Evaluasi Diagnosis Dan Tata Laksana Penurunan Kesadaran Pada Anak
Diagnosis Dan Tata Laksana Infeksi Dengue
-
Upload
santika-devi-arimbi -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
description
Transcript of Diagnosis Dan Tata Laksana Infeksi Dengue
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA INFEKSI DENGUE
A. Situasi Dengue
Negara atau area yang berisiko tinggi terkena dengue adalah Negara atau daerah
yang berada di area tropis dan subtropics termasuk Indonesia. Menurut WHO, rata-
rata jumlah kasus DF (Dengue Fever) dan DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) yang
dilaporkan Negara-negara meningkat per tahun. Indonesia juga mengalami
peningkatan jumlah penderita DBD, insiden dan CFR. Penyebab kematian anak
yang disebabkan DBD sekitar 8%.
B. Diagnosis
1. Definisi : Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh Aedes Aegypti
dan Aedes Albopictus.
2. Etiologi
Dengue Virus (4 serotypes); DENV-1,-2,-3,-4 ; RNA virus, family Flaviviridae;
genus Flavivirus; dengue arboviruses ; infeksi salah satu serotype antibody
seumur hidup.
3. Perjalanan Penyakit
Penyakit infeksi sistemik yang dinamis, spectrum klinik luas (asimptomatik,
ringan, berat). Setelah fase inkubasi, penyakit ditandai onset yang
cepat/mendadak, terdiri dari 3 fase: Fase febrile/demam, kritis dan penyembuhan
4. KEMUNGKINAN DENGUE:
Demam, ditambah “DUA” dari kriteria berikut:
- Anoreksia dan mual
- Ruam/flushing
- Nyeri2 dan sakit
- Leukopenia
- Uji bendung/ RL (+)
- Dijumpai tanda peringatan
5. Uji Tourniquete (Rumple Leede/RL)
- Positif bila petekie ≥ 20 /inch atau 2,5 cm2
6. Pembuluh Darah
Perembesan Plasma : cairan plasma keluar pembuluh darah, darah semakin
kental. Semakin berat kebocoran semakin kental darah semakin berat DB.
Tanda peringatan terjadi akibat meningkatnya permeabilitas kapiler
perembesan plasma : Nyeri atau nyeri tekan pada perut, muntah yang terus
menerus, akumulasi cairan secara klinis, perdarahan mukosa, letargi;
gelisah, hepatomegali >2cm, laboratorium: peningkatan Hct
(hemokonsentrasi) diikuti dengan penurunan angka Trombosit secara cepat
Manifestasi Perdarahan Pada Infeksi Dengue
− Uji rl (+)
− Petekie/ ekimosis
− Epistaksis,
− Perdarahan gusi
− Perdarahan tempat
injeksi
− Hematemesis/ melena
TIME OF DEVFERVESCENE DENGUE
• Plasma leakage (perembesan plasma)
– hari sakit ke 3-7
– berlangsung selama 24-48 jam
• Time of fever defervesence
– terjadi pada saat suhu reda
– perpindahan dari fase demam ke fase syok (kritis)
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada satu pemeriksaan yang dapat mendiagnosis infeksi Dengue dalam semua
tahapan perjalanan penyakit
Confirmed diagnosis:
a. Virus isolation
b. Nucleic acid detection
c. Antigen detection NS 1
d. Seroconversion for IgM
e. 4-fold rise in IgG titres
Highly suggestive cases: IgM positive
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS INFEKSI DENGUE:
Leukosit, Trombosit, LPB
Hematokrit
Protein Plasma, Serum Albumin
Transaminase
Kelainan Pembekuan
Uji-uji Diagnosis (serologi,virologi)
Radiologi (foto dada,USG
abdomen)
Pengobatan dirumah
• Cairan
– Minum 2 liter/hari mencegah dehidrasi (apalagi apabila disertai muntah, anoreksia, demam
tinggi)
– Air putih, juice buah, larutan oralit
• Simtomatik
– Antipiretik apabila demam tinggi atau riwayat kejang demam. Anjuran parasetamol, asetosal
& ibuprofen kontra indikasi
– Diazepam
– Domperidone 1mg/kgbb/hari, 3 dosis, 1-2 hari
– H2 blocker (ranitidine, cimetidine), apabila diduga terdapat gastritis
D. Tata Laksana
Syok pada Infeksi Dengue perlu mendapat perhatian serius
Syok pada infeksi Dengue `
– syok merupakan bentuk kegawatan Dengue yang terjadi karena perembesan plasma yang
hebat
– harus segera diatasi (<60 menit), karena dapat meninggal dalam 10-24 jam
Dehidrasi dapat mempercepat terjadi syok
Prolonged shock (>90 menit) menyebabkan hipoksia berat, memicu DIC sehingga terjadi
perdarahan hebat
Penyebab perdarahan multifaktor
– trombositopenia
– kelainan pembuluh darah darah (vaskulopati)
– kelainan koagulasi
– DIC
• Penting diingat
– perdarahan sal cerna masif mengikuti syok berat, dapat mematikan
E. Komplikasi
Haemorrhagic complications
Yang memiliki risiko perdarahan berat, pasien dengan:
- syok prolonged/refrakter
- syok hipotensif dan gagal hati atau ginjal dan/atau asidosis metabolik yang berat dan terus
menerus
- obat anti-inflamasi non-steroid
- sebelumnya sudah menderita penyakit ulkus peptik
- terapi antikoagulan
- bentuk trauma apapun, termasuk injeksi intramuskular.
