perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PELAKSANAAN HAK ...... · PT. PLN (PERSERO). Penelitian...
-
Upload
truongkhanh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PELAKSANAAN HAK ...... · PT. PLN (PERSERO). Penelitian...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
INDAH KURNIAWATI
NIM. E0008165
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SURAT PERNYATAAN
Nama : Indah Kurniawati
NIM : E0008165
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO) adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka.Apabila
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 28 Juni 2012
Yang Membuat Pernyataan,
INDAH KURNIAWATI
NIM. E 0008165
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Indah Kurniawati. E0008165. 2012. PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT
DI PT. PLN (PERSERO). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) serta untuk mengetahui legalitas serikat
pekerja-serikat pekerja yang berada di PT. PLN (PERSERO) termasuk legalitas
dari produk hukum yang dibuat antara pihak manajemen dan pihak serikat pekerja
PT. PLN (PERSERO). Penelitian hukum ini juga bertujuan untuk mengetahui
berbagi implikasi hukum yang ditimbulkan atas ditandatanganinya Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) antara pihak manajemen dan pihak serikat pekerja PT. PLN
(PERSERO).
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal (doctrinal reseach)
bersifat preskriptif dan terapan, mempelajari dan menemukan konsep aturan
hukum yang tepat dalam mengatasi problematik yuridis yang muncul pelaksanaan
hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) serta menetapkan standar prosedur,
ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum yang
berkaitan dengan problematik yuridis yang muncul dalam upaya terpenuhinya
hak-hak yang seharusnya didapat oleh serikat pekerja. Jenis data yang digunakan
adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik studi kepustakaan, kemudian
diinventarisir dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas.
Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, dipaparkan
kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai dasar untuk menjawab
permasalahan hukum terkait pelaksanaan hak berserikat di PT. PLN (PERSERO)
beserta implikasi hukumnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, problematik yuridis yang
muncul dalam pelaksanaan hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) yaitu adanya
indikasi terjadinya pemberangusan hak berserikat (union busting) yang dilakukan
oleh pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) dengan membentuk serikat pekerja
boneka yang menggunakan atribut serikat pekerja yang telah secara sah terdaftar
di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigarsi Republik Indonesia dan
melakukan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama hanya
dengan serikat pekerja boneka tersebut. Berdasarkan peraturan perundang-
undangan di Indonesia maka ditimbulkan implikasi hukum, baik pidana maupun
privat atas tindakan manajemen tersebut.
Kata kunci : Serikat Pekerja, Hak Berserikat, Pemberangusan Hak Berserikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Indah Kurniawati. E0008165. 2012. IMPLEMENTATION OF RIGHTS
ASSOCIATION IN PT. PLN (PERSERO). Faculty of Law Sebelas Maret
University.
Legal research aims to find out how the exercise of the right of association
in the PT. PLN (PERSERO) as well as to determine the legality of union labours
that are in PT. PLN (PERSERO), including the legality of the laws that were
made between management and union parties PT. PLN (PERSERO). Legal
research is also aimed to determine the legal implications arising share the signing
of the Collective Labour Agreement (CLA) between management and union
parties PT. PLN (PERSERO).
This study is a doctrinal legal research (doctrinal reseach) are prescriptive
and applied research, learn and find the right concept of the rule of law in dealing
with emerging problematic juridical exercise of the right of association in the PT.
PLN (PERSERO) and set the standard procedure, the provisions, the guidelines in
implementing the rule of law relating to jurisdiction which appears problematic in
an effort to fulfill the rights that should be obtained by the union. Type of data
used are secondary data. Secondary data sources used include primary legal
materials and secondary legal materials. The technique of collecting legal
materials used in this research is literature study engineering, then inventoried and
classified by adjusting the problems discussed. Legal materials relating to the
issues discussed, presented and analyzed for use as a basis to address legal issues
related to implementation of the right of association in the PT. PLN (PERSERO)
and its legal implications.
Based on the results of research and discussion, juridical problematic in
the application or the right of association in the PT. PLN (PERSERO) is an
indication of the suppression of rights of association (union busting) conducted by
the management of PT. PLN (PERSERO) by forming a union puppet that uses
attributes that unions have been legally registered in the Ministry of Labor and
Transmigarsi Republic of Indonesia and negotiate the creation of the Joint
Working Agreement with the union simply dolls. Under the legislation in
Indonesia is caused legal implications, both criminal and private for the actions of
the management.
Keywords: Trade Unions, Right to Organize, Union Busting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-
Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al Baqarah: 186)
Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu :
KEPERCAYAN, CINTA dan RASA HORMAT
(Sayidina Ali bin Abi Thalib)
“Optimislah, jangan pernah berputus asa dan menyerah tanpa usaha. Berbaik
sangkalah kepada Rabb. Dan, tunggulah segala kebaikan dan keindahan dari-
Nya.” (Dr. Aidh Al Qorni, dalam bukunya “La Tahzan”)
"Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya
didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya" (Abraham Lincoln)
Sebetulnya hidup ini sangat sederhana, tetapi kita merumitkannya. Dengan
rencana yang tidak kita laksanakan, dengan janji yang tidak kita penuhi,
dengan kewajiban yang kita lalaikan, dan dengan larangan yang kita langgar.
(Mario Teguh)
There are only two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle. The
other is as though everything is a miracle. (Albert Einstein)
Sahabat adalah mereka yang mampu mengeluarkan kemampuan terbaik yg
ada dalam diri kamu. Mereka yg selalu berimu semangat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Penulisan Hukum (Skripsi) ini Penulis
persembahkan untuk :
Allah SWT, Pemilik Semesta Raya, yang senantiasa memberikan anugerah yeng indah dalam kehidupan;
Ayahanda dan Ibunda tercinta;
Adikku tersayang Fajar Budi Utomo;
Sahabatku Ira, Norma, Ria;
Seseorang yang kelak akan selalu ada di hatiku & menemaniku menjalani hidup;
Almamater FH UNS tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum
(skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam
bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dengan
judul : PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO).
Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum
(skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor;
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pem bantu Dekan;
3. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
penulisan hukum ini;
4. Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing pertama dengan
segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penulisan hukum ini;
5. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H., selaku dosen pembimbing kedua
dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini;
6. Rahayu Subekti, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing seminar
proposal yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat untuk
kelancaran penulisan hukum ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Suranto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan;
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal
ilmu selama masa perkuliahan dan semoga dapat penulis amalkan di masa
mendatang;
9. Segenap Bapak dan Ibu Karyawan bagian pendidikan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pelayanan
dalam bidang akademik kepada penulis selama masa studi;
10. Sahabat-sahabat terbaikku sekaligus editor dalam pembuatan penulisan
hukum ini, Ira Oktafia Latifah, Megaria Dhiah Ambarwati, dan Norma
Evita Hayati yang selalu setia menemani hari-hariku;
11. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu penyusunan penulisan hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat dan
dapat berguna untuk melengkapi pengetahuan kita khususnya pengetahuan
hukum. Penulis memohon maaf jika terdapat kekeliruan ataupun kesalahan dalam
penyusunan penulisan hukum ini.
Surakarta, 05 Juli 2012
Penulis,
Indah Kurniawati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ..................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. ........................................................................................................ Lat
ar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. ........................................................................................................ Per
umusan Masalah ........................................................................................ 7
C. ........................................................................................................ Tuj
uan Penelitian ............................................................................................ 7
D. ........................................................................................................ Ma
nfaat Penelitian .......................................................................................... 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. ........................................................................................................ Met
ode Penelitian ............................................................................................ 8
F.......................................................................................................... Sist
ematika Penulisan Hukum ........................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ........................................................................................................ Ker
angka Teori................................................................................................ 15
1. ................................................................................................... Tinj
auan tentang Perlindungan Hukum Kepada Pekerja Atas Kebebasan
Berorganisasi ....................................................................................... 15
2. ................................................................................................... Tinj
auan tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh................................. ....... 21
a. Pe
ngertian Serikat pekerja/serikat buruh....................................... 21
b. T
ata Cara Pembentukan Serikat pekerja/serikat buruh.................. 23
c. F
ungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Beserta Hak dan
Kewajibannya................................................................................ 29
3. ................................................................................................... Tinj
auan tentang Hubungan Kerja ............................................................. 33
a. .............................................................................................. Perj
anjian Kerja ................................................................................... 33
b. .............................................................................................. Per
aturan Perusahaan.......................................................................... 34
c. .............................................................................................. Perj
anjian Kerja Bersama .................................................................... 39
B. ........................................................................................................ Ker
angka Pemikiran ........................................................................................ 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. ......................................................................................................... L
egalitas Pendirian Serikat Pekerja PT. PLN (PERSERO) ........................ 48
a. .................................................................................................... P
engaturan Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN(PERSERO) dalam
Perspekti Berbagai Regulasi Perundang-undangan di Indonesia ........ 50
1) .............................................................................................. K
ovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ..... 50
2) .............................................................................................. K
ovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik ........................... 51
3) .............................................................................................. D
eklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas
PBB tahun 1945 ............................................................................ 51
4) .............................................................................................. U
ndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .... 52
5) .............................................................................................. U
ndang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia ......................................................................................... 53
6) .............................................................................................. U
ndang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh ................................................................... 53
7) .............................................................................................. U
ndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan........ .................................................................... 58
8) .............................................................................................. U
ndang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) ..................................... 60
9) K
eputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998
Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Corcerning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Freedom Of Association And Protection Of The Right To
Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat
Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi.............................. 62
b. ................................................................................................... K
etersesuaian Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)
dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku ....................... 62
2. ......................................................................................................... P
elaksanaan Fungsi Serikat Pekerja di PT. PLN(PERSERO) .................... 70
a. .................................................................................................... S
ebagai Pihak dalam Pembuatan PKB dan Penyelesaian Hubungan
Industrial ............................................................................................. 70
b. ................................................................................................... S
ebagai Wakil dalam Lembaga Kerja Sama ......................................... 84
c. .................................................................................................... S
ebagai Sarana Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis,
Dinamis, dan Berkeadilan ................................................................... 85
d. ................................................................................................... S
ebagai Sarana Penyalur Aspirasi ......................................................... 85
e. .................................................................................................... S
ebagai Perencana, Pelaksana, dan Penanggung Jawab Pemogokan
Buruh ................................................................................................... 86
3. ......................................................................................................... Imp
likasi Hukum Bagi PT. PLN (PERSERO) Jika Mendiskriminasikan Salah
Satu Serikat Pekerja......................................................................... ...... 87
BAB IV PENUTUP
A. ........................................................................................................ Sim
pulan .......................................................................................................... 95
B. ........................................................................................................ Sar
an ............................................................................................................... 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : Perbedaan PKB Yang Lama Dan PKB Yang Baru ....................... 74
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 : Kerangka Pemikiran ...................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Industri atau perusahaan adalah kombinasi dari modal, manajemen, dan
pekerja. Mereka adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dan mempunyai
motivasi yang berbeda pula. Pengusaha adalah yang menanamkan modal,
sehingga yang menjadi perhatian utama mereka tentulah untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin. Manajemen selalu ada di sana untuk
melindungi kepentingan dari para pengusaha. Pada prosesnya, pekerja selalu
menjadi korban eksploitasi dari pihak pengusaha. Sebagai bagian dari industri,
pekerja menginginkan keadilan guna mendapatkan “kembalian hak” sebagai
hasil pelaksana industri. Tentunya pekerja mempunyai kekuatan untuk
menghilangkan permasalahan seperti rendahnya pengupahan, buruknya kondisi
pelayanan kesehatan, keselamatan kerja dan sebagainya. Tetapi secara
individual pekerja tidak mampu untuk memperjuangkan hak-haknya karena
melawan hebatnya kombinasi antara pengusaha dan manajemen, di mana
mereka mempunyai kekuasaan, uang, dan pengaruh.
Pihak pekerja harus mengetahui dan memahami bahwa sebagai
perseorangan tidak akan banyak yang akan dicapai. Hanya melalui usaha
mengorganisir dirinya dan kegiatan kolektif, mereka dapat secara efektif
menjunjung martabatnya sebagai individu dan pekerja, menghormati perintah
dari pengusaha, juga berusaha keras untuk memperbaiki dan memelihara mata
pencaharian, meningkatakan pengupahan, status sosial ekonomi, kesejahteraan
yang lebih baik dan hal-hal prinsip lainnya. Dalam jurnal internasional oleh
John O‟Reilly and Nate Hawthorne dijelaskan bahwa (John O‟Reilly and Nate
Hawthorne, 2011 : 4) :
Industrial Unionism, on the other hand, is the idea that we need to build
labor organizations connected to each other logically based on the way
that the modern economy runs. By organizing unions in this way, we can
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
strengthen our power across connected industrial chains. While One Big
Unionism is a set of principles that guides our work, Industrial Unionism
gives us practical suggestions about how to best implement our ideas and
win when we fight the bosses. Industrial Unionism is understanding how
we carry out our rinciples in action. Industrial Unionism is
fundamentally about how to build and exert power in the most effective
way possible in the near future. Organizing along the supply chain
amplifies our power: a union of agricultural workers, food processing
workers, truckers, and fast food workers in one chain has more power
against the employer or employers on that chain than organizing all the
fast food workers in one city. Industrial Unionism builds upon the
strength of workers whose jobs are related as way to win fights. We use
these fights to win membership to our union and use our membership to
win these fights.
Serikat pekerja/serikat buruh adalah gagasan bahwa perlu dibangun
sebuah organisasi agar terhubung satu sama lain secara logis berdasarkan
ekonomi modern. Dengan terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh, dapat
menguatkan posisi para pekerja dalam hal hubungannya dengan pihak
manajemen perusahaan dan merupakan sarana yang paling efektif dalam
penyaluran aspirasi para pekerja.
Organisasi yang dibutuhkan pekerja adalah serikat pekerja/serikat
buruh, tetapi pada kenyataannya banyak pekerja tidak menyadari bahwa
serikat pekerja/serikat buruh adalah hak yang melekat bagi pekerja (worker
right is human right), Berdasarkan Pasal 28 E Ayat (3) Amandemen Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat. Pengertian dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap warga
negara tanpa memandang segala perbedaan baik ras, jenis kelamin, agama
dan lain-lain, berhak untuk menjadi bagian dari suatu organisasi dan
memanfaatkan organisasi tersebut guna kepentingannya secara adil dengan
memperoleh perlindungan akan kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas
PBB pada tahun 1945 juga dicantumkan mengenai hak berserikat pada Pasal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23 huruf d, yang berbunyi “Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki
serikat pekerja/serikat buruh untuk melindungi kepentingannya.”
Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga
dituangkan dalam Konvensi International Labour Organitation (ILO) Nomor
87 Tahun 1956 tentang Freedom Of Association and Protection Of The Right
to Organize (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan
Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi), di mana pemerintah Indonesia telah
meratifikasinya melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83
Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning
Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi
Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi) yang berbunyi sebagai berikut :
1. Pasal (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun
1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi). “Para pekerja dan Pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk
mendirikan dan menurut aturan organisasi masing-masing bergabung
dengan organisasi-organisasi atas pilihan mereka sendiri tanpa
pengaruh pihak lain;”
2. Pasal (4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun
1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) “Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau
dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif.”
Mengacu dari regulasi tersebut, maka sudah secara jelas diatur bahwa
negara menjamin adanya kebebasan untuk berserikat dan secara tegas melarang
segala bentuk upaya pemberangusan hak berserikat. Kebebasan berserikat yang
diinginkan oleh para pekerja dalam serikat pekerja/serikat buruh tidak
diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan begitu saja, namun
timbul karena adanya perkembangan gerakan buruh di Indonesia sejak zaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penjajahan hingga keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang
Serikat pekerja/serikat buruh. Efektif tidaknya undang-undang tersebut dalam
praktek tergantung kepada posisi Organisasi buruh itu sendiri.
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang
Serikat pekerja/serikat buruh, menyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan
mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin
kelangsungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia pada umumnya, sehubungan dengan hal itu, serikat pekerja/serikat
buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh
dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat
buruh didasarkan pada Pasal 28 E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi ILO (Internasional
Labour Organization) Nomor 98 Tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan
Kemerdekaan berserikat di ratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai
Berlakunya Dasar- Dasar daripada Hak untuk berorganisasi dan untuk
Berunding Bersama. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 98
Tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan Berserikat serta
diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah
secara radikal. Kebebasan untuk mendirikan organisasi buruh telah
dimanfaatkan oleh para aktivis perburuhan untuk mendirikan organisasi dengan
bermacam nama dan bermacam orientasi kepentingan. Namun secara prinsip,
organisasi buruh dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan
buruh, khususnya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup dan
melindungi hak-hak buruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan konteks perjuangan hak-hak pekerja/buruh ada beberapa
pilar yang sangat berperan dalam penegakan serta melindungi hak-hak
pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraannya. Salah satu pilar itu adalah
organisasi serikat pekerja/serikat buruh. Eksistensi serikat pekerja/serikat buruh
bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan,
serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan
keluarganya. Sejarah telah membuktikan bahwa peranan serikat pekerja/serikat
buruh dalam memperjuangkan hak anggotanya sangat besar, sehingga
pekerja/buruh telah banyak merasakan manfaat organisasi serikat
pekerja/serikat buruh yang betul-betul mandiri (independence) dan konsisten
dalam memperjuangkan hak-hak buruh.
Seperti halnya kasus yang terjadi di PT.PLN (PERSERO), di mana
telah terjadi adanya upaya pelemahan salah satu organisasi serikat pekerja yang
tidak sependapat dengan ketentuan manajemen. Serikat Pekerja PT PLN
(PERSERO) atau disingkat SP PLN, adalah organisasi buruh independen yang
dibangun sebagai wadah aspirasi bagi para pekerja yang berada di dalam tubuh
PT PLN, yang sah dan terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja RI Nomor
KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah tercatat pada
Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan Nomor
Bukti Pencatatan Nomor 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April 2001. SP PLN
dikenal kritis terhadap kebijakan perusahaan termasuk pemerintah, hal ini
dibuktikan ketika mereka berhasil membatalkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan yang isinya memuat
aturan unbundling dan privatisasi PLN, melalui Judicial Review ke Mahkamah
Konstitusi. Kekritisan ini telah disikapi dengan represi oleh managemen PLN
di bawah pimpinan Dahlan Iskan. Terlebih ketika SP PLN kembali
mengajukan Judicial Review tehadap Undang-Undang Ketenagalistrikan yang
baru atau Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009. Segera setelah PLN di
bawah Dahlan Iskan sebagai Direktur Utama, SP PLN terus menerus
mengalami tindakan anti serikat. Pemberangusan Serikat Pekerja PT. PLN
muncul sejak akhir tahun 2009, bentuk pemberangusan serikat pekerja yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilakukan oleh Dahlan Iskan yakni memecah belah serikat pekerja, membajak
serikat pekerja PT. PLN menjadi Serikat boneka/tandingan, membuat
Perjanjian Kerja Bersama dengan Serikat Pekerja boneka/tandingan buatan
pihak management PT. PLN, melakukan mutasi Pengurus SP. PLN,
Melakukan PHK, mengeluarkan ancaman-ancaman PHK serta membuat Surat
Edaran ke unit-unit PLN bahwa yang diakui hanya SP buatannya, sehingga SP
yang lain tidak berhak difasilitasi aktifitasnya.(Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta, Menolak Privatisasi PLN, Serikat Pekerja PLN Diberangus Dahlan Iskan
dan Manajemen PT. PLN :
http://www.bantuanhukum.or.id/index.php/id/berita/press-release/428-
menolak-privatisasi-pln-serikat-pekerja-pln-diberangus-dahlan-iskan-dan-
managemen-pt-pln).
