isoterm adsorpsi
-
Upload
afrielyanda-harahap -
Category
Documents
-
view
1.994 -
download
12
Transcript of isoterm adsorpsi
BAB I
TEORI
1.1 Tujuan
Menentukan isotherm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam
asetat pada arang.
1.2 Latar Belakang Teori
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan/pengayaan (enrichment) suatu
komponen di daerah antarfasa. Pada peristiwa adsorpsi, komponen akan berada di
daerah antarmuka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang
terserap disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya
penyerapan disebut adsorban (adsorbent/substrate). Berdasarkan sifatnya,
adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia.
Tabel 1. 1 Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia
Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorban oleh
gaya van der Waals
Molekul terikat pada adsorban oleh
ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi – 4
sampai – 40 kJ/mol
Mempunyai entalpi reaksi – 40
sampai – 800 kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di
bawah titik didih adsorbat
Adsorpsi dapat terjadi pada suhu
tinggi
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan karakteristik adsorban
dan adsorbat
Hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan luas atau per
satuan berat adsorban, dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu
disebut isoterm adsorpsi. Umumnya terdapat 3 jenis isoterm adsorpsi, yaitu:
lapisan adsorbat monolayer
adsorban
1.2.1 Isoterm Adsorpsi Langmuir
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isotherm adsorpsi dengan
menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada
permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu:
1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap
2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk
molekul gas sama
4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat
5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada
permukaan
Gambar 1.1 Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir
Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ
menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas
yang teradsorpsi, maka
k 1θ=k 2P (1−θ ) ..............................................(1.1)
dengan k1 dan k2 masing – masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi.
Jika didefinisikan a = k1 / k2, maka
θ= P(a+P ) .........................................................
(1.2)
Pada adsorpsi monolayer, jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P (y)
dan jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer
dihubungkan dengan θ melalui persamaan
θ= yym ........................................................... (1.3)
y=ym P
a+ P . ........................................................ (1.4)
lapisan adsorbat multilayer
adsorban
Teori isotherm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana
reaksi yang terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.
1.2.2 Isotherm Adsorpsi BET
Teori isotherm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H.
Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di
atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorpsi BET dapat
diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai:
a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorban) membentuk
lapisan monolayer
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan
multilayer
Gambar 1.2 Pendekatan isoterm adsorpsi BET
adsorban dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai
konstanta c. Lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati
tekanan uap dari gas yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan
”basah (wet)”. Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vm menyatakan volume
gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*,
maka isotherm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai
VV m
= cx(1−x )(1−x+cx ) ......................................(1.5)
Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat
dibandingkan dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu
senyawa. Dengan menggunakan analogi persamaan Clausius – Clapeyron, maka
d ( ln P )dT
=−ΔH ads
RT 2 ......................................... (1.6)
dimana ΔHads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan
entalpi adsorpsi.
1.2.3 Isoterm Adsorpsi Freundlich
Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorban merupakan
hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna
larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses
pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi.
Pendekatan isotherm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H.
Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorban
dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan, maka
y = k c1/n ......................................................... (1.7)
log y=log k+ 1n
log c ................................................ (1.8)
dimana k dan n adalah konstanta empiris. Plot log y terhadap log c atau log P
menghasilkan kurva linier. Dengan menggunakan kurva tersebut, maka nilai k
dan n dapat ditentukan.
Gambar 1.3 Plot isotherm Freundlich untuk adsorpsi H2 pada tungsten (400oC)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal dua istilah yang hampir sama,
tetapi sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda yaitu absorpsi dan
adsorpsi. Absorpsi merupakan proses dimana substansi tidak hanya terikat pada
permukaan saja, tetapi menembus lebih dalam dari permukaan dan terdistribusi ke
bagian-bagian dalam dari komponen yang mengadsorpsi. Sebagai contoh, uap air
terabsorpsi oleh anhidrat CaCl2. Sedangkan pengertian adsorpsi adalah peristiwa
penyerapan molekul-molekul cairan atau gas pada permukaan adsorban, hingga
terjadi perubahan konsentrasi pada cairan atau gas tersebut. Zat yang terserap
disebut adsorbat, sedangkan zat yang menyerap disebut adsorban. Contoh dari
peristiwa adsorpsi adalah larutan asam asetat diadsorpsi oleh karbon.
Pada peristiwa adsorpsi ini, bila konsentrasi zat pada bidang batas menjadi
lebih besar daripada konsentrasi medan salah satu fasa adsorpsi maka disebut
adsorpsi positif, demikian juga sebaliknya. Apabila konsentrasi zat pada bidang
batas menjadi lebih kecil daripada konsentrasi medan salah satu fasa adsorpsi
maka disebut adsorpsi negatif.
Jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Jenis adsorban
2. Jenis adsorbat
3. Luas permukaan adsorban
4. Konsentrasi zat terlarut
5. Temperatur
BAB II
PERCOBAAN
2.1 Alat yang digunakan
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Pipet volume 10 ml
3. Pipet ukur 25 ml
4. Labu takar 100 ml
5. Buret 50 ml
6. Termometer 100 0C
7. Batang pengaduk
8. Pipet tetes
9. Corong kaca
10. Cawan porselin
11. Statif
2.2 Bahan yang digunakan
1. Larutan Asam asetat 0,5 M sampai 0,0313 M
2. Larutan standar NaOH 0,1 M
3. Arang
4. Indikator Fenolftalein
5. Kertas saring
6. Aluminium foil
2.3 Prosedur pekerjaan
1. Arang diaktifkan dengan memanaskannya dalam cawan porselin di oven
pada suhu 100 0C sekitar 10 menit.
2. Arang dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer bertutup masing-masing 1
gr.
3. Larutan asam asetat disiapkan dengan konsentrasi 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M,
0,0625 M, 0,0313 M yang dibuat melalui cara pengenceran, masing-
masing sebanyak 100 ml.
4. Larutan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi arang.
Tutup labu-labu ini dan biarkan selama ½ jam. Selama ½ jam tersebut,
kocok larutan secara teratur setiap 10 menit.
5. Tiap larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang kering.
6. Tiap larutan dititrasi. Dari dua larutan yang mempunyai konsentrasi paling
besar diambil 10 ml, larutan berikutnya diambil 25 ml, dan dua larutan
yang mempunyai konsentrasi paling rendah diambil 50 ml, kemudian
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan
indikator Fenolftalein.
2.4 Pengamatan
Arang yang telah dipanaskan di oven pada suhu 100 0C selama 10 menit
dengan berat 1 gr dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer yang telah
berisi asam asetat dengan konsentrasi mulai dari 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M,
0,0625, 0,0313 M.
Campuran didiamkan selama ½ jam, dimana setiap 10 menit campuran
dikocok selama 1 menit dengan tujuan asam asetat teradsorpsi oleh arang
aktif.
Setelah ½ jam, campuran disaring dengan menggunakana kertas saring
yang kering.
Berat arang aktif setelah disaring mulai dari konsentrasi 0,5 M, 0,25 M,
0,125M, 0,0625 M, 0,0313 M berturut-turut adalah 5,08 gr, 4,44 gr, 3,99
gr, 3,97 gr, 3,88 gr.
Setelah disaring, dititrasi dengan menggunakan indikator Fenolftalein 2
tetes.
Larutan standar NaOH 0,1 M yang terpakai untuk mentitrasi larutan mulai
dari konsentrasi 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625 M, 0,0313 M berturut-
turut adalah 56,9 ml, 42 ml, 39 ml, 25,5 ml, 18,5 ml.
BAB III
HASIL DAN DISKUSI
3.1 Hasil percobaan
Hasil dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
Berat kertas saring = 1.6 gr
Berat awal arang = 1 gr
Volume larutan standar NaOH 0,1 M yang terpakai pada masing-masing
konsentrasi 0,5 M, 0,2 M, 0,125 M, 0,0625 M, 0,0313 M berturut-turut adalah
56,9 ml, 42 ml, 39 ml, 25,5 ml, 18,5 ml.
