di Kepala Naga Pelabuhan Giliran Sunda Kelapa fileAncol dan Mangga Dua, sudah bagus pengelolaannya....

1
Dulunya Tanah Rawa tak Berharga GAPOLITAN 23 JUMAT, 18 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA TEMA: Babak Baru Perang Timur-Barat OLAHRAGA SABTU (19/2/2011) FOKUS elapa Gading merupakan magnet bagi para pecinta kuliner di Jakarta. MI/PANCA SYURKANI di Kepala Naga K ELAPA Gading tumbuh menjadi pusat bisnis plus wisata kuliner. Pemerintah Kota Jakarta Utara berobsesi menjadikan kawasan itu sebagai Singapura kedua. Apa saja yang menjadi andalan Kelapa Gading, Rudy Polycarpus dari Media Indonesia mewawancarai Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiono. Inilah petikannya. Potensi apa lagi yang akan dikembangkan di Kelapa Ga- ding? Kelapa Gading merupakan salah satu dari 12 jalur desti- nasi wisata pesisir yang dipro- gramkan Pemkot Jakarta Utara. Kami menganggap Kelapa Ga- ding sebagai salah satu desti- nasi yang sudah mapan. Yang perlu dikembangkan event- event-nya. Pihak Kelapa Ga- ding sering mengadakan ke- giatan berkala. Antara lain, Ja- karta Food dan Fashion Festival menjelang HUT Jakarta. Bagaimana dengan wisata kuliner? Setiap hari juga bisa ditemu- kan aneka menu khas Nusan- tara hingga menu luar negeri. Kelapa Gading seperti halnya Ancol dan Mangga Dua, sudah bagus pengelolaannya. Tinggal dipoles sedikit agar tidak ke- tinggalan. Misalnya, akses- akses jalan yang perlu semakin ditingkatkan. Salah satu persoalan Kelapa Gading adalah rawan banjir. Bagaimana upaya Pemkot Ja- kut untuk mengatasinya? Dulu kawasan ini memang mudah terkena banjir. Tapi se- menjak proyek Kanal Banjir Timur beroperasi, banjir dari aliran sungai relatif bisa diken- dalikan. Jika ada genangan, saya rasa masih dalam taraf wajar. Bapak mengatakan akan memperbaiki aksesnya. Jalan rusak dan berlubang di depan Mal of Indonesia sering dike- luhkan warga. Sudah sampai mana penanganannya? Kami tidak bisa melaku- kan apa-apa karena jalan itu kewenangan Induk Koperasi Ang- katan Laut. Jika penge- lolaannya dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi DKI, tentu dapat segera diperbaiki. Jalan yang rusak akan mengurangi daya tarik Kelapa Gading sebagai kawasan kuliner untuk ke- luarga. Konsep kuliner seperti apa lagi yang akan dikembang- kan? Konsep pengembangannya banyak melihat dari Singapura yang menjadikan kawasan perbelanjaan terbesar. Dalam waktu dekat akan dibuat lagi kawasan kuliner baru di tempat lain di Jakarta Utara. Seperti di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kon- sep tersebut akan memberikan manfaat bagi ekonomi masyarakat setempat. Terkait destinasi wisata pe- sisir, apa yang akan dikem- bangkan? Saat ini kami berencana membuat jalur sepeda sebagai bagian dari wisata pesisir. Saat ini masih dalam tahap pengka- jian. Jika memang layak, kami akan mengusulkan kepada Bapak Gubernur DKI. Kebe- tulan saya merupakan Sekre- taris Dewan Penasihat Komu- nitas Sepeda Indonesia untuk tingkat provinsi. Kelapa Gading dikenal se- bagai kawasan eksklusif bagi kalangan kelas menengah ke atas. Sementara di wilayah Jakarta Utara masih banyak masyarakat kelas menengah ke bawah. Bagaimana Bapak melihat ini? Warga Kelapa Gading terke- san eksklusif karena banyak yang kaya. Untuk meminimal- isasi kecemburuan, kami men- coba membuat beberapa pro- gram yang mendekatkan kedua belah pihak. Kegiatan sosial penyuluhan dan pengobatan gratis, misal- nya, melibatkan warga Kelapa Gading dengan masyarakat. Kegiatan ini diharapkan bisa menjalin komunikasi dan me- luluhkan hati si kaya untuk membantu si miskin. Bapak sering wisata kuliner ke Kelapa Gading? Rumah saya di Sunter, jadi lumayan sering ke sana. Saya menyukai semua jenis ma- kanan, tapi yang paling saya suka adalah daging kambing. Tentu saja saya tidak bisa me- makannya setiap hari, bisa kolesterol nanti. Sekarang ini saya lagi suka domba afrika. (J-1) man