Desensitisasi Sistematis

22
MAKALAH TERAPI TINGKAH LAKU “DESENSITISASI SISTEMATIK” Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Konseling dan Psikoterapi Disusun Oleh : Reni Sri Rejeki 1511412092 Kukuh Sujana 1511412121

description

Makalah tentang Desensitisasi Sistematis

Transcript of Desensitisasi Sistematis

MAKALAHTERAPI TINGKAH LAKU DESENSITISASI SISTEMATIKDisusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Konseling dan Psikoterapi

Disusun Oleh :Reni Sri Rejeki1511412092Kukuh Sujana1511412121

JURUSAN PSIKOLOGIFAKULTAS ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2015

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTerapi tingkah laku merupakan cabang psikologi terapan yang menekankan pada prinsip-prinsip belajar sebagai dasar kemahiran dan modifikasi tingkah laku maladaptive. Saat ini masih banyak penulis dan terapis yang menggunakan term behavior modification and behavior therapy secara dipertukarkan.Para teoris dan praktisi bebrbeda dalam mendefinisikannya, sesuia latar belakang mereka yang beragam, mislanya klinis, eksperimental, sekolah, psikologi konseling, dan psikiatri. Setiap spesialis telah memilih penekanan bentuk tingkah laku yang berbeda untuk dimodifikasi.Terapi tingkah laku merupakan usaha untuk memanfaatkan secara sistematis pengetahuan teoritis maupun empiris yang dihasilkan dari penggunaan metode eksperimen dalam psikologi, untuk memahami danmenyembuhkan pola tingkah laku yang abnormal. Classical Conditioning dari Pavlov dan Instrumental conditioning dari Bakhterev memberikan pengaruh sangat besar terhadap terapi ini. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom-simptom yang salah suai (maladaptive) dari yang sederhana sampai yang kompleks, baik individula maupun kelompok serta membentuk tingkah laku baru yang sesuai.Prinsip utama terapi tingkah laku ialah penggunaan reinforcement sebagai alat pengatur pembentukan tingkah laku baru, melalui pendekatan berdasarkan prinsip-prinsip belajar. Prinsip lainnya adalah ikatan antara stimulus tertentu dengan respon cemas, dapat diperlemah dengan usaha yang simultan, sehingga respon cemasnya hilang.Desensitisasi sistematik didasarkan pada prinsip kondisioning klasik, yaitu salah satu teknik/ prosedur terapi tingkah laku yang diteliti secara empiris dan digunakan secara luas untuk mengeliminasi reaksi-reaksi kecemasan yang terkondisikan dan fobia-fobia.

B. Rumusan MasalahRumusan masalah dari makalah ini adalah :1. Bagaimana konsep dasar teknik desentisisasi sistematik ?2. Apa pengertian dari teknik desentisisasi sistematik ?3. Apa saja karakteristik dari teknik desentisisasi sistematik?4. Apa prinsip dari teknik desentisisasi sistematik?5. Bagaimana prosedur dari teknik desentisisasi sistematik?6. Apa kelebihan dan kelemahan dari teknik desentisisasi sistematik?

C. TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Untuk mengetahui konsep dasar teknik desentisisasi sistematik 2. Untuk mengatahui pengertian dari teknik desentisisasi sistematik3. Untuk mengetahui karakteristik dari teknik desentisisasi sistematik4. Untuk mengetahui prinsip dari teknik desentisisasi sistematik5. Untuk mengetahui prosedur dari teknik desentisisasi sistematik6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari teknik desentisisasi sistematik

