DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG...

12
STRUKTUR KOMUNITAS PELECYPODA DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG BATANG KABUPATEN BINTAN Jemathir Indra Jaya Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Jemathir Andi Zulkfikar Dosen Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, FIKP UMRAH Tengku Said Razai Dosen Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, FIKP UMRAH, ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Pantai Lola, Desa Kalang Batang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan Januari 2015. Penentuan lokasi penelitian Pelecypoda dilakukan berdasarkan tehnik Purposive sampling. Dari hasil penelitian yang dilakukan di temukan 6 jenis-jenis pelecypoda yang terdapat di kawasan Pantai Lola yaitu Gafrarium pectinatum , Matra pura , Tellina radiate , Anadara fultoni , Isognomon dunkeri ,dan Jolya letuomeuxi Sedangkan total spesies yang ditemukan untuk seluruh jenis sebanyak 168 individu, dengan nilai kelimpahan tertinggi adalah jenis Gafrarium pectinatum dengan kelimpahan 2,37 (ind/m2). Sedangkan untuk jenis yang kelimpahannya paling sedikit adalah jenis Tellina radiata dengan nilai kelimpahan jenis tesebut adalah 0,07 (ind/m2). Kemudian dari hasil penelitian di dapatkan nilai indeks keanekaragaman pelecypoda adalah sebesar 2,63 dengan kategori keanekaragaman jenis yang tergolong “sedang”. Nilai indeks keseragaman adalah sebesar 0,13 yang secara kategori termasuk kedalam nilai keseragaman spesies yang tergolong “rendah”. Untuk nilai indeks dominansi berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai dominansi sebesar 0,59 dengan demikian terkategorikan dominansi jenis tertentu masih tergolong “sedang”. Kata Kunci : Struktur Komunitas, Pelecypoda, Pantai Lola

Transcript of DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG...

Page 1: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

STRUKTUR KOMUNITAS PELECYPODA

DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG BATANG

KABUPATEN BINTAN

Jemathir Indra Jaya

Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Jemathir

Andi Zulkfikar

Dosen Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, FIKP UMRAH

Tengku Said Razai

Dosen Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, FIKP UMRAH,

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Pantai Lola, Desa Kalang Batang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan Januari 2015. Penentuan lokasi

penelitian Pelecypoda dilakukan berdasarkan tehnik Purposive sampling. Dari hasil penelitian yang dilakukan di

temukan 6 jenis-jenis pelecypoda yang terdapat di kawasan Pantai Lola yaitu Gafrarium pectinatum , Matra pura

, Tellina radiate , Anadara fultoni , Isognomon dunkeri ,dan Jolya letuomeuxi Sedangkan total spesies yang

ditemukan untuk seluruh jenis sebanyak 168 individu, dengan nilai kelimpahan tertinggi adalah jenis Gafrarium

pectinatum dengan kelimpahan 2,37 (ind/m2). Sedangkan untuk jenis yang kelimpahannya paling sedikit adalah

jenis Tellina radiata dengan nilai kelimpahan jenis tesebut adalah 0,07 (ind/m2). Kemudian dari hasil penelitian

di dapatkan nilai indeks keanekaragaman pelecypoda adalah sebesar 2,63 dengan kategori keanekaragaman

jenis yang tergolong “sedang”. Nilai indeks keseragaman adalah sebesar 0,13 yang secara kategori termasuk

kedalam nilai keseragaman spesies yang tergolong “rendah”. Untuk nilai indeks dominansi berdasarkan hasil

perhitungan didapatkan nilai dominansi sebesar 0,59 dengan demikian terkategorikan dominansi jenis tertentu

masih tergolong “sedang”.

Kata Kunci : Struktur Komunitas, Pelecypoda, Pantai Lola

Page 2: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

ABSTRACT

Jaya, Jemathir Indra.2015. Community Structure of Bivalve in Lola Beach Waters Kalang

Batang Village, Bintan, Thesis. Tanjungpinang: Study Programme of Aquatic

Resources Management Faculty of Marine Science and Fisheries, Maritim Raja Ali

Haji University. Advisor: Andi Zulfikar, S.Pi, MP. Co-advisor: Tengku Said Raza’i,

S.Pi, MP.

This study were conducted at Lola Beach Waters Kalang Batang Village, Bintan, in

November 2014 to January 2015. This study using the Purposive Samling Method. The aim

of study to found 6 species pelecypoda in Lola beach are Gafrarium pectinatum , Matra pura

, Tellina radiate , Anadara fultoni , Isognomon dunkeri ,and Jolya letuomeuxi. Total individu

Pelecypoda was values of 168 individu, the highest density value of species Gafrarium

pectinatum is values 2,37 (ind/m2). The lowest density value of species Tellina radiata with

density values is 0,07 (ind/m2). Diversity index of pelecypoda value is 2,63 with categories of

“medium”. Similarity index of pelecypoda value is 0,13 with categories of “Low”. The

dominant index of pelecypoda value is 0,59 with categories of “medium”.

Keywords : Community Structure, Pelecypoda, Lola Beach

Page 3: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

I. PENDAHULUAN

Pulau Bintan merupakan salah satu bagian

gugus pulau yang berada di wilayah Provinsi

Kepulauan Riau. Pulau Bintan termasuk daerah

yang beriklim tropis, suhu rata-rata antara

22,5oC - 26,2oC , suhu terendah rata-rata

23,9oC dan tertinggi rata-rata 31,8oC,

kelembaban udara berkisar antara 83%-89%

(Sitorus,2011). Perairan Pesisir Pulau Bintan

menyimpan potensi kelautan dan perikanan

yang sangat besar, terutama potensi marikultur

serta keanekaragaman biota perairan yang

tinggi dan bernilai ekonomis salah satunya

adalah jenis kerang-kerangan moluska,

krustasea, policaeta. Namun, potensi kelautan

dan perikanan di Pulau Bintan belum

dimanfaatkan secara optimal dan sungguh-

sungguh (DKPP,2011). Potensi perikanan

terutama keanekaragaman kerang – kerangan

moluska juga terdapat di perairan Pantai Lola

Desa Kalang Batang.

