DHF REFERAT TAMBAH2

9
Istilah asing Perubahan imunologik pada infeksi dengue terdiri atas perubahan imunologik humoral dan selular. Perubahan humoral dapat dibuktikan dengan terbentuknya antibodi IgG dan IgM yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan serologis. Beberapa peneliti menilai perubahan respons imun selular dengan ditemukan limfosit atipik yang khas untuk infeksi dengue, yaitu limfosit plasma biru (LPB) yang bermanfaat sebagai alat bantu diagnosis dini dengan sensitivitas dan spesi sitas yang cukup tinggi. Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi sistem imun. Gangguan respons imun seperti inversi rasio CD4/CD8 tidak hanya mengganggu kemampuan sistem imun untuk membersihkan virus, tetapi juga menyebabkan produksi sitokin berlebih yang akan mempengaruhi limfosit T untuk berdiferensiasi menjadi limfosit atipik khususnya LPB. Pemeriksaan LPB merupakan pemeriksaan yang sederhana, murah, dan dapat dilakukan di Puskesmas. Pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan diagnosis terutama di daerah dengan fasilitas laboratorium yang sederhana. Cara pengecatan sediaan darah tepi berdasar WHO-DANIDA (1985) adalah dengan Giemsa. Jumlah LPB dihitung per 100 leukosit. Limfosit plasma biru adalah limfosit dengan sitoplasma biru tua dan berukuran lebih besar. Sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dan dijumpai daerah perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel, berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromatin inti kasar dan kadangkadang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada

description

referat DHF

Transcript of DHF REFERAT TAMBAH2

Istilah asingPerubahan imunologik pada infeksi dengue terdiri atas perubahan imunologik humoral dan selular. Perubahan humoral dapat dibuktikan dengan terbentuknya antibodi IgG dan IgM yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan serologis. Beberapa peneliti menilai perubahan respons imun selular dengan ditemukan limfosit atipik yang khas untuk infeksi dengue, yaitu limfosit plasma biru (LPB) yang bermanfaat sebagai alat bantu diagnosis dini dengan sensitivitas dan spesisitas yang cukup tinggi.Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi sistem imun. Gangguan respons imun seperti inversi rasio CD4/CD8 tidak hanya mengganggu kemampuan sistem imun untuk membersihkan virus, tetapi juga menyebabkan produksi sitokin berlebih yang akan mempengaruhi limfosit T untuk berdiferensiasi menjadi limfosit atipik khususnya LPB.Pemeriksaan LPB merupakan pemeriksaan yang sederhana, murah, dan dapat dilakukan di Puskesmas. Pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan diagnosis terutama di daerah dengan fasilitas laboratorium yang sederhana. Cara pengecatan sediaan darah tepi berdasar WHO-DANIDA (1985) adalah dengan Giemsa. Jumlah LPB dihitung per 100 leukosit. Limfosit plasma biru adalah limfosit dengan sitoplasma biru tua dan berukuran lebih besar. Sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dan dijumpai daerah perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel, berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromatin inti kasar dan kadangkadang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula azurolik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru.Jika nilai limfosit plasma biru seseorang mencapai 4%, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut terinfeksi virus dengue. Jumlah rata-rata LPB pada pasien demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) mengalami puncak pada hari keenam sakit. Pasien sindrom syok dengue (SSD) mempunyai jumlah LPB tertinggi pada saat syok. Jumlah LPB untuk setiap tipe klinis memiliki perbedaan yang bermakna dan jumlah LPB semakin tinggi sesuai dengan beratnya spektrum klinis. Semakin berat respons imun yang terjadi maka semakin berat pula spektrum klinis yang dialami. Secara teoritis respons imunologi terhadap limfosit terjadi lebih besar pada DBD dibanding dengan DD. Hal lain yang dapat menjelaskan mengapa jumlah LPB pada SSD jauh lebih tinggi daripada DBD karena pada SSD monosit yang terinfeksi virus lebih banyak yang mengakibatkan sel limfosit berdiferensiasi berubah menjadi limfosit atipik yang khas (LPB) menjadi lebih banyak.

