DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA …ada ke khususan, jadi Kiai ini bagian tersendiri di...

30
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT TIM PERUMUS KOMISI VIII DPR RI MENGENAI RUU TENTANG PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN Tahun Sidang : 2018-2019 Masa Persidangan : I Jenis Rapat/ke- : RDPU Komisi VIII DPR RI / ke - 7 Sifat Rapat : Terbuka Hari, Tanggal : Selasa, 27 Agustus 2019 Waktu : Pukul 13.00 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI Gedung Nusantara II lantai 1 Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta 10270 Ketua Rapat : Drs. H. Marwan Dasopang, M.Si Sekretaris Rapat : Sigit Bawono Prasetyo, S.Sos., M.Si. Acara : Mendengarkan Masukan terhadap RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Hadir : 1. 18 orang dari 26 orang Anggota Panja Komisi VIII DPR RI; 2. Ormas Islam (PBNU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jamiatul Wasliyah, Dewan Dakwah, dan Persis)

Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA …ada ke khususan, jadi Kiai ini bagian tersendiri di...

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH

RAPAT TIM PERUMUS KOMISI VIII DPR RI MENGENAI RUU TENTANG PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN

Tahun Sidang : 2018-2019

Masa Persidangan : I

Jenis Rapat/ke- : RDPU Komisi VIII DPR RI / ke - 7

Sifat Rapat : Terbuka

Hari, Tanggal : Selasa, 27 Agustus 2019

Waktu : Pukul 13.00 WIB

Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI Gedung Nusantara II lantai

1 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

Ketua Rapat : Drs. H. Marwan Dasopang, M.Si

Sekretaris Rapat : Sigit Bawono Prasetyo, S.Sos., M.Si.

Acara : Mendengarkan Masukan terhadap RUU tentang Pesantren

dan Pendidikan Keagamaan

Hadir : 1. 18 orang dari 26 orang Anggota Panja Komisi VIII DPR

RI;

2. Ormas Islam (PBNU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jamiatul

Wasliyah, Dewan Dakwah, dan Persis)

- 2 -

KETUA RAPAT (Drs. H. MARWAN DASOPANG M.Si):

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Yang terhormat para Anggota dan Pimpinan di Komisi VIII dan Panja,

Yang kami hormati Perwakilan Organisasi Masyarakat Islam, hari ini ada

PBNU, dari Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jamiatul Wasliyah, Dewan Dakwah, dan

Persis,

Para hadirin yang berbahagia.

Mengawali rapat kita pada hari ini pertama-tama mari kita mengucapkan puji

syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala. Kita diberi waktu untuk bertemu

perwakilan organisasi masyarakat Islam, mendengarkan rancangan Undang-Undang

tentang pesantren dan pendidikan keagamaan.

Atas berkat rahmat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan yang maha esa dan

memohon keridoannya maka marilah kita terlebih dahulu memulai rapat kita ini

dengan berdo’a dengan membacakan Al-fatihah, bagi yang beraga Islam dan yang

lain menyesuaikan. Berdoa dimulai.

(BERDOA MULAI)

(BERDOA SELESAI)

Sesuai dengan acara rapat-rapat DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang

2019-2020 yang telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan

Musyawara DPR RI antara Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Fraksi-Fraksi, tanggal

23 Juli 2019, dan sesuai hasil keputusan Rapat Internal Komisi VIII DPR RI tanggal

19 Agustus 2019, maka pada hari ini Selasa, 27 Agustus 2019 Panja Komisi VIII

DPR RI menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Perwakilan

Organisasi Masyarakat Islam.

Hadirin yang saya hormati,

Pada rapat Panja Komisi VIII DPR RI mengenai RUU Tentang Pesantren dan

Pendidikan Keagmaan dengan Perwakilan Masyarakat Islam siang ini tidak

memerlukan kuorum. Namun demikian sudah hadir tandatangan 17 dan hadir 8 dan

8 Fraksi.

Dengan demikian kami membuka rapat kita ini terbuka untuk umum.

- 3 -

(RAPAT : SETUJU)

(RAPAT DIBUKA PUKUL : 14.00 WIB)

Sesuai dengan undangan yang telah disampaikan rapat pada hari ini

diacarakan sebagai berikut:

1. Pengantar, 2. Pemaparan dari pewakilan masing-masing organisai, 3. Tanya jawab, 4. Dan nanti penutup.

Apakah bisa disetujui?

(RAPAT : SETUJU)

Hadirin yang saya hormati,

Kami melaporkan kepada para perwakilan organisasi yang menurut teman-

teman Anggota Panja bahwa Undang-Undang yang kita bahas sekarang ini Undang-

Undang Tentang Pesantren, paling tidak sebagian besar pesantren itu berada

didalam naungan organisasi kemasyarakat islam ini. Karena itu kami perlu

mendengarkan kira-kira apakah Undang-Undang yang sudah kita bahas ini masih

perlu penambahan atau perlu pengurangan. Itu inti pertemuan kita hari ini.

Perlu juga kami laporkan bahwa Undang-Undang ini, usul inisatif DRP yang

berjudul, Rancangan Undang-Undang Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.

Setelah sampai di Komisi VIII diputuskan bahwa Undang-Undang ini pada akhirnya

RUU Pesantren, hilang pendidikan keagamaan karena bergabai hal dan agak rumit,

maka karena itu diputuskan kekhusususan dan kekhasan Undang-Undang ini tidak

di campurkan dengan yang lain.

Maka DIM yang sudah di bahas, dan sudah hampir-hampir rampung itu

mengenai Undang-Undang Pesantren. Yang kedua, perlu kami laporkan bahwa

yang menjadi pembahasan krusial dalam Panja ini satu mengenai definisi. Definisi

sudah hampir rampung didalamnya itu termasuk isinya ada isinyan Kiai, ada

khzanah keislaman kitab kuning, ada santri, ada menanamkan nilai-nilai NKRI dan

Islam moderasi.

Itu inti dari definisi. Kemudian di Kelembagaan pesantren ini menjadi tiga

fungsi:

1. Fungsi pendidikan, 2. Fungsi dakwah, 3. Fungsi pemberdayaan masyarakat,

- 4 -

Difungsi pendidikan pesantrean ini mengelola mulai dari diniyyah islamiah

sampai ula. Jadi mulai dari tingkat bawah sampai pergurang tinggi. Itu mengenai

kelembagaan. Dikelembagaan ini karena tadi didefinisi ada Kiai maka Kiai pun ada

satu Pasal yang khusus. Jadi Kiai merawat menjadi khazanah keisalaman kita jadi

ada ke khususan, jadi Kiai ini bagian tersendiri di beberapa Pasal kalau tidak salah.

Kemudian yang menjadi kekhawatiran kita adalah kemandirian pesantren

yang dimaksud kemandirian ini bukan membirakan pesantren mandiri, kalau

membirkan pesantren mandiri tidak usah di tanya lagi. Jauh sebelum Indonesia ada

pun pesantren sudah mandiri. Yang disebutkan mandiri itu negara Pemerintah tidak

boleh masuk subtansi kurikulum pesantren. Maka kemandirian itu dia yang mengatur

yang layak di, menjadi kekhususan pesantren karena satu pesantren dengan

pesantren yang lain itu hampir-hampir tidak ada yang sama, sesuai dengan Kiai nya

sendiri masing-masing. Ada yang konsentrasi di tafsir, ada yang konsentrasi di

tasauf, ada yang di hadis, dan lain-lain. Itu yang menurut para Anggota Panja yang

menjadi krusial.

Kemudian, di Bab Keuangan. Keuangan ada menjadi tiga poin didalam

Undang-Undang ini:

Keuagan tradisionil, itu yang dikelola biasnya ibunyai yang mengelola.itu tidak

di urusi oleh Undnag-Undang. Kemudian Undang-Undang ini memerintahkan

sebagai kewajiban negara dalam sejarah yang panjang ini. Harus masuk tercantum

jelas di APBN dan APBD. Jadi selama ini kita agak kesuliatan, teman-teman di

banggar, semua teman-teman itu selalu ngotot kenapa transfer daerah yang non-

fisik itu di daerah kok tidak masuk ke Pesantren. Karena itu butuh payung Undnag-

Undang karena itu nanti maka masuklah keuangan daerah di APBD itu boleh,

menyalurkan ke pesantren.

Kemudian yang selam ini menjadi kita serasa menjadi anak yatim itu. Selalu

lulusan pesantren ini tidak diakui ijazah kecuali Mu'adalah (penyetaraan) dulu atau

dia membuat formal. Sehingga sebagian besar pesantren itu ada yang non-formal

harus dilakukan formal mengikuti kurikulum Pemerintah. Padahal lulusan-lulusan

yang normal ini sebetulnya jauh melebihi kemampuannya di banding yang formal itul,

mungkin kita mendengarkan bahwa SDM atau mahasiwa luar yang mahir dengan

khazanah keislaman di tingkat mahasiwa itu di bangga-banggakan ahli tafsir, ahli

baca kita kuning, dan lain-lain. Padahal sesungguhnya mereka memperoleh itu bukan

yang formal itu. Tetapi kok tidak kunjung di akui maka Pasal-Pasal itu, kita membuat

Pasal bahwa pesantren yang sudah masuk nanti aka nada kategori sekategori itu

apakah sertifikasi atau paling tidak ada akreditasi. Tidak semua pesantren otomatis.

- 5 -

Maka pesantren yang sudah masuk akreditasi katakan A nanti itu, otamatis

tidak perlu ada mu’adalah, apapun yang ada disitu itu lulusannya di akui mau

melanjutkan atau mau bekerja. Itu menurut kita penting.