Konsentrasi akhir (C)
Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M
10 ml . x = 56,9 ml . 0,1 M
x = 0,569 M
Pada konsentrasi mula-mula 0,25 M
10 ml . x = 42 ml . 0,1 M
x = 0,42 M
Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M
25 ml . x = 39 ml . 0,1 M
x = 0,156 M
Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M
50 ml . x = 25,5 ml . 0,1 M
x = 0,051 M
Pada konsentrasi mula-mula 0,5 M
50 ml . x = 18,5 ml . 0,1 M
x = 0,037 M
Jumlah mol terlarut yang teradsorpsi (x gram)
x gram = (berat kertas saring + endapan) – berat kertas saring – berat arang
awal
Pada konsentrasi 0,5 M
x gram = 7,68 gr – 1,6 gr – 1 gr
= 5,08 gr
Pada konsentrasi 0,25 M
x gram = 7,04 gr – 1,6 gr – 1 gr
= 4,44 gr
Pada konsentrasi 0,125 M
x gram = 6,59 gr – 1,6 gr – 1 gr
= 3,99 gr
Pada konsentrasi 0,0625 M
x gram = 6,57 gr – 1,6 gr – 1 gr
= 3,97 gr
Pada konsentrasi 0,0313 M
x gram = 6,48 gr – 1,6 gr – 1 gr
= 3,88 gr
Nilai x/m
Pada konsentrasi 0,5 M
x/m = 5,08 gr/1 gr
= 5,08
Pada konsentrasi 0,25 M
x/m = 4,44 gr/1 gr
= 4,44
Pada konsentrasi 0,125 M
x/m = 3,99 gr/1 gr
= 3,99
Pada konsentrasi 0,0625 M
x/m = 3,97 gr/1 gr
= 3,97
Pada konsentrasi 0,0313 M
x/m = 3,88 gr/1 gr
= 3,88
Log x/m
Pada konsentrasi 0,5 M
log x/m = log 5,08
= 0,705
Pada konsentrasi 0,25 M
log x/m = log 4,44
= 0,68
Pada konsentrasi 0,125 M
log x/m = log 3,99
= 0,6
Pada konsentrasi 0,0625 M
log x/m = log 3,97
= 0,598
Pada konsentrasi 0,0313 M
log x/m = log 3,88
= 0,589
Log C
Pada konsentrasi 0,5 M
log C = log 0,569
= -0,245
Pada konsentrasi 0,25 M
log C = log 0,42
= -0,377
Pada konsentrasi 0,125 M
log C = log 0,156
= -0,807
Pada konsentrasi 0,0625 M
log C = log 0,051
= -1,292
Pada konsentrasi 0,0313 M
log C = log 0,037
= -1,432
Menentukan harga tetapan n dan k
Log y = 1/n Log C + Log k
y = 0,093x + 0,712
Maka nilai 1/n = 0,093 Log k = 0,712
n = 10,75 k = -0,147
Tabel 3.1 Hasil Percobaan
No m
(gram)
Konsentrasi
asam mula-
mula (M)
Konsentra
si asam
akhir (M)
x (gram) x/m log
x/m
log C
1 1 0,5 0,569 5,08 5,08 0,705 -0,245
2 1 0,25 0,42 4,44 4,44 0,68 -0,377
3 1 0,125 0,156 3,99 3,99 0,6 -0,807
4 1 0,0625 0,051 3,97 3,97 0,598 -1,292
5 1 0,0313 0,037 3,88 3,88 0,589 -1,432
3.2 Diskusi
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan
penurunan nilai konsentrasi dari 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625 M, 0,0313 M
maka jumlah mol zat terlarut yang teradsorpsi pada suatu adsorban (arang aktif)
akan semakin kecil pula. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya adsorbat yang
terjerap pada permukaan adsorban dipengaruhi oleh konsentrasi adsorbat. Selain
konsentrasi adsorbat, banyaknya adsorbat yang terjerap pada permukaan adsorban
dipengaruhi oleh suhu untuk mengaktifkan adsorban (arang).
0.037 0.051 0.156 0.42 0.5690123456
x/m terhadap C
Konsentrasi C (M)
x/m
Gambar 3.1 Grafik hubungan antara konsentrasi akhir asam asetat (C) dengan berat zat terlarut
per gram adsorben (x/m)
Pada percobaan ini akan ditentukan harga tetapan-tetapan adsorbsi isotherm
Freundlich bagi proses adsorpsi CH3COOH (asam asetat) terhadap arang. Variabel
yang terukur pada percobaan adalah volume larutan NaOH 0,1 N yang digunakan
untuk menitrasi CH3COOH (asam asetat) sesudah perlakuan. Setelah konsentrasi
awal dan akhir diketahui, konsentrasi CH3COOH (asam asetat) yang teradsorbsi
dapat diketahui dengan cara pengurangan konsentrasi awal dengan konsentrasi
akhir. Selanjutnya dapat dicari berat CH3COOH (asam asetat) yang teradsorbsi.
-1.6 -1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 00.520.540.560.58
0.60.620.640.660.68
0.70.72
f(x) = 0.0937118151373032 x + 0.712237033653045R² = 0.848363721223135
log x/m terhadap log C
log C
log
x/m
Gambar 3.2 Grafik Log C terhadap Log x/m
Pada percobaan ini temperatur dicatat selama praktikum sebesar 300C,
temperatur seragam diperlukan dalam percobaan ini. Dari percobaan dapat dilihat
bahwa Isotherm Freundlich tidak sesuai jika konsentrasi adsorbat sangat tinggi,
hal ini dibuktikan dengan semakin kecilnya konsentrasi asam asetat, maka banyak
asam asetat yang terjerap diarang lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi
yang lebih tinggi.