Catatan:Pasien dengan kondisi hemolitik akan memiliki risiko hemolisis akut dengan
hemoglobinuria dan membutuhkan transfusi darah.
KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN
• Bebas demam 24 jam tanpa obat
antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Tampak perbaikan klinis
• Hematokrit stabil
• Tiga hari setelah renjatan
• Jumlah trombosit >50.000
• Tidak dijumpai distres napas
DEMAM REUMATIK
A. Pendahuluan
Reaksi autoimun terhadap faringitis streptokokus beta hemolitikus grup A
Melibatkan sendi, kulit, otak, permukaan serosa, dan jantung
Penyebab utama penyakit jantung pada anak Indonesia
Segera didiagnosis dan ditangani, serta dicegah agar sekuele yang timbul bisa
sembuh atau minimal
Insidensi 3 %
Umur 8-10 tahun
Sosial ekonomi rendah, crowded area
B. Pathogenesis
Faringitis streptokokus beta hemolitikus grup A antibody dalam serum antibody
bereaksi dengan komponen-komponen protein otot jantung/valvula
Miokarditis
Valvulitis
Perikarditis
C. Gejala Klinis
Riwayat faringitis 1-4 minggu sebelumnya
Gejala mayor dan minor
D. Kriteria Jones
Kriteria Mayor: Karditis Poliartritis Khorea Nodulus subkutan Eritema marginatum
Kriteria Minor: Riwayat DRA/PJR sebelumnya Artralgia Demam LED tinggi CRP positif Anemia, leukositosis Perubahan EKG :P-R >
E. Radiologi
Keadaan akut biasanya jantung tidak ada perubahan secara radiologis
kardiomegali
Menunjukkan keparahan karditis
F. Ekhokardiografi
Membantu penilaian yang tepat mengenai sifat dan tingkat penyakit jantung. Karditis :
bising insufisiensi katup mitral, aorta, perikarditis, kardiomegali, gagal jantung, takikardi,
aritmia.
G. Diagnosis
Dua kriteria mayor atau
Satu kriteria mayor dan dua kriteria minor
Harus ada riwayat infeksi streptokokus dengan ditemukannya streptokokus beta
hemolitikus grup A pada usapan tenggorok atau ASTO (+)
H. Elektrokardiografi
Hipertrofi atrium kanan atau kiri atau keduanya
Pemanjangan interval P-R
Blokade AV derajat 2 atau 3
T rata atau T inversi, QRS dengan voltase rendah atau pemanjangan QT
Bila ada perikarditis terdapat gambaran elevasi ST dan perubahan morfologi T
I. Terapi
Tirah baring (2-6 minggu)
Antibiotik (penisilin oral 3x250 mg selama 10 hari)
Salisilat
Kortikosteroid
J. Terapi Pencegahan
Pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya infeksi streptokokus beta
hemolitikus grup A pada penderita demam reumatik
Penisilin oral 2x250 mg
Selama seumur hidup pada penderita dengan karditis
Sampai 5 tahun pada penderita tanpa karditis
IMUNISASI
A. Pendahuluan
- Penyakit infeksi dapat dicegah dengan imunisasi
- Tujuan:
Individu/antara: mencegah penyakit/mengurangi beratnya penyakit
Global/komunitas: eliminasi (tetanus neonatorum), reduksi (campak), eradikasi
(cacar,polio)
B. Aspek immunologi Vaksinasi
Kekebalan:
Non-spesifik:
Kulit, air mata, asam lambung, urin, bersin dll
Seluler : makrofag, lekosit dll
Spesifik
Pasif : tubuh tidak membentuk imunoglobulin, tidak berlangsung lama
(maternal, pemberian imunoglobulin)
Aktif : dibuat oleh tubuh setelah terpajan antigen, berlangsung lama ok ada sel
memori (alamiahsakit; vaksinasi)
C. Vaksinasi
Respon imun dan memori mirip dengan infeksi alamiah, tetapi menimbulkan penyakit
(tinggi imunogenitas, rendah reaktogenitas)
Klasifikasi :
1. Program
a) PPI (Hep B, BCG, Anti polio, DPT, campak)
b) Non PPI (Hib, Hepatitis A, MMR, Varicella)
2. Kandungan Antigen
a) Vaksin hidup yang dilemahkan
Harus replikasi, kontraindikasi pada imunodefisiensi dan kehamilan, respon imun
serupa dengan infeksi alamiah, efektif dengan satu, interferensi dengan antibodi,
tidak stabil.
Ex: BCG, OAP, campak, MMR, Varicella, Tipus Oral
b) Vaksin inaktif
Tidak dapat replikasi, tidak seefektif vaksin hidup, interferensi minimal dengan
antibodi.