Dan yang berikutnya mengenai keuangan tadi karena anggaran APBN, APBD

akan masuk membantu pesantren. Ini saya ingin ilustrasi saja. Ada pesantren di

kampung saya. Kampung saya di Tapanuli, Pimpinan pesantren nya itu sudah diberi

penghargaan sebagai pejuang, pejuang kemerdekaan Pak, jadi berdirilah pesantren

ini pada tahun 1935, dan lulusannya sampai sekarang pesantren ini sudah di

manfaatakan negara sudah dipakai tenaganya, sebagian ada di Kemenag, sebagian

dimana-mana. Peratapakan pesantren itu Pak, sampai sekarang masih itu, masih

yang tahun-35 itu atapnya saja yang bolak-balik di ganti. Inikan pesantren

Pimpinanya, pejuang tetapi negara tidak perduli. SDM anak bangsa sudah di

cerdaskan oleh pesantren, masa tidak malu Pemerintah melihat gedung itu. Karena

itu kita berharap APBN, APBD akan membantu itu. Sekalipun kita memahami

sebagian pesantren tidak perduli itu lagi, kalau hanya anggaran 500 juta ada yang

tidak perduli Pak, tidak butuh kalau 500 juta, tetapi kalau diatas itu dia perduli. Tetapi

sebagian besar masyarakat kita yang sudah mengambil alih tugas negara ini, masih

butuh 100 juta untuk tempat anak kita untuk di didik.

Kami kira itu yang sebagian besar sudah tercapai didalam Panja, yang tadi itu

saya lupa Pasal Kiai itu kalaupun nanti APBN, APBD tentu akan masuk pengawasan

Pak, karena uang negara harus diawasi, yang diawasi itu operasionalnya bukan

Kiainya. Makanya tadi ada Pasal tentang Kiai, tidak boleh. Nanti akan dibentuk

semacam pengelola keuangan di pesantren, di wilayah-wilayah itulah pengawas

keuangan dari Pemerintah ini yang boleh masuk. Kita tetap menjaga rumah Kiai dan

Kiai itu sendiri.

Kami kira itu perkembangan yang bisa kami laporkan pada para Pimpinan

Ormas Islam. Namun demikian, kami berharap Undang-Undang ini bisa menjadi,

mengukuhkan martabat pesantren. Mengukuhkan pesantren ini sebagai penjaga

nilai-nilai moral kebangsaan kita. Karena itu Undang-Undang ini menurut kami

penting karena itu kami tidak mau Undang-Undang ini luput dari Pasal-Pasal yang

kita butuhkan, itulah makanya hari ini kita mengundang Bapak-Bapak untuk hadir

disini. Itu sifatnya, sebetulnya kami hanya ingin menerima masukan saja, masukan

dari pada Bapak-Bapak, poin apa saja yang perlu ditambah dan kemudian poin apa

yang di khawtirkan bisa memerangkap pesantren dari Pasal-Pasal yang sudah kita

buat. Kalau itu dianggap memerangkap kita buang, kalau perlu tambahan yang lain

kita masukan.

Waktu hari kemarin kita sudah mengundang beberapa pesantren, ada usulan

mereka tambahan untuk memperjelas posisi pesantren bisa membangun jaringan,

jaringan itu bisa nasional, bisa regional, bisa internasional. Jadi keinginan pesantren

- 6 -

kemarin. Apakah di fungsi pendidikan maksudnya atau di fungsi pemberdayaan

masyarakat, atau di fungsi dakwah terserah yang penting pesantren bisa

membangun jaringan seluruh kawasan nasiona, regional, dan internasional. Itu

usulan di pesantren di hari kemarin.

Demikian pengantar dari kami, kami persilakan. Saya persilakan dari urutan

yang di saya ya Pak. ini dari:

1. PBNU ada : Kiai Roby Kin, kemudian ada Kiai Haji Abdul Gofar Rozim, kemudian ada Abdul Waid, kemudian ada Pak Nafis Husni ini dari.

2. Dari Muhammadiyah ada Dr. Maskuri ED, kemudian ada Dr. Trisno Rahajo, M.Hum.

3. Dari Al-Irsyad, Al-Irsyad berhalangan ya. 4. Kemudian Al Jam'iyatul Washliyah ada Dr. H. Halfian Lubis, SH, MA., 5. Kemudian dari Dewan Dakwah ada Romli Kamarudin. 6. Kemudian ada dari Persis ada Bapak Al Furqon.

Kami persilakan dari PBNU dari empat nama ini terserah siapa yang

menyampaikan.

Persilakan.

PBNU:

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Selamat siang untuk kita semuanya,

Terima kasih pada Pimpinan Panja Komisi VIII yang telah mengundang kami

untuk RDP,

Rekan-Rekan dari pengurus Ormas yang hadir pada kesempatan kali ini, ada

Muhammadiyah, ada Persis, Dewan Dakwah, Al Jam'iyatul Washliyah,

Dan juga seluruh Anggota Panja yang saya hormati.

Nahdatul Ulama setelah ada wacana tentang pembentukan Undang-Undang

pesantren apalagi setelah ada draft RUU Pesantren telah melakukan berbagai

kajian baik dalam bentuk FGD maupun yang lain-lain. Kajian itu dilakukan

menyeluruh, yang digawangi langsung oleh RMI asosiasi pesantren Nahdatul

Ulama, yang ketuanya ada disebelah saya Kiai Haji Abdul Gofar Rosyid.

Dalam pandangan Nahdatul Ulama ada slide yang sudah kami persiapkan.

Dalam pandangan kami ada beberapa hal yang memang masih belum masuk materi

muatan secara tajil. Kajian kami atas draft RUU Pesantren terakhir yaitu 27

September 2019 yang meliputi 10 Bab, 42 Pasal itu ada 8 item pokok:

- 7 -

Yang pertama mengenai definisi pesantren, yang saya kira sudah

disampaikan. Yang kedua mengenai apasih sebetulnya inti dari pesantren itu, kita

sebut saja istilah ada lima rukun pesantren di dalamnya ada Kiai, ada santri, ada

asrama atau pemondokan, ada masjid, ada mushola, dan juga kitab kuning. Itu

menjadi bagian itu yang kita sebut sebagai pesantren.

Yang berikutnya terkait dengan fungsi pesantren yang tadi sudah disebutkan.

Fungsi dakwah, pendidikan, dan dakwah. Kemudian sebagai lembaga dakwah tentu

saja punya turunan, begitu juga lembaga pendidikan dan juga lembaga

pemberdayaan.

Yang ketujuh, saya langsungkan saja disitu ada fungsi pembinaan yang

dilakukan oleh Kementerian Agama dan poin kedelapan dari seluruh rangkuman ini

adalah terkait dengan pendanaan pesantren yang sumber utamanya adalah berasal

dari pesantren, dan kemudian di bantu oleh anggaran negara baik pusat maupun

daerah, APBN maupun APBD.

Slide berikutnya beberapa hal strategis yang menurut hemat kami belum

terakomodir adalah:

Yang pertama, RUU Pesantren yang saat ini belum mengembangkan upaya

dan road map sebagaimana agar pesantren dapat berperan besar untuk mendorong

sebagai Indonesia kiblat Islam moderat di dunia. Jadi masih fokus untuk moderasi

keagamaan di Indonesia saja. Mimpi kami adalah Undang-Undang Pesantren ini

harus menjadi ruang bagi tumbuhnya dan menjadi sentral untuk Islam moderat di

dunia, itu harapan kami.

Yang kedua RUU Pesantren belum menjadi jembatan bagi pesantren untuk

menghadapi persoalan-persoalan atau masalah strategis pesantren dan bangsa,

misalnya bagaimana respon pesantren terhadap perkembangan teknologi mutakhir

terkait Revolusi Industri 4.0 misalnya. Dan bagaimana juga agar pesantren turut aktif

dalam upaya pencapaian target FDGs dan ya itu sama sekali belum terlihat.

Yang ketiga kami melihat RUU Pesantren yang ada ini masih meletakan

pesantren sebagai objek atau bahasa lainnya masih meletakan sasaran program

kelembagaan oleh negara. Sehingga pesantren diprotret sebagai entitas yang masih

lemah yang masih di tolong, padahal dalam pandangan kami RUU Pesantren

pembentukan Undang-Undang Pesantren yang sekarang dalam proses ini,

seharusnya menjadikan pesantren dalam posisi sebagai subjek pembangunan

pencapaian cita-cita bernegara. Dalam hal ini posisi pesantren harus diletakan

hubungannya dengan negara sebagai hubungan yang mutualistik atau bermitra.

Jadi tidak semacam charity negara untuk pesantren, begitu.

- 8 -

Beberapa hal berikutnya mengenai norma-norma yang dirumuskan dalam

materi muatan Pasal didalam Undang-Undang didalam RUU yang ada, yang

berpotensi justru bisa mengintervensi dan mengurangi kemandirian pesantren untuk

mengatur dirinya sendiri. Meskipun ketua Panja sudah menyampaikan bahwa

menjaga kemandirian penting, tetapi kami melihat semangat itu belum tertuang

dalam materi draft Pasal, misalnya Pasal 20 disitu terkait penjaminan mutu

kemudian Pemerintah dalam hal ini Kemenag dapat mengukur konten dan kualitas

pesantren. Tentu ini menjadi pintu masuk yang mengurangi indepedensi atau

kemandirian pesantren. Padahal disampaikan tadi semangat nya adalah untuk

menjaga kemandirian pesantren.

Termasuk yang menjadi kritik kami adalah disitu melalui pintu Kemenag itu

bisa menentukan jenis-jenis kualitas pesantren, dalam hal ini kualitas pendidikannya.

Di sisi yang lain lembaga seperti Dewan Masyaikh jauh lebih relevan. Jadi kalau

Dewan Masyaikh itu artinya bahwa mereka dipilih oleh dan untuk mereka, sehingga

tidak ada kekhawatiran, tidak ada keraguan bahwa memang tidak ada kepentingan-

kepentingan yang lain selain memperkuat dan peran pesantren.

Dengan demikian maka diharapkan materi muatan nanti, di materi muatan

Pasal-Pasal yang ada di Undang-Undang Pesantren ini Pemerintah hanya berfungsi

untuk melakukan fasilitasi bukan mengatur begitu rupa dan mengakibatkan yang

berpotensi mengakibatkan kemandirian/independensi pesantren terkurangi.

Contoh lain adalah Pasal 32 – 34, Pasal ini juga kita tahu bahwa sebaik apa

pun rumusan norma di dalam satu Pasal di Undang-Undang misalnya. Dalam

banyak hal tergantung pada pelaksanaanya. Pasal ini berpotensi memberikan ruang

bagi Pemerintah atas nama pembinaan terhadap pesantren untuk melakukan

sebuah pemaksaan tertentu kepada pesantren. Jadi mohon menjadi bagian yang

dicermati.