Giliran Pelabuhan Sunda Kelapa HAJI Abdul Gani, 48, tak me- ngira jika rawa-rawa dan pesa- wahan di dekat rumahnya akan berubah menjadi pusat perbelan- jaan, gedung-gedung menjulang tinggi, serta sentra kuliner. Saat itu, 1970, dia masih duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Ada beberapa orang da- tang kepada kakeknya untuk mengembangkan kawasan Ke- lapa Gading. Salah satu mengaku asal Si- ngapura. “Kami memanggilnya Tuan Tjen (Liong Sze Tjen,” ung- kap Abdul di kediamannya, ka- wasan Pulau Nangka, Jakarta Timur, kemarin. Tuan Tjen membawa misi ingin menyulap rawa-rawa tem- pat Abdul bermain menjadi ka- wasan terpadu. Berawal dari situ, Tuan Tjen yang kemudian dikenal dengan nama Sutjipto Nagaria mendirikan PT Sum- marecon. Ia mengajak beberapa tokoh masyarakat setempat bekerja sama membebaskan lahan. “Kakek saya termasuk yang ikut mengupayakan pembebasan lahan,” jelas Abdul. Saat itu almarhum Haji Ilyas, kakek Abdul, bersama Haji Sa- tim dan Haji Zaelani Zein me- ngusung nama PT Nusa Kirana. PT Nusa Kirana merupakan mitra kerja PT Summarecon. “Dulu orang takut melakukan pembebasan lahan atas nama perusahaan asing. Jadi, kakek saya dan teman-teman mendiri- kan PT Nusa Kirana,” terang Abdul. Kala itu, tanah warga dibebas- kan dengan harga sekitar Rp100 per meter. Keluarga besar Abdul Gani pun melepas lahan mereka seluas 50 hektare. “Dulu harga Rp100 per meter sudah mahal. Harga bandrol 2010 sudah Rp26 juta per meter. Tahun ini sudah lebih mahal lagi,” cetus Abdul sambil geleng-geleng kepala. Seingat Abdul, pada 1973 se- luruh lahan sudah berhasil dibe- baskan dan langsung dimulai dengan pengurukan. Untuk meramaikan kawasan itu, yang pertama dibangun adalah peru- mahan di Pintu Barat Kelapa Gading. Setelah itu, rumah toko sepanjang Boulevard dan mun- cullah Mal Kelapa Gading. Kemesraan PT Nusa Kirana dengan PT Summarecon retak pada 1990. “Sejak 1988 terjadi pergesekan. Kakek dan teman- teman memutuskan lepas dari Summarecon,” kenang Abdul. Tak dinyana, PT Summarecon justru tambah eksis dengan mengembangkan Kelapa Gading menjadi kawasan terpadu. Tentu saja ada pihak lain yang menyer- tai kesuksesan itu, antara lain PT Bangun Cipta Sarana, PT Graha Rekayasa Abadi, PT Pangestu Luhur, PT Nusa Kirana, PT Agung Podomoro, dan Agung Sedayu Group. Seiring dengan berjalannya waktu, Kelapa Gading kini tum- buh menjadi pusat bisnis. “Teman saya, orang Tionghoa, mengata- kan Kelapa Gading itu kawasan kepala naga sehingga sangat po- tensial untuk berbisnis,” tambah Abdul sambil tertawa. Sebagai orang Betawi, Abdul menganggap rawa tempatnya bermain sewaktu anak-anak seba- gai kepala naga hanya mitos. Na- mun, kenyataannya kebanyakan warga Kelapa Gading mengang- gap kawasan itu kepala naga. Camat Kelapa Gading Jupan R Sahalatua menyebutkan ka- wasan Kelapa Gading berkem- bang pesat sekitar 1990. “Saat itu ada pemekaran dan Kelapa Ga- ding menjadi perwakilan Keca- matan Koja,” ujarnya. Selang dua tahun kemudian, Kelapa Gading menjadi kecamatan mandiri. Pemerintah Kota Jakarta Utara menginginkan Kelapa Gading menjadi rumah kedua perusa- haan ASEAN setelah Singapura. Namun, Jupan mengharap pe- merintah tidak hanya mengem- bangkan pusat bisnis, kuliner, dan hiburan. “Saya ingin ka- wasan ini juga maju dalam pendidikan,” cetusnya. (*/J-1) MI/RUDY POLICARPUS ribu. Harga tersebut baru saja dinaikkan. Meskipun harga dinaikkan, sop konro karebosi tak pernah kehilangan pengunjung. Setiap hari setidaknya 300 kilogram daging habis terjual. Baik Samson maupun Nirwana sangat optimistis kawasan Kelapa Gading terus berkembang. “Meskipun jalanan semakin macet, peluang bisnis akan terus terbuka,” ungkap Samson. Nirwana juga mengharap kawasan Kelapa Gading terus ramai dikunjungi. “Sekarang kawasan Kelapa Gading dikenal sebagai surga kuliner. Semoga kami tetap bisa memanjakan lidah banyak orang,” ujarnya. (*/J-1) Bambang Sugiono Wali Kota Jakarta Utara