Perairan Pantai Lola yang terletak di Desa

Kalang Batang, Kecamatan Gunung Kijang,

Kabupaten Bintan merupakan kawasan wisata

pantai dan pengembangan kawasan resort dan

perhotelan. Kawasan Pantai Lola menjadi

habitat hidup berbagai hewan

makrozoobhentos yang berpotensi dan bernilai

ekonomi serta dimanfaatkan masyarakat

sebagai sumber pendapatan serta konsumsi

sehari – hari. Jenis – jenis biota

makrozoobhentos yang hidup di perairan

pantai Lola salah satunya adalah jenis - jenis

biota invertebrata dari filum Mollusca

(bivalvia/pelecypoda, gastropoda).

II. METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pantai Lola,

Desa Kalang Batang, Kabupaten Bintan,

Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan November 2014 sampai dengan Januari

2015. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4

peta satelit (Google Earth,2013).

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian (Google

Earth, 2014)

B. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian meliputi bahan yang menjadi objek

penelitian di lapangan dan bahan yang digunakan

dalam analisis laboratorium Bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian

No. Bahan Keterangan

1. Pelecypoda Objek Penelitian

2. Substrat Analisis Fraksi Substrat

3. Aquades Kalibrasi alat dan

membilas alat

4. Aluminium Foil Wadah pembungkus

substrat

5. Kertas Label Menandai sampel

6. Plastik sampel Wadah sampel

Page 4: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

7.

8.

Tissue

Formalin 10 %

Mengeringkan alat

Mengawetkan sampel

C. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi alat pengamatan objek penelitian,

pengukuran parameter fisika dan kimia. Alat-alat

yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 2.

Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian

No. Keterangan Alat Kegunaan

1. Pengamatan

Pelecypoda

- Meteran Menarik garis transek

- Transek kuadran 100 x 100 cm Pengamatan Pelecypoda

- Skop Pengambilan Sampel

Pelecypoda

- GPS Penentuan titik koordinat

- Buku identifikasi Identifikasi Pelecypoda

- Buku dan pena Mencatat hasil penelitian

- Kamera Dokumentasi

2. Parameter fisika

dan kimia

- Multi tester Mengukur pH, DO, suhu

- Salt meter Mengukur kadar garam

(Salinitas)

- Turbidity meter Mengukur kekeruhan

- Current drouge

- Saringan bertingkat

Mengukur kecepatan arus

Analisis substrat

D. Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode survei, yaitu metode penelitian

yang tidak melakukan perubahan/perlakuan khusus

terhadap variabel yang akan diteliti dengan tujuan

untuk memperoleh serta mencari keterangan secara

faktual tentang objek yang diteliti. Data yang

digunakan dalam penelitian adalah data primer dan

data skunder. Data primer adalah data yang

diperoleh secara langsung dari objeknya. Data

sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain

dan telah dilaporkan dalam bentuk publikasi.

Data primer yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah data yang meliputi data jenis

dan struktur komunitas pelecypoda, dan data

kondisi perairan. Data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh dari data pustaka-

pustaka, penelitian terdahulu, masyarakat, Kantor

Kelurahan dan Kantor Dinas Kelautan dan

Perikanan.

1. Penentuan Titik Pengamatan

Penentuan lokasi penelitian Pelecypoda

dilakukan berdasarkan teknik Purposive sampling.

Purposive sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang digunakan apabila

sampel yang akan diambil mempunyai

pertimbangan tertentu (Fachrul, 2007). Berdasarkan

pertimbangan habitat dan penyebaran hidup

pelecypoda yang secara visual hampir merata,

maka ditentukan lokasi penelitian adalah perairan

pantai Lola, Desa Kalang Batang, Kabupaten

Bintan, Kepulauan Riau.

Penentuan titik sampling dilakukan

dengan metode simple Random Sampling dengan

bantuan software VSP (Visual Sampling Plan)

yaitu dengan langkah pertama menentukan area

yang akan di sampling kemudian mencari luasan

area sampling, lalu software tersebut akan

mengacak secara otomatis area sampling yang

diambil secara langsung tersebar 54 titik

pengamatan Pelecypoda yang tersebar sepanjang

perairan Pantai Lola pada zona Pasang surut

(intertidal).

2. Alat Bantu contoh / Sampel

Pengamatan Pelecypoda menggunakan

Petak contoh (Transect Plot) yang digunakan

dalam penelitian ini adalah petak contoh berbentuk

persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾

inch dan dilubangi dengan ukuran 100 x 100 cm2.

Sketsa petak contoh (plot) yang digunakan untuk

pengamatan Pelecypoda dapat dilihat pada gambar

5.

Gambar 5. Petak Contoh (plot) untuk

pengamatan Pelecypoda

3. Cara Pengambilan Sampel Pelecypoda

Contoh (sampel) Pelecypoda diambil

langsung dengan menggunakan skop dengan

menggali sedalam 15 cm kedalam substrat.

Pengambilan sampel dilakukan dengan bantuan

skop karena substrat pada lokasi penelitian

merupakan pasir, sehingga tidak memungkinkan

untuk diambil langsung dengan tangan. Pelecypoda

yang diambil adalah pelecypoda yang berada dalam

petak contoh (plot) yang telah ditentukan sepanjang

jarak pasang surut (intertidal). Contoh (sampel)

Pelecypoda dimasukkan ke dalam kantong plastik

bening yang telah diberi label sesuai untuk setiap

titik dan plotnya. Kemudian bersihkan dari

lumpur/kotoran yang menempel dan sortir

berdasarkan titik dan plotnya. Contoh Pelecypoda

yang sudah bersih kemudian sebelum diidentifikasi

diawetkan dengan menggunakan formalin 10 %.