Selanjutnya, dengan menyampaikan beberapa hal yang tadi kita sudah

kemukakan, maka kami memandang bahwa partisipasi untuk pembahasan RUU

Pesantren ini masih membutuhkan waktu dan perlu di perluas. Kami berharap

bahwa pengutamaan kualitas dan mutu Undang-Undang yang sekarang dalam

pembentukan jauh dikedepankan dari pada semata-mata mengejar target, meskipun

kami bisa memahami kalau misalnya Pemerintah dan DPR berharap RUU ini selesai

dalam masa sidang periode ini tetapi harapan kami bahwa selesainya RUU ini tidak

menyisakan persoalan di kemudian hari yang sudah kami sampaikan tadi itu.

Kalau kita review sebetulnya catatan-catatan pendek kami mau menegaskan

hal sebagai berikut :

- 9 -

1. RUU Pesantren ini tidak boleh menempatkan pesantren dalam kondisi tidak berdaya dan butuh pertolongan Pemerintah, butuh pertolongan negara. Jadi sekali lagi butuh perlu pemastian bahwa seluruh materi muatan tidak mengesankan begitu. Oleh karena itu, pesantren tidak di tempatkan sebagai objek tetapi sebagai subjek aktif yang berdaya.

2. Peran Pesantren, sekali lagi kami berharap Pemerintah memfasilitasi pesantren dalam kancah pergaulan dunia. Yang itu tadi adalah untuk memoderasi pemahaman keagamaan dan sekaligus juga menempatkan Indonesia adalah kiblat Islam moderat di dunia, melalui peran pesantren. Yang didaldamnya fungsi dan peran perdamian dan kemanusiaan sehingga dunia menjadikan Indonesia sebagai rujukan utama.

3. Kami berharap betul satupun ada Pasal atau bahkan frase yang ada didalam Pasal atau Ayat tertentu yang membuka ruang bagi berkurangnya independensi dan kemandirian pesantren, apalagi menjadi karpet merah bagi masuknya intervensi negara.

4. Terakhir, imajinasi pesantren. Kami masih melihat bahwa RUU masih fokus terhadap penguatan lembaga belum pada pengembangan imajinasi pesantren yang strategis kedepan.

Dalam hal seperti ini maka sekali lagi yang terakhir kami perlu tegaskan,

kalau hal-hal demikian belum masuk di dalam materi muatan RUU dan ruh nya

belum seperti ini kami berharap untuk tidak dipaksakan, disahkan, dalam periode ini

dan kami meminta menyampaikan secara resmi sikap Nahdatu Ulama agar kalau

masih seperti ini keadaanya, pembahasannya bisa tidak dilanjutkan alias di tunda.

Tetapi dalam hal apa yang kami sampaikan pada akhirnya terakamodasi maka kami

tentu saja bisa menerima.

Saya kira demikian nanti kalau ada penambahan atau nanti kalau ada dialog

dilanjutkan tetapi perkenankan saya dan Kiai Masduki mohon izin, tidak bisa sampai

akhir tetapi Gus Rozin, dan teman-teman masih ada disini. Sehingga kalau dialog

nanti bisa dilanjutkan dengan tim, apalagi kebetulan yang menggodok, yang

menggawangi adalah RMI.

Sekali lagi terimakasih untuk semuanya, pasti ada kurang kata atau kelebihan

kata yang boleh jadi kurang sesuai adab yang seharusnya kami memohon maaf

yang sebesar-besarnya.

Allahummafiq Ila Aqwamith Thoriq,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT :

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Terima kasih, Kiai Robikin.

- 10 -

Tadi saya mohon maaf memperkenalkan Nafis Husni, ternyata tidak hadir

diganti oleh, oh ada lima ya, berarti ada satu lagi Pak Musdaki, cuma sudah mau

pamit. Ini sepertinya tidak menarik he he.

Terima kasih kepada PBNU, kita persilakan ke Muhammadiyah. Ada Pak

Maskuri, ada Pak Trisno.

Persilakan Pak.

PP MUHAMMADIYAH :

Terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama kami mohonkan pamit seharusnya juga hadir bersama kami Ketua

Muhammadiyah yang membidangi hukum dan kebijakan HAM, Bapak Busyro

Muqoddas. Namun beliau masih di Jogja karena ada keluarga yang sakit.

Kami sudah menyiapkan pandangan Muhammadiyah terhadap Rancangan

Undang-Undang Pesantren dan telah kami berikan kepada sekertariatan.

Sebelumnya kami ingin sampaikan bahwa Muhammadiyah ini selalu dilihat pada

aspek banyaknya perguruan tinggi, sekolah menengah dasar sampai taman kanak-

kanak, serta rumah sakit. Tapi kami perlu sampaikan, Muhammadiyah juga

mengelola 324 Pesantren. Disebelah saya Dr. Maskruri adalah ketua lembaga

pengembangan pesantren Muhammadiyah.

Muhammadiyah memandang RUU Pesantren tidak dapat dipisahkan dari

Undang-Undang Pendidikan Nasional. Dengan demikian pengaturan yang lebih

tepat menurut pandangan kami adalah memasukan materi dalam RUU Pesantren

dan pendidikan keagamaan dalam naskah perbaikan Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional. Jadi semua muatan materi yang ingin dimasukan dalam

Undang-Undang menurut pandangan Muhammadiyah itu sebaiknya masuk dan

lebih jelas lagi didalam salah satu Bab di Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar 1945 mengingat telah ditegaskan bahwa pendidikan itu berada dalam

satu sistem.

Kemudian, kami Muhammadiyah memandang Rancangan Undang-Undang

yang dibahas di DPR RI yang berawal dari RUU insiatif DPR yang tadi sudah

disampaikan Nomenklaturnya adalah Rancangan Undang-Undang Pesantren dan

Pendidikan Keagamaan, dan telah pula disampaikan saat ini disetujui menjadi RUU

Pesantren ini perlu dibahas dengan sebaik-baiknya. Mengingat ada persolan-

- 11 -

persoalan krusial yang bersifat disintegratif, diskriminatif, dan subordinat. Karena

semula didalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan itu disamping

pesantren ada juga pendidikan-pendidikan keagamaan yang lain, meskipun tadi

sudah disampaikan terlalu kompleks kalau diatur didalam satu Undang-Undang.

Apakah ini berarti kedepan akan ada pula Undang-Undang pendidikan keagamaan

non-Islam. Ini patut di pertimbangkan, perlu ada landasan yang kuat yang mendasari

pijakan filosofis, pijakan sosiologis, dan pijakan yuridis yang baik, sehingga dapat

dipastikan adanya RUU Pesantren ini betul-betul sudah dikaji dengan sebaik-

baiknya. Tidak ada keliru bahwa RUU ini bisa ada tetapi perlu dilakukan kajian yang

mendalam sehingga kami menyatakan Nomenklaturnya adalah pendidikan,

sehingga tidak cukup dibahas oleh Komisi VIII tetapi juga Komisi X, atau Komisi lain

yang dianggap berkopeten untuk berbicara hal ini dan juga melibatkan semua stake

holder yang diperlukan baik Pemerintah maupun didalam masyarakat. Sehingga

betul-betul ada kepastian ini tidak bertentangan dengan Konstitusi.

Kemudian, Muhammadiyah memandang apa yang telah diatur didalam

Pemerintah dan Perturan Menteri Agama telah dapat memberikan ruang

berkembangnya pesantren dan upaya melakukan perbaikan sesuai dengan

perkembangan yang ada, dalam pengelolaan pesantren dan akan lebih dilakukan

karena hanya melibatkan Eksekutif didalam penyusunan perturan. Mutan-muatan

materi yang dianggap baik utuk berkembangnya pesantren itu akan lebih baik di

lakukan dalam tingkat peraturan Pemerintah. Kami melihat ini akan semakin bagus

kebijakan-kebijakan ini di tata dan dilakukan melalui cukup peraturan pemerintah.

Baru nanti yang dianggap apa yang sudah diupayakan sedemikian rupa peraturan

Pemerintah itu belum memberikan ruang gerak pesantren menjadi lebih baik dan

sebagaimana yang tadi dijabarkan dari Nahdahtul Ulama, kami sepakat itu bagus

sekali nah itu materi-materinya kalau sudah bisa di atur dalam peraturan Pemerintah

insyallah kemandirian pesantren akan tetap terjaga dan pesantren menjadi ujung

tombak dalam melakukan moderinisasi dan juga menjadi Islam moderat.

Kemudian kami melihat bahwa tujuan pengaturan RUU Pesantren agar ada

kesetaraan regulasi program kegiatan dan anggaran ini kemungkinan malah tidak

bisa diatur. Tidak bisa tercapai karena ada persoalan-persoalan yang kami sebutkan

tadi sebagai disintegrasi, diskriminasi, dan suboordinasi. Kalau kita melihat dari

rancangan ini menegaskan bahwa pesantren itu dari kemandirian berasal dari

masyarkat. Dan tidak ada pesantren negeri berarti, karena dari masyarakat. Karena

ini jelas menegaskan kepada pengaturan kepada pesantren yang dimunculkan dari

masyarakat, maka pendidikan pesantren dan pendidikan keagamaan itu bisa berada

dalam dua Undang-Undang yang satu ada didala Undang-Undang Pesantren ini bila

disahkan, yang satu ada didalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Mana yang ada dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional? Yaitu semua

pendidikan keagamaan negeri. Karena menereka akan diatur diketentuan sistem

pendidikan nasional, justru satu pendidikan ini dua Undang-Undang ini malah

- 12 -

menunjukan ada dua sistem yang membangun. Maka ini perlu ada kajian yang

sungguh-sungguh yang melihat dari sisi filosofi, sosiologi, dan yuridis pemisahan

yang dimikian.

Kemudian Muhammadiyah setelah mencermati naskah rancangan Undang-

Undang Pesantren yang saat ini tengah dibahas sebagaimana terlampir bersama

undangan rapat dengar pendapat umum dalam Rancangan Undang-Undang

Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, perlu dilakukan pengkajian dan pendalaman

yang menyeluruh. Berdasarkan beberapa DIM yang sudah disampaikan, kami

melakukan pengkajian. Pertama tentang judul kami sudah tegaskan, kalau ini

menjadi pesantren itu menjadi persolan besar, karena naskah akademik pasti tidak

membahas tentang aspek-aspek mengapa tidak terjadi pemisahan antara

pendidikan pesantren ataupun pendidikan kegamaan Islam dengan pendidikan-

pendidikan non-Islam. Ini perlu diperhatikan, apalagi kemudian antara pengaturan

pendidikan Islam sendiri antara swasta dan negeri itu juga diatur dalam Undang-

Undang berbeda kami katakan bisa mengatur suboordinasi karena pendidikan

pesantren dan pendidikan agama Islam itu diatur dalam Undang-Undang.