Transcript of di Kepala Naga Pelabuhan Giliran Sunda Kelapa fileAncol dan Mangga Dua, sudah bagus pengelolaannya....

Page 1: di Kepala Naga Pelabuhan Giliran Sunda Kelapa fileAncol dan Mangga Dua, sudah bagus pengelolaannya. ... Sementara di wilayah Jakarta Utara masih banyak ... mahan di Pintu Barat Kelapa

Dulunya Tanah Rawa tak Berharga

GAPOLITAN 23JUMAT, 18 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA

TEMA:Babak Baru

PerangTimur-Barat

OLAHRAGASABTU (19/2/2011)

FOKUS

elapa Gading merupakan magnet bagi para pecinta kuliner di Jakarta.

MI/PANCA SYURKANI

di Kepala NagaKELAPA Gading tumbuh

menjadi pusat bisnis plus wisata kuliner.

Pemerintah Kota Jakarta Utara berobsesi menjadikan kawasan itu sebagai Singapura kedua. Apa saja yang menjadi andalan K e l a p a G a d i n g , R u d y Polycarpus dari Media Indonesia mewawancarai Wali Kota J a k a r t a U t a r a B a m b a n g Sugiono. Inilah petikannya.

Potensi apa lagi yang akan dikembangkan di Kelapa Ga-ding?

Kelapa Gading merupakan salah satu dari 12 jalur desti-nasi wisata pesisir yang dipro-gramkan Pemkot Jakarta Utara. Kami menganggap Kelapa Ga-ding sebagai salah satu desti-nasi yang sudah mapan. Yang perlu dikembangkan event-event-nya. Pihak Kelapa Ga-ding sering mengadakan ke-giatan berkala. Antara lain, Ja-karta Food dan Fashion Festival menjelang HUT Jakarta.

Bagaimana dengan wisata kuliner?

Setiap hari juga bisa ditemu-kan aneka menu khas Nusan-tara hingga menu luar negeri. Kelapa Gading seperti halnya Ancol dan Mangga Dua, sudah bagus pengelolaannya. Tinggal dipoles sedikit agar tidak ke-tinggalan. Misalnya, akses-akses jalan yang perlu semakin ditingkatkan.

Salah satu persoalan Kelapa Gading adalah rawan banjir. Bagaimana upaya Pemkot Ja-kut untuk mengatasinya?

