Dewi

45
MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT (MPO) GAMBARAN UMUM Dalam mengelola pasien secara pengobatan simptomatik, preventif, kuratif dan paliatif maupun tata kelola penyakit dan kondisinya, komponen yang penting adalah manajemen obat-obatan. Manajemen ini meliputi sistem dan proses yang digunakan RSB Esto Ebhu untuk menyediakan farmakoterapi bagi pasiennya. Hal ini biasanya merupakan suatu upaya untuk multidisiplin yang terkoordinasi oleh staf RSB Esto Ebhu. Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan mencakup merancang proses yang efektif, penerapan dan perbaikan terhadap pemilihan, pengadaan, penyimpanan, permintaan atau peresepan, penyalinan, distribusi, persiapan, pengeluaran, pemberian, dokumentasi dan pemantauan terapi obat-obatan. Meskipun peran-peran praktisi kesehatan dalam manajemen obat-obatan bisa berbeda jauh antara Negara ke Negara lain, proses manajemen obat- obat yang dapat diandalkan untuk keselamatan pasien bersifat universal. Standart MPO 1 : Obat-obatan yang digunakan di dalam rumah sakit sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan di atur untuk memenuhi kebutuhan pasien. MPO 2 : Pilihan obat-obatan yang tepat untuk peresepan atau permintaan ada dalam persediaan atau dapat tersedia dengan mudah. MPO 3 : Obat-obatan disimpan dengan baik dan aman. MPO 4 : Peresepan pemesanan dan pencatatan di atur oleh kebijakan dan prosedur. MPO 5 : Obat-obatan disiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman dan bersih. MPO 6 : Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk pengeluaran obat.

description

FARMASIDEWI

Transcript of Dewi

Nama : Akhmad Jufriyanto

MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT (MPO)

GAMBARAN UMUM

Dalam mengelola pasien secara pengobatan simptomatik, preventif, kuratif dan paliatif maupun tata kelola penyakit dan kondisinya, komponen yang penting adalah manajemen obat-obatan. Manajemen ini meliputi sistem dan proses yang digunakan RSB Esto Ebhu untuk menyediakan farmakoterapi bagi pasiennya. Hal ini biasanya merupakan suatu upaya untuk multidisiplin yang terkoordinasi oleh staf RSB Esto Ebhu. Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan mencakup merancang proses yang efektif, penerapan dan perbaikan terhadap pemilihan, pengadaan, penyimpanan, permintaan atau peresepan, penyalinan, distribusi, persiapan, pengeluaran, pemberian, dokumentasi dan pemantauan terapi obat-obatan. Meskipun peran-peran praktisi kesehatan dalam manajemen obat-obatan bisa berbeda jauh antara Negara ke Negara lain, proses manajemen obat-obat yang dapat diandalkan untuk keselamatan pasien bersifat universal.Standart

MPO 1 : Obat-obatan yang digunakan di dalam rumah sakit sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan di atur untuk memenuhi kebutuhan pasien.

MPO 2 : Pilihan obat-obatan yang tepat untuk peresepan atau permintaan ada dalam

persediaan atau dapat tersedia dengan mudah.

MPO 3 : Obat-obatan disimpan dengan baik dan aman.

MPO 4 : Peresepan pemesanan dan pencatatan di atur oleh kebijakan dan prosedur.MPO 5 : Obat-obatan disiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman dan bersih.

MPO 6 : Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk pengeluaran obat.

MPO 7 : Monitoring efek samping obat terhadap pasien.

Standart MPO 1.Obat-obatan yang digunakan di dalam rumah sakit sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan di atur untuk memenuhi kebutuhan pasien.

EP MPO 1.

1. Ada perencanaan atau kebijakan atau dokumen lain yang mengidentifikasi bagaimana penggunaan obat diorganisir dan dikelola diseluruh rumah sakit.

2. Semua penataan pelayanan dan petugas yang mengelola proses obat dilibatkan dalam struktur organisasi.

3. Kebijakan mengarahkan semua tahapan manajemen obat dan penggunaan obat dalam rumah sakit.

4. Sekurang-kurangnya ada satu review atas sistem manajemen obat yang didokumentasikan selama 12 bulan terakhir.

5. Pelayanan farmasi dan penggunaan obat sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

6. Sumber informasi obat yang tepat selalu tersedia bagi semua yang terlibat dalam penggunaan obat.

a Standart MPO 1.1

Seorang ahli farmasi berijin, tekhnisi atau professional lain yang terlatih mensupervisi pelayanan farmasi atau kefarmasian.

EP MPO 1.1

1. Seorang petugas yang mempunyai izin, sertifikat dan terlatih ,mensupervisi semua aktifitas.

2. Petugas tersebut memberikan supervisi terhadap proses yang diuraikan dalam MPO 2 sampai dengan MPO 5. Pedoman Pelayanan Farmasi tentang Pemilihan Obat

Pemilihan obat-obat yang akan digunakan di RSB Esto Ebhu dilakukan oleh tim farmasi dan terapi. Obat-obat yang telah melewati serangkaian proses filtrasi berdasarkan kriteria yang ditentukan, setelah mendapatkan persetujuan Direktur akan ditetapkan menjadi Formularium Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit diberlakukan melalui keputusan Direktur RSB Esto Ebhu dan direvisi secara berkala.

1) Pemilihan terhadap obat yang akan digunakan di RSB Esto Ebhu harus dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan asas cost-effectivennes (efektivitas, efisiensi dan trasparasi)

2) Tim farmasi dan terapi harus memiliki produk obat yang menunjukkan keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan, ketersediaanya di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah. Proses pemilihan obat mengikuti Standar Prosedur Operasional Penambahan dan Pengurangan Obat Formularium.3) Penyediaan jenis perbekalan farmasi harus dibatasi untuk mengefisiensikan pengelolaannya dan menjaga kualitas pelayanan.

4) Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh pimpinan RSB Esto Ebhu untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan di RSB Esto Ebhu tertuang dalam buku formularium RSB Esto Ebhu Sumenep.

5) Proses penyusunan dan revisi formularium (system formularium) harus dirancang agar dihasilkan formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Revisi formularium dilakukan setiap dua tahun.

6) Kebijakan dan prosedur system formularium harus dimasukkan sebagai salah satu peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf medik.

7) Setiap penggantian obat atau rejimen terapi di dalam pendoman pelayanan medik harus diberitahukan kepada tim farmasi dan terapi.