Jumlah LPB pasien DD pada saat kedatangan dapat menjadi prediktor tingkat keparahan penyakit karena pada pasien yang akhirnya mengalami DBD secara signikan memiliki jumlah LPB saat kedatangan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tetap mengalami DD. Apabila pasien DD saat kedatangan mempunyai jumlah LPB 6 per 100 leukosit maka pasien tersebut memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk mengalami perubahan menjadi DBD dibanding pasien DD yang memiliki LPB lebih rendah.Bagi para klinisi pemeriksaan LPB pada anak yang mengalami infeksi dengue sebaiknya dilakukan pada semua spektrum klinis, yaitu pada saat pasien datang dan dilakukan secara periodik pada hari ke-5, ke-6, dan ke-7 sakit sehingga dapat dicegah terjadinya gejala klinis yang fatal, khususnya syok. Bila ditemukan jumlah LPB pasien DD pada saat kedatangan 6 per 100 leukosit, hendaknya dilakukan pemantauan yang lebih ketat dan tindakan lebih agresif karena risiko untuk mengalami perubahan menjadi DBD lebih tinggi.

Dengue Fever dan Dengue Hemorrhagic FeverEtiologiDengue fever (Demam Dengue) dan Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah Dengue) disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam famili Flaviviridae dari genus Flavivirus. Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Jalur Infeksi dan PenularanPenularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadata vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk (Suhendro et.al, 2007).Patogenesis dan PatofisiologiPerubahan pokok patofisiologi yang terjadi pada DBD atau DSS adalah 1) vaskulopati, 2) trombopati, 3) koagulopati, dan 4) perubahan imunologi humoral dan seluler. Diperkirakan perubahan patofisiologi tersebut disebabkan oleh tidak hanya satu faktor tetapi disebabkan oleh multifaktorial.Pada perubahan vaskuler terjadi kerapuhan pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas kapiler. Trombosit pada fase awal penyakit akan terjadi gangguan fungsi, kemudian menyusul trombositopenia, gangguan agregasi, penurunan betathromboglobulin, kenaikan PF4 dan umurnya memendek. Koagulopati yang terjadi berupa penurunan sejumlah faktor koagulasi, dan terjadi pula koagulasi intravaskuler. Perubahan imunologi seluler dan humoral antara lain munculnya leukopenia, aneosinofilia, limfosit plasma biru, penurunan limfosit T dan kenaikan limfosit-B, peningkatan imunoglobulin dan komplek imun.Saat ini terdapat banyak teori patogenesis DBD yang menunjukkan belum jelas patogenesis yang sesungguhnya. Patogenesis tersebut antara lain infeksi sekunder yang berturutan dengan tipe virus yang lain, yang ada hubungannya dengan ADE, IgM dan makrofag, teori virulensi virus, teori trombosit-endotel, dan teori mediator. Tidak satupun teori patogenesis itu dapat menjelaskan terjadinya DI-1F secara tuntas. Diharapkan penelitian biologi molekuler dapat membantu men jelaskan patogenesis DBD (Sutaryo, 1992).Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:

*Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

*Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:- Uji bendung positif- Petekie, ekimosis, atau purpura- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain- Hematemesis atau melena

*Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Dari keterangan diatas, terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma, sedangkan pada DD tidak (Suhendro et.al, 2007).