Ex: Hepatitis A, B, DPT, DPaT, Tipus injeksi, IPV, HiB, influenza
Usia mulai diberikan vaksinasi:
1. Usia spesifik risiko terpapar
2. Usia spesifik mampu membentuk respon imunologi terhadap vaksin
3. Kemungkinan berinterferensi dengan antibodi maternal
4. Usia spesifik risiko terhadap komplikasi berhubungan vaksinasi
5. Rekomendasi:
-Usia termuda risiko terpapar penyakit
-Mampu membentuk respon antibodi
-Tanpa efek samping
Interval antar vaksin :
Vaksin sama : interval panjang tidak mengurangi efekktifitas, pemendekan
interval berpengaruh, 2 vaksin hidup minimum 4 minggu
Vaksin beda tidak ada kontraindikasi
D. Kontraindikasi (umum)
1. Tetap
Reaksi berat setelah sebelumnya. DPT : ensefalopati, syok, menangis terus menerus
3 jam suhu >40,50 C dalam 48 jam, kejang dalam 3 hari, SGB dalam 6 minggu
2. Sementara
Vaksin hidup: kehamilan, pend. Imunodefisiensi, setelah transfusi/terapi
imunoglobulin. Menderita penyakit berat/sedang.
E. Bukan kontraindikasi
Penyakit ringan dengan/ tanpa demam ringan
Reaksi ringan/demam ringan setelah vaksinasi sebelumnya
Dalam terapi antibiotika
Terpapar penyakit, masa penyembuhan
Kehamilan, menyusui, malnutrisi, prematur
Alergi terhadap bukan komponen vaksin missed opportunity
F. Efek Samping (umum)
Bervariasi : ringan-berat, lokal-sistemik, segera-tertunda
Lokal :
- Nyeri, bengkak,kemerahan tempat suntik
- Biasanya vaksin dengan adjuvant (DPT<TT<DT)
- biasanya ringan, sembuh sendiri
sistemik :
- demam, lesu, sakit kepala
- vaksin hidup: gejala seperti infeksi alamiah, ringan, setelah inkubasi
- alergi dengan komponen vaksin
- jarang, dapat diminimalkan dengan screening
G. Potensi Vaksin
Produk biologi rentan kehilangan potensi
Sekali rusak, potensi hilang, irreversibel
Simpan: 2-8oC
Pemeriksaan fisik/mata tidak mendeteksi kerusakan
Cold cain
1. BCG
Vaksin hidup dilemahkan dari Mycobacterium bovis. Segera setelah lahir (0-2 bulan),
satu kali, 0,05 ml, intrakutan. Vaksin sangat labil (hindari alkohol, panas, sinar matahari)
Indurasi, papul, pustula, pecah, skar. Efek samping limfadenitis regional.
2. POLIO
a. Oral (hidup), 2 tetes, efektif untuk eradikasi, KIPI, poliomyelitis
b. Inaktif(injeksi:daerah cakupan baik,kasus tidak ada,tidak menyebabkan kelumpuhan)
Mengandung 3 tipe, efektif. Imunisasi dasar 4 kali (0 bulan, interval 4 minggu), boster (1
th setelah AP 4).
Kontraindikasi: pasien dg penurunan kekebalan, peenyakit akut/demam, muntah/diare
Efek samping : paralisis
3. DPT
Imunisasi dasar: 3 dosis
Efek samping: demam, bengkak, merah, sakit, hiperpireksia
Kontraindikasi:demam,sakit sedang,efek samping berlebihan imunisasi sebelumnya
Efikasi: dipteri&tetanus, pertusis
4. HEPATITIS B
Vaksin rekombinan. Intramuskuler 3 dosis, stabil.
Efek samping: bengkak, demam
5. CAMPAK
Vaksin alami, IM, sub kutan
Endemik 9 bulan, wabah 6 bulan diulang usia 12 bulan
Kontraindikasi: demam, sakit sedang/berat, hamil
Efek samping: demam, rash, alergi
6. KIPI
Ringan berat (syok anafilaksis)
Gejala syok: Urtika, Sumbatan jalan nafas, Kejang, Lemah pucat, hipotensi, pucat,
takikardi, nadi lemah, perfusi turun
Tata laksana syok: beringkan, terlentang /miring adrenalin IM (1:1000) 0,01 mg/BB,
1mg/ml – belum baik ulang 10 menit oksigenasi, infus rujuk RS
7. MMR (Morbili, Mumps, Rubela)
Kontraindikasi: penurunan kekebalan, hamil
Subkutan, IM
6 bulan dari campak (15bulan), diulang umur 10-12 tahun
Efek samping (jarang): demam, rash setelah inkubasi
8. Haemophyllus Influenza tipe B
Cegah: meningitis, bronchopneumonia, epiglotitis
PRP-OMP : 2 kali kemudian PRP-T: 3 kali
2,4,6 bulan , diulang 15 bulan IM
Efek samping jarang terjadi
9. VARICELLA
Usia <1tahun, subkutan, KIPI: lokal, demam, ruam vesikel-papula
Kontraindikasi: demam tinggi
10. TIFOID
a. Inaktif : typhim, injeksi
b. Hidup yang dilemahkan, peroral
KEJANG
A. Kejang merupakan suatu keadaan klinis dimana terjadi gangguan fungsi neurologis yang
mendadak berkaitan dengan loncatan neuron yang abnormal atau berlebihan
B. Pembagian kejang
1. Kejang dengan demam
a. Penyebab intrakranial
b. Penyebab ekstrakranial
2. Kejang tanpa demam
a. Penyebab intrakranial
b. Penyebab ekstrakranial
C. Klasifikasi Kejang
1. KEJANG PADA NEONATUS
Manifestasi klinis khas : kejang, tremor, hiperaktif, tiba2 menangis melengking,
pergerakan tak terkendali, tonus otot hilang, nistagmus, mata mengedip-edip,
gerakan seperti mengunyah dan menelan berulang, apnea.
