DHF

32
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG Laporan Kasus DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. H. Hartono , SpA Disusun Oleh : Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001 Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak

description

dhf

Transcript of DHF

Page 1: DHF

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. H. Hartono , SpA

Disusun Oleh :

Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak

FAKULTAS KEDOKTERAN – Muhamadiyah Semarang

Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah

PERIODE 5 Mei – 12 Juli 2014

Page 2: DHF

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU KESEHATAN ANAK

Presentasi kasus dengan judul :

DEMAM BERDARAH DENGUE

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

Disusun Oleh:

Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. H. Hartono , SpA ............................. .............................

Mengesahkan:

Koordinator Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

Prof. Dr. dr. H.Harsoyo Na, SpA(K)

Page 3: DHF

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : An. A

Umur : 9 tahun

Agama : Islam

Alamat : Candi Sari RT 4 / VIII

Jenis kelamin : Perempuan

Nama bapak :Tn. S

Umur : 30tahun

Agama :Islam

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan :SMP

Nama ibu :Ny. A

Umur :28 tahun

Agama :Islam

Pekerjaan :Ibu rumah tangga

Pendidikan :SMP

Page 4: DHF

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dari Ibu pada tanggal 15 Juni 2014

jam 21.51 WIB.

• Keluhan Utama : demam

• Riwayat Penyakit Sekarang

± 3 hari pasien demam terus menerus, demam awalnya terjadi

mendadak dan terus tinggi, nyeri kepala (+), nyeri perut (+), BAB cair 1x

ampas (+), lendir (-), darah (-). gusi berdarah (-), bintik merah di kulit (+),

mimisan (-), muntah/BAB darah (-), mual (+), muntah (+) 2x isi makanan,

nafsu makan turun (+), nyeri otot (+), BAK 3x sehari.

± 3 jam yang lalu periksa di klinik dan dilakukan uji rumple-leed,

hasilnya (+).

Batuk (-), pilek (-), nyeri telinga (-), keluar cairan dari telinga (-),

penurunan pendengaran (-).

nyeri saat BAK (-), anyang-anyangen (-), BAK sedikit dan

mengejan (-).

• Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi

Cacingan

DBD

Otitis

Parotitis

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Difteria

Diare

Kejang

Morbili

Operasi

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Penyakit jantung

Penyakit ginjal

Radang paru

TBC

Asma

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa

Page 5: DHF

Riwayat darah tinggi : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal

• Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi

Orangtua pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi minuman

beralkohol dan obat-obatan.Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan

neneknya.Tetangga sekitar tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

Biaya pengobatan menggunakan biaya sendiri

Data Khusus

Riwayat kehamilan

Ibu menikah usia 23 tahun, hamil pertama usia 24 tahun. Selama

hamil tidak pernah sakit, mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, maupun

rokok. Ibu rutin periksa ke bidan dan ke puskesmas tiap bulan.

Riwayat persalinan atau natal

Pasien anak pertama, lahir partus spontan usia kehamilan 40

minggu, lahir langsung menangis. Berat badan saat lahir 3300 gram,

panjang badan 50 cm.

Riwayat imunisasi

Imunisasi yang telah didapat lengkap sesuai umur.

Riwayat makan dan minum

ASI (+) mulai dari lahir sampai 6 bulan, susu formula (+)

MP ASI mulai usia 6 bulan.

Page 6: DHF

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 15 Juni 2014 Jam 22.00 WIB

- Keadaan umum : lemas

Keaktifan : kurang aktif

Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M5V6

Berat badan : 31 kg, kesan gizi baik

Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispnea

(-), turgor baik < 2”

- Vital sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 112 x/menit, isi dan tegangan cukup

Respiratory rate : 28 x/menit tipe napas abdominal

Suhu : 40˚C (axilar)

- Status interna

Kepala : mesocepal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

bulat, central, reguler dan isokor 3mm, mata

cekung (-)

Hidung : napas cuping (-), deformitas (-), secret(-)

Telinga : serumen (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan

mastoid (-/-)

tenggorokan : tonsil T1-1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Mulut : lembab (-),sianosis (-), bibir kering (-),lidah kotor

(-), gusi berdarah (-)

Muka : muka merah (+)

Leher : simetris, pembesaran tiroid atau kelenjar getah

bening (-), deviasi trakea (-)

THORAKS

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah

Page 7: DHF

medial midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus

epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift

(-)

Perkusi : sonor seluruh lapang dada

Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)

SIII (-), SIV (-)Pulmo

Paru depan Paru belakang

Inspeksi

Statis

Dinami

s

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-/-), sudut arcus costa dalam

batas normal, ICS dalam batas

normal

Pengembangan pernafasan paru

Normal

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-/-)