Dulu kawasan ini memang mudah terkena banjir. Tapi se-menjak proyek Kanal Banjir Timur beroperasi, banjir dari aliran sungai relatif bisa diken-dalikan. Jika ada genangan, saya rasa masih dalam taraf wajar.

Bapak mengatakan akan memperbaiki aksesnya. Jalan rusak dan berlubang di depan Mal of Indonesia sering dike-luhkan warga. Sudah sampai mana penanganannya?

Kami tidak bisa melaku-kan apa-apa karena jalan itu kewenangan Induk Koperasi Ang-katan Laut. Jika penge-

lolaannya dikembalikan k e p a d a P e m e r i n t a h

Provinsi DKI, tentu dapat segera diperbaiki. Jalan yang rusak akan mengurangi daya

tarik Kelapa Gading sebagai kawasan kuliner untuk ke-luarga.

Konsep kuliner seperti apa lagi yang akan dikembang-kan?

Konsep pengembangannya banyak melihat dari Singapura yang menjadikan kawasan perbelanjaan terbesar. Dalam waktu dekat akan dibuat lagi kawasan kuliner baru di tempat lain di Jakarta Utara. Seperti di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kon-sep tersebut akan memberikan m a n f a a t b a g i e k o n o m i masyarakat setempat.

Terkait destinasi wisata pe-sisir, apa yang akan dikem-bangkan?

Saat ini kami berencana membuat jalur sepeda sebagai bagian dari wisata pesisir. Saat ini masih dalam tahap pengka-jian. Jika memang layak, kami akan mengusulkan kepada Bapak Gubernur DKI. Kebe-tulan saya merupakan Sekre-taris Dewan Penasihat Komu-nitas Sepeda Indonesia untuk tingkat provinsi.

Kelapa Gading dikenal se-bagai kawasan eksklusif bagi kalangan kelas menengah ke atas. Sementara di wilayah Jakarta Utara masih banyak masyarakat kelas menengah ke bawah. Bagaimana Bapak melihat ini?

Warga Kelapa Gading terke-san eksklusif karena banyak yang kaya. Untuk meminimal-isasi kecemburuan, kami men-coba membuat beberapa pro-gram yang mendekatkan kedua belah pihak.

Kegiatan sosial penyuluhan dan pengobatan gratis, misal-nya, melibatkan warga Kelapa Gading dengan masyarakat. Kegiatan ini diharapkan bisa menjalin komunikasi dan me-luluhkan hati si kaya untuk membantu si miskin.

Bapak sering wisata kuliner ke Kelapa Gading?

Rumah saya di Sunter, jadi lumayan sering ke sana. Saya menyukai semua jenis ma-kanan, tapi yang paling saya suka adalah daging kambing. Tentu saja saya tidak bisa me-makannya setiap hari, bisa

kolesterol nanti. S e k a r a n g i n i saya lagi suka domba afrika. (J-1)

man

Giliran Pelabuhan

Sunda Kelapa

HAJI Abdul Gani, 48, tak me-ngira jika rawa-rawa dan pesa-wahan di dekat rumahnya akan berubah menjadi pusat perbelan-jaan, gedung-gedung menjulang tinggi, serta sentra kuliner.

Saat itu, 1970, dia masih duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Ada beberapa orang da-tang kepada kakeknya untuk mengembangkan kawasan Ke-lapa Gading.

Salah satu mengaku asal Si-ngapura. “Kami memanggilnya Tuan Tjen (Liong Sze Tjen,” ung-kap Abdul di kediamannya, ka-wasan Pulau Nangka, Jakarta Timur, kemarin.

Tuan Tjen membawa misi ingin menyulap rawa-rawa tem-pat Abdul bermain menjadi ka-wasan terpadu. Berawal dari situ, Tuan Tjen yang kemudian

dikenal dengan nama Sutjipto Nagaria mendirikan PT Sum-marecon.

Ia mengajak beberapa tokoh masyarakat setempat bekerja sama membebaskan lahan. “Kakek saya termasuk yang ikut mengupayakan pembebasan lahan,” jelas Abdul.