Kasus serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) ini memuncak ketika
manajemen Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Umum PT.
PLN (PERSERO) justru mengakui serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) kubu
lain dengan Ketua Umum Riyo Supriyanto. Padahal ketika itu, Ketua Umum
serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) berdasarkan Musyawarah Besar tanggal
29-30 Mei 2007 adalah Ahmad Daryoko. Berikutnya, manajemen juga
memecat Sumadi, yang ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal serikat pekerja
PT. PLN (PERSERO), serta memutasi dua pengurus daerah. Manajemen
perusahaan bahkan telah berencana melakukan pengosongan ruangan serikat
pekerja PT. PLN (PERSERO) di kantor pusat PLN di Jakarta. (hukumonline,
SP PLN Lawan Union Busting via Praperadilan :
http://hukumonline.com/berita/baca/lt4e72e5ef30d94/sp-pln-lawan-union-
busting-via-praperadilan).
Umumnya pekerja secara individual berada dalam posisi lemah dalam
memperjuangkan hak-haknya, dengan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh akan meningkatkan posisi mereka, baik secara individu maupun
keseluruhan. Serikat pekerja/serikat buruh dapat mengawasi (control)
pelaksanaan hak-hak pekerja di perusahaan. Oleh karena itu, serikat
pekerja/serikat buruh sangat berperan penting bagi pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya
di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkan
dalam penulisan hukum dengan judul “PELAKSANAAN HAK
BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO)”
B. Rumusan Masalah
Menurut uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pendirian serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) sudah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2. Apakah pelaksanaan fungsi serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
3. Apa implikasi hukum bagi PT. PLN (PERSERO) jika mendiskriminasikan
salah satu serikat pekerja?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang hendak
dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk memberikan preskripsi pendirian serikat pekerja di PT. PLN
(PERSERO);
b. Untuk memberikan preskripsi pelaksanaan fungsi serikat pekerja di
PT. PT. PLN (PERSERO);
c. Untuk memberikan preskripsi implikasi hukum bagi PT. PLN
(PERSERO) jika mendiskriminasikan salah satu serikat pekerja.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data serta informasi yang penulis pergunakan
dalam penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapai gelar
Sarjana Strata satu dalam Ilmu hukum pada Fakultas Hukum di
Universitas Sebelas Maret Surakarta;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai peran serikat
pekerja/serikat buruh guna mengakomodasi kepentingan dan
melindungi hak-hak para pekerja;
c. Sebagai cara untuk menerapkan serta mendalami teori dan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang
dapat diambil. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini,
antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian merupakan sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya dalam bidang
hukum ketenagakerjaan;
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi di bidang
karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta
berguna bagi para pihak yang berkepentingan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan masukan dan gambaran bagi pemerintah serta
pemerhati yang tertarik terhadap masalah pentingnya serikat
pekerja/serikat buruh, khususnya tentang implementasi hak berserikat;
b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi
masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait
dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana
yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami
ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisisnya. Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang
dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian yang
digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan jenis penelitian
hukum kepustakaan, atau dikenal sebagai penelitian hukum doctrinal, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 35). Bahan-bahan
hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai
pelaksanaan hak serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO), utamanya pada
ketersesuaian peran dan fungsi serikat pekerja dalam memenuhi hak-hak para
pekerja dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu,
penelitian ini juga menyoroti mengenai bentuk konsekuensi pengaturan
kewajiban pihak manajemen atau pengusaha dalam memberikan kebebasan
berorganisasi bagi para pekerjanya.
2. Sifat Penelitian
Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan. Sebagai
ilmu yang bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-
nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-
norma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan
standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan
aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Sifat preskriptif dalam
penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari konsep hukum mengenai
pelaksanaan hak berserikat bagi para pekerja, kemudian bentuk terapannya
berupa menelaah berdasarkan aturan legislasi menurut ketentuan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh.
3. Pendekatan Penelitian
Untuk mendapatkan jawaban dari penelitian ini, penulis menggunakan
pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conseptual approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum
yang sedang dianalisis. Selanjutnya, pendekatan konseptual diaplikasikan
dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang didalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin yang ada, penulis akan menemukan ide-ide
yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan
asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Telaah
demikian diperlukan oleh penulis karena maksud penelitian ini memang ingin
diperoleh suatu analisis berkaitan dengan aspek filosofis dan pola pikir yang
melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari, di mana hal itu merupakan
kelanjutan perkembangan dari proses isu hukum yang sebelumnya.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Untuk memecahkan memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan
preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber
penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi
sumber-sumber penelitan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan
hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku
teks, kamus-kamus hukum dan jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 141).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam penelitian ini penulis meggunakan jenis dan sumber bahan
hukum primer dan sekunder. Tentunya sumber bahan hukum yang dimaksud
berkaitan dan menunjang diperolehnya jawaban atas pemasalahan penelitian
yang diketengahkan penulis. Mengenai jenis dan sumber bahan hukum yang
penulis gunakan adalah sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah :
1) Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya;
2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik;
3) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang
digagas PBB pada tahun 1945;
4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia;
6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh;
7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
8) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan.
b. Bahan Hukum Sekunder
1) Buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan;
2) Jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan;
3) Kamus hukum;
4) Artikel-artikel baik di media cetak maupun internet yang
berkaitan dengan permasalahan.
c. Bahan Hukum Tersier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder yaitu
kamus.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan teknik
studi pustaka. Studi pustaka yang dimaksud dilakukan dengan cara
melakukan pengkodean atas bahan-bahan hukum baik primer maupun
sekunder yang telah didapatkan. Bahan hukum yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk
menginterpretasikan hukum yang berlaku.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik análisis bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal
pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang
akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-
fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara
deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat
umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006 :
393).
Dalam penulisan hukum ini yang dimaksud fakta umum adalah konsep
serikat pekerja Indonesia yang telah diakomodasi dalam Pasal 28 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sedangkan
fakta khususnya adalah implikasi pelaksanaan serikat pekerja bagi para
pelaku usaha di PT. PLN (PERSERO).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka
peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari
4 (empat) bab dan dalam tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil
penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan metode penelitian. Metode penelitian terdiri
atas jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis dam
sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan teknik
analisis bahan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab kedua ini membahas mengenai kerangka teori dan kerangka
pemikiran. Kerangka teoritis yang mendasari penulisan ini adalah
tinjauan umum mengenai pengertian dan tata cara pendirian serikat
pekerja/serikat buruh, pengaturan hak berserikat dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, fungsi serikat pekerja/serikat buruh
beserta hak dan kewajibannya, dan perlindungan hukum kepada pekerja
atas kebebasan berorganisasi.
Kerangka pemikiran berisi alur pemikiran yang hendak ditempuh oleh
penulis yang dituangkan dalam bentuk skema/ bagan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan memuat hasil penelitian dan pembahasan
tentang apakah pendirian serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pelaksanaan fungsi serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO), dan
implikasi hukum bagi PT. PLN (PERSERO) jika mendiskriminasikan
salah satu serikat pekerja dikaitkan dengan sistem hukum positif di
Indonesia yang mengatur tentang serikat pekerja/serikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV : PENUTUP
Berisi simpulan-simpulan yang didapat dari hasil penelitian dan
pembahasan serta saran-saran yang diajukan penulis sebagai implikasi
dari simpulan yang didapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Kepada Pekerja Atas
Kebebasan Berorganisasi
Alinea ketiga dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu negara melindungi segenap bangsa
dan negara Indonesia. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 27
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu
setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan. Setiap warga negara berhak atas penghasilan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Buruh adalah bagian dari
bangsa Indonesia, sehingga berhak pula untuk dilindungi dan mendapatkan
penghidupan yang layak.
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah bagi buruh adalah adanya jaminan atas kebebasan berserikat
dan berkumpul dalam suatu wadah serikat pekerja/serikat buruh.
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat
merupakan hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dari suatu negara
hukum demokratis yang berkedaulatan rakyat. Hak-hak yang dimiliki
manusia berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan bukan karena
pemberian masyarakat atau negara disebut hak asasi manusia. Hak asasi
manusia dalam negara hukum tidak dapat dipisahkan dari ketertiban dan
keadilan. Pengakuan atas negara hukum salah satu tujuannya melindungi
hak asasi manusia, berarti hak dan sekaligus kemerdekaan atau kebebasan
perorangan diakui, dihormati dan dijunjung tingg. Pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat utama dan
dapat dikatakan sebagai tujuan dari negara hukum.
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kebebasan berserikat dan berkumpul termuat dalam konvensi ILO
Nomor 87 Tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak
berorganisasi, telah diratifikasi dan dituangkan dalam Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998, dan Konvensi ILO Nomor 98
Tahun 1949 tentang hak berorganisasi dan berunding bersama, telah
diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956. Konvensi
Nomor 87 dimaksudkan secara keseluruhan untuk melindungi kebebasan
berserikat terhadap kemungkinan campur tangan pemerintah. Konvensi
Nomor 98 ditujukan untuk mendorong pengembangan penuh mekanisme
perundingan kolektif sukarela.
Esensi pentingnya pekerja membentuk organisasi atau serikat
pekerja/serikat buruh ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Secara eksplisit
konsideran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 menyebutkan, serikat
pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan,
melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh
beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang
harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Ketentuan demikian ditegaskan kembali dalam Ketentuan Umum
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat
buruh dan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang
intinya menyatakan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di
luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak
dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya. Panitia pembentuk serikat pekerja/serikat
buruh dalam mendirikan serikat pekerja/serikat buruh dilindungi oleh:
a. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang mengatur adanya kemerdekaan berserikat dan
berkumpul;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang
Serikat pekerja/serikat yang menyatakan bahwa setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat
pekerja/serikat buruh.
Pihak yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan
pemutusan hubungan kerja dikenakan sanksi pidana paling singkat satu
tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 dan paling banyak Rp 500.000.000,00. Hal ini diatur
dalam pasal 28 jo. pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh tidak diatur
bahwa adanya kewajiban bagi pekerja untuk meminta ijin terlebih dahulu
kepada perusahaan sebelum mendirikan serikat pekerja/serikat
buruh. Yang diatur dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh
adalah pemberitahuan setelah serikat pekerja/serikat buruh itu mencatatkan
diri ke dinas Tenaga Kerja Setempat (Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat buruh). Jika
manajemen perusahaan tetap memberikan ancaman PHK jika serikat
pekerja/serikat buruh terbentuk, maka hal tersebut dapat dilaporkan ke
bagian Pengawasan Dinas Tenaga Kerja setempat atau kepolisian.
Salah satu tujuan penegakan hukum adalah terjaminnya hak-hak
asasi manusia (HAM). Manusia mempunyai kedudukan sentral dalam
penegakan hukum. Manusia adalah obyek dan subyek dalam rangka
penegakan hukum tersebut. Hak asasi manusia memang menyangkut
masalah di dalam kehidupan manusia, baik yang menyangkut hak asasi
manusia individu maupun hak asasi manusia kolektif. Hak asasi manusia
individu merupakan hak yang menyangkut kepentingan perorangan dan
hak asasi manusia kolektif menyangkut kepentingan bangsa dan negara.
Hak hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul
dari nilai-nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusaia. Inti paham
hak-hak asasi manusia, menurut Magnis Suseno, terletak dalam kesadaran
bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali
setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian,
dihormati dalam keutuhannya (Frans Magnis Suseno, 2001 : 145).
Konsep tentang hak asasi manusia bukan merupakan hal baru bagi
bangsa Indonesia. Salah satu komitmen Indonesia terhadap penghormatan
dan jaminan perlindungan hak asasi manusia terkandung dalam sila kedua
Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu
“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Selanjutnya, sejumlah Pasal
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
beserta amandemennya secara tegas mengatur jaminan perlindungan hak-
hak asasi manusia yang paling utama, yaitu di bidang politik, ekonomi,
sosial, dan kebudayaan. Bahkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini dirumuskan tiga tahun sebelum
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
(Universal of Human Rights) 1948 dicetuskan. Salah satu perlindungan
hak asasi manusia yaitu asas principle of liberty (prinsip kebebasan) dalam
bidang hubungan kerja di Indonesia terdapat dalam Pasal 28 D Ayat (2)
Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap
warga negara tanpa memandang segala perbedaan yang ada pada diri
seseorang berhak mendapatkan dan melakukan pekerjaan serta menerima
imbalan secara adil.
Berdasarkan Pasal 28 E Ayat (3) Amandemen Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat. Pengertian dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap warga
negara tanpa memandang segala perbedaan baik ras, jenis kelamin, agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan lain-lain, berhak untuk menjadi bagian dari suatu organisasi dan
memanfaatkan organisasi tersebut guna kepentingannya secara adil dengan
memperoleh perlindungan akan kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
HAM dan demokrasi memiliki kaitan yang sangat kuat. Demokrasi
memberikan pengakuan lahirnya keikutsertaan publik secara luas dalam
pemerintahan. Dalam perkembangan sejarah awal demokrasi, desakan ke
arah hadirnya peran serta publik mencerminkan adanya pengakuan
kedaulatan. Aktualisasi peran publik dalam ranah pemerintahan
memungkinkan untuk terciptanya keberdayaan publik. Adapun HAM
memberikan perluasan otoritas bagi manusia untuk diakui dan dilindungi
sebagai makhluk yang bermartabat. Perlindungan dan pemenuhan HAM
melalui rezim yang demokratik berpotensi besar untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. (Majda El Mhtaj, 2008 : 45).
Sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 23 deklarasi PBB
tentang hak asasi manusia 1948, Pasal 23 menentukan : (Bahder Johan
Nasution, 2004 : 100-101)
a. Setiap orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan pekerjaan secara
bebas, atas kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan serta
atas perlindungan dari pengangguran.
b. Setiap orang tanpa diskriminasi apapun berhak atas upah yang sama
untuk pekerjaan yang sama.
c. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan yang adil dan
menguntungkan yang menjamin suatu eksistensi yang layak bagi
martabat manusia untuk dirinya sendiri dan keluarganya, dan
dilengkapi, manakala perlu oleh sarana perlindungan sosial lainnya.
d. Setiap orang berhak untuk membentuk dan bergabung ke dalam
serikat buruh guna melindungi kepentingan-kepentingannya.
Peraturan hukum di Indonesia serikat pekerja/serikat buruh diatur
dan dibentuk berdasarkan :
a. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Piagam dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (4);
d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi
ILO Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar Dari Hak Untuk
Berorganisasi Dan Untuk Berunding Bersama;
e. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
f. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh;
g. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
h. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI);
i. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998
Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom
Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi
Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak
Untuk Berorganisasi);
j. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
201/MEN/1999 tentang Pendaftaran Serikat pekerja/serikat buruh;
k. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat pekerja/serikat
buruh;
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh, membagi serikat pekerja/serikat buruh itu menjadi
serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan dan serikat pekerja/serikat
buruh di luar perusahaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh,
serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat
buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di
beberapa perusahaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat
pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang bekerja
di luar perusahaan.
Selanjutnya serikat pekerja/serikat buruh itu dapat membentuk
federasi serikat pekerja/serikat buruh maupun konferensi serikat
pekerja/serikat buruh. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh,
konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
Pekerja yang ada di suatu perusahaan dapat bergabung membentuk
serikat pekerja/serikat buruh. Antara serikat pekerja/serikat buruh yang ada
di beberapa perusahaan dapat bergabung membentuk federasi serikat
pekerja/serikat buruh. Beberapa federasi serikat pekerja/serikat buruh
selanjutnya dapat membentuk konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
2. Tinjauan Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
a. Pengertian Serikat pekerja/serikat buruh
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah bagi buruh adalah adanya jaminan atas kebebasan berserikat
dan berkumpul dalam suatu wadah Serikat Pekerja/Buruh. Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat merupakan hak
dasar yang dimiliki warga negara dari suatu negara hukum demokratis
yang berkedaulatan rakyat. Hak-hak yang dimiliki manusia berdasarkan
martabatnya sebagai manusia dan bukan karena pemberian masyarakat
atau negara disebut hak asasi manusia (Frans Magnis Suseno, 1999 : 73).
Upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kebebasan
berserikat dan berkumpul bagi buruh selanjutnya dituangkan dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Hak
berserikat dan berkumpul mendapat perhatian yang besar dari pemerintah.
Terdapat norma perlindungan hak berserikat yang dituangkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh (Asri Wijayanti, 2009 : 86).
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat
buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh,
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja
dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya. Penjelasan dari sifat-sifat serikat pekerja/serikat buruh ini
adalah sebagai berikut (Zaeni Asyhadi, 2009 :22-23) :
1) Bebas
Yaitu sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh tidak di bawah pengaruh dan tekanan
dari pihak lain.
2) Terbuka
Ialah bahwa serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam menerima anggota
dan atau memperjaungkan pekerja/buruh tidak membedakan aliran
politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
3) Mandiri
Bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan
mengembangkan organisasi ditentukan oleh kekuatan sendiri, tidak
dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi
4) Demokratis
Bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus,
memperjuangkan dan melaksanakan hak dan kewajiban organisasi
dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5) Bertanggung jawab
Ialah bahwa dalam hal mencapai tujuan dalam melaksanakan
kewajibannya serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh bertanggung jawab kepada anggota,
masyarakat dan negara.
Serikat pekerja/serikat buruh merupakan bentuk pelaksanaan dari
hak seseorang untuk berserikat dan berkumpul. Adanya serikat
pekerja/serikat buruh sangat penting bagi kelangsungan hubungan
industrial. Serikat pekerja/serikat buruh diharapkan dapat melaksanakan
fungsinya secara maksimal dalam rangka meningkatkan hubungan
industrial di tingkat perusahaan.
b. Tata Cara Pembentukan Serikat pekerja/serikat buruh
Pekerja atau buruh memerlukan suatu wadah organisasi yang
berfungsi sebagai alat pemersatu dan pembela kepentingan mereka
sehingga dapat meningkatkan jiwa kebersamaan. Untuk itu yang
dibutuhkan adalah suatu organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang
kuat, didirikan dan didukung oleh sebanyak-banyaknya pekerja agar dapat
berperan secara optimal dalam membela kepentingan pekerja serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui peningkatan kesejahteraan
pekerja dan keamanan serta menciptakan suasana kerja yang kondusif.