8) Setiap obat yang baru diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan, biovailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping dan efek toksik, perhatian khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan dengan obat yang lama yang sudah tercantum didalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang mendukung keunggulannya, perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara pengobatan terdahulu. 9) Obat yang terpilih termasuk dalam formularium adalah obat yang memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi keamanannya. Bila dari segolongan obat yang sama indikasinya memperlihatkan tingkatan selanjutnya adalah khasiat dan keamanan yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal ketersediaannya di pasaran, harga dan baiaya pengobatan yang paling murah.

10) Suatu obat harus dihapuskan dari formularium. Jika obat tersebut sudah tidak beredar lagi di pasaran, tidak ada lagi yang meresepkan, atau sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.

11) Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dokter dapat mengajukan permintaan khusus dengan mengisi Formulir Peresepan Obat Di Luar Formularium yang ditunjukkan kepada tim pengelola obat. Selanjutnya tim pengelola obat akan memutuskan apakah penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau tidak. Jika dapat disetujui, maka Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaanya. Proses permintaan obat non formularium mengikuti Standar Prosedur Operasional Penulisan Di Luar Formularium.12) Pada keadaan dimana obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi Farmasi akan menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis rsep dan menyarankan obat pengganti jika ada.

13) Sosialisasi Formularium dilakukan tim farmasi dan terapi.

14) Buku Formularium yang masih berlaku wajib tersedia di setiap lokasi pelayanan di ruang rawat, klinik, gawat darurat, ruang dokter dan unit farmasi. Setiap dokter harus memiliki formularium yang menjadi acuan selama melakukan praktik di RSB Esto Ebhu.

15) Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai formularium dilakukan secara berkala. SOP Penulisan Obat diluar FormulariumRSB Esto EBHU

SUMENEPPENULISAN RESEP DILUAR FORMULARIUM

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANPenulisan resep obat oleh dokter diluar obat-obatan yang telah disediakan di RSB Esto Ebhu untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.

TUJUAN

KEBIJAKAN1. Peresepan obat diluar formularium RSB Esto Ebhu hanya dapat dilakukan bila:

a. Obat yang diresepkan merupakan satu-satunya untuk indikasi yang dimaksud.

b. Obat yang disetujui otoritas RS untuk penelitian.

c. Obat yang dijamin oleh pihak ketiga yang memiliki IKS dengan RSB Esto Ebhu.

2. Peresepan obat diluar formularium RSB Esto Ebhu seperti butir a, harus menggunakan formulir khusus.

3. Dalam SOP ini hanya diatur tentang peresepan obat diluar formularium RSB Esto Ebhu sesuai pernyataan butir a,

PROSEDUR1. Dokter yang ingin melakukan peresepan obat diluar formularium RSB Esto Ebhu harus memastikan bahwa hanya obat tersebut yang harus diberikan untuk memperbaiki kondisi pasien.2. Obat ditulis diatas FORMULIR PERESEPAN OBAT DI LUAR FORMULARIUM, disertai alasan merepkan diluar formularium.

3. Setelah formulir diisi dengan lengkap, dokter yang bersangkutan menanda-tangani dikolom tanda tangan bagian kanan bawah formulir.

4. Formulir yang sudah ditanda-tangani dokter yang bersangkutan dimintakan tanda tangan kepala Direktur.

5. Selanjutnya formulir yang sudah terisi lengkap diajukan ke Tim Farmasi dan Terapi RSB EE.

6. Tim Farmasi dan Terapi menunjuk orang yang berkompeten untuk melakukan kajian terhadap obat yang diresepkan.

7. Keputusan ditolak atau diterimanya usulan peresepan obat diluar formularium tersebut segera dikomunikasikan ke dokter pengusul.

UNIT TERKAIT1) Unit Farmasi2) Tim Dokter

Pedoman Pengorganisasian farmasi Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat untuk pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran dari undang-undang tersebut salah satunya yaitu Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Komite Nasional Farmasi dan Terapi. Untuk dapat dioperasionalkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut salah satu ketentuannya adalah semua rumah sakit harus membentuk Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. Atas dasar surat keputusan tersebut Direktur Jenderal Pelayana Medik Departemen Kesehatan RI mengeluarkan Surat Keputusan No.00.06.33 tentang Pedoman Kerja untuk Komite Farmasi dan Terapi.

Menurut Quick ada delapan (8) tugas dari Panitia Tim Farmasi dan Terapi ini adalah :

1. Menyusun formularium Rumah Sakit

2. Melakukan penilaian ulang secara berkala tentang obat-obatan yang ada dalam formularium yang disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia.

3. Menambah dan menghapus jenis obat-obatan dari formularium.4. Mencegah terjadinya duplikasi persediaan obat-obatan yang sama jenisnya

5. Menetapkan alokasi obat-obatan menurut tingkat pelayanan.

6. Melakukan evaluasi klinis terhadap obat-obatn yang baru akan dimasukkan dalam formularium rumah sakit.

7. Menetapkan pola penulisan resep tertentu dengan tujuan untuk mengotrol pemakaian obat yang tidak rasional (misalnya dengan melakukan pembatasan pemakaian antibiotika tertentu).

8. Melakukan penilaian ulang tentang pola resistensi antibiotika dan pebaikan petunjuk pemakaian antibiotika.

9. Melakukan monitoring praktek penulisan resep.

PFT berperan sebagai rantai komunikasi formal utama antara staf medis dan farmasi. PFT juga bertanggung jawab atas semua hal yang berhubungan dengan pemakaian obat-obatan dan institusinya, termasuk pengembangan dan pemeliharaan formularium. Tujuan dasar PFT adalah menentukan obat pilihan dan alternatifnya, didasarkan atas keamanan dan kemanjurannya, mengurangi terapi yang berlabihan dan memaksimalkan efektifitas biaya.

http://eprints.undip.ac.id/18009/1/JONETJE_WAMBRAUW.pdf. Formularium Rumah Sakit SK Pengangkatan SOP Tata Cara Perubahan Item Obat Dalam Formularium Rumah SakitKebijakan

1. Undang-Undang Nomor. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

2. Kepmenkes Nomor. 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

3. Permenkes RI Nomor.755 tahun 2011 tentang Penyelengaraan Komite Medik di Rumah Sakit.4. Formularium RSB Esto Ebhu ditinjau 2 tahun sekali. SOP Penambahan Obat FormulariumRSB Esto EBHU

SUMENEPPENAMBAHAN OBAT FORMULARIUM

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANPenambahan obat yang tidak termasuk dalam daftar formularium rumah sakit, namun dibutuhkan sesuai dengan keadaan penyakit pasien dan juga didasarkan pada pertimbangan farmakologi.