Sedangkan pendidikan agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu itu diatur

didalam peraturan Pemerintah. Malah justru lebih rendah dari apa yang ada. Apakah

memungkin kan? Itulah yang perlu dikaji secara mendalam.

Kemudian pengertian pesantren dalam RUU Pesantren menegaskan sebagai

lembaga yang berbasiskan dan dirikan masykarat, menjadikan terjadi pemisahan

secara tegas diselenggarakan oleh lembaga masyarakat dan diselenggarakan oleh

negara dimana pendidikan MI/MTS/MA akan berbeda dasar pengelolaan dan

pendanaan serta penjaminan mutu bahkan sampai ditingkat perguruan tinggi.

Kemudian terkait DIM 144 – 148 penyetaraan pendidikan pesantren non-

formal. Muhammadiyah memandang penyetaraan diperlukan dan diatur sesuai

dengan pendidikan lanjutan yang akan ditumpuh setidak-tidaknya dalam bentuk

matrikulasi dan ini bisa di kaji lebih mendalam lagi. Perlu bagaimana kemudian

pengaturan tetapi tidak terlalu menyulitkan bagi mereka untuk melanjutkan.

Kemudian terkait DIM 144,148 berkaitan dengan akreditasi. Muhammadiyah

juga berpandangan tetap diperlukan akreditasi dilaksanakan sebagai proses

penjaminan mutu. Kemudian Muhammadiyah memandang esensi terkait Pasal 16

terkait dengan DIM 195, khususnya Pasal 16 Ayat 1 dapat dipertahankan karena

diusulkan dihapuskan hanya pada Ayat 1 nya saja. Kaitannya terkait dengan

pengabdian pada masyarakat. tetapi yang kaitannya bahwa ada program-program

Pemerintah yang tadi disamapikan oleh Nahdahtul Ulamah ini menjadikan pesantren

tidak bisa mandiri karena menunggu program tetapi esensi di Ayat 1 nya Pasal 16

ini, itu sudah baik tinggal di perdalam lagi mungkin kalau ada yang masih kurang

tetapi hanya itu saja, untuk menjelaskan pengabdian pada masyarakatnya.

- 13 -

Kemudian terkait DIM 976, 984 pengaturan tentang Pendanaan

Muhammadiyah menyetujui masukan dari Kementerian Keuangan yang menyatakan

pernomaan harus menghindari limitasi dan penyebutan presentase. Bahwa

pesantren dinyatakan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, sehingga

pesantren memiliki hak 20 persen APBN menegaskan bahwa pesantren berada

dalam ranah pendidikan, sehingga pembahasan pesantren perlu melibatkan Komisi

X DPR RI. Pembagian anggaran APBN perlu diperhatikan agar tidak terjadi

diskriminasi, disentegratif, dan suboordinat mengingat dipisahkannya pendidikan

keagamaan Islam dan pendidikan keagamaan non-Islma, kemudian antara

pendidikan keagamaan Islam dan keagamaan negeri.

Kemudian kami melakukan pengkajian di luar yang ada didalam DIM, saya

kira ini nanti bisa dilihat kami bisa untuk memberikan hasil kajian. Nanti kami bisa

kirimkan ke sekretariatan kaitan dengan isi-isi di luar DIM. Kemudian yang terakhir,

Muhammadiyah merekomendasikan agar RUU Pesantren untuk dilakukan perbaikan

bersama dengan perbaikan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun

apabila di pandang RUU Pesantren tetap diperlukan maka pembahasannya harus

kembali dilakukan dengan kajian naskah akademik baru yang didalamnya

melakukan kajian untuk memberikan dasar yang kuat atas pemisahan pesantren

dan pendidikan agama Islam dengan pendidikan keagamaan yang lain, pengkajian

tersebut dengan melibatkan berbagai pihak untuk membahas naskah akademin

RUU Pesantren terutama antara Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan,

serta Komisi VIII dengan Komisi X DPR RI untuk memastikan memuatkan materi

dalam RUU Pesantren melibatkan seluruh komponen yang terkait dengan aspek

pesantren. Menjadi penting agar RUU Pesantren tidak bertentangan dengan

konstitusi, dalam hal ini negara hukum sebagaimana diatur dalam Konstitusi.

Demikian pandangan Muhammadiyah yang kami sampaikan pada

kesempatan kali ini, Terima kasih.

Wabillahi Taufiq wal Hidayah,

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh.

Terima kasih, Pak Maskuri.

Kita lanjut ke Jam'iyatul Washliyah, Pak Halfian Lubis.

- 14 -

AL WASHLIYAH:

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Bapak Pimpinan sidang yang kami hormati dan,

Seluruh Anggota dari Komisi VIII DPR RI yang mulia serta,

Sahabat-Sahabat kami, teman-teman kami dari Ormas Islam yang hadir, yang

di undang pada hari ini.

Izinkan kami, saya dari pengurus besar Al Jam'iyatul Washliyah. Saya

sebagai selain ketua adalah sebagai ketua majelis pendidikan Al Washliyah, nama

saya halfian lubis. Ada yang bilang lubis itu luar biasa atau biasa diluar sama Pak

itu.

Bapak-Bapak yang mulia, yang terhormat di Komisi VIII dan juga,

Hadirin dari Ormas.

Kami sudah mempersiapkan sebetulnya berbagai masukan hanya masukan

ini kami buat sangat awal dulu ketika belum ada penghapusan. Setelah ada dikirim

yang baru, itu ada penghapusan. Memang kami mengingkan perlu di hapus tetapi

sudah di hapus, bagus. Jadi catatan ini tidak banyak lagi yang perlu dikoreksi. Kami

setuju dengan apa yang sudah dirapihkan sampai sekarang draf ini. Walaupun tadi

ada masukan dari PBNU, dari Muhammadiyah, itu hal yang sangat bagus untuk

kesempurnaan dari draf RUU ini. Namun ada satu yang sedikit kami soroti dari sini

Pak dan juga teman-teman.

Masih di wilayah definisi, ketika menyebut santri disini. Istilah definisi santri

yang masih tertera sampai pada ini keingin kami ditambah dan diperluas tertera

disini santri adalah peserta didik yang menempuh berjenjang atau mendalam ilmu

agama Islam di pesantren. Dulu kami pernah mengusulkan tidak hanya di pesantren,

tetapi di pendidikan diniyah. Begini alasan kami Ormas Islam di Indonesia ini sangat

banyak dan rata-rata punya lembaga pendidikan, tetapi tidak semua itu sama. Di

Wasliyah yang lahir tahun 1930, di Sumatera Utara, kultur masyarakat Sumatera

Utara itu tidak mengantarkan anak-anaknya untuk mondok, tidak untuk mondok.

Tetapi ada pola lain yang di … kecuali yang ada pondok pesantren, kita mungkin

Bapak Pimpinan dari Tapanuli, disana itu yang sudah ada hanya di Tapanuli

Selatan, di Madina Purba Baru, dan ada satu dua lain disekitar itu. Kalau yang lain,

yang namanya mondok itu sangat sedikit, sangat langka. Maka Al Wasliyah itu lahir

dengan pendidikan diniyah nya itu, itu sangat kuat dan banyak lahir di kota dan ….

Dulu kita memperjuangkan hari santri nasional, itu semua Ormas terlibat, kita semua

terlibat. Yang masuk diniyah itu termasuk adalah santri, yang belajar keagamaan itu

- 15 -

adalah santri tetapi di RUU ini menjadi lebih sempit ada reduksi, sehingga nanti di

beberapa Ormas Islam termasuk Al Wasliyah itu tidak masuk kelompok pesantren.

Lima rukun yang tadi telah disebutkan ada Kiai, ada santri, ada kitab kuning,

ada masjid, baru yang terakhir itu ada mondoknya atau ada asarama. Kalau di Al

Wasliyah itu dari jumlah ada kurang 1.000 lemabaga pendidikan itu empat ini ada

semua. Kita punya Kiai, punya Ustad yang ahli agama, punya murid-murid, punya

kitab kuning, malah alumni-alumni Al Wasliyah yang belajar sampai kismu a’lli itu

juga bisa di terima di luar negeri, bahkan tanpa … itu sangat di akui, bahkan itu

tidak ada mondoknya, jadi ada empat ini, empat rukun sudah punya, satu tidak

punya. Apakah Al Wasliyah mau di delete tidak bisa masuk kelompok RUU

Pesantren ini. Ini yang kami usulkan, ini agak sedih juga kalau memang pesantren

nya. Makanya kami usulkan definisi di awal itu, santri adalah peserta didik yang

menempuh berjenjang atau mendalami ilmu agama Islam di pesantren atau di

pendidikan diniyah keagamaan, ini kultur. Maaf barang kali, yang terkenal itu kan di

pesantren itukan di Pulau Jawa, kalau di Aceh namanya ada munasah, ada dayah,

surau di Sumatera Barat dan sebagainya kultur masing-masing. … memang diniyah

itu.

Jadi usul kami itu satu, definisi santri itu di perluas ini sama dulu ketika kita

sama-sama Ormas Islam ini memperjuangkan untuk dipisahkannya hari santri itu.

Semua, tanda tanga Ormas Islam apakah kemudian Undang-Undang ini sebagian

Ormas Islam harus ditinggalkan karena tidak punya pondok. Ini mohon Bapak-Bapak

ini tolonglah diperhatikan nasib kami yang belum punya asrama pondok tadi itu ya.

Supaya bisa masuk dalam kelompok ini. Kami sangat kuat, sangat kental itu. Al

Wasliyah ketika membuka lembaga pendidikan tahun 1932 atau dua tahun setelah

berdirinya itu adalah diniyah semua, yang menciptakan ulama yang ahli agama. Jadi

dari lima rukun tadi, empat sudah punya, satu saja tidak punya dan paling ada satu

tetapi belum sempurna pesantren.