Organisasi serikat pekerja/serikat buruh menjadi sangat diperlukan
kehadirannya dan akan dirasakan secara langsung oleh setiap pekerja.
Organisasi serikat pekerja/serikat buruh dapat menampung dan
menyalurkan aspirasi pekerja memperjuangkan kepentingan pekerja dan
keluarganya, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban, membela
pekerja dalam menghadapi masalah hubungan industrial. Selain itu juga
sebagai wahana peningkatan profesionalisme pekerja dan menyusun
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
kepegawaian serta syarat-syarat yang dituangkan ke dalam Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama-sama antara perusahaan yang
diwakili oleh manajemen dan pekerja yang diwakili oleh serikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pekerja/serikat buruh. Jelaslah melalui organisasi serikat pekerja/serikat
buruh akan dapat diciptakan suasana kerja yang kondusif, kenyamanan dan
keamanan kerja serta terwujud suasana kerja yang bebas korupsi, kolusi
dan nepotisme. Profesionalisme dan semangat kerja yang tinggi, jujur dan
disiplin, pekerja dapat berperan memajukan perusahaan dan meningkatkan
kesejahteraan.
Diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang
Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 83 tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention
(Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The
Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat
Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) pada masa pemerintahan
Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap pekerja/pegawai
disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk
anak-anak perusahaannya dapat mendirikan atau masuk pada suatu
organisasi serikat pekerja/serikat buru secara sukarela dan tanpa paksaan
dari pihak lain. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang serikat
pekerja/serikat buruh yang sifatnya mandirI (independen) dan tidak
berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan untuk
mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan
tertentu melainkan bertujuan memperjuangkan/membela kepentingan
pekerja dan keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk meningkatkan
kesatuan dan persatuan pegawai dalam rangka mewujudkan suasana kerja
yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja.
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat pekerja/serikat buruh, seorang pekerja /buruh tidak boleh
menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu
perusahaan. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan
ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang
bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat
buruh yang dipilihnya. Setiap pekerja berhak menjadi anggota serikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pekerja/serikat buruh tanpa melihat statusnya dalam suatu perusahaan,
manager atau direktur ketika posisinya adalah pekerja, ia mempunyai hak
untuk menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal
pengaturan tentang posisi pengurus serikat pekerja/serikat buruh menurut
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh, pada prinsipnya manajer boleh menduduki posisi
pengurus serikat pekerja/serikat buruh, yang tidak boleh adalah
pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan
dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak
pengusaha dan pekerja/buruh diperusahaan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, mekanisme pemberitahuan
atau pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara
tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud, dengan dilampiri :
1) Daftar nama anggota pembentuk;
2) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
3) Susunan dan nama pengurus.
Syarat pembentukan federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah
sebagai berikut:
1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi
anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh.
2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-
kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh .
Syarat pembentukan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
adalah sebagai berikut :
1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan
menjadi anggota konfederasi Serikat pekerja/serikat buruh;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-
kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh.
Mekanisme pembentukan federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, sebagai berikut.
1) Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan
tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah tercatat terlebih dahulu;
2) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat
(1), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh wajib mencatat dan memberikan nomor bukti
pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi
ketentuan selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan;
3) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat buruh dapat menangguhkan pencatatan dan
pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
belum memenuhi ketentuan;
4) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-
alasannya diberitahukan secara tertulis kepada serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima
pemberitahuan.
Saat ini ada beberapa federasi serikat pekerja/serikat buruh tingkat
nasional, walaupun mempunyai anggota, tetapi tidak diakui secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nasional oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia, hal ini disebabkan karena anggotanya yang di daerah dimasing-
masing provinsi belum dicatatkan ke dinas terkait. Kondisi ini terjadi
pada Serikat pekerja/serikat buruh yang berbasis di BUMN atau
perusahaan swasta dengan sistem holding company yang anggotanya ada
di berbagai daerah. (Muhamad Rusdi :
http://rusdi123.wordpress.com/2009/09/15/dasar-hukum-tata-cara-
pembentukan-serikat-pekerja/).
Dengan demikian untuk menjamin legalitas dari suatu serikat
pekerja maka harus dipenuhi syarat pencatatan serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi, yaitu :
1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang telah dibentuk memberitahukan secara
tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota berdasarkan domisili, untuk
dicatat.
2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP-16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat
pekerja/serikat buruh dilampiri syarat-syarat sebagai berikut :
a) daftar nama anggota pembentuk;
b) anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c) susunan dan nama pengurus
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan
Serikat pekerja/serikat buruh dalam anggaran dasar, sekurang-kurangnya
harus memuat :
1) nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh;
2) asas dan tujuan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) tanggal pendirian;
4) tempat kedudukan;
5) persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhetiannya;
6) hak dan kewajiban anggota;
7) persyaratan menjadi pengurus dan persyaratan pemberhetiannya;
8) hak dan kewajiban pengurus;
9) sumber, tata cara penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan;
10) ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah
tangga.
Tanggal pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan
dilakukan selambat-lambatnya 21 (duapuluh satu) hari kerja terhitung
sejak tanggal diterimanya pemberitahuan dengan menggunakan formulir
sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri ini. Pengurus
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh setelah menerima nomor bukti pencatatan harus memberitahukan
secara tertulis kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatan
organisasinya.
Dengan diterimanya pemberitahuan, dinas tenaga kerja wajib
mencatat dan memberi nomor pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat
buruh, federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh. Pencatatan dan pemberian nomor pencatatan dapat
ditangguhkan, bahkan dapat ditolak apabila serikat pekerja/serikat buruh,
federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh tersebut (Zaeni Asyhadie, 2007 : 27-28) :
1) bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2) dibentuk oleh kurang dari sepuluh orang pekerja/buruh untuk
Serikat pekerja/serikat buruh, atau kurang dari lima serikat
pekerja/serikat buruh untuk federasi serikat pekerja/serikat buruh,
dan kurang dari tiga federasi serikat pekerja/serikat buruh untuk
konfederasis pekerja/serikat buruh;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi serikat
pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang diberitahukan sama dengan nama dan lambang serikat
pekerja/serikat buruh, federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, dalam hal perubahan anggaran
dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.
Verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh bertujuan
untuk memperoleh data anggota serikat pekerja/serikat buruh secara
lengkap dan akurat. Pendataan dilakukan terhadap serikat pekerja/serikat
buruh yang telah memiliki nomor bukti pencatatan sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-
16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat pekerja/serikat buruh.
Adapun bentuk pelaporan hasil verifikasi serikat pekerja/serikat buruh
adalah memalui mekanisme sebagai berikut :
1) Setelah menerima hasil rekapitulasi dari provinsi, Direktur Jenderal
melakukan rekapitulasi dari seluruh tingkat provinsi sebagai hasil
rekapitulasi tingkat nasional.
2) Menteri menyampaikan hasil verifikasi kepada para pengurus
serikat pekerja/serikat buruh tingkat nasional dan Asosiasi
Pengusaha Indonesia (APINDO).
c. Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Beserta Hak dan
Kewajibannya
Fungsi serikat pekerja/serikat buruh selalu dikaitkan dengan
keadaan hubungan industrial. Hubungan industrial diartikan sebagai suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja, dan pemerintah
(Sentanoe Ketonegoro, 1999 : 2).
Pengertian itu memuat semua aspek hubungan kerja yang terdiri atas:
1) Para pelaku: pekerja, pengusaha, pemerintah;
2) Kerja sama: manajemen-karyawan;
3) Perundingan bersama: perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama,
peraturan pekerjaan;
4) Kesejahteraan: upah, jaminan sosial, pensiun, keselamatan dan
kesehatan kerja, koperasi, pelatian kerja;
5) Perselisihan industrial: arbitrase, mediasi, mogok kerja, penutupan
perusahaan, pemutusan hubungan kerja.
Hubungan industrial di Indonesia dikenal dengan nama hubungan
industrial Pancasila, yaitu suatu hubungan industrial yang mendasarkan
pada nilai-nilai kelima sila dari Pancasila. Sejak masa reformasi istilah itu
nampaknya kurang dipakai di masyarakat, mengingat Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang menjadi salah satu pilar
dasar dari Hubungan Industrial Pancasila (HIP) telah dicabut. Dengan
dicabutnya salah satu pilar HIP, maka HIP kemudian disebut dengan
hubungan industrial saja tanpa diseratai Pancasila.
Fungsi serikat pekerja/serikat buruh dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh.
Fungsi dapat diartikan dengan jabatan (pekerjaan) yang dilakukan: jika
ketua tidak ada maka wakil ketua melakukan fungsi ketua: fungsi adalah
kegunaan suatu hal; berfungsi artinya berkedudukan, bertugas sebagai;
menjalankan tugasnya. (KBBI, 1989 : 245).
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh:
1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak
bagi pekerja/buruh dan keluarganya;
2) Untuk mencapai tujuan bersama tersebut serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai
fungsi:
a) Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan industrial;
b) Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c) Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
d) Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
e) Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
f) Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan
saham di perusahaan.
Subyek hukum dalam hubungan industrial pada dasarnya yang
terpenting adalah buruh dan majikan. Di samping itu, mengingat hubungan
industrial itu terjadi di dalam masyarakat maka subyek hukum hubungan
industrial mendapat perluasan meliputi juga masyarakat dan pemerintah.
Serikat kerja/serikat buruh adalah wakil buruh dalam perusahaan. Sebagai
wakil buruh yang sah, ia mempunyai kedudukan sebagai subyek hukum
dalam hubungan industrial yang mandiri. Pemerintah mempunyai andil
pula sebagai subyek hukum dalam hubungan industrial dalam arti
perwujudannya dalam tiga fungsi pokok pemerintahan, yaitu mengatur,
membina, dan mengawasi. Masyarakat menjadi subyek hukum hubungan
industrial karena bagaimanapun juga hubungan indutrial itu akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berdampak bagi masyarakat sekitar lokasi hubungan industrial
berlangsung atau masyarakat dalam arti skala nasional. Dampak itu dapat
positif atau negatif. Berdampak positif apabila hubungan industrial itu
berjalan dengan baik dan tercapai tujuannya. Sebaliknya akan berdampak
negatif apabila hubung industrial itu gagal tercapai tujuannya.
Proses hubungan industrial pada hakekatnya menyangkut interaksi
nilai yang berbeda, kepentingan yang berbeda, sehingga diperlukan
dukungan sikap dan etika untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan
yang ada agar terhindar dari perselisihan atau pemaksaan kehendak. Setiap
masyarakat atau bangsa mempunyai corak atau sistem hubungan industrial
yang berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya; faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain dari
masyarakat itu sendiri (Iswantiningsih, 2002: 135).
Tujuan dari hubungan industrial pada dasarnya terkait dengan
subyek hukum dalam hubungan industrial, yaitu meningkatnya
produktivitas, kesejahteraan, dan stabilitas nasional yang mantap.
Meningkatkan produktivitas adalah tujuan utama dari majikan dalam
mendirikan suatu kegiatan usaha. Produktivitas yang meningkat akan
menghasikan banyak keuntungan. Adanya keuntungan dari hasil proses
produksi diharapkan dapat dikembalikan kepada buruh guna meningkatkan
kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan merupakan tujuan utama
semua buruh guna pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila terjadi
peningkatan kesejahteraan secara otomatis penghasilan buruh pun dapat
meningkat, sehingga akan tercipta ketenangan bekerja. Suasana yang
tenang dalam proses produksi karena telah terjadi peningkatan
produktivitas dan peningkatan kesejahteraan akan berdampak positif bagi
masyarakat sekitarnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Adanya
ketenangan usaha memperkecil terjadinya perselisihan perburuhan. Di sisi
lain, akan menimbulkan stabilitas nasional yang baik, yang selalu
diharapkan oleh pemerintah bagi suksesnya pembangunan ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Tinjauan Tentang Hubungan Kerja
a. Perjanjian Kerja
Dalam hubungan dengan hubungan ketenagakerjaan, salah satu
perjanjian yang mungkin ada adalah perjanjian kerja. Perjanjian kerja
tersebut umumnya memuat kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan,
yang dalam hal ini sering diwakili oleh manajemen atau direksi
perusahaan. FX Djumialdy, SH, M.Hum menyebutkan bahwa agar dapat
disebut perjanjian kerja harus dipenuhi 3 unsur yaitu: 1. Ada orang
diperintah orang lain, 2. Penunaian kerja, 3. Adanya upah (Syarief Basir,
2009 :1).
Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja dengan perusahaan ini
kemudian menjadikan adanya hubungan kerja antara keduanya. Pasal 1601
a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pengertian sebagai
berikut: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu
(siburuh), Pengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si
majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan
menerima upah”. Sedangkan di dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan didefiniskan bahwa
Perjanjian kerja adalah “Perjanjian antara pekerja dengan
pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak”. Sebagai suatu Undang-Undang yang tujuannya
antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dalam
mewujudkan kesejahteraan dan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarga, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan memberikan panduan mengenai perjanjian kerja.
Menurut Pasal 51 ayat (1) undang-undang ini perjanjian kerja dapat dibuat
secara tertulis maupun lisan. Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis,
maka berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan harus memuat sebagai berikut:
1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) jabatan atau jenis pekerjaan;
4) tempat pekerjaan;
5) besarnya upah dan cara pembayarannya;
6) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perusahaan,
Perjanjian Kerja Bersama, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur
bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, maka
dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Pasal 52 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
bahwa kesahan suatu perjanjian kerja harus memenuhi adanya 4
persyaratan sebagai berikut:
1) kesepakatan kedua belah pihak;
2) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3) adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
4) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti juga pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu Perjanjian
kerja yang tidak memenuhi syarat pada nomor 1 dan 2 diatas dapat
dibatalkan, sedangkan yang tidak memenuhi syarat huruf 3 dan 4 batal
demi hukum.
b. Peraturan Perusahaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara
Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan adalah
peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Sejalan dengan pengertian tersebut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga
memberikan pengertian Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang
dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja
serta tata tertib perusahaan. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa
peraturan perusahaan dibuat secara sepihak oleh pengusaha yang berisikan
tentang syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dan tata
tertib perusahaan. Dengan kata lain peraturan perusahaan merupakan
petunjuk teknis dari PKB maupun perjanjian kerja yang dibuat oleh
pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam pembuatan peraturan perusahaan adalah (Zainal Asikin, H.
Agusfiar Wahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhadie. 1994 : 61) : 1) harus
disetujui secara tertulis oleh buruh; 2) selembar lengkap peraturan
perusahaan harus diberikan secara cuma-cuma kepada buruh, dan harus
ditempelkan pada tempat yang dapat dibaca oleh umum (buruh); 3)
selembar lagi yang ditandatangani oleh majikan harus diserahkan kepada
Departemen Tenaga Kerja; 4) peraturan perusahaan hanya boleh berlaku
paling lama dua tahun; 5) pada perusahaan yang telah dibuat perjanjian
perburuhan maka peraturan perusahaannya tidak boleh bertentangan
dengan perjanjian perburuhan tersebut.
Berdasarkan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, kewajiban membuat Peraturan Perusahaan
berlaku terhadap Perusahaan yang memiliki paling sedikit 10 orang
Karyawan. Kewajiban itu tidak berlaku apabila Perusahaan telah
memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yaitu perjanjian antara Serikat
Pekerja dan Perusahaan yang di dalamnya mengatur syarat-syarat kerja,
serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Selain mengatur syarat-syarat kerja yang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan, Peraturan Perusahaan juga merinci lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lanjut ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan Ketenagakerjaan. Dalam hal Peraturan Perusahaan
mengatur kembali (menegaskan) ketentuan peraturan perundang-
undangan, maka ketentuan itu kondisinya harus lebih baik dari peraturan
perundang-undangan. Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat
(Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan) :
1) Hak dan kewajiban Perusahaan.
2) Hak dan kewajiban Karyawan.
3) Syarat kerja.
4) Tata tertib perusahaan.
5) Jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan.
Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat satu Peraturan
Perusahaan yang berlaku bagi seluruh Karyawan. Jika Perusahaan
memiliki cabang, maka selain Peraturan Perusahaan induk yang berlaku
bagi semua Karyawan, Perusahaan juga dapat membuat Peraturan
Perusahaan turunan yang berlaku khusus bagi Karyawan di masing-masing
cabang Perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing Perusahaan
cabang. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup, dan
masing-masing Perusahaan merupakan badan hukum yang berdiri sendiri-
sendiri, maka Peraturan Perusahaan harus dibuat oleh masing-masing
Perusahaan itu sebagai badan hukum.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang
Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta
Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, sebuah Peraturan
Perusahaan baru dikatakan sah dan mengikat Perusahaan dan Karyawan
apabila telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi. Pengesahan itu dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk, yaitu
kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kabupaten/Kota (untuk perusahaan yang terdapat dalam satu
Kabupaten/Kota) dan kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan tingkat Provinsi (untuk Perusahaan yang terdapat dalam
lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota).
Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung
jawab dari Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu
dilakukan oleh Perusahaan dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan Perusahaan. Karena
masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan “pertimbangan”, maka
pembuatan Peraturan Perusahaan tidak dapat diperselisihkan – bila terjadi
perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya
saran dan pertimbangan, maka Karyawan dapat juga untuk tidak
memberikan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh
Perusahaan (Pasal 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara
Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama). Pemilihan wakil Karyawan dalam
rangka memberikan saran dan pertimbangannya harus dilakukan dengan
tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu
dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh karyawan sendiri terhadap
karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam perusahaan. Apabila di
dalam perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan
pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang
Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta
Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama untuk memperoleh
saran dan pertimbangan dari wakil karyawan, pertama-tama perusahaan
harus menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada
wakil karyawan atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut
harus sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 (empat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan
Perusahaan oleh wakil karyawan. Jika dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja itu wakil karyawan tidak memberikan saran dan pertimbangannya,
maka perusahaan sudah dapat mengajukan pengesahan Peraturan
Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari karyawan dengan
disertai bukti bahwa perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan
dari wakil karyawan namun karyawan tidak memberikannya.
Permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan diajukan kepada
Menteri melalui pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan Pasal 8 ayat (2)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama pengajuan permohonan itu dilakukan dengan
melengkapi:
1) Permohonan tertulis yang memuat keterangan mengenai Perusahaan.
2) Naskah Peraturan Perusahaan dalam rangkap 3 yang telah
ditandatangani oleh Perusahaan.
3) Bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan.