Pengembangan pernapasan paru

normal

Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-),

ICS dalam batas normal, taktil

fremitus dalam batas normal

Simetris (N/N), Nyeri tekan

(-/-), ICS dalam batas normal,

taktil fremitus dalam batas

normal

Perkusi

Kanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Auskultasi Suara dasar vesicular, ronki(-/-),

wheezing (-/-)

Suara dasar vesicular, ronki(-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,

Page 8: DHF

ikterik (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (-), pekak alih

(-), tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra,

peranjakan paru-hati 3 cm (kesan hepatomegali)

Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), Nyeri tekan regio

hipokondri dextra (+), teraba pembesaran hepar, tidak teraba

pembesaran lien dan ginjal, Ekstremitas

Superior Inferior

Akral hangat

ptekie

Oedem

Sianosis

Gerak

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Uji Rumple-leed

-

+/+

-

-

aktif

+

-

+

-

-/-

-

-

aktif

+

-

-

Pemeriksaan Antropometri

- Anak perempuan umur 3 tahun, BB : 31 kg, PB : 140 cm

- sesuai tabel persentil berat badan dan tinggi badan menurut umur

anak menempati 75 persentil, jadi kesan gizi normal.

- Kesan gizi : kesan gizi baik

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan Motorik

Pergerakan +/+, simetris +/+, simetris

Kekuatan 5-5-5/5-5-5 5-5-5/5-5-5

Tonus N/N N/N

Page 9: DHF

Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi

Reflek fisiologis +N/+N +N/+N

Reflek patologis -/ - - / -

Klonus -/-

Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk (-)

Brudzinki I dan II (-)

Tanda Kernig (-)

Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus Olfaktorius : Sulit dinilai

Nervus Opticus : reflek cahaya +/+, penglihatan normal

Nervus Ocullomotorius : pergerakan mata normal, reflek cahaya +N/+N

Nervus Troklearis : pergerakan mata ke medial bawah normal

Nervus Trigeminus : reflek kornea +N/+N,

reflek bulu mata +N/+N

Nervus Abdusen : pergerakan mata ke lateral normal

Nervus Fasialis : tersenyum simetris, kelopak mata menutup

secara sempurna

Nervus Vestibulokoklear : sulit dinilai

Nervus Glosofaringeus : deviasi uvula (-)

Nervus Vagus : tidak ada gangguan menelan

Nervus Assessorius : sulit dinilai

Page 10: DHF

Nervus Hipoglosus : lidah tremor (-), deviasi lidah (-)

D. Pemeriksaa Penunjang / Lab

Hemoglobin 13,6

Hematokrit 44

Lekosit 3.600

Trombosit 103.000

E. Resume

Anak wanita usia 9 tahun datang dengan febris 3 hari, nausea (+),

vomitus, cephagia (+), mialgia (+), ptekie (+), nafsu makan turun (+).

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemas, kesan

gizi baik, kesadaran compos mentis, vital sign: heart rate 120 kali/menit,

respirtory rate 28 kali/menit, suhu 39o C, muka merah, nyeri tekan hipokondri

kanan (+), hepatomegali (+), Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan

hasil lab darah Hb 13,1. Hematokrit 44. Lekosit 3.900. Trombosit 103.000.

F. Diagnosis Banding

febris 3 hari : DBD (Demam Berdarah Dengue)

Demam Dengue

OMA

ISK

G. Diagnosis

DBD (Demam Berdarah Dengue) grade II

H. Inisial Plan

Ip.Diagnosa

Page 11: DHF

S : -

O : -

Ip.Terapi

- Infus RL 20 tpm

- sanmol 4 x ¾ tab

Ip.Monitoring

- Monitoring keadaan umum dan tanda vital

- Monitoring laboratorium per 24 jam

- monitoring tanda syok

- monitoring tanda perdarahan

- monitoring diuresis

Ip.Edukasi

- Menjelaskan pasien dan keluarga tentang jenis penyakit, penyebab, gejala,

pengobatan, dan prognosis penyakit

- Mengawasai keadaan pasien

Page 12: DHF

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

1. Definisi

Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit

demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya

berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi

perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan

kematian. (Depkes, 2006). Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam

Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue

(SSD). Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim

hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih

menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya

angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006).

2. Penyebab Timbulnya Penyakit DHF

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses)

artinya virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes

aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya

sehingga selain menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus

tersebut yang paling bertindak menjadi vektor adalah berturutturut nyamuk.

(Soegijanto,2004)

3. Patofisiologi penyakit DHF

Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah

meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan

terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding

kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang otomatis jumlah trombosit

Page 13: DHF

berkurang (trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang

dikarenakan kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama perjalanan penyakit

mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) bersamaan dengan menghilangnya

plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit

menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke

daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak. (Sri rejeki H.Hadinegoro,2001)

4. Gambaran Klinis DHF

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga

merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.

Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis

yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue

hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrom. (Depkes,2006)

a. Demam

Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik

seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada

umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung

antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis.

b. Perdarahan

Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk

perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura,

echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena.

c. Hepatomegali

Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadangkadang juga

di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.

d. Shock

Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan

ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai

Page 14: DHF

prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah

dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari

dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock.

e. Trombositopenia

Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila

dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai

ketujuh sakit.

f. Kenaikan Nilai Hematokrit

Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka

terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara

periodik.

g. Gejala Klinik Lain

Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah

epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)

B. Derajat Beratnya Penyakit DHFSesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF dalam

perjalanan penyakit terdapat derajat I dan IV. antara lain :

1. Derajat I (Ringan)

Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan

manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.

2. Derajat II (Sedang )

Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan

perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan),

perdarahan gusi, hematemesis dan melena

Page 15: DHF

(muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin

dan lembab.

3. Derajat III ( Berat )

Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi,

yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi

disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV

Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur

dan nadi yang tidak dapat diraba.

C. Diagnosa Laboratorium

Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap

darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti

perkembangan dan diagnosa penyakit. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas

dua bagian. Bagian cairan disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume

dari darah secara keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya

terdiri dari sel darah yang dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990)

Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit.

Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah

eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/μl. Lekosit terdiri dari dua yaitu non

granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel

non granulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka

terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan

tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 μl. Sel ini diproduksi di sumsum tulang

belakang. Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya

sekitar 300.000/μl. Perannya penting dalam penggumpalan darah.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF.

Page 16: DHF

Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi

kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10

ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku

(Depkes,2006).

Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan tampak

sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (R.Ganda

Soebrata,2004).

2. Pemeriksaan Hemoglobin

Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran

perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan

menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100

ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan

fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode

fotoelektrik.

Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah

menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan

kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter

hijau

.

3. Pemeriksaan Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang

merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih

dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro

dan mikro.

Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml

darah dan disebut dengan % dari volume darah itu.

Page 17: DHF

4. Pemeriksaan Trombosit

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien

didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan

pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau

menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl atau kurang dari 1-2

trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada

pemeriksaan hapusan darah tepi.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan

semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung

dengan menggunakan faktor konversi jumlah trombosit per μ/l darah.

5. Pemeriksaan Lekosit

Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai

lekopenia ringan.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan

semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan

faktor konversi jumlah lekosit per μ/l darah.

6. Pemeriksaan Bleding time (BT)

Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup

kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam

darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan

terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan

menjadi memanjang.

Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah

dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan

tersebut secara spontan.

Page 18: DHF

PENATALAKSAAN Ketentuan Umum Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD

danpenyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis

DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,

hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD

terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the

time of defervescence) yang merupakan Ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi,

dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma

dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal

terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar

hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.

Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2

trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan

hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau

lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian

caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti

volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian

khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I

danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C danpads ruang rawat

sehari di rumah sakit kelas B danA.

Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,

bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah

dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,

muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu

diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa

antipiretik tidak dapat mengurangi lama ~demam pada 7BD. Parasetamoi

direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera

Page 19: DHF

pada Tabel 1. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam

tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air

teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg

BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak

diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang

masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi

kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke

3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan

laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu

menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan

intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan

tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali

sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan

hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai

alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat

pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan

estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

Penggantian Volume PlasmaDasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase

penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya

adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian

Page 20: DHF

cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal

dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering

(setiap 30-60 menit).

Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan

tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan

harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum

volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak

mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,

ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai

hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang

diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan

cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan

natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis

cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan

yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,

yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2

dibawah ini.

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah

1500+(20x20) =1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh

karena perembesan plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat

pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan

kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar

Page 21: DHF

hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus setelah plasma

terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki

fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam

intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan

edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila

dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir

sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang)

atau hipotensi,dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar

hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid.

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh

larutan yang mengandung dekstran)

Koloid.

Dkstran 40

Plasma

Albumin

Page 22: DHF

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever,

and Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management

of Childhood Illness. World Health Organization.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta: 1985

3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.

Dalam: Sudoyo, A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9

4. Puspanjono, MT dkk. Comparison of serial blood lactate level between

dengue shock syndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of

prognostic value) . Paediatrica Indonesiana, Vol 47, No 4, Juli 2007.

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di

sarana pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34

6. Soegijanto S , 2004 . Demam berdarah dengue. Airlangga University

Press Surabaya. Hal 99.

7. Prober, Charles G. Ilmu Kesehatan Anak NELLSON Jilid 2, edisi bahasa

Indonesia edisi 15. Jakarta: 1999.

8. Sumarmo, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit

Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002.

9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Haemorhagic

Fever   (DHF) . 2010. Available from: URL: http ://

doctorfile.wordpress.com

10. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,

Suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI

INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan

Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2001.