TUJUANPenggunaan obat lebih mencapai pada pengobatan yang maksimum.

KEBIJAKANSetiap obat yang akan ditambahkan kedalam formularium rumah sakit harus memiliki keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan, ketersediaannya dipasaran, harga dan biaya pengobatan.

PROSEDUR1. Obat-obat yang diusulkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Obat merupakan senyawa kimia baru dengan mekanisme kerja berbeda dengan yang sudah ada di formularium.b. Obat tersebut memiliki keuntungan yang lebih dari obat yang sudah tersedia seperti : efek samping lebih kecil, biaya lebih murah, meningkatkan kepatuhan, lebih efektif dan alasan lain yang rasional.

c. Obat tersebut merupakan obat satu-satunya untuk mengobati penyakit tertentu.

2. Dokter yang akan menambahkan obat ke dalam formularium harus mengisi formulir usulan perubahan item obat formularium RSB Esto Ebhu.3. Formulir usulan perubahan item obat formularium RSB Esto Ebhu.4. Permintaan obat di luar formularium dievaluasi oleh tim pengelola obat untuk ditinjau ulang dan diagendakan pada rapat tim pengelola obat.Obat yang diusulkan tersebut dikaji pada rapat tim pengelola obat untuk diputuskan diterima atau ditolak ditambahkan ke dalam formularium.5. Apabila rapat memutuskan menerima usulan obat tersebut, maka usulan tersebut direkomendasikan ke Komite Medik / Direktur Medik untuk dimintakan persetujuan.6. Apabila rapat memutuskan untuk menolak usulan obat, maka tim pengelola obat akan menginfomarsikan kepada dokter yang meminta obat tersebut. Dokter harus melengkapi dengan alasan yang tepat apabila akan mengusulkan kembali obat tersebut.

UNIT TERKAIT1).Unit Farmasi2).Tim Dokter

SOP Pengurangan Obat Formularium

RSB Esto EBHU

SUMENEPPENGURANGAN OBAT FORMULARIUM

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANPengurangan obat dalam daftar formularium rumah sakit dengan alasan tertentu.

TUJUANBertujuan agar pemberian obat lebih efisien.

KEBIJAKAN

PROSEDUR1. Alasan penghapusan obat dari daftar formularium dapat berupa :

a. Obat tersebut sudah diratik dari peredaran

b. Pabrik obat sudah tidak memproduksi obat tersebut

c. Obat tersebut tidak terpakai selama 6 bulan

d. Perubahan bahan-bahan pembuat obat yang menyebabkan duplikasi dari obat yang sudah ada di formularium

e. Harga obat yang tinggi dan waktu kadaluwarsa yang singkat

f. Hasil penelitian menunjukkan obat tersebut berbahaya

g. Obat-obat baru yang tercantum di formularium yang mempunyai duplikasi terapi / indikasi dengan efek samping yang lebih berat.

2. Jika ada obat yang memenuhi salah satu kriteria diatas, maka prosedur pengurangan obat dari formularium dapat segera dilakukan

3. Tim pengelola obat akan mendiskusikan penghapusan obat tersebut dalam suatu pertemuan / rapat

4. Rekomendasi dari hasil rapat tim pengelola obat akan dibawa ke Komite Medik / Direktur untuk didiskusikan

UNIT TERKAIT1. Unit Farmasi2. Tim Dokter

Formulir Usulan Perubahan ObatSTANDART MPO 2

Pilihan obat-obatan yang tepat untuk peresepan atau permintaan ada dalam persediaan atau dapat tersedia dengan mudah.

EP MPO 21. Ada daftar obat yang dalam stok obat rumah sakit atau siap tersedia dari sumber luar.

2. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan daftar tersebut (kecuali ditetapkan oleh peraturan atau otoritas diluar rumah sakit).

3. Ada proses yang disusun untuk menghadapi bilamana obat tidak tersedia, berikut pemberitahuan kepada pembuat resep serta saran substitusinya.

a.Standart MPO 2.1

Ada metode untuk mengawasi daftar obat yang tersedia dan penggunaan obat di rumah sakit

EP MPO 2.11. Ada metode untuk mengawasi penggunaan obat dalam rumah sakit.2. Obat dilindungi terhadap kehilangan atau pencurian di seluruh rumah sakit.3. Para praktisi pelayanan kesehatan dilibatkan dalam pemesanan, penyaluran, pemberian dan proses monitoring pasien, juga diikutsertakan dalam mengevaluasi dan menjaga daftar obat.4. Keputusan untuk menambah atau mengurangi obat dari daftar dipandu dengan criteria.5. Bila ada obat yang baru ditambahkan dalam daftar, ada proses atau mekanisme untuk memonitor bagaimana obat digunakan dan KTD yang tidak diantisipasi b.Standart MPO 2.2

Rumah sakit dapat segera memperoleh obat yang tidak ada dalam stok atau yang normal tersedia dirumah sakit atau sewaktu-waktu bilamana farmasi tutup.

EP MPO 2.2

1. Ada proses untuk persetujuan dan pengadaan obat yang dibutuhkan tapi tidak ada dalam stok atau yang secara normal tersedia dirumah sakit.2. Ada proses untuk mendapatkan obat pada saat dimana farmasi tutupatau persediaan obat terkunci.

Pedoman Pelayanan Farmasi tentang Pengadaan Obat1. Pengadaan obat, alat kesehatan dilakukan oleh Unit Farmasi setelah melalui proses sistem pengadaan.

2. Pengadaan obat yang tidak tercantum dalam formularium hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Unit Farmasi dan disetujui oleh direktur.

3. Pengadaan obat, alat kesehatan untuk seluruh kebutuhan RRSB Esto Ebhu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Pengadaan obat, alat kesehatan di luar jam kerja Instalasi Farmasi diatur di dalam Standar Prosedur Operasional.

SOP Ketidaktersediaan Obat di RS SOP Persediaan Obat HabisSTANDART MPO 3.

Obat-obatan disimpan dengan baik dan aman.

EP MPO 3.

1. Obat disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk.

2. Bahan yang terkontrol dilaporkan secara akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku.

3. Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat diberi label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan peringatan.

4. Seluruh tempat penyimpanan obat.5. Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien.a. Standart MPO 3.1Kebijakan rumah sakit mendukung penyimpanan yang tepat bagi obat-obatan dan produk nutrisi yang tersedia

EP MPO 3.1

1. Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara penyimpanan yang tepat bagi produk nutrisi.2. Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara penyimpanan obat radioaktif untuk keperluan investigasi dan sejenisnya.3. Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara obat sampel disimpan dan dikenalkan.4. Semua penyimpanan sesuai dengan kebijakan rumah sakit.b. Standart MPO 3.2

Obat-obat emergensi tersedia, dimonitor dan aman bilamana disimpan diluar farmasi.

