DHF
description
Transcript of DHF
I. DEFINISI
Adalah penyakit demam akut disertai menifestasi perdarahan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
Dalam referensi lain dijelaskan bahwa penyakit dengue ialah suatu
infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies
aedes.
Demam dengue / Dengue Fever (DF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot dan / nyeri sendi yang disertai luekopenia, dengan / tanpa
ruam dan, limphadenophaty, sakit kepala hebat, nyeri pada pergerakkan bola
mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan.
Demam Berdarah Dengue / Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit dengue dengan perdarahan. Sering terjadi pada anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk
setelah dua hari pertama. Uji torniquet positif disertai beberapa atau semua
gejala perdarahan seperti petekia spontan yang timbul serentak, purpura,
ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa
perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan
gangguan maturasi megakariosit (= cikalbakal trombosit).
Sindrom renjatan dengue / Dengue Shock Syndrom (DSS) ialah DHF
yang disertai renjatan.
Virus dengue tergolong famili / suku / grup Flaviviridae dan dikenal
ada 4 serotip.
Dengue 1 dan 2 ditremukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia II.
Dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954.
Virus dengue berbentuk batang bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi
oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70o C.
Keempat serotipe tersebut telah ditemukan pada pasien di Indonesia, dan
dengue 3 merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
II. PATOFISIOLOGI
Virus dengue menginfeksi tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
spesies aedes. Setelah terinfeksi kedalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hepiremia ditenggorokan, timbulnya ruam serta
kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti :
limphdenopathy, hepatosplenomegali.
Kelainan yang paling sering terjadi pada autopsi ialah perdarahan dikulit
berupa petekia, perdarahan di saluran pencernaan, paru dan jaringan
periadrenal. Petekia disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Pada 50% kasus autopsi ditemukan perdarahan subendokardial di septum
interventrikel kiri. Hati selalu membesar, kadang-kadang pada anak sampai 1
½ kali dari berat normal, terdapat perlemakkan yang disertai perdarahan
atau sarang necrosis haemoragic, kebanyakan di daerah sentral atau
parasentral lobulus hati.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DHF dengan Demam Dengue adalah peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, penurunan volume plasma, hipotensi,
trombositopenia dan diatesis haemoragic (Tuchinda, 1973).
Meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dikarenakan
pelepasan zat anafilaktosin, histamin, dan serotonin, serta aktivasi sistem
komplemen (proses imunologis) yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskular.
Berdasarkan hipotesis infeksi heterolog sekunder maka terbentuknya
kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 dalam sistem komplemen, akan
dilepaskan C3a dan C5a, yaitu dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah.
Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah inilah yang akan
mengakibatkan mengurangnya volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan pada DHF.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat
permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada
pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari 30 %.
Bukti adanya kebocoran plasma tersebut adalah dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga pertoneum, pleura dan perikardium
yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan
sebelum melalui infus.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,
bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik
dan kematian. Renjatan yang akut dengan perbaikan klinis yang drastis
setelah pemberian plasma yang efektif, sedangkan pada pemerikssaan tidak
ditemukan kerusakan pembuluh darah akibat radang, diduga merupakan
akibat dari mediator farmakologis yang bekerja singkat.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi.
Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan distruksi trombosit.
Gangguan atau menurunya fungsi trombosit mungkin disebabkan proses
immunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Sedangkan kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh
kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivitas
sistem koagulasi.
Masalah terjadi tidaknya “Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC) pada
DHF/DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah
menjadi bahan perdebatan. Diperlukan waktu yang cukup untuk memperoleh
kesepakatan bahwa DIC disamping trombositopenia, menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (Probrombin, faktor V, VII, IX, X
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan traktus gastrointestinsal pada DHF.
III. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis sangat bervariasi, dari yang ringan (Silent dengue
infection) hingga yang sedang seperti DHF dengan manifestasi demam akut,
perdarahan, serta kecendrungan terjadinya DSS yang dapat berakibat fatal.
Masa tunas berkisar antara 3 – 15 hari pada umumnya 5 –8 hari.
“ Demam Dengue “
Pada DF, suhu meningkat, nyeri kepala, nyeri yang hebat pada otot
dan tulang, anoreksia, menggigil dan malaise. Pada umumnya ditemukan
sindrom trias yaitu demam tinggi, nyeri anggota badan dan timbulnya ruam.
Proses timbulnya ruam ditemukan dalam 2 fase :
- Iritial rash : Terjadi pada awal demam, telrihat jelas pada muka dan
dada, berlangsungnya selama beberapa jam dan
biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
- Terminal rash : fase ruam berikutnya yang timbul mulai antara hari ke
3 – 6, mula-mula berbentuk makula-makula besar yang
kemudian bersatu mencuat kembali, serta timbulnya
bercak-bercak petekia pada dasarnya.
Pada sekian banyak penderita, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata,
punggung, otot dan sendi disertai rasa menggigil.