Saat itu almarhum Haji Ilyas, kakek Abdul, bersama Haji Sa-tim dan Haji Zaelani Zein me-ngusung nama PT Nusa Kirana. PT Nusa Kirana merupakan mitra kerja PT Summarecon.

“Dulu orang takut melakukan pembebasan lahan atas nama perusahaan asing. Jadi, kakek saya dan teman-teman mendiri-kan PT Nusa Kirana,” terang Abdul.

Kala itu, tanah warga dibebas-kan dengan harga sekitar Rp100

per meter. Keluarga besar Abdul Gani pun melepas lahan mereka seluas 50 hektare. “Dulu harga Rp100 per meter sudah mahal. Harga bandrol 2010 sudah Rp26 juta per meter. Tahun ini sudah lebih mahal lagi,” cetus Abdul sambil geleng-geleng kepala.

Seingat Abdul, pada 1973 se-luruh lahan sudah berhasil dibe-baskan dan langsung dimulai dengan pengurukan. Untuk meramaikan kawasan itu, yang pertama dibangun adalah peru-mahan di Pintu Barat Kelapa Gading. Setelah itu, rumah toko sepanjang Boulevard dan mun-cullah Mal Kelapa Gading.

Kemesraan PT Nusa Kirana dengan PT Summarecon retak pada 1990. “Sejak 1988 terjadi pergesekan. Kakek dan teman-teman memutuskan lepas dari

Summarecon,” kenang Abdul. Tak dinyana, PT Summarecon

justru tambah eksis dengan mengembangkan Kelapa Gading menjadi kawasan terpadu. Tentu saja ada pihak lain yang menyer-tai kesuksesan itu, antara lain PT Bangun Cipta Sarana, PT Graha Rekayasa Abadi, PT Pangestu Luhur, PT Nusa Kirana, PT Agung Podomoro, dan Agung Sedayu Group.

Seiring dengan berjalannya waktu, Kelapa Gading kini tum-buh menjadi pusat bisnis. “Teman saya, orang Tionghoa, mengata-kan Kelapa Gading itu kawasan kepala naga sehingga sangat po-tensial untuk berbisnis,” tambah Abdul sambil tertawa.

Sebagai orang Betawi, Abdul menganggap rawa tempatnya bermain sewaktu anak-anak seba-

gai kepala naga hanya mitos. Na-mun, kenyataannya kebanyakan warga Kelapa Gading mengang-gap kawasan itu kepala naga.

Camat Kelapa Gading Jupan R Sahalatua menyebutkan ka-wasan Kelapa Gading berkem-bang pesat sekitar 1990. “Saat itu ada pemekaran dan Kelapa Ga-ding menjadi perwakilan Keca-matan Koja,” ujarnya. Selang dua tahun kemudian, Kelapa Gading menjadi kecamatan mandiri.

Pemerintah Kota Jakarta Utara menginginkan Kelapa Gading menjadi rumah kedua perusa-haan ASEAN setelah Singapura. Namun, Jupan mengharap pe-merintah tidak hanya mengem-bangkan pusat bisnis, kuliner, dan hiburan. “Saya ingin ka-wasan ini juga maju dalam pendidikan,” cetusnya. (*/J-1)

MI/RUDY POLICARPUS

ribu. Harga tersebut baru saja dinaikkan. Meskipun harga dinaikkan, sop konro karebosi tak pernah kehilangan pengunjung. Setiap hari setidaknya 300 kilogram daging habis terjual.

Baik Samson maupun Nirwana sangat optimistis kawasan Kelapa Gading terus berkembang. “Meskipun jalanan semakin macet, peluang bisnis akan terus terbuka,” ungkap Samson.

Nirwana juga mengharap kawasan Kelapa Gading terus ramai dikunjungi. “Sekarang kawasan Kelapa Gading dikenal sebagai surga kuliner. Semoga kami tetap bisa memanjakan lidah banyak orang,” ujarnya. (*/J-1)

Bambang SugionoWali Kota Jakarta Utara