Berikutnya sudah banyak perbaikan disini kemarin juga masih ada kata-kata

tenaga pendidik dan kependidikan itu tidak ada di Nomenkelatur itu, yang benar

adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Tetapi sudah mulai bagus disini, sudah

ada perubahan. Hanya di Pasal 13 Pak, masih tidak perubahan, masih ada disebut

terutama di 45 tadi kita lihat. Ketika menjelaskan pendidikan pesantren atau diniyah

yang mudalah dan pendidikan diniyah yang formal. Diniyah muadalah itu disebutkan

pada Ayat berikutnya itu tentang masa belajarnya itu enam tahun. Tetapi yang

diniyah belum ada tersebut disini, belum di usulkan, yang disebut dengan ula,

wustha, dan ulya berapa tahun sebetulnya? Karena dilapangan ini menjadi suatu

problema, apakah empat tahun itu baru bisa disebut diniyah formal atau enam

tahun? Muadalah jelas empat tahun ini sudah jelas disini. Tetapi tentang diniyah

yang formal, ula, wustha, dan ulya ini belum di perjelas disini. Mohon ini

- 16 -

ditambahkan disini sehingga menjadi draf, menjadi Undang-Undang dia sudah

sangat sempurna,

Dan beberapa masukan lain, karena sudah banyak perubahan ada istilah-

istilah yang dipakai di Kementerian itu, terutama di Kementerian Agama. Kalau

sudah di kabupaten/kota itu yang mengurusi pesantren sebetulnya bukan bidang

urusan agama, urais, bukan ini yang mengurusi pesantren disana, itu lebih disana

kepada PD Pontren, kalo di pusat itu kan PD Pontren (Pendidikan Diniyah dan

Pondok Pesantren). Kalau sudah di Kanwil atau kabupaten/kota disini disebutkan

urais, urais ini lebih banyak ngurusin orang-orang nikah ini Pak. Jadi artinya di draft

ini kita baguskan sampai detail kesana, sehingga menjadi sempurna tidak ada yang

menggelitik disitu.

Masih tertulis disitu, tentang pendidik sudah cukup. Dari Al Wasliyah saya kira

sudah tidak ada lagi karena sudah banyak tentang penjenjangan. Penjejangan itu

selama ini kan, sebagaimana yang ada di PP No. 55 Tahun 2007 itu dia ada tiga,

yang ada di pesantren itu. Ada pesantren yang menyelenggarakan didalam itu

sebuah lembaga kependidikan SMP, SMA, atau SMK nya itu. Ada pesantren yang

melaksanakan tsanawiyah, atau Aliyah seperti tadi yang mengambil pendidikan

formal. Ada yang murni keagamaan tadi. Saya kira kita mengacu kepada tiga ini,

tidak membentuk satu yang lain, kalau ada sistem lain nanti mengganggu kepada

Undnag-Undang Nomor 20 Tahun 2003 atau PP 55 itu, atau ada pemikiran lain.

Kami … disitu saja, sehingga itu dikatakan pesantren itu.

Saya kira demikian pandangan kami, kami sangat meng appreciate dengan

upaya ini sehingga masalah pesantren ini menjadi Undang-Undang, tidak hanya PP

yang selama ini ada, atau mungkin yang lebih rendah dari itu. Demikian kami

sampaikan.

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh.

Terima kasih, Bang Alfian.

Kita lanjut dulu Dewan Dakwah, Pak Romli Kamarudin.

DEWAN DAKWAH:

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

…. Romli Komarudin dari pusat kajian Dewan Dakwah.

- 17 -

Yang pertama menghaturkan terima kasih, kepada yang mulia Pimpinan

sidang dan rekan-rekan Ormas lain.

Sebelum memasuki pada beberapa pandangan, kami ingin menyampaikan

prolog terlebih dahulu. Bahwa Dewan Dakwah dan hubungannya dengan pesantren

serta pendidikan dan keagamaan, itu tidak bisa dilepaskan dari pendefinisian

terhadap makna tafaqquh fiddin dan tafaqquh finnas dalam filosofis pendidikan Pak

Natsir. Kami harus menyebu Pak Natsir karena ketika menyebut Dewan Dakwah

tidak bisa terlepas dari Masyumi, Pak Natsir dari Masyumi.

Yang kedua Pak Natsir memberikan terjemahan tafaqquh fiddin dan tafaqquh

finnas itu menjadi sebuah rumusan yang disebut dengan benteng umat atau bengkel

umat. Pertama beliau sebut masjid, kedua pondok pesantren, dan ketiga kampus.

Dan nanti akan dijabarkan dalam visi misi Dewan Dakwah di kemudian.

Para Peserta Rapat terhormat,

Jadi ketika bicara soal, pondok pesantren dan pendidikan kegamaan bagi

Dewan Dakwah sangat percaya terhadap Ormas-Ormas Islam yang ada, yang

memang sudah bergelut sejak lama dalam dunia pendidikan. Karena itu kami

mengenalkan ketika berbicara Dewan Dakwah dan hubungan dengan Pondok

Pesntren dan pendidikan keagamaan, baru beberapa decade belakangan saja

Dewan Dakwah memiliki pondok pesantren Dewan Dakwa. Atau sekolah Dewan

Dakwah dalam makna menengah, dan pertama, lulusan pertama dan lulusan

menengah, dan kampus. Karena pada prispinya Dewan Dakwah, seluruh Ormas

Islam yang berjuang dalam pendidikan dan dakwah itu tidak biesa lepas sentuhan

Allah ya rob, Pak Natsir dulu agar memperhatikan tiga bengkel tadi. Masjid,

pesantren, dan kampus. Karena ini ada hubungan dengan, nanti persoalan kaitan

antara seperti apa lulusan pesantren. Walaupun Pak Natsir tidak membangun

pondok pesantren, tetapi dulu sudah menyerahkan ke Ormas-Ormas dengan

membagi semua hadiah. Yang diberikan oleh Amir Faisal, agar anak-anak pribumi,

agar anak-anak Muslim di negeri ini bisa menyekolahkan anaknya, bisa beasiswa di

Timur Tengah khususnya.

Maka untuk sekedar mengingatkan sejarh ada kader yang sangat hebat dari

Nahdatul Ulamah, Profesor Ali Mustofa Yakub itu tidak terlepas dari sentuhan Pak

Natsir, ada Profesor Yunahar Ilyas dari Muhammadiyah itu tidak bisa lepas dari

sentuhan Pak Natsir, dari K.H. Adnan Lubis dari Al Wiyah, kemudian dari banyak

lagi Madlaul Anwar, hampir tidak bisa lepas dari sentuhan Pak Natsir terkait dengan

kependidikan dan kepesantrenan, begitu sangat di junjung tinggi maksud saya.

Artinya ketika Panja DPR menyangkut persoalan pentingnya Rancangan Undang-

Undang yang lebih Paripurna, dan Dewan Dakwah sebagai terundang kami sangat

- 18 -

apresiasi sekali dan mengucapkan terima kasih, dan mohon maaf Pimpinan tidak

bisa hadir, saya Romli Komarudin dari pusat kajian Dewan Dakwah.

Adapun beberapa hal yang perlu kami sampaikan. Pertama soal

pendefinisian pesantren, tadi sudah disinggung dari rekan kami dari Al Wasliyah.

Memang betul tidak semua lembaga pendidikan Ormas memiliki lima rukun dan

tentu pendidikan yang kami rintis pun, tidak sampai pada lima rukun itu. Mungkin

agak mirip-mirip dengan Persis yang namanya pesantren persatuan Islam namun

tidak semua, artinya bisa mencukupkan dari lima rukun yang tadi tetapi bagi kami

namanya tetap pesantren. Perluasan definisi antara Salafiyah asriyah, ini perlu

ditegaskan agar tidak terjadi dalam kesimpula akhir, ketika menyebut pesantren itu

konotasinya salafiyah dalam makna yang lebih sempit lagi, gitu. Artinya yang asriyah

yang lain tidak masuk pada kategori pondok pesantren, padahal namanya sudah

pondok pesantren. Adapun kalau memang ada kekurangan justru disini Pemerintah

hadir untuk menyempurnakan. Kalau memang ada yang perlu dibantu disitulah

Pemerintah memiliki kewajiban untuk membantu menyempurnakan saya fikir. Agar

tercapainya lima unsur tadi.

Kemudian yang kedua soal pengembangan literasi Dewan Dakwah melihat

kitab kuning sudah pasti wajib. Bagi pesantren, tidak sah dikatakan pesantren kalau

disitu tidak ada kitab kuning. Tetapi pemaknaan terhadap kitab kuning ini harus lebih

dikembangkan kemabli artinya menjadi kitab putih, Kitab putih yang dimaksud

meliputi literature-literatur yang dilupakan selama ini oleh pondok pesantren itu

sendiri adalah literature ketokohan.

Ini ada beberapa pengalaman dari saudara-saudara kita di Malaysia hampir

tiap tahun datang ke Jakarta, ketika kami tanya ABIMM (Angkatan Belia Islam Muda

Malaysia). Apa yang menyebabkan anda semua terdorong untuk datang ke Jakarta

sampai ruti tiap tahun, ingin belajar ketokohan Indonesia masa lampau, itu

jawabannya. Nah nampaknya kami dapat … (Suara Terputus)

F-P.NASDEM (KH. DJA’FAR SODIQ, SH.):

Mohon maaf Pimpinan.

Sebentar Pak, kalau boleh minta fotokopi nya. Ini saya bersaran Anggota

tidak hadir bisa mendapatkan juga.

Terima kasih.

- 19 -

DEWAN DAKWAH:

Rekan-rekan ABIMM ketika ditanya, jawabannya ya kami banyak perlu belajar

kepada tokoh-tokoh di Jakarta. Karena kami bisa berkembang di Malaysia, karena

belajar pada tokoh-tokoh Jakarta. Lalu kami tanya, apa yang mendorong, yang

menjadi catatan dari tokoh-tokoh kami di Jakarta? Kegigihannya katanya. Sampai-

sampai kami mendapat undangan, justru ketokohan Buya Hamka, ketokohan Hasan,

ketokohan Natsir, ketokohan K.H. Wahid Hasyim, dan lain sebagainya banyak di kaji

di Malaysia. Nampaknya di pondok pesantren kita, kering dari ketokohan itu.