100 cm

100 cm

Paralon

¾ inch

Page 5: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

4. Identifikasi Pelecypoda

Contoh Pelecypoda yang sudah diawetkan,

dilakukan identifikasi untuk mengetahui jenis

Pelecypoda yang ditemukan. Identifikasi dilakukan

dengan melihat bentuk cangkang, warna, corak dan

jumlah putaran cangkang. Setiap jenis yang

ditemukan dicocokan karakteristik morfologinya

dengan melihat pada web identifikasi biota. Web

identifikasi yang digunakan yaitu;

http://www.coremap.or.id/datin/molusca.com,

http://www.microseashell.com,

http://www.seashellhub.com. Proses identifikasi

awal dengan memisahkan jenis-jenis ditemukan

setiap plot pengamatan. Bersihkan cangakang

dengan air bersih untuk memperjelas corak warna.

Proses identifikasi dilakukan dengan melihat corak

cangkang. Bentuk puncak cangkang, warna

cangkang, bentuk operculum (bukaan cangkang).

E. Pengukuran Parameter Perairan

Pengukuran parameter kualitas air di

lakukan sebagai data pendukung dalam

menggambarkan kondisi perairan pada lokasi

penelitian. Pengukuran parameter perairan yang

dilakukan adalah suhu, salinitas, kekeruhan,

kecepatan arus, pH, DO. Pengukuran kualitas

perairan dilakuan sebanyak 3 kali sampling di 3

titik (barat, tengah, dan timur) sepanjang area

pengamatan, untuk pengukuran Kualitas perairan

yang meliputi Salinitas, Kekeruhan, Kecepatan arus

dilakukan pada saat pasang dan surut, sedangkan

pengukuran Suhu, DO, dan pH dilakukan dengan

ulangan pagi, siang, dan sore.

1. Suhu (ISO 9001)

Pengujian suhu dilakukan dengan

menggunakan multi tester (YK-2005WA),pengujian

suhu dilakukan bersamaan dengan pengukuran

Oksigen Terlarut (DO). Pengukuran suhu dilakukan

dengan menghidupkan multi tester dengan

menekan tombol “ON” kemudian Probe

dimasukkan untuk pengukuran Suhu. Kemudian

Probe pada alat tersebut dicelupkan kedalam

perairan. Seluruh bagian dari probe suhu harus

tercelup kedalam air yang diukur. Setelah itu

didiamkan beberapa menit sampai dapat dipastikan

angka yang ditunjukkan pada layar berada dalam

kondisi tidak bergerak (stabil). Kemudian nilai

suhu yang ditunjukkan pada layar sebalah kiri

bawah multi tester tersebut dicatat hasilnya.

2. Salinitas (ISO 9001)

Salinitas diukur dengan menggunakan alat

Salt Meter (YK-31SA). Prosedur penggunaan alat

adalah dengan menyiapkan Probe dan dimasukkan

pada bagian atas Salt Meter sampai rapat dan posisi

yang benar, kemudian tombol “ON” pada alat

ditekan untuk menghidupkan alat, dan ujung Probe

dimasukkan kedalam air hingga sebatas kepala

probe. Probe digerakkan beberapa saat agar

mempermudah dalam pembacaan pada alat dan

tunggu beberapa saat hingga menunjukkan angka

tetap pada tampilan (layar) alat. Tombol “HOLD”

ditekan, jika angka yang ditunjukkan sudah benar-

benar tetap (tidak berubah), catat angka yang

ditunjukkan oleh alat.

3. Kekeruhan (ISO 9001)

Pengukuran kekeruhan perairan diukur

dengan menggunakan Turbidity meter model (TU

2010) dengan satuan NTU (Nephelometrik

Turbidity Unit). Sebelum melakukan pengukuran

dilakukan kalibrasi pada alat Turbidity Meter agar

dapat menunjukkan angka yang sesuai. Untuk

memulai kalibrasi, tombol “POWER” ditekan dan

NTU solution (0 NTU dan 100 NTU) secara

bergantian dimasukkan kedalam alat sejajar dengan

tanda titik yang tertera pada alat dan botol NTU

solution. Tombol “TEST/CAL” ditekan untuk

memulai proses kalibrasi, jika angka yang

ditunjukkan pada alat sesuai dengan NTU solution

yang dimasukkan, maka pengukuran kekeruhan

dapat dilakukan. Sampel yang telah disiapkan

digoncangkan, lalu dimasukkan kedalam botol uji

kekeruhan sebatas tanda tera pada botol (10 ml).

Tombol “TEST/CAL” ditekan, ditunggu hingga

layar alat menunjukkan angka tetap.

4. Kecepatan Arus (SNI 03-2819-1992)

Kecepatan arus diukur dengan

menggunakan tali pada Current drouge dan

diletakkan pada permukaan perairan kemudian

diukur jarak tempuh Current drouge tersebut dalam

satuan waktu yaitu meter per detik (m/det) dari

jarak awal diletakkan. Nilai kecepatan arus

diperoleh dengan rumus :

Keteranganan: v : Kecepatan arus (m/det)

s : Jarak (m)

t : Waktu (det)

5. pH (ISO 9001)

Derajat Keasaman (pH) diukur dengan

menggunakan alat multi tester (YK-2005WA).

Prosedur pengukuran pH dengan multi tester adalah

dengan menyiapkan Probe elektroda pH dan

dimasukkan kedalam socket pada alat dengan benar

dan pada posisi yang tepat, Tombol “POWER”

ditekan untuk menghidupkan alat. Tombol

“MODE” pada alat ditekan hingga layar alat

menunjukkan tampilan “pH” dan masukkan

Page 6: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

indikator manual untuk Suhu. Larutan “Buffer

Solution” yang akan digunakan pada pH 4,00

disiapkan untuk mengkalibrasi alat yang

ditempatkan pada Botol kalibrasi. Proses kalibrasi

alat dilakukan sebelum melakukan pengukuran,

dengan cara menekan tombol “REC” dan “HOLD”

secara bersamaan hingga pada layar alat

menunjukkan angka 4,00. Tombol “ENTER”

ditekan untuk mengakhiri proses kalibrasi, lalu

buka botol kalibrasi pada ujung alat, dan

pengukuran pH dapat dilakukan, kemudian hasil

yang ditunjukkan pada layar alat dicatat setelah

angka yang ditunjukkan stabil (tidak berubah).