BAB IIDESENSITISASI SISTEMATIK

A. Konsep DasarTeknik desentisisasi sistematik merupakan salah satu teknik perubahan tingkah laku yang didasari oleh teori atau pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan behavioral memandang manusia atau kepribadian manusia pada hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman dari interaksi individu dengan lingkungannya/hasil belajar. Perhatian dari pendekatan behavioral adalah perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku mendasarkan diri pada penerapan teknik dan prosedur yang berakar pada teroi belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih adaptif. Untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan berperilaku serta untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih dapat menyesuaikan. Salah satu aspek yang paling penting dalam modifikasi perilaku adalah penekanannya pada tingkah laku yang didefinisikan secara operasional, teramati dan terukur.Menurut sejarah teknikdesensitisasisitematis, Corey (2005:254) mengemukakan tentang latar belakang teknik ini melihat bahwa rasa takut dipelajari lewat pengkondisian, demikian juga sebaliknya rasa takut dapat dihilangkan lewat pusat pengkondisiannya. Tahun 1920-an Johannes Schulz, psikolog Jerman, mengembangkan teknik Autogenic Training yang mengkombinasikan diagnosis, relaksasi dan autosugesti untuk konseli yang mengalami kecemasan. Tahun 1935 Guthrie mengemukakan beberapa teknik untuk menghapus kebiasaan maladaptive termasuk kecemasan; dengan menghadapkan individu yang mengalami phobia pada stimulus yang tidak dapat menimbulkan kecemasan secara gradual ditingkatkan ke stimulus yang lebih kuat menimbulkan ketakutan.Desentisisasi sistematik dikembangkan oleh Joseph Wolpe dalam tradisi behavioristik. Asumsi dasar teknik ini adalah respon ketakutan merupakan perilaku yang dipelajari dan dapat dicegah dengan menggunakan aktivitas yang berlawanan dengan respon ketakutan tersebut. Respon khusus yang dihambat oleh proses treatment ini adalah kecemasan-kecemasan atau perasaan takut yang kurang beralasan dan respon yang sering dijadikan pengganti atas kecemasan tersebut adalah relaksasi atau perenungan.

B. Pengertian Desentisisasi SistematikIstilah desensitisasi merupakan usaha untuk memperkenalkan secara bertahap stimulus atau situasi-situasi yang menimbulkan ketakutan. Desentisisasi sistematik merupakan terapi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berwalanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desentisisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan (Corey, 2009).Desensitisasi adalah pengurangan sensitifitas yang berkaitan dengan kelainan pribadi atau masalah sosial setelah melalui prosedur konseling. Dengan demikian desensitisasi adalah proses menjadi sensitive terhadap suatu perangsang (Chaplin).Desensitisasi adalah proses membukakan konseli untuk meningkatkan jumlah rangsangan yang bersifat merangsang. Di sa mbmping itu mereka juga menyatakan bahwa desensitisasi adalah metode untuk mengurangi keresponsifan emosional terhadap rangsangan yang menakutkan atau tidak menyenangkan dengan mengenalkan suatu aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan itu. Kadang-kadang proses ini disebut countraconditioning. Misalnya takut berbicara di muka kelas duhubungkan dengan suatu kesenangan yang bertentangan dengan perasaan relaks. Respon yang tidak menyenangkan (takut) tidak bias dialami jika ada respon yang senang (relaksasi) (Brammer dan Shostrom).Wolpe mengajukan argumen bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan dan bahwa respons kecemasan bisa dihapus oleh penemuan respon-respon yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut. Dengan pengkondisian klasik, kekuatan stimulus penghasil kecemasan bisa dilemahkan, dan gejala kecemasan bisa dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus.Desensitisasi Sistematis terdiri dari tiga tahap, yiatu: 1) melatih relaksasi otot, 2) menyusun hirearki kecemasan (urutan kecemasan), dan 3) menghayalkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan yang diimbangi dengan relaksasi. Desentisisasi sistematik melibatkan teknik-teknik relaksasi untuk melatih klien untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkat stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan itu terhapus.

C. Karakteristik Desentisisasi SistematikAdapun karakteristik atau ciri-ciri terapeutik teknik desensitisasi sistematis menurut pendekatan behavioral adalah sebagai berikut.1.Merupakan suatu teknik melemahkan respon terhadap stimulus yang tidak menyenangkan dan mengenalkan stimulus yang berlawanan (menyenangkan).2.Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.3. Merupakan perpaduan dari beberapa teknik.