Jadi tolong dimasukan pengembangan literasi, literasi ketokohan agar kita

tidak kehilangan arah pijakan tokoh-tokoh. Jujur minggu-minggu ini kami suka

mendapatkan tawaran dari salah satu Deputi Kementerian Kerajaan Saudi Arabiah,

Dr. Abdul Azis Amar, agar ketokohan-ketokohan di negeri ini dipopulerkan di Saudi

Arabia. Yang pertama mereka minta salah satu tokoh kita begitu. Muhammad Natsir

yang Alhamdulillah sedang dirancang dan akan diterjemahkan kedalam dua bahasa,

bahasa Inggris dan bahasa Arab, dan itu permintaan.

Kemudian yang ketiga, soal kelembagaan dakwah. Bagi kami dakwah include

di dalamnya pendidikan, termasuk didalamnya ya pondok pesantren, terjaring dalam

dua kalimat binaan dan bifaan, begitu ya. Umat di bina, umat juga di jaga, di kawal

akidahnya. Maka ini terlahir visi-misi Dewan Dakwah yang disitu terkait dengan

pendidikan, tidak bisa lepas dari lima pokok misi kami dan itu kami sebarkan juga ke

pesantren-pesantren. Mengawal akidah Islam, menegakan syariah Islam, merekat

ukhuwa Islamiah, menjaga keutuhan NKRI, mendukung solidaritas Dunia Islam.

Jujur senag tidak senang, suka tidak suka pandangan selama ini, ada pandangan-

pandangan miring terhadap pesantren ataupun pesantren tertentu Dewan Dakwah

mempunyai kewajiban melakukan pembelaan terhadap mereka.

Ini soal pesantren, saya mohon dalam Rancangan Undang-Undang pun bisa

dimasukan sejauhmana pesantren bisa berekspresi tentang lembaganya tanpa ada

rasa takut untuk mengembangkan apa yang ada filosofi pendidikannya dan ini perlu

pengawalan. Saya pikir tidak etis, ketika ada satu yang dijunjung tinggi, ada yang

satu merasa tadi, teranak-tirikan. ini lebih teranak tiri kan lagi barang kali. Ini bisa

berbahaya.

Saya fikir adapun hal-hal yang lain, karena tadi sudah terwakili dengan yang

lain pada prinsipnya kita setuju bahwa konsep rahmatan lil alamin, itu perlu kita

bangun berkemajuan, ke nusantaraan perlu kita bangun, tetapi dalam definisi-

definisi yang wajar, yang tentu selama tidak keluar koridor kebangsaan. Saya fikir

demikian.

Terima kasih.

- 20 -

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

KETUA RAPAT:

Wa’alaikumsalam,

Kita lanjut dulu Persis, Pak Furqon.

PERSIS:

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Yang saya hormati Pimpinan Komisi VIII,

Yang saya hormati Anggota Panja Pesantren,

Yang saya hormati juga Kesekertariat Komisi VIII,

Begitu juga sahabat-sahabat kami dari PBNU, PP MUHAMMADIYAH, Al

Jamiatul Wasliyah, dan juga dari Dewan Dakwah.

Saya akan awali, penyampaian pemaparan ini, kata-kata Cak Nur. Cak Nur ini

pernah mengatakan, seandainya kita tidak pernah dijajah oleh Belanda mungkin

pesantren Krapiak, pesantren di Jombang itu sama akan berdiri sama seperti

Harvard University atau Oxford University, kenapa karena Harvard, Oxford adalah

asalnya sekolah keagamaan, kalau dikita ini ya pesantren lah. Bagi kami orang

pesantren, alumni pesantren yang pernah mondok di pesantren. Suka tidak suka,

diakui atau tidak diakui selama ini sistem pendidikan di pesntren itu jadi anak tiri.

Namun demikian pendidikan di pesantren berjalan terus. Bayangkan untuk

mendirikan pesantren cari tanah wakaf, bangun sekolahnya wakaf, iuran dari

masyarakat, bayar iuran dari masyarakat, bayar buruhnya juga lillah. Orang yang

datang ke pesantren cukup membawa beras, kitab juga dihutangi santrinya

bermacam-macam lah. Jadi seakan-akan kami ini mengembangkan pendidikan ya

sendiri saja, Negara tidak ada, Pemerintah tidak ada. Saya terus terang sebagai

alumni pesantren merasa bersyukur akan lahirnya RUU ini. Namun demikian

memang perlu beberapa hal dijadikan catatan. Namun sebelum masuk hal tersebut,

saya ingin menyampaikan sedikit tentang Persatuan Islam (Persis) dan juga

hubungannya dengan pesantren.

Persis didirikan seperti juga Ormas-Ormas Islam yang lain, Sarekat Islam

1905, Muhammadiyah 1912, Persis 1923, Nahdatul Ulam 1926, Jamiyatul Wasliyah

1930. Ini pada dasarnya adalah berdirinya pesantren atau Ormas-Ormas ini adalah

untuk anti-tesa terhadap pendidikan Hindia Belanda, sebetulnya itu. Persis dan

- 21 -

Ormas lainnya berkontribusi terhadap tumbuhnya gerakan nasional lawan

penjajahan Belanda dan juga Jepang.

Persis berdiri di Bandung, 12 September 1923 bermula dari study club

kemudian Persis fokus pada gerakan dakwah pendidikan terutama pendidikan

keagamaan. Sejak 1932 Persis telah mendirikan sekolah pendidikan Islam (Pendis)

di Bandung. Kemudian 1936 Persis mendirikan pesantren di jalan Pejagalan, di Kota

Bandung. Hingga kini telah ada 327 sekolah dan madrasah, serta 353 pesantren

didiriakn Persisi baik di Sumater Barat, Riau, Jawa Barat, khususnya Banten, DKI

Jakarta, Jawa TImur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.

Pesantren Persis ditujukan sebagai lembaga tafaqquh fiddin. Pesantren

Persis dikelola sebagai lembaga pendidikan kader ulama, persis dibawah naungan

Ormas Islam dengan ciri khas penomoran pesantren, Persis nomor 1,2, dst…

Di sini saya ingin menegaskan, bahwa sistem pesantren di Persis, pesantren

itu milik Ormas bukan milik pribadi-pribadi Pimpinan pesantren. Oleh karena itu, di

Persis pesantrennya selalu bernomor, nomor-1, nomor-2, nomor-3, nomor-4, dan

seterusnya. Itu juga untuk menunjukan kapan dia didirikan. Kalau pesantren

Pejagalan, nomor-1 dan juga nomor-2 karena memang itu yang pertama. Jadi

semua bisa dilihat sejarahnya, karena apa karena memang dikelola oleh Ormas.

Oleh karena itu, kaitannya dengan Rancangan Undang-Undang ini kalau tidak salah

saya Pasal 11, bahwa pesantren harus berbadan hukum. Ini menjadi keberatan bagi

kami, mengapa karena nanti Ormas, lembaga induknya tidak bisa berbuat apa-apa.

Kenapa karena ini berbadan hukum sendiri “Menjadi kerajaan sendiri”. Jadi ini perlu

juga ditinjau.

Yang kedua alasanya terhadap Ayat tersebut. Kalau memang nanti ini mau

diberikan bantuan oleh Pemerintah dan Pemerintah perlu meng audit bantuan

tersebut, karena ini uang negara, kalau diberikan masing-masing Ormas agak sulit.

Mengontrolnya seperti juga kesulitan mengontrol bantuan keuangan untuk desa,

saking banyaknya agak kesulitan. Sekarang …. Untuk pesantren, pesantren yang

tidak punya standar akuntansinya ini akan semakin kesulitan, begitu. Dan alangkah

kami tidak menginkan naudzubillah, mungkin tidak sampai korupsi, mungkin salah

tulis dan juga administrasi pesantren dituduh korupsi, ini kan bisa kacau. Bukan

dikorupsi bukan diambil cuman salah nulis karena tidak terbiasa kami harus ngurusin

akuntansi, fotokopi harus ada kuitansinya, itu-ini harus ada kuitansinya. Sementara

basic pesantren adalah trust (percaya) begitu.

Itu dua hal yang menjadi concern bagi kami. Oleh karena itu, jadi …

kemudian yang kedua juga adalah seperti Jamiah Al Washliyah juga, meski di kami

mayoritas rukun pesantren itu sudah ada. Jadi ini rukun pesantren ini diambil dari

Zamakhsyari Dhafir, intelektual kita yang lulus dari … yang mendefinisikan

- 22 -

pesantren itu harus ada lima rukun itu. Tetapi juga sebagian, sekitar 30 persen

banyak yang diniyah, begitu. Saya rasa, saya sepakat juga dengan apa yang

didefinisikan oleh Jamiah Al Washliyah supaya ini diperhatikan, begitu.

Kemudian pendidikan mualimin di kami disetarakan madrasah aliyah. Namun

dengan penguatan pengetahuan agama yang lebih banyak serta keterampilan

khusus mengajar dan Tabligh. Out put dan out come pendidikan muallimin adalah

keberedaan dan kaderisasi para pengajar agama untuk tingkat dasar atau madrasah

diniyah ula. Melihat faktor sejarah pendidikan Islam yang dibangun secara khas oleh

Persis, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut :

Mendukung RUU Pesantren dengan catatan bahwa ciri khas pesantren yang

berbasis Ormas tetap dipertahankan. Diantaranya pesantren berbasis Ormas tidak

perlu berbadan hukum tersendiri.

Kemudian harus jelas juga pesantren kategori pesantren salaf dan pesantren

khalaf modern, yang tetap dipertahankan dan itu ada ciri khasnya masing-masing.

Dan itu harus diakui juga, gitu.

Untuk istilah pesantren khalaf, kami menginkan untuk pesantren modern

khalaf tetap ada dalam ketentuan umum RUU ini, serta bagian isinya. Kemudian

diusulkan ada Pasal khusus terkait dengan kategori pesantren shalaf dan pesantren

modern.

Kemudian yang terkahir seperti juga dari PBNU, sekiranya memang masih

ada waktu dan tidak kejar target ini perlu pendalaman yang lebih lanjut dan kalau

memang tidak perlu disahkan dalam periode ini, masih bisa dibahas pada periode

berikutnya juga tidak apa-apa. tetapi kalau memang harus pada periode ini

masukan-masukan dari kami tolong di pertimbangkan dengan secara seksama.

