DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA · bahwa Negara Kerajaan Inggris sebagai salah satu...

55
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -------------------------------------------- LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KE NEGARA FEDERASI RUSIA, NEGARA REPUBLIK PERANCIS, NEGARA INGGRIS DAN KERAJAAN BELANDA DALAM RANGKA PERSIAPAN PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN HUKUM ACARA PIDANA (HAP) I. PENDAHULUAN Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana yang diamanat kan oleh Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “ Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang” dan juga Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran, dan Fungsi Pengawasan. Pelaksanaan Fungsi Legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan pembentukan Undang-Undang. Komisi III DPR RI sebagai salah satu alat kelengkapan dewan yang memiliki ruang lingkup kerja di bidang Hukum, Hak Asasi Manusia dan Keamanan telah diberikan tugas oleh Badan Musyawarah (BAMUS) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. PW/ 01104/ DPR RI/ I/ 2013 tertanggal 31 Januari 2013 untuk melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Rancangan Undang-

Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA · bahwa Negara Kerajaan Inggris sebagai salah satu...

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

--------------------------------------------

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA

KE NEGARA FEDERASI RUSIA, NEGARA REPUBLIK PERANCIS,

NEGARA INGGRIS DAN KERAJAAN BELANDA DALAM RANGKA

PERSIAPAN PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA (KUHP) DAN HUKUM ACARA PIDANA (HAP)

I. PENDAHULUAN

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana yang diamanat kan

oleh Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “ Dewan

Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang” dan juga

Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran,

dan Fungsi Pengawasan. Pelaksanaan Fungsi Legislasi dilaksanakan sebagai

perwujudan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan

pembentukan Undang-Undang.

Komisi III DPR RI sebagai salah satu alat kelengkapan dewan yang memiliki

ruang lingkup kerja di bidang Hukum, Hak Asasi Manusia dan Keamanan telah

diberikan tugas oleh Badan Musyawarah (BAMUS) Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia No. PW/ 01104/ DPR RI/ I/ 2013 tertanggal 31 Januari 2013

untuk melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Rancangan Undang-

2

Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)

sebagaimana dimaksud dalam Surat Presiden Republik Indonesia No. R-

88/Pres/12/2012 dan surat No. R-87/Pres/12/2012, tertanggal 11 Desember 2012,

yang pada intinya telah menyerahkan Draft RUU KUHP dan KUHAP kepada DPR

RI untuk dilakukan pembahasan bersama. Pembahasan RUU KUHP dan KUHAP

ini pun akan disejajarkan dengan pembahasan rancangan Draft RUU Kejaksaan

Agung dan Draft RUU Mahkamah Agung yang saat ini sedang dibahas di Komisi

III DPR RI, sehingga akan tercipta penegakan hukum yang terintegrasi (integrated

criminal justice system).

Adapun terkait dengan proses perumusan dan penyusunan Rancangan Undang-

Undang tersebut, merupakan pernyataan sikap Komisi III DPR RI dalam

melakukan upaya-upaya perbaikan serta dukungan dari sisi legislasi mengenai

penegakan hukum, penghormatan kepada Hak Asasi Manusia dan dalam rangka

penerapan prinsip integrated justice system di Indonesia.

Urgensi pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana dan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana, adalah sebagai berikut:

1. Bahwa KUHP yang selama ini berlaku di Indonesia, adalah produk kolonial

Belanda yang diberlakukan di Indonesia dengan asas konkordansi sejak 1

Januari 1918. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, KUHP dinyatakan

berlaku melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 (sudah diubah dan

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia), dan selanjutnya

KUHP dinyatakan berlaku umum (unifikasi hukum pidana) melalui Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1958 (29 September 1958). Namun demikian,

berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut, bahwa KUHP

dinyatakan berlaku untuk Pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk

daerah-daerah lain akan ditetapkan kemudian oleh Presiden. Usaha untuk

mewujudkan adanya kesatuan hukum pidana untuk seluruh Indonesia ini,

secara de facto belum dapat terwujud karena terdapat daerah-daerah

pendudukan Belanda sebagai akibat aksi militer Belanda I dan II di mana

3

untuk daerah-daerah tersebut masih berlaku Wetboek van Strafrecht voor

Nederlandsch-Indie (Staatsblad 1915 : 732) dengan segala perubahannya.

Dengan demikian, dapat dikatakan setelah kemerdekaan tahun 1945

terdapat dualisme hukum pidana yang berlaku di Indonesia dan keadaan ini

berlangsung hingga tahun 1958 dengan diundangkannya Undang-Undang

Nomor 73 Tahun 1958. Undang-Undang tersebut menentukan bahwa

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

dengan semua perubahan dan tambahannya berlaku untuk seluruh

Indonesia. Dengan demikian berlakulah hukum pidana materiil yang

seragam untuk seluruh Indonesia yang bersumber pada hukum yang

berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 yaitu “Wetboek van Strafrecht voor

Nederlandsch-Indie”, yang untuk selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.

Harus diakui pula, telah banyak usaha-usaha untuk menyesuaikan KUHP

warisan kolonial Belanda ini dengan kedudukan Republik Indonesia

sebagai negara merdeka dan dengan perkembangan kehidupan sosial

lainnya, baik nasional maupun internasional, antara lain: 1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1960, dengan menaikan ancaman hukuman dalam

Pasal-pasal 359, 360 dan 188 KUHP; 2) Undang-Undang Nomor 16 Prp.

Tahun 1960, yang merubah kata-kata “vijf en twintig gulden” dalam Pasal-

pasal 364, 373, 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana menjadi “duaratus lima puluh rupiah”; 3) Undang-Undang Nomor 18

Prp Tahun 1960, memberikan perubahan jumlah hukuman denda; 4)

Undang-Undang Nomor 2 PNPS Tahun 1964, tentang tata cara

pelaksanaan pidana mati; 5) Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965,

perihal pencegahan, penyalahgunaan/atau penodaan agama, yang antara

lain telah menambahkan ke dalam KUHP Pasal 156a; 6) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1974, dengan merubah ancaman pidana dalam Pasal-

pasal 303 ayat (1), 542 ayat (1) dan 542 ayat (2) KUHP dan merubah

sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis; 7) Undang-Undang Nomor 4

tahun 1976, dengan merubah dan menambah beberapa pasal yang

berkaitan dengan perluasan berlakunya KUHP dan kejahatan terhadap

4

sarana/prasarana penerbangan; 8) Undang-Undang Nomor 27 Tahun

1999, berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara; 8) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1971 yang kemudian digantikan oleh Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,

yang berkaitan dengan perkara korupsi.

Pelbagai pembaharuan dan/atau perubahan yang terjadi tersebut pada

dasarnya bersifat ad hoc dan bernuansa evolusioner serta tidak dapat

memenuhi tuntutan 4 (empat) misi perubahan mendasar yang telah

diuraikan di atas (dekolonisasi, demokratisasi, konsolidasi dan

harmonisasi), sehingga penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

baru harus dilakukan.

2. Bahwa Pemerintah Indonesia juga telah melakukan upaya-upaya yang

bersifat harmonisasi dengan ketentuan yang berlaku secara Internasional

sebagai bagian dari masyarakat dunia. Beberapa ketentuan tersebut,

khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum, kemudian dilakukan

ratifikasi, antara lain:

1) Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading

Treatment or Punishment yang disahkan dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture

and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment

(Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman

Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Manusia;

2) International Covenant on Civil and Political Rights yang disahkan

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan

International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan

Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) ; dan

3) United Nations Convention Against Corruption yang disahkan dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United

Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

5

Dengan adanya pembahasan terhadap rancangan RUU KUHAP ini, perlu

kiranya disesuaikan kembali substansi beberapa konvensi tersebut ke

dalam rancangan KUHAP, sehingga meminimalisir benturan pengaturan

antara konvensi internasional dengan ketentuan yang diberlakukan di

Indonesia.

Selain daripada itu, jangka waktu penahanan perlu juga disesuaikan

dengan International Covenant on Civil and Political Rights yang telah

diratifikasi oleh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2005. Pasal 9 Konvensi tersebut mengatur bahwa “seseorang yang

ditangkap atau ditahan berdasarkan tindakan pidana (criminal charge) wajib

segera harus segera (Promptly) dibawa secara fisik ke depan hakim untuk

disidangkan atau dibebaskan”. Dengan menyadari sepenuhnya

karakteristik kondisi geografis yang ada di Indonesia disepakati bahwa

pengertian “jangka waktu yang wajar” adalah paling lama 5 (lima) hari

dengan ketentuan bahwa waktu tempuh perjalanan membawa tersangka

dari tempat ditemukannya atau ditangkapnya tersangka ke tempat

penahanan tidak dihitung. Selanjutnya, tersangka harus dibawa secara fisik

kepada hakim dalam hal ini hakim khusus yaitu hakim pemeriksa

pendahuluan yang menandatangi surat perintah penahanan selama 25

(dua puluh lima) hari yang formulir surat perintah penahanan dipegang dan

diisi oleh penuntut umum.

Dalam perkembangannya, makna pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang semula semata-mata diarahkan kepada misi tunggal yang

mengandung makna “dekolonisasi” Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam

bentuk “rekodifikasi”, dalam perjalanan sejarah bangsa pada akhirnya juga

mengandung pelbagai misi yang lebih luas sehubungan dengan perkembangan

baik nasional maupun internasional. Adapun misi kedua adalah misi

“demokratisasi hukum pidana” yang antara lain ditandai dengan masuknya Tindak

Pidana Terhadap Hak Asasi Manusia dan hapusnya tindak pidana penaburan

permusuhan atau kebencian (haatzaai-artikelen) yang merupakan tindak pidana

formil dan dirumuskan kembali sebagai tindak pidana penghinaan yang

6

merupakan tindak pidana materiil. Misi ketiga adalah misi “konsolidasi hukum

pidana” karena sejak kemerdekaan perundang-undangan hukum pidana

mengalami pertumbuhan yang pesat baik di dalam maupun di luar Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana dengan pelbagai kekhasannya, sehingga perlu ditata

kembali dalam kerangka Asas-Asas Hukum Pidana yang diatur dalam Buku I

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Di samping itu penyusunan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Baru dilakukan atas dasar misi keempat yaitu misi

adaptasi dan harmonisasi terhadap pelbagai perkembangan hukum yang terjadi

baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana

maupun perkembangan nilai-nilai, standar serta norma yang diakui oleh bangsa-

bangsa beradab di dunia internasional.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas, maka dipandang

perlu untuk segera dirumuskan Rancangan Undang-Undang tentang KUHP dan

Rancangan Undang-Undang tentang KUHAP. Adapun sasaran yang ingin dicapai

dalam penyusunan kedua Rancangan Undang-Undang ini diantaranya adalah:

1. menjamin kepastian hukum, menciptakan kemanfaatan dan keadilan dalam

proses pemidanaan terhadap terpidana;

2. proses pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan

merendahkan martabat manusia;

3. meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan pemerintah

dalam menyelesaikan konflik hukum didalam masyarakat dengan tetap

menegakan norma-norma hukum;

4. sebagai salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan penghormatan

terhadap nilai-nilai hak asasi manusia; dan

5. memperkuat penegakan dan supremasi hukum di Indonesia.

Mencermati latar belakang, sasaran, dan materi perubahan atau pengaturan yang

sangat luas dan signifikan, maka perlu pengkajian yang seksama oleh DPR-RI

sehingga pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dapat dilakukan dengan

baik dan cermat. Studi Kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui

pola/mekanisme hukum materiil dan hukum formiil (penegakan hukum) yang

7

sesuai dengan ketentuan standar internasional (best practices) yang diterapkan di

negara lain dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang ada di

Indonesia. Studi ini harus terus dilakukan sehingga dapat selalu selaras dengan

ketentuan standar internasional yang berlaku serta dapat menunjang peningkatan

efektifitas penegakan hukum UU yang akan datang. Dalam rangka untuk

mendapatkan masukan, data pembanding, dan pendalaman terhadap substansi

RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan RUU tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana khususnya yang berkaitan dengan

pengaturan mengenai Criminal Act serta pengaturan mengenai mekanisme dan

tata kerja penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

penegak hukum, Komisi III DPR RI mengadakan kunjungan kerja ke beberapa

Negara yakni Negara Federasi Rusia, Negara Perancis, Negara Inggris, dan

Kerajaan Belanda.

Pemilihan Negara Kerajaan Inggris sebagai salah satu Negara tujuan didasari

bahwa Negara Kerajaan Inggris sebagai salah satu Negara di dunia yang

menerapkan sistem Common Law yang lebih bersumber pada Custom;

Legislation; dan Case Law yang merupakan karakteristik utama dari sistem hukum

Perancis. sedangkan Negara Kerajaan Belanda dan Negara Perancis merupakan

Negara yang menerapkan sistem Civil Law. Sedangkan pemilihan Negara

Federasi Rusia sebagai akibat dari bubarnya Uni Soviet dimana telah terjadi

perubahan mendasar dari sistem sosialis telah berkiblat ke sisitem Eropa

continental dan anglo saxon dimana isinya lebih berdasarkan pada Konstitusi

Federasi Rusia dan asas hukum umum dan norma-norma yang diakui oleh hukum

internasional.