D. Prinsip Desentisisasi SistematikPrinsip utama terapi ini ialah penggunaan reinforcement sebagai alat pengatur pembentukan tingkah laku baru, melalui pendekatan berdasarkan prinsip-prinsip belajar. Prinsip lainnya adalah ikatan antara stimulus tertentu dengan respon cemas, dapat diperlemah dengan usaha yang simultan, sehingga respon cemasnya hilang. Maka klien dapat dikatakan sembuh apabila sudah mampu merespon terhadap stimulus yang dihadapinya tanpa menimbulkan masalah baru, atau apabila terbentuk pola baru yang serasi dengan lingkungan hidupnya.Desensitisasi sistematik didasarkan pada prinsip kondisioning klasik, yaitu salah satu teknik/prosedur terapi tingkah laku yang diteliti secara empiris dan digunakan secara luas untuk mengeliminasi reaksi reaksi kecemasan yang terkondisikan dan fobia-fobia.

E. Prosedur Desentisisasi SistematikDesensitisasi sistematik menunjukkan prosedur eksperimental yang yang dilaksanakan dengan reciprocal inhibition (counter conditioning) dan extinction. Prosedur/teknik ini digunakan terutama bagi reaksi kecemasan dan penghindaran, meliputi: (1) analisis behavioral dari stimulus yang menyebabkan kecemasan, (2) dibangunnya suatu hirarki dari situasi penghasil kecemasan, kemudian (3) relaksasi diajarkan dan dipasangkan dengan skenario yang dihayalkan. Stimulus yang disajikan kepada klien bisa melalui imajinasi atau sebaliknya melalui in vivo (real-life exposure).Situasinya dikemukakan dalam suatu urutan-urutan yang berangkat dari yang paling ringan sampai kepada yang paling mengancam. Stimulus yang menghasilkan kecemasan berkali-kali dipasangkan dengan latihan bersantai sampai hubungan antara stimulus-stimulus dan respon terhadap kecemasan itu terhapus (Wolpe, 1958, 1969).Dalam Corey (2009), prosedur model desentisisasi sistematikadalah sebagai berikut.1. Desensitisasisistematisdimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang dapat membangkitkan kecemasan ujian. Disediakan waktu untuk menyusun suatu tingkatan kecemasan konseli dalam area tertentu.2. Konselor dan konseli mendaftar hasil-hasil apa saja yang menyebabkan konseli diserang perasaan cemas dan kemudian menyusunnya secara hirarkis.Konselor menyusun suatu daftar yang bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau penghindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah hingga situasi yang paling buruk yang dapat dibayangkan oleh konseli.3. Konselor melatih konseli untuk mencapai keadaan rileks atau santai. Latihan ini dilakukan melalui suatu prosedur khusus yang disebut relaksasi yang berupaya mengkondisikan konseli dalam keadaan santai penuh.Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama konseli diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengendoran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, konseli diberitahu tentang cara relaksasi dalam kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu.4. Konselor melatih konseli untuk membentuk respon-respon antagonistik yang dapat menghambat perasaan cemas.Latihan relaksasi berdasarkanteknikyang digariskan oleh Jacobson dan diuraikan secara rinci oleh Wolpe. Pemikiran dan pembayangan (imagery) situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di pinggir danau atau berjalan-jalan di taman yang indah sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa konseli mencapai keadaan tenang dan damai. Konseli diajari bagaimana mengendurkan segenap otot dan bagian tubuh dengan titik berat pada otot-otot wajah. Otot-otot tangan terlebih dahulu, diikuti oleh kepala, leher dan pundak, punggung, perut, dada dan kemudian anggta-anggota badan bagian bawah. Konseli diminta untuk mempraktekkan relaksasi di luar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit lamanya setiap hari. Apabila konseli telah dapat belajar untuk santai dengan cepat, maka prosedurdesensitisasidapat dimulai.5. Pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis.Prosesdesensitisasi melibatkan keadaan di mana konseli sepenuhnya santai dengan mata tertutup.Pada tahap ini konselor mula-mula mengarahkan konseli agar mencapai keadaan rileks. Setelah konseli dapat mencapai keadaan rileks, konselor memverbalisasikan (menyajikan) secara berurutan dari atas ke bawah situasi-situasi yang menimbulkan perasaan cemas sebagaimana tersusun dalam hirearki dan meminta konseli untuk membayangkannya.Konselor menceritakan serangkaian situasi dan meminta konseli untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi yang diceritakan oleh konselor tersebut. Situasi yang netral diungkapkan, dan konseli diminta untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi didalamnya. Jika konseli mampu tetap santai, maka dia diminta untuk membayangkan situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. Konselor bergerak mengungkapkan situasi-situasi secara bertingkat sampai konseli menunjukkan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Kemudian relaksasi dimulai lagi, dan konseli kembali membayangkan dirinya berada dalam situasi-situasi yang diungkapkan konselor. Treatmen diangggap selesai apabila konseli mampu untuk tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.Jika konseli dapat membayangkan situasi tersebut tanpa mengalami kecemasan, konselor menyajikan situasi berikutnya dan ini terus dilakukan dengan cara yang sama sehingga seluruh situasi dalam hirarki telah disajikan dan kecemasan bias dihilangkan. Jika dengan sikap santai tidak cukup, maka konselor dapat mengulangi dengan cara meminta membayangkan situasi lain yang menyenangkan ketika ia menyajikan situasi yang menimbulkan perasaan cemas.