6. DO (ISO 9001)

Untuk mengukur oksigen terlarut,

dilakukan dengan menggunakan multi tester (YK-

2005WA). Prosedur pengukuran Oksigen Terlarut

dilakukan dengan cara; Probe Oksigen terlarut

(DO) disiapkan dan dimasukkan kedalam socket

DO pada alat dengan benar dan pada posisi yang

tepat, tombol “POWER” ditekan untuk

menghidupkan alat. Tombol “MODE” pada alat

ditekan, hingga layar alat menunjukkan tampilan

“% O2” dan indikator manual untuk Suhu

dimasukkan, Dibiarkan selama 5 menit hingga

angka stabil dan tidak berubah. Kalibrasi alat

dilakukan sebelum melakukan pengukuran, dengan

cara menekan tombol “REC” dan “HOLD” secara

bersamaan. Tombol “ENTER” ditekan, tunggu

selama 30 detik, hingga pada layar menunjukkan

tampilan “%O2” menunjukkan angka 20.9. Tombol

“FUNC” ditekan hingga menunjukkan tampilan

“mg/L” kemudian alat dapat digunakan untuk

pengukuran Oksigen Terlarut.

7. Substrat (Buchanan,1984 dalam Pratama,

2013)

Contoh sedimen diambil pada stasiun yang

sama dengan pengambilan dan pengukuran air

sampel. Sedimen diambil dengan menggunakan

Ekman Grab dan dimasukkan ke dalam kantong

sampel yang diberi label serta disimpan dalam cool

box. Sampel sedimen selanjutnya dianalisis di

laboratoriun Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

UMRAH.

Analisis sampel sedimen dilakukan

dengan metode pengayakan basah yang selanjutnya

diklasifiksikan menurut kriteria Wenthwort untuk

mengetahui ukuran butir sedimen. Prosedur metode

pengayakan kering sebagai berikut:

1. Membersihkan sampel dari kotoran dan

lamun yang menempel pada sedimen,

kemudian sampel sedimen dikeringkan

dengan membungkus sampel

menggunakan Aluminium foil dan

dimasukkan kedalam oven dengan suhu

60-700C dalam waktu 24 jam.

2. Menimbang sampel sedimen seberat ± 100

gram sebagai berat awal, tempatkan dalam

beaker Glass berisi 250 ml air dan diduk

selama 10-15 menit.

3. Kemudian disaring menggunakan Sieve

net yang tersusun secara berurutan dengan

ukuran 2 mm, 1 mm, 0.5 mm, 0.25 mm,

0.0125 mm, 0.063 mm dan < 0.063 mm.

4. Memisahkan sampel sedimen dari setiap

tingkatan, lalu dimasukkan kedalam

Aluminium foil yang sudah dibentuk

seperti wadah mangkuk, sampel sedimen

setiap tingkat ayakan dimasukkan kedalam

Aluminium foil dan di oven selama 4 jam

dengan suhu 1000C hingga kering.

5. Sampel yang telah kering ditimbang dan

dianalisis serta mengklasifikasikan dalam

skala Wentworth, dipisahkan antara

kerikil, pasir, dan lumpur.

Selanjutnya dilakukan analisis besar butir

sedimen dilakukan dengan perhitungan. Untuk

menghitung % berat sedimen pada metode ayakan

basah dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Setelah dilakukan perhitungan berat

sedimen yang telah dikeringkan, disesuaikan

dengan Tabel Klasifikasi besar butiran seperti

Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3. Skala Wentworth (1922) Untuk

mengklsifikasikan partikel-partikel

sedimen.

Diameter Butir (mm) Kelas Ukuran Butir

>256 Boulders (Kerikil Besar)

2 – 256 Gravel (Kerikil Kecil)

1 – 2 Very Coarse Sand (pasir sangat kasar)

0.5 – 1 Coarse sand (Pasir Kasr)

0.25 – 0.5 Medium sand (pasir sedang)

0.125 – 0.25 Fine sand (pasir halus)

0.625 – 0.125 Very fine sand (pasir sangat halus)

0.002 – 0.00625 Silt (debu/lanau)

0.0005 – 0.002 Clay (lempung)

< 0.0005 Dissolved material (material terlarut)

Sumber: Skala Wentworth (1922) dalam Pratama

(2013)

Setelah ditimbang dan diketahui

persentase butiran sedimen (kerikil, Pasir, Lumpur)

dianalisis menggunakan segitiga Shepard untuk

mengetahui jenis sedimen yang terdapat pada

Stasiun Penelitian. Segitiga Shepard untuk analisis

butiran sedimen dapat dilihat pada gambar 6.

Page 7: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

Gambar 6. Segitiga Shepard

untuk Analisis

Butiran Sedimen

(Shepard , 1954

dalam Pratama,

2013)

Segitiga shepard tersebut menggambarkan

tipe substrat dasar perariran. Nilai (presentase)

yang di dapatkan dari hasil ayakan dimasukkan

kedalam segitiga tersebut. Sehingga terdapat titik

potong yang menunjukkan tipe substrat nya.

F. Pengolahan Data

1. Kelimpahan Jenis dan Relatif

Kelimpahan diartikan sebagai satuan

jumlah individu yang ditemukan per satuan luas.