Penyebab:
a. Tanpa demam
- Intrakranial
Komplikasi perinatal (asfiksia, hipoksi iskemik ensefalopati; trauma SSP;
perdarahan intrakranial)
Kelainan bawaan : hidrosefalus, anensefali, meningoensefalokel; epilepsi
- Ekstrakranial
Kelainan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipo/hipernatremia,
hiperbilirubinemia
b. Dengan demam
- Intrakranial
Meningitis (bakteri ISPA-diare, torch)
Tetanus neonatorum
- Ekstrakranial tidak ada kejang demam
Penanganan :
Bebaskan airways – oksigenasi adekuat- pasang IVFD D10% 0,25S fenobarbital
IV (loading dose 15mg/kg/pelan) fenobarbital IV (dose 10mg/kg/pelan)
phenytoin 15mg/kg/kali IV pelan) diazepam 0,3mg/kg/kali IV atau midazolam
0,15mg/kg/kali IV dilanjutkan infus 1μg/kg siap intubasi dan transport ke NICU
NICU anestesi cepat dengan Thipenthone 4mg/kg
2. KEJANG PADA ANAK
Manifestasi klinis:
a. Gejala motorik
Parsial-general, tonik-klonik
b. Gejala autonomik
Muntah, pucat, muka merah, berkeringat, dilatasi pupil, inkontinensia
c. Gejala somatosensorik
Parestesia, sensori visual
Disfagia, vertigo, dismesia, kognitif, halusinasi
d. Gejal general
Absen, klonik
Penyebab:
a. Tanpa demam
- Intrakranial
1) Massa intrakranial
2) Kelainan bawaan
3) Epilepsi
- Ekstrakranial
1) Kelainan metabolik
b. Dengan demam
- Intrakranial
1) Meningitis
2) Tetanus
- Ekstrakranial kejang
demam
Penanganan:
3. KEJANG DEMAM
Suatu keadaan kejang yang didahului, disertai atau terjadi saat demam tinggi karena
infeksi (intra dan ekstrakranial) atau keadaan lain yang menyebabkan demam
Pembagian:
a. KDS (Sederhana)
- bayi dan anak sehat usia 6 bulan - 5 tahun
- kejang < 15 menit, berhenti sendiri
- kejang umum tonik, tonik-klonik
- dalam periode demam 24 jam, hanya 1 x bangkitan
- kejang berhenti anak kembali sadar
- tidak karena infeksi intrakranial
- tidak ada gangguan metabolik atau penyebab lain yang pasti
b. KDB (Berulang)
- Bayii dan anak sehat usia 6 bulan - 5 tahun
- kejang < 15 menit, berhenti sendiri
- kejang umum tonik, tonik-klonik
- dalam periode demam 24 jam,1x / lebih bangkitan
- dalam satu (1) tahun bisa sampai 4x / lebih
- kejang berhenti anak kembali sadar
- tidak karena infeksi intrakranial
- tidak ada gangguan metabolik atau penyebab lain yang pasti
c. KDK (Komplek)
- Bayi dan anak sehat usia bisa <6 bulan - 5 tahun atau >
- kejang bisa < 15 menit atau lebih
- kejang umum atau fokal
- dalam periode demam 24 jam, bisa >1x bangkitan
- bisa karena infeksi intrakranial atau ekstra kranial
- bisa ada riwayat keluarga epilepsi
PROFILAKSIS
• Adanya gangguan perkembangan saraf
• Kejang :
• Berlangsung >15 menit
• Fokal
• Kelainan sesudah kejang
• BAYI < 12 Bln dipertimbangkan pemberiannya
• Berulang dalam periode 24 jam
• Berulang-ulang
• OBAT YANG DIGUNAKAN
* FENOBARBITAL 6 mg/kbBB/hr, terbagi 2 SODIUM VALPROAT
(DEPAKENE )15 - 20 mg/ Kg BB
4. EPILEPSI
Obat epilepsi pilihan pertama dan kedua
a. Serangan parsial, umum sekunder
I : FENOBARBITAL, KARBAMAZEPIN, FENITOIN
II : ASAM VALPROAT, BENZODIAZEPIN (klonazepam/ rivortril, clobazam
(frisium), lorazepam (ativan)
b. Serangan tonik klonik
I : FENOBARBITAL, KARBAMAZEPIN, FENITOIN, ASAM VALPROAT
II : BENZODIAZEPIN
c. Serangan absen
I : ASAM VALPROAT
II : BENZODIAZEPIN
d. Serangan mioklonik
I : BENZODIAZEPIN, ASAM VALPROAT
Prognosis
Risiko meningkat untuk :
Retardasi Mental ………… ya pd kejang lama/ berulang
Palsi Serebral ………………. Ya pd kejang lama/ berulang
Kesulitan Belajar ……………. ya
Kejang Demam Berulang …… 1/3 kedua
1/6 ketiga
9% lebih dari 3 x
Peluang epilepsi ……………. 2 - 3 %
tergantung faktor risiko
Meninggal ……………….. Mungkin bila status
cpnvulsivus tidak teratasi
ASMA
Asma adalah mengi dan atau batuk persisten dengan karakteristik sbb:
- Timbul episodik
- Cenderung pada malam hari
- Musiman
- Setelah aktivitas fisik
- Reversible
- Riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga
A. DIAGNOSIS
1. Riwayat dan jenis gejala
2. Pemeriksaan fisik
3. Mengukur fungsi paru-paru
4. Mengukur status alergi untuk mengidentifikasi faktor resiko
Pemeriksaan fisik:
Tachypnoea
Ekspirasi yang memanjang
Accessory muscles
Hiperinflation Wheeze
Peningkatan diameter AP
B. ASTHMA PATTERN (GINA)
1. Infrequent episodic 65-75%
Episode 6-8 minggu atau lebih, umumnya serangan tidak berat, gejala ringan
diantara serangan-serangan, pemeriksaan dan fungsi diantara serangan normal.