PEMBAHASANDemam tinggi pada pasien terjadi akibat adanya rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat oleh pirogen endogen (IL-1) yang dirangsang oleh pirogen eksogen yang ada pada agen infeksius, dalam hal ini virus. Agen infeksius ini mengacaukan set point suhu pada hipotalamus, sehingga tubuh berusaha untuk mencapai set point palsu tersebut dengan mekanisme demam.Nyeri kepala pada pasien terjadi akibat rilis mediator proinflamasi sebagai mekanisme respon imun terhadap agen infeksius. Mediator proinflamasi ini kemudian menekan ujung-ujung saraf sehingga kemudian disampaikan sebagai rasa nyeri pada otak. Hal inilah yang menyebabkan penderita merasakan nyeri kepala.Mual terjadi akibat timbulnya rangsangan terhadap pusat mual, sehingga kemudian menimbulkan gerakan antiperistaltik sehingga terjadi gerakan muntah, yang sebelumnya diawali dengan rasa mual. Intinya, dalam kasus ini, kerusakan traktus gastrointestinal adalah penyebab rilis berbagai mediator proinflamasi yang akan menimbulkan rangsangan tersebut.PGE2 sebagai produk metabolisme asam arakidonat menyebabkan rasa nyeri karena menaikkan kepekaan nosiseptor, fenomena ini disebut sentral sensitisasi. Tinggi rendahnya kadar PGE2 mempunyai korelasi dengan berat ringannya mialgia. Kadar PGE2 yang menurun menyebabkan mialgia berkurang (Tamtomo, 2007). Jadi, mialgia terjadi sebagai salah satu efek dari peningkatan kadar PGE2 pada proses demam.Nafsu makan pasien berkurang, karena salah satu mediator inflamasi, yaitu serotonin, yang dilepaskan pada proses radang, yaitu iritasi mukosa, mempunyai mekanisme menekan nafsu makan dengan menekan pusat pengatur rasa kenyang dan rasa lapar di hipotalamus.Badan pasien terasa lemas, karena pasien tidak mendapatkan makanan yang ada sebagai sumber energi akibat kurangnya asupan nutrisi karena pasien merasa mual dan nafsu makan berkurang.Bintik kemerahan yang timbul pada pasien terjadi akibat gangguan hemostasis primer sebagai konsekuensi dari keadaan trombositopenia. Trombositopenia sendiri yang terjadi pada kasus DD dan DBD timbul akibat supresi sumsum tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup eritrosit oleh virus dengue. Kapiler yang sering mengalami ruptur dalam keadaan normal mudah diperbaiki, namun dalam keadaan trombositopenia, kapiler tersebut tidak dapat diperbaiki dengan cepat, sehingga timbul bintik kemerahan, atau petechie. Selain itu, bintik kemerahan juga dapat timbul akibat permeabilitas kapiler yang meningkat.Tidak terjadinya batuk dan pilek dapat menjadi satu jalan untuk mempertimbangkan diagnosis banding. Hal ini dapat terjadi karena disamping manifestasi klinis virus tidak mengarah ke traktus respiratorik, mungkin juga karena port dentre virus memang bukan di saluran pernafasan.Pasien tetap demam walaupun sudah minum obat parasetamol. Hal ini terjadi karena parasetamol hanya menurunkan demam, dengan mekanisme menyerupai antagonis PGE2. Jika virus tetap memproduksi pirogen, maka jika pemberian parasetamol dihentikan suhu tubuh akan naik kembali.Interpretasi hasil lab. Takikardi terjadi akibat kompensasi tubuh karena terjadinya vasokontriksi pasca rilis mediator inflamasi. Pasien mengalami leukopenia akibat sifat virus dengue yang dapat membuat perubahan imunologi seluler, sehingga pada fase akut terjadi leukopenia. Pasien mengalami trombositopenia, tetapi hematokrit masih termasuk normal, sehingga pasien dikategorikan menderita DD.Berdasarkan teori tentang daur hidup serta epidemiologi penyakit Demam Berdarah Dengue, adanya tetangga penderita yang meninggal akibat DBD menunjukkan bahwa penderita mendapatkan risiko penularan DBD dari lingkungannya, karena vektor, yaitu nyamuk Aedes sp., hanya dapat terbang dalam jarak 100 meter. Jika nyamuk tersebut setelah menggigit anak usia 3 tahun yang merupakan tetangga pasien, kemudian menggigit pasien, maka pasien tersebut kemudian tertular virus dengue.