Demikian yang bisa saya sampaikan.

Akhirulkalam,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa'alaikum salam warahmatullah.

Alhamdulillah sudah menyampaikan semua sungguh luar biasa, sekalipun

yang diperbincangkan tadi itu sudah dibahas di Panja. Namun demikian catatan-

catatan ini menurut kami penting. Seperti usul Al Wasliyah didukung oleh Persis tadi

itu, saya teringat Pak tentang diri saya, waktu begitu tamat SD tidak tahu tamat

- 23 -

sekolah, karena keluar dari desa itu tidak memungkinkan buat saya. Mungkin faktor

orang tua terlalu jauh, lama-lama ada yang arif juga orang tua di kampung itu

mendirikan madrasah, kami menyebutnya pesantren, tetapi kalau definisi ini tidak

masuk didirikan ini. Akhirnya tamatan SD yang sudah tiga tahun bertumbuh masuk

di situ semua. Persis Pak, bangunannya dia, mencari guru dia, membeli kitab dia,

dihutangi kita. Saya kayany belum lunas sama yang punya sekolah itu. Tetapi itulah

tanggung jawab para orang tua yang arif, bahwa dia tidak memikirkan apa yang

dapat dari sekolah itu, tetapi dia prihatin melihat anak-anak tidak ada tempat

sekolahnya. Saya fikir sekalipun kategori itu tidak masuk kategori pesantren tentu

tidak boleh luput dari Undang-Undang ini.

Saya fikir ini masukan yang luar biasa.

Tadi saya melihat Anggota Panja masih banyak, ini pandang kiri-kanan

kemana Anggota, sekalipun ini hanya menambah masukan Pak, tidak perlu kuorum,

tidak perlu kita perdebatkan. Bagi kami masukan ini sudah luar biasa.

Hari ini masih ada Ibu Weni dari Fraksi Partai Golkar, Dapil Depok-Bekasi. Ini

sudah periode akan ke-2, dan luar biasa mengalahkan beberapa Menteri. Menteri

Agama dikalahkan, Menteri Tenaga Kerja dikalahkan. Kemudian ada Pak Iskan

Qolba Lubis, ini sama-sama luar biasa, tetapi kalau yang ini biasa di luar. Wakil

Ketua di Komisi VIII, Dapilnya sama dengan saya, sama-sama Sumatera Utara II,

dari Fraksi PKS, pesantren juga. Pesantrennya di … dekat-dekat KH. Mukhtar Muda

Nasution. Saya Marwan Dasopang, dari Fraksi PKB, Wakil Ketua Komisi VIII dalam

hal ini menjadi ketua Panja.

Karena tinggal dua orang kami persilakan Bu Weni dahulu.

F-PG (WENNY HARYANTO, SH.) :

Terima kasih, Pimpinan.

Yang saya hormati Pimpinan dan Wakil Pimpinan,

Serta para undangan Ormas yang saya banggakan.

Setelah menampung usulan-usulan dari para wakil-wakil Ormas yang hadir.

Yang saya tangkap ini ada tiga hal penting yang sudah saya catat.

Pertama, Kelihatannya ada keinginan supaya Undang-Undang Ormas ini

jangan terburu-buru, jadi memgingat pentingnya RUU Pesantren ini maka

diharapkan untuk dibahas secara hati-hati, seperti itu. Supaya nanti hasilnya betul-

betul bisa digunkan. Karena percuma juga kita membuat Undang-Undang terburu-

buru tetapi ternyata tetap tidak bisa diterapkan, seperti itu.

- 24 -

Kemudian yang kedua juga ternyata kalau kita melihat dikonsepnya itu ada

rukun pesantren itu yaitu, yang pertama harus ada Kiai, kemudian harus ada santri,

kemudian harus ada masjid atau mushola, dan ada kitab kuning, kemudian yang

terakhir asrama/pondokan. Itu kelihatannya pesantren di Indonesia, ini baru wakil

beberapa tetapi ternyata sudah tertampung bahwa tidak serta semua pondok

pesantren itu memiliki pondokan asrama. Jadi itu juga tentunya harus menjadi

pertimbangan kita supaya jangan ada reduksi dari pondok pesantren, sehingga nanti

jadi merugikan pondok pesantren yang sudah ada, yang bisa jadi banyak sekali

pondok pesantren, yang tidak memiliki asrama seperti itu.

Kemudian terkait dengan pondok pesantren yang juga harus berbadan hukum

seperti itu. Dan juga tadi dari Ormas Persis ya, yang saya tampung harus berbadan

hukum. Kemudian kalau mau menerima ini, anggaran dari APBN/APBD tidak usah

mempertanggungjawabkan penerimaan dananya karena basic dari pondok

pesantren Ormas adalah trust seperti itu, nah itu tentunya masukan-masukan yang

perlu kita kaji mendalam sebetulnya, apasih yang ini nanti. Karena kita, nanti kita jadi

ada di tengah-tengah ini Pemerintah tentunya harus mempertanggungjawabkan

dana APBN/APBD sementara juga pondok pesantren tidak terbiasa

mempertanggungjawabkan hal-hal seperti itu. Tentunya itu akan ada masalah

tersendiri lagi.

Seperti saja sementara dari saya, dan mudah-mudahan ini nanti bisa dikaji

lebih mendalam lagi nanti mungkin kita ada masukan-masukan dari pihak-pihak lain

lagi yang belum masuk di sini, seperti itu.

Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PERSIS :

Mohon maaf Pak Pimpinan.

Sedikit klarifikasi sedikit.

Maksud saya Bu, pesantren itu tidak perlu berbadan hukum, kalaupun ada

bantuan tidak ke pesantren tetapi ke Ormas-nya, karena pesantren itu milik Ormas.

Sehingga akuntabilitasnya jauh bisa lebih dipertanggungjawabkan ketimbang satu-

satu ke pesantren, begitu. Dan pemberian bantuan ke pesantren pada Ormas-nya

juga sesuai tingkatan ada yang di daerah, ada yang di wilayah, ada yang di pusat.

Sehingga dengan demikian Pemerintah mudah mengauditnya.

Demikian Bu, terima kasih.

- 25 -

KETUA RAPAT :

Sebelum kita tutup, kami persilakan Pak Iskan Qolba

F-PKS (H. ISKAN QOLBA LUBIS, M.A./PIMPINAN) :

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Teman-teman Komisi VIII, dan juga Bapak-Bapak Ormas yang kami hormati.

Saya tamatan dari Madrasah Itidawiyah, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah.

Pernah dulu sekolah guru, empat tahun, tetapi saya tidak begitu mengerti mengajar,

saya dulu sekolah PGNU, paman saya H. Mukhtar Muda Nasution, itu tokoh NU di

Sumatera Utara, mungkin dekat dengan Pak Gusdur dulu itu sering kalau utusan

dari Sumatera Utara itu beliau, tamatan Mekah.

Tadi saya berimajinasi, saya perhatikan Oramas ini luar biasa kekayaannya.

Jadi kalau sekiranya Indonesia di gempur Amerika pun, Indonesia ini tidak hilang

begitu. Karena cukup dikuasi oleh Ormas-Ormas ini. jadi seperti Muhammadiyah

tadi, kekayaannya luar biasa seperti itu mungkin salah satu kekuatan Ormas ini,

pertama tidak masuk ke politik praktis. Kalau dia sudah jadi partai umpanya mungkin

agak seru berisisannya jadi itu sikap yang sangat arif ya. Bukan berarti dia tidak

masuk politik, tetapi tidak masuk percaturan itu. Tetapi dia membina umat, tetapi

saya lihat tadi, saya perhatikan itu salah satu universitas terbesar di dunia itu, kalau

di Eropa, Oxfor ada semacam lembaga, semacam wakaf, artinya ada orang kaya

yang mewakafkan. Azhar juga begitu, ini sudah ada di Persis dan juga di

Muhammadiyah. Tetapi saya bisa membayangkan juga NU punya kekayaan luar

biasa begitu, walaupun belum ada induknya yang langsung seprti itu, tetapi

administrasi, dia bisa disatukan dengan kultur itu juga luar bisasa.

Mungkin kedepannya kalau kita bisa bangun satu kekuatan dari pesantren,

katakan kita jualan kacang saja umpamanya dibeli orang pesantren semuanya kita

sudah mengalahkan perusahan kacang Garuda itu barangkali. Jadi kita berharap

memang nanti kalau bisa di Undang-Undang itu kita buat Pasal yang bisa membuat,

menjadi satu kekuatan dari masyarakat. Jadi ketika kekuatan negara itu goyang,

masyarakat masih tetap kuat.

Yang kedua, dengan … keberagaman ciri khas masing-masing ini harus kita

jaga, kita pelihara, dan orang semua bilang unik Indonesia ini. Ada pesantren tidak

ada uangnya dari awal begitu, bisa hidup begitu, orang tidak bisa kebayang. Hampir

diseluruh dunia itu pendidikan itu semua dikelola oleh negara atau ada badan wakaf

tadi. Jadi mungkin yang saya tadi menarik itu usulan dari teman-teman dari NU, itu

- 26 -

sudah kita masuk kepada IT 4.0 tadi ya, ini salah satu pemikiran yang sangat maju

menurut saya dan saya rasa itu sangat mungkin anak-anak pesantren itu sangat

pintar-pintar ya. Apalagi akhlak mereka, jadi itu mungkin juga, jadi tetap nilai-nilai itu

kita pertahankan tetapi sudah dia boleh juga menerima fasilitas, fasilitas modern

yang bisa kita bisa jaga.

Insyallah kami dari Komisi VIII akan meng-back up cuman. Kami memang

ingin memisahkan antara Kiai dengan lembaga ini karena jangan sampai

umpamanya ada anggaran negara itu masuk ke Kiai, begitu ya. Tetapi masuk

kesitunya saja, ke sekolahnya begitu. Artinya badan administrasinya itu ya. Ada

kepala sekolah, atau siapa itu saja. Sebab seperti yang dibilang tadi di Undang-

Undang kita kadang-kadang Undang-Undang nya sudah bagus, tetapi pelaksana

hukumnya dia main-main saja di Undang-Undang itu, “Cari-cari kesahalannya”.

Padahal umpamanya sedikit yang masuk, tiba-tiba nama Kiainya itu hancur dari situ.