II. MAKSUD DAN TUJUAN

II.1. Maksud

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapat masukan secara menyeluruh

terkait Rancangan KUHAP dan Rancangan Hukum Acara Pidana baik dari

akademisi maupun penegak hukum dalam rangka penyempurnaan Rancangan

8

KUHAP dan Rancangan Hukum Acara Pidana.

II.2 Tujuan

Kunjungan Kerja Luar Negeri Komisi III DPR RI dilakukan dengan tujuan untuk

mencari informasi, bahan, dan data baik berupa masukan maupun perbandingan

mengenai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana di keempat Negara. Sehingga

Kunjungan Kerja ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam

pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Indonesia dan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Secara Khusus, kegiatan Kunjungan Kerja

Luar Negeri Komisi III DPR RI dilakukan untuk mencari masukan terkait :

1. Bagaimana penerapan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana

dalam sistem peradilan pidana di masing-masing Negara ?

2. Bagaimana pelaksanaan sistem peradilan pidana baik materil maupun

formil dalam menciptakan kesadaran dan kepatuhan masyarakat atas

hukum ?

3. Bagaimana wujud koordinasi diantara penegak hukum, dalam hal ini

Penyidik, Penuntut dan Hakim dalam menciptakan supremasi hukum ?

4. Bagaimana menempatkan subjek hukum korporasi dalam sistem

peradilan pidana di masing-masing negara ?

5. Bagaimana memposisikan terpidana dalam sistem peradilan yang

berlaku di masing-masing negera dengan mengadopsi human rights ?

6. Bagaimana golongan atau macam pemidanaan dari masing-masing

negara ?

9

III. SUSUNAN DELEGASI

III.1. DELEGASI KE FEDERASI RUSIA

NO N A M A KETERANGAN

1. DR. H. M. AZIZ SYAMSUDDIN, SH KETUA DELEGASI/ PIMPINAN

KOMISI III/ F-PG

2. HJ. HIMATULL ALYAH S,SH.,MH ANGGOTA DELEGASI/F – PD

3. DIDI IRAWADI ANGGOTA DELEGASI/ F – PD

4. H. NUDIRMAN MUNIR, SH ANGGOTA DELEGASI/ F – PG

5. AHMAD YANI, SH ANGGOTA DELEGASI/ F – PPP

6. H. BAHCRUDIN NASORI ANGGOTA DELEGASI/ F – PKB

7. H. SARIFUDIN SUDING ANGGOTA DELEGASI/ F - HANURA

III.2. DELEGASI KE NEGARA REPUBLIK PERANCIS

NO N A M A KETERANGAN

8. GEDE PASEK SUARDIKA, SH.,

MH

KETUA DELEGASI/KETUA KOMISI

III / F - PD

9. DR. H. M. AZIZ SYAMSUDDIN, SH ANGGOTA DELEGASI / WAKIL

KETUA KOMISI III/ F-PG

10. H. DADAY HUDAYA, SH., MH ANGGOTA DELEGASI/F – PD

11. DODI REZA ALEX NOERDIN, LIC

ECON, MBA

ANGGOTA DELEGASI/ F – PG

12. DRS. H. AHMAD KURDI MOEKRI ANGGOTA DELEGASI/ F – PPP

III.3. DELEGASI KE NEGARA INGGRIS

NO N A M A KETERANGAN

1. DR. H. M. AZIZ SYAMSUDDIN, SH ANGGOTA DELEGASI/ WAKIL

KETUA KOMISI III

2. PAULA SINJAL ANGGOTA DELEGASI/F-PD

3. SUBYAKTO ANGGOTA DELEGASI/F-PD

10

4. DR.H.DEDING ISHAK, SH.,MM ANGGOTA DELEGASI/F-PG

5. PASKALIS KOSSAY, S.Pd.,MM ANGGOTA DELEGASI/F-PG

6. DIMYATI NATAKUSUMA ANGGOTA DELEGASI/F-PPP

7. OTONG ABDURAHMAN ANGGOTA DELEGASI/F-PKB

8. H. SUNARDI AYUB, SH ANGGOTA DELEGASI/F-Hanura

III.4. DELEGASI KE NEGARA KERAJAAN BELANDA

No. Nama Keterangan

1 Gede Pasek Suardika Ketua Komisi III / F-PD

Ketua Delegasi

2 Tjatur Sapto Edy Wakil Ketua Komisi III / F- PAN

Anggota Delegasi

3 Andi Rio Idris P. Anggota Delegasi/F – PG

4 Mahyudin Mansyur Anggota Delegasi/F – PG

5 Muhammad Ade Surapriatna Anggota Delegasi/F – PG

6 Taslim Anggota Delegasi/F – PAN

7 Muhammad Aditya

Mufti Arifin

Anggota Delegasi/ F – PPP

IV. WAKTU DAN TEMPAT KUNJUNGAN LAPANGAN

IV.1 Waktu dan Tempat Kunjungan Ke Negara Federasi Rusia

Hari/Tanggal : Minggu, 14 April 2013 sampai dengan Jumat, 19 April 2013

Kegiatan : Pertemuan dan kunjungan ke instansi sebagai berikut:

1. Melakukan pertemuan dengan Duma Negara Rusia yang

merupakan lembaga legislatif, lower house dari parlemen

Rusia. Dalam pertemuan tersebut, tim diterima oleh

Pavel V. Krasheninnokov, Ketua Komite Bidang Hukum

Sipil, Kriminal, Arbitrase, dan Prosedural beserta

Jajarannya di Duma Negara (Parlemen Negara Federasi

Rusia);

11

2. Melakukan pertemuan dengan Mahkamah Agung

Negara Federasi Ruisa sebagai badan peradilan tertinggi

di Rusia. Mahkamah Agung memiliki tugas utama

sebagai pengawas badan peradilan dibawahnya, dan

berwenang mengadili dalam tingkat kasasi. Disamping

itu, Mahkamah Agung merupakan salah satu lembaga

yang memiliki kewenangan untuk menjadi inisiator

sebuah rancangan undang-undang yang akan dibahas

oleh legislator. Dalam pertemuan dengan Mahkamah

Agung, Tim diterima oleh Valery M. Lebedev, Ketua

Mahkamah Agung Negara Federasi Rusia di Gedung

Mahkamah Agung Negara Federasi Rusia;

3. Melakukan pertemuan dengan Minyazeva Tatiana, Ketua

Jurusan Hukum Pidana dan Ketua Jurusan Hukum

Acara Pidana di Peoples’ Friendship University Of

Russia (RUDN);

4. Melakukan Pertemuan dengan perwakilan dari

Kementerian Hukum Negara Federasi Rusia.

Kementerian Hukum merupakan badan yang

bertanggungjawab atas pengembangan dan realisasi

kebijakan negara dalam bidang kehakiman, koordinasi

semua badan dalam bidang kehakiman. Kementerian

Hukum bertanggung jawab atas hakim dan pengadilan

kriminal, registrasi partai politik, Organisasi Non-

Komersil, organisasi keagamaan, disamping itu, DInas

Federal Lembaga Pemasyarakatan dan DInas Federal

Jurusita berada dibawah Kementerian Hukum. Saat ini

menteri Hukum Negara Federasi RUsia adalah

Alexander Konovalov;

5. Melakukan pertemuan dengan Kejaksaan Jenderal

Negara Federasi Rusia. Kejaksaan Federal merupakan

badan pemerintah yang secara faktual tidak mewakili

12

kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Namun

di konstitusi Rusia menyatakan bahwa Kejaksaan

Jenderal adalah badan kekuasaan yudikatif dimana

tugas badan ini adalah mengawasi ketaatan pejabat

negara, penegak hukum maupun warga negara pada

Undang-Undang dan konstitusi Rusia;

6. Melakukan pertemuan dengan Duta Besar Indonesia

untuk Negara Federasi Rusia beserta jajarannya,

Masyarakat Indonesia di Rusia, dan Mahasiswa

Indonesia di Rusia.

IV.2 Waktu dan Tempat Kunjungan Ke Negara Republik Perancis

Hari/Tanggal : Minggu, 21 April 2013 sampai dengan Sabtu, 27 April 2013

Kegiatan : Pertemuan dan kunjungan ke instansi sebagai berikut:

1. Pertemuan dengan Bapak Rezlan Ishar Jenie, Dubes

R.I. untuk Perancis dan para home staff KBRI Paris;

2. Pertemuan dengan Wakil Irjen IGPN, Jerome Leonnet,

Wakil Direktur Devisi Etika dan Aturan, Komisaris David

Chanteux dan Direktur Pusat Penyelidikan , Komisaris

Raymond Darriet;

3. Kunjungan ke Polres Distrik 4 dan Service d’Investigation

Transversale (SIT) di dampingi oleh Stephane Gouard;

4. Kunjungan ke Assemblee Nationale (Majelis Nasional

Perancis) dan Anggota-anggota Parlemen dari Grup

Persahabatan Perancis – Indonesia di Majelis Nasional,

Diketuai oleh Mr.Jean-Jacques Guilet;

5. Pertemuan dengan Pengadilan Tinggi Paris dengan

didampingi oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, Pascal

Le Luong;

6. Kunjungan ke Brigade Pemberantasan Banditisme

(BRB) dengan didampingi oleh Wakil Kepala BRB,

Komisaris Philippe Sueh;

13

7. Pertemuan dengan Kementrian Kehakiman (Direktur

Urusan Kriminal dan Grasi Kepresidenan), yaitu Francois

Capin-Dulhoste.

IV.3 Waktu dan Tempat Kunjungan Ke Negara Inggris

Hari/Tanggal : Minggu, 28 April 2013 sampai dengan Jumat, 03 Mei 2013

Kegiatan : Pertemuan dan kunjungan ke instansi sebagai berikut:

1. Pertemuan dengan APPGI / Parlemen Inggris Caroline

emery, PA Richard Graham MP;

2. Pertemuan dengan Anthony Salmon Specialist

Prosecutor Crown Prosecution Service (CPS) - Chrissy

Tsertis;

3. Peninjauan Lapangan ke kantor Metropolitan Police

Dipesh Datani;

4. Pertemuan dengan The Recorder of London (His Honour

Judge Brian Barker QC salah satu Hakim Senior di

Pengadilan Kriminal Inggris) - Paola Galley, Secretary to

the Recorder of London;

5. Pertemuan dengan Duta Besar R.I (HE Hamzah Thayeb)

dan Masyarakat Indonesia di London;

6. Pertemuan dengan Victoria Baurn, Criminal Recording

Lawyer, Ministry of Justice;

7. Pertemuan dengan Metropolitan Police Officials - Dipesh

Datani.

IV.4 Waktu dan Tempat Kunjungan Ke Negara Kerajaan Belanda

Hari/Tanggal : Senin, 13 Mei sampai dengan Sabtu, 18 Mei 2013

Kegiatan : Pertemuan dan kunjungan ke instansi sebagai berikut:

1. Justitie Ministerie (Kementerian Keamanan dan

Kehakiman);

2. Openbaar Ministerie (Kejaksaan Agung);

3. Hoge Raad (Mahkamah Agung);

14

4. Tweede Kamer (Parlemen);

5. Fakultas Hukum Universiteit Leiden;

6. Perpustakaan Universitas Leiden;

7. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Negara Belanda.

V. HASIL KUNJUNGAN KERJA

V.1. Hasil Kunjungan Kerja di Negara Federasi Rusia

1. Berkaitan dengan Hukum Pidana Rusia

Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Rusia merupakan salah satu

hukum pidana dan Hukum Acara Pidana yang baru di dunia yakni pasca

runtuhnya Uni Soviet. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Negara

Federasi Rusia (KUHP RUSIA) diundangkan berdasarkan pada Undang-

Undang No. 63-Fz 13 Juni 1996 yang telah diterima oleh The State

Duma pada 24 Mei 1996 dan oleh Majelis Federal (Federal Council)

pada 5 juni 1996. Yang terakhir kali di amandemen pada 01 Maret 2012.

Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Negara

Federasi Rusia (KUHAP Rusia) yang diundangkan dengan Undang-

Undang No 174-FZ pada 18 Desember 2001 yang telah disetujui oleh

State Duma pada 22 November 2001 dan oleh Majelis Federasi pada 05

Desember 2001 dan terakhir di amandemen pada 01 Maret 2012.

Hukum Pidana Rusia didasarkan pada Konstitusi Rusia dan Prinsip-

Prinsip Umum dan aturan-aturan tentang Hukum Internasional. Adapun

yang menjadi tugas dari Hukum pidana adalah untuk melindungi hak dan

kebebasan setiap manusia dan warga negara, harta, ketertiban dan

keamanan umum, lingkungan hidup, dan sistem konstitusi Negara

Federasi Rusia terhadap gangguan kriminal, menjaga kedamaian dan

keamanan dan juga pencegahan dari kejahatan. Dimana untuk

melengkapi tugas tersebut, Sistem Hukum Pidana Rusia mengenal

prinsip tanggung jawab pidana yakni perbuatan yang membahayakan

orang, masyarakat atau negara yang diancam dengan hukuman dan

paksaaan dari putusan pengadilan.

Disamping itu beberapa prinsip yang dianut dalam sistem hukum pidana

rusia diantaranya:Prinsip Legalistas yakni bukan merupakan sebuah

tindak pidana, dan tidak dapat dipidana bila tidak diatur dalam Undang-

Undang Pidana Rusia dan larangan untuk menggunakan analogi dalam

menetapkan adanya tindak pidana; Prinsip Equality Before The Law; the

Principle Of Guilt yakni prinsip dimana seseorang harus dimintakan

tanggung jawab pidana bila perbuatannya dapat membahayakan

15

masyarakat dimana kesalahannya telah ada terlebih dahulu; Prinsip

Keadilan; dan Prinsip-prinsip Kemanusiaan.