Setelah pejabat yang ditunjuk meneliti kelengkapan dokumen-
dokumen tersebut, dan dalam naskah Peraturan Perusahaan juga tidak
terdapat materi yang bertentangan dengan peraturan perundangan-
undangan, berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan selanjutnya pejabat yang ditunjuk wajib
mengesahkan Peraturan Perusahaan. Pengesahan itu dilakukan dengan
menerbitkan Surat Keputusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan pengesahan. Sebaliknya,
jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka pejabat yang ditunjuk akan
mengembalikan secara tertulis permohonan pengesahan Peraturan
Perusahaan kepada perusahaan yang bersangkutan dalam waktu paling
lama 7 hari kerja sejak diterimanya pengajuan permohonan pengesahan.
Pengembalian itu disertai dengan catatan-catatan tentang kelengkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang perlu diperbaiki. Perusahaan wajib menyampaikan Peraturan
Perusahaan yang telah dilengkapi atau diperbaiki kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dalam waktu paling lama
14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya pengembalian Peraturan
Perusahaan. Jika perusahaan tidak memenuhinya sesuai waktu yang telah
ditentukan, maka perusahaan dapat dinyatakan tidak mengajukan
permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan, sehingga dapat dianggap
belum memiliki Peraturan Perusahaan.
Masa berlakunya Peraturan Perusahaan paling lama adalah 2 tahun,
dan setelahnya wajib diperbaharui kembali. Selama masa berlakunya
peraturan perusahaan, apabila Serikat Pekerja menghendaki untuk
diadakannya perundingan Perjanjian Kerja Bersama, maka perusahaan
wajib melayaninya. Namun jika perundingan itu tidak mencapai
kesepakatan, maka Peraturan Perusahaan tetap berlaku sampai habis
jangka waktunya (Pasal 111 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan).
c. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Materi PKB diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan dalam Bab XI mengenai hubungan industrial
yaitu dalam Bagian Ketiga. Kemudian dalam Pasal 133 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan,
dan pendaftaran PKB diatur dengan keputusan menteri. Adapun keputusan
menteri yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 Tentang
Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta
Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Pasal 103 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebut
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu sarana
dilaksanakannya hubungan industrial. Sangat diharapkan akan terbentuk
PKB yang berkualitas dengan mengkomodasikan tiga kepentingan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
buruh, pengusaha dan negara. Sayangnya sulit terwujud, karena terdapat
inkonsistensi aturan hukum atau terdapat konflik norma di dalam norma
pembentukan PKB. Perjanjian kerja bersama adalah hak yang mendasar
yang telah disyahkan oleh anggota-anggota ILO dimana mereka
mempunyai kewajiban untuk menghormati, mempromosikan dan
mewujudkan dengan itikad yang baik. Perjanjian kerja bersama adalah hak
pengusaha atau organisasi pengusaha disatu pihak dan dipihak lain serikat
pekerja atau organisasi yang mewakili pekerja. Hak ini ditetapkan untuk
mencapai “kondisi-kondisi pekerja yang manusiawi dan penghargaan akan
martabat manusia (humane conditions of labour and respect for human
dignity)“, seperti yang tercantum dalam Konstitusi ILO.
Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata cara
pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan
pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, PKB yaitu perjanjian yang
merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau
beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau
beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (Happy Budyana Sari.
2006: 33).
Bertolak dari pengertian tersebut, tersirat bahwa di dalam
perjanjian kerja bersama terkandung hal-hal yang sifatnya obligator
(memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-pihak yg mengadakan
perjanjian), hal-hal yg bersifat normatif (mengenai peraturan perundang-
undangan). Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerja bersama
dimungkinkan untuk memuat kaedah yang bersifat horizontal (pengaturan
dari pihak-pihaknya sendiri), kaedah yang bersifat vertikal (pengaturan yg
berasal dari pihak yg lebih tinggi tingkatannya), dan kaedah yg bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yg tidak langsung terlibat
dalam hubungan kerja). Untuk menjaga agar isi perjanjian kerja bersama
sesuai dengan harapan pekerja maka isi perjanjian kerja bersama haruslah
memuat hal-hal yang lebih dari sekedar aturan yang berlaku (normatif),
dengan membatasi masa berlakunya suatu perjanjian kerja bersama, guna
untuk selalu dapat disesuaikan dengan kondisi riel dalam kehidupan
bermasyarakat(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29514/3/C
hapter%20II.pdf).
Perjanjian Kerja Bersama merupakan hasil perundingan para pihak
terkait yaitu serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang
mengatur syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian Kerja Bersama tidak hanya mengikat para pihak yang
membuatnya yaitu serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha saja, tetapi
juga mengikat pihak ketiga yang tidak ikut di dalam perundingan yaitu
pekerja/buruh, terlepas dari apakah pekerja/buruh tersebut menerima atau
menolak isi perjanjian kerja bersama atau apakah pekerja/buruh tersebut
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berunding atau tidak.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan dalam hal disatu perusahaan hanya terdapat satu serikat
pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja / serikat buruh tersebut berhak
mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan
pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (limapuluh
persen) dari jumlah seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan
(Pasal 19 ayat (1)). Dalam hal disatu perusahaan hanya terdapat satu
serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi
tidak memiliki anggota lebih dari 50% (limapuluh persen) dari jumlah
seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh
dapat mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan dengan
pengusaha apabila serikat pekerja /serikat buruh yang bersangkutan telah
mendapat dukungan lebih 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara (Pasal 19 ayat (2)).
Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai
maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan
kembali permintaan untuk merundingkan PKB dengan pengusaha setelah
melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya
pemungutan suara dengan mengikuti prosedur semula (Lalu Husni. 2003 :
68).
Pembentukan PKB berdasarkan Pasal 119 dan Pasal 120 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dibagi 2 yaitu
untuk perusahaan yang memiliki satu serikat buruh dan perusahaan yang
memiliki lebih dari satu serikat buruh. Ketentuan Pasal 119 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 berlaku bagi perusahaan yang memiliki
satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh
dalam perundingan pembuatan PKB apabila :
1) memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari
jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau;
Apabila musyawarah tidak mencapai kesepakatan tentang suatu hal,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
2) mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah
seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara.
Apabila tidak terpenuhi ;
3) dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka
waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan
suara.
Ketentuan Pasal 120 berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih
dari satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili
buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari
seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak
terpenuhi ;
2) serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga
tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh
jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam
perundingan dengan pengusaha.
3) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk
tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional
berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat
buruh.
Dari ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar
Serikat Buruh dapat menjadi pihak dalam perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah anggotanya 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang
bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% lima puluh
perseratus) dari seluruh jumlah buruh di perusahaan tersebut maka berhak
untuk mewakili buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja
bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang
keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah
anggota masing-masing serikat buruh.
Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis
dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal
perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia,
maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil
terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah
memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat 3
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21
Kep.48/Men/IV/2004 tentang tentang Tata cara Pembuatan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan
Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya
harus memuat :
1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota;
4) hak dan kewajiban pengusaha
5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh;
6) jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan
7) tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003, Perjanjian kerja bersama haruslah paling sedikit
memuat:
1) Hak dan kewajiban pengusaha;
2) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
3) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;
dan
4) Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI)
Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat
Buruh
Legalitas Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
PT. PLN (Persero)
Pelaksanaan Fungsi Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
PT. PLN (Persero)
Implikasi Hukum Diskriminasi
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
PT. PLN (Persero)
Pembentukan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
PT. PLN (Persero)
Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Peraturan hukum di
Indonesia mengenai Serikat
pekerja/Serikat buruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keterangan :
Secara normatif, negara menjamin hak setiap warga negara untuk
memperoleh pekerjaan dan perlakuan yang adil serta layak dalam hubungan
pekerjaan, termasuk dalam kebebasan berserikat yang telah diakomodasi
dalam konstitusi negara Republik Indonesia. Dalam hubungan pekerjaan ini,
untuk menjamin adanya pemenuhan hak-hak yang didapat oleh para pekerja,
intervensi pemerintah dalam bidang perburuhan ini dapat ditinjau dengan
adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang merupakan perincian
dari bagian batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang didalamnya termuat pasal adanya jaminan
kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat.
Guna mengakomodasi kepentingan para pekerja, campur tangan
pemerintah dalam hubungan kerja ini dimuat dalam Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI). Dalam pengaplikasian peraturan perundang-undangan ini,
di PT. PLN (PERSERO) dibentuk suatu serikat pekerja/serikat buruh
sebagai wadah aspirasi bagi para pekerja yang berada di dalam tubuh PT
PLN (PERSERO), yang sah dan terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja
RI Nomor KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah
tercatat pada Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan
dengan Nomor Bukti Pencatatan Nomor 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April
2001.
Dalam perkembangan selanjutnya, Serikat Pekerja PT. PLN
(PERSERO) ini mengalami masalah terkait dengan dibentuknya Serikat
Pekerja lain di PT. PLN (PERSERO) ini yang menggunakan nama dan logo
yang sama dengan Serikat Pekerja sebelumnya yang diketuai oleh Ahmad
Daryoko yang telah terdaftar di Kantor Departemen Tenaga Kerja
Kotamadya Jakarta Selatan. Kasus serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini memuncak ketika manajemen PT. PLN dibawah pimpinan Dahlan Iskan
yang saat itu menjabat sebagai Direktur Umum PT. PLN (PERSERO) justru
mengakui serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) kubu lain dengan Ketua
Umum Riyo Supriyanto dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
periode tahun 2010-2011 tanpa merundingkannya dengan Serikat Pekerja
yang diketuai Ahmad Daryoko. Padahal, ketika itu, Ketua Umum serikat
pekerja PT. PLN (PERSERO) berdasarkan Musyawarah Besar tanggal 29-
30 Mei 2007 adalah Ahmad Daryoko. Berikutnya, manajemen juga
memecat Sumadi, yang ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal serikat
pekerja PT. PLN (PERSERO), serta memutasi dua pengurus daerah.
Manajemen perusahaan bahkan telah melakukan pengosongan ruangan
serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) di kantor pusat PLN di Jakarta.
Tindakan dari pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) ini dapat
menimbulkan implementasi hukum terkait dengan adanya kasus tersebut.
Merujuk dari konsep tersebut, kemudian dalam implementasinya tidak
dilaksanakannya kebebasan berserikat saat ini, secara umum sudah
merupakan suatu konsekuensi pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) yang
harus bertanggungjawab atas pelanggaran aturan normatif di Indonesia
tentang kebebasan berserikat berdasarkan amanat Pasal 28 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana pelaksanaannya
kemudian dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Legalitas Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)
1. Pengaturan Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dalam
Perspektif Berbagai Regulasi Perundang-undangan di Indonesia
Perkembangan kehidupan manusia merupakan kelangsungan hidup
yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang layak. Melihat tuntutan untuk
hidup yang layak tersebut manusia berupaya dan berdaya cipta untuk
memenuhinya. Wujud nyata yang dapat dilihat adalah bahwa manusia akan
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja tersebut
manusia terikat maupun tidak terikat dengan pihak lainya maupun dengan
lingkungan pekerjaannya. Bentuk kerja maupun pekerjaan yang ada yaitu
dapat berupa bekerja secara individual maupun secara kolektif. Bekerja
secara individual dalam artian bahwa dalam menjalankan pekerjaannya tidak
terikat oleh kondisi diluar dirinya yang dapat mempengaruhi hak dan
kewajibannya. Sedangkan menjalankan pekerjaan secara kolektif berarti
bahwa dalam dirinya terdapat ikatan yang dapat mempengaruhi hak dan
kewajibannya. Sebagai seorang warga negara yang melakukan pekerjaan
tentunya mempunyai hak yang sama dalam hukum maupun menikmati
manfaat secara ekonomis yang dijamin oleh negara kepada warga negaranya
untuk dapat berusaha dan mendapatkan penghidupan yang layak. Salah satu
hal yang menjadi tujuan dan menjadi kewajiban negara adalah memberikan
penghidupan yang layak bagi warga negaranya. Hal tersebut berarti bahwa
negara akan memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menikmati
dan merasakan kemakmuran bagi hidupnya.
Sebagai suatu bentuk organisasi-organisasi bisnis yang baik adalah
memandang pada peranan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Dalam hal
ini pekerja-pekerja, sebagai aset dari perusahaan. Dengan demikian, maka
kehilangan aset tadi dari perusahaan akan memberikan pengaruh yang besar
bagi daya tahan dan sehatnya perusahaan. Organisasi-organisasi bisnis yang
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehat selalu memperbaharui dirinya dengan menempatkan pekerja-pekerja
kepada suatu zona nyaman yang membantu mereka dapat melepaskan energi
kreatifnya sebagai suatu kekuatan dari perusahaan dan memfokuskan potensi-
potensi yang ada sebagai suatu kekuatan „pemukul‟ (daya saing) terhadap
pesaing-pesaing organisasi bisnis yang ada. Peran dan tempat pekerja-pekerja
yang ada di dalamnya dihargai sedemikian rupa sehingga organisasi bisnis
tersebut menumbuhkan rasa kepemilikan bagi pekerja dalam perasaan
bangga, berikut keluarganya. Bisnis yang mampu unggul dan bertahan adalah
usaha bersama yang melibatkan keluarga pekerja sebagai indikator asset
kesehatan perusahaan.
PT. PLN (Persero) memerlukan suatu wadah organisasi yang berfungsi
sebagai alat pemersatu dan pembela kepentingan pegawai sehingga dapat
meningkatkan jiwa korsa pegawai. Untuk itu yang dibutuhkan adalah suatu
organisasi Serikat Pekerja yang kuat, didirikan dan didukung oleh sebanyak-
banyaknya pegawai agar dapat berperan secara optimal dalam membela
kepentingan pegawai serta meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui
peningkatan kesejahteraan pegawai dan keamanan serta menciptakan suasana
kerja yang kondusif.
Organisasi Serikat Pekerja menjadi sangat diperlukan kehadirannya dan
akan dirasakan secara langsung oleh setiap pegawai. Organisasi Serikat
Pekerja dapat menampung dan menyalurkan aspirasi pegawai,
memperjuangkan kepentingan pegawai dan keluarganya, khususnya yang
menyangkut hak dan kewajiban, membela pegawai dalam menghadapi
masalah hubungan industrial. Selain itu juga sebagai wahana peningkatan
profesionalisme pegawai dan menyusun kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban kepegawaian serta syarat-syarat yang
dituangkan ke dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama-sama antara perusahaan yang
diwakili oleh Manajemen dan pegawai yang diwakili oleh Serikat Pekerja.
Jelaslah melalui organisasi Serikat Pekerja akan dapat diciptakan suasana
kerja yang kondusif, kenyamanan dan keamanan kerja serta terwujud suasana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kerja yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan dengan profesionalisme
dan semangat kerja yang tinggi, jujur dan disiplin, pegawai dapat berperan
memajukan Perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pemerintah Indonesia telah berusaha secara maksimal dalam
mengupayakan regulasi yang utuh berkaitan dengan kegiatan serikat pekerja,
bahkan jauh sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Adapun aturan legislasi tersebut antara
lain meliputi :
a) Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Pasal 8 Kovenan hak sosial, ekonomi dan budaya, yaitu :
1) Negara-negara Pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin:
(a) Hak setiap orang untuk membentuk serikat pekerja dan
bergabung dengan serikat kerja pilihannya sendiri, yang
hanya tunduk pada peraturan organisasi yang
bersangkutan, demi kemajuan dan perlindungan
kepentingan ekonomi dan sosialnya. Tidak boleh ada
pembatasan pelaksanaan hak ini, kecuali pembatasan-
pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dan yang
diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi
kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum,
atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain.
(b) Hak setiap pekerja untuk membentuk federasi-federasi
atau konfederasi-konfederasi nasional, dan hak
konfederasi nasional untuk membentuk atau bergabung
dengan organisasi serikat pekerja internasional.
(c) Hak serikat pekerja untuk bertindak secara bebas, tidak
dapat dikenai pembatasan apapun selain pembatasan-
pembatasan yang ditetapkan hukum dan yang diperlukan
dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan
keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk
perlindungan hak dan kebebasan orang lain.
(d) Hak untuk melakukan pemogokan asalkan
pelaksanaannya sesuai dengan hukum Negara yang
bersangkutan.
2) Pasal ini tidak menghalangi dikenakannya pembatasan yang sah
atas pelaksanaan hak tersebut oleh anggota angkatan bersenjata,
kepolisian atau pemerintahan Negara.
3) Tidak satupun ketentuan dari pasal ini memberikan kewenangan
kepada Negara-Negara Pihak Konvensi Internasional Organisasi
Buruh Internasional 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perlindungan Hak Berorganisasi untuk mengambil langkah
legislatif apapun yang akan mengurangi atau menerapkan hukum
sedemikian rupa sehingga akan mengurangi jaminan-jaminan
yang telah diberikan Konvensi itu. Hak untuk membentuk dan
bergabung dalam serikat pekerja berhubungan erat dengan hak
atas kebebasan berserikat, yang diakui secara luas pada semua
hukum internasional tentang hak asasi manusia. Bersama dengan
hak untuk melakukan pemogokan, hak ini bersifat dasar apabila
hak para pekerja dan warga negara lain berdasarkan Kovenan ini
akan diterapkan.
b) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik
Pasal 20 Piagam PBB, yaitu everyone has the right to freedom of
peaceful assembly and association. No one may be compelled to belong
to an association. Pasal 22 Kovenan Hak Sipil dan politik, yaitu :
1) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang
lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan
serikat buruh untuk melindungi kepentingannya.
2) Tidak satu pun pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak
ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum, dan
diperlukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan
keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum,
perlindungan terhadap kesehatan atau moral masyarakat, atau
perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini
tidak boleh mencegah pelaksanaan pembatasan yang sah bagi
anggota angkatan bersenjata dan polisi dalam melaksanakan hak
ini.
3) Tidak ada satu hal pun dalam pasal ini yang memberi wewenang
pada Negara-negara Pihak pada Konvensi Organisasi Buruh
Internasional 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan atas Hak Berserikat untuk mengambil tindakan
legislatif yang dapat mengurangi, atau memberlakukan hukum
sedemikian rupa sehingga mengurangi, jaminan yang diberikan
dalam Kovensi tersebut.
c) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB
pada tahun 1945
Pada Pasal 23 :
1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak bebas memilih
pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yanga adil dan
menguntungkan serta berhak atas perlindungan akan
pengangguran;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang
sama untuk pekerjaan yang sama;
3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan
menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang
bermartabat baik dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika
perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya;
4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat
pekerja/serikat buruh untuk melindungi kepentingannya.
d) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Menurut Krisna Harahap pengertian dari Hak Asasi Manusia
seperti dikemukakan oleh Jan Martenson dari Komisi Hak Asasi Manusia
PBB dapat disimpulkan dalam kalimat :
“Human Right could be generally defined as those rights which are
inherent in our nature and without which we can not live as human
being”.