EP MPO 3.21. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana akan diperlukan atau dapat terakses segera dalam rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi

2. Kebijakan rumah sakit menetapkan bagaimana obat emergensi disimpan, dijaga dan dilindungi dari kehilangan atau pencurian.

3. Obat emergensi dimonitor dan diganti secara tepat waktu sesuai kebijakan rumah sakit setelah digunakan atau bila kadaluarsa atau rusak.c. Standart MPO 3.3

Rumah sakit mempunyai sistem penarikan (recal) obat.EP MPO 3.31. Ada sistem penarikan obat

2. Kebijakan dan prosedur mengatur setiap penggunaan obat yang diketahui kadaluarsa atau ketinggalan jaman.

3. Kebijakan dan prosedur mengatur pemusnahan obat yang diketahui kadaluarsa atau ketinggalan jaman.

4. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan/ dilaksanakan.

Pedoman pelayanan farmasi tentang penyimpanan obat1. Area penyimpanan perbekalan farmasi hanya boleh diakses oleh petugas farmasi.2. Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis harus dilakukan sesuai persyaratan dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat pelayanan.3. Khusus bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti bahan yang bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplofif, radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenic, iritasi dan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya dan beracun.4. Narkoba disimpan dalam lemari tersendiri dengan pintu terkunci.5. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan kandungan, tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.6. Obat high alert ( obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi ) harus disimpan di tempat terpisah dan diberi label khusus mengikuti SPO Penyimpanan Obat High Alert.7. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar obat high alert. Contoh : kalium klorida 7,46% tidak boleh berada di ruang rawat, kecuali di unit-unit tertentu yaitu di ruang intensif dan emergency atas pertimbangan life saving, dimana waktu yang dibutuhkan untuk pencampuran obat tersebut di Instalasi Farmasi tidak biasa dalam waktu 30 menit atau kurang sejak permintaan. Obat high Alert disimpan secara tersendiri, terpisah dari obat lainnya dengan akses terbatas dan harus di beri penandaan atau label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak dikehendaki. Untuk elektrolit pekat harus disimpan pada wadah dengan warna menyolok dan diberi label PERINGATAN yang memadai.8. Obat dengan nama dan rupa yang mirip ( Look Alike Sound Alike/LASA) disimpan tidak berdekatan dan diberi label LASA9. Obat multiple strength harus diberi label berwarna berbentuk bulat bertuliskan MULTIPLE STRENGTH pada wadah tempat penyimpanan obat dan diletakkan berjauhan satu dengan lainnya/ jika obat mempunyai tiga kekuatan dosis berbeda, maka dosis tertinggi diberi label dengan latar belakang warna merah, dosis menengah warna kuning dan dosis rendah warna hijau. Jika obat hanya mempunya dua kekuatan dosis, maka dosis tertinggi diberi label dengan latar belakang warna merah dan dosis yang lebih kecil menggunakan latar belakang hijau.10. Perbekalan farmasi dan kondisi penyimpanan harus diperiksa secara berkala.11. Pasien tidak diperbolehkan membawa obat dan perbekalan farmasi lainnya dari luar RSB Esto Ebhu untuk digunakan selama perawatan di RSB Esto Ebhu. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka pasien / keluarga pasien menandatangi surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien bertanggung jawab atas akibat penggunaan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dibawa oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual dan dilakukan pencatatan.12. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai dengan rekomendasi penyimpanan dari masing-masing produsen.13. Obat penelitian disimpan terpisah dari obat lainnya dan tersimpan tersendiri.Obat emergency dan perbekalan emergency lainnya disimpan dalam trolley emergency, dikunci dengan segel atau kunci yang mudah dibuka. System pengendalian isi trolley emergency harus dibuat sedemikian rupa sehingga jenis, jumlah dan kualitas obat dan perbekalan farmasi yang ada di dalamnya sesuai standar yang ditetapkan serta semua aspek yang berkaitan dengan pembukaan trolley emergency dapat dipertanggung jawabkan (mudah ditelusuri).14. Di unit pelayanan yang tidak memiliki Depo/Satelit Farmasi 24 jam, maka pelayanan farmasi dialihkan ke satelit Depo/Satelit Farmasi 24 jam yang telah ditetapkan.15. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluarsa harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi. Penganturan lebih lanjut dituangkan dalam Standar Prosedur Operasional.16. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik pembuatnya harus segera dikembalikan ke Instalasi Farmasi dan diatur lebih lanjut dalam Standar Prosedur Operasional.17. Obat yang sudah kadaluarsa, rusak atau terkontaminasi harus disimpan terpisah sambil menunggu pemusnahan. Penghapusan dilakukan sesuai Standar Prosedur Operasional.18. Tata cara penghapusan pebekalan farmasi lebih rinci dituangkan dalam Standar Prosedur Operasional. SOP Penyimpanan Obat

RSB Esto EBHU

SUMENEPPENYIMPANAN OBAT

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANSuatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

TUJUANa. Untuk memelihara mutu obatb. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawabc. Menjaga kelangsungan persediaan

d. Memudahkan pencarian dan pengawasan

KEBIJAKAN

PROSEDUR1. Mencatat jumlah, tanggal kadaluarsa obat dalam kartu stok.2. Menyimpan obat yang diterima pada rak yang sesuai berdasarkan aspek farmakologi, bentuk sediaan, secara alphabetis atau penyimpanan khusus.

3. Setiap penyimpana obat harus mengikuti prinsip FIFO (First In First Out= pertama masuk pertama keluar) dan harus dicatat dalam kartu persediaan obat.4. Memasukkan bahan baku obat ke dalam wadah yang sesuai, member etiket yang memuat nama obat dan tanggal kadaluarsa.5. Mengisi kartu stok setiap penambahan da pengambilan.

6. Menyediakan tempat khusus diluar ruang peracikan untuk menyimpan komoditi yang kadaluarsa.

UNIT TERKAIT1. Unit Farmasi

SOP Penyimpanan Obat High Alert

RSB Esto EBHU

SUMENEPPENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANPenyimpanan obat di rumah sakit secara terpisah dan memiliki rentang terapeutik sempit / sifat alami toksik akan memiliki resiko tinggi merusak sel / kematian sel.