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Pidana Rusia dikenal pula dalam hal

terdapat perubahan peraturan perundang-undangan setelah terjadinya

tindak pidana, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama berlaku

jika menguntungkan bagi pembuat. Dan dalam hal setelah putusan

pemidanaan memperoleh kekuatan hukum tetap, perbuatan yang

terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan

perundang-undangan yang baru, maka pelaksanaan putusan

pemidanaan dihapuskan. Dan dalam hal setelah putusan pemidanaan

memperoleh kekuatan hukum tetap, perbuatan yang terjadi diancam

dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan

perundang-undangan yang baru, maka pelaksanaan putusan

pemidanaan tersebut disesuaikan dengan batas-batas pidana menurut

peraturan perundang- undangan yang baru.

Berkaitan dengan penjatuhan hukuman, Rusia mengenal prinsip

Hukuman Kumulatif namun jumlah hukuman penjara dibatasi selama

maksimal 30 tahun. Sedangkan berkaitan dengan tindak pidana

kumulatif, maka pelaksanaan hukuman dilaksanakan terpisah untuk

masing-masing perbuatan.

Berkaitan dengan ketentuan pasal mengenai penghinaan terhadap

Presiden maupun Wakil Presiden, dalam Undang-Undang Pidana Rusia

tidak terdapat pasal khusus yang berkaitan dengan penghinaan terhadap

presiden ini, akan tetapi terdapat beberapa ketentuan pasal terhadap

orang/atau pihak yang mengeluarkan berita bohong terhadap pemerintah

dapat dikenakan hukuman berupa denda.

Berkaitan dengan batas usia pertanggungjawaban pidana, Usia

seseorang dapat dimintakan tanggung jawab pidana adalah bila ia telah

berusia 16 tahun sedangkan untuk tindak pidana tertentu misalnya

pembunuhan, perkosaan, penculikan, pencurian, pencurian bersenjata

dan lain-lain maka batas usia dapat dimintakan pertanggungjawaban

pidana adalah 14 tahun.

Berkaitan dengan penahanan, penahanan dilakukan untuk jangka waktu

1(satu) hingga 6 (enam) bulan. Namun penahanan tidak dapat dilakukan

kepada orang yang belum berusia 16 (enam belas) tahun, sedang hamil,

atau seorang wanita yang sedang memiliki anak yang berusia kurang

dari 14 tahun.

16

Seseorang dapat dibebaskan dari tangung jawab pidana dalam hal

tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana ringan dan tindak

pidana sedang untuk pertama kalinya dan pelaku menyerahkan diri serta

mengakui perbuatannya atau telah melakukan perdamaian kepada pihak

korban, membayarkan ganti rugi, tindak pidana yang dilakukan sudah

daluarsa.

Suatu tindak pidana akan daluarsa dalam hal untuk tindak pidana ringan

selama 2 (dua) tahun setelah tindak pidana terjadi, Tindak Pidana

Sedang selama 6 (enam) tahun sejak tindak pidana terjadi, Tindak

Pidana Berat selama 10 (sepuluh) tahun sejak tindak pidana terjadi, dan

untuk TIndak Pidana Sangat Berat selama 15 (lima belas) tahun sejak

tindak pidana terjadi. Dimana batasan daluarsa dihitung sejak dilakukan

penegakan hukum dilakukan, dan jika pelaku melakukan lagi tindak

pidana lain, maka penghitungan daluarsa dilakukan secara terpisah

untuk masing-masing tindak pidana.

Berkaitan dengan kategori tindak pidana, di Rusia sebuah tindak pidana

dikategorikan berdasarkan perbuatan dan tingkat bahayanya sebuah

perbuatan terhadap masyarakat. Dimana tindak pidana dibagi menjadi

tindak pidana ringan (ancaman hukuman tidak lebih dari 3 (tiga) tahun

penjara), tindak pidana sedang (ancaman hukuman tidak lebih dari 5

(lima) tahun penjara), tindak pidana berat (ancaman hukuman kurang

dari 10 (sepuluh) tahun penjara, tindak pidana sangat berat (ancaman

hukuman lebih dari 10 (sepuluh) tahun penjara.

2. Berkaitan dengan Hukum Acara Pidana Rusia

Hukum Acara Pidana Rusia dilaksanakan berdasarkan pada Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan konstitusi Negara Federasi

Rusia disamping itu prinsip-prinsip dan norma hukum internasional dan

perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah Rusia merupakan

bagian dari Hukum Federasi Rusia. Bahkan bila sebuah perjanjian

internasional yang dibuat oleh Pemerintah Federasi bertentangan

dengan KUHAP Rusia, maka ketentuan dalam perjanjian internasional

tersebut dapat diterapkan.

Tujuan dari proses beracara pidana adalah untuk melindungi hak dan

kepentingan hukum orang dan organisasi yang menderita akibat sebuah

17

tindak pidana dan melindungi seseorang yang diduga melakukan tindak

pidana dari tindakan yang tidak berdasarkan hukum yang mengancam

hak dan kebebasannya.

Sebagai salah satu prinsip dalam hukum acara pidana rusia, keadilan

dalam tindak pidana di Negara Federasi Rusia harus dilaksanakan oleh

Pengadilan sehingga seorang tidak dapat dinyatakan sebagai pelaku

tindak pidana dan dihukum secara pidana selain berdasarkan keputusan

peradilan dengan prosedur yang sudah ditetapkan berdasarkan kitab

undang-undang hukum acara pidana Rusia.

KUHAP Rusia mengenal penyelesaian perkara di luar pengadilan

(afdoening buiten process). Hal baru ini didasarkan pada praktek

penerapan asas oportunitas di Belanda, Perancis, Jepang, Korea, Israel,

dan beberapa negara lainnya. Hal ini dipandang sebagai salah satu

perwujudan dari prinsip peradilan cepat, biaya murah, dan sederhana.

Asas oportunitas secara global diartikan “The public prossecutor may

decide conditionally or unconditionally to make prossecution to court or

not” (penuntut umum boleh menentukan menuntut atau tidak menuntut

ke pengadilan dengan syarat atau tanpa syarat).

Pada Pasal 25 KUHAP negara Federasi Rusia disebutkan bahwa

perkara bertindak pidana ringan atau tidak serius dapat dikesampingan

bila antara tersangka dan korban telah terjadi perdamaian dengan ganti

kerugian. Tindak pidana ringan atau tidak serius yang dimaksud,

menurut Pasal 76 KUHP Federasi Rusia, adalah tindak pidana

berancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

KUHAP Rusia, mengenal sistem atau lembaga penuntutan swasta atau

korban atau private prosecution. Sistem atau lembaga penuntutan ini

berbeda dengan lembaga penuntutan konvensional yang dilakukan oleh

jaksa penuntut umum (public prosecutor). Melalui lembaga atau proses

penuntutan swasta atau korban ini, maka korban bisa langsung

melakukan penuntutan ke pengadilan, tanpa melalui penyidik ataupun

18

jaksa. Biasanya, hanya untuk perkara ringan, seperti penghinaan,

penganiayaan ringan, ataupun penipuan.

Peradilan pidana dipimpin oleh hakim baik berbentuk majelis atau hakim

tunggal dimana proses beracara pidana harus dilaksanakan dalam

tenggang waktu yang wajar dan beralasan sebagaimana ditentukan

dalam KUHAP Rusia. Tenggang waktu yang tetap dan beralasan ini

dapat diperpanjang disesuaikan dengan kebutuhan dan alasan yang

wajar.

Berkaitan dengan bukti, Bukti adalah segala informasi yang digunakan

dalam pengadilan, penuntut, penyidik, dan penyelidik yang diperoleh

sesuai dengan prosedur dalam membuktikan sebuah peristiwa tindak

pidana baik yang berupa petunjuk dari tersangka, petunjuk dari korban

dan saksi, keterangan dari ahli, barang bukti berupa benda yang

digunakan untuk melakukan pidana, rekaman hasil penyidikan dan

persidangan serta dokumen lain yang berkaitan dengan tindak pidana.

Sedangkan untuk barang bukti yang diperoleh dengan bertentangan

pada Undang-Undang maka bukti tersebut tidak dapat diterima dan tidak

dapat dijadikan dasar dalam melakukan penuntutan.

Didalam proses peradilan pidana segala tindakan dan keputusan yang

dilakukan terhadap pelaku tidak pidana dengan tujuan untuk

merendahkan kehormatan dan menghina atau mengancam keselamatan

dari pelaku pidana. Atau dengan kata lain, tidak boleh seorang pun

dalam proses peradilan pidana mengalami kekerasan, penyiksaan, atau

jenis dari perlakuan kejam, memalukan dan merendahkan martabatnya.

3. Pertemuan dengan Duta Besar Indonesia dan Masyarakat Indonesia

Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI ke Negara Federasi Rusia

menyempatkan melakukan dialog dengan Duta Besar Republik

Indonesia dan Masyarakat Indonesia di Rusia. Pertemuan dilaksanakan

di Wisma Kedutaan Besar Negara Republik Indonesia. Dalam pertemuan

tersebut membahas mengenai dasar dilakukannya kunjungan kerja dan

dasar pemilihan Negara Federasi Rusia sebagai salah satu tujuan

19

kunjungan. pertemuan ini juga membahas beberapa masukan terkait

dengan isi rancangan undang-undang tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana dan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana diantaranya terkait pengaturan mengenai

penyadapan yang dilakukan oleh penegak hukum khususnya oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengaturan mengenai pelarangan

penyebaran aliran Marxisme/ Leninisme, dan lain-lain.

V.2. Hasil Kunjungan Kerja di Negara Republik Perancis

1. Pertemuan dengan Dubes R.I. untuk Perancis dan para home staff

KBRI Paris.

Kunjungan diawali dengan pertemuan antara delegasi dengan KBRI pada

tanggal 22 April 2013. Pertemuan ini membahas berbagai informasi

terkait KUHP dan KUHAP di Perancis. Serta hubungan bilateral dan

capaian kerjasama pasca penandatanganan kemitraan strategis Perancis

– Indonesia. Inti yang disampaiakn KBRI adalah sebagai berikut:

a. Menyambut baik kedatangan delegasi ke Perancis dan berharap

pertemuan Delegasi dengan pihak Perancis dapat berkontribusi

dalam memperkuat hubungan bilateral, khususnya hubungan antar

Parlemen RI-Perancis.

b. Hubungan bilateral semakin membaik dan perhatian Perancis

dibawah Presiden Francois Hollande yang juga berasal dari kubu kiri

semakin meningkat terhadap kawasan Asia, khususnya Indonesi.

c. Perhatian ini pun terlihat dari meningkatnya liputan positf terhadap

Indonesia dari Pers Perancis, pengajuan visa menjadi lebih cepat

dan beberapa pejabat Perancis berencana mengunjungi Indonesia,

diantaranya menteri Perdaganaan Luar Negeri, Menlu dan Menhan.

20

2. Pertemuan dengan IGPN (Inspektorat Generale Polisi Nasional)

Paris.

Pada tanggal 23 April 2013, delegasi bertemu dengan pihak IGPN dan

bertemu dengan Wakil Irjen IGPN Jerome Leonnet; Wakil direktur divisi

Etika dan Aturan yaitu Komisaris David Chanteux; dan Direktur Pusat

Penyelidikan yaitu Komisaris Raymond Darriet. Pihak IGPN memberikan

pemaparan sebagai berikut:

a. Gambaran umum Kepolisian Perancis:

Keamanan dalam negeri Perancis terdiri dari dua kekuatan yaitu

Kepolisian Nasional dengan 140.000 orang yang ditempatkan di

kota-kota besar dan Gendarmerie (Polisi Militer) dengan 90.000

orang yang ditempatkan di kota yang berpenduduk kurang dari

30.000 orang. Kepolisian nasional secara umum terdiri dari: 1) Polisi

Yudisial (menangani kasus), 2) Polisi Intelijen, 3) Polisi yang

menangani soal kemanan umum, ada sekitar 80.000 polisi, dan ada

juga polisi perbatasan, ada juga skuadron Republik untuk

Keamanan, tujuannya khusus untuk menjaga keamanan (Brimob).

Polisi Nasional menangani 70%-80% pelanggaran yang terjadi di

Perancis. Ada 2 unit polisi yudisial: 1) unit brigade teritorial (seluruh

wilayah perancis); ada juga unit pusat (menangani hal-hal khusus),

contohnya pembuatan uang palsu. Dalam membedakan tugas unit

kepolisian yudisial tersebut, tergantung pada bentuk kejahatan dan

jaringan kejahatannya. Gendarmerie dapat menjalankan tugas

Kepolisian Nasional tetapi dalam tingkat yang lebih rendah.

21

Struktur Kepolisian Nasional Perancis

b. Terkait dengan Rancangan HAP:

1) IGPN dibawah kepolisian nasional dan ketuanya ditunjuk

langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Tugas utama IGPN adalah

melakukan penyelidikan terhadap oknum polisi yang masih aktif

berdinas serta melakukan audit dan inspeksi semua kantor polisi,

penyelidikan yang dilakukan oleh IGPN semuanya adalah

independen. Aturan internal IGPN diatur sendiri oleh IGPN dan

bukan oleh Perlemen. IGPN tahun lalu telah melakukan

penyelidikan terhadap 32 Polisi yang diduga melakukan korupsi.