Dengan demikian, menurut Jan Martenson, Hak Asasi Manusia itu
merupakan hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak tersebut,
manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia (Krisna Harahap, 2004 : 2).
Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan Undang-Undang” yang berarti adanya :
1) Hak berserikat dan berkumpul
2) Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat)
Kewajiban untuk memiliki kemampuan berorganisasi dan
melaksanakan aturan-aturan lainnya, diantaranya: semua organisasi harus
berdasarkan pada Pancasila asasnya.
e) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 23 :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan
politiknya.
2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan
atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan
memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 24 :
1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai.
2) Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan
partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya
untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan
penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan,
penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan.
Pasal 25 :
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum,
termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan
perUndang-Undangan.
f) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh
Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik
secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan
yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara. Untuk
mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk
dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Serikat pekerja/serikat
buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan
membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta
keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keberadaan serikat pekerja saat ini lebih terjamin dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat
pekerja/serikat buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3898). Sebelum adanya Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh,
kedudukan serikat pekerja secara umum dianggap hanyalah sebagai
kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang menereskan
aspirasi anggotanya. Hal ini karena pada masa Orde Baru serikat pekerja
atau serikat buruh hanya diperbolehkan satu yaitu serikat pekerja seluruh
Indonesia (SPSI). Pada masa Orde Baru itu pulalah muncul suatu serikat
buruh tandingan SPSI yaitu serikat buruh seluruh Indonesia (SBSI) di
bawah Mochtar Pokpohan. Karena tidak dikehendaki oleh pemerintah
Soeharto, akhirnya ia ditahan dan bebas setelah era reformasi.
Pada masa reformasi setelah adanya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, dimungkinkan
dibentuk serikat buruh/ pekerja lebih dari satu. Hal ini menyebabkan
keberadaan serikat pekerja/serikat buruh banyak didirikan di satu
perusahaan. Sayangnya karena ketidak siapan buruh melaksanakan hak
berserikat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengeruk
keuntungan bagi kepentingannya sendiri dengan menjual bangsa.
Dikatakan demikian karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh diperbolehkan serikat
pekerja/buruh itu menerima sumbangan dana dari negara lain. Sering
pula keberadaan serikat pekerja/buruh yang lebih dari satu jumlahnya di
satu perusahaan justru memicu terjadinya perselisihan perburuhan yang
dapat berakibat mogok kerja yang seharusnya justru bertentangan dengan
tujuan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang
serikat pekerja/serikat buruh tersebut.
Pengertian Serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat
pekerja/serikat buruh, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk
dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun
diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan
buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Pasal ini tidak dijadikan dasar dalam Pasal- Pasal selanjutnya, dan
bertentangan dengan prinsip hak berserikat buruh, misalnya Pasal 2 Ayat
(2).
Pasal 2 Ayat (2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan ini mengharuskan setiap
Serikat buruh hanya boleh ada di Indonesia asalkan mempunyai asas
yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang- Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini bertentangan
dengan prinsip hak berserikat, khususnya kebebasan organisasi untuk
berfungsi : menjamin kerangka kegiatan ; administrasi, aktivitas dan
program.
Pasal 4 Ayat (1), Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Hal ini
sama juga membatasi tujuan Serikat Buruh. Tidak boleh dirumuskan
tujuan lainnya.
Pasal 4 Ayat (2), yaitu Untuk mencapai tujuan sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :
1) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan industrial;
2) sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-
undangan yang berlaku;
4) sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
5) sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
6) sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan
saham dalam perusahaan.
Hal ini dapat ditafsirkan sama juga membatasi fungsi Serikat
Buruh. Tidak boleh dirumuskan fungsi lainnya, misalnya yang berkaitan
dengan solidaritas antar Serikat buruh internasional.
Pasal 5 Ayat (1), yaitu Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk
oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Jumlah ini
terlalu sedikit, dan terlalu longgar. Akan berdampak negatif dengan
kemungkinan muncul 100 Serikat Buruh dalam satu perusahaan yang
mempunyai buruh 1000 orang.
Pasal 9, Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh
tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik,
dan pihak manapun. Ketentuan ini dilemahkan oleh Pasal-Pasal lainnya.
Misalnya berdasarkan surat telegram Kapolri Nomor Pol STR/227/2001
tertanggal 31 Mei 2001 dan surat Kapolda Metro Jaya Nomor Pol :
B/6741/VIII/1997 Datro tertanggal 5 Agustus 1997, secara jelas
melarang anggota satpam berserikat karena mengganggap Satpam sama
seperti polisi. Adanya alasan mengapa satpam tidak mempunyai hak
untuk berserikat hanya dititik beratkan pada alasan keamanan negara.
Ada ketakutan pada Polri selaku petugas penjaga keamanan akan
pemberian hak berserikat bagi satpam. Ketakutan akan keberpihakan
satpam dalam membela kelompok pekerja/ buruh yang satu serikat
dengannya. Hal ini tidak dapat dibenarkan. Termasuk pegawai negeri
yang hanya dapat berorganisasi di Korpri saja
(http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Kovenan+Internasional+Ha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
k-
Hak+Ekonomi%2C+Sosial+dan+Budaya+yang+mengatur+hak+berserik
at&source=web&cd=9&ved=0CFMQFjAI&url=http%3A%2F%2Fimage
s.asri1wj.multiply.com%2Fattachment%2F0%2FST4qqwoKCpcAAG8e
Qe01%2FPETA%2520HAK%2520BERSERIKAT%2520BURUH%252
0DI%2520INDONESIA%2520TG%25201.doc%3Fnmid%3D144620035
&ei=dDh6T_76AoiriAeO6aWKAw&usg=AFQjCNHhXzJBndhoN07KB
t2pKlW2tIPL6A).
Pasal 18 Ayat (1), Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk
memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
Pasal ini dilemahkan dengan ketentuan Pasal 25 Ayat (1), berkaitan
dengan hak atau kewenangan Serikat Buruh yang telah dicatatkan.
Ketentuan Pasal 25 Ayat (1), yaitu : Serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah
mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
1) membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
2) mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan
industrial;
3) mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
4) membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
5) melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku.
Fungsi pencatatan ini, ternyata dijadikan dasar bagi keabsahan
atau pengakuan keberadaan serikat Buruh. Hanya Serikat Buruh yang
didaftarkan saja yang dapat berperkara di Pengadilan Hubungan
industrial.
Pasal 29, yaitu :
1) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus
dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan
kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam
perjanjian kerja bersama.
2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja
bersama dalam Ayat (1) harus diatur mengenai:
(a) jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
(b) tata cara pemberian kesempatan;
(c) pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak
mendapat upah
Pasal 31 Ayat (1), Dalam hal bantuan pihak lain, berasal dari luar
negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
Pada awalnya tujuan adanya pemberitahuan laporan keuangan
kepada instansi adalah pencegahan terhadap tindak penyalahgunaan yang
dilakukan pengurus Serikat Buruh. Dikhawatirkan pemberitahuan
laporan keuangan itu akan memudahkan pemerintah dalam mencampuri
program kerja Serikat Buruh.
Pasal 36, dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 tidak mencapai kesepakatan, perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, perselisishan ini menjadi
kewenangan Pengadilan hubungan industrial, yang semestinya menjadi
kewenangan arbitarse karena menyangkut kebijakan.
g) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Sebagaimana diketahui bahwa peraturan ketenagakerjaan yang
dipakai sekarang adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
mengenai Ketenagakerjaan. Dari peraturan tersebut dapat diketahui
mengenai asas, tujuan dan sifatnya. Mengenai asas ini dapat dilihat
dalam Pasal 3 yaitu bahwa pembangunan ketenagakerjaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional
lintas sektor pusat dan daerah. Asas ini pada dasarnya sesuai dengan asas
pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil, dan merata
(Abdul Khakim, 2003:6). Sedangkan tujuan dari peraturan ini menurut
Manulang ialah untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam
bidang ketenagakerjaan sekaligus untuk melindungi tenaga kerja
terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha (Abdul Khakim,
2003:7). Kemudian mengenai sifat hukum peraturan ini menurut Budiono
membagi menjadi sifatnya yang imperatif dan fakultatif. Bersifat
imperatif artinya harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.
Bersifat fakultatif artinya dapat dikesampingkan pelaksanaannya (Abdul
Khakim, 2003:8).
Dalam operasionalnya Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tidak
bisa dilakukan secara langsung. Dalam artian bahwa perlu adanya
penjabaran untuk mengatur hubungan antara pekerja dan pengusaha.
Penjabaran tersebut salah satunya adalah Perjanjian Kerja Bersama
(PKB). PKB merupakan hasil dari kesepakatan untuk melakukan
pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan serikat pekerja.
Dapat dilihat bahwa dibuatnya PKB adalah untuk mengatur syarat-syarat
kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Demikian pula bahwa PKB
adalah merupakan perjanjian induk yang harus diperhatikan dalam
membuat perjanjian kerja. Berdasarkan aturan normatif itulah maka
dalam implementasinya PT. PLN (Persero) menerapkan aturan yang ada
dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Pihak
Manajemen dan Serikat Pekerjanya.
h) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI)
Dalam melakukan pekerjaan seseorang dapat melakukan usaha
sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain serta dapat bekerja untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pihak lain. Dengan seseorang bekerja pada orang lain tersebut maka akan
menimbulkan keterkaitan dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-
masing. Maka untuk itu diperlukan suatu aturan yang dapat
menjembatani kebutuhan semua pihak. Perkembangan ketenagakerjaan
yang ada di Indonesia sudah sedemikian lamanya. Dalam perkembangan
tersebut tentunya terdapat dinamika yang mengambarkan bagaimana
hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja yang sangat komplek.
Kemungkinan yang dapat terjadi dari hubungan kerja yang tidak
seimbang adalah dapat terjadi perselisihan dalam melakukan pekerjaan.
Perkembangan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia sudah
sedemikian lamanya. Dalam perkembangan tersebut tentunya terdapat
dinamika yang mengambarkan bagaimana hubungan ketenagakerjaan
adalah hubungan kerja yang sangat komplek. Kemungkinan yang dapat
terjadi dari hubungan kerja yang tidak seimbang adalah dapat terjadi
perselisihan dalam melakukan pekerjaan.
Dalam bidang perburuhan timbulnya perselisihan antara pengusaha
dengan para buruh biasanya berpokok pangkal karena adanya perasaan-
perasaan kurang puas. Pengusaha memberikan kebijakasanaan-
kebijaksanaan yang menurut pertimbangannya sudah baik dan bakal
diterima oleh para buruh namun karena buruh-buruh yang bersangkutan
mempunyai pertimbangan dan pandangan yang berbeda-beda, maka
akibatnya kebijaksanaan yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak
sama, buruh yang merasa puas akan tetap bekerja dengan semakin
bergairah sedangkan bagi buruh yang tidak puas akan menunjukkan
semanggat kerja yang menurun hingga terjadi perselisihan. Secara umum
bahwa yang menjadi pokok pangkal kekurangpuasan itu berkisar pada
masalah-masalah (H. Zainal Asikin, 2004: 202) : a) pengupahan; b)
jaminan sosial; c) perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan
kurang sesuai kepribadian; d) daya kerja dan kemampuan kerja yang
dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban; e) adanya
masalah pribadi. Mengenai perselisihan perburuhan ini dibedakan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perselisihan hak (rechtsgeschillen) dan perselisihan kepentingan
(belangen-geschillen). Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul
karena satu pihak tidak memenuhi isi perjanjian kerja, perjanjian
perburuhan, peraturan majikan ataupun menyalahi ketentuan hukum.
Sedangkan perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang terjadi
akibat dari perubahan syarat-syarat perburuhan atau dengan kata lain
perselisihan yang timbul berhubung dengan tidak adanya persesuaian
paham mengenai syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan (H.
Zainal Asikin, 2004: 205-206). Dalam pengaturan ketenagakerjaan yang
baru konsep yang dipakai adalah perselisihan hubungan industrial, yaitu
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja
serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan (Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan).
Untuk mengatur hubungan tersebut maka diperlukan peraturan
dalam bidang ketenagakerjaan yang dapat dipakai sebagai rambu maupun
aturan normatif bagi pelaksanaan kerja. Hal tersebut menginggat
kedudukan pekerja yang lebih lemah dari pengusaha. Maka dengan
demikian hendaknya peraturan tersebut dapat mencapai keadilan sosial
untuk melindungi pekerja atau buruh. Dalam hal ini pemerintah
mengakomodasinya dalam peraturan perUndang-Undangan dengan di
sahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
i) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang
Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of
Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi)
Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga
dituangkan dalam Konvensi International Labour Organitation (ILO)
Nomor 87 Tahun 1956 tentang Freedom Of Association and Protection
Of The Right to Organize (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan
Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi), dimana
pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And
Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang
Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) yang
berbunyi sebagai berikut :
3. Pasal (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83
Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi). “Para pekerja dan Pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak
untuk mendirikan dan menurut aturan organisasi masing-masing
bergabung dengan organisasi-organisasi atas pilihan mereka sendiri
tanpa pengaruh pihak lain;”
4. Pasal (4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83
Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) “Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau
dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif.”
2. Kesesuaian Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)
dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
Sebelum terbentuknya organisasi serikat pekerja, seluruh pegawai PT.
PLN (Persero), seperti juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, secara
otomatis menjadi anggota KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia).
Memasuki masa reformasi, geliat keinginan para pegawai PT. PLN (Persero)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk membentuk organisasi sebagai wadah pegawai yang benar-benar dapat
mengakomodasi kepentingan mereka, mulai terasa pada penghujung tahun
1998. Di mana pihak manajemen harus memberi kebebasan kepada para
pekerjanya dan tidak mengintervensi pembentukan serikat pekerja. John
Logan dalam British Journal of Industrial Relations menjelaskan bahwa
(John Logan, 2006 : 44) :
Hughes recommends that companies state explicitly their dedication
to a union-free environment. He suggests that, from the point that
employees are first hired, firms tell them: ‘This is a union-free
operation, and it is our desire that it always will be that way’ (Hughes
1984; Hughes and DeMaria 1984). Hughes stresses that managers
and supervisors must be willing and able to convey the firm’s union-
free philosophy. Indeed, he views this as a proxy for his or her loyalty
to the firm: ‘Every person in a leadership role must accePT. the
union-free responsibility as part of the job, or leave . . . Disagreement
with or deviation from this goal cannot be tolerated on the part of any
manager or supervisor.’ As to what to do with those who are
unwilling or unable to commit to the firm’s union-free goals, Hughes
suggests that employers ‘place them with your competitors . . . Either
they share in the belief system or they cannot be managers in your
organization’ (Hughes 1984). In the 1970s–1990s, a growing number
of corporations issued explicit statements of their unionfree
philosophies. Reflecting the growing popularity of union-free
statements, the National Association of Manufacturers’ Council on a
Union-Free Environment published a booklet, Union-Free Position
Statements — Samples from 50 Companies (by Edward J. Dowd, Jr.).
Hal tersebut tercermin pada pertemuan pada tanggal 3 Desember 1998
antara Pengurus Korpri dengan perwakilan pegawai di Gedung Penunjang
Lantai 2 Kantor Pusat PT. PLN (Persero). Pertemuan itu membuahkan
rencana dibentuknya Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah Organisasi
Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero), dan sambil menunggu
terbentuknya organisasi tersebut, maka KORPRI dibubarkan oleh Direktur
Utama PT. PLN (Persero) dan untuk membina pegawai di luar kedinasan
dibentuklah wadah yang disebut dengan BKK (Badan Kesejahteraan
Karyawan). Pada Musyawarah Nasional (MUNAS) KORPRI yang
dilaksanakan pada tanggal 15 s/d 17 Februari 1999, dan diikuti oleh kurang
lebih 900 peserta terdiri dari 483 unsur (Pusat, Departemen, Propinsi, DT II,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BUMN/D, Lembaga-lembaga Negara), tercetuslah hasil bahwa keanggotaan
KORPRI bagi pegawai BUMN bersifat STELSEL AKTIF, yang berarti
keanggotaanya tidak secara otomatis (berdasar unsur sukarela). Dengan hasil
MUNAS KORPRI itu, semakin terbuka lebarlah kesempatan untuk
membentuk organisasi Serikat Pekerja (
http://serikatpekerjapln.org/sejarah_sp.php).
Diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang
Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 83 tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number
87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To
Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan
Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) pada masa pemerintahan Presiden
BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap pekerja/pegawai disetiap
perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk anak-anak
perusahaannya dapat mendirikan atau masuk pada suatu organisasi Serikat
Pekerja secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain. Organisasi yang
dimaksud adalah organisasi Serikat Pekerja yang sifatnya mandiri/independen
dan tidak berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan untuk
mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan
tertentu melainkan bertujuan memperjuangkan/membela kepentingan
pekerja/pegawai dan keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk
meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai dalam rangka mewujudkan
suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja dan
produktivitas kerja.
Seiring dengan hal tersebut, Kementrian Pendayagunaan BUMN
dengan pertimbangan bahwa kondisi kinerja BUMN akan lebih terkendali
jika serikat pekerja di lingkungan BUMN terbentuk secara internal, segera
mengadakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan tersebut berupa Workshop tentang
Pembentukan Serikat Pekerja pada tanggal 18 Februari 1999 di gedung
Sucofindo Jakarta dan Lokakarya Pembentukan Serikat Pekerja dilingkungan
BUMN pada tanggal 22 s/d 23 Maret 1999. Ir. Ahmad Daryoko dan dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang dari kepegawaian mewakili PLN mengikuti lokakarya ini. Kemudian
Menteri Negara Pendayagunaan BUMN cq. Staf Ahli Bidang Komunikasi
dan Pengembangan SDM menerbitkan surat Nomor S.19/MSA-
5/BUMN/1999 tanggal 15 Maret 1999 perihal Instruksi Memfasilitasi
Pendirian Serikat Pekerja
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47%3Ase
lamat-datang&catid=35%3Aselamat-datang&Itemid=1).
Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dapat berperan secara
optimal sesuai dengan fungsi dan tujuan bila memiliki visi, misi, arah dan
tujuan melalui penyusunan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serta
program kerja organisasi dan memilih pengurus organisasi. Hanya dengan
dilandasi semangat kebersamaan serta berpikir positif organisasi Serikat
Pekerja PT. PLN (Persero) yang didukung seluruh pegawai (Kantor Pusat dan
unit-unit diseluruh pelosok nusantara) dapat menyatukan seluruh Pegawai PT.
PLN (Persero). Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) adalah Organisasi yang sah dan
terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.
385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah tercatat pada Kantor
Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan Nomor Bukti
Pencatatan Nomor : 22/ V/N/IV/ 2001 tanggal 6 April 2001.