TUJUAN1. Meningkatan kewaspadaan akan high alert medication sehingga meningkatkan keselamatan pasien.

2. Memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi dan meminimalisasi terjadinya kesalahan-kesalahan medis dan menurunkan resiko terhadap pasien.

KEBIJAKAN1. High alert medications memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan komplikasi, efek samping, atau bahaya.

2. Metode untuk meminimalisasi kesalahan ini meliputi beberapa strategi seperti :

a. Menyediakan akses informasi mengenai high alert medications.b. Membatasi akses terhadap high alert medications.c. Menggunakan label dan tanda peringatan untuk high alert medications.d. Menstandarisasi prosedur intruksi / peresepan, penyimpanan, persiapan dan pemberian high alert medications.e. Melakukan prosedur pengecekan ganda untuk obat-obatan tertentu.

3. Obat-obatan jenis baru dan informasi keselamatan tambahan lainnya akan ditinjau ulang dalam audit dan revisi high alert medications oleh Komite Farmasi dan Terapeutik.

PROSEDUR1. High alert medications disimpan di nurse perawat di dalam troli atau kotak obat yang memiliki kunci.

2. Semua tempat penyimpanan harus diberikan label yang jelas dan dipisahkan dengan obat-obatan rutin lainnya. Jika high alert medications harus disimpan di area perawatan pasien, kuncilah tempat penyimpanan dengan diberikan label peringatan high alert medications pada tutup luarnya tempat penyimpanan.

3. Setiap kotak / tempat yang berisi high alert medications harus diberi label.

4. Infus intravena high alert medications harus diberikan label yang jelas dengan menggunakan huruf / tulisan yang berbeda dengan sekitarnya.

UNIT TERKAIT1. Unit Farmasi

SOP Penyerahan Obat

RSB Esto EBHU

SUMENEPPENYERAHAN OBAT

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANPemberian obat secara individu yang dilakukan oleh bagian farmasi kepada pasien sesuai dengan resep dokter.

TUJUANMeningkatkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti dan memungkinkan interaksi antara farmasi, dokter, perawat dan pasien.

KEBIJAKANSetiap memberikan oba kepada pasien harus sesuai dengan 7 B

PROSEDUR1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).2. Memeriksa identitas dan alamat pasien.

3. Menginformasikan cara penggunaannya.

4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat antara lain cara penggunaan dan efek samping obat.5. Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah disampaikan.

6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.

7. Monitoring ke pasien tentang keberhasilan terapi dan efek samping tersebut.

UNIT TERKAIT1. Tim farmasi dan terapi2. Tim dokter

3. Staf medis

Kebijakan Pelayanan tentang Penarikan Obat1. Obat yang digunakan di rumah sakit harus terjamin mutu, hasiat dan keamanannya.

2. Instalasi Farmasi menyimpan catatan semua obat yang dibeli (diadakan) yang disertai informasi seperti nama dan kekuatan obat, nama pabrik pembuatnya, tanggal penerimaan, jumlah yang diterima, dan tanggal kadaluwarsa.

3. Informasi ini disimpan minimum selama tiga tahun untuk setiap obat yang dibeli.

4. Penanganan semua bentuk penarikan obat (sediaan farmasi) harus dilakukan secara efektif dan efisien. SOP Penarikan ObatRSB Esto EBHU

SUMENEPPENarikan OBAT

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANSuatu proses penarikan dari satu atau beberapa item produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa obat tidak layak lagi untuk digunakan.

TUJUANAgar tidak menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administrative yang menyangkut jumlah dan jenis.

KEBIJAKAN

PROSEDUR1. Apabila ada edaran pemberitahuan penarikan obat baik dari pabrik maupun dari Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM), kepala Instalasi Farmasi atau yang didelegasikan/mewakili akan menetapkan proses penarikan obat tersebut di rumah sakit.

2. Surat edaran dilengkapi dengan pengkajian dokumen kartu stok untuk melihat jika ada dari obat yang dimaksud tercatat di dalam kartu stok.

3. Jika kita tidak memiliki obat yang ditarik, tidak perlu melakukan tindak lanjut.

4. Jika kita memiliki merek dan nomor lot / batch obat yang ditarik, tahapan langkah berikut harus dilakukan dengan segera.

a. Semua persediaan (stok) obat yang ditarik yang tersedia di inventaris Instalasi Farmasi diambil dari rak atau tempat penyimpanan dan dikarantina.

b. Semua tempat dimana obat obat disimpan di seluruh Rumah Sakit harus diinspeksi farmasi. Semua stok obat yang ditarik harus dikembalikan ke Insalasi Farmasi. Diperlukan koordinasi antara Instalasi Farmasi dan Kepala Bidang Perawatan.

c. Staf medis dan semua pihak yang terkait akan penarikan obat ini.

d. Obat yang digunakan dihentikan sampai obat alternative / pengangganti tersedia.

e. Inspeksi khusu di tempat penyimpanan obat (termasuk trolley emergency) dilakukan oleh apoteker ruangan atau petugas farmasi untuk memastikan obat yang ditarik dari peredaran semuanya sudah dibawa/dipindahkan ke Instalasi Farmasi.

5. Obat alternative yang baru dipesan melalui distributor. Obat-obat pengganti dipesan sesegera mungkin.

6. Dokumen penarikan obat akan disimpan di Instalasi Farmasi untuk dikaji secara internal maupun eksternal.

7. Pengkajian efek obat yang ditarik dilakukan oleh Bidang Pelayanan Penunjang, kemudian dilaporkan oleh Kepala Instalasi Farmasi ke Badan Pengawasan Obat dan makanan.

UNIT TERKAIT1. Tim farmasi dan terapi

SOP Pengelolaan Obat KadaluarsaRSB Esto EBHU

SUMENEPPENGELOLAAN OBAT KADALUARSA

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIAN

TUJUANUntuk menghindari penyalahgunaan obat yang tidak diinginkan.

KEBIJAKAN

PROSEDUR1. Menyediakan tempat khusus untuk menyimpan obat yang telah kadaluarsa.2. Tempat khusus penyimpanan obat harus terpisah dari ruang peracikan.

3. Memberi label obat kadaluarsa jangan dijual pada tempat khusus.

4. Menunjuk petugas yang bertanggung jawab mengelola komoditi ini.5. Sebelum memasukkan obat yang telah kadaluarsa pada tempat khusus terlebih dahulu dicatat di dalam buku.

