Desain prototipe sistem traceability berbasis teknologi...
Transcript of Desain prototipe sistem traceability berbasis teknologi...
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk dengan kualitas yang baik dan aman saat dikonsumsi merupakan
keinginan utama setiap konsumen dalam memilih produk pangan. Beberapa negara
bahkan memiliki undang-undang dan peraturan yang mengatur kemamanan pangan
sehingga menjadi lebih selektif dalam memilih produsen untuk memenuhi
kebutuhan konsumennya. Oleh karena itu sangat penting bagi eksportir dengan
meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan untuk menghadapi persaingan
pasar secara global. Keunggulan kompetitif perusahaan dapat ditingkatkan dengan
memberikan nilai tambah yaitu menerapkan suatu sistem jaminan mutu dan
keamanan yang transparan dengan memanfaatkan teknologi sehingga mendapatkan
kepercayaan dari konsumen. Food Agricultural Organization of the United Nation
(FAO) (2010) menyatakan penciptaan nilai tambah ini merupakan kekuatan
pendorong untuk memastikan kepercayaan konsumen terhadap asal produk dan
dalam mempertahankan keaslian produk, melalui jaminan kualitas dan sistem
penelusuran selama proses berlangsung. Sistem transparansi ini umumnya disebut
sebagai sistem traceability. Hal tersebut jelas bahwa sistem traceability merupakan
bagian internal untuk menjamin asal dan keamanan produk pangan (Melissa van
der Merwe 2012)
Beberapa peraturan internasional yang diterapkan mengenai traceablity
seperti “Food Safety Law of PRC” diterapkan pada tahun 2009 dan “Further
Strengthening the Work of Dairy Quality and Safety” yang diimplementasikan pada
tahun 2010 di China (Liu et al. 2012), “Europan Food Safety Authority” peraturan
yang dibentuk sejak 2002 mengenai keamanan pangan di Uni Eropa (Zhang dan
Bhatt 2014), Ministry of Agriculture Fishery and Foresty (MAFF) Jepang
menerapkan peraturan tentang traceability produk pangan pada buku pedoman
“Handbook for Introduction of Food Traceability Systems” dengan revisi terakhir
pada tahun 2007, dan peraturan “The Bioterrorism Act (BTAct)” yang diterapkan
pemerintah Amerika Serikat sejak tahun 2002 (Thakur and Hurburgh 2009). The
International Organization for Standardization (ISO) memprioritaskan sistem
traceability sebagai prioritas utama dan berusaha menyelaraskan berbagai peraturan
dengan menetapkan ISO 22000 mengenai Sistem Manajemen Keamanan Pangan
(ISO 2007). Implementasi dari peraturan internasional mengenai traceability bahan
pangan mendorong perusahaan untuk beradaptasi mengikuti peraturan yang
ditetapkan. Akan tetapi masih banyak juga perusahaan belum menyadari
pentingnya teknologi informasi untuk pengembangan perusahaan itu sendiri (Qian
et al. 2013). Seminar (2016) menyatakan pengembangan sistem traceability
berbasis teknolongi informasi dalam sangat penting dan diperlukan untuk
mengontrol kehilangan makanan (food loss) dan limbah (waste) dalam setiap proses
yang terjadi pada rantai pasok. Sistem traceability dapat mengurangi biaya dan
tenaga kerja terkait pertukaran informasi di antara mitra bisnis (eksternal) dan juga
perbaikan informasi data logistik perusahaan (internal). Selain itu, sistem
traceability dapat menyediakan informasi yang lebih akurat dan tepat waktu yang
dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan, dan membuat perusahaan
memiliki keunggulan kompetitif melalui kemampuannya dalam informasi
2
mendokumentasikan produk khususnya pada sustainability produk dan dampak
terhadap lingkungannya (Olsen dan Borit 2013).
Bosona dan Gebresenbet (2013) menyatakan sistem traceability pangan
merupakan bagian dari manajemen logistik yang menangkap, menyimpan, dan
mengirimkan informasi baik tentang makanan, pakan, ternak penghasil makanan
atau zat pada semua tahap dalam rantai pasok makanan sehingga produk dapat
diperiksa keamanannya dan dikontrol kualitasnya, juga dapat ditelusuri ke atas
(upward) dan ke bawah (downward) apabila diperlukan. Codex Alimentarius
Commission (CAC) mendefinisikan traceability sebagai suatu sistem yang mampu
mengikuti perpindahan produk pangan yang melalui tahap-tahap tertentu, seperti
tahap produksi, pengolahan, dan distribusi (CAC/GL 60 2006).