2. Frequent episodic 20-25%
Serangan < 6 minggu, serangan lebih menyusahkna, sedikit/tidak ada gejala diantara
serangan-serangan, pemeriksaan dan fungsi diantara serangan normal, musiman
(musim dingin)
3. Persistent 5-10%
Gejala diantara serangan-serangan, gangguan tidur > 1 malamper minggu, aktivitas
fisik menginduksi bunyi, fungsi yang abnormal diantara serangan.
C. MANAJEMEN
− Meningkatkan hubungan dengan dokter
− Mengidentifikasi dan mengurangi eksposure dari faktor resiko
− Menaksir, mengobati dan monitoring asma
Menaksir jenis asma, control level dan kekerasan serangan
− Managemen asma
− Perhatian
Faktor yang memperparah asma:
- Alergen - Infeksi saluran pernafasan
- Latihan fisik dan hiperventilasi - Perubahan cuaca
- Sulfur dioksida - Makanan, zat additive dan obat
GIZI BAYI DAN ANAK
A. STATUS NUTRISI
Status nutrisi: Kondisi kesehatan (anak) yang dihubungkan dengan penggunaan
makanannya
Status gizi : kondisi kesehatan (anak) yang dihubungkan keseimbangan asupan dan
penggunaan nutrien
Penilaian status nutris : Antropometri, Klinis, Biokimiawi, Biofisik, Survei Diet
Excess nutition normal nutrisi defisiensi tissue depletion biochemical
lesion clinical signs
B. ASESMEN STATUS NUTRISI GIZI SECARA KLINIS
Dasar penilaian: gejala fisik dan organ tubuh dekat dengan permukaan tubuh
Manfaat : untuk daerah insidensi malnutrisi tinggi
1. RAMBUT
Tidak mengkilat, tipis dan jarang, lurus (di antara keriting), dispigmentasi, signa de
bandera, mudah dicabut.
2. WAJAH
Depigmentasi difus, disebasea nasolabial, moon-face, monkey facies (wajah seperti
orang tua)
3. MATA
Konjungtiva pucat, xerosis konjungtiva, bitot’s spot, xerosis kornea, keratomalasia,
palpebritis angularis
4. MULUT
- Bibir : stomatitis angularis, jaringan parut angular, keilosis
- Gigi : mottled enamel
- Lidah : glositis, scarlet tongue, magenta tongue, atrofi papil
- Gusi : gusi berdarah (scurvy)
5. KELENJAR TIROID
Pembesaran tiroid, 3 derajat:
a. Derajat 1: teraba, tidak tampak pada posisi kepala normal, tampak bila
kepala tengadah
b. Derajat 2: tampak pada posisi kepala normal
c. Derajat 3: tampak besar, dari jauh tampak
Colloid goitre, hipotiroidisme, gondok endemik dan kretin
6. KULIT
Xerosis, hiperkeratosis folikularis, pucat, petekie, dermatosis pelagra, flaky paint
dermatosis, dermatosis skrotum, baggy pants
7. KUKU DAN SUBKUTIS
Kuku : koilonikia (kuku berbentuk sendok)
Subkutis : edema ( sugar baby, pitting edema, kwashiorkor), lemak tipis
(marasmus)
8. TULANG DAN OTOT RANGKA
Kelemahan otot, kraniotabes, bossing tulang frontal dan parietal, ubun-ubun
membuka, pembesaran epifises, iga tasbih, kaki busur, kelainan tulang
panggul lokal atau difus, sulkus harrison, perdarahan otot
C. STATUS GIZI ANTHROPOMETRIS
1. Mengukur status nutrisi dan pertumbuhan
LK, PB, TB, BB
2. Kelebihan antropometri
- Mudah tanpa tenaga ahli
- Murah
- Praktis
- Ketelitian distandarisasi
- Kepentingan klinis dan lapangan
3. Keterbatasan antropometri
- Tidak mendeteksi kelainan gizi periode pendek
- Gangguan spesifik defisiensi nutrisi tidak dapat diidentifikasi
- Tadak dapa dibedakak gangguan pertumbuhan atau komposisi tubuh
- Faktor bukan gizi menurunkan sensitivitas dan spesivisitas
4. Mengukur komposisi tubuh
Menilai lemak tubuh : TLK tunggal/multipel, rasio lingkar pi-pu, lemak tungkai
Menilai massa tanpa lemak : LLA, LOLA, luas otot lengan atas
5. Asesmen status nutrisi antropometris
Melakukan pengukuran menghitung besar indeks mencocokkan dengan
standar yang dipilih klasifikasi status nutrisi
a) Mengukur BB
b) Mengukur PB
c) Mengukur LK
d) Mengukur Lingkar Lengan Atas
e) Mengukur Tebal Kulit
SULIT MAKAN PADA ANAK
a. Prevalensi
1. Makanan lumat/cair 27.3%
