perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id EFEK .../Efek...Senyawa antioksidan alami yang terkandung...
Embed Size (px)
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id EFEK .../Efek...Senyawa antioksidan alami yang terkandung...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEK NEFROPROTEKTOR EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum
sanctum) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus
musculus) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
M. Abdul Basith
G0009124
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi vegetasi yang
sangat besar. Beragam vegetasi mulai dari tanaman keras, palawija, bunga,
hingga semak dan rumput yang melimpah dapat dijadikan sebagai tanaman
obat. Berbagai macam penyakit yang sudah tidak dapat disembuhkan melalui
pengobatan alopati (kedokteran), ternyata masih bisa diatasi dengan
pengobatan herba, contohnya kanker dan kelumpuhan. Dari beberapa
pengalaman ditemukan pula bahwa pengobatan dengan herbal lebih efektif
dibanding dengan pengobatan bahan kimia (Utami, 2008).
Salah satu dari tanaman obat yang dapat digunakan khasiatnya ialah
kemangi (Ocimum sanctum). Tumbuhan ini tidak jarang ditemukan pada
hidangan sebagai lalapan di berbagai warung makan sehingga mudah didapat.
Akan tetapi karena bau harumnya, kemangi lebih sering digunakan untuk
mencuci tangan. Padahal, berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Shweta Gupta et al. (2005) telah membuktikan bahwa ekstrak daun
kemangi (Ocimum sanctum) mengandung antioksidan. Senyawa antioksidan
alami yang terkandung dalam daun kemangi berupa senyawa fenolik
(tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan
klorofil, asam amino, dan amina) dan asam ursolic (Hidayati, 2008).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dengan mengikat radikal bebas sehingga kerusakan sel akan dihambat
(Winarsi, 2007). Daun kemangi (Ocimum santum) telah banyak dikenal
sebagai tanaman obat karena ekstrak daun kemangi telah diketahui
mempunyai aktivitas anti stres, anti ulserasi, radio protective, anti
peradangan, serta anti bakteria (Prasad V. dan Farhath, 2012).
Parasetamol termasuk obat bebas. Sifat farmakologi yang ditoleransi
dengan baik, sedikit efek samping, dan dapat diperoleh tanpa resep membuat
obat ini dikenal sebagai antipiretik yang umum di rumah tangga (Goodman
dan Gilman, 2008). Peneliti lebih tertarik menggunakan parasetamol yang
akan diiduksi pada mencit sebab parasetamol sering digunakan di masyarakat
yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan penyebab tersering kematian
akibat keracunan (self poisoning) (Neal, 2006). Penggunaan yang mudah
mengakibatkan pasien dapat mengkonsumsi secara berlebihan, penggunaan
parasetamol yang berlebihan akan meningkatkan potensial dari N-asetyl-p-
benzoquinoneimine (NAPQI) yang bersifat radikal bebas sehingga akan
berinterkasi dengan komponen seluler mengakibatkan sel nekrosis (Goodman
dan Gilman, 2008). Toksisitas parasetamol dapat menyebabkan nekrosis
tubulus ginjal (Wilamana dan Gunawan, 2007).
Penelitian tentang daun kemangi di Indonesia masih sangat sedikit
terutama sebagai antioksidan dalam mekanisme nefroprotektor. Berdasarkan
hal tersebut maka peneliti ingin membuktikan apakah ekstrak daun kemangi
(Ocimum sanctum) dapat mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian
parasetamol dosis toksik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) memberikan
efek nefroprotektor terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus)
yang diinduksi parasetamol?
2. Apakah peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat
meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus
musculus) yang diinduksi parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya efek nefroptotektor ekstrak daun kemangi
(Ocimum sanctum) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus)
yang diinduksi parasetamol
2. Untuk mengetahui ada tidaknya efek peningkatan dosis ekstrak daun
kemangi (Ocimum sanctum) dalam meningkatkan daya proteksi terhadap
kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai ada tidaknya efek nefroprotektor ekstrak daun kemangi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
(Ocimum sanctum) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus
musculus) yang diinduksi parasetamol.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan ekstrak daun
kemangi (Ocimum sanctum) sebagai obat alternatif untuk mencegah
kerusakan sel ginjal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Efek Nefroprotektor Ekstrak Daun Kemangi
(Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus)
yang Diinduksi Parasetamol
M.Abdul Basith, NIM: G0009124, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 5 September 2012
Pembimbing Utama Nama : Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes NIP : 19640810 199802 2 001 .……………………... Pembimbing Pendamping Nama : Selfi Handayani, dr., M.Kes NIP : 19670214 199702 2 001 .……………………... Penguji Utama Nama : S. Bambang Widjokongko, dr., PHK., M.Pd NIP : 19481231 197609 2 001 ……………………… Anggota Penguji Nama : Ipop Syarifah, Dra., M.Si NIP : 19560328 198503 2 001 ………………………
Surakarta, ...............................
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 5 September 2012
M.Abdul Basith
NIM: G0009124

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
M. Abdul Basith, G0009124, 2012. Efek Nefroprotektor Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang diinduksi Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Penggunaan parasetamol sebagai obat analgetik antipiretik dewasa ini semakin meningkat. Parasetamol yang digunakan dengan dosis berlebih dapat menyebabkan efek nefrotoksik. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan mengurangi terbentuknya NAPQI yang dihasilkan metabolisme parasetamol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek nefroprotektor dan efek peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ociumum sanctum) terhadap kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Sampel berupa mencit jantan, galur Swiss webster berumur 2-3 bulan, + 20 gr. Sampel dengan teknik incidental sampling sebanyak 28 ekor dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan 1 (P1), mencit diberi aquades selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2 (P2), mencit diberi ekstrak daun kemangi dosis I selama 14 hari. Kelompok perlakuan 3 (P3), mencit diberi ekstrak daun kemangi dosis II. Parasetamol dosis 0,1 ml/20 gr BB mencit diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, mencit dikorbankan kemudian ginjal mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Kerusakan sel ginjal diamati dan dinilai dari gambaran histologis berupa penjumlahan inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) (α = 0,05). Hasil Penelitian: Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara K-P1, K-P2, P1-P2, P1-P3; serta perbedaan tidak bermakna antara K-P3 dan P2-P3. Simpulan Penelitian: Ekstrak daun kemangi dapat mengurangi kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis ekstrak daun kemangi dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit. Kata kunci: ekstrak daun kemangi, parasetamol, kerusakan sel ginjal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
M. Abdul Basith, G0009124, 2012. The Nefroprotector Effect of Basil (Ocimum sanctum) leaf extract to Renal Cell Damage of Mice (Mus musculus) which is Induced by Paracetamol. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background:. Today, consuming paracetamol as an analgesic antipyretic drugs has increased. Paracetamol which used in inappropriate dose has bad effect to our body, such as nefrotoxic. Basil leaf extract has antioxidant as a protection of free radicals and reducing NAPQI which produced by paracetamol. The objectives of this research are to know the nefroprotector effect and this research will shown the multilevel dose of basil leaf extract as a nefroprotector in the renal cell damage induced by parasetamol. Methods: This was experimental laboratory with the post test only controlled group design. Sample group consisted of male mice Swiss Webster, 2-3 month, + 20 g. Samples divided into 4 groups, each group has seven mice. Mice for control group (K) and the first treatment group (P1) were given aquades for 14 days. The second treatment group (P2) will be given basil leaf extract dose I for 14 days. The third treatment group (P3) will be given basil leaf extract dose II for 14 days. Paracetamol will be given to P1, P2, and P3, with dose 0,1 ml/20 gr weight of mice on the day 12, 13, and 14. Finally on day 15th, mice are sacrificed with neck dislocation then the renal of mice was made preparations with paraffin blocks methods and Hematoxillin Eosin staining. Renal cell damage observed and counted a mount of scored on renal histological karyopyknosis, karyorrhexis, and karyolysis. Data are analized by One-Way ANOVA test (α= 0,05) and continued by Post Hoc Multiple Comparisons test (LSD) (α = 0,05). Results: Result of One-Way ANOVA shown that there was a significant of degree between 4 groups. Result of LSD method there was a significant of degree between K-P1, K-P2, P1-P2, and P1-P3 groups; and also it wasn’t a significant of degree between K-P3 and P2-P3. Conclusion: The basil leaf extracts was able to decrease the renal cell damage of mice and the increase of basil leaf extracts dose followed by the increase of protection effect to the renal cell damaging of mice which is induced by paracetamol. Key words: basil leaf extract, paracetamol, renal cell damage

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, dengan limpahan
rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efek Nefroprotektor Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Parasetamol.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan dan arahan serta bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM., selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. E. Listyaningsih S., dr.,M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, saran, dan arahan dalam penelitian ini. 4. Selfi Handayani, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah
banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan arahan dalam penelitian ini.
5. S. B. Widjokongko, dr., PHK., M.Pd., selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
6. Ipop Syarifah, Dra., M.Si selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
7. Seluruh Staf Bagian Skripsi (Bu Enny dan Mas Nardi) dan Staf Laboratorium Histologi (Pak Kidi dan Mbak Dewi) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
8. Ibu dan Bapak tercinta dan kakak-kakakku yang saya banggakan (Mas dr.Haris dan Mba dr.Rahmah Latifah) yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi, baik material maupun spiritual.
9. Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini: Mas Zakky, Mas Nadim, Mas Fitra, Mas Basroni, Fadityo, dan teman-teman FK UNS angkatan 2009.
10. Teman-teman keluarga besar Asisten Histologi 2009 FK UNS (Arthes, Agung, Muvida, Putri, Dahniar, Ginong, dan Prisca) atas inspirasinya selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang
berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Surakarta, 5 September 2012
M Abdul Basith

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 5
1. Kemangi (Ocimum sanctum) ............................................. 5
a. Klasifikasi Tumbuhan .................................................... 5
b. Deskripsi .................................................................. ...... 5
c. Manfaat dan Kegunaan ................................................... 8
d. Kandungan Kimia ......................................................... 9
2. Ginjal (Ren) ....................................................................... . 10
a. Fisiologi ........................................................................ . 10
b. Anatomi .................................................................. ....... 11
c. Histologi ........................................................................ 11
3. Parasetamol ......................................................................... 15
a. Farmakodinamik ............................................................ 15
b. Farmakokinetik .............................................................. 16
c. Indikasi .......................................................................... 18
d. Efek Samping ................................................................. 18
4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian
Parasetamol Dosis Toksik ................................................... 19

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Mekanisme Perlindungan Esktrak Daun Kemangi (Ocimum
sanctum) terhadap Kerusakan Ginjal Akibat
Induksi Parasetamol ...................................... .................... 21
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 24
C. Hipotesis .......................... ........................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.......................................................................... 26
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 26
C. Subjek Penelitian ..................................................................... 26
D. Teknik Sampling ..................................................................... . 27
E. Rancangan Penelitian ............................................................... 27
F. Identifikasi Variabel Penelitian................................................. 30
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................. 30
H. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 34
I. Cara Kerja ................................................................................. 35
J. Teknik Analisis Data Statistik ................................................. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian ................................................................ 44
B. Analisis Data ............................................................................ 50
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 56
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................... 62
B. Saran ......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 63
LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus
Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit ......... 45
Tabel 2. Hasil Tes Normalitas Sebaran Data 4 Kelompok ......................... 51
Tabel 3. Hasil Uji Levene’s Test of Varians................................................ 52
Tabel 4. Hasil Uji One-Way ANOVA ....................................................... 53
Tabel 5. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparasions.................................. 53

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Kemangi (Ocimum sanctum) ..................................... 5
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran ................................................. 24
Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian ................................................ 28
Gambar 4. Skema Langkah-Langkah Penelitian .................................... 40
Gambar 5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kanan Mencit Kelompok Kontrol (K)
dengan Perbesaran 1000 x ...................................................... 46
Gambar 6. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kiri Mencit Kelompok Kontrol (K)
dengan Perbesaran 1000 x ...................................................... 46
Gambar 7. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 1 (P1)
dengan Perbesaran 1000 x ...................................................... 47
Gambar 8. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 1 (P1)
dengan Perbesaran 1000 x ...................................................... 47
Gambar 9. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 2 (P2)
dengan Perbesaran 1000 x ...................................................... 48
Gambar 10. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 2 (P2)
dengan Perbesaran 1000 x ...................................................... 48
Gambar 11. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 3 (P3)
dengan Perbesaran 1000 x ....................................................... 49
Gambar 12. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks
Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 3 (P3)
dengan Perbesaran 1000 x ....................................................... 49

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Lampiran 2. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian secara Oral
Lampiran 3. Jumlah Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang Dikelompokkan
Menurut Pola Nuklear Sel Kelompok K dan P1 dengan
Perbesaran 1000 x
Lampiran 4. Hasil Uji Statistik
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 6. Struktur Kimia Zat Aktif Ekstrak daun kemangi (Ocimum
sanctum)
Lampiran 7. Ethical Clearance

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kemangi (Ocimum sanctum)
Gambar 1. Daun Kemangi (Ocimum sanctum)
a. Klasifikasi Tumbuhan
1) Kingdom : Plantae
2) Divisi : Spermatophyta
3) Subdivisi : Angiospermae
4) Kelas : Dicotyledonae
5) Ordo : Tubiflorae
6) Famili : Lamiaceae
7) Genus : Ocimum
8) Spesies : Ocimum sanctum (BPTO, 2004;
Tjitrosoepomo, 2002)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Deskripsi
Kemangi (Ocimum sanctum) banyak terdapat di Jawa dan
Madura, terutama di pinggiran ladang, sawah kering, juga ditanam di
taman, dan di pinggir jalan, hutan terbuka, padang rumput, liar di
jalanan, terkadang dibudidayakan. Daun kemangi biasanya digunakan
masyarakat sebagai pengobatan muntah- muntah, panu, pelancar air
susu ibu, dan lain sebagainya (Sudarsono et al., 2002).
Tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis ini merupakan
herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat
harum. Batang pokoknya tidak jelas, berwarna keunguan, dan
berambut atau tidak (Sudarsono et al., 2002).
Kemangi (Ocimum sanctum) berbentuk semak dengan tinggi 30-
150 cm. Daunnya tunggal, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul,
tepi bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 14-16 mm, lebar 3-6
mm, tangkai ±1 cm, dan berwarna hijau (Hutapea, 2001). Daun
berhadapan dan tersusun rapi, pangkal daun pasak sampai membulat,
di kedua permukaan berambut halus (Sudarsono et al., 2002)
Bunga kemangi majemuk, berbulu, berbentuk tandan, daun
pelindung berbentuk elips, bertangkai pendek, berwarna hijau,
mahkota berbentuk bulat telur berwarna putih keunguan (Hutapea,
2001). Bunga kemangi tersusun pada tangkai bunga berbentuk
menegak. Bunganya jenis hermafrodit dan sedikit berbau wangi.
Kelopak bunga berbentuk bibir, sisi luar berambut kelenjar, berwarna

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
ungu atau kehijauan, dan ikut menyusun buah. Mahkota bunga
berwarna putih dengan benang sari tersisip di dasar mahkota dan
kepala putik bercabang dua namun tidak sama (Sudarsono et al., 2002)
Buah kemangi berbentuk kotak, tegak, tertekan dengan ujung
membentuk kait melingkar dan berwarna coklat tua. Panjang kelopak
buah 6-9 mm. Biji berukuran kecil, bertipe keras, coklat tua, dan
waktu diambil segera membengkak, tiap buah terdiri dari 4 biji, dan
berwarna hitam. Akarnya tunggang dan berwarna putih kotor
(Hutapea, 2001; Sudarsono et al., 2002).
Daun kemangi secara makroskopis berupa helaian daun bentuk
lonjong, memanjang, bundar, telur, atau bundar telur memanjang,
ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar,
tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan
bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang
daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1 cm sampai 2,5 cm, tangkai daun
berpenampang bundar, panjang 1 cm sampai 2 cm, berambut halus
(Depkes RI, 1995)
Daun kemangi secara mikroskopis pada penampang melintang
melalui tulang daun tampak epidermis atas terdiri dari satu lapis sel
kecil, bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis,
kutikula tipis, dan licin. Pada pengamatan tangensial berbentuk
poligonal, berdinding lurus atau agak berkelok-kelok. Epidermis
bawah terdiri dari satu lapis sel kecil bentuk empat persegi panjang,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Rambut penutup,
bengkok, terdiri dari 1 sel tangkai dan 2-4 sel kepala, bentuk bundar.
Jaringan palisade terdiri dari selapis sel berbentuk silindris panjang
dan berisi banyak butir klorofil. Jaringan bunga karang, dinding
samping lurus atau agak berkelok tipis, mengandung butir klorofil.
Berkas pembuluh tipe kolateral terdapat jaringan penguat, yaitu
kolenkim. Stomata tipe diasitik pada epidermis atas dan bawah
(Depkes RI,1995).
c. Manfaat dan Kegunaan
Daun kemangi (Ocimum sanctum) berkhasiat sebagai pelancar
ASI, sebagai obat penurun panas, dan memperbaiki pencernaan
(Hutapea, 2001). Daun dapat digunakan untuk mengobati demam,
batuk, selesma, encok, urat saraf, air susu kurang lancar, sariawan,
panu, radang telinga, muntah-muntah dan mual, peluruh kentut,
peluruh haid, pembersih darah setelah bersalin, borok, dan untuk
memperbaiki fungsi lambung. Biji digunakan untuk mengatasi
sembelit, kencing nanah, penyakit mata, borok, penenang, pencahar,
peluruh air kencing, peluruh keringat, kejang perut. Akar digunakan
untuk mengobati penyakit kulit. Semua bagian tanaman digunakan
sebagai pewangi, obat perangsang, disentri, dan demam (Sudarsono et
al., 2002).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
d. Kandungan Kimia
Daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol
sebagai komponen utama. Di samping itu juga mengandung flavon
apigenin, luteolin, flavon O-glikosida apigenin 7-O glukoronida,
luteolin 7-O glukoronida, flavon C-glukosida orientin, molludistin dan
asam ursolat (Sudarsono et al., 2002).
Penelitian fitokimia telah membuktikan bahwa pada daun
kemangi (Ocimum sanctum) juga terdapat flavonoid, glikosid, asam
gallic dan esternya, asam caffeic, dan minyak atsiri yang mengandung
eugenol (70,5%) sebagai komponen utama (Sudarsono et al., 2002)
Daun kemangi (Ocimum sanctum) digunakan untuk mencegah
formasi radikal bebas dan telah digunakan dalam pengobatan arthritis,
nyeri otot, dan reumatik. Kandungan utama daun kemangi (Ocimum
sanctum) yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat (Vitamin
C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol, asam
palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan
senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina)
(Mishra et al., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Nair dkk
menyebutkan bahwa antioksidan yang terkandung dalam daun
kemangi dapat menghambat peroksidasi lemak (Nair et al., 2009).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Balanehru dan Nagarajan
menyebutkan juga bahwa asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat juga menghambat peroksidasi
lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991).
Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian
tanaman kemangi di antaranya 1,8 sineol, anthol, apigenin,
stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron (Hariana, 2007;
Dharmayanti, 2007). Tanaman ini juga mengandung asam askorbat,
asam kafeat, iskulin, histidin, magnesium, dan betasitosterol. Semua
senyawa berkhasiat ini diperlukan tubuh untuk menjaga kesehatan
(Avianto, 2007).
2. Ginjal (Ren)
a. Fisiologi
Ginjal adalah organ vital penting yang berperan sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal
mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa
dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan
nonelektrolit, serta mengeksresi kelebihannya sebagai urin. Ginjal
juga mengeluarkan produk sisa metabolisme (misal, urea, kreatinin,
dan asam urat) dan zat kimia asing (Price dan Wilson, 2006). Senyawa
asing yang dieliminasi ginjal adalah toksin, metabolit obat-obatan, zat
penambah pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non
nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh (Sherwood,
2001). Walaupun mempunyai banyak fungsi, fungsi primer ginjal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstraseluler
dalam batas-batas normal (Price dan Wilson, 2006).
b. Anatomi
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang
terletak di belakang rongga abdomen, satu di masing-masing sisi
kolumna vetrebalis, sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal
mendapat satu arteri renalis dan satu vena renalis, yang masing-
masing masuk dan keluar di cekungan medial ginjal yang
menyebabkan organ ini berbentuk seperti kacang (Sherwood, 2001).
Sisi medial yang cekung, hilum, merupakan tempat masuknya saraf,
keluar dan masuk pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta
keluarnya ureter (Junqueira et al., 2005). Kutub atas ginjal kanan
terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas (Price dan Wilson, 2006). Masing-
masing ginjal memiliki berat 130-150 gram dengan ukuran panjang
sekitar 11 cm, lebar sekitar 4-5 cm, dan tebal sekitar 3 cm (Gartner
dan Hiatt, 2007).
c. Histologi
Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul jaringan ikat padat tidak
teratur. Irisan sagital ginjal menunjukkan korteks yang lebih gelap di
bagian luar, dan medula yang terang di bagian dalam, yang terdiri atas
banyak piramid ginjal bentuk kerucut (Ereschenko, 2010). Korteks

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata
tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk labirin
kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian lurus (segmen lurus
tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal) dari nefron dan
duktus kolektivus. Massa jaringan korteks yang mengelilingi setiap
piramid medula membentuk sebuah lobus renalis, dan setiap berkas
medula merupakan pusat dari lobulus renalis. Jaringan korteks juga
terdapat di antara piramid medula, yang disebut kolumna Bertini
(Gartner dan Hiatt, 2007).
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal terdiri atas 1-
4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar,
korpuskulus ginjal, tubulus kontortus proksimal, segmen tebal dan
tipis ansa Henle, serta tubulus kontortus distal (Junqueira et al., 2005).
Korpuskulus ginjal berdiameter sekitar 200-250 µm dan terdiri
atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsula epitel
berdinding ganda yang disebut kapsula Bowman. Ruangan dalam
kapsula Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang
menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan
viseral. Glomerulus berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian
dalam melalui lapisan viseral yang tersusun oleh modifikasi sel-sel
epitel yang disebut podosit. Dinding luar yang mengelilingi ruang
Bowman tersusun oleh sel-sel epitel skuamous simpleks yang
membentuk lapisan parietal (Gartner dan Hiatt, 2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Korpuskulum ginjal memiliki dua kutub yaitu kutub vaskuler
dan kutub uriner. Kutub vaskuler merupakan tempat masuk dan
keluarnya arteriol aferen dan eferen glomerulus dan juga merupakan
tempat peralihan kapsula Bowman parietal melipat menjadi visceral
(Gartner dan Hiatt, 2007). Kutub uriner merupakan perpindahan dari
ruangan Bowman menuju lumen tubulus kontortus proksimal dan
sekaligus terjadi perubahan dari epitel selapis pipih kapsula Bowman
menjadi kuboid atau silindris di tubulus kontortus proksimal (Steven
dan Lowe, 2005).
Glomerulus merupakan struktur yang dibentuk oleh beberapa
berkas anastomosis kapiler yang berasal dari cabang-cabang arteriol
aferen ginjal. Komponen jaringan ikat pada arteriol aferen tidak
masuk ke dalam kapsula Bowman dan secara normal sel-sel jaringan
ikat digantikan oleh tipe sel khusus, yaitu sel-sel mesangial (Gartner
dan Hiatt, 2007). Sekelompok sel khusus yaitu sel-sel
jukstaglomerularis (modifikasi otot polos arteriol aferen), makula
densa, dan sel-sel mesangial ekstraglomerular membentuk bangunan
penting disebut aparatus jukstaglomerulus. Bangunan ini terletak
dekat dengan kutub vaskuler masing-masing glomerulus yang
berperan penting dalam mengontrol volume cairan ekstraseluler dan
tekanan darah, serta mengatur pelepasan renin (Guyton dan Hall,
2007; Price dan Wilson, 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Tubulus kontortus proksimal terdapat banyak pada korteks
ginjal dengan diameter sekitar 60 µm dan panjang sekitar 14 mm.
Tubulus kontortus proksimal terdiri dari pars konvulata yang berada di
dekat korpuskulus ginjal dan pars rekta yang berjalan turun di medula
dan korteks, kemudian berlanjut menjadi lengkung henle di medula
(Gartner dan Hiatt, 2007). Tubulus proksimal ginjal berperan dalam
mekanisme reabsorbsi dan sekresi. Dalam keadaan normal, semua
glukosa dan 67% natrium dan klorida direabsrobsi. Proses sekresi
yang terpenting pada tubulus kontortus proksimal adalah sekresi H+,
K+, dan ion-ion (Sherwood, 2001). Tubulus proksimal adalah lokasi
yang paling sering mengalami kerusakan akibat toksikan. Hal ini
terjadi karena sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui
urine, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus
proksimal ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus proksimal
meningkat (Price dan Wilson, 2006).
Ansa Henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas ruas tebal
desenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontortus
proksimal, sedangkan ruas tipis desenden, ruas tipis asenden, dan ruas
tebal asenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontortus
distal. Segmen tebal distal asenden menuju korteks dan menghampiri
kutub vaskuler glomerulus asalnya, tepatnya di antara arteriol eferen
dan eferen. Sel-sel tubulus di tempat ini tersusun lebih rapat dan lebih
tinggi dari pada sekitarnya, dinamakan makula densa. Kemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tubulus melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus distal (Junqueira
et al., 2005).
Setelah melewati makula densa, nefron melanjutkan diri
menjadi tubulus kontortus distal yang berjalan berliku-liku dan berada
di dalam korteks berdampingan dengan tubulus kontortus proksimal.
Tubulus ini berakhir di dekat pars radiata, bermuara ke dalam duktus
kolektivus. Tubulus distal lebih pendek daripada tubulus kontortus
proksimal sehingga pada irisan tampak lebih sedikit, dengan diameter
lebih sempit (Sherwood, 2001)
Tubulus kolektivus atau duktus eskretorius tidak termasuk
bagian nefron karena secara embriologis keduanya berbeda. Tubulus
ini berjalan di dalam pars radiata korteks menuju medula. Tubulus
kolektivus menyalurkan urine dari nefron ke pelvis renalis dengan
sedikit absorbsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH)
(Gartner dan Hiatt, 2007; Steven dan Lowe, 2005).
3. Parasetamol
a. Farmakodinamik
Asetaminofen atau parasetamol adalah salah satu obat yang
terpenting untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Katzung
B.G, 1998). Asetaminofen merupakan metabolit aktif dari fenasetin
yang memiliki efek antipiretik (Wilamana dan Gunawan, 2007). Obat
ini tidak mempunyai efek antiinflamasi yang bermakna, tetapi banyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
digunakan sebagai analgesik ringan jika nyeri tidak memiliki
komponen inflamasi (Goodman dan Gilman, 2008). Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Yodhian L.F, 2009).
b. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsenterasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu
setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam (Wilamana dan
Gunawan, 2007). Pemberian parasetamol secara oral dengan
penyerapan yang cepat dan hampir sempurna di saluran pencernaan.
(Katzung B.G, 1998). Hati merupakan tempat metabolisme utama
parasetamol. Di dalam hati, 60% dikonjugasikan dengan asam
glukuronat, 35% asam sulfat, dan 3% sistein; yang akhirnya
menghasilkan konjugat yang larut dalam air serta diekskresi bersama
urin. Jalur konjugasi pertama (terutama glukuronidasi dan sulfasi)
tidak dapat digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi
dosis terapi dan sebagian kecil akan beralih ke jalur sitokrom P450
(CYP2E1) (Defendi dan Tucker, 2009; Goodman dan Gilman, 2008).
Metabolisme melalui sitokrom P450 membuat parasetamol
mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa antara, N-acetyl-para-
benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif.
Pada keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui
konjugasi dengan glutathione (GSH) yang berikatan dengan gugus
sulfhidril dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
asam merkapturat yang selanjutnya diekskresi ke dalam urin. Ketika
terjadi overdosis, kadar GSH dalam sel hati menjadi sangat berkurang
yang berakibat kerentanan sel-sel hati terhadap cedera oleh oksidan
dan juga memungkinkan NAPQI berikatan secara kovalen pada
makromolekul sel, yang menyebabkan disfungsi berbagai sistem
enzim (Goodman dan Gilman, 2008). Reaksi antara NAPQI dengan
makromolekul akan memacu terbentuknya reactive oxygen species
(ROS). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang
berarti NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau reaksi berantai
(chain reactions) terbentuknya radikal bebas baru (Rubin et al., 2005;
Winarsi, 2007).
Rangkaian metabolisme minor parasetamol ini dapat
menyebabkan efek merugikan. Pengurangan GSH secara tidak
langsung dapat menimbulkan terjadinya stres oksidatif akibat
penurunan proteksi antioksidan endogen (antioksidan enzimatik),
yang juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid (Maser et
al., 2002). Peroksidasi lipid merupakan suatu proses autokatalisis yang
mengakibatkan kematian sel. Produk akhir peroksidasi lipid di dalam
tubuh adalah malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan
kematian sel akibat proses oksidasi berlebihan dalam membran sel
(Mayes, 2008; Winarsi, 2007). Selain itu, reaksi pembentukan NAPQI
akibat detoksifikasi oleh sitokrom P450 memacu terbentuknya radikal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bebas superoksida (O2-) yang dinetralisir oleh superoksida dismutase
(SOD) menjadi H2O2, suatu reactive oxygen species (ROS) yang tidak
begitu berbahaya (Sukandar, 2006).
c. Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan
antipiretik (Wilamana dan Gunawan, 2007). Parasetamol aman
diberikan peroral pada dosis 325-1000 mg per hari dan tidak boleh
lebih dari 4000 mg (2000 mg/hari untuk alkoholik kronis). Dosis
tunggal pada anak-anak sekitar 40-480 mg tergantung usia dan berat
badan anak. Biasanya, dosis 10 mg/kg berat badan masih aman
dikonsumsi (Goodman dan Gilman, 2008).
d. Efek Samping
Manifestasi klinis yang timbul akibat keracunan akut
parasetamol berhubungan dengan waktu dari awal konsumsi,
keberadaan faktor risiko, dan konsumsi obat-obatan lain. Gejala
berupa gangguan lambung (mual, nyeri abdominal, dan anoreksia)
muncul selama 12-24 jam pertama keracunan akut parasetamol, tetapi
banyak pula pasien yang tidak mengalami gejala apapun selama
periode waktu ini (DiPiro et al., 2008; Hoffman et al., 2007). Efek
samping paling serius dari kelebihan dosis akut parasetamol adalah
nekrosis hati yang fatal (Priyanto, 2009). Serta parasetamol
merupakan salah satu obat yang paling sering menyebabkan kematian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
akibat keracunan (self poisoning) (Neal, 2006). Nekrosis tubulus
renalis dan hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis
tunggal 10-15 g (150-250 mg/kg BB). Sekitar 10% pasien keracunan
yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang
menjadi kerusakan hati yang hebat dan 10-20% akhirnya meninggal
karena kegagalan fungsi hati. Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada
beberapa pasien (Goodman dan Gilman, 2008; Ghosh et al., 2010).
Sedangkan Lethal Dosis-50 (LD-50) mencit adalah 6,76 mg/20 g BB
mencit (Wishart dan Knox, 2006). Penelitian Mitic-Zlatkovic dan
Stefanovic (1999) pada hewan coba menunjukkan bahwa ketika
parasetamol memenuhi ginjal, parasetamol akan dioksidasi melalui C-
P450 sehingga dapat menyebabkan kerusakan tubulus ginjal.
4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis
Toksik
Kerusakan ginjal yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat
dari pemberian parasetamol dosis toksik (Goodmann dan Gilman, 2006).
Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada tubuh yang hidup. Pada
nekrosis perubahan tampak nyata pada nukleus (Price dan Wilson, 2006).
Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan
ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein, serta kerusakan
organel sel (Mitchell dan Cotran, 2007). Menurut Mitchell dan Cotran
(2007) dan Price dan Wilson (2007) perubahan morfologi nukleus pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
nekrosis terdapat 3 pola, yang semuanya disebabkan oleh pemecahan
nonspesifik DNA, yaitu :
a. Piknosis, ditandai dengan melisutnya inti sel dan peningkatan
basofil kemudian DNA berkondensasi menjadi massa yang
melisut padat
b. Karioreksis, fragmen inti sel yang piknotik, yang selanjutnya
dalam 1-2 hari inti dalam sel yang mati benar-benar menghilang
c. Kariolisis, ditandai dengan nukleus mati dan hilang yang
disebabkan oleh aktivitas Diribose Nucleid Acid (DNA).
Nefrotoksisitas yang terjadi akibat dosis toksik parasetamol juga
menginduksi stres retikulum endoplasma pada glomerulus ginjal, yang
menyebabkan stres oksidatif dan inflamasi pada sel-sel podosit serta
mesangial glomerulus (Inagi, 2009). Singh et al. (2006) menjelaskan
bahwa senyawa ROS, yang merupakan hasil reaksi antara NAPQI
(metabolit minor parasetamol) dengan makromolekul, dapat menyebabkan
kerusakan ginjal.
Pada nefrotoksisitas parasetamol terjadi nekrosis segmen-segmen
pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan membrana
basalis tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi supresi akut
fungsi ginjal. Secara histologis ditandai dengan sel-sel epitel tubulus yang
semakin menipis dan datar, brush border menghilang, lumen tubulus
melebar dan terisi oleh jaringan nekrotik. Hal ini terjadi karena sel epitel
tubulus ginjal peka terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
saat kontak dengan zat-zat yang dieksresi oleh ginjal (Mitchell dan Cotran,
2007).
5. Mekanisme Perlindungan Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum)
terhadap Kerusakan Ginjal Akibat Induksi Parasetamol
Kandungan utama ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) yang
berperan dalam mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol
dosis toksik adalah antioksidan. Kandungan utama daun kemangi
(Ocimum sanctum) yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat
(Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol,
asam palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat),
dan senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina)
(Mishra et al., 2007). Antioksidan primer yang terkandung dalam daun
kemangi (Ocimum sanctum) dapat mencegah terjadinya proses oksidasi
lebih lanjut dengan cara mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal
bebas sehingga dapat menghambat terbentuknya radikal peroksida pada
tahap propagasi (Subroto, 2005). Sehingga dapat memutus rantai berantai
(chain reaction) dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya
stress oksidatif (Winarsi, 2007).
Gugus fungsi pada senyawa flavonoid dapat berperan sebagai
penangkap radikal bebas hidroksi (OH) sehingga tidak mengoksidasi
lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kematian sel ginjal pun dapat
dicegah. Kemampuan flavonoid dalam menangkap radikal bebas ini 100

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif
dibandingkan vitamin E (Salamah dkk., 2008; Harbone, 1987).
Ekstrak daun kemangi dengan kandungan terbesar berupa
antioksidan seperti flavonoid dengan dosis 1,2 gr/hari/1,5 kg BB kelinci
telah memberikan efek yang nyata sebagai perlindungan organ tubuh
akibat dari radikal bebas seperti penggunaan dosis toksik parasetamol
(Shweta Gupta et al., 2005)
Vitamin E dan flavanoid yang terkandung dalam daun kemangi
merupakan pertahanan utama melawan oksigen perusak, khususnya radikal
bebas dan peroksidasi lipid (Maslachah et al., 2001). Vitamin E dapat
menghambat peroksidasi lipid oleh radikal bebas yang dibentuk dari
persenyawaan NAPQI melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dan
metal chelation (Priya dan Vasudha, 2009). Selain itu, vitamin E dapat
mempertahankan integritas membran sel dengan menghambat aktivitas
nitrit oxide (NO) endotel dan menghambat adhesi leukosit pada sel yang
mengalami kerusakan. Inhibisi aktivitas NO juga diperankan vitamin C,
selain vitamin C juga merupakan penyetabil keberadaan vitamin E
(Sukandar, 2006).
Beta karoten mempunyai peran dalam meningkatkan enzim
glutation S transferasi (GST). Enzim GST dapat meningkatkan kadar
gluthatione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali
kekosongan di dalam tubuh dan dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI.
Hal ini berperan penting dalam mengurangi konsenterasi radikal bebas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Karena beta karoten efektif pada konsenterasi rendah oksigen, beta
karoten dapat melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada
konsenterasi tinggi oksigen (Frank, 1995).
Asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak daun kemangi juga
dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Parasetamol dosis toksik
Ekstrak daun kemangi
Bioaktivasi C-P450
Kerusakan sel-sel ginjal
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Peningkatan NAPQI
(elektrofilik)
Deplesi glutation
Ikatan kovalen dengan makromolekul (nukleofilik)
Lipid peroksida
Meningkatkan TAS (Total Antioxidant
Status)
Reactive Oxygen
Species (ROS)
Kerusakan makromolekul
Nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal
Aktivasi NO (nitrit oxide) dan adhesi
leukosit
Stres oksidatif
Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal
Keterangan: : memacu : menghambat
b-sitosterol, eugenol, asam palmitat, senyawa fenolik (asam fenolat, dll), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan
klorofil, asam amino, dan amina)
Vit E (tokoferol)
Asam ursolic Beta karoten
Flavanoid
Vit C (asam aksorbat)
Meningkatkan enzim GST Kadar
glutathione tubuh á

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) memberikan efek
nefroprotektor terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) dapat
meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus
musculus) yang diinduksi parasetamol.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan
perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan berupa hewan coba di
laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi : Mencit jantan dengan galur Swiss webster berusia
2-3 bulan dengan berat badan ± 20 g.
2. Sampel : Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus
Federer (Purwasisastra, 2001) yaitu:
(k-1)(n-1) > 15
(4-1)(n-1) > 15
3(n-1) > 15
3n > 15 + 3
n > 6 ≈ 7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Keterangan:
k : jumlah kelompok
n : jumlah sampel dalam tiap kelompok
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak
7 ekor mencit (n > 6). Jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian
ini membutuhkan 28 ekor mencit dari populasi yang ada.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel
diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari
populasi yang ada (Taufiqqurohman, 2008).
E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group
design. Dalam rancangan ini subjek dibagi menjadi 4 kelompok secara
random. Perlakuan pemberian parasetamol saja diberikan kepada satu
kelompok, 3 kelompok lain diberi perlakuan pemberian ekstrak daun
kemangi dengan dosis yang berbeda dengan diinduksi parasetamol, dan
perlakuan lain sebagai kontrol. Setelah waktu yang ditentukan, semua
kelompok diobservasi atau dilakukan pengukuran terhadap variabel efek
yang diteliti. Perbedaan hasil pengukuran nilai variabel pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol merupakan efek dari perlakuan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
KK : (-) O0
KP1: (X 1) O1
KP2: (X 2) O2
KP3 : (X 3) O3
Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian
Keterangan:
KK : Kelompok kontrol tanpa diberi ekstrak daun kemangi maupun
parasetamol.
KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi parasetamol tanpa diberi ekstrak daun
kemangi.
KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi parasetamol dan ekstrak daun
kemangi dosis I.
KP3 : Kelompok perlakuan 3 diberi parasetamol dan ekstrak daun
kemangi dosis II.
(-) : Pemberian aquades peroral 0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari
selama 14 hari berturut-turut.
(X 1) : Pemberian aquades peroral 0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari
selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi
parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit perhari.
(X 2) : Pemberian ekstrak daun kemangi peroral dosis I yaitu 48 mg/20 gr
BB mencit selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13,
dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 g BB mencit 1 jam setelah
pemberian ekstrak daun kemangi.
Sampel Mencit 28 ekor
Dibandingkan dengan uji
statistik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(X 3) : Pemberian ekstrak daun kemangi dosis II yaitu 74 mg/20 gr BB
mencit BB mencit selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-
12,13, dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit setelah
pemberian ekstrak daun kemangi.
O0 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata
korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok
kontrol.
O1 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata
korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok
KP1.
O2 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata
korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok
KP2.
O3 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 100 sel di pars konvulata
korteks ginjal (50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) kelompok
KP3.
Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan
pertama dikerjakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ektrak daun
kemangi.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kerusakan sel ginjal mencit
(Mus musculus).
3. Variabel Luar
Variabel luar terdiri dari variabel yang dapat dikendalikan dan yang
tidak dapat dikendalikan.
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan
jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan
Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal ginjal
mencit.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: pemberian ekstrak daun kemangi.
Yang dimaksud dengan pemberian ekstrak daun kemangi adalah
ekstrak etanol dari daun kemangi. Daun kemangi didapat, dikeringkan,
serta diekstrasi di Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta.
Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi sebagai metode penyarian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
karena beberapa keuntungan yang dimilikinya, yaitu hasil ekstraksi
berupa bahan aktif yang tinggi. Ekstrak daun kemangi (Ocimum
sanctum) diberikan peroral dengan sonde lambung dalam 2 dosis.
Dosis I : 48 mg/20 gr BB mencit yang diencerkan hingga 0,2 ml
diberikan pada mencit KP2
Dosis II : 74 mg/20 gr BB mencit yang diencerkan hingga 0,3
ml diberikan pada mencit KP3
Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Variabel terikat: kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus)
Yang dimaksud dengan kerusakan sel ginjal adalah besarnya
skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang
diinduksi dengan parasetamol setelah diberi ekstrak daun kemangi.
Pada variabel ini yang dinilai berupa besarnya poin kerusakan
histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit. Besarnya poin
kerusakan histologis dinilai dengan cara menghitung poin kerusakan
yang terjadi pada sel epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu
di pars konvulata korteks ginjal. Tiap ekor mencit dibuat 4 irisan
jaringan dari ginjal kanan dan 4 irisan jaringan dari ginjal kiri, yang
kemudian diambil secara acak 1 irisan dari masing-masing ginjal untuk
diamati pada mikroskop. Pengamatan 100 sel epitel tubulus proksimal
(50 sel ginjal kanan dan 50 sel ginjal kiri) yang ada pada setiap daerah
tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Selanjutnya hasil penghitungan
masing-masing pola nuklear nekrosis sel tersebut dijumlahkan untuk
mendapatkan poin kerusakan histologis masing-masing ginjal. Hasil
penilaian akhir setiap mencit merupakan penjumlahan antara pola
nuklear nekrosis sel ginjal kanan dan ginjal kiri.
Maka, rumus besarnya poin kerusakan histologis sel ginjal tiap
mencit adalah:
(Pi + Kr + Kl) ginjal kanan + (Pi + Kr + Kl) ginjal kiri
Keterangan :
Pi : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis.
Kr : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis.
Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis.
Skala pengukuran variabel ini adalah skala rasio.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat
dikendalikan melalui homogenisasi.
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit dengan galur
Swiss webster.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3) Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara
berkisar antara 25-28o C.
5) Berat badan
Berat badan hewan percobaan + 20 gr
6) Jenis makanan
Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air PAM
(Perusahaan Air Minum).
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: kondisi psikologis,
reaksi hipersensitivitas, dan keadaan awal ginjal mencit.
1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan
yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat
mempengaruhi kondisi psikologis mencit.
2) Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan
ginjalnya sudah mengalami kelainan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
H. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit (35 cm
x 12cm x 28cm).
b. Timbangan hewan (merk Camry).
c. Timbangan obat (Mettler Toledo AL 204).
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja
lilin).
e. Sonde lambung (volume 1 ml).
f. Alat untuk pembuatan preparat histologi (mikrotom).
g. Mikroskop cahaya medan terang (merk Olympus).
h. Gelas ukur dan pengaduk (ukuran 10 ml).
i. Video kamera untuk mikroskop.
j. Kamera.
2. Bahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Parasetamol (C8H9NO2).
b. Makanan hewan percobaan (pelet).
c. Aquades (H20).
d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE
(Hematoksilin Eosin).
e. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
I. Cara Kerja
1. Penentuan Dosis dan Pengenceran Ekstrak Daun Kemangi
Dosis utama yang diberikan ditentukan berdasarkan hasil
konversi dari tikus ke mencit (Ngatidjan, 1991). Dosis pemberian
ekstrak daun kemangi ini dibedakan dalam dua dosis, yaitu dosis I =
48 mg/20 gr BB mencit dan dosis II = 74 mg/20 gr BB mencit. Ekstrak
daun kemangi dosis I diberikan sehari sekali selama 14 hari berturut-
turut pada KP2. Ekstrak daun kemangi dosis II diberikan sehari sekali
selama 14 hari berturut-turut pada KP3.
Perhitungan dosis ekstrak daun kemangi:
a. Perhitungan dosis I berdasarkan dosis yang telah digunakan dalam
penelitian sebelumnya dimana nilai tersebut akan dikonversikan
dari dosis kelinci ke dosis mencit. Berdasarkan tabel konversi
perhitungan dosis untuk berbagai spesies dan manusia, konversi
kelinci dengan berat badan 1,5 kg pada mencit dengan berat badan
20 mg adalah 0,04 (Ngatidjan,1991). Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan Shweta Gupta et al. (2005) ekstrak daun kemangi
yang digunakan dalam penelitian tersebut mempunyai kandungan
optimal sebagai antioksidan, seperti kandungan flavonoid dimana
dosis yang digunakan sebesar 1,2 gr/hari/1,5 kg BB kelinci. Maka
dosis daun kemangi untuk mencit ialah:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
= (1,2 gr x 1000 x 0,04)/20 gr mencit
= 48 mg/20 gr mencit
Pengenceran ekstrak daun kemangi :
2,4 gr ekstrak daun kemangi + aquades → 10 ml larutan ekstrak
daun kemangi
Dalam 1 ml larutan mengandung 240 mg ekstrak daun kemangi
→ 0,05 ml larutan mengandung 12 mg ekstrak daun kemangi
→ 0,2 ml larutan mengandung 48 mg ekstrak daun kemangi
b. Dosis II ektrak daun kemangi
Dosis II ekstrak daun kemangi adalah 1,5 kali ekstrak daun
kemangi dosis I. Jadi ekstrak daun kemangi yang disondekan pada
1 ekor mencit 20 gr = 0,3 ml yang diberikan selama 14 hari
berturut turut.
Pemberian ekstrak daun kemangi selama 14 hari berturut-turut
dimaksudkan untuk memberikan daya proteksi pada sel-sel ginjal oleh
antioksidan sehingga ketika diinduksi parasetamol dosis toksik, rantai
radikal bebas dapat diputus dan kerusakan ginjal dapat dicegah. Di luar
jadwal perlakuan, mencit diberi makan pelet dan minum air PAM ad
libitum.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Dosis dan pengenceran Parasetamol.
Dosis fatal (LD-50/Lethal Dosis-50) untuk mencit peroral yang
telah diketahui adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 g BB mencit
(Wishart dan Knox, 2006). Dosis parasetamol yang digunakan untuk
menimbulkan efek kerusakan ginjal berupa nekrosis sel epitel tubulus
proksimal ginjal tanpa menyebabkan kematian mencit adalah dosis
3/4 LD-50 perhari (Alberta dan Canada dalam Ratnasari, 2009). Dosis yang
digunakan adalah 338 mg/Kg BB × 0,75 = 253,5 mg/Kg BB =
5,07 mg/20 gr BB mencit. Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades
hingga 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung
5,07 mg parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari
ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan
untuk menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada sel epitel tubulus
proksimal di daerah pars konvulata korteks ginjal tanpa menimbulkan
kematian pada mencit.
3. Persiapan Mencit.
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sesudah
adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan
dosis dan dilakukan perlakuan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4. Pengelompokkan Subjek.
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Subjek
dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing-
masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun pengelompokkan subjek
adalah sebagai berikut:
a. KK : Kelompok kontrol diberi aquades peroral sebanyak
0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari selama 14 hari
berturut-turut.
b. KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi aquades peroral sebanyak
0,1 ml/20 gr BB mencit setiap hari selama 14 hari
berturut-turut dan pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi
parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit peroral perhari.
c. KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi ekstrak daun kemangi
peroral dosis I yaitu 48/20 gr BB mencit selama 14 hari
berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi
parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit 1 jam setelah
pemberian ekstrak daun kemangi.
d. KP3 : Kelompok perlakuan 3 diberi ekstrak daun kemangi
peroral dosis II yaitu 74 mg/20 gr BB mencit mencit
selama 14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13,
dan 14 diberi parasetamol 0,1 ml/20 gr BB mencit 1 jam
setelah pemberian ekstrak daun kemangi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Setiap sebelum pemberian parasetamol dan ekstrak daun kemangi,
mencit dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung.
Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian ekstrak daun
kemangi agar terabsorbsi terlebih dahulu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
5. Pemberian Perlakuan.
Gambar 4. Skema Langkah-Langkah Penelitian
Kelompok kontrol
Kelompok perlakuan 1
Kelompok perlakuan 2
Kelompok perlakuan 3
Dipuasakan selama + 5 jam
Aquades 0,1 ml/20 gr BB mencit
Ekstrak daun kemangi 48
mg/ 20 gr BB mencit selama
14 hari
Ekstrak daun kemangi 74
mg/ 20 gr BB mencit mencit selama 14 hari
Setelah + 1 jam
Aquades 0,1 ml/20 gr BB mencit
28 ekor mencit
0,1 ml parasetamol dosis 5,07 mg/20 gr BB mencit pada hari ke-12, 13 dan 14
Semua hewan dikorbankan dengan cara neck dislocation.
Adaptasi 7 Hari
Pembuatan preparat ginjal hari ke-15.
Pra Perlakuan
Perlakuan Selama 14
Hari
Pasca perlakuan hari ke-15

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
6. Pengukuran Hasil.
Pada hari ke-15 setelah perlakuan diberikan, semua hewan
percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini dilakukan
pada hari ke-15 agar efek dari perlakuan masih tampak nyata. Setiap
mencit diambil ginjal kanan dan kiri, kemudian masing-masing ginjal
dibuat 4 irisan secara frontal pada daerah pertengahan ginjal (untuk
keseragaman) dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7 µm. Preparat ginjal
dibuat dengan metode blok parafin dengan pengecatan hematoksilin eosin
(HE). Tiap ekor mencit dibuat 4 irisan jaringan dari ginjal kanan dan
4 irisan jaringan dari ginjal kiri, yang kemudian diambil secara acak
1 irisan dari masing-masing ginjal untuk diamati pada mikroskop.
Pengamatan preparat irisan jaringan ginjal mula-mula dilakukan
dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan,
kemudian ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata
korteks ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk
mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pengamatan dilakukan
dengan perbesaran 1000 kali untuk melihat dan membedakan inti sel yang
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dengan lebih jelas.
Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena pada
tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar C-P450 lebih
tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih
mudah untuk mengalami kerusakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami
kerusakan maka dari tiap irisan ditentukan 1 daerah di pars konvulata
korteks ginjal kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel
epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 50 sel epitel
tubulus proksimal yang ada di daerah tersebut. Setiap jenis kerusakan
(nekrosis) inti sel tersebut, yaitu piknosis, karioreksis, dan kariolisi diberi
nilai 1. Misal, pada suatu daerah di pars konvulata korteks ginjal kanan
terdapat 20 sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 15 sel dengan
inti karioreksis, dan 8 sel dengan inti kariolisis, sedangkan pada pars
konvulata korteks ginjal kiri terdapat 20 sel epitel tubulus proksimal
dengan inti piknosis, 18 sel dengan inti karioreksis, dan 8 sel dengan inti
kariolisis, maka poin kerusakan histologis sel ginjal pada mencit tersebut
adalah:
(Pi + Kr + Kl) ginjal kanan + (Pi + Kr + Kl) ginjal kiri
= (20 + 15 + 8) + (20+ 18+ 8)
= (43) + (46)
= 95
J. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh akan diuji menggunakan uji statistik One-Way
ANOVA (Analysis of Variance). Jika terdapat perbedaan yang bermakna,
maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons. Derajat
kemaknaan yang digunakan adalah p < 0,05. Jika ternyata data yang diperoleh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
tidak memenuhi syarat uji statistik parametrik One-Way ANOVA, maka akan
digunakan uji statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis (Dahlan, 2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret dengan menggunakan 28 mencit yang
dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: KK (Aquades), KP1
(Aquades+Parasetamol dosis toksik), KP2 (Ekstrak daun kemangi dosis
I+Parasetamol dosis toksik), KP3 (Ekstrak daun kemangi dosis
II+Parasetamol dosis toksik). Dari keempat kelompok tersebut, dinilai jumlah
kerusakan histologis dari sel ginjal mencit. Data yang diperoleh berupa data
rasio yaitu jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal.
Hasil pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal yang
mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis untuk masing-masing
kelompok disajikan pada lampiran 3, tabel 8. Rata-rata jumlah kerusakan
histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal untuk masing-masing kelompok
mencit dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit.
Kelompok Rata-rata Jumlah Standar Deviasi
K (aquades) 16,43 2,637
P1 (parasetamol) 75, 43 5,192
P2 (kemangi dosis I+ 21,29 2,289
parasetamol)
P3 (kemangi dosis II+ 18,29 2,563
parasetamol)
(Sumber: Data Primer, 2012)
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah kerusakan
yang paling tinggi adalah pada kelompok P1 (parasetamol) yaitu
75,43 ± 5,192 dan rata-rata jumlah kerusakan paling rendah adalah pada
kelompok K (aquades) yaitu 16,43 ± 2,637. Deskripsi analisis statistik
keempat kelompok secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 4.
Gambar 4 sampai dengan 11 menunjukkan gambaran histologis
(fotomikrograf) kelompok K, P1, P2, dan P3 preparat epitel tubulus
proksimal pars konvulata korteks ginjal mencit yang ditandai dengan
perubahan morfologik nukleus berupa piknosis, karioreksis, dan kariolisis.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Kanan Mencit Kelompok Kontrol (K). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
Gambar 6. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri Mencit Kelompok Kontrol (K). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE. 1000 x.
c
a
b
d
b
c a
d

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 7. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 1 (P1). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
Gambar 8. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri
Mencit Kelompok Perlakuan 1 (P1). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE. 1000 x.
c
a
b
d
a
b
c
d

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 9. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 2 (P2). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
Gambar 10. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri
Mencit Kelompok Perlakuan 2 (P2). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
b
a
c
d
c d b a

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Gambar 11. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kanan Mencit Kelompok Perlakuan 3 (P3). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
Gambar 12. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Kiri Mencit Kelompok Perlakuan 3 (P3). Tampak dalam gambar, a: inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d: inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE. 1000 x.
d c
b
a
d
c
b
a

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian, pertama kali diuji apakah
data yang ada memenuhi syarat uji parametrik One-Way ANOVA. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical Product
and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows.
Syarat menggunakan uji parametrik One-Way ANOVA:
1. Hanya dapat digunakan dengan masalah skala pengukuran numerik.
Masalah skala pengukuran numerik pada hipotesis komparatif adalah
masalah skala pengukuran variabel yang mencari asosiasi antara skala
variabel numerik dan kategorik.
2. Skala variabel numerik harus memiliki sebaran data normal, dibuktikan
dengan uji normalitas data metode analitik yaitu uji Kolmogorov-
Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada
nilai α. Misal, α = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data normal harus
p > 0,05.
3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji
homogenitas varians yaitu Levene’s Test of Varians, di mana untuk
varians data yang sama akan memiliki nilai p lebih besar daripada nilai α.
Misal, α = 0,05 maka nilai p untuk uji varians data normal harus
p > 0,05.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Data pada penelitian ini adalah kerusakan sel ginjal mencit dinyatakan
dengan skala rasio (skala variabel numerik) dan kelompok perlakuan
dinyatakan dengan skala ordinal (skala variabel kategorik). Asosiasi skala
variabel numerik dan kategorik pada hipotesis komparatif menghasilkan
masalah skala pengukuran numerik. Dapat dinyatakan bahwa syarat pertama
untuk menggunakan uji One-Way ANOVA terpenuhi
Metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran
data normal atau tidak adalah uji Kolmogorov-Smirnov (sampel > 50) atau uji
Saphiro-Wilk (sampel ≤ 50) (Dahlan, 2007). Penelitian ini menggunakan 28
sampel, maka digunakan uji Saphiro-Wilk untuk menentukan apakah sebaran
data normal atau tidak. Tabel 2 memuat hasil uji normalitas Saphiro-Wilk
Tabel 2. Hasil Tes Normalitas Sebaran Data 4 Kelompok.
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kerusakan_Sel_Gi
njal_Mencit
Kelompok Kontrol
(aquades)
.279 7 .107 .868 7 .179
Kelompok Perlakuan 1
(parasetamol)
.183 7 .200* .916 7 .442
Kelompok Perlakuan 2
(kemangi dosis 1)
.284 7 .091 .813 7 .055
Kelompok Perlakuan 3
(kemangi dosis 2)
.141 7 .200* .962 7 .837
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Nilai p pada tabel 2 dari hasil uji Saphiro-Wilk berturut-turut untuk
kelompok K, P1, P2, dan P3 adalah 0,179; 0,442; 0,055; dan 0,837. Keempat
nilai di atas lebih besar dari nilai α (0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa
syarat kedua untuk menggunakan uji One-Way ANOVA terpenuhi, yaitu:
1. Sebaran data kelompok K (aquades) normal.
2. Sebaran data kelompok P1 (parasetamol) normal.
3. Sebaran data kelompok P2 (ekstrak daun kemangi dosis I) normal.
4. Sebaran data kelompok P3 (ekstrak daun kemangi dosis II) normal.
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians yaitu menggunakan
Levene’s Test of Varians untuk mengetahui apakah varians data sama atau
tidak. Hasil uji Levene’s Test of Varians dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 3. Hasil Uji Levene’s Test of Varians
Nilai p yang didapatkan dari uji homogenitas varians ini adalah 0,162
dimana nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat diartikan bahwa varians data
antarkelompok sama. Syarat ketiga untuk menggunakan uji One-Way
ANOVA terpenuhi sehingga uji One-Way ANOVA bisa dilakukan.
Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada tabel 4. Nilai p dari
hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p<0,05), jadi terdapat perbedaaan
Test of Homogeneity of Variances
Kerusakan_Sel_Ginjal_Mencit
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.866 3 24 .162

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
skor rata-rata kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang
bermakna antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok
perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3.
Tabel 4. Hasil Uji One-Way ANOVA
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 16999.143 3 5666.381 495.808 .000
Within Groups 274.286 24 11.429
Total 17273.429 27
Karena didapatkan adanya perbedaan yang signifikan dari empat
kelompok tersebut maka uji statistik dilanjutkan dengan Uji Post Hoc untuk
mengetahui antarkelompok mana perbedaan rata-rata jumlah kerusakan
histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal dan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji LSD. Hasil uji Post Hoc Multiple Comparasions
(LSD) dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparasions
Multiple Comparisons Kerusakan_Sel_Ginjal_Mencit LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Kelompok Kontrol (aquades)
Kelompok Perlakuan 1 (parasetamol)
-59.000* 1,807 ,000 -62,73 -55,27
Kelompok Perlakuan 2 (kemangi dosis 1)
-4.857* 1,807 ,013 -8,59 -1,13
Kelompok Perlakuan 3 (kemangi dosis 2)
-1,857 1,807 ,314 -5,59 1,87

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Kelompok Perlakuan 1 (parasetamol)
Kelompok Kontrol (aquades)
59.000* 1,807 ,000 55,27 62,73
Kelompok Perlakuan 2 (kemangi dosis 1)
54.143* 1,807 ,000 50,41 57,87
Kelompok Perlakuan 3 (kemangi dosis 2)
57.143* 1,807 ,000 53,41 60,87
Kelompok Perlakuan 2 (kemangi dosis 1)
Kelompok Kontrol (aquades)
4.857* 1,807 ,013 1,13 8,59
Kelompok Perlakuan 1 (parasetamol)
-54.143* 1,807 ,000 -57,87 -50,41
Kelompok Perlakuan 3 (kemangi dosis 2)
3,000 1,807 ,110 -,73 6,73
Kelompok Perlakuan 3 (kemangi dosis 2)
Kelompok Kontrol (aquades)
1,857 1,807 ,314 -1,87 5,59
Kelompok Perlakuan 1 (parasetamol)
-57.143* 1,807 ,000 -60,87 -53,41
Kelompok Perlakuan 2 (kemangi dosis 1)
-3,000 1,807 ,110 -6,73 ,73
Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparasions didapatkan
1. Nilai p antara KK (aquades) – KP 1 (Parasetamol) = 0,000;
lebih kecil dari α (0,05), hasil ini menunjukkan terdapat
perbedaan jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang bermakna antara KK (aquades) dan KP
1 (parasetamol).
2. Nilai p antara KK (aquades) – KP 2 (kemangi dosis I) = 0,013;
lebih kecil dari α (0,05), hasil ini menunjukkan terdapat
perbedaan jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang bermakna antara KK (aquades) dan KP
2 (kemangi dosis 1).
3. Nilai p antara KK (aquades) – KP 3 (kemangi dosis II) =
0,314; lebih besar dari α (0,05), hasil ini menunjukkan
terdapat perbedaan jumlah kerusakan histologis sel epitel

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tubulus proksimal ginjal yang tidak bermakna antara KK
(aquades) dan KP 1 (parasetamol).
4. Nilai p antara KP 1 (Parasetamol) –KP 2 (kemangi dosis I) =
0,000; lebih kecil dari α (0,05), hasil ini menunjukkan terdapat
perbedaan jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang bermakna antara KP 1 (Parasetamol)
dan KP 2 (kemangi dosis 1).
5. Nilai p antara KP 1 (parasetamol) – KP 3 (kemangi dosis II) =
0,000; lebih kecil dari α (0,05), hasil ini menunjukkan terdapat
perbedaan jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang bermakna antara KP 1 (Parasetamol)
dan KP 3 (kemangi dosis 3).
6. Nilai p antara KP 2 (kemangi dosis I) – KP 3 (kemangi dosis
II) = 0,110; lebih besar dari α (0,05), hasil ini menunjukkan
terdapat perbedaan jumlah kerusakan histologis sel epitel
tubulus proksimal ginjal yang tidak bermakna antara KP 2
(kemangi dosis 1) dan KP 3 (kemangi dosis 2).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
56
BAB V
PEMBAHASAN
Yang dimaksud jumlah kerusakan histologis sel ginjal pada penelitian ini
adalah nilai skor kerusakan sel epitel tubulus proksimal. Sel epitel tubulus
proksimal secara normal berbentuk kuboid selapis dengan batas sel yang tidak
jelas, sitoplasma eosinofilik bergranula dan inti sel besar, bulat, berbentuk sferis
di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap ke lumen tubulus mempunyai
mikrovili cukup panjang yang disebut brush border (Gartner dan Hiatt, 2007).
Secara teoritis, sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang dipaparkan
dengan parasetamol dosis berlebih akan mengalami kerusakan yang digambarkan
dengan terdapatnya inti sel yang piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Sel yang
mengalami piknotik intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap, dan
batasnya tidak teratur. Sel yang mengalami karioreksis intinya mengalami
fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin
yang tersebar di dalam sel. Sel yang mengalami kariolisis yaitu kromatin basofil
menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang
begitu saja (Wilson, 2005).
Penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum
sanctum) terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efek
pencegahan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) terhadap keruskan sel ginjal
mencit (Mus musculus) dan efek peningkatan dosis ekstrak daun kemangi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
(Ocimum sanctum) dalam meningkatkan daya proteksi terhadap kerusakan sel
ginjal mencit akibat induksi parasetamol. Penelitian ini menggunakan 28 ekor
mencit (Mus musculus) yang dibagi dalam empat kelompok yaitu kelompok
kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok
perlakuan 3.
Kelompok kontrol digunakan sebagai pembanding terhadap kelompok
perlakuan dengan pemberian parasetamol dan kelompok perlakuan dengan
pemberian parasetamol dan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum). Kelompok
kontrol hanya diberikan aquades sebagai plasebo. Dalam kelompok kontrol juga
terlihat gambaran inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Hal ini terjadi karena
semua sel normal secara fisiologis akan mengalami proses apoptosis. Apoptosis
adalah jalur kematian sel terprogram bukan pembunuhan sel yang terjadi pada
kematian sel nekrotik. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami penuaan
yang diakhiri dengan kematian sel dan digantikan oleh sel baru melalui proses
regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Selain itu, pengaruh variabel luar yang
tidak dapat dikendalikan juga dapat menjadi penyebab adanya gambaran inti
piknosis, karioreksis, dan kariolisis pada kelompok kontrol.
Dari uji One-Way ANOVA didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05)
sehingga H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan bermakna dari nilai rata-rata skor
kerusakan histologis sel epitel tubulus proksiml ginjal antara kelompok kontrol,
kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2 dan kelompok perlakuan 3. Hasil
uji Post Hoc Multiple Comparisions (LSD) menunjukkan perbedaan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
bermakna antara kelompok K-P1, K-P2, P1-P2, P1-P3 tetapi pada kelompok K-P3
dan P2-P3 menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.
Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaaan yang bermakna dari skor
rata-rata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal antara kelompok K dan
kelompok P1. Hal ini terjadi karena kelompok P1 mengalami kerusakan sel epitel
tubulus proksimal ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik. Hasil tersebut
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol dosis toksik mampu
menginduksi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal akibat NAPQI yang
reaktif dan toksik. NAPQI akan bereaksi dengan gugus nukleofilik pada protein,
DNA, dan mitokondria, serta menimbulkan stres oksidatif sehingga dapat
menyebabkan kematian sel (Katzung, 1998; Wilmana, 2001; Rubin et al., 2005).
Kelompok P2 merupakan kelompok perlakuan setelah pemberian ekstrak
daun kemangi dosis 1 (48 mg/20 gr BB mencit) dan parasetamol dosis toksik.
Hasil analisis keruskaan sel epitel tubulus proksimal ginjal pada kelompok P2
menunjukaan perbedaan bermakna dengan kelompok K dan kelompok P1. Hal ini
berarti pemberian ekstrak daun kemangi dosis 1 (48 mg/20 gr BB mencit) dapat
mengurangi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit akibat pemberian
parasetamol, tetapi tidak dapat mengembalikan sel epitel tubulus proksimal ginjal
ke kondisi seperti kelompok K.
Hasil kelompok P3 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
kelompok P1 namun tidak bermakna dengan kelompok K. Hal ini berarti
pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis 2 (74 mg/20 gr BB mencit) dan
parasetamol dosis toksik mampu mengurangi jumlah kerusakan sel epitel tubulus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
proksimal ginjal mencit yang diinduksi parasetamol sekaligus mampu
mengembalikan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit ke kondisi seperti
kelompok K. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi dosis 2 yang
diberikan ke mencit sudah cukup optimal untuk melindungi sel ginjal mencit dari
kerusakan yang ditimbulkan oleh parasetamol.
Derajat kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal kelompok P2 lebih
besar dari kelompok P3, namun hasil uji LSD menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna. Hal ini berarti peningkatan dosis ekstrak daun kemangi dapat
meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal
yang ditimbulkan oleh parasetamol, tetapi peningkatannya tidak signifikan.
Ekstrak daun kemangi yang diberikan pada mencit dapat mengurangi
kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang dipapar dengan parasetamol
karena mengandung zat antioksidan yang mampu mencegah dan menghambat
efek toksik parasetamol pada ginjal. Antioksidan yang dimiliki adalah adalah
asam askorbat (Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol,
eugenol, asam palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat),
dan senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina) (Mishra
et al., 2007). Semua jenis antioksidan yang terkandung dalam ekstrak daun
kemangi berperan penting dalam menentukan Total Antioxidant Status (TAS)
ekstrak daun kemangi. TAS ekstrak daun kemangi ini mampu memberikan
elektron kepada molekul radikal bebas dan memutuskan reaksi berantai dari
radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya kondisi stres oksidatif
(Winarsi, 2007)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Walaupun ekstrak daun kemangi memiliki beberapa kandungan
antioksidan, namun flavonoid yang terkadung dalam ekstrak daun kemangi
memiliki peran yang besar dalam mengahambat kerusakan sel ginjal mencit, hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shewta Gupta et al. (2005) yang
menyatakan bahwa dalam dosis 1,2 gr/hari/1,5 kg BB kelinci terkadung flavonoid
maksimal yang memberikan efek nyata sebagai perlindungan organ tubuh akibat
radikal bebas. Flavonoid menangkap radikal bebas dengan melepaskan atom
hidrogen dari gugus hidroksilnya dan memutus reaksi berantai dari radikal bebas
sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier,2004). Betakaroten
dapat mengurangi konsenterasi radikal bebas dengan meningkatkan kadar
glutathione tubuh. Peningkatan glutathione tubuh akan mengisi kembali
kekosongan dan dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI sehingga toksisitas
ginjal karena ikatan kovalen ini dengan protein dapat dikurangi (Frank, 1995).
Hasil penelitian yang didapatkan para peneliti tersebut mendukung hasil penelitian
ini bahwa ekstrak daun kemangi dapat memberikan efek proteksi terhadap
kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbukti adanya
efek proteksi ekstrak daun kemangi terhadap sel epitel tubulus proksimal ginjal
berupa pengurangan jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang
diiunduksi parasetamol pada dosis 1 yaitu, 48 mg/20 gr BB mencit, meskipun
belum optimal karena hasilnya belum sebanding dengan kelompok kontrol.
Sedangkan pada dosis yang lebih besar, dosis II, yaitu 74 mg/20 gr BB mencit
terbukti adanya peningkatan efek proteksi ektrak daun kemangi terhadap sel ginjal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
mencit, meskipun perbedaannya tidak signifikan dibandingkan dengan dosis 1 dan
hasilnya cukup optimal karena hasilnya mendekati kelompok kontrol
Kelemahan yang didapatkan pada penelitian ini yaitu terbatasnya jumlah
dosis dan lama pemberian ekstrak daun kemangi yang diberikan pada hewan
percobaan. Hal ini menyebabkan peneliti belum dapat menemukan dosis dan lama
pemberian ekstrak daun kemangi yang paling tepat dan efektif untuk mengurangi
kerusakan sel ginjal mencit.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:
1. Ektrak daun kemangi (Ocimum sanctum) mempunyai efek proteksi
dalam mencegah kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis ekstrak daun kemangi dari dosis I (0,48 mg/20 gram
BB mencit) menjadi dosis II (0,74 mg/20 gram BB mencit) dapat
meningkatkan daya proteksi terhadap kerusakan sel ginjal yang
diinduksi parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis dan
lama pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctumi) yang lebih
bervariasi sehingga dapat mengetahui dosis dan lama pemberian ekstrak
daun kemangi (Ocimum sanctum) yang paling tepat dan efektif untuk
mengurangi kerusakan sel ginjal.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sarana dan prasarana
yang lebih canggih untuk mengetahui zat aktif dalam ekstrak daun
kemangi (Ocimum sanctum) yang paling berperan sebagai
nefroprotektor.