Pusat Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) sejak berdirinya
pada 18 Agustus 1999 sampai saat ini di Gedung I Lantai 3 PT. PLN
(Persero) Kantor Pusat, Jalan Trunojoyo Blok M I/135 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan dan anggotanya tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan Struktur Organisasi sebagai berikut :
1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SP PLN berkedudukan di Gedung I
Lantai 3 PT. PLN (Persero) Kantor Pusat, Jalan Trunojoyo Blok M
I/135 Kebayoran Baru Jakarta Selatan;
2) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SP PLN berkedudukan di Wilayah
Propinsi atau tingkat Unit Wilayah PLN;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SP PLN berkedudukan di
Kabupaten/ Kota atau PLN tingkat Cabang;
4) Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) SP PLN berkedudukan
ditingkat ranting atau Sub Region.
Pada tanggal 31 Mei 2007 Sdr. Ahmad Daryoko terpilih sebagai
Ketua Umum melalui Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai
dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta, terpilih secara aklamasi dalam Pemilihan
Ketua Umum dengan sistem Formatur Tunggal untuk Masa Bhakti 2007-
2011, sudah diberitahukan dan diklarifikasi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Jakarta Selatan dengan Nomor surat : 4496/ - 1.838, tanggal
05 Nopember 2009, perihal pemberitahuan, dan Nomor : 3164/ - 1.835.3,
tanggal 10 Juni 2010, Perihal Klarifikasi Pencatatan Organisasi Serikat
Pekerja PT. PLN (Persero) dan Keputusan Mubes Nomor 11/SK/MUBES/SP-
PLN/2007
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb
ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept-
humas&Itemid=61).
Pada tanggal 15 Oktober 2009 telah ada suatu pertemuan/ rapat yang
dihadiri oleh Pengurus DPP SP PLN dan DPD SP PLN Seluruh Indonesia dan
Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum DPP SP PLN tidak diberikan
undangan rapat, bahkan peserta rapat banyak yang protes atas kejadian
tersebut dan dalam notulen yang intinya adalah hasil Keputusan Musyawarah
Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta
adalah sah dan Sdr. Ahmad Daryoko masih selaku Ketua Umum Dewan
Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT. PLN (PERSER) dan ada usulan
Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB) yang dilaksanakan oleh
DPP SP PLN pada tanggal 4-5 Nopember 2009. Pimpinan Sidang rapat dan/
atau yang mengundang acara rapat tersebut Saudara Iman Kukuh Pribadi dan
Herman tanggal 15 Oktober 2009 tidak menyampaikan hasil notulen rapat
tersebut kepada Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum yang sah sesuai
hasil notulen tersebut, bahkan diketahui yang bersangkutan beserta pengurus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lainnya sudah membuat kepanitiaan acara Musyawarah Nasional Luar Biasa
tanpa ijin dan persetujuan Ketua Umum yang sah. Pada tanggal 22 Oktober
2009 Ketua Umum DPP SP PLN yang masih sah sesuai dengan AD/ART
masih melekat hak dan kewajibannya untuk menjalankan tugas Organisasi SP
PLN memutuskan melakukan perubahan pengurus DPP SP PLN periode
2007-2011 dan sudah disampaikan pemberitahuannya kepada Kepala Kantor
Suku Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta selatan dan Direktur
Utama PT. PLN (Persero). Adanya informasi ataupun kenyataan beberapa
orang yang sudah tidak menjadi pengurus DPP SP PLN mempengaruhi dan
mengundang DPD SP PLN seluruh Indonesia untuk menyelenggarakan
Musyawarah Nasional Luar Biasa pada tanggal 19-20 Nopember 2009 di
Kota Medan dan difasilitasi oleh Manajemen PT. PLN (PERSERO) hal ini
sangat merugikan kepentingan DPP SP PLN yang diketuai Ir. Ahmad
Daryoko dan bahkan suatu pengingkaran amanah organisasi karena tidak
sesuai dengan AD/ART SP PLN sebagaimana hasil Musyawarah Besar SP
PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogjakarta
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb
ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept-
humas&Itemid=61). Berdasarkan Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga SP PLN
menyatakan bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diadakan atas
permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Dewan
Pimpinan Daerah yang salah satu wewenangnya berdasarkan Pasal 19
Anggaran Rumah Tangga SP PLN adalah untuk memilih dan mengesahkan
Ketua Umum/Ketua Formatur melalui pemilihan langsung.
Direktur Utama PT. PLN (PERSERO) tanggal 23 April 2010 telah
melakukan Penandatanganan PKB 2010-2012 dengan Saudara Riyo
Supriyanto, memberikan segala fasilitas bantuan biaya hanya kepada kegiatan
Serikat Pekerja PLN yang Ketuanya Riyo Supriyanto yang menggunakan
Logo/Lambang dan Nama yang sama dengan Logo/Lambang dan Nomor
Pencatatan atas organisasi SP PLN yang Ketua Umumnya Ir. Ahmad
Daryoko, hal ini membuktikan adanya intervensi Manajemen PT. PLN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(PERSERO) terhadap masalah internal organisasi SP PLN bahkan ditengarai
bertujuan untuk melemahkan kedudukan Hukum (legal standing) terhadap
Ahmad Daryoko selaku Pemohon Yudicial Review Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap Pasal. 33 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia , sehingga sikap dan tindakan dari Manajemen PT. PLN
(PERSERO) tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma-
norma/kaedah kepatutan maupun ketentuan perundangan yang berlaku
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb
ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept-
humas&Itemid=61).
Dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Medan pada
19 Nopember 2009. Saat itu Riyo terpilih sebagai Ketua Umum DPP SP PLN
dengan dukungan 31 wilayah dari total 36 DPD. Hal ini sudah memenuhi
syarat prosentasi dukungan minimal, dan kemudian kepengurusan di bawah
pimpinan Riyo pula yang akhirnya menandatangani Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) dengan PT PLN Persero yang telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No.
KEP.66/PHIJSK-PKKAD/PKB/V/2010.
Akan tetapi, pada tanggal 31 Mei 2007 Sdr. Ahmad Daryoko terpilih
sebagai Ketua Umum melalui Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29
sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta, terpilih secara aklamasi dalam
Pemilihan Ketua Umum dengan sistem Formatur Tunggal untuk Masa Bhakti
2007-2011, sudah diberitahukan dan diklarifikasi oleh Kepala Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan dengan Nomor surat : 4496/ - 1.838,
tanggal 05 Nopember 2009, perihal pemberitahuan, dan Nomor : 3164/ -
1.835.3, tanggal 10 Juni 2010, Perihal Klarifikasi Pencatatan Organisasi
Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dan Keputusan Mubes Nomor
11/SK/MUBES/SP-PLN/2007
Keputusan Musyawarah Besar merupakan suatu perikatan para pihak
antara pemberi dan penerima mandat, artinya ketika para pihak sudah sepakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
maka kesepakatan itu merupakan undang-undang tertinggi bagi para pihak.
Sudah memenuhi Pasal 1338 kitab undang-undang hukum perdata “Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya” Hubungan antara Ketua Umum terpilih sebagai
penerima mandat dengan pemberi mandat pada Mubes adalah Kesepakatan
tertinggi bagi para pihak artinya Keputusan Mubes adalah ketetapan tertinggi
organisasi SP PLN yang dilaksanakan 4 tahun sekali. Dimana dalam Mubes
tersebut ditetapkan bahwa Ahmad Daryoko adalah Ketua Umum SP PLN
periode 2007-2011. Munaslub berdasarkan Pasal 20 Anggaran Rumah
Tangga SP PLN diselenggarakan apabila organisasi mengalami keadaan yang
sangat genting sehingga mengancam kelangsungan hidup organisasi,
sedangkan Munaslub yang diselenggarakan di Medan dilakukan atas dasar
pensiunnya Ahmad Daryoko per 1 Juni 2009 yang dianggap keadaan genting.
Akan tetapi berdasarkan Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga SP PLN
dijelaskan bahwa pemberhentian pengurus adalah atas dasar : meninggal
dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan karena tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dan atau tidak memenuhi ketentuan sebagai
pengurus. Sedangkan dalam AD/ART SP PLN sendiri tidak ada ketentuan
yang memuat syarat-syarat menjadi pengurus SP PLN.
Sesuai AD/ART Organisasi SP PLN acara Musyawarah Nasional/
Musyawarah Nasional Luar Biasa fungsi dan tugasnya sama, harus memenuhi
ketentuan formil dan materiilnya di mana waktu dan tempatnya ditentukan
oleh DPP SP PLN, Penanggung Jawab atas acara adalah Ketua Umum SP
PLN, bukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan seluruh
pengurus DPP SP PLN. Manajemen PT. PLN (PERSERO) tidak mempunyai
wewenang dan kompetensi untuk intervensi persoalan Internal Organisasi SP
PLN, ataupun memihak menyatakan suatu organisasi Serikat Pekerja
dilingkungan perseroan sah atau tidak, yang berwenang untuk melakukan
Verifikasi dan pencatatan suatu Organisasi serikat Pekerja/Serikat Buruh
adalah Instansi Pemerintah yang membidangi ketenagakerjaan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kantor Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi setempat.
Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh tidak diatur bahwa
adanya kewajiban bagi pekerja untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada
perusahaan sebelum mendirikan serikat pekerja/serikat buruh. Yang diatur
dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh adalah pemberitahuan
setelah serikat pekerja/serikat buruh itu mencatatkan diri ke dinas Tenaga
Kerja Setempat (Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
Tentang Serikat pekerja/serikat buruh). Akan tetapi dengan tidak
terpenuhinya ketentuan administrasi dalam pendaftaran SP ke Dinas Tenaga
Kerja di mana pihak SP yang lain mendaftarkan SP yang baru dengan logo,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang sama dengan SP
sebelumnya adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sehingga Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti
pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal tersebut.
B. Pelaksanaan Fungsi Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO)
Belum adanya ketentuan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang Fungsi Serikat Pekerja/Buruh mengakibatkan diperlukan
adanya interpretasi dari ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 (Asri Wijayanti, 2009 :92). Dalam fungsinya sebagai sebuah organisasi
Serikat Pekerja, Serikat Pekerja di PLN (PERSERO) melaksanakan hal-hal
sebagai berikut :
1. Sebagai Pihak dalam Pembuatan PKB dan Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan
Fungsi pertama dari Serikat Pekerja/Buruh adalah sebagai pihak dalam
penyusunan perjanjian kerja bersama atau PKB. Istilah perjanjian kerja
bersama (PKB) ada setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tahun 2000, dimaksudkan untuk menggantikan kedudukan kesepakatan kerja
bersama (KKB). Pembuat Undang-Undang menganggap pengertian dari PKB
sama dengan KKB. PKB merupakan terjemahan dari Collective Labour
Agreement (CLA). Sentanoe Kertonegoro, menganggap KKB tidak sama
dengan PKB, menurutnya Perjanjian Kerja Bersama adalah:
a. Dasar dari individualisme dan liberalisme (free fight liberalisme)
berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha adalah dua pihak
yang mempunyai kepentingan yang berbeda dalam perusahaan.
b. Mereka bebas melakukan perundingan dan membuat perjanjian tanpa
campur tangan pihak lain.
c. Dibuat memlalui perundingan yang bersifat tawar-menawar (bargaining)
masing-masing pihak akan berusaha memperkuat kekuatan tawar-
menawar, bahkan dengan menggunakan senjata mogok dan pemogokan
perusahaan.
d. Hasilnya adalah perjanjian yang merupakan keseimbangan dari kekuatan
tawar-menawar.
Adapun Kesepakatan Kerja Bersama (Sentanoe Kertonegoro, 1999 :
106), yakni :
a. Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara
pekerja dan pengusaha terdapat hubungan yang bersifat kekeluargaan dan
gotong royong.
b. Mereka bebas melakukan perundingan dan memuat perjanjian asal saja,
tetapi memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat,
bangsa, dan negara.
c. Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan
tawar-menawar, tetapi yang diperlukan sifat yang keterbukaan, kejujuran,
dan pemahaman terhadap kepentingan semua pihak. Kehadiran serikat
pekerja dalam rangka meningkatkan kerja sama dan tanggung jawab
bersama.
d. Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang merupakan titik optimal yang
bisa dicapai menurut kondisi yang ada, dengan memperhatikan
kepentingan semua pihak.
Apabila dicermati pendapat Sentanoe mengenai perbedaan antara
PKB dengan KKB, tampak ada peluang yang dapat dipergunakan oleh
majikan dalam memanfaatkan suatu keadaan dari pengertian KKB, lebih
ditekankan semua pihak tidak hanya mengutamakan kepentingannya, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harus memperhatikan juga kepentingan bangsa dan negara. Sebagai contoh
pemerintah telah menetapkan upah minimum provinsi/kota.
Ketentuan upah minimum provinsi yang selanjutnya disebut
dengan UMP itu seolah-olah dijadikan dasar bagi majikan untuk
memberikan upah kepada buruhnya selama-lamanya tanpa melihat lama
kerja buruh, prestasi, atau keuntungan yang diperoleh perusahaan. Memang
ada peningkatan upah berdasarkan lamanya masa kerja dan prestasi, tetapi
apabila dibandingkan dengan perolehan keuntungan majikan sangat jauh.
Ada dalih dari majikan untuk tidak memberikan kenaikan upah bagi
buruhnya di atas ketentuan UMP, yaitu perusahaan bisa saja memberikan
kenaikan upah berdasarkan presentasi keuntungan yang diperoleh
perusahaan, tetapi hal ini tidak dilaksanakan karena nanti akan diprotes oleh
perusahaan yang sejenis yang dapat mengakibatkan pemogokan kerja di
perusahaan lainnya, sehingga mengganggu stabilitas nasional. Dari uraian
itu, paradigma dari KKB ke PKB memberikan posisi mandiri bagi serikat
pekerja untuk berperan dalam pembuatan PKB.
Sebagai pihak yang terlibat dalam pembuatan PKB saat ini ternyata
menimbulkan problema. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimungkinkan terbentuk lebih
dari satu Serikat Pekerja/Buruh di satu perusahaan. Hal ini belum pernah
terjadi sebelumnya. Pada masa itu karena Serikat Pekerja/Buruh hanya
diakui satu di seluruh Indonesia, yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia
(SPSI) maka hanya SPSI unit kerja PT. X saja yang berhak sebagai pihak
dalam pembuatan KKB apabila jumlahnya memenuhi ketentuan jumlah
anggotanya adalah minimum 50% dari jumlah pekerja yang ada di
perusahaan itu. Hal ini diatur dalam Pasal 130 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Konvensi ILO Nomor 87 tentang
Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, yaitu pengusaha
dan pekerja mempunyai hak untuk membentuk dan tunduk hanya pada
peraturan organisasi yang bersangkutan, serta bergabung dengan organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pilihannya sendiri. Adanya monopoli serikat pekerja pada saat itu dalam
wadah SPSI menurut Soentanoe.
Hanya dapat dibuat dalam hubungannya dengan perwakilan
(representative) untuk maksud perundingan kolektif, konsultasi
oleh pemerintah atau penunjukan wakil-wakil pada organisasi
internasional. Tetapi tidak boleh digunakan untuk mencegah
berfungsinya organisasi minoritas. Organisasi-organisasi minoritas
setidak-tidaknya harus memiliki hak untuk melakukan perwakilan
atas nama para anggotanya dan mewakili anggota dalam hal
keluhan-keluhan individual.
Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
maka ketentuan yang menyatakan bahwa hanya serikat pekerja yang
didukung oleh 50% dari jumlah pekerja yang ada memerlukan penafsiran
hukum karena apabila ketentuan itu dipaksakan maka serikat pekerja yang
tidak di dukung oleh 50% jumlah buruh yang ada tidak akan dapat
berkedudukan sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Serikat Pekerja/Buruh
tersebut harus berupaya untuk mencari dukungan untuk memperbanyak
jumlah anggotanya, supaya dapat mencapai angka 50%. Kesulitan lain akan
timbul apabila ternyata di suatu perusahaan terdapat lebih dari satu Serikat
Pekerja/Buruh sementara dari serikat yang telah ada itu belum mencapai
dukungan oleh 50% jumlah buruh yang ada.
Penafsiran hukum itu di antaranya adalah meniadakan ketentuan
banyaknya presentasi dukungan terhadap serikat buruh itu dari jumlah buruh
yang ada. Semua Serikat Pekerja/Buruh yang telah ada di perusahaan itu
mempunyai kedudukan yang sama dan berhak sebagai pihak dalam
pembuatan PKB tanpa memperhatikan presentasi dukungan dari jumlah
buruh yang ada. Adapun jumlah anggota dari satu serikat buruh yang akan
ikut berunding dalam pembentukan PKB ditentukan berdasarkan presentasi.
Misalnya, di suatu perusahaan terdapat lima serikat buruh, yaitu :
a. Serikat Buruh A di dukung oleh 30% dari jumlah buruh yang ada,
b. Serikat Buruh B di dukung oleh 20% dari jumlah buruh yang ada,
c. Serikat Buruh C di dukung oleh10% dari jumlah buruh yang ada,
d. Serikat Buruh D di dukung oleh 30% dari jumlah buruh yang ada, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Serikat Buruh E di dukung oleh 10% dari jumlah buruh yang ada.
Semua serikat buruh yaitu ABCD dan E mempunyai kedudukan
yang sama sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Hanya saja wakil serikat
buruh yang telah ada itu untuk dapat menjadi pihak yang akan melakukan
perundingan ditentukan berdasarkan presentasi perolehan dukungan. Hal ini
disebut dalam Pasal 130 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan dengan menugaskan seluruh serikat pekerja/buruh
yang ada di perusahaan itu untuk melakukan tim perunding secara
proporsional.
Ketentuan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih dari
satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh
dalam perundingan pembuatan PKB apabila :
1) jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari
seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak
terpenuhi ;
2) serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga
tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh
jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam
perundingan dengan pengusaha.
3) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk
tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional
berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat
buruh.
Dari ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar
Serikat Buruh dapat menjadi pihak dalam perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah anggotanya 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang
bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% lima puluh
perseratus) dari seluruh jumlah buruh di perusahaan tersebut maka berhak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk mewakili buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja
bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang
keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah
anggota masing-masing serikat buruh.
Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis
dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal
perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia,
maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil
terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah
memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21
Kep.48/Men/IV/2004 tentang tentang Tata cara Pembuatan dan
pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan
Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya
harus memuat :
1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota;
4) hak dan kewajiban pengusaha
5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh;
6) jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan
7) tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja bersama
haruslah paling sedikit memuat:
1) Hak dan kewajiban pengusaha;
2) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;
dan
4) Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
Selanjutnya fungsi Serikat Pekerja/Buruh yang lainnya adalah
sebagai pihak dalam penyelesaian perselisihan industrial. Perselisihan
hubungan industrial berdasarkan ketentuan ketentuan Pasal 1 angka 22
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antarserikat pekerja/buruh hanya
dalam satu perusahaan.
