DHF

34
BAB I PENDAHULUAN LAPORAN KASUS Status Pasien I. Identitas Nama : An. A Usia : 14 tahun Jenis Kelamin : laki - laki Alamat : Duren Sawit – Jakrta Tidur Status : belum Menikah Pendidikan : SMP Pekerjaan : pelajar SMP Suku : Jawa Agama : Islam Masuk RS : 24 Mei 2015 II. Anamnesis a. Keluhan Utama Demam sejak 4 hari yang lalu SMRS b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam terus menerus sepanjang hari, namun demam dirasakan paling berat pada malam hari. Demam turun setelah pasien minum obat penurun panas, namun beberapa jam 1

description

dengue hemoorhagic fever

Transcript of DHF

BAB I

PENDAHULUAN

LAPORAN KASUSStatus Pasien

I. Identitas

Nama

: An. AUsia

: 14 tahunJenis Kelamin

: laki - laki Alamat

: Duren Sawit Jakrta TidurStatus

: belum MenikahPendidikan

: SMPPekerjaan

: pelajar SMPSuku

: JawaAgama

: IslamMasuk RS

: 24 Mei 2015II. Anamnesis a. Keluhan Utama

Demam sejak 4 hari yang lalu SMRSb. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam terus menerus sepanjang hari, namun demam dirasakan paling berat pada malam hari. Demam turun setelah pasien minum obat penurun panas, namun beberapa jam kemudian demam naik lagi. Demam tidak sampai menggigil. Pasien juga mengeluh mual namun tidak sampai muntah. Pasien mual bila hendak makan. Pasien juga mengeluh kepalanya pusing. Pusing dirasakan paling berat pada bagian belakang kepala seperti tertindih benda berat.. Pasien mengeluh nyeri pada bagian ulu hati. Nyeri terutama pada saat ditekan. Pasien juga mengatakan nafsu makan berkurang sejak pasien demam.Pasien mengaku sejak 2 hari sebelum MRS pasien sempat berobat di puskesmas setempat karena demam tinggi (39C). Pada demam hari ke empat, pasien juga mengeluhkan gusi berdarah. Gusi berdarah timbul waktu sore hari ketika pasien dari kamar mandi. Pada saat itu pasien merasakan tiba-tiba keluar darah dari gusinya. Pasien mengaku tidak pernah mengalami gusi berdarah sebelumnya.. Pada saat masuk rumah sakit pasien masih mengeluhkan demam, demam dirasakan masih tinggi demam tidak menggigil, demam disertai dengan pusing , badan terasa pegal pegal, nafsu makan menurun, batuk dan pilek di sangkal, mimisan di sangkal, gusi sudah tidak berdarah , pasien juga mengeluh mual, namun tidak sampai muntah. Nyeri ulu hati , BAK dalam batas normal, BAB hitam di sangkal, BAB cair di sangkal. Riwayat berpergian ke luar kota dalam waktu dekat disangkal.c. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat pernah terkena demam berdarah disangkal.d. Riwayat pengobatanMeminum paracetamol yang di berikan puskesmas 3x1e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh gejala yang sama seperti pasien. Namun tetangga pasien mengalami demam berdarah dan sedang rawat inap di rumah sakit.f. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Pasien adalah seorang Pelajar Sekolah Menengah Pertama. Sering jajan di sembarangan. Rumah pasien berukuran 6x9 meter dengan 2 kamar tidur. Kondisi dinding terbuat dari tembok dan lantai plesteran. Kamar mandi dibersihkan setiap sebulan sekali. Di belakang rumah pasien terdapat selokan yang cenderung kotor dan berbau. Kesan : Riwayat sosial lingkungan dan ekonomi cukup.III. Pemeriksaan Fisika. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang2. Kesadaran

Kualitatif : Komposmentis

Kuantitatif: GCS 4-5-63. Tanda vital

Tekanan Darah: 110/70 mmHg Frekuensi nadi:88 kali/menit Frekuensi nafas: 20 kali/menit Suhu axilla: 37,4 O Cb. Pemeriksaan Khusus

1. KepalaBentuk: bulat, simetris, normocephal.Rambut: pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+.Hidung: tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahantidak ada septum deviasiTelinga: tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.

Mulut/bibir: tidak sianosis, tidak ada sariawan, perdarahan gusi (-).Lidah: tidak kotor, tidak hiperemi2. Leher

Inspeksi: simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi: tidak tampak pembesaran KGB leher serta tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid.Kaku kuduk: tidak ada

3. ThoraxJantung :

Inspeksi: Iktus kordis tak terlihat

Palpasi: Iktus kordis tidak teraba Perkusi: Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra

Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra Auskultasi: Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)Paru:Inspeksi: normochest, simetris, tidak ada retraksiPalpasi: vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paruPerkusi: sonor pada kedua lapang paru Auskultasi: vesikuler (+/+), whezing (-/-), ronchi (-/-)4. AbdomenInspeksi:datar , tidak terlihat massa.