2) Penyelidikan terhadap Polisi yang melakukan pelanggaran,

apabila masalahnya adalah masalah hukum, maka dapat dituntut

di pengadilan yang sama dengan semua warga perancis, dan

penjaranya juga sama dengan semua warga. Dalam masalah

pelanggaran berat (pemerkosaan, narkoba, pembunuhan,

penembakan tanpa dibenarkan - bisa selama 3 bulan, sebelum

dibawa ke pengadilan). Di Perancis tidak ada batas waktu

22

maksimum penahanan, bisa mencapai waktu selama 1 (satu)

tahun.

3) Di Perancis selain untuk menjaga keamanan umum, juga

menjaga hak tersangka. Jadi hal pertama, perkara diperiksa oleh

hakim Komisaris untuk mencari bukti-bukti penahanan. Untuk

dapat ditahan atau tidak, ada Hakim d’Liberte untuk menentukan

apakah perlu ditahan atau tidak. Hakim d’Liberte (hakim tunggal)

ini baru saja dibentuk, karena Hakim Komisaris sering

menyalahgunaan kewenangan.

4) Hampir 80% kasus-kasus hukum ditangani oleh Polisi, kecuali

kejahatan-kejahatan yang kompleks/serius. Dalam sistem hukum

Perancis, Kejaksaan mengkoordinasi Polisi dalam melakukan

penyelidikan. Jaksa langsung dihubungi oleh Polisi ketika Polisi

melakukan penyelidikan. Untuk contravention, jaksa mengajukan

kasus ke pengadilan dibawah 24 jam dan sambil menunggu

proses peradilan, tersangka dapat bebas. Namun untuk delit dan

crime, hakim komisaris (juge’ instruction) sebelumnya menyeleksi

kelayakan kasus tersebut. Seorang hakim kebebasan (juge des

liberte et de la detention/JLD) menentukan apakah seorang

tersangka dilanjutkan penahanan sementara selama penyelidikan

berlangsung serta menetapkan apakah tersangka dapat bebas

atau tidak jika kurang barang buktinya. Untuk delit dan crime,

batas waktunya tergantung pada kejahatannya, bisa sampai 2-3

tahun sebelum diadili (tetapi tersangka tidak ditahan). Dalam

sistem hukum Perancis, hal ini melanggar HAM, tetapi di dalam

KUHAPnya ditentukan selama 4 tahun, tetapi dalam waktu 4

tahun tidak diadil, maka tersangka dibebaskan demi hukum.

5) Ketika tindak pidana dilakukan oleh seorang polisi, maka derajat

kesalahan dapat dinaikan satu tingkat, yaitu jika melakukan

contrvention maka dapat dianggap sebagai delit, dan jika

melakukan delit maka dapat dianggap sebagai crime.

23

6) Untuk kejahatan menengah (delit), jika bukti-buktinya kuat atau

tertangkap tangan, dapat diadili secepatnya dalam waktu 24 jam.

Sebagai contoh, sesorang mencuri tertangkap basah, sebagai

permulaan diselidik oleh Polisi, dan kemudian diperiksa oleh

Jaksa bukti-bukti tersebut dan penyidikan oleh Polisi, maka dapat

segera diajukan ke pengadilan.

7) Dalam sistem peradilan di Perancis, ketika Jaksa mengajukan

perkara ke pengadilan, maka bukti-bukti tambahan tidak bisa

diajukan lagi sebagai bukti tambahan di pengadilan. Tetapi perlu

diketahui, bahwa Jaksa tidak akan mengajukan ke pengadilan

jika terdapat keragu-raguan atas bukti yang ada.

8) IGPN mempunyai 3 fungsi utama: 1) melakukan penyelidikan

terhadap oknum polisi yang melakukan tindak pidana (polisi

melakukan pencurian); 2) melaksanakan tugasnya yang tidak

sesuai dengan pedoman tugas-tugasnya (lalai dalam tugasnya,

Polisi yang melakukan intograsi meninggalkan tempat).

Sanksinya dapat berupa: yang pertama, sanksi hukum dan yang

kedua sanksi internal polisi.

9) Di Perancis ada Polisi yang khusus menangani terorisme (polisi

yudisial) dan Polisi inteligen. Untuk Polisi Narkoba: ada unit

penanggulangan Narkoba dan dibawah direktorat Polisi Yudisial.

Maksimal ancaman hukuman Narkoba selama 10 tahun tetapi

juga bisa seumur hidup, tergantung pada kerugian yang

disebabkannya. Jika terorganisir, maka bisa seumur hidup.

10) Kepolisian selain mendapat pengawasan internal dari Kepalanya

sendiri dan IGPN juga diawasi oleh lima pihak luar (eksternal),

yaitu Kementrian Kehakiman, Jaksa, Komisi Informasi dan

Kebebasan, Komisi Nasional Penyadapan (commission des

interceptions descurite), Ombudsman (ledefenseur desdroits) dan

Parlemen.

11) Khusus Komisi Nasional Penyadapan adalah komisi yang bersifat

independen. Polisi meminta izin kepada komisi penyadapan ini,

24

dan apabila diizinkan, maka Polisi akan melakukan penyadapan,

khususnya terkait dengan kasus teorisme. Lembaga yang dapat

meminta izin penyadapan adalah Polisi, Gendarmarie, dan

Militer. Ketika penyelidikan sudah dilakukan oleh Jaksa, maka

penyadapan dihentikan. Karena Jaksa juga dapat melakukan

penyadapan sendiri tanpa melalui lembaga ini. Penyadapan ini

khususnya untuk proses administrasi saja. Hasil penyadapan

akan dilindungi, kecuali izin dari Komisi.

12) Parlemen juga sebagai institusi yang melakukan pengawasan

kepada Kepolisian, yaitu parlemen yang mengintograsi kepada

pemerintah. Sebagai contoh Polisi melempar batu kepada

demonstran. Parlemen menanyakan kepada Mendagri, apakah

lumrah seorang polisi melempar batu kepada demonstran, dan

dilakukan penyelidikan kepada polisi tersebut.

13) Berkat kemajuan teknologi, kususnya dengan keharusan setiap

tersangka memberi sidik jarinya yang kemudian dipindai dan

disimpan di dalam bank data sentral, pengajuan kasus ke

pengadilan dapat diajukan secara cepat dan pertukaran informasi

antara tiga pihak yaitu kepolisian, jaksa dan pengadilan, berjalan

secara real-time.

14) Ketika melakukan penyidikan, maka terhadap kejahatan sedang

dan berat, dapat dilakukan perekaman.

c. Terkait dengan Rancangan KUHP

1. Hak tersangka dilindungi dan Perancis memberi jaminan hukum

terhadap setiap orang sebelum terbukti bersalah. Jenis tindak

pidana di Perancis dibagi kedalam tiga kategori, yaitu; a)

pelanggaran ringan (contraventio) seperti pelanggaran lalu lintas;

b) pelanggaran menengah (delit) seperti pencurian, penipuan,

perampokan dan c) kejahatan (crime) seperti pembunuhan,

pemerkosaan dan penyanderaan.

25

3. Kunjungan ke Polres Distrik 4 dan Service d’Investigation

Transversale (SIT).

Delegasi kemudian melakukan kunjungan ke Polres Distrik

(arrondissement) 4 dan bertemu dengan Kapolres Distrik 4, Dominique

Daque dan Kepala Dinas Investigasi Lintas Distrik (Several Investigation

Transversale), Stephane Gouard. SIT merupakan unit yang bertugas

menyelidiki secera komprehensif tindak pidana delit yang lintas distrik dan

yang tidak dapat ditangani sendiri oleh satu distrik di Paris. Penyelidikan

dapat dimulai dalam 3 kondisi, yaitu tersangka tertangkap tangan

melakukan tindak pidana (40% tersangka ke penjara), atas inisiatif polisi

(preliminary inquiry) atau atas inisiatif hakim (enquete rogetoire). Dalam

penyelidikan atas inisiatif polisi maupun hakim, 90% tersangka masuk

penjara. Namun demikian, khusus untuk kasus perampokan bersenjata,

hanya 5% kasus berhasil ditangkap.

Berikut skema organisasi SIT.

a. Terkait dengan Rancangan HAP

1) Dalam hal ada kasus yang tertangkap tangan dan bukti-buktinya

cukup, maka proses penyidikan biasanya selama 24 jam. Ada

26

tambahan waktu selama 24 jam lagi bagi Jaksa untuk melengkapi

bukti-bukti yang kurang, dengan maksimum 48 jam.

2) Ketika tersangka tindak pidana ditangkap, maka proses yang

pertama adalah penindaian sidik jari. Ketika ada tindak pidana,

dan diketahui sidik jarinya di TKP, maka dalam waktu cepat akan

diketahui siapa pelakunya. Selain sidik jari, juga diambil gambar

muka (wajah) dari 3 sisi. Baik sidik jari ataupun gambar muka

(wajah) semuanya terkomputerisasi.

b. Terkait dengan Rancangan KUHP

1) Perbedaan Kejahatan dengan Pelanggaran ?, dalam hukum

Pidana Perancis terdapat 3 jenis tindak pidana.

4. Kunjungan ke Assemblee Nationale (Majelis Nasional Perancis) dan

Anggota-anggota Parlemen dari Grup Persahabatan Perancis –

Indonesia di Majelis Nasional.

Pada tanggal 24 April 2013, Delegasi telah mengunjungi Majelis Rendah

dan atas undangan Ketua Grup Persahabatan Perancis-Indonesia, Jean-

Jacques Guillet mengikuti working lunch dengan 4 anggota parlemen,

diantaranya dengan anggota Komisi Hukum Erwan Binet. Dalam

pertemuan ini dipaparkan oleh Ketua Delegasi maksud kedatangan ke

Paris. Bahwa Perancis adalah negera yang menerapkan pertama kali

Code Napoleon, selain Code Napoleon , terdapat juga Code Civil

(KUHPerdata) merupakan Kitab Hukum yang paling banyak tersebar di

dunia, termasuk di Indonesia.

Sebuah RUU akan dibahas lama di parlemen menyebabkan RUU banyak

berubah sehingga pada akhirnya berbeda dari yang semula dirancang

oleh para penggagas awal RUU. Namun demikian, pihak parlemen

mencoba menjaga logika, semangat dan koherensi dibalik pengajuan

RUU tersebut.

Baru-baru ini RUU Pernikahan Sejenis disetujui parlemen, namun pihak

oposisi menolak dan membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh 60

anggota Parlemen. MK memiliki waktu satu bulan untuk menentukan

27

apakah RUU ini konstitusional atau tidak. Keberadaan MK sendiri masih

dipertanyakan mengingat sering berkompetisi dengan lembaga serupa,

yaitu Mahkamah Agung dan Dewan Petimbangan Negara.

Anggota parlemen diberi imunitas (privilege de non-prise de corps) dan

selama penyelidikan berlangsung tidak bleh ditahan untuk tindak pidana

delit, kecuali tertangkap tangan dan melakukan tindak pidana kejahatan.

Parlemen tidak dapat campur tangan dalam urusan polisi namun dapat

membuka sebuah komisi penyelidikan khusus dengan dalih penggunaan

anggaran yang akuntable, jika kegiatan polisi atau pihak eksekutif

merugikan masyarakat.

Anggota Parlemen Perancis menanyakan ke pihak Delegasi, terkait

dengan pengaruh hukum adat dalam sistem hukum Indonesia mengingat

untuk kasus deforestasi hukum nasional dikalahkan oleh hukum adat.

Secara khusus, anggota parlemen Martial Saddier dan Virginie Duby-

Muller (keduanya dari partai oposisi UMP) juga meminta komisi III DPR

dapat bantu mendampingi terpidana kasus narkoba Michael Bianc (MB)

yang ditangkap sejak tahun 2001. Sebagai tanggapan Delegasi RI

menyampaikan sebagai berikut:

Bahwa sumber hukum di Indonesia adalah hukum masional, hukum

internasional yang telah diadopsi malalui ratifikasi, yurisprudensi dan

hukum adat. Walaupun hukum adat, (seperti kasus pembalakan liar),

masih diutamakan oleh hakim di tingkat Pengadilan Negeri, namun hakim

di tingkat Pengadilan Tinggi dan MA akan lebih mengutamakan hukum

nasional. Dalam masa pertumbuhan ekonomi tinggi, Indonesia sedang

giat membangun infrastrukturnya dan Perancis diundang untuk turut

berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Sesuai dengan

aturan yang berlaku, Delegasi RI akan membantu mendampingi kasus

MB dan melihat apakah MB dapat diberi remisi melalui prosedur yang

lazim diberikan kepada terpidana di hari raya nasional. Kepala LP

Cipinang secara khusus juga akan diminta keterangan oleh Komisi III

DPR RI.

28

5. Pertemuan dengan Pengadilan Tinggi Paris

Pada tanggal 25 April 2013, Delegasi mengunjungi Pengadilan Tinggi

Paris dan bertemu dengan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, Pascal Le

Luong yang memberikan penjelasan sebagai berikut:

a. Gambaran Umum Pengadilan di Perancis

Di Perancis terdapat 180 Pengadilan Negeri (PN) dan 35 Pengadilan

Tinggi (PT). di dalam PN Paris terdapat 356 hakim dan 120 jaksa,

sementara di daerah, sebuah PN akan terdiri dari 5 hakim dan 2

jaksa. Keputusan hakim adalah murni independen.

b. Terkait dengan Rancangan HAP:

1) Lembaga Yudikatif di Perancis diwakili oleh MA yang menangani

urusan yudisial dan Dewan Pertimbangan Negara (Conseil d’Etat)

yang menangani urusan administrasi. Jaksa Agung di Perancis

tidak sama dengan di Indonesia atau Amerika Serikat, karena

para hakim dan jaksa secara administratif berada dibawah

Kementrian Kehakiman. Kementrian Kehakiman mengeluarkan

kebijakan umum di bidang pidana yang ditindaklanjuti oleh jaksa,

yang kemudian menunjuk unit terkait di kepolisian sesuai dengan

kasus pidananya.

2) Jaksa memiliki hak untuk menentukan kasus mana saja yang

akan diajukan ke pengadilan (principe de I’opportinite des

poursuites). Jaksa dibantu oleh panitera pengadilan dan staf

sekretariat yang berasal dari mahasiswa hukum tingkat terakhir

atau orang yang sedang mengikuti ujian menjadi pengacara.

3) Hakim komisaris (HK) yang jumlah total 73 orang melakukan

penyelidikan terkait 4 hal, yaitu kejahatan finansial, terorisme,

kesehatan umum dan genosida. Walaupun HK secara

administrasi berada dibawah ketua PN, tetapi openyelidikannya

tidak dapat diintervensi oleh jaksa maupun Ketua PN. HK dapat

memberikan sebagian informasi kepada jaksa untuk diteruskan ke

Ketua PN sekiranya kasus yang ditangani HK mendapat liputan

pres yang luas yang akan berimbas kepada ketua PN.

29

4) Setiap tahun terdapat rekruitmen 200-250 anggota magistrate

(hakim dan jaksa) baru lulusan Sekolah Hakim dan Jaksa. Dosen

sekolah ini adalah hakim atau jaksa yang masih aktif atau pihak

luar, yaitu polisi, dokter, psikolog dan sejarawan. Berdasarkan

ranking, masing-masing mahasiswa yang rata-rata berumur 27

tahun akan memilih apakah menjadi hakim muda atau jaksa muda

di pos yang tersedia di kota maupun daerah. Setelah dua tahun

menjabat, seorang hakim dapat mengajukan diri untuk

dipindahkan menjadi jaksa dan sebaliknya seorang jaksa dapat

meminta menjadi hakim.

5) Mahkamah Agung bertugas menjalankan fungsi kasasi yaitu tidak

memberi putusan atas substansi perkara tetapi atas aspek

prosedur berperkara di PT dan keputusan MA diikuti sebagai

yurisprudensi.

6) Di MA hanya terdapat 60 Hakim Agung, syarat untuk menjadi

hakim agung adalah pernah memiliki pengalaman bekerja di MA

sebagai staf pembantu Hakim Agung dan seleksinya sangat ketat

yaitu mendapat prestasi luar biasa sebagai seorang hakim, ahli

hukum pidana atau perdata, atau sering mengeluarkan

tulisan/punlikasi. Usia pensiun hakim dan jaksa adalah 60 tahun

kecuali untuk Hakim Agung, yaitu 68 tahun. Setelah pensiun,

mereka dapat menjadi juge de proximite (hakim sektor) yang

menyelesaikan kasus di luar pengadilan atau masuk ke dalam

judiciary reserve yang bertugas menindaklanjuti keputusan dari

pengadilan perdata atau administratif.

c. Terkait dengan Rancangan KUHP:

Bagi remaja di bawah 18 tahun, sanksi pidana adalah setengah

sanksi maksimal bagi orang dewasa. Sementara untuk tindak pidana

kejahatan, kasusnya akan dibawa ke pengadilan, tetapi tidak semua

pelanggaran akan diteruskan ke pengadilan. Penyelesaian di luar

pengadilan dimungkinkan, yaitu oleh Polisi atau hakim sektor.

30

6. Kunjungan ke Brigade Pemberantasan Banditisme (BRB).

Delegasi kemudian mengunjungi kantor BRB dan bertemu dengan Wakil

Kepala BRB, Komisaris Philippe Sueh yang menyampaikan hal-hal

sebagai berikut:

a. Terkait dengan Rancangan HAP:

1) BRB terbagi ke dalam 3 seksi, yaitu seksi yang menangani

kelompok pencurian dengan kekerasan, seksi yang menangani

pencurian judi liar dan karya seni, serta seksi yang mengawasi

jaringan mafia di Perancis.

2) Terdapat 2 jenis penyadapan, yaitu yang bersifat administratif dan

yudisial. Penyadapan administratif yang dilakukan untuk kasus

terorisme, keamanan negara dan jekahatan korporasi, perlu

mendapat sebelumnya izin dari Perdana Menteri. Hasil penyadapan

dilindungi rahasia negera dan tidak akan digunakan sebagai barang

bukti.

3) Penyadapan yudisial dilakukan oleh 2 pihak, yaitu oleh Jaksa dan

oleh Hakim Komisaris. Penyadapan yudisial oleh Jaksa dilakukan di

tingkat penyidikan dan harus dengan persetujuan Hakim

Kebebasan serta untuk kasus kejahatan terorganisir dengan masa

penyadapan maksimum 2 bulan. Penyadapan oleh HK adalah di

tingkat penyelidikan dan dapat dilakukan kepada siapapun tanpa

batas waktu.

b. Terkait dengan rancangan KUHP:

1) Terdapat 2 jenis penyadapan, yaitu yang bersifat administratif dan

yudisial. Penyadapan administratif yang dilakukan untuk kasus

terorisme, keamanan negara dan jekahatan korporasi, perlu

mendapat sebelumnya izin dari Perdana Menteri. Hasil penyadapan

dilindungi rahasia negera dan tidak akan digunakan sebagai barang

bukti.

2) Di Perancis sangat dihormati 2 hal, yaitu privasi individu dan privasi

tempat tinggal, bahkan bagi tersangka. Oleh karenanya,

penangkapan tersangka di rumahnya tidak dapat dilakukan antara

31

jam 9 malam hingga jam 6 pagi, kecuali untuk kasus terorisme,

germo dan narkoba.

3) Polisi Perancis sering digugat karena masalah prosedur maupun

pelanggaran HAM. Untuk kasus HAM, batas daluwarsa untuk

melapor bagi korban adalah 10 tahun.

7. Pertemuan dengan Kementrian Kehakiman (Direktur Urusan Kriminal

dan Grasi Kepresidenan).

Delegasi kemudian mengunjungi Kementrian Kehakiman, dan bertemu

dengan Direktur DACG (Direktur Urusan Kriminal dan Grasi

Kepresidenan), Francois Capin-Dulhoste, yang menyampaikan hal-hal

sebagai berikut:

a. Terkait dengan Rancangan HAP:

1) Beban pembuktian dalam berperkara berada pada Jaksa dan Jaksa

dalam menghadirkan barang bukti di pengadilan tidak seketat di

Amerika Serikat.

2) Tuntutan korban adalah hak dan bukan kewajiban. Oleh karenanya,

tuntutan dari korban untuk kasus seperti kejahatan terorganisasi

kriminal atau KDRT bukan merupakan persyaratan agar suatu

kasus dapat diajukan ke pengadilan, mengingat bukti pemberat

kepada tersangka dapat diperoleh dari berbagai sumber lainnya.

3) Ketika terpidana memohon grasi, maka Presiden sebelum

mengeluarkan keputusan meminta pendapat dari Kementrian

Kehakiman, Jaksa di pengadilan Tinggi dimana keputusan atas

terdakwa dikeluarkan dan Kepala Penjara.

b. Terkait dengan rancangan KUHP:

1) Terdapat 3 jenis hukuman, yaitu hukuman seumur hidup, diikuti

dengan hukuman dengan waktu tertentu (I hari hingga 30 tahun

maksimum) dan denda.

2) Sesuai dengan jenis kejahatan, hakim dalam menjatuhkan

hukuman bebas menentukan lamanya kurungan badan asalkan

tidak melewati batas pidana maksimum dan jika terdapat banyak

pasal yang dilanggar, maka akan dipilih yang terberat. Sebaliknya,

32

denda dapat diakumulasi, tetapi hanya untuk kasus tertentu yaitu

kepada majikan yang lalai menjaga keselamatan kerja buruhnya.

3) KUHP memungkinkan perusahaan dituntut dan denda bagi

perusahaan adalah 5 kali lipat lebih besar dibandingkan denda

terhadap individu.

4) Sekiranya hakim memutuskan untuk mengurangi hukuman

terpidana atau terpidana akan dikeluarkan lebih cepat dari penjara,

maka korban akan diberitahu mengenai hal ini, namun korban tidak

dapat mengajukan banding.

5) Hukuman mati, sebelum dihapus tahun 1981, dilakukan dengan

pemenggalan kepala (quillotine) dan pelaksanaan hukuman mati

terakhir dilakukan tahun 1977. Keputusan Perancis untuk

menghapus hukuman mati ini tercantum dalam Konstitusi dan

disebabkan oleh desakan dalam negeri oleh partai mayoritas waktu

itu (Partai Sosialis) dan desakan internasional. Akibatnya, Perancis

menolak perjanjian ekstradisi dengan negara yang masih

menjalankan hukuman mati, tetapi menjalankan ekstradisi dengan

sesama anggota Uni Eropa. Dengan negara UE, terpidana dapat

menjalankan sisa hukumannya di negara asalnya.

V.3. Hasil Kunjungan Kerja di Negara Inggris

1. Pertemuan dengan Crown Prosecutor Service. Narasumber oleh Mr.

Anthony Salmon (Prosecutor Specialist) dan Chrissy Tsertis yang

saat ini bertugas untuk menjalin kerjasama dengan tim hukum

pemerintah Inggris.

CPS adalah kantor penuntut umum yang paling utama yang ada di

Inggris dan Wales.

Kasus-kasus yang diselidiki oleh polisi dan serious crime unit diajukan

kepada CPS untuk mendapatkan persetujuan apakah kasus ini bisa

diajukan atau tidak.

33

CPS independen dari pihak kepolisian tapi saling bekerjasama dengan

erat.

Independensi CPS ini diatur dalam konsitusi. Tetapi CPC bekerjasama

dengan pihak kepolisan agar kasus-kasus dapat berlanjut ke tingkat

penuntutan.

Polisi bisa datang ke CPS untuk meminta nasehat mengenai misalnya

bagaimana suatu proses penyelidikan bisa dilakukan apakah perlu tes

DNA, sidik jari, atau wawancara secara mendalam dengan Tersangka.

Polisi tidak ada kewajiban untuk mengikuti segala saran yang

diberikan CPS tapi sangat dianjurkan untuk bisa memastikan apakah

kasus tersebut layak atau tidak untuk diajukan ke pengadilan.

Tidak ada batas waktu untuk penyelidikan di Inggris dan Wales, dan

bisa memakan waktu bertahun-tahun tetapi tentu harus dilakukan

penyelidikan dengan sesegera mungkin.

Kepolisian juga tidak dibatasi waktu bisa berapa kali untuk

berkonsultasi dengan CPS.

Dalam sistim Inggris dan Wales, seseorang tidak bisa ditangkap jika

tidak memiliki bukti yang sangat kuat. Jika polisi menangkap sesorang

maka dalam waktu 24 jam diajukan kepada Hakim untuk segera

dimintakan pendapat apakah bisa ditangkap atau tidak. Jika tidak

ditahan maka ia harus dibebaskan atau bisa dibebaskan dengan

jaminan.

Seseorang bisa dijadikan Tersangka jika memenuhi 2 prasyarat. Yang

pertama jika memiliki prospek kuat / bukti kuat untuk dijadikan

tersangka. Yang kedua jika keberadaannya mengganggu keamanan

masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan putusan hakim dalam 24

jam. Jika perlu penyelidikan lebih jauh, hakim bisa memperpanjang

sampai dengan 96 jam.

1984 ada Statuta Kepolisan dan Penuntutan yang mengubah secara

drastis mekanisme penuntutan dan penangkapan. Ada aturan yang

sangat lengkap mengatur tentang bagaimana perlakuan dan

34

perlindungan HAM Tersangka, bagaimana tersangka diperlakukan di

dalam penjara, berapa lama bisa dimonitoring, bagaimana bisa dibawa

ke dalam proses pengadilan yang adil.

Masalah terorisme penanganan sedikit berbeda. Polisi diberikan waktu

14 hari sebelum hakim memutuskan bisa ditahan atau tidak.

Polisi dalam beberapa kasus yang dianggap tidak membahayakan

ketertiban dan keamanan masyarakat, para Tersangka dapat hanya

diinterview dan dicatat keterangannnya dan bisa dibebaskan atas

jaminan, tapi dalam proses tersebut polisi tetap membangun kasus

untuk proses selanjutnya.

Pada kasus terdakwa yang berbahaya seperti pembunuh, pemerkosa,

orang-orang yang berlaku jahat maka akan ditahan dan kasus akan

dibangun selama mereka berada dalam tahanan.

Untuk memastikan adanya perlindungan HAM, di kepolisian ada unit-

unit independen tentang kesejahteraan tersangka/terdakwa, proses

perlakuan tahanan, dan mereka mencatat semua yang bisa dijadikan

alat tuduhan terhadap polisi jika seandainya melakukan perbuatan

yang tidak layak.

Jadi memang di dalam Code ini ada berbagai peraturan ketat bagi

tersangka untuk bisa diajukan ke pengadilan.

Di dalam sistim adversarial Inggris, Jaksa yang bisa menentukan

apakah kasus ini bisa diajukan ke pengadilan. Hakim hanya

memutuskan bersalah atau tidak.

Hakim hanya memiliki wewenang apakah seorang Tersangka bisa

dibebaskan atas jaminan atau tidak. Hakim memutuskan pakah perlu

untuk dibebaskan baik dengan jaminan atau tidak.

Hakim juga bisa memerintahkan CPS untuk segera menuntut dengan

memberikan batas waktu tertentu.

Hakim tidak ada kontak dengan Terdakwa. Jadi hakim memutuskan

berdasarkan bukti-bukti yang diajukan, dan adu argumentasi antara

Jaksa dengan lawyer.

35

Jaksa punya wewenang untuk menghentikan proses penyelidikan jika

dipandang tidak mempunyai cukup bukti semuanya berdasarkan Code

yang ada.

Jaksa tidak punya hak untuk menghentikan kasus/deponering.

Sistim pengadilan criminal di Inggris melibatkan pihak-pihak:

kementerian dalam negeri, Penjara, kepolisian, Jaksa Penuntut,

Kementerian Kehakiman, dan Probation.

Probation adalah kantor yang mengawasi seseorang yang dibebaskan

berdasarkan jaminan atau seseorang yang sudah kembali ke

masyarakat dari penjara.

4 tugas utama CPS adalah memastikan terdakwa dihukum dengan

adil, mencegah terjadinya kejahatan yang sama dalam masyarakat,

memastikan keadilan dan ketertiban berjalan di masyarakat, dan untuk

melindingi hak-hak hukum orang yang tidak memilki kesalahan.

CPS adalah lembaga independen yang adil jujur dan terbuka, dan

dapat memastikan bahwa keputusna yang dibuat dapat memperoleh

respek dari masyarakat karena nilai-nilai yang kita junjung tersebut.

Jaksa Agung (Kepala CPS) adalah politisi yang dipilih Parlemen,

menjadi penasehat hukum pemerintah/kerajaan, dan pejabat setingkat

menteri yang menjembatani Legislatif dan Yudisiil.

Keputusan Jaksa Agung tidak bisa mendikte putusan para Jaksa, dan

tidak ada yang menggangu karena dijamin oleh konstitusi.

Care Stomer adalah kepala kantor CPS yang menangani proses

pengambilan keputusan sehari-hari para Prosecutor.

Dominic Rees, adalah jaksa Agung saat ini.

CPS berdiri tahun 1986. Di Inggris Penuntutan bisa dilakukan individu

atau lembaga tapi CPS yang me review layak atau tidak untuk

dilanjutkan.

Ada 5 fungsi utama CPS: memberi nasehat kepada polisi, mereview

kasus yang dimasukan polisi ke CPS, menentukan apakah proses

penuntutan itu dapat dilakukan kecuali pada kasus-kasus kecil,

36

mempersiapkan bahan-bahan untuk pengadilan, menjadi jaksa di

Pengadilan.

Tingkat kesuksesan CPS selama ini adalah 85%.

Kunci kesuksesan disini adalah karena adanya kerjasama erat antara

polisi dengan kantor CPS.

Jadi kalau orang mengaku bersalah langus mudah masuk ke

pengadilan.

CPS sangat menekankan pentingnya mereview kasus, proses

pengumpulan barang bukti dan analisis barang bukti sehingga kasus

yang diajukan kan sangat kuat.

Di Inggris ada Magistrate Court (pengadilan tingkat rendah), dan

Crown Court (pengadilan tingkat tinggi).

Pada pengadilan tingkat Magistrate mereka diberikan hak untuk bisa

memberikan putusan perkara 12 bulan kecuali untuk kasus yang

pengadilan tingkat anak-anak yang dapat menghukum hingga 2 tahun.

Ada 3 klasifikasi: pelanggaran tidak serius, pelanggaran yang bisa

diadili di tingkat Magistrate tergantung kejahatan yang dilakukan.

Kasus pelanggaran berat seperti perampokan pembunuhan,

pemerkosaan langsung menuju Crown Court.

Jadi kalau tersangka melakukan pelanggaran ringan, polisi bisa

mengeluarkan surat pemberitahuan (cautioning policy) yang diberikan

kepada pengadilan, dan data itu melekat pada orang tersebut seumur

hidup.

Ada pula “Conditional Caution”. Dan ada kasus tertentu yang tidak

ringan atau berat yang bisa diberikan hukuman tertentu misalkan

mengikuti kelas rehabilitasi, menulis surat kepada korban, membayar

kompensasi kepada korban, yang diputus tanpa melalui pengadilan.

Tapi Conditional Caution ini tidak berlaku bagi kasus KDRT.

Ada sistim dimana korban dapat kita jadikan dalam satu proses

komunikasi yang harus dijaga. Misalnya kasus kejahatan kekerasan,

jika tuduhannya dikurangi maka jaksa harus memberitahukan kepada

37

korban mengapa memutuskan seperti itu. Demikian halnya dengan

proses penghentian penyelidikan.

Dalam kasus pembunuhan misalnya ketika korban tidak puas

terhadap putusan maka akan ada sesi tatap muka dengan korban dan

Jaksa.

Jika korban tidak puas terhadap hal tersebut, maka bisa judicial review

ke pengadilan lebih tinggi untuk meleihat apakah proses tersebut

cacat hukum atau tidak.

Dalam mekanisme ini ada tingkatan tertentu dimana ketika keputusan

diambil penuntut pada tingkat bawah dirasakan tidak pas maka senior

dapat meminta direktur untuk dilakukan investigasi atau review

terhadap kasus tersebut sebelum diajukan judicial review. Kuncinya

adalan trasparansi dan kerjasama.

Dalam kasus ringan bisa segera langsung diputus. Hakim di tingkat

Magistrate bisa memutus 40 hingga 50 kasus setiap hari, apalagi

untuk terdakwa yang mengaku bersalah bisa langsung diputuskan.

Jika antara polisi dan CPS terjadi kontradiksi maka ada proses adu

argumentasi antara jaksa dan polisi. Jika tidak terjadi kesepakatan

maka akan berlanjut sampai dengan tingkat atas.

Pada dasarnya tidak ada aturan formal perlu 1 atau 2 alat bukti, tapi

Jaksa akan mengatakan “berikan pada saya bukti yang sebanyak-

banyaknya untuk memberikan gambaran yang jelas” (CCTV, DNA,

keringat, Cement dan any form of evidence). Dalam kasus tertentu

rumor/hearsay bisa juga menjadi barang bukti tapi ada aturan khusus

dalam statuta.

Lawyer tidak bisa untuk menjadi penjamin, tapi keluarga bisa sebagai

penjamin.

Jaksa mungkin untuk mengajukan banding (unduly lenient) selama

putusan jauh dari minimum yang diatur di dalam undang-undang.

Saat adu argumentasi antara Jaksa dan Polisi, tidak ada saksi yang

dihadirkan, semua diputus berdasarkan hukum.

38

Prinsipnya, di semua tingkat pengadilan, jika seseorang sudah

ditangkap oleh polisi maka berkewajiban untuk meminta fatwa dari

Hakim 24 jam atau 96 jam dari kasus-kasus tertentu.

Setelah 24 jam dimungkinkan ada 12 jam penahanan atas keputusan

dari kepala kepolisian, jika lebih dari itu harus dengan keputusan

hakim apakah dituntut atau dibebaskan.

Polisi benar-benar mengumpulkan alat bukti sampai secara lengkap

dahulu dan memastikan punya semua alat bukti, setelah itu baru

dilakukan penangkapan.

Untuk kejahatan tertentu ada yang batas waktu sampai dengan 56

hari.

Jika suatu kasus bisa ditangani baik oleh Magistrate atau Crown

Court, tetapi sudah diputuskan pada tingkat Magistrate, maka proses

pengadilan harus sesudah 71 hari penahanan. Tapi kalau kasusnya

diajukan kepada Crown Court maka batas waktunya adalah 182 hari.

Jika Dalam kasus tertentu dengan bukti yang sangat kuat, penuntut

umum bisa mengajukan penangguhan penahan dengan jangka waktu

tertentu.

2. Pertemuan dengan Metropolitan Police

a. Mr. Dipesh Datani (Kepala Polisi Penjaga Lapas Kasus Terorisme):

Rombongan dibawa oleh narasumber ke sel penjara khusus

untuk menangani Tersangka/Terdakwa yang terkait dengan

kasus Terorisme.

Crime Unit ini dipisahkan dari kantor Polisi agar aman dan untuk

menghindari media.

Sel di dalam terdiri atas 8 sel yang masing-masing terpisah laki-

laki dan perempuan.

Tembok dan pintu sel khusus dengan ketebalan tertentu

sehingga para tahanan tidak akan dapat saling melihat ataupun

berkomunikasi dengan cara apapun.

39

Tahanan pada awal diberikan baju khusus dengan kerudung dan

dimasukkan dalam sel yang tertutup oleh kain tebal, hal ini

bertujuan agar semua bukti tetap steril.

Setiap 4 tahanan diatasi oleh 2 sersan, dan proses pengambilan

bukti bisa sampai 2-3 jam seara lengkap setelah itu di interview.

Kamar sel dilengkapi oleh infra red, toilet, shower mandi, cermin

yang semuanya didesain secara khusus agar tetap dapat

terpantau.

Setiap 20 jam Tahanan boleh mneghirup udara luar dan terkena

sinar matahari, dengan digiring ke ruangan berkawat khusus

terbuka.

Keseluruhan unit penahanan ini ada 102 CCTV.

Seluruh tahanan dipantai oleh dokter bersertifikasi khusus setiap

hari dan tidak diperbolehkan ada kunjungan.

b. Kantor KBRI Inggris Grossvenor London dengan Mr. Alan Hasler

(Detective Sergeant Counter Terrorism Command S015 New

Scotland Yard) :

Narasumber mempresentasikan mengenai kejabidan Londong

Bombings 7-7-2005, dan penanganan pada saat kejadian.

Pelaku melakukan bom bunuh diri pada saat kejadian dan

teriidentifikasi pelakunya adalah : Shezad Tanwer (22 tahun

orang Inggris), Muhammad Sadiq Khan (Orang Inggris), jarmaine

Lindsey/Jamal (19 tahun, orang Inggris, dan Habib Hasan (19

tahun, orang Inggris).

3. Pertemuan dengan Recoder of London/Hakim Kehormatan, Mr. Brian

Barker.

Narasumber menjelaskan bahwa ada 4 macam level court di

Inggris:

1) Magistrate Court. Ciri-crinya: Tidak ada juri; Hanya untuk

small case (tingkat kota/distrik); Vonis bisa dijatuhkan 1 hakim

atau 3 orang hakim dari public (judge of the peace).

40

2) Crown Court. Ciri-cirinya: Vonis bisa dijatuhkan oleh 1 hakim

dan juri; Hakim adalah hakim yang full time professional, dan

1 dewan juri yang terdiri atas 12 orang dari masyarakat; 12

orang Dewan Juri tidak saling kenal antara satu dengan yang

lain, masing-masing datang dan terpisah, serta tidak boleh

menjawab pertanyaan apapun; Tugas hakim adalah menjaga

prosedur pengadilan dan hal lain yang perlu untuk

diperhatikan termasuk barang bukti dan membuat laporan

sebagai bahan pertimbangan Dewan Juri; Jika Juri memutus

Terdakwa bersalah, maka Hakim yang mengirim ke penjara.

3) Court of Appeal. Ciri-cirinya: Yang dapat ke tingkat banding

adalah “criminal matters” atau “civil matters”; Banding tidak

serta merta otomatis, harus ada dasar kuat dan bukti baru;

Ada 3 hakim dan tidak ada juri; Selama ini hanya 10% saja

perkara sampai kepada tingkat banding; Untuk perkara

criminal biasanya putusan di tingkat banding tidak jauh

berbeda.

4) Supreme Court. Ciri-cirinya: Perkara yang masuk disini hanya

sebagian kecil saja khusus untuk perkara-perkara yang

menyita perhatian publik; Disini ada 12 orang hakim agung

yang dipilih seumur hidup.

Untuk para Lawyer di Inggris terdiri dari:

1) Solicitor: saat ini ada sekitar 100.000 orang yang beroprasi di

Inggris dan Wales. Menangnai perkara-perkara kecil seperti

perkawinan dengnamemberikan advis-asvis hukum. Saat ini

bisa beracara di tingkat Magistrate.

2) Barrister: saat ini ada sekitar 12000 di Inggris dan Wales,

merupakan ADvokat yang beracara dan spesialis di bidang

tertentu.

Untuk Kejaksaan ada CPS yang merupakan lembaga

independen.

41

Setelah polisi menangkap akan segera menyerahkan berkas ke

CPS.

Interpretasi produk hukum bisa oleh Hakim (case law).

Chek Criminal Code 2003.

Rombongan dewan diajak untuk melihat persidangan pidana

secara langsung untuk kasus “Crown vs John Paula”.

4. Pertemuan dengan Duta Besar RI (HE. Hamzah Tayeb) dan

Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) di Inggris.

PPI membuat pernyataan sikap:

1) Persatuan PPI eropa meminta bersikap transparan mengenai

tujuan, program kerja, agenda, dan biaya perjalanan, serta

hasil yang ingin dicapai dalam kunjungan kerja.

2) Meminta agar anggota DPR Ri mengajak berdiskusi dan

berdialog dengan mahasiswa Indonesia di luar negeri

mengenai butir a di atas.

3) Merekomendasikan agar DPR menggunakan fasilitas

teknologi seperti video teleconference.

4) Meminta agar DPR mempunyai sense of crisi terhadap

keterpurukan ekonomi bangsa saat ini.

5) Meminta agar anggaran dialihkan kepada hal hal yang

keberpihakan kepada masyarakat.

6) Jika hal hal tersebut tidak diindahkan dengan ini menyatakan

bahwa PPI menolak kedatangan DPR.

Seharusnya KUHD juga harus mulai untuk direvisi agar lebih

sesuai dengan perkembangan saat ini.

Dino Kusnadi dari staff KBRI menanyakan bahwa apakah perlu

hukuman mati tetap ada.

Peerlu juga agar merevisi perubahan Undang-undang HAM

disesuaikan dengan RUU KUHP sekarang ini.

Pemerintah harus konsisten dengan Panca Pembangunan:

keirigasian, pertanian, perkebunan perikanan.

42

Harus ada pidana minimum untuk kejahatan tertentu.

5. Pertemuan dengan Criminal Lawyer dari Ministry of Justice, Mr

Rodrick McCally, dan Mrs. Victoria Baumm

Kerajaan Inggris terdiri atas 4 wilayah yaitu: Scotland, England, Wales,

Northern Ireland.

Wilayaah Skotlandia dan Northern Ireland memiliki kekuasaan

tersendiri untuk mengatur hukumnya sendiri, dan parlemen diberikan

kekuasaan untuk membentuk hukum sendiri.

Di Common Law Inggris beda dengan Continental tidak dikenal

kodifikasi hukum, yang ada statute yang disetujui Parlemen.

Di sistim Inggris, peradilan tercantum dalam konstitusi tapi terpisah

dari kekuasan legislative dan eksekutif.

Di pengadilan kasus criminal, hakim sebagai wasit yang memastikan

prosedur dan sistim aturan acara di pengadilan yang disebut juga

dengan Adversarial.

Berlawanan dengan Inquisitor, di sistim Adversarial tugas Jaksa harus

member bukti-bukti yang meyakinkan kepada juri.

Terdakwa tidak perlu membuktikan, tapi jaksa harus benar-benar

membuktikan bahwa Terdakwa bersalah (burden of proof).

Di dalam sistim ini yang dicari adalah bukan kebenaran.

Di sistim Inquisitor, proses pengadilan ditujukan untuk membuktikan

atas suatu kejahatan yang terjadi.

Di sistim Adversarial, penekanan ada pada pembuktian. Banyak sekali

aturan yang ada dalam pembuktian ini termasuk apa saja yang boleh

diajukan sebagai barang bukti, apa saja yang boleh diajukan ke

Majelis Juri, bukti yang diserahkan harus sesuai dengan kasus yang

terjadi.

Di UK mengklasifikasikan perbuatan pidana dalam 3 cara: 1)

Indictment only offences. Hanya dapat di pengadilan Crown Court.

Termasuk diantaranya pemerkosaan, pembunuhan, dan kejahatan

serius lain; 2) Offences only bay Magistrate. Seperti kejahatan kecil,

43

mabuk menyetir, penipuan, dll, yang maksimum hukumannya 6 bulan;

dan 3) Either by Magistrate or Crown Court/either way. Hakim di

pengadilan Magistrate bisa memutus apakah kasus tersebut bisa

diadili di Magistrate atau di Crown Court.

Ada juga beberapa kasus yang diperiksa di Pengadilan Magistrate lalu

diputus di Pengadilan Crown Court.

Ada jenis peradilan/moot of trial dimana seorang tersangka bisa

meminta jenis pengadilan yang diiinginkan.

Jika seseorang mengaku bersalah atau tidak di tingkat Magistrate

maka hakim magistrate bisa mengadili atau ke Crown Court.

Yang memutus di tingkat Magistrate adalah 3 orang yang bukan

Hakim professional, dan juga bisa seorang Hakim distrik yang seorang

pengacara dan dipilih oleh Dewan Kota.

Pada tingkat Crown akan ditentukan oleh juri yang dipilih dari

komunitas masyarakat.

Dalam konteks banding, seorang terdakwa pada tingkat Magistrate

bisa mengajukan banding ke tingkat Crown tanpa perlu dihadiri oleh

adanya Dewan Juri.

Umumnya Jaksa tidak bisa appeal kecuali pada kasus salah

penerapan hukum atau prosedur dalam mengambil keputusan.

Ada beberapa kasus dan untuk limitasi tertentu bisa keberatan

terhadap juri tapi sampai saat ini hampir tidak ada.

Umumnya bisa pengacara menolak hakim jika memiliki konflik

kepentingan tapi sangat jarang terjadi.

Tugas seorang hakim hanya untuk bagaiaman prosedur pengadilan

berjalan dan membuat ringkasan-ringkasan atas pemeriksaan di

pengadilan tersebut.

Dari 12 juri harus dengan suara bulat memutus bersalah atau tidak.

Aturannya minimal antara 10 juri VS 2 juri. Jika tidak tercapai maka itu

adalah akhir dari persidangan, juri akan dibubarkan dan jaksa bisa

mengajukan pembentukan juri baru.

44

Hakim akan balance menilai barang bukti dan hal itu akan tercermin

dari summary yang disampaikan kepada juri.

Jika 10 tahun kemudian ditemukan bukti baru maka akan ada

peninjauan kembali yang dapat diajukan terpidana.

Dimungkinkan juga juri dapat disuap tapi sangat jarang terjadio, jika itu

terjadi maka resiko pelanggaran hukumnya sangat berat.

Lawyer di Inggris tidak perlu menunjukkan license kepada hakim, tapi

apabila terbukti bukan pengacara makan akan menjadi suatu

pelanggaran sangat serius.

Asas Ne bis In Idem diterjemahkan sempit, pada kasus pembunuhan

jika dinyatakan tidak bersalah lalu ada barang bukti baru yang sangat

meyakinkan maka terdakwa bisa diadili lagi. Sepanjang sejarah hanya

2 kali pernah terjadi.

Untuk kasus self defence dan necessity harus dengan proporsional.

Ada aturan khusus / judicial ethics bagi hakim di Inggris, dan saat ini

di Inggris sangat bersih dan bebas suap.

Seorang pengacara bisa melakukan investigasi yang penting semua

hasil investigasi tersebutharus dibagi dengan Jaksa, begitupun juga

sebaliknya, dan proses tersebut akan berlanjut di persidangan.

6. Pertemuan dengan Amnesty International, Mrs. Isabel Ahading

(Deputy Director Asia Pacific) dan Mr. Popong Hidayat.

Amnesty Internastional adalah lembaga HAM internasional yang

berkantor pusat di London.

Narasumber pernah membuat laporan dan memberikan masukan

terhadap RUU KUHAP pada tahun 2006 kepada pemerintah

Indonesia.

Amnesty International mendukung secara penuh agar semua Negara

meratifikasi secepat mungkin.

Harus ada ratifikasi-ratifikasi konvensi internasional tersebut dan

memastikan definisi kejahatan internasional tersebut masuk dan cocok

pada konvensi internasional.

45

KUHAP saat ini tidak memberikan definisi secara jelas dan kurang

komprehensif.

Dalam KUHAP harus ada revisi agar korban perkosaan dapat akses

keadilan.

Produk reformasi Indonesia saat ini sudah menjadi Negara pihak dari

berbagai instrument HAM internasional yang menjadi acuan Amnesty

International dalam advokasi HAM.

Saat ini Indonesia sudah ratifikasi 8 dari 9 konvensi HAM

internasional. Sedangkan Amerika cuman 3.

Saat ini yang jadi fokus Amnesty adalah kejahatan dalam bentuk

penghilangan paksa, perkosaan dan sebagainya.

Pengalaman di pengadilan pidana internasional yang menafsirkan

tindak kejahatan HAM yang baru sesuai dengan perkembangan

zaman seperti perkosaan.

Saat ini ada perkembangan Ham untuk hak-hak reproduksi

perempuan, harusnya jadi pertimbangan.

Kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama harus juga dijamin.

Bahwa orang yang ditangkap di tahanan bisa sampai berbulan-bulan

dan tidak mendapatkan akses sama sekali. Semua harus dijamin dan

tidak ada siksaan terhadap tahanan.

Perlindungan terhadap penyiksaan di draft KUHAP sampai saat ini

juga belum begitu jelas. Begitupun halnya ketika dalam melakukan

interogasi.

Amnesty Internasional tidak memberikan dana langsung kepada

lembaga-lembaga lain. Tetapi melakukan advokasi-advokasi, seminar,

dan kerjasama dengan lsm sejenis.

Human rights violation ini penting karena dilakukan oleh Negara atau

agen Negara. Negara harus bertanggungjawab terhadap hal itu.

Customary International Law ini penting seperti misalnya penyiksaan,

apabila Negara tersebut belum meratifikasi konvensi internasional

46

menentang penyiksaan tetap harus patuh dan menghormati.

Termasuk pengusiran orang ke Negara yang berkonflik.

Definisi 2 kejahatan internasional dalam UU pengadilan Ham

Indonesia tidak cocok dengan definisi internasional yaitu Genosida

dan Kejahatan Melawan Kemanusiaan, pembunuhan di luar hukum

dan kejahatan perang belum ada definisinya.

Kasus Cebongan adalah pelanggaran HAM langsung karena

dilakukan oleh agen Negara yang membunuh orang di luar hukum.

Definisi makar di RUUKUHP masih ada dan definisinya bisa

bertabrakan dengan ICCPR.

Pasal penghinaan terhadap Presiden tidak cocok juga dengan hak

berekspresi.

V.4. Kunjungan Kerja di Negara Kerajaan Belanda

1. Pertemuan di Kementerian Keamanan dan Kehakiman Belanda

Delegasi Komisi III DPR RI diterima oleh Leo Vester (Senior Legal

Adviser, Sector Legislative Quality Policy, Department of Legislation and

Legal Affairs). Hal-hal yang disampaikan:

a. Organisasi dari Cabang Legislatif, Pemerintah Belanda, dan Posisi

Menteri Keamanan dan Kehakiman:

1) Cabang Legislatif

- Pembuat UU terdiri dari Pemerintah dan Parlemen

- Pemerintah terdiri dari Raja dan Kabinet

- Parlemen terdiri dari Kamar Pertama dan Kamar Kedua

- Kabinet terdiri dari Menteri dan Wakil Menteri

2) Organisasi Pemerintah Belanda

- Pemerintah Pusat terdiri dari Raja dan Kabinetnya

- Kabinet terdiri dari 13 Menteri dan 6 Wakil Menteri

- Perdana Menteri mempunyai fungsi koordinasi tetapi tidak

mempunyai kekuasaan terhadap menteri-menteri

47

- Menteri bertanggung jawab terhadap kebijakan yang

ditentukan oleh Perdana Menteri

- Substansi bidang kebijakan sering ditugaskan kembali di

antara menteri atau sekretaris menteri pada awal kabinet baru,

tetapi kadang-kadang juga selama pemerintahannya

- Semua menteri mempunyai bidang kebijakan yang ditentukan,

tetapi dapat juga mempunyai tanggungjawab koordinasi yang

membayangi menteri lain, seperti: keuangan berpengaruh

anggaran; masalah ekonomi berpengaruh pada peraturan

perundang-undangan di dunia usaha; masalah dalam negeri

berpengaruh pada peraturan perundang-undangan pada

warga negara; keamanan dan kehakiman berpengaruh pada

kualitas peraturan.

b. Prosedur Perundang-undangan

- Hukum formal dibuat oleh Pemerintah dan Parlemen bersama-

sama

- Keputusan kerajaan dibuat oleh Pemerintah

- Keputusan menteri dibuat oleh menteri atau wakil menteri

- Pemerintah Pusat tidak bertanggung jawab langsung terhadap

peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah, Kotamadya, dan

lembaga pemerintah yang independen

- Setiap kementerian mempunyai ahli hukum perundang-undangan

- Pemerintah mempekerjakan 600-700 ahli hukum perundang-

undangan

- Suatu undang-undang atau peraturan mungkin ditandatangani

lebih dari satu menteri

- Proposal didiskusikan secara umum di antara menteri-menteri

yang terlibat, agar mencapai kesepakatan atas presentasi di

Dewan Kementerian.

48

c. Kebijakan Kualitas Perundang-undangan Belanda

- Tanggungjawab kualitas legislasi ada pada menteri tertentu, tetapi

tanggungjawab utama ada pada Kementerian Keamanan dan

Kehakiman

- Kementerian Keamanan dan Kehakiman mempunyai kriteia

kualitas

- Pengembangan instrumen dan prosedur untuk meningkatkan dan

mempertahankan peningkatan kualitas legislasi

- Kriteria pokok kebijakan kualitas legislatif: 1) keabsahan; 2) efektif

dan efisiensi; 3) subsidiaritas dan proporsional; 4) layak dan dapat

ditegakkan; 5) pemahaman yang sama (di antara peraturan dalam

sistem hukum); 6) sederhana, jelas, dan dapat diakses.

- Kebijakan kualitas legislatif: 1) Persiapan: setiap menteri

merancang peraturannya sendiri, dengan melakukan pengujian

peraturan perundang-undangan. Jika ada masalah, akan

dibicarakan dengan kementerian terkait dan rancangan diusulkan

untuk diubah supaya lebih baik. 2) Menteri Keamanan dan

Kehakiman dapat mengundang rekan kerjanya di kabinet untuk

membahas rancangan. 3) Nasihat dari lembaga negara (UU,

Peraturan Pemerintah)

d. Instrumen untuk Mempertahankan Kualitas Legislasi

- Hukum umum (Hukum Perdata, Hukum Administrasi Umum)

- Beberapa instrumen untuk membantu pembuat kebijakan dan

perancang UU ketika kebijakan dan rancangan legislasi

berkembang

- Kajian Perundang-undangan

49

2. Pertemuan di KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal; Land-en

Volkenkunde)

Delegasi Komisi III DPR RI diterima oleh Prof. dr. Willem van der Molen

(Peneliti) dan Drs. Nico van Horn (Kepala bidang Arsip, ahli Sejarah). Hal-

hal yang disampaikan:

- KITLV merupakan lembaga penelitian, yang didirikan pada tahun

1851. Pernah merupakan perhimpunan swasta, tetapi saat ini 90 –

95% anggarannya disubsidi oleh Pemerintah.

- Kedudukan KITLV saat ini berada di bawah KNAW (seperti LIPI di

Indonesia). Pegawai yang bekerja di KITLV berjumlah 50 orang,

terdiri dari peneliti dan pegawai.

- Kegiatan KITLV berupa pengoleksian dan penelitian. Ukuran koleksi

di Universitas Leiden kurang lebih 4 juta jilid, sedangkan di KITLV

tidak sampai 1 juta jilid. Buku tertua tahun 1495 dan buku termuda

tahun 2013.

- KITLV menarik untuk didatangi karena mempunyai fokus yang tajam,

yaitu: a) Satu wilayah daerah bekas jajahan: Indonesia, Suriname,

dan Antiles; b) Satu bidang ilmu, berupa humaniora, yang meliputi

bahasa dan sastra, sejarah, antropologi, agama, dan hukum.

- Selain buku, koleksi KITLV berupa foto (sekitar 200.000, sejak tahun

1845-2013), digital, dan audio visual.

- Fungsi/Peran KITLV bagi Indonesia: a) Koleksi mengenai informasi

tentang Indonesia, b) Khazanah karangan dan gambar yang terakses

dengan bebas, c) Fasilitas dalam rangka penyegaran dosen,

pegawai, peneliti, berupa: lawan bicara untuk peneliti senior dan

bimbingan untuk peneliti muda.

- Arsip tentang Volksraad disimpan oleh Pemerintah Den Haag.

- Koleksi hukum adat tertua tahun 1685.

- Alamat email arsip Universitas Leiden: http://www.kitlv.nl

50

3. Pertemuan di Fakultas Hukum Universitas Leiden

Delegasi diterima oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Leiden, Kepala

Jurusan Hukum Pidana (F.P. Olcer), dan Kepala Jurusan Hubungan

Internasional. Hal-hal yang disampaikan:

- Dekan Fakultas Hukum mengatakan bahwa Universitas Leiden bukan

merupakan universitas terbesar di Belanda, tetapi termasuk

universitas tertua. Fakultas Hukum Universitas Leiden mendapat

ranking 26 dari 8.000 Fakultas Hukum di dunia.

- Kepala Jurusan Hukum Pidana menyampaikan proses reformasi

dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Belanda:

a. Karakteristik umum Hukum Pidana Belanda: menganut sistem Civil

Law; sebagai subyek hukum Internasional, untuk peradilan pidana,

khususnya Hukum Uni Eropa; sistem peradilan pidana sebagai

“ultimum remedium” (upaya terakhir); diskresi dari jaksa dan hakim

masih besar, bersifat luas untuk tidak mengadili berdasarkan

dakwaan; adanya instrumen alternatif dalam penegakan hukum yang

dibuat oleh Jaksa, tidak hanya berupa hukuman pidana, tetapi bisa

berupa denda dengan membayar sejumlah uang. Dilakukan transaksi

untuk hal itu, apabila tidak terjadi kesepakatan, maka proses

peradilan berlanjut. Dengan transaksi ini, akan mengembalikan uang

negara; dalam kaitan dengan bidang kebijakan, hukum pidana

Belanda mengacu pada hukum campuran, penegakan hukum, dan

kovenan.

b. Sejak tahun 1971 hukum pidana Belanda memuat

pertanggungjawaban korporasi, dengan sanksi yang tinggi.

c. Parlemen menetapkan sanksi yang tinggi maksimal sampai 30 tahun

dan seumur hidup.

d. Dalam proses dekriminalisasi, hakim meringankan hukuman,

sehingga Parlemen biasanya mengikuti menetapkan hukuman yang

ringan.

51

e. Kesadaran dan penerimaan hukum pidana dan hukum acara pidana

dalam masyarakat:

masyarakat bisa menekan hakim dan jaksa,

lebih banyak kesadaran opini publik,

publikasi dari hakim.

Ada media dari hakim dan jaksa untuk menjelaskan perkembangan

kasus kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai

opini lebih bagus dan lebih mengerti. Selain itu, putusan pengadilan

dipublikasi di internet agar masyarakat bisa membaca. Surat

dakwaan dan putusan pengadilan harus dibuat dalam bahasa yang

mudah dimengerti oleh masyarakat.

f. Koordinasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam peradilan

pidana: tersangka, jaksa, dan hakim:

- Dalam perubahan KUHAP tiap-tiap aktor diatur tugasnya

masing-masing;

- Ada hal baru, bahwa korban harus didengar dan diperhatikan.

Ada hak-hak korban yang baru diatur, misalnya korban boleh

berbicara terkait dengan kasusnya, bukan sebagai saksi, tetapi

sebagai korban. Tetapi korban tidak boleh berbicara apa yang

harus dikenakan terhadap pelaku. Hal ini membawa

konsekuensi dalam hukum acara dan membuat posisi korban

dalam siding menjadi kuat;

- Ada revisi terhadap acara pemeriksaan sebelum persidangan,

misalnya mencari bukti. Penyidikan sebelum persidangan

dipimpin oleh Jaksa.

4. Pertemuan di Parlemen Belanda

Delegasi yang rencananya akan diterima oleh Anggota Parlemen, tetapi

karena ada Sidang Paripurna mengenai anggaran, maka Anggota

Parlemen tidak jadi menemui delegasi DPR RI. Delegasi akhirnya

diterima oleh Tenaga Ahli Parlemen. Hal-hal yang disampaikan:

52

- RUU dapat diajukan dari Parlemen, kelompok, Universitas, atau

Anggota Parlemen;

- RUU dari Raja (kabinet), diajukan dengan satu suara. RUU dari

kabinet diajukan ke Dewan Negara, kemudian dikirim ke Ketua

Parlemen, dan diserahkan ke Komisi. Di Komisi ada unsur

pendukung dan media untuk mengundang stakeholders dalam

rangka meminta input.

- Untuk RUU yang kontroversial, diadakan Rapat Pleno Parlemen dan

Menteri untuk membahas apakah RUU tersebut diterima atau

dibatalkan. Jika RUU diterima akan diperbaiki oleh pendukung

Parlemen, kemudian dikirim ke Menteri. Selanjutnya, Menteri

mengirim nota kepada Ketua Parlemen untuk menyetujui perubahan.

Parlemen akan menjadwalkan Rapat Pleno.

- Setiap hari Selasa Parlemen menjadwalkan Rapat Pleno untuk

voting.

- Pengajuan RUU ke Senat hanya untuk meminta persetujuan atau

menolak. Jika Senat menerima maka UU ditandatangani Ratu/Raja

kemudian diumumkan di Lembaran Negara dan berlaku.

- UU yang sudah berlaku tidak bisa diubah oleh Parlemen, tetapi

Parlemen dapat mengajukan usul RUU Perubahan

- Parlemen Belanda terdiri dari 8 Komisi, 150 Anggota Parlemen, dan

75 Anggota Senat.

5. Pertemuan di Hoge Raad (Mahkamah Agung)

Delegasi diterima oleh Mr. Y. Buruma (Hakim Agung). Hal-hal yang

disampaikan:

- Perbedaan antara hukum di Indonesia dan hukum di Belanda: hukum

Indonesia harus menerapkan hukum adat, khususnya di wilayah

Aceh dan Papua.

- Ada dua pilar dalam hukum, yaitu elemen dari hukum dan elemen

dari penegakan hukum. Elemen dari penegakan hukum adalah polisi,

53

jaksa, dan hakim. Dua pilar tersebut harus bersinergi, karena sama

pentingnya.

- Mr. Buruma menyatakan terkesan dengan upaya Indonesia untuk

mereformasi hukum, khususnya hukum pidana, yang terkait dengan

kunjungan ini. Juga adanya penegakan hukum dalam kasus korupsi,

dengan upaya yang dilakukan oleh KPK.

- Di Belanda ada sistem dimana Kejaksaan Agung memiliki jaksa-jaksa

khusus yang menangani perkara pidana atau perdata yang bisa

menetapkan apakah suatu kasus layak diajukan kasasi atau tidak.

Selain itu, Jaksa Agung akan bekerjasama dengan kamar-kamar

hukum yang ada di Mahkamah Agung (pidana, perdata, pajak),

dimana di setiap kamar ada staf yang memeriksa, apakah berkas

sudah lengkap.

- Kewenangan untuk menentukan upaya hukum kasasi ada pada

hakim. Hakim yang memutuskan, tetapi hak terdakwa tidak

dikesampingkan.

- Secara umum, pemeriksaan kasasi oleh MA memakan waktu 1

tahun, karena hakim akan membaca irah-irah, tidak hanya putusan

pengadilan. Hakim harus bisa menjawab apakah ada kesalahan

dalam penerapan hukum.

- Proses perekrutan hakim agung dinilai dengan penyampaian profil

calon oleh majelis hakim agung kepada Parlemen. Parlemen

biasanya menyetujui karena tidak akan mencampuri urusan yudikatif.

Proses tersebut hanya bersifat formalitas. Di Belanda ada pemisahan

antara urusan yudikatif dan legislatif.

- Calon yang diajukan mayoritas berasal dari hakim dan jaksa, tetapi

ada yang berasal dari akademisi (profesor) dan pengacara. Dalam

perekrutan tersebut diupayakan agar setiap unsur masuk, tetapi

mayoritas berasal dari hakim karier.

- Hakim agung tidak memonitor hakim Pengadilan Tinggi atau

Pengadilan Negeri, hanya saja ada petunjuk tertentu yang diberikan

kepada hakim Pengadilan Tinggi agar tidak membuat kesalahan. Ada

54

semacam komisi yang bertugas memonitor hakim dalam menangani

kasus-kasus tertentu.

- Ada ketentuan dalam hukum acara pidana, masyarakat bisa

mengajukan kepada hakim untuk memeriksa dan mengganti hakim

lain yang tidak memiliki kemampuan yang memadai. Selain itu, ada

ketentuan yang memberikan kesempatan kepada hakim untuk

mengundurkan diri dalam menangani suatu kasus apabila hakim

tersebut sudah memeriksa perkara tersebut dan memutus bebas.

6. Pertemuan di Openbaar Ministerie (Kejaksaan Agung)

Delegasi diterima oleh Prof. Gerard Strijards (Public Prosecution Service

of the Netherlands). Hal-hal yang disampaikan:

- Menteri Kehakiman bertanggung jawab di bidang penegakan

hukum.Kantor Kementerian kehakiman bertanggung jawab untuk

mengatur kantor jaksa agung dan kepolisian Belanda. Menteri

bertanggungjawab menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh

Parlemen Belanda. Apabila jawaban tidak memuaskan Parlemen,

maka menteri bisa diberhentikan.

- Kepolisian lokal bertanggungjawab kepada walikota dimana

kantornya berada, dalam bentuk finansial dan administrasi. Jadi ada

dualisme, karena kepolisian juga bertanggungjawab kepada menteri

kehakiman. Ketentuan ini diatur dalam UU nasional.

- Jaksa harus mematuhi dasar-dasar umum pemidanaan.

- Sistem pembuktian tergantung pada hakim, yang akan menentukan

alat bukti yang dapat dipergunakan di persidangan. Sepanjang alat

bukti diperoleh dengan sah, maka dipandang sama oleh hakim. Pada

kasus-kasus tertentu, alat bukti bisa juga diperoleh dari pernyataan

ahli.

- Dalam pemeriksaan suatu kasus yang tidak diketahui pelakunya,

maka Polisi menjadi leading. Tetapi apabila pelaku diduga lebih dari

55

satu orang, maka kepolisian dan penuntut umum bekerjasama untuk

menentukan tersangka utama.

- Untuk menghadirkan ahli merupakan kewenangan hakim karena

kalau penuntut umum yang menghadirkan ahli bisa dianggap tidak

obyektif

Demikian laporan dalam kunjungan kerja ke Negara Federasi Rusia, Negara

Republik Perancis, Negara Inggris, dan Negara Kerajaan Belanda dalam rangka

pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan RUU Hukum Acara

Pidana untuk dapat dijadikan masukan bagi Pimpinan DPR dan Anggota Panitia

Kerja Komisi III DPR RI.

KOMISI III DPR RI