6. Melakukan pemusnahan komoditi sesuai tata cara yang berlaku.

UNIT TERKAIT1. Tim farmasi dan terapi

SOP Pemusnahan Obat

RSB Esto EBHU

SUMENEPPEMUSNAHAN OBAT

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANProsedur yang dilakukan oleh tim farmasi dan terapi dalam penanganan obat kadaluarsa yang tidak dapat diretur kembali.

TUJUANMenghindari terjadinya penggunaan obat yang sudah kadaluarsa dan mengurangi limbah klinis rumah sakit.

KEBIJAKAN

PROSEDUR1. Melakukan inventarisasi obat yang akan dimusnahkan.2. Menetapkan jadwal, metode dan tempat pemusnahan.

3. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan.

4. Membuat laporan yang sekurang-kurangnya memuat :

a. Waktu dan tempat pelaksanaanb. Nama dan jumlah obat yang akan dimusnahkan.c. Nama apoteker pelaksana.d. Nama saksi dalam pelaksanaan.5. Laporan tersebut ditanda tangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan.

UNIT TERKAIT1. Tim farmasi dan terapi

STANDART MPO 4.

Peresepan pemesanan dan pencatatan di atur oleh kebijakan dan prosedur.EP MPO 4.1. Kebijakan dan prosedur dirumah sakit mengarahkan peresepan, pemesanan, dan pencatatan obat yang aman.2. Kebijakan dan prosedur mengatur tindakan yang terkait dengan penulisan resep dan pemesanan yang tidak terbaca.

3. Adanya proses kerja sama untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur.

4. Staf yang terkait terlatih secara benar untuk praktek-praktek penulisan resep, pemesanan dan pencatatan.

5. Rekam medis pasien memuat daftar obat yang sedang dipakai sebelum rawat inap dan informasi ini tersedia difarmasi dan para praktisi pelayanan kesehatan.6. Order pertama obat dibandingkan dengan daftar obat sebelum masuk rawat inap, sesuai prosedur yang ditetapkan rumah sakit.

a Standart MPO 4.1Rumah sakit menjabarkan elemen-elemen dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap srta jenis pemesanan yang akseptabel untuk digunakan.EP MPO 4.11. Pemesanan atau penulisan resep yang akseptable dijabarkan yang sekurang-kurangnya diatur dalam kebijakan.2. Pemesanan obat atau penulisan resep lengkap sesuai kebijakan rumah sakit.b Standart MPO 4.2

Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan.

EP MPO 4.2

1. Hanya orang yang diijinkan oleh rumah sakit dan badan pemberi lisensi terkait, undang- undang dan peratura dapat menuliskan resep atau memesan obat.

2. Ada proses untukmenetapkan batas bagi petugas bila perlu, untuk praktek penulisan resep atau pemesanan obat.

3. Petugas- petugas yang diijinkan untuk menuliskan resep dan memesan obat dikenal oleh unit pelayanan farmasi atau orang lain yang mengeluarkan obat-obat.c Standart MPO 4.3

Obat- obatan yang diresepkan dan diberikan dicatat dalam rekam medis pasien.

EP MPO 4.3

1. Obat yang diresepkan atau dipesan dicatat untuk setiap pasien.

2. Pemberian obat dicatat untuk setiap pemberian dosis.

3. Informasi obat disimpan dalam rekam medis pasien atau diselipkan kedalam status pesien saat pemulangan atau dipindahkan. SOP tentang Pencatatan ketidakjelasan dalam peresepan Medical staf by law MOU dengan pihak luar Kebijakan/Pedoman pelayanan tentang penulisan resep

1. Yang berhak menulis resep adalah dokter tamu dan Dokter Penanggung Jawab Pasien yang betugas dan mempunyai surat izin praktik di RSB Esto Ebhu.2. Yang berhak menulis resep narkotik adalah dokter yang memiki nomor Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Ijin Praktek Kolektif (SIPK).

3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication Reconciliation) sebelum menulis resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission).4. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontrakindikasi, interaksi obat dan reaksi alergi.

5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan, rejimen berubah atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medic dituliskan terapi lanjutkan dan pada (catatan pemberian obat) tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya.6. Resep ditulikan secara manual pada blanko lembar catatan pengobatan / instruksi pengobatan dengan kop RSB Esto Ebhu yang telah dibubuhi stempel Departemen / Unit Pelayanan tempat pasien dirawat / berobat, atau secara elektronik dalam system informasi farmasi.7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim atau yang sudah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah pengertian.8. Dokter harus mengenali obat-obat yang termasuk dalam daftar Look Alike Sound Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembaca oleh tenaga kesehatan lain.9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSB Esto Ebhu.10. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep pertama pasien baru masuk, resep regular, resep cito, resep pengganti emergensi.11. Penulisan resep harus dilengkapi / memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Nama pasienb. Umur pasienc. Alamat pasien

d. Nomor rekam medic

e. Nama dokter

f. Tanggal penulisan resepg. Nama pelayananh. Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generic. Untuk obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep) serta kekuatannya (contoh : 500mg, 1gram)i. Jumlah sediaanj. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian)

12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat penggunaan obat.13. Perubahan terhadap resep / instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker / asisten apoteker harus diganti dengan resep / instruksi pengobatan baru.14. Resep / instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi.

15. Jika resep / instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka perawat / apoteker / asisten apoteker yang menerima resep / instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis resep.16. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak dibolehkan saat dokter berada di ruang rawat.

17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medic.18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan kembalinya dalam bentuk resep / instruksi pengobatan baru.

Kebijakan Batasan Penulisan Resep1. UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

2. KepMenKes RI No.772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws)

3. Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Pasien Safety), Departemen Kesehatan Republik Indonesia, edisi 2, 2008

SOP Penulisan resep yang lengkap dan amanRSB Esto EBHU

SUMENEPPENULISAN RESEP

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANMengaplikasikan pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai yang tertulis.

TUJUANUntuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan dibidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat.

KEBIJAKAN

PROSEDUR1. Dokter menuliskan resep dengan huruf yang jelas dan lengkap dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.Data yang diperlukan untuk dentifikasi pasien secara akurat

b.Unsur-unsur resep

c.Nama generic atau paten yang diperlukan

d.Menyebutkan indikasi untuk resep dengan signa prn (pro re nata atau jika pelu) dan frekuensinya

e.Memperhatikan prosedur untuk meresepkan obat dengan nama dan rupa mirip (LASA Drug Name) atau yang memerlukan peringatan khusus

f.Harus ada tindak lanjut jika resep obat tidak lengkap, tidak jelas atau tidak terbaca minimal oleh dua orang yang berbeda

g.Jenis pesanan tambahan yang diijinkan, seperti pada keadaan emergency, automatic stop order dan setiap elemen yang diperlukan pada resep

h.Permintaan obat secara lisan atau melalui telepon dan proses untuk melakukan verifikasi

i.Jenis resep yang mempertimbangkan berat badan seperti pada pediatric

2. Pastikan resep ditulis berorientasi safety dengan mengikuti kaedah-kaedah sebagai berikut:

a. Penulisan kekuatan sediaan farmasi harus ada jarak antara angka dan satuan. Tidak boleh ada titik dibelakang singkatan mg atau mL.