Industri yang bergerak dalam bidang pangan dan pertanian sangat
membutuhkan sistem traceability dikarenakan produk yang dihasilkan merupakan
produk yang mudah rusak dan melalui rantai pasok yang kompleks dan komoditas
penting bagi masyarakat dunia. Salah satu produk pertanian yang memiliki prospek
tinggi di Indonesia adalah gula kelapa atau umumnya disebut palm sugar, coconut
sugar, atau coconut crystals/nectar. Berdasarkan data dari Asian and Pasific
Coconut Community (APCC) pada tahun 2010-2014, negara yang termasuk ke
dalam APCC Country memiliki luas area lahan kelapa sekitar 10.7 juta hektar dan
negara lainnya memiliki luas area sekitar 1.2 juta hektar. Indonesia termasuk
kedalam negara APCC yang memiliki luas area lahan kelapa terbesar di dunia yaitu
sekitar 3.7 juta hektar. Produksi kelapa di Indonesia mencapai 2.9 juta ton per tahun
(Direktorat Jendral Perkebunan 2014), dengan jumlah petani kelapa 6.7 juta jiwa.
Luas area lahan kelapa di dunia dapat dilihat pada Tabel 1.
Menurut Paskah (2009) Indonesia sebagai negara tropis merupakan negara
yang cocok untuk komoditas kelapa tumbuh dan mampu menghasilkan kualitas
yang tinggi karena terletak di daerah khatulistiwa. Produsen terbesar komoditas
kelapa di dunia adalah negara-negara yang terletak di kawasan Asia dan Pasifik,
khususnya negara-negara yang menjadi anggota dari APCC. Untuk semua anggota
APCC ini, komoditas kelapa memiliki peran penting dalam perekonomian nasional
mereka. Indonesia merupakan produsen terbesar kedua komoditas kelapa di dunia,
dengan pangsa pasar 18% dari seluruh komoditas kelapa yang diperdagangkan di
dunia. Oleh karena itu, Indonesia memiliki kesempatan yang sangat baik untuk
meningkatakan keuntungan dari hasil produksi kelapa. Indonesia sebagai produsen
kelapa terbesar kedua di dunia seharusnya mampu meningkatkan keuntungan di
bandingkan negara-negara produsen lainnya, namun pada kenyataannya produk
kelapa yang di ekspor dari negara Indonesia merupakana raw material berupa
kelapa non olahan sehingga harga jual dari produk ekspor tersebut tidak tinggi.
Justru negara-negara importir dari produk kelapa mentah Indonesia mengambil
keuntungan tersebut dengan memberikan nilai tambah (value added) dan dijual
kembali dengan harga yang jauh lebih tinggi sehingga mampu memberikan
keuntungan yang jauh lebih tinggi dari negara asal produk kelapa tersebut yaitu
Indonesia.
