DHF

download DHF

of 37

description

DHF

Transcript of DHF

TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 13 TAHUN DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE II, GIZI BAIK

Oleh :

Magdalena Wibawati G99141061Pritami G99141112

Pembimbing :

dr. Noor Alifah, Sp. A.KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANGBOYOLALI

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Presentasi kasus dengan judul :

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 13 TAHUN DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE II, GIZI BAIKHari/tanggal: 10 Juli 2015

Oleh:Magdalena Wibawati G99141061 / F.10.15Pritami

G99141112 / F.11.15

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Laporan Kasus

dr. Noor Alifah, Sp. A.

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. RKUmur

: 13 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-lakiAgama

: Islam

Alamat

: Plosokerep, BoyolaliTanggal masuk: 5 Juli 2015

Tanggal Pemeriksaan: 6 Juli 2015

No. RM

: 15493965II. ANAMNESISAnamnesis dilakukan melalui alloanamnesis dengan ibu pasien dan autoanamnesis di bangsal Edelweis pada pukul 13.00

A. Keluhan UtamaDemamB. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi mendadak dirasakan mulai jam 05.00 pada hari Selasa 30 Juni 2015 dan dirasakan terus menerus tinggi hingga malam hari. Untuk mengobati demam, pasien telah diberi obat turun panas namun kembali demam setelah beberapa jam. Selain demam pasien juga mengeluhkan, nyeri kepala, nyeri perut dan nafsu makan menurun.

4 hari SMRS, pasien berobat ke dokter umum dan diberi obat penurun panas, namun keluhan demam belum berkurang sehingga pasien berobat lagi ke RS Bayangkari keesokan harinya. Pasien mendapat obat penurun panas dan obat anti nyeri, kemudian keluhan demam dan perut nyeri sedikit berkurang, namun pasien merasa keluhan belum teratasi sehingga pasien dibawa ke RSPA Boyolali. Sebelumnya pasien belum pernah cek darah.Saat dibawa ke rumah sakit, pasien tampak sakit sedang dan lemas. Tidak ada demam (-), bintik-bintik kemerahan pada kulit (+), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB berdarah/hitam (-), muntah darah (-), dan BAK merah (-). Pasien tidak mengalami muntah (-), kejang (-), kesadaran menurun (-). Pasien tidak mengeluh batuk (-), pilek (-), nyeri saat menelan (-), sakit pada telinga (-), dan nyeri saat BAK (-).

BAK pasien 3-4 kali perhari, dengan jumlah 1 gelas belimbing, warna kuning, tidak disertai darah, tidak disertai nyeri. Pasien belum BAB sejak 5 hari SMRS.C. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa

: disangkal

Riwayat alergi makanan

: disangkal

Riwayat lingkungan sekitar terkena DBD: (+) teman sekolahE. Pemeliharaan Kehamilan dan Antenatal

Pemeriksaan di

: Bidan

Frekuensi

: Trimester I

: 1x/ 2 bulan

Trimester II

: 1x/ bulan

Trimester III

: 1x/bulan

Keluhan selama kehamilan: tidak ada

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah

F. Riwayat Kelahiran :

Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang 47 cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 38 minggu.

G. Riwayat Postnatal

Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.

H. Riwayat Imunisasi

Hb 0

: 0 bulan

BCG, Polio 1

: 1 bulan

DPT/Hb 1, Polio 2: 2 bulan

DPT/Hb 2, Polio 3: 3 bulan

DPT/Hb 3, Polio 4: 4 bulan

Campak

: 9 bulan

Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai usia menurut Depkes.J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Pertumbuhan

Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang 47 cm. Menurut ibu pasien, saat pasien diperiksa di posyandu berat badan dan tinggi badan pasien selalu meningkat. Saat ini pasien berusia 13 tahun dengan berat badan 32 kg dan tinggi badan 140 cm.

Kesan : Pertumbuhan sesuai usia.b. Perkembangan

1 bulan: tersenyum

2 bulan: mengangkat kepala

3 bulan: tengkurap sendiri

4 bulan: meraih benda, berteriak

6 bulan: duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh

9 bulan: merangkak, bicara penggal kata

Saat ini pasien berusia 13 tahun, pasien dapat bergaul dengan teman sebayanya dengan baik.

Kesan : Perkembangan sesuai usia.

K. Riwayat Makan dan Minum Anak

1. ASI diberikan sejak lahir, diberikan tiap kali menangis, lama menyusui 10-15 menit, bergantian payudara kanan dan kiri.

2. Buah dan sayur : pisang sejak umur 6 bulan, sayur bayam, wortel, lauk ati ayam, tahu, tempe, telur, daging, udang sejak usia 9 bulan.