F. RelaksasiWolpe dalam Corey (2009) mengatakan bahwa penerapan relaksasi lebih ditekankan pada latihan yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun diteruskan pada pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Dalam Desensitisasi sistematis, sebelum dimulai latihah relaksasi klien diberikan informasi mengenai cara-cara relaksasi, begaimana cara penggunaan relaksasi dalam kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu. Dalam relaksasi klien dianjurkan untuk membayangkan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di pinggir pantai, danau, atau tempat tenang lainnya. Hal yang terpenting adalah klien diarahkan untuk mencapai keadaan tenang dan rileks sehingga merasakan suatu kedamaian. Dalam penelitian ini selain dianjurkan seperti cara di atas, peneliti juga menganjurkan cara-cara yang lain yang dapat digunakan oleh siswa dalam relaksasi untuk meminimalkan tingkat kecemasan.Suryani (2000) mengatakan bahwa relaksasi ini merupakan cara untuk melemaskan organ dan otot-otot tubuh dengan posisi terlentang atau duduk untuk menanggulangi ketegangan yang ditimbulkan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut relaksasi menurut Suryani dimulai dengan posisi tidur terlentang, kaki lurus, tangan lurus lalu letakkan di samping badan. Untuk memulai relaksasi setiap bagian anggota badan perlu diregangkan dan dilemaskan, kemudian menutup mata, dan mulai mengosongkan pikiran, rasakan ada getaran dari ujung kaki, naik perlahan-lahan ke lutut, paha, perut, dada, bokong, bahu, tangan, leher, muka, dan sampai ke otak sehingga akhirnya getaran itu keluar melalui ubun-ubun turun ke bawah sampai ujung kaki.Lebih lanjut Suryani mengungkapkan bahwa agar dapat melakukan relaksasi dengan tahap ringan maka, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Duduk dengan posisi yang tegak lurus atau tegap, kedua tangan diletakkan di atas paha. Kemudian mata dipejamkan, setelah itu nafas ditarik dengan kuat secara perlahan, lalu nafas ditahan di dada, kemudian hembuskan secara perlahan. Kegiatan ini dilakukan sampai siswa merasakan kondisi yang nyaman.2. Duduk dengan posisi yang tegak lurus atau tegap, lalu jempol kanan menutup hidung sebelah kanan, hidung seblah kiri menarik nafas dengan kuat secara perlahan, kemudian ditahan, kemudian hidung sebelah kiri ditutup dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah, kemudian buka jempol kanan lalu hembuskan nafas secara perlahan. Latihan ini dilakukan secara bergantian sampai terasa nyaman. 3. Duduk dengan posisi yang tegak lurus atau tegap, kedua tangan diletakkan di atas paha. Kemudian gerakkan kepala menoleh ke kiri dan ke kanan sambil mengatur nafas, setelah itu dilanjutkan dengan gerakan mematahkan kepala ke kiri dan ke kanan, kemudian dilanjutkan dengan gerakan memutar kepala. Setiap melakukan gerakan selalu diimbangi dengan nafas. 4. Duduk dengan posisi yang tenang dan tegak lurus atau tegap, kedua tangan diletakkan di atas paha, kemudian melakukan gerakan mata melotot, menoleh ke kanan dan ke kiri, memutar mata secara bergantian. Gerakan ini dilakukan seperlunya saja. Tujuannya adalah untuk melatih perhatian menjadi fokus.5. Duduk dengan posisi yang tegak lurus atau tegap, tangan kiri berada di belakang dan tangan kanan dieltakkan di atas paha sebelah kiri, setelah itu posisi tangan ditukar dengan gerakan yang sama sambil mengatur pernafasan secara perlahan.6. Duduk dengan posisi yang tegak lurus, kedua tangan menyentuh bahu, kemudian sambil mengeluarkan nafas kedua tangan direntangkan, kemudian diletakkan kembali ke bahu. Gerakan tersebut dilakukan secukupnya. 7. Duduk dengan posisi yang tegak lurus atau tegap, kedua tangan diletakkan di atas paha, atur pernafasan setenang mungkin, pikiran ditenangkan dan bayangkan berada disuatu tempat yang indah dan sejuk. Latihan ini berfungsi untuk menenangkan pikiran. 8. Duduk dengan posisi santai, kedua tangan digosokkan sampai telapak tangan terasa panas, kemudian letakan tangan dimata sambil diusapkan, dilanjutkan ke pipi, dahi, dan seluruh wajah sampai seluruh tubuh.

G. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Desentisisasi Sistematik1. Kelebihana. Cocok untuk menangani fobia-fobia.b. Bisa diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi dan frigiditas sesksual.2. Kekurangana. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi, yang bisa jadi menunjuk apada kesulitan-kesulitan dalam komunikasi antara terapis dan klien atau kepada keterhambatan yang ekstrem yang dialami oleh klien.b. Tingkatan-tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, yang ada kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yang keliru.c. Ketidakmemadaian dalam membayangkan.

BAB IIIKESIMPULAN

Istilah desensitisasi merupakan usaha untuk memperkenalkan secara bertahap stimulus atau situasi-situasi yang menimbulkan ketakutan. Merupakan teknik yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Wolpe (1958), sebagai pengembang teknik desensitisasi berargumentasi bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan dan respons kecemasan dapat dihapus oleh penemuan respons yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut. (Misalnya, dengan pengkondisian klasikal).Systematic desensitization didesain untuk membantu klien yang mengalami phobia. Klien dan terapis pertama-tama membuat daftar tingkatan/ hirarki ketakutan dari yang paling lemah sampai yang paling kuat. Kemudian klien disuruh relax, dan selanjutnya prosedur terapis dimulai (mulai dari imaginal menuju kepada aktual desensitisasi). Teknik ini juga melibatkan relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Siituasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam.

Sumber:Corey, G. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan. Bandung: Refika Aditama.https://lutfifauzan.wordpress.com/2009/12/31/konseptual-tentang-desensitisasi-sistematis