DHF
-
Upload
alifiaassyifa -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of DHF
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG
Laporan Kasus
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. H. Hartono , SpA
Disusun Oleh :
Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FAKULTAS KEDOKTERAN – Muhamadiyah Semarang
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
PERIODE 5 Mei – 12 Juli 2014
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU KESEHATAN ANAK
Presentasi kasus dengan judul :
DEMAM BERDARAH DENGUE
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
Disusun Oleh:
Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. H. Hartono , SpA ............................. .............................
Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Prof. Dr. dr. H.Harsoyo Na, SpA(K)
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 9 tahun
Agama : Islam
Alamat : Candi Sari RT 4 / VIII
Jenis kelamin : Perempuan
Nama bapak :Tn. S
Umur : 30tahun
Agama :Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan :SMP
Nama ibu :Ny. A
Umur :28 tahun
Agama :Islam
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Pendidikan :SMP
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari Ibu pada tanggal 15 Juni 2014
jam 21.51 WIB.
• Keluhan Utama : demam
• Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 hari pasien demam terus menerus, demam awalnya terjadi
mendadak dan terus tinggi, nyeri kepala (+), nyeri perut (+), BAB cair 1x
ampas (+), lendir (-), darah (-). gusi berdarah (-), bintik merah di kulit (+),
mimisan (-), muntah/BAB darah (-), mual (+), muntah (+) 2x isi makanan,
nafsu makan turun (+), nyeri otot (+), BAK 3x sehari.
± 3 jam yang lalu periksa di klinik dan dilakukan uji rumple-leed,
hasilnya (+).
Batuk (-), pilek (-), nyeri telinga (-), keluar cairan dari telinga (-),
penurunan pendengaran (-).
nyeri saat BAK (-), anyang-anyangen (-), BAK sedikit dan
mengejan (-).
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi
Cacingan
DBD
Otitis
Parotitis
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru
TBC
Asma
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal
• Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Orangtua pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi minuman
beralkohol dan obat-obatan.Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan
neneknya.Tetangga sekitar tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Biaya pengobatan menggunakan biaya sendiri
Data Khusus
Riwayat kehamilan
Ibu menikah usia 23 tahun, hamil pertama usia 24 tahun. Selama
hamil tidak pernah sakit, mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, maupun
rokok. Ibu rutin periksa ke bidan dan ke puskesmas tiap bulan.
Riwayat persalinan atau natal
Pasien anak pertama, lahir partus spontan usia kehamilan 40
minggu, lahir langsung menangis. Berat badan saat lahir 3300 gram,
panjang badan 50 cm.
Riwayat imunisasi
Imunisasi yang telah didapat lengkap sesuai umur.
Riwayat makan dan minum
ASI (+) mulai dari lahir sampai 6 bulan, susu formula (+)
MP ASI mulai usia 6 bulan.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 15 Juni 2014 Jam 22.00 WIB
- Keadaan umum : lemas
Keaktifan : kurang aktif
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M5V6
Berat badan : 31 kg, kesan gizi baik
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispnea
(-), turgor baik < 2”
- Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 112 x/menit, isi dan tegangan cukup
Respiratory rate : 28 x/menit tipe napas abdominal
Suhu : 40˚C (axilar)
- Status interna
Kepala : mesocepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, central, reguler dan isokor 3mm, mata
cekung (-)
Hidung : napas cuping (-), deformitas (-), secret(-)
Telinga : serumen (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-)
tenggorokan : tonsil T1-1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Mulut : lembab (-),sianosis (-), bibir kering (-),lidah kotor
(-), gusi berdarah (-)
Muka : muka merah (+)
Leher : simetris, pembesaran tiroid atau kelenjar getah
bening (-), deviasi trakea (-)
THORAKS
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah
medial midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus
epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift
(-)
Perkusi : sonor seluruh lapang dada
Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
SIII (-), SIV (-)Pulmo
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis
Dinami
s
Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-), sudut arcus costa dalam
batas normal, ICS dalam batas
normal
Pengembangan pernafasan paru
Normal
Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-)
Pengembangan pernapasan paru
normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-),
ICS dalam batas normal, taktil
fremitus dalam batas normal
Simetris (N/N), Nyeri tekan
(-/-), ICS dalam batas normal,
taktil fremitus dalam batas
normal
Perkusi
Kanan
Kiri
Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru.
Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi Suara dasar vesicular, ronki(-/-),
wheezing (-/-)
Suara dasar vesicular, ronki(-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (-), pekak alih
(-), tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra,
peranjakan paru-hati 3 cm (kesan hepatomegali)
Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), Nyeri tekan regio
hipokondri dextra (+), teraba pembesaran hepar, tidak teraba
pembesaran lien dan ginjal, Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat
ptekie
Oedem
Sianosis
Gerak
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Uji Rumple-leed
-
+/+
-
-
aktif
+
-
+
-
-/-
-
-
aktif
+
-
-
Pemeriksaan Antropometri
- Anak perempuan umur 3 tahun, BB : 31 kg, PB : 140 cm
- sesuai tabel persentil berat badan dan tinggi badan menurut umur
anak menempati 75 persentil, jadi kesan gizi normal.
- Kesan gizi : kesan gizi baik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan Motorik
Pergerakan +/+, simetris +/+, simetris
Kekuatan 5-5-5/5-5-5 5-5-5/5-5-5
Tonus N/N N/N
Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi
Reflek fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek patologis -/ - - / -
Klonus -/-
Tanda rangsang meningeal :
Kaku kuduk (-)
Brudzinki I dan II (-)
Tanda Kernig (-)
Pemeriksaan Nervus Kranialis
Nervus Olfaktorius : Sulit dinilai
Nervus Opticus : reflek cahaya +/+, penglihatan normal
Nervus Ocullomotorius : pergerakan mata normal, reflek cahaya +N/+N
Nervus Troklearis : pergerakan mata ke medial bawah normal
Nervus Trigeminus : reflek kornea +N/+N,
reflek bulu mata +N/+N
Nervus Abdusen : pergerakan mata ke lateral normal
Nervus Fasialis : tersenyum simetris, kelopak mata menutup
secara sempurna
Nervus Vestibulokoklear : sulit dinilai
Nervus Glosofaringeus : deviasi uvula (-)
Nervus Vagus : tidak ada gangguan menelan
Nervus Assessorius : sulit dinilai
Nervus Hipoglosus : lidah tremor (-), deviasi lidah (-)
D. Pemeriksaa Penunjang / Lab
Hemoglobin 13,6
Hematokrit 44
Lekosit 3.600
Trombosit 103.000
E. Resume
Anak wanita usia 9 tahun datang dengan febris 3 hari, nausea (+),
vomitus, cephagia (+), mialgia (+), ptekie (+), nafsu makan turun (+).
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemas, kesan
gizi baik, kesadaran compos mentis, vital sign: heart rate 120 kali/menit,
respirtory rate 28 kali/menit, suhu 39o C, muka merah, nyeri tekan hipokondri
kanan (+), hepatomegali (+), Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan
hasil lab darah Hb 13,1. Hematokrit 44. Lekosit 3.900. Trombosit 103.000.
F. Diagnosis Banding
febris 3 hari : DBD (Demam Berdarah Dengue)
Demam Dengue
OMA
ISK
G. Diagnosis
DBD (Demam Berdarah Dengue) grade II
H. Inisial Plan
Ip.Diagnosa
S : -
O : -
Ip.Terapi
- Infus RL 20 tpm
- sanmol 4 x ¾ tab
Ip.Monitoring
- Monitoring keadaan umum dan tanda vital
- Monitoring laboratorium per 24 jam
- monitoring tanda syok
- monitoring tanda perdarahan
- monitoring diuresis
Ip.Edukasi
- Menjelaskan pasien dan keluarga tentang jenis penyakit, penyebab, gejala,
pengobatan, dan prognosis penyakit
- Mengawasai keadaan pasien
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
1. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya
berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi
perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan
kematian. (Depkes, 2006). Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam
Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue
(SSD). Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim
hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya
angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006).