3. Makanan padat dan bubur :

a. Bubur susu: sejak usia 6 bulan

b. Nasi tim: sejak usia 9 bulan

4.Saat ini pasien makan beraneka ragam nasi disertai lauk pauk seperti tahu, tempe, telur, daging dan disertai sayur. Pasien makan tiga kali sehari, 1 piring nasi setiap makan.I. Pohon Keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang, compos mentis

Status gizi

: kesan gizi baik

B. Tanda vital

BB

: 32 kg

TB

: 140 cmTD

: 100/70 mmHg

Nadi: 80x/menit, reguler, isi tegangan cukup, simetris

RR

: 24x/menit

Suhu: 36,5 C (per aksiler)

C. Kulit

Warna sawo matang, ikterik (-), petechiae (+), purpura (-)

D. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut

E. Mata

Konjungtiva pucat (-/-), palpebra oedem (+/+) minimal, sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), air mata (+/+)

F. Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)

G. Mulut

Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)

H. Telinga

Normotia, sekret(-), tragus pain (-), mastoid pain (-).I. Tenggorok

Uvula ditengah, tonsil T1-T1 hipermis (-), faring hiperemis (-)

J. Leher

Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkatK. Thorax

Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri

Pulmo :Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar

: SIC V kanan

Batas paru-lambung

: SIC VI kiri

Redup relatif

: SIC V kanan

Redup absolut

: SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah halus (-/-)

Cor : Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar

Kiri atas : SIC II LPSS

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Kanan atas: SIC II LPSD

Kanan bawah: SIC IV LPSD

Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular, bising (-)

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spasme (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi: timpani

Palpasi: supel, nyeri tekan (+) di epigastrium, hipokondriaka dextra, ascites (-), hepar/lien tidak teraba, massa abdomen (-), turgor kulit kembali cepat, pekak alih (-), pekak sisi (-), lingkar perut 53 cm.

M. Urogenital : oedema skrotum (-), phymosis (-)N. Anorektal :hiperemis (-)O. Ekstremitas

Akral dingin - -oedema - -

- -

- -Petechie - +

- -Capillary Refill Time 20 % )

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.b. Pencitraan

Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica felea.c. Pemeriksaan Rumple leed test

Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit (petechiae). Test dikatakan positif jika terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam lingkaran.d. Pemeriksaan lainnya :Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi virus dengue yaitu (WHO, 2011):

Isolasi Virus

Karakteristik serotypic/genotypic

Deteksi Asam Nukleat Virus

Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain Reaction) Deteksi Antigen Virus

Deteksi antigen NS1.

Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-inhibition (HI), Complement Fixation (CF), Neutralization Test (NT), Ig M capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA indirect

Gambar 1.10 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :

a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya

b. Penyakit virus lainnya

Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus

c. Penyakit bakterial

Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease, Scarlet Fever

d. Penyakit parasit : Malaria

I. Komplikasi DBDa. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.b. Kelainan Ginjal c. Edema paruJ. Penatalaksanaan DBDPengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol. Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39 0C dengan dosis 10 15 mg/KgBB/kali.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam 4 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan cairan rumatan 80 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama masih demam.

Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.Cairan intravena diperlukan apabila :

1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral

2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkalaPada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam 24 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik maka berikan koloid 10 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.

Bila terdapat asidosis, dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9 % + glukosa ditambah Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 8 %) seperti tertera pada tabel dibawah ini.Tabel 2. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 8 %)

Berat Waktu Masuk (Kg)Jumlah Cairan tiap hari

< 7 Kg

7 11 Kg

12 18 Kg

> 18 Kg220 ml/KgBB/hari

165 ml/KgBB/hari

132 ml/KgBB/hari

88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru, tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam 30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan bersama koloid 10 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula darah.

Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 6 jam. Lakukan pula koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.

Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 20 ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :

1. Dekstan

2. Gelatin

3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)

4. Fresh Frozen Plasma (FFP)Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Gambar 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada

Gambar 2. Tatalaksana tersangka DBD (rawat

Kasus tersangka DBD

inap) atau demam Dengue.

Gambar 3. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

Gambar 4. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4K. Prognosis

Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut antara lain (Rampengan, 2008) :1. Syok lama

2. Overhidrasi

3. Perdarahan masif

4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syokL. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vector virus dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :

1. Mengurangi populasi vektor serendah rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit.

2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga, b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan

c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

2. Foging Focus dan Foging Masal

a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggu

b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulan

c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog

3. Penyelidikan Epidemiologi

a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan kasus

b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC

Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak IndonesiaSoegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya

Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus Dengue. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya

Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2. Surabaya : Airlangga University PressSudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorraghic Fever. India : WHOVI

V

IV

III

II

I

Senin

6/7/15

Minggu

5/7/15

I

II

III

IV

15/6

2015

09.00

16/6

2015

09.00

17/6

2015

09.00

18/6

2015

09.00

19/6

2015

09.00

Sabtu

4/7/15

Jumat

3/7/15

Kamis

2/7/15

Rabu

1/7/15

Selasa

30/6/15

Tn. S, 39 tahun

I

II

Ny. H, 36 tahun

III

An. RK 13 tahun, 32 kg