2. Sulit menghisap, kunyah, telan 24.1%
3. Kebiasaan makan yang aneh 23.4%
4. Tidak suka banyak makakan 11.1%
5. Keterlambatan makan mandiri 8%
6. Meltime tantrums 6.1%
b. Perkembangan ketrampilan makan
Waktu lahir dibekali refleks : hisap, Irooting replexI, Iextrusion reflexI dan refleks
menelan
Lalu keterampilan mengunyah
Usia 6-9 bulan periode kritis
Masalah makan oral-motor
- Tonik bite reflex: penutupan rahang secara kuat bila gigi dan gusi dirangsang
- Tongue thrust: dorongan lidah yang kuat, seringkali berulang bila mulut
dirangsang
- Jaw thrust : rahang dibuka dengan kuat ke dalam dan maksimal sewaktu
makan, minum, bicara atau general excitement.
- Tongue retraction: menarik kembali lidah ke dalam mulut pada pemberian
makan, sendok maupun cangkir.
- Lip retraction : menarik kedua bibir ke dalam dengan kuat seperti pola tertawa
bila sendok atau cangkir didekatkan ke wajahnya
- Sensory defensiveness: reaksi tidak normal yang sangat kuat terhadap
stimulus sensorik.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan
Kultur/budaya
Keadaan ekonomi
Nilai sosial makanan
Agama dan moral
Golongan umur dan gender
Emosi
Keadaan sakit
d. Penyebab dan klasifikasi masalah makan pada anak
Defek kongenital
Kelainan neuromuskular
Infeksi akut
Penyebab masalah kesulitan makan menurut Samsudin:
1. Faktor Organik
2. Faktor Nutrisi
3. Faktor Psikologik
e.Tatalaksana masalah makan
1) Identifikasi faktor penyebab
2) Evaluasi tentang dampak yang telah terjadi
3) Upaya perbaikan nutrisi dan faktor penyebab
f. Upaya
1) Atasi faktor penyebab
2) Atasi dampak yang telah terjadi
3) Upaya nutrisi
4) Re-edukasi tentang perilaku makan
5) Fisioterapi bagi anak yang kesulitan mengunyah.menelan
DIARE
Penyebab utama kesakitan dan kematian di negara berkembang. 80% kematian pada umur
2 tahun pertama. Penyebab utama kematian dehidrasi.
A. DIARE CAIR AKUT
1. Terjadi secara akut dan < 14 hari
2. Tinja lunak/cair tanpa darah dan lendir
3. Mungkin disertai muntah dan demam
4. Penyebab: Rotavirus, E. Coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter Jejuni,
Cryptosporidium
B. DISENTRI
1. Diare disertai darah dalam tinja
2. Anoreksia, penurunan berat badan, kerusakan mukosa usus akibat invasi bakteri
3. Penyebab: Shigella (utama), Amoeba
C. DIARE PERSISTEN
1. Berlangsung > 14 hari
2. Dapat dimulai dengan diare cair atau disentri
3. Kehilangan BB nyata
4. Penyebab jarang tunggal
D. DIARE KRONIK
1. Diare > 14 hari
2. Penyebab bukan kuman
Epidemiologi:
- Penyebaran kuman penyebab diare - Faktor penjamu peningkatkerentanan
- Umur - Variasi musiman
- Infeksi asimptomatik - Epidemi
Penyebaran kuman melalui mulut lewat makanan dan minuman tercemar
Faktor resiko:
- Tidak memberi ASI - Menggunakan botol susu
- Menyimpan makanan masak di suhu kamar - Air minum tercemar
- Tidak mencuci tangan - Tidak membuang tinja dengan benar
Faktor resiko penjamu:
- Tidak diberi ASI sampai 2 tahun - Kurang gizi
- Campak - Imunodefisiensi
- Umur
Patogenesis (virus): berkembang di epitel usus halus
- Kerusakan dan pemendekan vili
- Kehilangan vili untuk absorbsi
- Diganti sel epitel bentuk kripta yang belum matang
- Usus mensekresi air dan elektrolit
Kerusakan vili:
- Hilangnya disakaridase
- Absorbsi disakarida menurun terutama laktosa
1. Diare sekretorik
- Absorbsi Na+ gagal oleh vili - Sekresi Cl- berlangsung terus
- Sekresi cairan meningkat - Dehidrasi
- Kehilangan air dan elektrolit sebagai tinja yang cair
Penyebab: Infeksi E. Coli, V. Cholera atau virus
2. Diare Osmotik
− Mukosa usus halus adalah epitel berpori sehingga dapat dilewati air dan elektrolit
dengan cepat dan bertujuan untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstraseluler.
