein sehingga membentuk larutan jenuh. Selain itu,

perhitungan isotherm berdasarkan Isotherm Frendlich dimana isotherm ini

berlaku pada adsorpsi kimia.

2. Apakah perbedaan kedua jenis adsorpsi ini? Berilah beberapa contoh dari

kedua jenis adsorpsi ini!

Adsorpsi fisika mempunyai panas reaksi rendah yaitu 1000 kal/mol. Hal ini

disebabkan oleh ikatan yang lemah. Contoh: adsorpsi gas pada choncols.

Sedangkan adsorpsi kimia melibatkan panas adsorpsi yang cukup besar yaitu

antara 10.000 kal/mol – 20.000 kal/mol. Hal ini disebabkan adanya reaksi

kimia yang biasanya terjadi dan menyebabkan adanya ikatan antara adsorbat

menjadi lebih kuat. Contoh: adsorpsi O2 pada Hg.

3. Bagaimana isotherm adsorpsi Frendlich untuk adsorpsi gas pada permukaan

zat padat?

Pada persamaan: Y=kP1/n. Untuk aplikasi gas diketahui bahwa Y= jumlah gas

yang teradsorpsi per satuan luas atau massa adsorban, dan P= tekanan pada

kesetimbangan tercapai. Plot log Y terhadap log P menghasilkan kurva linier.

Dengan kurva tersebut, maka nilai P dan n dapat ditentukan.

4. Mengapa isotherm adsorpsi Frendlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat

padat kurang memuaskan dibandingkan dengan isotherm adsorpsi Langmuir?

Langmuir menurunkan teori isotherm adsorpsi dengan menggunakan model

sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permodelan sederhana

berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Pendekatan

Langmuir meliputi 5 asumsi mutlak yaitu:

a. Gas yang teradsorpsi ideal dalam fasa uap

b. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer

Page 16: isoterm adsorpsi

c. Permukaan adsorban homogen, pastinya afinitas setiap kedudukan ikatan

untuk molekul gas sama

d. Tidak ada interaksi lateral antara molekul adsorban

e. Molekul gas yang teradsorpsi, artinya mereka tidak bergerak terhadap

permukaan, dikarenakan Langmuir memiliki beberapa pendekatan untuk

adsorpsi gas pada permukaan zat padat sehingga didapatkan hasil yang

memuaskan dibanding dengan isotherm Frendlich

5. Bagaimana bentuk kurva isotherm adsorpsi Langmuir (antara n dengan C

untuk larutan dan antara V/m dengan P untuk gas)

x/m

C

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: isoterm adsorpsi

Besset, J etc. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.

Penerbit Buku Kedokteran FGC. Jakarta

Day,RA dan Underwood. 1994. Analisa Kimia Kualitatif. Erlangga. Jakarta

Melayu, HAM. 2005. Kamus Kimia Catatan ke-3. Erlangga. Jakarta

Suhla, G. 1995. Vogel Buku Tulis Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan

Semimakro. Media Pustaka. Jakarta