Menurut Fachrul (2007) Perhitungan kelimpahan

jenis Bivalvia/Pelecypoda dapat di rumuskan

sebagai berikut :

Ki=

Keterangan : Ki= Kelimpahan jenis

(individu/m2)

ni= Jumlah individu dari spesies

ke-i (individu)

A= Luas area pengamatan (m2)

Kelimpahan relatif dihitung dengan rumus

kelimpahan relative menurut Fachrul (2007)

sebagai berikut:

KR=

x 100%

KR= Kelimpahan Relatif (%)

ni= Jumlah individu dari spesies

ke-i (individu)

N= Jumlah individu dari seluruh

spesies (individu)

2. Indeks keanekaragaman

Indeks keanekaragaman dapat digunakan

untuk mencirikan hubungan kelompok genus dalam

komunitas. Indeks keanekaragaman yang

dipergunakan adalah indeks Shannon-Wiener

(Insafitri, 2010). Rumus yang digunakan adalah:

Menurut Wilhm and Dorris (1986) dalam

Insafitri, (2010) kriteria indeks keanekaragaman

dibagi dalam 3 kategori yaitu :

H` < 1 : Keanekaragaman jenis rendah

1 < H` < 3 : Keanekaragaman jenis sedang

H` > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi

3. Indeks Keseragaman

Untuk mengetahui keseimbangan

komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu

ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies

dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah

individu antar spesies (semakin merata

penyebarannya) maka semakin besar derajat

keseimbangan. Rumus indeks keseragaman (e)

diperoleh dari (Insafitri, 2010):

Keterangan : H’ : Indeks keanekaragaman

S : Jumlah species

e : Indeks Keseragaman

Evenness

Dengan kisaran sebagaiberikut :

E < 0,4 : Keseragaman populasi kecil

0,4 < E < 0,6 : Keseragaman populasi sedang

E > 0,6 : Keseragaman populasi tinggi

4. Indeks Dominasi

Indeks dominansi (C) digunakan untuk

mengetahui sejauh mana suatu kelompok biota

mendominansi kelompok lain. Dominansi yang

cukup besar akan mengarah pada komunitas yang

labil maupun tertekan. Dominansi ini diperoleh dari

rumus (Insafitri, 2010):

Dengan kisaran sebagaiberikut :

0,00 < C ≤ 0,50 = Rendah

0,50 < C ≤ 0,75 = Sedang

0,75 < C ≤ 1,00 = Tinggi

Semakin besar nilai indeks dominansi (C),

maka semakin besar pula kecenderungan adanya

jenis tertentu yang mendominasi.

5. Pola Sebaran

Untuk mengetahui pola sebaran jenis suatu

organisme pada habitat digunakan metode pola

sebaran Morisita (Brower dan Zar, 1977 dalam

-∑ Pi.Log2.Pi

Page 8: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

Insafitri,2010). Pola sebaran dihitung dengan

menggunakan rumus:

Pola sebaran diuji dengan menggunakan

uji Chi-square dengan membandingkan nilai

harapan hitung dengan nilai pengamatan

(Insafitri,2010). Chi-square dihitung dengan

menggunakan rumus:

Keterangan : Id = Indeks Sebaran Morisita

n = Jumlah Titik Pengambilan

Contoh

N = Jumlah Total Individu yang

terdapat dalam n plot

∑X2

= Jumlah Individu yang

diperoleh

G. Analisis Data

Data yang diperoleh di tabulasi secara

keseluruhan. Untuk kualitas perairan akan

mengacu kepada Baku Mutu Air Laut untuk Biota

Laut (KEPMEN LH no 51 tahun

2004). Untuk keanekaragaman gastropoda

mengacu pada indeks keanekaragaman Shannon-

Wiener, Selanjutnya di analisis secara deskriftif

Kuantitatif dengan studi literatur dan penelitian

terdahulu, serta jurnal yang diterbitkan. Data yang

diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Desa Kalang Batang

secara geografis dilihat dari topografi ketinggian

wilayah Kalang Batang berada pada 0 – 40 m dari

permukaan air laut dengan keadaan curah hujan

rata-rata per tahun 30 C.

Secara administrasi Desa Kalang

Batang terletak diwilayah Kecamatan Gunung

Kijang Kabupaten Bintan. Wilayah Desa Kalang

Batang secara administrasi dibatasi oleh wilayah

desa-desa tetangga serta laut.

• Disebelah utara berbatasan dengan

Kelurahan Kawal,

• Disebelah selatan berbatasan dengan Desa

Gunung Kijang

• Disebelah barat berbatasan dengan

Kelurahan Sei Lekop dan

• Disebelah timur berbatasan dengan laut.

Akses jalan yang ada di wilayah Desa Kalang

Batang saat ini masih dapat dikatakan kurang bagus

hanya ada =+ 11 KM yang bagus. Di sepanjang

jalan masih terdapat sisa-sisa galian tambang yang

sampai saat ini belum dapat dipastikan

kegunaannya.

B. Komposisi Jenis & Kelimpahan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di

perairan Pantai Lola, Kabupaten Bintan ditemukan

6 jenis yang terdiri dari 2 Sub-class, 4 Ordo, 6 Sub-

famili, 6 Famili, 6 Genus, dan 6 Spesies. Secara

lengkap dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Jenis Pelecypoda yang ditemukan di

Pantai Lola

Class Sub Class Ordo Sub Ordo

Famili Genus Spesies

Nama Lokal

Bivalvia (Pelecypoda) Heterodonta

Veneroida Veneroidea

Veneridae Gafranium

Gafrarium pectinatum Kerang darah

Mactroidea

Mactridae Mactra Mactra pura

Lokan

Tellininae

Tellinidae Tellina Tellina radiata

Remis

Pteriamorphia Arcoida Arcoidea

Arcidae Anadara Anadara fultoni

Kerang bulu

Pterioida Pterioidea

Pterjidae Isognomon Isognomon

dunkeri Kerang batu

Mytilaida Mytilaidea

Mytilidae Jolya Jolya

letuomeuxi kupang

Sumber : Data Primer (2014)

Hasil penelitian menunujukkan bahwa jenis

pelecypoda terdapat 2 sub class yaitu Heterodonta

dan Pteriamorphia, terdapat 4 ordo yaitu

Veneroida, Arcoida, Pterioida, serta Mytilaida.

Terdapat 7 sub family dari biota Pelecypoda yang

teridentifikasi yaitu Veneroidea, Mactroidea,

Tellininae, Arcoidea, Pterioidea, serta Mytilaidea.