Benar

Salah

10 mg

10mg

100 mg

100mg

b. Tidak boleh menulis decimal setelah angka / bilangan bulat (2 mg jangan ditulis 2,0 mg). Jika koma tidak terbaca dapat menimbulkan kelebihan dosis menjadi 20 mg.

c. Sebaiknya untuk bilangan kurang dari 1 (satu), harus diawali denagn angka 0 di depan tanda koma (0,5 jangan ditulis ,5).

d. Jangan menyingkat kata unit. Tulisan U besar atau u kecil dapat terlihat seperti angka 0 atau 4 dan dapat menyebabkan kesalahan.

e. IU bukan singkatan yang aman untuk International Unit, karena tulisan IU mirip dengan IV. Sebaiknya tulis secara lengkap menggunakan International Unit atau singkatan Int.Unit atau Unit Int.

f. Penulisan nama obat jangan menggunakan nama kimia, misalnya 6-mercaptopurine atau 6-thioguanine. Dapat terjadi overdosis 6 (enam) kali jika angka ini tidak dikenali sebagai bagian dari nama kimia suatu obat. Penulisan yang dianjurkan adalah mecaptopurine atau thioguanine saja.

g. Jangan menyingkat nama obat. Misalnya MTX, AZT, CPZ, 5-FU dan lain sebagainya karena hal tersebut dapat menimbulakan kesalahan interpretasi.

h. Jangan menyingkat microgram dengan ug, sebaiknya gunakan sinhkatan mcg karena memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi.

i. Untuk pasien rawat jalan, resep yang ditulis adalah resep lengkap. Resep yang lengkap dapat menghindari dokter, apoteker dan atau pasien membuat kesalahan sehingga tidak perlu melakukan klarifikasi. Resep yang dapat diterima harus berisi:

1) Nama pasien

2) Nomor rekam medis

3) Umur pasien

4) Nama obat, bentuk sediaan, dan kekuatan

5) Jumlah yang diminta

UNIT TERKAIT1. Tim farmasi dan terapi2. Tim dokter

3. Staf medis

SK Direktur tentang yang berhak menuliskan resep dan yang berhak menulis FCP oleh unit serta daftar orangnyaSTANDART MPO 5

Obat-obatan disiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman dan bersih.EP MPO 5

1. Obat dipersiapkan dan disalurkan dalam area yang bersih dan aman dengan peralatan dan suplai yang memadai.

2. Persiapan dan penyaluran obat harus memenuhi undang-undang, peraturan dan standart praktek nasional.

3. Staf yang menyiapkan produk steril dilatih dalam hal tekhnik aseptik.

a. Standart MPO 5.1Resep atau pemesanan ditelaah ketepatannya.EP MPO 5.1

1. Rumah sakit menjabarkan informasi spesifik pasien apa yang dibutuhkan untuk proses penelaahan yang efektif.

2. Terlepas dari adanya perkecualian yang ditetapkan pada maksud dan tujuan, setiap resep atau pemesanan obat ditelaah ketepatannya sebelum dilakukan penyaluran dan pemberian meliputi elemen a sampai g tersebut dalam maksud dan tujuan. Jadi setiap resep atau pesanan obat dievaluasi untuk ditelaah ketepatannya.

3. Ada proses untuk menghubungi petugas yang menuliskan resep atau memesan obat bila timbul pertanyaan.

4. Petugas yang diijinkan untuk menelaah pesanan obat atau resep dinilai kompetensinya untuk tugas ini.

5. Penelaahan difasilitasi dengan catatan dari semua pasien yang menerima obat.

6. Bila digunakan software computer untuk mengcrosscek obat untuk dinilai interaksi dan alergi harus di update secara berkala.b. Standart MPO 5.2Digunakan suatu sistem untuk menyalurkan obat dengan dosis yang tepat dan kepada pasien yang tepat disaat yang tepat.

EP MPO 5.2

1. Ada sistem yang seragam di rumah sakit dalam penyaluran dan pendistribusian obat.

2. Setelah disiapkan, obat diberi label secara tepat dengan nama pasien, nomor RM, dosis.

3. Obat disalurkan dengan bentuk yang paling siap diberikan.

4. Sistem mendukung penyaluran obat secara akurat.

5. Sistem mendukung penyaluran obat tepat waktu.

Pedoman pelayanan tentang penyiapan dan penyaluran obat dan produk steril1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mula dari resep / instruksi pengobatan diterima oleh apoteker / asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap atau samapi dengan obat diterima oleh pasien / keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat sitostatika dan nutrisi.

2. Sebelum obat disiapkan, apoteker / asissten apoteker harus melakukan kajian (review) terhadap resep / instruksi pengobatan yang meliputi :

a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian

b. Duplikasi terapeutik

c. Alergi

d. Interaksi obat

e. Kontraindikasi

f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan / peraturan yang berlaku, dan menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.

g. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi dan tindakan inrervensi diagnostik.

3. Apoteker / asisten apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk melakukan kajian resep.

4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan substitus generic artinya farmasi diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RSB Esto Ebhu dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.5. Sustitusi terapeutik adalah penggatian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat kimianya, dalam dosis ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu minta persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara lisan / melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal, jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep atau dalam system informasi farmasi.

6. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik kefarmasian.

7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas farmasi..

8. Petugas yang menyipakan radiofarmasi harus di bawah supervisi apoteker atau tenaga terlatih.

9. System distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan system dosis unit di ruang perawatan. Sedangkan untuk pasien rawat jalan diberlakukan system resep individual. System dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali pemakaian. System resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai permintaan jumlah yang tercantum di resep.

10. Setiap obat yang telah disipakan harus diberi label.

11. Obat harus disipakan dengan benar.STANDART MPO 6

Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk memberikan obat.EP MPO 61. Rumah sakit mengidentifikasi petugas melalui uraian jabatannya atau proses pemberian kewenangan, mendapatkan otorisasi untuk memberikan obat.