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa perselisihan
industrial dapat terjadi antara pengusaha dan pekerja, pengusaha atau
gabungan pengusaha dan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja.
Selain itu, perselisihan perburuhan itu obyeknya dapat meliputi :
1) Pelaksanaan norma kerja di perusahaan;
2) Pelaksanaan syarat-syarat kerja di suatu perusahaan;
3) Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja;
4) Kondisi kerja di perusahaan
Akan tetapi, dalam fungsinya sebagai wakil dalam pembuatan PKB
tahun PKB 2010-2012, tidak semua Serikat Pekerja dilibatkan dalam
pembuatan dan penandatangannya. Sehingga PKB baru yang dibuat tidak
mewakili semua kepentingan pekerja karena tidak melibatkan Serikat Pekerja
PLN yang diketuai oleh Ahmad Daryoko. Perbedaan antar PKB lama dan
PKB yang baru dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel. 1 Perbedaan Antara PKB Lama dan PKB yang Baru
Pasal Isi pasal PKB Lama PKB Baru Keterangan
Pasal
5
a. mewakili,
membela dan
mewakili,
membela dan
1.Terjadi
diskriminasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ayat
2
point
a
melindungi
anggotanya;
melindungi
kecuali
apabila terbukti
melanggar
peraturan
perundang2 an
dan
peraturan yang
berlaku di
lingkungan
Perseroan
kepada
anggota SP
yang
diindikasika
n
melakukan
pelanggaran
.
Pasal
5
Ayat
2
point
j
j. mencalonkan
anggotanya
untuk menjadi
anggota
Dewan
Pengawas Dana
Pensiun PLN
yang
menempatkan
anggotanya untuk
menjadi Dewan
Pengawasan dana
pensiun PLN yang
mewakili peserta,
dengan
jumlah dan
persyaratan
sesuai dengan
perundang2an
yang
berlaku
Hal ini lebih
tegas dan
Baik
Pasal
5
Ayat
2
point
k
Melakukan
perjalanan
Dinas untuk
kegiatan SP
yang biayanya
dibebankan pada
1.Fasilitas
untuk SP
bukan
hanya
berupa
SPPD, hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anggaran
operasional
serikat pekerja
yang telah
ditetapkan
ini
mengurangi
hak SP
2. semua
bantuan
fasilitas
untuk SP
adalah
bersifat
tidak
mengikat
Pasal
71
(lama
)
Pasal
61
(IL)
HAK ATAS
MANFAAT
PENSIUN
DAN
PENGEMBALIA
N
IURAN
PESERTA
3.) Untuk
menghitung
manfaat pensiun
dipergunakan
rumus
dasar sebagai
berikut:
Manfaat Pensiun
I = Faktor
Penghargaan X
Masa Kerja X
penghargaan
dasar pensiun
I
Manfaat Pensiun
II = Faktor
Penghargaan X
Masa Kerja X
PhDP
3.) untuk
menghitung
manfaat pensiun
dipergunakan
rumus dasar
sebagai berikut :
Manfaat pensiun =
faktor
penghargaan x
penghargaan dasar
pensiun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pasal
72
(lama
)
Pasal
62
(IL)
PEMUTUSAN
HUBUNGAN
KERJA
i. Dalam hal
Pegawai terkena
Pemutusan
Hubungan Kerja
(PHK)
sebagaimana
dimaksud dalam
Ayat (1),
diberikan uang
pesangon dan
uang
penghargaan
masa kerja
sesuai Pasal 61
1. Dalam hal
Pegawai terkena
Pemutusan
Hubungan Kerja
(PHK)
sebagaimana
dimaksud
dalam Ayat (1),
diberikan uang
pesangon dan
uang
penghargaan masa
kerja sesuai Pasal
51.
Pasal
78
(lama
)
Pasal
68
(IL
KETENTUAN
PERALIHAN
(1) Sebelum
berlakunya PKB
periode tahun
2006 –
2008, maka
ketentuan
pelaksanaan
KKB periode
tahun 2002–
2004 dan
perpanjangannya
a sesuai
Kesepakatan
bersama
antara PT. PLN
(Persero) dengan
Serikat Pekerja
1). Sebelum
berlakunya PKB
periode tahun
2010-2012 maka
ketentuan
pelaksanaan PKB
periode tahun
2006 -2008 dan
perpanjangannya
sesuai dengan
kesepakatan
bersama antara
PT.
PLN (Persero)
dengan Serikat
Pekerja PT. PLN
(Persero)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PT. PLN
(Persero)
dinyatakan tetap
berlaku.
(2) Dalam hal
perundingan
PKB 2008-2010
tidak
mencapai
kesepakatan,
maka PKB
2006-2008 yang
sedang
berlaku, tetap
berlaku untuk
paling lambat 1
(satu) tahun.
dinyatakan tetap
berlaku
(2). Dalam hal
perundingan PKB
2012-2014 tidak
mencapai
kesepakatan, maka
PKB 2010-2012
yang
sedang berlaku,
tetap berlaku
untuk paling
lambat 1
(satu) tahun.
(4). Pada saat
PKB ini berlaku,
anggaran untuk SP
PLN belum
disetujui dalam
RKAP sesuai
Pasal 3 Ayat
(3), maka
Perseroan
memberikan Surat
Perintah
Perjalanan Dinas
kepada Pengurus
dan/atau anggota
yang ditugaskan
atas nama SP-PLN
untuk menghadiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
konferensi,
kongres, kursus,
seminar dan yang
berhubungan
dengan kegiatan
SP-PLN sesuai
dengan
program kerja
tahunan SP-PLN
yang disetujui
dengan
mempertimbangka
n keuangan
perseroan dan
akan
diperhitungkan
dengan anggaran
yang sudah
diajukan
(5). Peraturan
Disiplin Pegawai
yang menjadi
lampiran
PKB periode
2006-2008
dinyatakan tetap
berlaku dan
menjadi Lampiran
PKB ini sampai
disepakati
perubahannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(6). Perseroan
dapat mengatur
sistem SDM yang
berlaku bagi
pegawai yang
diangkat mulai
tahun 2011
(7). Ketentuan
sistem SDM
sebagaimana pada
Ayat (6)
diatur lebih lanjut
dengan keputusan
direksi yang
dikomunikasikan
dengan Serikat
Pekerja dan
merupakan bagian
tak terpisahkan
dari PKB ini
Pasal
79
(lama
)
Pasal
69
(IL
PENUTUP (1) Perubahan
PKB diadakan
atas kesepakatan
kedua belah
pihak yang
akan dituangkan
dalam Adendum
serta ditetapkan
berdasarkan
musyawarah
untuk mufakat.
Perubahan PKB
dibuat
berdasarkan
kesepakatan kedua
belah
Pihak yang akan
dituangkan dalam
Adendum dan atau
Amandemen serta
ditetapkan
berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
musyawarah
untuk
mufakat dan
menjadi bagian
yang tidak
terpisahkan dari
PKB ini.
Sumber :
http://sppln.org/dokumen/pdf/PKB_PERBANDINGAN_PASAL_PERPASAL.pd
f
Ada beberapa butir isi PKB baru ini yang perlu diperhatikan, antara lain :
a. Pada pasal 5 Ayat 2 point a, mewakili, membela dan
melindungi kecuali apabila terbukti melanggar peraturan perundang-
udangan dan peraturan yang berlaku di lingkungan perseroan.
Keterangan :
Serikat Pekerja tidak bisa lagi melakukan advokasi kepada pegawai yang
melakukan pelanggaran peraturan dan terjadi diskriminasi kepada
anggota Serikat Pekerja yg diindikasikan melakukan pelanggaran.
b. Pada PKB lama disebutkan untuk menghitung manfaat pensiun
dipergunakan rumus dasar sebagai berikut:
(1) Manfaat Pensiun I = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP
(penghargaan dasar pensiun) I
(2) Manfaat Pensiun II = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP II
Sedangkan di PKB yang baru, rumus menghitung manfaat pensiun
menjadi :
Manfaat pensiun = faktor penghargaan x PhDP (penghargaan dasar
pensiun).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari isi PKB baru ini yang sangat merugikan pegawai diantaranya
penurunan kesejahteraan pegawai karena di kembalikan ke perundang-
undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003), masalah
pesangon dan PHK mengacu ke Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003,
posisi kedudukan PKB baru ini secara hukum lebih rendah dari Edaran
Direksi karena walaupun PKB ini telah ditandatangani SK Direksi tetap akan
bertebaran dan masih banyak yang lainnya.
2. Sebagai Wakil dalam Lembaga Kerja Sama
Fungsi Serikat Pekerja/Buruh yang kedua sebagai wakil dalam
lembaga kerja sama. Hal ini telah diuraikan secara lebih lanjut dalam
penjelasan Pasal 4 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000, yang dimaksud dengan lembaga kerja sama di bidang
keternagakerjaan misalnya lembaga kerja sama yang bipatrid, lembaga
kerja sama tripartid dan lembaga-lembaga lain yang bersifat tripartid
seperti Dewan Pelatihan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan kerja, atau
Dewan Penelitian Pengupahan.
Salah satu bentuk kerjasama yang melibatkan pihak serikat pekerja
PT PLN( PERSERO), contohnya adalah penandatangan naskah
kesepakatan kerjasama antara Direktur Utama PLN Nur Pamudji dengan
Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Natalia
Subagio, pada hari Selasa tanggal 6 Maret di Kantor PLN Pusat dalam
praktek penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme serta keinginan yang kuat dari PT PLN
(Persero) untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan anti
korupsi dalam penyediaan tenaga listrik yang melibatakan semua kalangan
internal PT. PLN, termasuk Serikat Pekerja PT. PLN. Dimana kerjasama
ini bertujuan untuk memastikan, bahwa PLN dalam menjalankan usahanya
menyediakan listrik bagi masyarakat luas, sungguh-sungguh menerapkan
praktek GCG dan anti korupsi. Ruang lingkup kerjasama ini meliputi
reformasi dalam Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta reformasi di sisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pelayanan pelanggan (Bambang Dwiyanto, PLN Jalin Kerjasama Dengan
Transparency International Indonesia Dalam Penerapan GCG:
http://www.pln.co.id/?p=5127).
3. Sebagai Sarana Menciptakan Hubungan Industrial yang
Harmonis, Dinamis, dan Berkeadilan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) huruf c b Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000, bahwa Serikat Pekerja/Buruh merupakan sarana
dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada fungsi yang ketiga ini, Serikat Pekerja/Buruh diharapkan
dapat menempatkan diri sebagai mitra usaha yang baik dan
memperhatikan dua kepentingan yang berbeda untuk disatukan. Tetap
memperjuangkan aspirasi pekerja dengan tanpa mengabaikan
kepentingan pengusaha. Serikat Pekerja/Buruh harus bijaksana dan adil
dalam melakukan pilihan kepentingan pekerja yang akan diperjuangkan
dengan memperhatikan kondisi pengusaha. Di PT. PLN (PERSERO)
sendiri untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
dan berkeadilan tercermin dalam pembuatan perjanjian kerja bersama
(PKB) yang didiskusikan dengan perwakilan dari serikat pekerja yang
isinya mampu mengakomodir semua kepentingan pihak pekerja dan
manajemen secara seimbang.
4. Sebagai Sarana Penyalur Aspirasi
Fungsi keempat sebagai sarana penyalur aspirasi dalam
memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. Fungsi ini dalam
penjelasan pasal demi pasalnya dikatakan cukup jelas. Padahal ketentuan
ini masih membutuhkan penafsiran. Perlu adanya batasan mengenai hak
dan kepentingan yang bagaimana yang perlu diperjuangkan, jangan
sampai hak pekerja yang kurang penting sangat diperjuangkan dengan
mengabaikan kepentingan bersama yang jauh lebih besar. Kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang ada banyaknya Serikat Pekerja/Buruh yang ada di perusahaan
memicu terjadinya pertentangan antar-Serikat Pekerja/Buruh dengan
dalih memperjuangkan hak anggota yang kurang prinsip untuk menarik
simpati pekerja menjadi anggotanya.
Misalnya adalah penerapan kontrak outsourcing yang merugikan
pekerja outsourcing PLN, karena dalam perpanjangan kontrak,
kebanyakan tidak dibuat amandemennya, dengan alasan untuk
mempercepat sistem kerja para pekerja outsourcing diminta
melaksanakan pekerjaan dulu, amandemen menyusul, dan akhirnya tidak
kunjung dibuat. Dengan demikian posisi hukum pekerja sistem
outsourcing sangatlah lemah, sebagaimana akhirnya mereka bekerja
tanpa perlindungan hukum, pihak vendor mudah sekali memberhentikan
mereka, jangka waktu kontrak yang tidak jelas membuat mereka tidak
berdaya dalam melakukan pembelaan diri, karena sulit membentuk
Serikat Pekerja/Buruh. Dengan kondisi seperti diatas maka Konfederasi
Serikat Nasional yang mewadahi Serikat Pekerja dilingkungan Pekerja
outsourcing PLN, telah mengirim surat kepada presiden yang di
tembuskan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri
Negara BUMN, Direktur Utama PT. PLN, Komisi VII dan Komisi IX
DPR RI dan sebagainya yang intinya : pertama, meminta kepada
Presiden RI, agar melarang pelaksanaan sistem kontrak outsorcing di
berlakukan di Indonesia. Kedua, meminta agar pekerja outsourcing PLN
diangkat menjadi pagawai tetap PLN tanpa kecuali (Berita Hukum.
Mogok Kerja, Serikat Pekerja PLN Ancam Mogok Nasional.
http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Serikat+Pekerja+PLN+
Ancam+Mogok+Nasional&subjudul=)
5. Sebagai Perencana, Pelaksana, dan Penanggung Jawab
Pemogokan Buruh
Fungsi kelima sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung
jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
undangan yang berlaku. Fungsi ini saling berkaitan satu sama lain.
Pemogokan sangat merugikan pihak-pihak dalam hubungan industrial.
Pemogokan total atau sebagian berakibat penurunan atau bahkan
penghentian produktivitas. Serikat Pekerja/Buruh yang bijaksana akan
berpikir jauh tentang rencana dilaksanakannya pemogokan. Hasil dari
pemogokan selalu dapat dihitung dengan mudah oleh pengusaha.
Misalnya dalam satu hari kerja terdapat 8 jam kerja akan mengalami
kerugian sebesar X rupiah. Kerugian ini dihitung dari perkiraan rata-rata
hasil produksi apabila dilakukan oleh sekian jumlah pekerja dalam waktu
sekian jam. Sebaiknya pengurus Serikat Pekerja/Buruh juga dibekali
pengetahuan tentang manajemen produksi, supaya tidak dengan mudah
mengajak serata memutuskan pemogokan kerja.
Sebagai contoh, Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN) mengancam akan menggelar aksi mogok kerja pada saat Idul Fitri.
Jika pemerintah tetap meneruskan rencana pemisahan fungsi usaha PLN
sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002
tentang Ketenagalistrikan. Rencana aksi mogok kerja Serikat Karyawan
PT PLN pada tanggal 27 November 2003, disampaikan Ketua Umum
DPP Serikat Pekerja PLN Ahmad Daryono hari Rabu (19/11) siang
(http://www.indosiar.com/fokus/karyawan-pln-akan-mogok-kerja-saat-
idul-fitri_26113.html).
C. Implikasi Hukum Bagi PT. PLN (PERSERO) Jika Mendiskriminasikan
Salah Satu Serikat Pekerja
Direktur Utama PT. PLN (PERSERO) tanggal 23 April 2010 telah
melakukan Penandatanganan PKB 2010-2012 dengan Saudara Riyo
Supriyanto, memberikan segala fasilitas bantuan biaya hanya kepada
kegiatan Serikat Pekerja PLN yang Ketuanya Riyo Supriyanto yang
menggunakan Logo/Lambang dan Nama yang sama dengan
Logo/Lambang dan Nomor Pencatatan atas organisasi SP PLN yang Ketua
Umumnya Ir. Ahmad Daryoko, hal ini membuktikan adanya intervensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Manajemen PT. PLN (PERSERO) terhadap masalah internal organisasi SP
PLN bahkan ditengarai bertujuan untuk melemahkan Legal Standing/
kedudukan Hukum terhadap Ahmad Daryoko selaku Pemohon Yudicial
Review Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
terhadap Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia , sehingga sikap
dan tindakan dari Manajemen PT. PLN (PERSERO) tersebut merupakan
tindakan yang bertentangan dengan norma-norma/kaedah kepatutan
maupun ketentuan perundangan yang berlaku
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:le
mbar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:dept-
humas&Itemid=61).
Sesuai AD/ART Organisasi SP PLN acara Musyawarah Nasional/
Musyawarah Nasional Luar Biasa fungsi dan tugasnya sama, harus
memenuhi ketentuan formil dan materiilnya di mana waktu dan tempatnya
ditentukan oleh DPP SP PLN, Penanggung Jawab atas acara adalah Ketua
Umum SP PLN, bukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan
seluruh pengurus DPP SP PLN. Manajemen PT. PLN (PERSERO) tidak
mempunyai wewenang dan kompetensi untuk intervensi persoalan Internal
Organisasi SP PLN, ataupun memihak menyatakan suatu organisasi
Serikat Pekerja dilingkungan perseroan sah atau tidak, yang berwenang
untuk melakukan Verifikasi dan pencatatan suatu Organisasi serikat
Pekerja/Serikat Buruh adalah Instansi Pemerintah yang membidangi
ketenagakerjaan yaitu Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan
Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
Direksi PT. PLN (Persero) telah menandatangani PKB (Perjanjian
Kerja Bersama) dengan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yang diketuai
oleh Riyo Supriyanto dimana bila ditinjau dari segi hukum tidak sah,
karena telah melanggar tatacara perundingan PKB. Hal ini adalah bentuk
dari tindakan diskriminasi pihak manajemen PT. PLN (PERSERO). Dalam
undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa dalam pembuatan PKB harus dapat mewakili semua pekerja.
Sedangkan dalam pembuatan PKB tahun 2010 yang dilibatkan hanyalah
SP PLN yang diketuai oleh Riyo Supriyanto, tanpa adanya pemberitahuan
kepada SP PLN yang diketuai oleh Ahmad Daryoko sehingga
menyebabkan adanya perselisihan tentang sah tidaknya PKB yang telah
dibuat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan
Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa dalam
pembuatan PKB dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh atau
beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (1) dijelaskan bahwa :
Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat
buruh, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima
puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan,
maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh
dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila
serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat
dukungan lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah
seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara.
Pihak manajemen PT. PLN(PERSERO) dalam hal ini tidak memenuhi
ketentuan pasal-pasal tersebut karena hanya melakukan perundingan
dengan salah satu serikat pekerja yang telah memalsukan atribut dari
serikat pekerja sebelumnya.