Terdapat 7 famili yang ditemukan yaitu

Veneroidae, Mactroidae, Tellinidae, Arcoidae,

Pterioidae, serta Mytilaidae. Terdapat 7 genus dari

Page 9: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

kelompok Pelecypoda yang ditemukan yaitu

Gafranium, Mactra, Tellina, Anadara, Isognomon,

serta Jolya, dan terdapat 7 spesies yang

teridentifikasi antara lain yaitu Gafranium

pectinatum, Mactra pura, Tellina radiata, Anadara

fultoni, Isognomon dunkeri, serta Jolya letuomeuxi.

C. Kelimpahan dan Komposisi Pelecypoda

Kelimpahan individu menggambarkan

perbandingan banyaknya suatu individu biota

akuatik per satuan luas pengamatan (m2). Hasil

pengukuran kelimpahan jenis dan relatif

Pelecypoda di lokasi penelitian di uraikan pada

tabel 5. berikut.

Tabel 5. kelimpahan jenis dan relatif Pelecypoda di

Pantai Lola

No. Jenis Total Kelimpahan (Ind/m2)

Kelimpahan Relatif (%)

1. Gafrarium pectinatum 128 2,37

76,2

2. Matra pura 6 0,11 3,6

3. Tellina radiata 4 0,07 2,4

4. Anadara fultoni 9 0,17 5,4

5. Isognomon dunkeri 7 0,13

4,2

6. Jolya letuomeuxi 14 0,26 8,3

Jumlah 168 3,11 100

Sumber : Data Primer (2014)

Berdasarkan hasil perhitungan kelimpahan

Pelecypoda, jumlah total spesies yang ditemukan

untuk seluruh jenis sebanyak 168 individu, dengan

nilai kelimpahan tertinggi adalah jenis Gafrarium

pectinatum dengan kelimpahan 2,37 (ind/m2).

Sedangkan untuk jenis yang kelimpahannya paling

sedikit adalah jenis Tellina radiata dengan nilai

kelimpahan jenis tesebut adalah 0,07 (ind/m2).

Komposisi jenis Pelecypoda yang ditemukan pada

lokasi penelitian digambarkan kedalam grafik

seperti pada gambar 7 berikut.

Gambar 7. Komposisi Jenis Pelecypoda di pantai

Lola

Sesuai dari hasil gambaran komposisi

jenis pelecypoda ytang ditemukan di lokasi

penelitian, komposisi jenis tertinggi adalah jenis

adalah jenis Gafrarium pectinatum dengan

persentase 76 % , Sedangkan untuk jenis yang

komposisinya paling rendah adalah jenis Tellina

radiata dengan nilai komposisi jenis tesebut adalah

3 %. Banyaknya jenis Gafrarium pectinatum

diduga karena jenis ini umumnya mendiami

perairan dengan tipe substrat pasir, berarus, dan

bergelombang. Sesuai dengan lokasi penelitian

yang lebih didominasi oleh jenis substrat pasir.

Menurut Riniatsih (2007) jenis Gafrarium

pectinatum merupakan hewan dari kelompok

Pelecypoda yang bersifat kosmopolit dan hidup

tersebar sepanjang pantai tropis dan subtropis

dengan tipikal dasar perairan berlumpur hingga

berpasir.

D. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman,

dan Dominansi

Indeks keanekaragaman, keseragaman, serta

doninasi menggambarkan nilai kondisi ekologi

jenis/spesies pada lokasi tertentu sehingga dapat

menggambarkan kondisi perairan yang menjadi

media hidupnya. Nilai Indeks keanekaragaman,

keseragaman, serta doninasi dapat dilihat seperti

pada gambar 8 berikut.

Gambar 8. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman

dan Dominansi Pelecypoda di Pantai Lola

Dari hasil perhitungan indeks ekologi

(keanekaragaman, keseragaman, serta dominansi)

berdasarkan data jenis dan jumlah pelecypoda yng

dijumpai di lokasi penelitian, nilai indeks

keanekaragaman adalah sebesar 2,63 dengan

kategori keanekaragaman jenis yang tergolong

“sedang”. Secara keseluruhan, kondisi

keanekaragaman spesies Pelecypoda pada lokasi

penelitian masih dalam kondisi yang sesuai karena

tidak tergolong keanekaragaman yang rendah.

Dengan demikian, keanekaraman spesies masih

menggambarkan kondisi perairan yang cukup baik.

Menurut (Odum, 1971) keanekaragaman tinggi,

penyebaran jumlah individu tiap spesies/genera

tinggi, kestabilan komunitas tinggi dan perairannya

masih belum tercemar mengindikasi bahwa

lingkungan tersebut masih baik. Komunitas yang

stabil menandakan ekosistem tersebut mempunyai

keanekaragaman yang tinggi, tidak ada jenis yang

dominan serta pembagian jumlah individu merata.

Nilai indeks keseragaman adalah sebesar 0,13 yang

secara kategori termasuk kedalam nilai

keseragaman spesies yang tergolong “rendah”.

Untuk nilai indeks dominansi berdasarkan hasil

perhitungan didapatkan nilai dominansi sebesar

0,59 dengan demikian terkategorikan dominansi

jenis tertentu masih tergolong “sedang” artinya

pada lokasi penelitian kondisi spesies Pelecypoda

cenderung ada yang mendominasi namun tidak

begitu tinggi. Rendahnya nilai indeks keseragaman

yang diperoleh dapat mengindikasikan bahwa

komunitas Pelecypoda dalam kondisi yang tidak

stabil, artinya penyebaran jumlah individu tiap

jenis tidak sama, ada kecenderungan didominasi

oleh jenis tertentu (Chalid, 2014).

Page 10: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

E. Pola Sebaran Jenis Bivalvia

Penentuan sebaran jenis dengan

menggunakanIndeks Sebaran Morisita

dimaksudkan untuk mengetahui pola sebaran jenis

yang didapat berupa seragam, mengelompok, atau

acak. Hasil perhitungan pola sebaran individu

Pelecypoda dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Sebaran Individu Pelecypoda di Pantai

Lola.

No. Jenis X2 Nilai Kritis X2

Sebaran jenis

1. Gafrarium pectinatum 77,9 70,99

Mengelompok

2. Matra pura 66,0 70,99 Acak

3. Tellina radiate 77,0 70,99

Mengelompok

4. Anadara fultoni 93,0 70,99

Mengelompok

5. Isognomon dunkeri 93,3 70,99

Mengelompok

6. Jolya letuomeuxi 55,4 70,99 Acak

Sumber : Data Primer (2014)

Berdasarkan table diatas dapat disimpulkan bahwa

ke 6 jenis Pelecypoda dapat dikelompokkan

menjadi dua sebaran yaitu, sebaran mengelompok

dan sebaran acak , Jenis Pelecypoda Gafrarium

pectinatum sebaran jenis nya mengelompok , jenis

Matra pura sebaran jenisnya acak, kemudian jenis

Pelecypoda Tellina radiate sebaran jenis nya

mengelompok, jenis Pelecypoda sebaran jenisnya

Anadara fultoni mengelompok, jenis Pelecypoda

Isognomon dunkeri sebaran jenis nya

mengelompok, dan kemudian jenis Pelecypoda

jolya letuomeuxi sebaran jenis nya Acak.

Kondisi sebaran jenis Pelecypoda pada lokasi

penelitian umumnya adalah sebaran yang

mengelompok. Kondisi morfologi pantai akan

mempengaruhi kerapatan dan jenis-jenis biota yang

terdapat didalamnya, termasuk juga akan

mempengaruhi distribusi dan komposisi jenis

bivalve (kerang-kerangan) yang hidup pada habitat

tersebut (Riniatsih, 2007). Pola sebaran

mengelompok, berkaitan erat dengan hewan bentik

untuk memilih daerah yang akan ditempatinya,

khususnya substrat yang ada. Tipe substrat tertentu

akan menarik atau menolak jenis hewan bentik

untuk mendiami serta faktor-faktor fisik kimia yang

berpengaruh pada kehidupan hewan bentik.

Terdapatnya hewan bentik dewasa berarti daerah

tersebut cocok untuk habitat hidup. Kemampuan

hewan bentik memilih daerah untuk menetap serta

kemampuannya untuk menunda metamorfosis

membuat penyebarannya tidak acak

(Nybakken,1998).

F. Parameter Perairan

Parameter perairan diukur untuk mengetahui

sebarapa besar nilai parameter perairan di Pantai

Lola untuk mendukung kehidupan dan keberadaan

Pelecypoda pada lokasi tersebut. Parameter

perairan yang diukur yaitu meliputi parameter

fisika dan parameter kimia.

1. Parameter Fisika

Parameter fisika yang diukur meliputi Salinitas,

Suhu, Kekeruhan, dan Kecepatan Arus. Hasil

pengukuran parameter fisika di lokasi penelitian

dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Parameter Fisika di

Pantai Lola

No Parameter Satuan Titik Rata-

Rata

1 2 3

1 Salinitas 0/00 30,2 30,8 29,8

30,3

2 Kekeruhan NTU 5,98 5,97

5,96 5,97

3 Suhu 0C 29,5 29,6 29,5

29,6

4 Arus m/dtk 0,080 0,086 0,105

0,090

Sumber : Data Primer (2014)

a. Suhu

Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian

menunjukkan bahwa kisaran suhu di perairan

Pantai Lola adalah 29,5 – 29,6 0C, dengan rata –

rata suhu di permukaan perairan yaitu 29,6 0C.

Menurut Sukarno (1981) dalam Wijayanti (2007)

bahwa suhu dapat membatasi sebaran hewan

makrobenthos secara geografik dan suhu yang baik

untuk pertumbuhan hewan makrobenthos termasuk

kelas Pelecypoda berkisar antara 25 - 31 °C,

apabila melampaui batas tersebut akan

mengakibatkan berkurangnya aktivitas

kehidupannya. Dilihat dari pernyataan tersebut,

kondisi suhu pada lokasi penelitian masih sesuai

dengan kehidupan Pelecypoda dan masih dalam

ambang batas optimal yang ditentukan. Kondisi

tersebut juga didukung oleh KEPMEN LH (2004)

yang menganjurkan kisaran suhu perairan untuk

kehidupan biota akuatik adalah kisaran 28 – 30 0C.

b. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas pada lokasi penelitian

menunjukkan bahwa kisaran salinitas yang ada

diperairan Pantai Lola adalah 29,8 – 30,8 0/00

dengan rata –rata salinitas yang ada diperairan

Pantai Lola yaitu 30,3 0/00. Kisaran optimal untuk

kehidupan pelecypoda adalah 20 – 36 0/00

Page 11: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

(Ariestika,2006). Secara keseluruhan, kondisi

salinitas pada lokasi penelitian masih dalam kondisi

yang sesuai dengan kehidupan Pelecypoda.

Lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan

oleh Riniatsih (2007) mengemukakan bahwa

hewan invertebrata pada kelas Bivalvia/Pelecypoda

masih dapat mentolelir rentang suhu pada kisaran 5

- 350/00 . Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal

biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline.

Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit

disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan

sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran

luas disebut sebagai biota euryhaline, kelompok

biota pada kelas Mollusca umumnya memiliki sifat

euryhaline yang memiliki toleransi yang tinggi

terhadap perubahan kondisi salinitas

(Supriharyono, 2000).

c. KecepatanArus

Hasil pengukuran kecepatan arus pada lokasi

penelitian menunjukkan bahwa kisaran kecepatan

diperairan Pantai Lola adalah 0,080 – 0,105

m/detik dengan rata –rata kecepatan arus yaitu

0,090 m/detik. Pada daerah sangat tertutup dimana

kecepatan arusnya sangat lemah, yaitu kurang dari

0,1 m/dtk, organisme benthos dapat menetap,

tumbuh dan bergerak bebas tanpa terganggu

sedangkan pada perairan terbuka dengan kecepatan

arus kuat yaitu > 0,1 m/dtk menguntungkan bagi

organisme dasar; terjadi pembaruan antara bahan

organik dan anorganik dan tidak terjadi akumulasi

(Wood, 1987 dalam Wijayanti, 2007).