Gejala klinis lain yang sering timbul adalah fotofobia, keringat
bercucuran, suara serak, batuk, epilaksis dan disuria. Dari sekian banyak
penelitian dilaporkan bahwa kelenjar getah bening survikal juga membesar.
Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat
pada hari ke-4 dan ke-5. bardikardi dapat menetap untuk beberapa hari
dalam masa penyembuhan.
“ Dengue Haemoragic Fever (DHF) ”
Pada DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu : Demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan dikulit, hepatomegali dan kegagalan
peredaran darah (Circulatory failure).
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke–5 berupa petekia,
purpura, ekimosis, hematemesis, melena dan epilaksis.
Halstead (1965) mengemukakan gejala yang harus di pertimbangkan,
yang membedakan DHF dari demam dengue di Thailand, ialah :
1. DHF umumnya disertai pembesaran hati.
2. Leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam
dengue yang pada umumnya disertai leukopneia berat.
3. Manifestasi perdarahan seperti petekia, ekimosis, uji torniquet positif dan
trombositpenia lebih menonjol pada DHF.
4. Limphodenopati, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan
pada DHF.
Beberapa pengarang menggolongkan semua infeksi dengue yang
disertai manifestasi perdarahan sebagai DHF walaupun hanya uji torniquet
yang positif. Sebaliknya Halstead dkk (1970) berpendapat istilah itu perlu
dibatasi, bahwa hanya pada pasien yang disertai kelainan khas berupa
hipoproteinemia dan trombositopenia. Dengan demikian, berdasarkan
pembagian ini walaupun seorang penderita infeksi dengue yang disertai
perdarahan hebat, bila pada penderita tidak ditemukan hipoproteinemia dan
trombositopenia, maka kasusnya tidak digolongkan DHF.
Gejala klinik lain pada DHF adalah : nyeri perut, radang saluran nafas
bagian atas, hematemesis, diare, obstipasi, nyeri otot, conjungtivitis dan
kelainan neurologik berupa renjatan, limpa teraba.
Persentase gejala klinis pada DHF (sepuluh tahun penelitian pada anak di
Jakarta / FKUI)
Kasus % Kasus %HepotomegaliNyeri PerutMuntahDiareObstipasiKejang
9243142
1319
9042132
1218
Radang Salauran Nafas bagian atasNyeri KepalaNyeri ototConjungtivitisSplenomegaliMeninggal
1911693
24
1810693
23
“ Dengue Shock Syndrome “ (DSS)
Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang teraba
lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung
hidung, jari-jari tangan dan kaki serta dijumpai pula penurunan tekanan
darah.
Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun
antara hari ke-3 dan hari ke-7 penyakit. Bila tatalaksana renjatan tidak
sempurna, pasien dapat jatuh dalam irreversible shock.
IV. DIAGNOSIS DHF MENURUT WHO
Tahun 1986 :
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara
lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri
pada punggung, tulang persendian dan kepala.
2. Manifestasi perdarahan :
- Uji torniquet positif
- Petekia, purpura, ekimosis
- Epitaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis, melena
3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus
4. Dengan / tanpa renjatan
Renjatan biasanya terjadi saat demam menurun (hari ke-3 dan ke-7
sakit). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai
prognosis buruk.
5. Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi
Tahun 1975 :
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji torniquet positif
dan satu bentuk lain (Petekia, purpura, ekimosis, epitaksis dan
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi
menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun
(tekanan sistole menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
V. KLASIFIKASI DHF MENURUT WHO
Menurut WHO (1975), DHF dapat dibagi dalam 4 derajat, yaitu sbb :
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji turniquet positif.
Derajat II
Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III
Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan
nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dam tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
VI. PENATALAKSANAAN DHF
1. Dirawat ditempat terpisah dari pasien lain
2. Untuk DF dan DHF tanpa penyulit :
a. Tirah baring
b. Makanan lunak
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatik
d. Kompres dingin di kepala
e. Antibiotik mencegah infeksi sekunder.
3. Untuk DHF dengan renjatan (DSS) di tambah dengan IVFD NaCL 0,9 %,
Ringer Lactat, atau bila renjatan berat dipakai plasma / expander plasma.
4. Observasi di teliti untuk penemuan dini tandai renjatan, yaitu :
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati makin membesar
c. Masa perdarahan (BT) memanjang karena trombositopenia
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala
5. Transfusi darah dilakukan pada
a. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemisis dan
melena)
b. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala menunjukkan
penurunan kadar Hb dan Ht.
VII. ASUHAN KEPERAWATAN DHF
DAFTAR PUSTAKA
Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, FKUI. Jakarta
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, FKUI Jakarta.
Demam Berdarah Dengue, Sepuluh Tahun Penelitian Pada Anak di Jakarta. 1985, FKUI Jakarta.
TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH KMB I
Tentang
DENGUE HAEMORAGIC FEVER ( DHF )
Disusun Oleh :
NAMA : ISWANDI
NIM : PO. 62. 21. 1. 04. 162
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA
JURUSAN KEPERAWATAN KELAS KHUSUS
TAHUN 2005