Dalam pandangan kaum modal, pilihan dan tuntutan utama
hidupnya tidak ada yang lain kecuali terjadinya akumulasi keuntungan,
tapi ketika niat itu akan dijalankan, maka mereka berpikir masih ada
kekuatan yang berpotensi dapat menghalanginya yakni serikat buruh.
Maka diciptakanlah berbagai mekanisme untuk memberangus serikat
buruh, baik secara jalan halus atau jalan paling kasar sekalipun. Inilah
yang kemudian disebut sebagai union busting (pemberangusan serikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pekerja).. Praktek union busting (pemberangusan serikat pekerja) selalu
terjadi dalam sejarah serikat pekerja diseluruh dunia. Praktek ini memiliki
banyak bentuk seperti pemberangusan hak dasar berserikat dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya yang paling nyata adalah
dengan cara intimidasi, mutasi, PHK, pembentukan serikat boneka pro
perusahaan dan perubahan status hubungan kerja buruh menjadi kontrak
outsourcing. Praktek union busting adalah musuh bagi serikat pekerja di
seluruh dunia karena itu harus dilawan secara bersama-sama oleh pekerja
dimanapun (http://esakertas-spekn.blogspot.com/2012/02/union-busting-
itu-harus-di-lawan.html).
Atas tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen PT. PLN
tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang
berlaku di Indonesia dapat menimbulkan implikasi hukum, yaitu implikasi
pidana dan implikasi privat atas pendiskriminasian salah satu serikat pekerja
di PT. PLN (PERSERO) yang telah secara sah terdaftar di Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Implikasi pidana yang
ditimbulkan berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan:
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh
untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau
tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota, dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan
serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan
sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar ataumengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat
buruh.
Sehingga berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ini mengatur sanksi kepada
pelanggarnya yaitu pihak manajemen PT. PLN(PERSERO), yaitu:
(1) Barang siapa menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tindak pidana kejahatan.
Esensi pentingnya pekerja membentuk organisasi atau serikat
pekerja/serikat buruh ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Secara eksplisit konsideran
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 menyebutkan, serikat
pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan,
melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh
beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis dan berkeadilan.
Ketentuan demikian ditegaskan kembali dalam Ketentuan Umum
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat
buruh dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang intinya menyatakan serikat pekerja/serikat buruh
adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Panitia
pembentuk serikat pekerja/serikat buruh dalam mendirikan serikat
pekerja/serikat buruh dilindungi oleh:
c. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang mengatur adanya kemerdekaan berserikat dan
berkumpul;
d. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang
Serikat pekerja/serikat yang menyatakan bahwa setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat
pekerja/serikat buruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan mengamanatkan dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih
dari satu serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili
pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah
keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah
pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Dalam hal pembuatan PKB yang baru
pihak manajemen PT. PLN telah melakukan diskriminasi terhadap
kepengurusan SP PLN lainnya karena hanya melibatkan SP PLN yang
diketuai oleh Riyo Supriyanto. Direksi PLN yang mengetahui ada dualisme
kepemimpinan SP, tidak boleh melakukan apapun, termasuk intervensi atau
keputusan yang akan memihak salah satu SP PLN, sebelum pengurus dan
anggota SP menyelesaikan perselisihan atau setelah ada putusan pengadilan
yang menentukan siapa yang paling berhak menandatangani PKB dengan
Direksi. Tindakan manajemen PT. PLN (PERSERO) yang telah melakukan
pendiskriminasian terhadap salah satu serikat pekerja dengan tidak
melibatkannya dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Tahun
2010-2012 dapat menimbulkan implikasi hukum atas kelegalitasan PKB
tahun 2010-2012 tersebut. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta
melalui putusan majelis hakim bernomor 187/PHI.G/2011/PN.JKT.PST yang
diketuai Dwi Sugiharto beranggotakan Sueden Simarmata dan Saut Christian
Manalu, menyatakan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode 2010-2012
yang ada di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), batal demi hukum.
Akibatnya, PKB itu dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim melihat dasar persoalan yaitu
hak berserikat dan hak berunding bersama. Kedua hal tersebut merupakan
bagian dari Standard Perburuhan Inti Internasional atau lebih dikenal dengan
International Core Labour Standard.
Majelis menilai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Serikat Pekerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan hanya menjelaskan secara garis besar tentang pembuatan
PKB. Mengingat Indonesia adalah salah satu negara anggota organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perburuhan internasional (International Labour Organization, ILO) maka
majelis juga mengacu pada Konvensi ILO No 87 Tahun 1948 yang intinya
menjelaskan tentang kebebasan berserikat dan Konvensi ILO No 98 Tahun
1949 tentang berlakunya dasar-dasar dari hak untuk berorganisasi dan untuk
berunding bersama. Dua konvensi itu masing-masing diratifikasi Indonesia
melalui Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 dan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1956.
Lebih jauh majelis menyatakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Serikat Pekerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, tidak mengatur perselisihan internal dalam satu
serikat pekerja yang sama. Oleh karenanya majelis mengacu pada Komite
Kebebasan Berserikat ILO. Sebagaimana tercermin dalam paragraf 1121 dan
paragraf 1122 dari intisari keputusan dan prinsip kebebasan berserikat. Dalam
ketentuan itu apabila terjadi perselisihan internal di dalam serikat pekerja,
perselisihan tersebut diselesaikan oleh anggota serikat pekerja itu sendiri.
Misalnya melalui pengumpulan suara atau verifikasi. Bisa juga dengan
menunjuk mediator atau arbiter independen yang disepakati kedua belah
pihak atau melalui pengadilan. Namun tidak dapat dilakukan oleh otoritas
administratif.
Mengacu juga pada pasal 3 Konvensi ILO Nomor 87 dan Komite
Kebebasan Berserikat ILO, hakim menyatakan pemerintah harus menahan
diri untuk mengintervensi serikat pekerja. Hal serupa juga ditegaskan dalam
paragraf 859 Komite Kebebasan Berserikat ILO dan menekankan pada pihak
pengusaha untuk tidak melakukan intervensi kepada serikat pekerja.
Berdasarkan hal itu otoritas publik dan pengusaha tidak boleh melakukan
apapun yang berpihak pada salah satu kelompok dalam serikat pekerja.
Di tengah dualisme kepemimpinan yang belum terselesaikan di
tubuh SP PLN, majelis menilai pihak manajemen secara sepihak menentukan
sendiri dengan siapa PKB itu dibuat, yaitu kubu SP PLN yang diketuai Riyo
Supriyanto. Berdasarkan fakta itu majelis menilai pihak manajemen telah
melanggar hak berserikat sebagaimana pasal 1 butir 1 dan pasal 3 Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja. Selain itu melanggar
prinsip keterwakilan anggota serikat pekerja dalam pembuatan PKB
sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam
memutus perkara No.115/PUU-VII/2009. Atas dasar itu majelis menyatakan
PKB periode 2010–2012 yang telah ditandatangani oleh pihak manajemen
dan SP PLN kepemimpinan Riyo Supriyanto itu batal demi hukum.
Pembatalan itu disebabkan karena majelis melihat ada diskriminasi yang
dilakukan terhadap SP PLN kepemimpinan Ahmad Daryoko, sehingga tidak
berkesempatan berunding PKB.
Untuk mencegah kekosongan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban antara pekerja dan pihak manajemen, hakim menyatakan PKB
yang lama diberlakukan kembali sampai adanya PKB baru. PKB yang lama
itu telah ditandatangani oleh Direktur PLN dan Ketua Umum SP PLN Ahmad
Daryoko pada 27 Februari 2007. Berdasarkan Pasal 56 huruf b Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial menyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial mengadili
pada tingkat pertama sekaligus terakhir jenis perselisihan kepentingan.
Artinya tak ada upaya hukum kasasi bagi pihak yang tak puas dengan putusan
hakim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada permasalahan dan pembahasan yang telah penulis
uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
:
1. Terjadi dualisme kepemimpinan serikat pekerja di PT.PLN (PERSERO) yaitu
serikat pekerja yang diketuai oleh Ahmad Daryoko dan serikat pekerja yang
diketuai oleh Riyo Supriyanto. Ahamad Daryoko terpilih sebagai ketua umum
periode 2007-2011 berdasarkan Musyawarah Besar di Yogyakarta.
Sedangkan serikat pekerja yang diketuai oleh Riyo Supriyanto adalah hasil
dari keputusan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Medan,
Munaslub ini walaupun memenuhi quorum, akan tetapi mengingkari
ketentuan Pasal 10 Anggaran Rumah Tangga SP PLN mengenai
Pemberhentian Pengurus, karena dalam hal ini Ahmad Daryoko tidak ada
dalam kriteria pemberhentian pengurus sehingga nampak seperti adanya
kudeta kepemimpinan.
2. Pelaksaan fungsi serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam hal pembuatan Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) bertentangan dengan ketentuan Pasal 120 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan ketentuan
dalam tatacara pembuatan PKB berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per.16/Men/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama, yang mengharuskan perundingan dalam pembuatan PKB harus
melibatkan keterwakilan semua serikat pekerja secara proporsional. Dalam
hal adanya dualisme kepemimpinan dalam SP PLN, pihak manajemen PT.
95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PLN tidak berwenang menentukan pihak mana yang berhak menandatangani
PKB.
3. Tindakan manajemen PT. PLN (PERSERO) yang melakukan
pendiskriminasian dan intimidasi salah satu serikat pekerja dapat
menimbulkan implikasi hukum, baik pidana maupun privat. Yaitu dengan
adanya ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan bahwa terjadinya intimidasi
dalam bentuk apapun terhadap serikat pekerja dapat dikenai sanksi
berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, yaitu :
(1) Barang siapa menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tindak pidana kejahatan.
Sedangkan implikasi hukum privat terkait dengan legalitas
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah dibuat antara pihak manajemen
PT. PLN (PERSERO) dengan pihak serikat pekerja yang diketuai oleh Riyo
Supriyanto, Di tengah dualisme kepemimpinan yang belum terselesaikan di
tubuh SP PLN, pihak manajemen secara sepihak menentukan sendiri dengan
siapa PKB itu dibuat, yaitu kubu SP PLN yang diketuai Riyo Supriyanto.
Berdasarkan fakta tersebut pihak manajemen telah melanggar hak berserikat
sebagaimana pasal 1 butir 1 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Serikat Pekerja. Selain itu melanggar prinsip keterwakilan
anggota serikat pekerja dalam pembuatan PKB sebagaimana pertimbangan
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus perkara No.115/PUU-VII/2009.
Atas dasar itu majelis menyatakan PKB periode 2010–2012 yang telah
ditandatangani oleh pihak manajemen dan SP PLN kepemimpinan Riyo
Supriyanto itu batal demi hukum. Pembatalan itu disebabkan karena majelis
melihat ada diskriminasi yang dilakukan terhadap SP PLN kepemimpinan
Ahmad Daryoko, sehingga tidak berkesempatan berunding PKB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
berlaku, dengan alasan apapun manajemen PT. PLN (PESERO) tidak
diperbolehkan melakukan intervensi terhadap urusan Serikat Pekerja yang
ada di PT. PLN (PERSERO). Dan jika ada lebih dari satu Serikat Pekerja
di PT. PLN (PERSERO) maka semua Serikat Pekerja harus diperlakukan
yang sama baik mengenai pemenuhan hak-haknya maupun pemberian
fasilitas secara adil.
2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia sebagai
pihak yang berwenang melakukan pendaftaran dan pencatatan Serikat
Pekerja hendaknya mematuhi peraturan yang berlaku agar dikemudian hari
dapat meminimalisir terjadinya dualisme kepemimpinan dalam suatu
Serikat Pekerja di Indonesia.
3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode Tahun 2010-2012 batal demi
hukum. Akibatnya, PKB itu dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum
mengikat. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim melihat dasar
persoalan yaitu hak berserikat dan hak berunding bersama. Kedua hal
tersebut merupakan bagian dari Standard Perburuhan Inti Internasional
atau lebih dikenal dengan International Core Labour Standard, karena
dalam pembuatannya tidak sesuai dengan hak berserikat dan hak
berunding bersama yang merupakan bagian dari Standard Perburuhan Inti
Internasional atau lebih dikenal dengan International Core Labour
Standard dan memberikan sanksi yang tegas terhadap pihak manajemen
PT. PLN (PERSERO) karena melakukan pendiskriminasian salah satu
Serikat Pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Pekerja PT. PLN
(PERSERO).
Asri Wijayanti, S.H., M.H. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi.
Jakarta: Sinar Grafika.
Bahder Johan Nasution. 2004. Hukum Ketenagakerjaan, kebebasan berserikat
bagi pekerja. Bandung: CV. Mandar Maju.
Bambang Dwiyanto, PLN Jalin Kerjasama Dengan Transparency International
Indonesia Dalam Penerapan GCG. http://www.pln.co.id/?p=5127/>[18
Juli 2012, pukul 08.17 WIB].
Berita Hukum. Mogok Kerja, Serikat Pekerja PLN Ancam Mogok Nasional.
http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Serikat+Pekerja+PL
N+Ancam+Mogok+Nasional&subjudul=/>[18 Juli 2012, pukul 08:00
WIB]
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB pada
Tahun 1945.
Departemen P & K. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Frans Magnis Suseno. 1999. Etika, Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar
Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Frans Magnis Suseno. 2001. Etika Politik;prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Happy Budyana Sari, 2006, Peranan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI)
di PT. FUMIRA Semarang Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB), Skripsi, Undip Semarang.
Hukumonline. SP PLN Lawan Union Busting via Praperadilan.
http://hukumonline.com/berita/baca/lt4e72e5ef30d94/sp-pln-lawan-
union-busting-via-praperadilan/>[31 Oktober 2011 pukul 05.17
WIB].
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Humas DPP SP PT PLN (Persero). Lembar Fakta Pemberangusan Serikat Pekerja
PT PLN
(Persero).http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=artic
le&id=111:lembar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-
persero&catid=44:dept-humas&Itemid=61/>[16 April 2012 pukul
08.10 WIB].
Humas DPP SP PT PLN (Persero). Peta Hak Berserikat Buruh Di Indonesia.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Kovenan+Internasional+Hak
-
Hak+Ekonomi%2C+Sosial+dan+Budaya+yang+mengatur+hak+berserik
at&source=web&cd=9&ved=0CFMQFjAI&url=http%3A%2F%2Fimage
s.asri1wj.multiply.com%2Fattachment%2F0%2FST4qqwoKCpcAAG8e
Qe01%2FPETA%2520HAK%2520BERSERIKAT%2520BURUH%252
0DI%2520INDONESIA%2520TG%25201.doc%3Fnmid%3D144620035
&ei=dDh6T_76AoiriAeO6aWKAw&usg=AFQjCNHhXzJBndhoN07KB
t2pKlW2tIPL6A/>[16 April 2012 pukul 10.54 WIB].
Humas DPP SP PT PLN (Persero). Sejarah Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN
(PERSERO). http://serikatpekerjapln.org/sejarah_sp.php/>[16 April 2012
pukul 11.10 WIB].
Humas DPP SP PT PLN (Persero). PKB Perbandingan Pasal Perpasal.
http://sppln.org/dokumen/pdf/PKB_PERBANDINGAN_PASAL_PERP
ASAL.pdf/>[ 17 April 2012 pukul 20.17 WIB].
Iswantiningsih. 2002. “Proses Penyelesaian Hubungan Industri di Indonesia”.
Jurnal Justitia et Pax. Vol 22, No 2.
John O‟Reilly and Nate Hawthorne. 2011. “Two concept For IWW
Organizing: Industrial Unionism And One Big Unionism”. Industrial
Worker. Vol 108, No.4.
John Logan. 2006. “The Union Avoidance Industry in the United States”.
British Journal of Industrial Relations. Vol 0007, No 44.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang :
Banyumedia Publishing.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang
Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of
Association And Protection Ot The Right To Organise (Konvensi Nomor
87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi).
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 23 Tahun 1998 tentang Pengesahan
Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak Berorganisasi.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-201/MEN/1999 Tentang
Pendaftaran Serikat Pekerja.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-16/MEN/2000 Tentang Tata
Cara Pembentukan Serikat Pekerja.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep.16/Men/2001 Tentang Tata Cara Pencatatan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Lalu Husni. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, edisi revisi.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menolak Privatisasi PLN, Serikat Pekerja
PLN Diberangus Dahlan Iskan dan Manajemen PT. PLN :
http://www.bantuanhukum.or.id/index.php/id/berita/press-release/428-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menolak-privatisasi-pln-serikat-pekerja-pln-diberangus-dahlan-iskan-
dan-managemen-pt-pln/>[17 April 2012 pukul 12.42 WIB].
Majda El Mhtaj. 2008. Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial,
Budaya, Jakarta : PT Raja Grafindo persada.
Muhamad Rusdi. Dasar Hukum dan Tata Cara Pembentukan Serikat Pekerja.
http://rusdi123.wordpress.com/2009/09/15/dasar-hukum-tata-cara-
pembentukan-serikat-pekerja/>[15 Januari 2012 pukul 05.28 WIB].
Nancy Erene dan Muhammad Arif. Karyawan PLN Akan Mogok Kerja Saat
Idul Fitri. http://www.indosiar.com/fokus/karyawan-pln-akan-mogok-
kerja-saat-idul-fitri_26113.html/> [ 25 Mei 2012 pukul 09.37 WIB].
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per.16/Men/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama.
Perjanjian Kerja Bersama Antara PT PLN (PERSERO) dan Serikat Pekerja PT
PLN (PERSERO) Nomor : 0392.PJ/061/DIR/2006 Nomor : DPP-
042/KEP-ADM/2006 Periode Tahun 2006 – 2008.
Perjanjian Kerja Bersama Antara PT PLN (PERSERO) dan Serikat Pekerja PT
PLN (PERSERO) Nomor: 140-1.PJ/040/DIR/2010 Nomor : DPP-
002.PJ/SP-PLN/2010 Periode Tahun 2010 – 2012.
Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana.
Piagam dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia.
Sentanoe Kertonegoro. 1999 . Hubungan Industrial, Hubungan antara
Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintahan (Tripartid).
Jakarta: YTKI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Serikat Pekerja Esa Kertas Nusantara. Union Busting Itu Harus di Lawan!
(http://esakertas-spekn.blogspot.com/2012/02/union-busting-itu-harus-di-
lawan.html/>[ 16 Mei 2012 pukul 09.42 WIB].
Syarief Basir. 2009. “ Perjanjian Kerja Menurut Undang Undang Nomor 13
Tahun 2003”. Newsletter. Edisi : XII/Desember/ 2009. Jakartta : Tim
Praktisi Audit dan Konsultan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO
Nomor 98 mengenai Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI).
Zainal Asikin. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Zainal Asikin, H. Agusfiar Wahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhadie. 1994. Dasar-
Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum. 2007. Hukum Kerja, Hukum Ketenagakerjaan
Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.