Menurut Pacific Agribusiness Research & Development Initiative (2011),
gula kelapa memiliki potensi untuk dijadikan mata pencaharian bagi masyarakat
wilayah Pasifik dikemas menjadi komoditas ekspor. Import Promotion Desk (2016)
menyatakan kunci keberhasilan pasar bagi perusahaan Indonesia adalah
keinginannya untuk berinvestasi dalam manajemen mutu dan untuk memfokuskan
3
bisnis ekspornya pada permintaan akan produk organik bersertifikat. Oleh karena
itu menciptakan value added terhadap produk kelapa merupakan langkah yang
mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi bagi negara Indonesia, sehingga
proses penambahan nilai dari produk kelapa merupakan solusi untuk
memaksimalkan keuntungan negara dari komoditas kelapa. Mitra Niaga Indonesia
merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang desain
mesin agro-industri dan bahan makanan. Produk pangan yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut merupakan produk hasil dari olahan kelapa yaitu coconut palm
sugar atau gula kelapa granul. Mitra Niaga Indonesia memiliki tujuan untuk
menjadi perusahaan utama berkelas internasional sebagai penggerak produk dan
teknologi berbasis agroindustri dan salah satu misi perusahaan yaitu menghasilkan
produk agroindustri yang aman, halal, dan bermutu serta perusahaan ingin
mendukung sustainability lahan dan meningkatkan kesejahteraan petani kelapa di
Indonesia dengan membawa produk yang memenuhi standar pasar internasional
dan berkualitas. Kusumawaty (2012) menyatakan para petani kelapa saat ini
sebagian besar masih mengandalkan produk berbasis kopra dengan harga yang
lebih rendah di pasar. Oleh karena itu, selama 30 tahun terakhir, tidak ada
peningkatan yang signifikan pada pendapatan petani kelapa. Dalam kondisi seperti
itu, produksi gula kelapa memberikan kesempatan bagi para petani kelapa karena
dapat memberikan penghasilan yang relatif lebih baik dari produk berbasis kopra
bagi petani. Perkembangan teknolongi, persaingan perusahaan, dan berbagai
peraturan mengenai produk pangan mendorong perusahaan untuk meningkatakan
keunggulan kompetitif, oleh karena itu penelitian ini difokuskan untuk merancang
sistem traceability berbasis sistem informasi pada rantai distribusi gula kelapa di
perusahaan Mitra Niaga Indonesia, Bogor. Dengan menerapkan sistem traceability
perusahaan dapat meningkatkan efisiensi kinerja perusahaan pada rantai pasok dan
meningkatkan kecepatan sistem pengambilan keputusan perusahaan.
Tabel 1 Luas area lahan kelapa di dunia
APCC Countries 2010 2011 2012 2013 2014
F.S. Micronesia 17 17 18 18 18
Fiji 60 60 65 60 62
India 1,895 1,896 2,010 2,137 2,141
Indonesia 3,739 3,768 3,782 3,654 3,610
Jamaica 15.4 15.6 15.8 14.8 15.9
Kenya 78 82 86 177 177
Kiribati 19 19 19 20 20
Malaysia 106 106 10 88 88
Marshall Islands 8 8 8 8 8
Papua New Guinea 221 221 221 221 221
Philippines 3,576 3,562 3,574 3,551 3,502
Samoa 102 104 97 99 99
Solomon Islands 38 38 38 38 38
Sri Lanka 395 395 395 395 440
Thailand 232 216 214 209 206
Tonga 34 34 33.8 33.8 31
Vanuatu 96 96 92 92 92
Vietnam 147 155 157 158 159
Total 10,778 10,793 8,826 10,974 10,928
Sumber: APCC (2014)
4
Menurut Trinidad (2010), gula kelapa saat ini sangat diminati oleh berbagai
negara karena manfaatnya bagi kesehatan. Gula kelapa memiliki nilai rata-rata
Indeks Glikemik yang sangat rendah dengan nilai IG 35 ± 4. Indeks Glikemik (IG),
merupakan klasifikasi nilai makanan berdasarkan kadar larutan glukosa. Menurut
Srikaeo (2015) gula kelapa memiliki indeks glikemik hampir setengah dari indeks
glokemik gula tebu dan Srikaeo juga menyatakan bahwa gula kelapa lebih aman
untuk dikonsumsi dibandingkan dengan gula tebu terkait dengan resiko diabetes.
Hal ini merupakan alasan tambahan mengapa gula kelapa perlu ditelaah lebih lanjut
dan dikembangkan menjadi suatu komoditas utama, terkait dengan jumlah
penduduk Indonesia yang menderita diabetes mellitus yaitu sebesar 2.6 juta jiwa
(Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2013). Penerapan sistem yang
transparan pada produk gula kelapa akan mempengaruhi persepsi konsumen untuk
membeli produk tersebut, Kiesel dan Villas-Boas (2010) telah melakukan
penelitian mengenai dampak dari informasi terhadap pilihan konsumen dalam
konteks pelabelan produk melalui eksperimen supermarket.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas diketahui bahwa peraturan perdagangan
pada produk pangan berubah semakin ketat dalam menghadapi pasar global. Hal
tersebut harusnya mendorong perusahaan untuk menerapkan sistem yang
terintegrasi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan itu sendiri.