− Jika ada bahan yang sulit diserap dan isotonik air dan bahan yang larut tidak
diabsorbsi diare
− Jika yang lewat larutan hipertonik air dan beberapa elektrolit pindah dari CES ke
lumen usus samapai osmolaritas sama menaikkan volume tinja dehidrasi
− Karena kehilangan cairan tubuh yang banyak kehilangan Na dan Cl
hipernatremia
Kuman usus patogen:
− Rotavirus: Penyebab penting diare berat anak < 2 tahun, menyebar melalui kontak
langsung
− ETEC (Enterotoxigenic E. coli): Penyebab penting diare cair akut pada anak dan
dewasa, menyebar melalui makanan tercemar
− Shigella: Penyebab disentri, kerusakan disebabkan sebagian karena toksin Shiga
− Campylobacter jejuni: Sering pada bayi, dapat disertai demam, berakhir 2-5 hari
Derajat dehidrasi:
− Dehidrasi berat: (≥ 2 tanda) penurunan kesadaran, mata cekung, tidak bisa minum,
cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
− Dehidrasi tak berat: (≥ 2 tanda) gelisah, mata cekung, kehausan, cubitan kulit perut
kembali lambat.
− Tanpa dehidrasi: Tidak ada tanda dan gejala cukup untuk mengelompokka dalam
dehidrasi berat/tak berat.
Lima lintas tata laksana
1. Rehidrasi
2. Dukungan nutrisi
3. Suplemen zinc
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi
Komplikasi diare: dehidrasi, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
PEDIATRIC EMERGENCY NON TRAUMATIC
1. Disfungsi pernafasan
2. Disfungsi sistem kardiovaskular
3. Gangguan sirkulasi
Penilaian keadaan emergency pada anak:
1. PAT
Appearance (tonus, interactiveness, consolability, look, speech)
Work of Breathing (abnormal airway sounds, abnormal positioning, reactions, nasal
flaring)
Circulation to skin (pallor, mottling, cyanosis)
2. ABCDE
1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
4) Dissability
5) Exposure
Klasifikasi status psikologi:
− Stable
− Disfungsi pernafasan:
Berpotensi mengalami kegagalan pernafasan
Berkemungkinan mengalami kegagalan pernafasan
- Shock (compensated, decompensated)
− Kegagalan fungsi kardiovaskular
Prioritas dalam managemen utama dari stable child:
− Tindakan lanjut
− Terapi spesifik
− Pengecekan ulang
Prioritas dalam managemen utama dari shock:
Pemberian oksigen, udara bebas dan ventilasi
Membuat akses ke vaskular
Menyediakan ruang ekspansi
Memonitor oksigenasi, denyut jantung dan pengeluaran urin
Mempertimbangkan masuknya vasoaktif
Prioritas dalam managemen utama dari kegagalan fungsi kardiofaskular:
Oksigenasi, ventilasi dan pengawasan
Pengecekan ulang pada kegagalan respirasi dan shock
Ada akses ke vaskular
SYOK ANAFILAKSIS
Merupakan reaksi anafilaksis yang disertai hipotesi dengan atau tanpa penurunan
kesadaran. Sedangkan reaksi anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa
melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi
sebagai anafilaksis.
Patifisiologi hipersinsefitas tipe 1 atau tipe segera
Faktor resiko:
Genetik: atopi, lali-laki, Ig E berlebih, mutasi kromosom, kerusakan respon imun
Environmental: prenatal (setokin di uterin, diet maternal, maternal yang merokok),
postnatal (diet, paparan alergen, polusi, infeksi)
Gejala:
• Gejala permulaan: sakit kepala, pusing, gatal dan perasaan panas sistem organ
• Kulit: eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis
• Respirasi : bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepat dan pendek,
terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan
obstruksi komplit.
• Cardiovaskular: hipotensi, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia
• Gastrointestinal: mual, muntah,cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin
• SSP: parestesia, konvulsi
• Haematologi darah: trombositopenia, DIC
Diagnosis:
Anamnesis: mendapatkan zat penyebab anafilaksis.
Fisik diagnostik
Keadaan umum : baik sampai buruk (composmentis sampai koma)
Tensi: Hipotensi
Nadi: Tachycardi
Nafas : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis
thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan
wheezing,
Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria,
Edema ekstremitas
- Pemeriksaan Tambahan
Hematologi : Hitung sel meningkat
Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun.
X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum
triptaase meningkat
Diagnosis banding:
- Syok bentuk lain - Asma akut
- Edema paru dan emboli paru - Aritmia jantung
- Kejang - Keracunan obat akut
- Urticaria - Reaksi vaso-vagal
Managemen syok anafilaksis:
- Hentikan obat penyebab anafilaksis - Pasang torniquet
- Posisi tandelenberg - Bebaskan airway
- Berikan oksigen - Pasang cateter intra vena
- Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg
- Pasang CVP
- Berikan medikamentosa (I, II, III)
- Monitoring ketat
HEPATITIS
Tanda-tanda hepetitis:
- Kuning - Demam
- Nafsu makan turun - Kelelahan/lemas
- Kencing kuning tua seperti the - Nyeri sendi
- Sakit perut - Diare
- Mual/muntah - Gagal hati
HEPATITIS VIRUS A
Merupakan hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis A
Masa inkubasi 30 hari
Penularan melalui makanan dan minuman atau suntikan yang tercemar
Gejala klisis: masa tunas, fase pre-ikterik (keluhan tidak khas), fase ikterik, fase
penyembuhan (6 bulan)
Penyimpangan kasus: setelah sembuh (GPT meningkat), hepatitis kolestatik (hilang 2-4
bulan), hepatitis fulminan.
Tata laksana: tirah baring (awal penyakit), diet tinggi protein dan karbohirat, obat untuk
mengurangi keluhan, perawatan di rumah sakit.
Pencegahan: higiene perorangan, lingkungan dan sanitasi baik, mencegah kontaminasi
makanan, imunisasi (vaksinasi hepatitis A)
HEPATITIS VIRUS B
Merupakan hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis B
Masa tunas 6 minggu - 6 bulan
Akibat infeksi virus hepatitis B:
Hepatitis B akut (gejala sama seperti hepatitis lain) sembuh
Hepatitis B akut kronis sirosis karsinoma hepatoseluler
Hepatitis B kronis (hepatitis B menetap > 6 bulan) sirosis karsinoma hepatoseluler
Faktor penentu: umur saat terinfeksi, jenis kelamin, status imunologi.
Penularan: melalui kulit (suntikan, transfer darah, tato, goresan, keradagan), melalui
selaput lendir, perinatal
Variasi gejala: kanker hati, sirosis hati, hepatitis fulminan, tanpa gejala
Pencegahan: Perbaikan higiene dan santasi, sterilitas alat kedokteran, uji saring donor,
pemeriksaan HBsAg ibu hamil, imunisasi aktifdan pasif
DEMAM TIFOID
Demam tifoid: infeksi sistemik akut yg disebabkan Salmonella typhi (paling banyak),
sisanya: S.paratyphi
Penularan → lewat minuman/makanan yg tercemar kuman yg berasal dari penderita
Biasanya lewat tinja →oro-fekal
Kuman masuk lewat mulut → saluran pencernaan → usus halus → menginvasi
mukosa → jaringan limfe usus (Peyer’s patch) → hepar dan limpa → sirkulasi
sistemik
Menimbulkan demam berkepanjangan
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap infeksi Salmonella
Host barriers
Local : pH, GIT motility , intestinal flora
General : humoral and cellular immunity
Organism
Number of microbes
Virulence (serotype)
Antibiotic resistance
Patogenesis
Perjalanan alamiah demam tifoid
Manifestasi klinis
Demam naik bertahap setiap harinya →mencapai titik tertinggi pd akhir mgg ke-1 →
demam bertahan tinggi → pada mgg ke-4 demam turun perlahan
Biasanya demam lebih tinggi terutama pada sore-malam hari
Saat demam tinggi → disertai gejala SSP → kesadaran berkabut, meracau, hingga
koma
Gejala lain: nyeri kepala, anoreksia, nausea, nyeri perut, diare obstipasi
Lidah kotor, dengan putih di tengah, tepi dan ujung kemerahan
Hepatomegali, kadang-kadang splenomegali
Bradikardi relatif
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin
Lekopenia
Limfositosis relatif
Trombositopenia
Peningkatan SGOT/SGPT
Serological test : IgM & IgG
Kultur Salmonella typhi
Darah
Urin
Feses
Bone marrow
Komplikasi
Perforasi usus (peritonitis) → tanda-tanda peritonitis:
Nyeri abdomen
Muntah
Nyeri tekan abdomen
Defence muscular
Perdarahan usus
Komplikasi biasanya pd mgg ke-3 sakit
Gangguan kesadaran: disorientasi, delirium koma
Miokarditis
Tatalaksana
Antibiotik:
Kloramfenikol 50-100mg/kg/hari, oral atau IV, terbagi 4 dosis, selama 10-14
hari
Amoksisilin 100mg/kg/hari, oral atau IV, selama 10 hari
Kotrimoksasol 6mg/kg/hari, selama 10 hari
Sefalosporin
Suportif:
Untuk tifoid ringan → dpt dirawat di rumah
Antipiretik untuk demam
Diet: makanan tidak berserat dan mudah dicerna
Tirah baring
Kebutuhan cairan dan kalori terpenuhi
Pencegahan
Menjaga kebersihan makanan/minuman → krn S.typhii akan mati dg pemanasan
570C selama beberapa menit
Pengaturan pembuangan sampah dan limbah rumah tangga
Imunisasi
Imunisasi Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid:
vaksin tifoid oral: vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan
Vaksin polisakarida: polisakarida
Vaksin tifoid oral:
Kemasan bentuk kapsul
Untuk anak usia >6 tahun
Pemberian @1 kapsul pada hari 1,3 dan 5, hari ke 4 terutama untuk traveller
Diulang setiap 5 tahun
Vaksin tifoid polisakarida:
Dosis: 0,5 ml, subkutan dalam atau intramuskuler di deltoid atau paha
Diulang setiap 3 tahun