Kalau politisinya sudah hancur-hancuran, jangan sampai Ormas-Ormas kita, jadi

itulah yang perlu kita atur. Tetap dia peran negara juga harus ada, dan bahkan kita

sedang membahas juga 20 persen anggaran juga belum adil sebetulnya. Seperti

madrasah-madrasah pesantren itu 90 persen dikelola oleh masyarakat. tetapi

perhatian … sangat sedikit, ini minimal pengakuan saja, pengakuan dimudahkan

kepada mereka. Kalau kita ini seperti tamatan pesantren, waktu dulu di mesir tidak

mudalah terima. Tetapi ada teman kita sebagian dari Medan, sudah diakui disana

jadi kalau masuk keluar negeri itu mualimin itu di luar negeri itu sudah dianggap

magister. Diterima disana dirasah ulya, dirasah ulya-nya 4 tahun tidak lulus-lulus.

Jadi itu membuktikan pesantren-pesantren itu sangat kuat bahasa arabnya.

Dan kita sekarang masih ragu juga tamatan-tamatan yang tidak menguasai bahasa

arab itu jadi ulama sepertinya berat. Jadi maksud kita ada juga sekolah yang

mempersiapkan para ulama-ulama kedepan dan saya lihat di Persis itu kuat ya.

Sudah lama saya dengar Persis itu, pokonya kalau saya dengar Persis itu, dia jago

masalah hadis hujahnya kuat, seperti itu kita butuh sekali pengawas ulama. Jadi kita

ucapkan terima kasih, insyallah Undang-Undang ini kita usahakan selesai karena

banyak masukan, semua pesantren juga nanti kita masukan, walaupun tidak bisa

dapat semua, jangan semua ditinggalkan. Karena ini mendesak dari pesantren-

pesantren juga permintaan itu.

Target kita diakhir periode ini kita sudah disahkan. Masukan ini sudah sangat

banyak, dan semuanya ini sudah di rekam, nanti akan ada tim yang akan mengolah

ini masukan-masukan. Walaupun tidak terlihat banyak ini direkam ini diolah lagi, dan

memang Anggota-Anggota yang sedang ada pelatihan kebangsaan di Lemhanas,

jadi banyak teman-teman kesana.

Terima kasih.

- 27 -

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak ketua.

Terima kasih para tamu undangan.

Saya tidak mengulas lagi satu per satu pandangan yang disampaikan,

kembali kami menyampaikan bahwa RUU ini memang target harus disahkan

periode, kalau kita undur lagi di periode yang akan datan itu akan mengulang dari

awal. Belum tentu cara pandangnya seperti itu, tetapi semua usulan yang

disampaikan ini tentu akan coba kami godok lagi, dan ini terima kasih cukup luar

biasa bagi kami masukan ini. Kami akan rumuskan kembali poin-poin yang diberikan

ini, dan kami berjanji rumusan akhir yang telah masuk ini nanti kami sampaikan

kembali lagi, sebelum kita putuskan. Kami berharap Undang-Undang ini betul-betul

bisa menjaga martabat pesantren. Yang kedua bisa mempertahankan independesi

pesantren. Jadi ciri-ciri itu Pak Furqon tetap kalau di Persis itu, lembaganya ada di

Ormas, kita pertahankan seperti itu kalau bantunya ada di sekolah, tetapi masuknya

lewat organisasi jadi ini semua bentuk-bentuk itu kita pertahankan.

Kemudian keinginan teman-teman diperlakukan adillah pesantren ini jadi

lulusan itu jangan dipersulit. Dari sejarha yang sudah ada, lulusan pesantren ini

jangan dipertanyakan lagi kualitasanya tentu kita setuju yang disampaikan oleh dari

Muhammadiyah, harus ada kualitasnya harus dijaga juga tidak semua pesantren

langsung lulusannya di akui. Tetapi harus ada semacam akreditasi. Kalaupun

akreditasi ini kita harus hati-hati jangan menjadi perangkap seperti yang dijelaskan

PBNU tadi. Jadi jangan menjadi titik masuk untuk mengatur kita, tetapi bagaimana

cara membuatnya, nanti kita coba kita rumuskan.

Kami kira itu terima kasih sekali lagi kepada kita semua. Kami tidak bisa ...

PP MUHAMMADIYAH:

Sedikit.

Saya ingin menambahkan kawan tadi, mungkin kalau memang harus

disahkan di periode ini. Definisi itu perlu clear dahulu, tadi diusulkan oleh Al Wasliya,

oleh Persis dan kalau definisi yang ada pesantren Muhammadiyah pun tidak masuk

disitu. Kerena pesantren Muhammadiyah didalamnya formal sekolah atau

madrasah, mondok ada kalau definisi disinikan kitab kuning dan dirasah Islamiyah

dengan pola pendidikan mualimin. Pola pendidikan mualimin ini mengikat, dirasah

Islamiyah dengan pendidikan mualimin yang selain ini tidak bisa masuk. Kami punya

mualimin tetapi yang banyak bukan mualimin, itu yang perlu ditegaskan.

- 28 -

Kemudian mah’ad aly pesantren luhur, pesantren tinggi kami punya, tetapi

bukan bentuknya asalnya pesantren tetapi ada di perguruan tinggi. Ini juga perlu

diakomodir kami ada punya pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah itu adanya di

UMY dan UAD. Jadi itu saringannya khusus dan dibiayai perserikatan, bagian dari

universitas, dia pesantren di perguruan tinggi. Ini juga harus masuk sebab definisi

yang ada di sini dia tidak akan masuk. Jadi definisi perlu clear untuk mengakomodir

keberagaman. Sehingga semau tipologi pesantren fariasi pesantren yang ada di

Indonesia itu tidak mendapatkan tempat.

Kemudian memang sekarang itu trend Pemerintah, ketika memberikan

bantuan itu harus ada badan hukum yayasan. Padahal seperti Muhammadiyah

badan hukumnya satu. Ketika sekolah, ketika madrasah harus mendirikan badan

hukum sendiri, inikan terpisah dari induknya ini, jadi ya badan hukumnya ya satu itu,

sama persis. Ini juga perlu dipertimbangkan dalam menyusun, terima kasih

Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kita sudah catat mengenai definisi tadi. Kemudian mengenai badan hukum,

maksud badan hukum yang kita inginkan itu sebetulnya menyalurkan APBD/APBN

itu. Letaknya di mana? Nanti kita carikan seperti apa caranya. Itu saja tujuannya.

Kami kira begitu ya Pak.

AL WASHLIYAH:

Ustad mungkin ada sedikit tambahan.

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Kami sangat teratarik ini dengan pertemuan hari ini, dengan kita diundang

walaupun ada sedikit yang kami ingin minta penjelasan sebagai mungkin oleh-oleh

informasi yang bagus.

Kalau kita cermati sebelum inikan dia hanya ada pada PP 55/2007 dengan

pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, baru pada tataran PP (Peraturan

Pemerintah) dan ketika menyebutkan tentang pendidikan keagamaan, pesantren itu

ada diangkat di situ. Ini sekarang ini satu lompatan yang sangat jauh pendidikan

keagamaannya ditinggal situ suka pesantrennya langsung dijadikan Undang-

Undang. ini kira-kira politisnya apa Pak? Mohon kami diberikan itu, barangkali.

- 29 -

KETUA RAPAT:

Tidak ada politisnya Pak, tetapikan semuanya gerakan kita bernegara ini

pada akhirnya politis juga, terutama aspek kesejarahan. Aspek kesejarahan itu

dikajian Naskah Akademiknya itu disebutkan tiap pesantren, sebelum ada Indonesia

itu sudah ada pesantren. Dan bahkan pesantren itu yang menanamkan nilai-nilai

kebangsaan, perjuangannya liar biasa dan akhirnya ikut melahirkan Republik

Indonesia ini. Sebegitu besar perjuangannya, lulusannya masih dipertanyakan harus

muadalah. Itulah yang tidak adil itu, masa diragukan lagi lulusannya layak atau tidak

layak harus muadallah Pak, itu saja.

Jadi karena itu, selain memberikan kebebasan dan menjamin ekstitensi

pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua dan terunik di dunia, keragaman yang

tadi itu harus ada Undang-Undang yang menjamin itu berlangsung, itulah tujuan

yang Undang-Undang ini. Selain itu, karena tadi kita sudah mendengarkan paparan,

ini semua dikerjakan tanpa negara sampai sekarang masih ada. Kata Pak Iskan

“Uangnya dari mana, lanjut terus, semuanya tak terduga-duga” kapan gaji guru

besok ada, bayaran gurunya, selalu begitu. Masa dibiarkan terus menurus Undang-

Undang menyebutkan mencerdaskan anak bangsa itu tugas negara. Yang

dikerjakan pemerintah ini sudah diambil alih oleh masyarakat, bolehlah dari

kekayaan negara ini diberikan. Ya menambah bangunan, ya menggaji guru,

memberikan kesempatan kepada anak-anak.

Kira-kira begitu, anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah ijazahnya itu boleh

bekerja. Muadallah itu juga tidak murah Pak, penyetaraan itu ujian lagi kesekolah

sana jauh, kira-kira begitu.

Itu kalau dianggap politis itulah politisnya. Kalau tidak dianggap politis

sebetulnya ini hak pesantren yang belum ada payungnya. Nanti kita tentu

mencarikan bagaimana pemisahan atau apakah included didalam Diknas seperti

yang disampaikan oleh dari Muhammadiyah tadi, nanti kita carikan seperti apa

Naskah Akademiknya supaya ini menjadi tidak bertentangan. Kita setujulah pikiran-

pikiran yang ada tadi.

Kami kira ini dari kita, cukup kami kira dan sudah kaya betul kami dengan ide-

ide ini, dan kita masukan kemabali lagi nanti ke Tim Perumus, kita akan masukan di

mana poin-poin nya itu nanti. Kami kira itu sekali lagi, terima kasih.

Mohon maaf atas kehadiran Bapak-Bapak disini kurang layanan dari kami

dan pemikiran ini kami ucapkan terima kasih, sekali lagi. Akhirul kalam wallahul

muwafiq kita tutup dengan mengucapkan Alhamdulillah hirobbil alamin.

(KETOK PALU : 3 KALI)

- 30 -

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

(RAPAT DI TUTUP PUKUL: 15.40 WIB)