2. Penyebab Timbulnya Penyakit DHF
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses)
artinya virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes
aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya
sehingga selain menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus
tersebut yang paling bertindak menjadi vektor adalah berturutturut nyamuk.
(Soegijanto,2004)
3. Patofisiologi penyakit DHF
Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan
terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding
kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang otomatis jumlah trombosit
berkurang (trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang
dikarenakan kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) bersamaan dengan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit
menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak. (Sri rejeki H.Hadinegoro,2001)
4. Gambaran Klinis DHF
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.
Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue
hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrom. (Depkes,2006)
a. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik
seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada
umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung
antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis.
b. Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk
perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura,
echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena.
c. Hepatomegali
Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadangkadang juga
di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.
d. Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan
ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai
prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah
dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari
dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock.
e. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila
dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai
ketujuh sakit.
f. Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka
terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara
periodik.
g. Gejala Klinik Lain
Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah
epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)
B. Derajat Beratnya Penyakit DHFSesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF dalam
perjalanan penyakit terdapat derajat I dan IV. antara lain :
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan
manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang )
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan
perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan),
perdarahan gusi, hematemesis dan melena
(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin
dan lembab.
3. Derajat III ( Berat )
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur
dan nadi yang tidak dapat diraba.
C. Diagnosa Laboratorium
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap
darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti
perkembangan dan diagnosa penyakit. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas
dua bagian. Bagian cairan disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume
dari darah secara keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya
terdiri dari sel darah yang dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990)
Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit.
Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah
eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/μl. Lekosit terdiri dari dua yaitu non
granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel
non granulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka
terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan
tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 μl. Sel ini diproduksi di sumsum tulang
belakang. Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya
sekitar 300.000/μl. Perannya penting dalam penggumpalan darah.
Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF.
Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi
kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10
ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku
(Depkes,2006).
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak
sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (R.Ganda
Soebrata,2004).
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran
perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan
menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100
ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan
fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode
fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah
menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan
kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter
hijau
.
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih
dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro
dan mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml
darah dan disebut dengan % dari volume darah itu.
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau
menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl atau kurang dari 1-2
trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan
semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung
dengan menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per μ/l darah.
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan
semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan
faktor konversi jumlah lekosit per μ/l darah.
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam
darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan
terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan
menjadi memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah
dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan
tersebut secara spontan.
PENATALAKSAAN Ketentuan Umum Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD
danpenyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis
DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,
hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD
terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the
time of defervescence) yang merupakan Ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi,
dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal
terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar
hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau
lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian
khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus
danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I
danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C danpads ruang rawat
sehari di rumah sakit kelas B danA.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama ~demam pada 7BD. Parasetamoi
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera
pada Tabel 1. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air
teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg
BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi
kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Penggantian Volume PlasmaDasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan
tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan
harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum
volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis
cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan
yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,
yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2
dibawah ini.
Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah
1500+(20x20) =1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh
karena perembesan plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat
pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan
kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar
hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus setelah plasma
terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki
fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila
dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir
sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang)
atau hipotensi,dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar
hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
Koloid.
Dkstran 40
Plasma
Albumin
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization, 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever,
and Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management
of Childhood Illness. World Health Organization.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: 1985
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.
Dalam: Sudoyo, A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9
4. Puspanjono, MT dkk. Comparison of serial blood lactate level between
dengue shock syndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of
prognostic value) . Paediatrica Indonesiana, Vol 47, No 4, Juli 2007.
5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di
sarana pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34
6. Soegijanto S , 2004 . Demam berdarah dengue. Airlangga University
Press Surabaya. Hal 99.
7. Prober, Charles G. Ilmu Kesehatan Anak NELLSON Jilid 2, edisi bahasa
Indonesia edisi 15. Jakarta: 1999.
8. Sumarmo, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit
Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002.
9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Haemorhagic
Fever (DHF) . 2010. Available from: URL: http ://
doctorfile.wordpress.com
10. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,
Suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI
INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2001.