2. Hanya mereka yang mempunyai ijin dari rumah sakit dan pemberi lisensi terjait, undang-undang dan peraturan bisa memberikan obat.

3. Ada proses untuk menetapkan batasan, bila perlu terhadap pemberian obat oleh petugas.

a. Standart MPO 6.1Pemberian obat termasuk prose untuk memverifikasi apakah obat sudah betul berdasarkan pesanan obat.

EP MPO 6.1

1. Obat diverifikasi berdasarkan resep atau pesanan.

2. Jumlah dosis obat diverifikasi dengan resep atau pesanan obat.

3. Route pemberian diverifikasi dengan resep atau pesanan obat.

4. Obat diberikan secara tepat waktu

5. Obat diberikan sebagaimana diresepkan dan dicatat dalam status pasien.b. Standart MPO 6.2

Kebijakan dan prosedur mengatur obat yang dibawa kedalam rumah sakit oleh pasien ynag menggunakan obat sendiri (self-administration) maupun obat contoh (sample).

EP MPO 6.2

1. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan untuk mengatur penggunaan obat sendiri oleh pasien.

2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan untuk mengatur pendokumentasian dan pengelolaan setiap obat yang dibawa kedalam rumah sakit untuk atau oleh pasien.

3. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan untuk mengatur ketersediaan dan penggunaan sampel obat.

STANDART MPO 7

Efek obat terhadap pasien dimonitor.

EP MPO 71. Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor, termasuk efek yang tidak diharapkan.

2. Proses monitoring dilakukaan secara kolaboratif.

3. Rumah sakit mempunyai kebijakan yang mengidentifikasi efek yang tidak diharapkan yang harus dicatat dalam status pasien dan yang harus dilaporkan ke rumah sakit.4. Efek yang tidak diharapkan didokumentasikan dalam status pasien sebagaimana diharuskan oleh kebijakan.

5. Efek yang tidak diharapkan dilaporkan dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh kebijakan.

a. Standart MPO 7.1

Kesalahan obat (medication errors) dilaporkan melalui proses dan dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh rumah sakit.

EP MPO 7.1

1. Kesalahan obat dan KNC ditetapkan melalui proses kerja sama.

2. Kesalahan obat dan KNC dilaporkan tepat waktu menggunakan prosedur baku.

3. Mereka yang bertanggung jawab mengambil tindakan untuk pelaporan diidentifikasi.

4. Rumah sakit menggunakan informasi pelaporan kesalahan obat dan KNC untuk memperbaiki proses penggunaan obat.

Pedoman Pemantauan Efek Samping Obat dan Kesalahan Obata. Efek Samping Obat1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan pada setiap pasien

2. Semua petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan dan melaporkannya ke Tim Farmasi dan Terapi.

3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk Formularium RSB Esto Ebhu dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek samping serius.

4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam formulir Monitoring Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medic.

5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Tim Farmasi dan Terapi adalah yang berat, fatal.

6. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikordinasikan oleh Tim Farmasi dan Terapi RSB Esto Ebhu.

7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat, apoteker di ruang rawat / poliklinik.

8. Tim Farmasi dan Terapi RSB Esto Ebhu melaporkan hasil evaluasi pemantauan ESO kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan menyebarluaskannya ke seluruh Unit Pelayanan di RSB Esto Ebhu sebagai umpan balik / edukasi.b. Kesalahan Obat1. Kesalahan obat (medication error ) adalah setiap kejadian yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan penggunaan obat secara tidak tepat atau membahayakan keselamatan pasien. Kesalahan obat meliputi kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep, penyalinanan resep, penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimblkan efek merugikan ataupun tidak.

2. Kejadian Nyaris Cedera ( Near miss ) adalah setiap kejadian, situasi atau kesalahan yang terjadi dan diketahui sebelum sampai ke pasien.

3. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang menemukan / terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya.

4. Pelaporan dilakukan secara menggunakan Formulir Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien RSB Esto Ebhu atau formulir lain yang disepakati.

5. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2 x 24 jam setelah ditemukannya insiden.

6. Tipe kesalahan yang dilaporkan :

a. Kondisi Potensial Cedera (KPC, Reportable Circumstance).

b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC, Near Miss) : terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien.

c. Kejadian Tidak Cedera (KTC, No Harm Incident) : suatu kejadian insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cedera.

d. Kejadian tidak Diharpkan (KTD, Sentinel Event): suatu kejadian insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien, atau criteria yang ditetapkan oleh Tim Keselamatan Pasien RSB Esto Ebhu.

7. Pelaporan kesalahan obat dan tindakannya diatur dalam Pendoman dan / atau Standar Prosedur Operasional.

8. Unit penjamin Mutu (UPM) merekapitulasi laporan insiden

SOP Monitoring Efek Samping ObatRSB Esto EBHU

SUMENEPEfek samping obat

No.Dokumen :

No. Revisi :

Halaman :

PROSEDUR TETAPTanggal Terbit :

Ditetapkan Oleh Direktur :

Dr H Moh. Ibnu Hajar, Sp.OG

PENGERTIANMenurut WHO monitoring ESO adalah tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi monitoring efek samping obat.

TUJUAN1. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.2. Menentukan frekuensi dan isidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan.

3. Mengenal semua factor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.

KEBIJAKAN1. Setiap efek amping obat yang terjadi hendaknya dicatat dan dilaporkan.

2. Monitoring efek samping obat di RSB Esto Ebhu dikoordinir oleh perawat dan pelaporannya ditujukan kepada dokter.

3. Tata cara pelaporan efek samping obat berpedoman pada edaran yang dikeluarkan oleh BPOM RI (terlampir).

4. Laporan MESO bersifat rahasia.

PROSEDUR1. Pada saat teridentifikasi adanya dugaan kejadian efek samping obat, maka dokter atau apoteker atau perawat mencatat efek samping obat di formulir monitoring efek samping obat nasional berwarna kuning yang tersedia di nurse station di masing-masing ruang perawatan. Pencatatan dilakukan selengkap mungkin sesuai dengan kolom yang ada di formulir MESO tersebut.

2. Formulir MESO yang sudah berisi lengkap dilaporkan ke dokter.

3. Instalasi farmasi akan membuat salinannya formulir MESO yang sudah lengkap.

4. Apoteker mendokumentasikan salinan formulir MESO dengan baik.

5. Secara periodic dilakukan evaluasi atau pengkajian terhadap hasil monitoring ESO ini.

UNIT TERKAIT1. Tim farmasi dan terapi2. Tim dokter

3. Staf medis