Dari perhitungan regresi linear, didapatkan harga k pada asam asetat yaitu
sebesar -0.147 sedangkan nilai n yang didapat adalah 10,75. Nilai konstanta n
yang terlalu besar serta bentuk kurva yang tidak sesuai yang dihasilkan dari data
yang didapat dari praktikum dipengaruhi juga oleh beberapa kekeliruan yang
terjadi pada praktikum ini diantaranya :
a. Kekeliruan pada saat awal membuat larutan standar asam asetat
b. Pada saat melakukan titrasi tidak tepat pada titik awalnya.
c. Praktikan kurang tepat dalam membaca skala buret.
d. Pengocokan yang kurang tepat.
e. Kesalahan dalam membuat larutan NaOH.
f. Kesalah pada saat menimbang residu yang didapatkan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah zat yang teradsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi adsorbat (asam
asetat). Semakin besar konsentrasi adsorbat maka akan semakin banyak
jumlah adsorbat yang teradsorpsi.
2. Temperature atau suhu untuk mengaktifkan arang mempengaruhi adsorpsi.
Hal ini menyebabkan luas permukaan adsorban akan semakin besar
sehingga dapat mengadsorpsi adsorbat dengan cepat dan lebih banyak.
3. Didapatkan nilai k adalah -0,147 dan n adalah 10,75
4.2 Saran
Pada saat proses titrasi berlangsung, amati dengan teliti reaksi yang terjadi,
yaitu pada saat cairan dalam Erlenmeyer tepat berubah warna saat larutan standar
NaOH 0,1 M diteteskan.
BAB V
TUGAS
1. Apakah proses adsorpsi ini merupakan adsorpsi fisik atau khemisorpsi?
Khemisorpsi atau adsorpsi kimia, karena adanya reaksi anatara asam asetat
dan indikator Fenolftalein sehingga membentuk larutan jenuh. Selain itu,
perhitungan isotherm berdasarkan Isotherm Frendlich dimana isotherm ini
berlaku pada adsorpsi kimia.
2. Apakah perbedaan kedua jenis adsorpsi ini? Berilah beberapa contoh dari
kedua jenis adsorpsi ini!
Adsorpsi fisika mempunyai panas reaksi rendah yaitu 1000 kal/mol. Hal ini
disebabkan oleh ikatan yang lemah. Contoh: adsorpsi gas pada choncols.
Sedangkan adsorpsi kimia melibatkan panas adsorpsi yang cukup besar yaitu
antara 10.000 kal/mol – 20.000 kal/mol. Hal ini disebabkan adanya reaksi
kimia yang biasanya terjadi dan menyebabkan adanya ikatan antara adsorbat
menjadi lebih kuat. Contoh: adsorpsi O2 pada Hg.
3. Bagaimana isotherm adsorpsi Frendlich untuk adsorpsi gas pada permukaan
zat padat?
Pada persamaan: Y=kP1/n. Untuk aplikasi gas diketahui bahwa Y= jumlah gas
yang teradsorpsi per satuan luas atau massa adsorban, dan P= tekanan pada
kesetimbangan tercapai. Plot log Y terhadap log P menghasilkan kurva linier.
Dengan kurva tersebut, maka nilai P dan n dapat ditentukan.
4. Mengapa isotherm adsorpsi Frendlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat
padat kurang memuaskan dibandingkan dengan isotherm adsorpsi Langmuir?
Langmuir menurunkan teori isotherm adsorpsi dengan menggunakan model
sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permodelan sederhana
berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Pendekatan
Langmuir meliputi 5 asumsi mutlak yaitu:
a. Gas yang teradsorpsi ideal dalam fasa uap
b. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
c. Permukaan adsorban homogen, pastinya afinitas setiap kedudukan ikatan
untuk molekul gas sama
d. Tidak ada interaksi lateral antara molekul adsorban
e. Molekul gas yang teradsorpsi, artinya mereka tidak bergerak terhadap
permukaan, dikarenakan Langmuir memiliki beberapa pendekatan untuk
adsorpsi gas pada permukaan zat padat sehingga didapatkan hasil yang
memuaskan dibanding dengan isotherm Frendlich
5. Bagaimana bentuk kurva isotherm adsorpsi Langmuir (antara n dengan C
untuk larutan dan antara V/m dengan P untuk gas)
x/m
C
DAFTAR PUSTAKA
Besset, J etc. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran FGC. Jakarta
Day,RA dan Underwood. 1994. Analisa Kimia Kualitatif. Erlangga. Jakarta
Melayu, HAM. 2005. Kamus Kimia Catatan ke-3. Erlangga. Jakarta
Suhla, G. 1995. Vogel Buku Tulis Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimakro. Media Pustaka. Jakarta