Berdasarkan kondisi arus perairan, pada lokasi

penelitian tergolong pada kecepatan arus yang

lemah, Arus yang tergolong lambat juga

berpengaruh terhadap kelimpahan hewan bhentos

karena pengadukan bahan organik yang kurang

optimal, sehingga tidak sesuai dengan sifat biota

dasar yang memanfaatkan bahan organik untuk

makanan (deposit feeder) (Putra, 2014).

d. Kekeruhan

Hasil pengukuran kekeruhan pada lokasi penelitian

menunjukkan bahwa kisaran kekeruhan diperairan

Pantai Lola adalah 5,96 – 5,98 NTU dengan rata –

rata kekeruhan yaitu 5,97 NTU. Kekeruhan adalah

kondisi perairan yang menggambarkan sifat optik

air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya

yang diserap dan dipancarkan oleh bahan – bahan

yang terdapat didalam air (Effendi, 2003). Baku

mutu kekeruhan untuk biota perairan adalah < 5

NTU (KEPMEN LH, 2004).

2. Parameter Kimia

Parameter fisika yang diukur meliputi Derajat

Keasaman dan Oksigen Terlarut. Hasil pengukuran

parameter kimia di lokasi penelitian dapat dilihat

pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Hasil Pengukuran Parameter Kimia di

Pantai Lola

No Parameter Satuan Titik Rata-

Rata

1 2 3

1. Derajat Keasaman - 8,08

8,14 8,06 8,10

2. Oksigen Terlarut mg/L 7,83 7,79

7,82 7,81

Sumber: Data Primer (2014)

a. Derajat Keasaman

Hasil pengukuran derajat keasaman pada lokasi

penelitian menunjukkan bahwa kisaran derajat

keasaman diperairan Pantai Lola adalah 8,06 –

8,14 dengan rata –rata Derajat keasaman yaitu

8,14. Secara keseluruhan kondisi Derajat

Keasaman pada lokasi penelitian masih dalam

kondisi sesuai dan optimal untuk mendukung

kehidupan Pelecypoda. Menurut Pennak (1978)

dalam Wijayanti (2007) bahwa pH yang

mendukung kehidupan Mollusca berkisar antara 5,7

– 8,4, dan untuk bivalvia/Pelecypoda hidup pada

batas kisaran pH 5,8 - 8,3. Nilai pH < 5 dan > 9

menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan

bagi kebanyakan organisme makrobenthos. Effendi

(2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota

akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

b. Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran Oksigen Terlarut pada lokasi

penelitian menunjukkan bahwa kisaran oksigen

terlarut yang ada diperairan Pantai Lola adalah 7,79

– 7,83 mg/L dengan rata –rata oksigen terlaut yang

ada diperairan Pantai Lola yaitu 7,81 mg/L . Kadar

oksigen terlarut masih sesuai dengan kisaran

optimal yang dianjurkan dengan kondisi oksigen

terlarut rata – rata 7,81 mg/l. Kadar Oksigen

Terlarut bagi kehidupan hewan /biota akuatik

adalah > 5 mg/l (KEPMEN LH, 2004), sedangkan

batas minimum yang masih dapat ditolelir oleh

hewan mollusca adalah 4 mg/l (Clark, 1974 dalam

Ariestika,2006).

3. Substrat

Ukuran partikel substrat merupakan salah satu

faktor ekologis utama dalam mempengaruhi

struktur komunitas makrobentik seperti kandungan

bahan organik substrat. Penyebaran makrobenthos

Page 12: DI PERAIRAN PANTAI LOLA DESA KALANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ ... dengan air bersih

dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat.

Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali

pemakan deposit cenderung melimpah pada

sedimen lumpur dan sedimen lunak yang

merupakan daerah yang mengandung bahan

organik yang tinggi (Nybakken, 1988).

Kondisi substrat sangat menentukan komposisis

dan keberadaan jenis biota Pelecypoda di suatu

perairan. Substrat dijadikan tempat untuk menetap

dan meliang serta memanfaatkan bahan organic di

substrat untuk makanan. Secara lengkap kondisi

substrat dapat dilihat pada gambar 9 berikut.

Gambar 9. Kondisi Substrat di Pantai Lola

Kondisi substrat secara keseluruhan pada titik I

terdiri atas kerikil 31 %, Pasir 60 %, dan Lumpur 9

%. Komposisi kandungan substrat pada titik II

yaitu kerikil 9 %, Pasir 87 %, dan Lumpur 4 %,

sedangkan pada titik III komposisi substrat terdiri

atas kerikil 9 %, Pasir 85 %, dan Lumpur 6 %.

Dilihat dari data diatas, kondisi substrat berbeda

dari 3 titik pengambilan di perairan Pantai Lola.

Tabel 9. Jenis Substrat di perairan Pantai Lola

No. Titik Pengambilan Jenis Substrat

1. Titik 1 Pasir Berkerikil

2. Titik 2 Pasir

3. Titik 3 Pasir

Sumber : Data Primer (2014)

Berdasarkan hasil analisis substrat pada

lokasi penelitian menggunakan segitiga shepard

menunjukkan kondisi substrat pada titik I adalah

pasir berkerikil, pada titik II komposisi substrat

pasir, dan pada titik III didominasi oleh substrat

pasir. Titik I pengambilan sampel merupakan

bagian timur dari lokasi penelitian yang terdiri dari

jenis substrat pecahan batu dan karang. Secara

keseluruhan kondisi substrat pada lokasi penelitian

jenis pasir hingga pasir berkerikil. Dengan

demikian, kondisi substrat pada lokasi penelitian

sangat mendukung untuk hidup pelecypoda yang

bersifat sesil (menempel) di pecahan karang/batu

dan bersifat hidup masuk dalam substrat (infauna).

Menurut Suwignyo (2005); Riniatsih (2007) hewan

kelas Pelecypoda kebanyakan hidup di daerah

litoral umumnya hidup pada dasar perairan dengan

tipe substrat berpasir, serta beberapa dapat hidup

pada substrat yang lebih keras seperti pada kayu

atau bebatuan.