Auskultasi:bising usus (+) 8x/menit Palpasi:hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan pada perut epigastrikum, soepel, turgor kulit normal, undulasi (-).Perkusi:timpani di keempat kuadran abdomen5. EkstremitasSuperior :akral hangat +/+, edema -/-,petekie (+), RCT < 2 detikInferior :akral hangat +/+, edema -/-,petekie (-)IV. Pemeriksaan Penunjang

23 Mei 2015Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 14,911,7 15,5

Leukosit 10 ribu/ul3,60 11,00

Hematokrit 46,635 47 %

Trombosit 110.000 150000 450000

Uji Widal

S. typhi O1/80Negatif

S. typhi H1/80Negatif

S. paratyphi A1/80Negatif

S. paratyphi B1/80Negatif

V. ResumeLaki- lakI, 14 tahun, mengeluh demam sepanjang hari tidak menggigil sejak 4 hari SMRS. Pasien mengeluh mual, tidak muntah, dan pusing. Pasien juga nyeri tekan pada bagian ulu hati. Dijumpai juga gusi berdarah. Pasien tidak merasakan batuk. Pasien merasakan buang air besar normal, tidak diare. Pasien buang air kecil normal, berwarna kuning. Riwayat pemakaian obat parasetamol 3x1 tablet. Riwayat demam berdarah disangkal. Riwayat penyakit keluarga disangkal, namun tetangga pasien mengalami demam berdarah dan sedang dirawat di rumah sakit.

Pada pemeriksaan umum ditemukan keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 88 kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, dan suhu axilla 37,4 oC. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya perbesaran dan nyeri tekan pada kelenjar limfe di leher, petekie (+), nyeri tekan pada perut epigastrikum dan hasil uji Rempel Leed +. Sedangkan lain-lainya dalam kondisi normal.VI. Daftar masalah Febris ec DHF

Cephalgia

Dispepsia sindromVII. Assesment S: Pasien mengeluh demam sejak 4 hari SMRS, demam meningkat pada malam hari, tidak sampai menggigil, gusi berdarah (+), BAB berdarah (-), petekie (+)

O: TD: 110/70 mmHg

RR: 20 x/m

N: 88 x/m

S: 38,4 0C

Epitaksis (-), gusi berdarah (+), Petekie (+), rumpleed test (+)

Lab : trombosit 110 000 ribu widal: negativeA: Febris h-5 ec susp DHF DD: Thypoid FeverP: Infus RL

Paracetamol 500 mg 3 x 1

Menganjurkan banyak minum

Tirah baring total

Cek darah rutin setiap 12 jamS: Pasien mengeluh mual dan nyeri pada ulu hati, pusing (+)O: TD:100/60 mmHg

RR:20 x/m

N: 88x/m

S:37,4 0C

Nyeri ntekan epigastrium (+)A: sindrom dispepsia + cephalgiaP: paracetamol 3 x 500 mg

Ranitidin inj 3 x 1VIII. Prognosis

Dubia ad bonamIX. Follow up

Tanggal 25 Mei 2015Pemeriksaan Terapi

S: Lemas, nyeri epigastrikum, nafsu makan menurun, demam mulai turun, mual(+),muntahO:

KU= lemah

Kes= CM

TD= 100/60 mmHg RR = 20x/menit

N = 88 x/menit S = 37,4 CTrombosit: 41 ribu/ L

A: Obs febris H6 e.c DHF Infus RL/ 6 jamInj ranitidin 3x1Inj Ondansentron 3x1 amp

Tanggal 26 April 2015Pemeriksaan Terapi

S: Lemas, Nyeri epigastrikum,Pusing(-), mual(+), muntah (-)O:

KU= lemah

Kes= CM

TD= 110/80 mmHg RR = 20x/menit

N = 80 x/menit S = 36,4 CTrombosit: 55 ribu/ L

A: Obs febris H7 e.c DHF Infus RL/ 6 jamInj Ranitidin 3x1

Inj Ondansentron 3x1 amp

27 Mei 2015

Pemeriksaan Terapi

S: Tidak ada keluhan O:

TD= 110/80 mmHg RR =18x/menit N = 80 x/menit S= 36,4 CTrombosit : 128 ribu/ L

Ht : 45%A: DHFRencana Boleh Pulang

Edukasi: Istirahat cukup Banyak Minum

Pemeriksaan LaboratoriumHematologi24/5/15

(00:30)24/5/15

(16:00)25/5/15

(00:30)25/5/15

(16:00)26/5/15

(00:30)26/5/15

(16:00)27/5/15

(00:30)

Hemoglobin1716,217,615,516,215,515,3

Hematocrit 50475045474645

Trombosit 574341385580128

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Dengue Hemmoragic FeverDemam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat.1,2,5,8Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya.2,82.2 Patogenesis

Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,22.3 Perjalanan Penyakit

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan recovery (penyembuhan) (gambar-1).5

Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5a. Fase Febris

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase kritis.2,5,10Warning signs meliputi:5 Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan mukosa, pembesaran hati >2 cm

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.2,5,10Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil positif.2Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.2,5b. Fase Kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 1,2,5Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5c. Fase Penyembuhan (Recovery)

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung kongestif.52.4 Manajemen Kasus DBD

Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:51. Penilaian:

Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat keluarga

Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan hal-hal terkait lainnya:

Rawat jalan (kelompok A)

Rawat inap (kelompok B)

Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)2. 5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD, riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun (mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks bebas (HIV serokonversi akut).

Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura, (5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan, (7) Uji torniquet.2.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10Penurunan jumlah trombosit menjadi 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, dan hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9 Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.5Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia uji torniquet positif. 2.9 Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5Kelompok-A5Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B). Kelompok-B5Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5

1. Adanya warning signs2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 510 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.Kelompok-C5Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT 0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5 Klinis:

Bebas demam selama minimal 48 jam

Terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

Peningkatan jumlah trombosit

Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar-2. Algoritma Pasien Syok TerkompensasiTerapi pada Syok Hipotensi

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok HipotensiDAFTAR PUSTAKA1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.

2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.

3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.

5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World Health Organization, 2009. Diunduh dari http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/print.html7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. 1999. diunduh dari http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf

8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses. In:Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill Companies, 2008.

9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al. (editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 2007.p.156-7.

10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health Organization Sudan, 2005. Diunduh dari www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/11. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf12. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. P.522.1