Tuntutan pasar global, skandal keamanan produk dan wabah penyakit pangan telah
menyebabkan permintaan untuk penerapan prosedur penelusuran produk
(Kelepouris et al. 2007; Jaya et al. 2014). Peraturan global dan nasional serta
perkembangan teknologi terbaru mengenai traceability dari berbagai penelitian
menjadi pemicu bagi para pelaku bisnis untuk menerapkan sistem traceability ini.
Beberapa metode yang telah dikembangkan melalui penelitian dan digunakan
antara lain traceability berbasis internet of things (Ruizhi et al. 2014), Radio
Frequency Identification (RFID) (Zhang et al. 2009, Qian et al. 2012, Jakkhupan
et al. 2015), dan Personal Digital Assistance (PDA) berbasis GPRS (Ben-hai et al.
2010).
Berdasarkan penelitian dan perkembangan dari sistem traceability tersebut,
sangat penting dan diperlukan sebuah sistem traceability bagi perusahaan di bidang
pangan di Indonesia. Akan tetapi masih banyak perusahaan yang masih belum
memahami pentingnya sistem traceability dan tidak berusaha untuk menggunakan
sistem tersebut. Beberapa perusahaan di Indonesia ada yang sudah menggunakan
sistem traceability namun kebanyakan perusahaan kecil menengah masih bersifat
manual dengan sistem berbasis kertas (papper based). Sistem traceability manual
berbasis kertas (papper based) masih belum optimal dikarenakan membutuhkan
banyak waktu dan banyak kemungkinan terjadi kesalahan dalam pengambilan
informasi (Karlsen et al. 2010). Oleh karena itu sistem traceability yang terintegrasi
dengan sistem informasi digital pada rantai pasok diperlukan untuk
menyempurnakan sistem traceability manual.
5
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem traceability yang
dibutuhkan dalam proses bisnis, merancang prototipe sistem traceability yang
sesuai pada rantai pasok yang terintegrasi dengan sistem informasi,
mengembangkan prototipe aplikasi sistem traceability, serta melakukan uji System
Usability of Scale (SUS) untuk mengevaluasi sistem traceability pada rantai pasok
produk gula kelapa.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pelaku
industri produk pertanian mengenai pengembangan aplikasi untuk sistem
traceability. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi berbagai
keunggulan bagi perusahaan, termasuk data yang akurat dan pertukaran informasi
yang efisien. Selain itu dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam
pengembangan aplikasi sistem traceability dan sebagai referensi bagi penelitin
yang terkait sistem traceability.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis kebutuhan sistem informasi
dalam pengumpulan, penyimpanan dan pertukaran data digital. Desain sistem
traceability ini ditujukan pada rantai pasok gula kelapa di perusahaan Mitra Niaga
Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan eksportir gula kelapa. Desain
sistem ditujukan agar dapat digunakan oleh setiap pelaku dalam rantai pasok
perusahaan. Desain sistem ini berfokus pada keamanan produk dan untuk
mendokumentasikan sejarah pergerakan produk pada rantai pasok gula kelapa.
Sistem ini hanya dapat digunakan oleh pelaku dalam rantai pasok yang sudah
mengadopsi teknologi seperti penggunaan komputer dan internet. Fokus penelitian
ini juga ditujukan untuk melakukan pengembangan prototype dari sistem
traceability yang berjalan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Traceability
Definisi Traceability
Traceability secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang
mampu mendokumentasikan informasi dan mengidentifikasi sejarah pergerakan
suatu produk dalam rantai pasok. Definisi traceability menurut Organisasi Standar
Internasional (ISO) di ISO 9000: 2000 Quality management systems-Fundamentals
and vocabulary bahwa traceability adalah “kemampuan untuk melacak sejarah,
aplikasi atau lokasi sesuatu dengan tujuan untuk mencatat informasi” (Thompson
et al. 2005). Traceability pada sebuah produk, hal yang harus dipertimbangkan
adalah bahan baku dan berbagai komponen terkait sumber, sejarah proses, distribusi
dan pengiriman produknya (Liu et al. 2012). Berbagai definisi telah ditetapkan
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB