Dermatitis Seboroik
-
Upload
ddelindaaa -
Category
Documents
-
view
13 -
download
2
description
Transcript of Dermatitis Seboroik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Dermatitis seboroik merupakan dermatosis kronik yang sering ditandai
dengan kemerahan dan skuama pada daerah yang kelenjar sebaseanya lebih aktif
atau biasanya disebut area seboroik seperti wajah, kepala, dada dan lipatan
tubuh.1,4
1.2 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik yang rupanya diturunkan, banyak percobaan
telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri
atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia, juga sering
dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik tetapi tidak terbukti.
Faktor genetik dan lingkungan kelihatannya mempengaruhi onset dan perjalanan
penyakit. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi timbulnya dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi atau defisiensi imun.2,3,4
1.3 Patogenesis
Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik
yang rupanya diturunkan dan caranya belum dapat dipastikan. Pertumbuhan
Pityrosporum ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik
akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel
jamur itu sendiri, melalui aktivitas sel limfosit T dan sel langerhans.2
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama
9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Pada bayi terjadi
pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
1
dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang
pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita2
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif, dermatitis
seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada
psoriasis, hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat
memperbaikinya. 2
Malazzesia furfur dikatakan berperan dalam patogenesis dan responnya
terhadap ketoconazole topikal dan selenium sulfida adalah merupakan indikasi
bahwa jamur ini mungkin patogenik. Juga bahwa dermatitis seboroik terjadi pada
pasien-pasien yang mengalami penurunan sistem imun (HIV/AIDS, transplantasi
jantung), defisiensi nutrisi seperti defisiensi. zinc, niacin dan pada penyakit
Parkinson (termasuk penyakit yang diinduksi oleh obat) dan defisiensi piridoksin.1
1.4 Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan kriteria klinik, seperti kelainan
kulit yang terdiri atas eritema, skuama yang berminyak bentuk yang berat
biasanya disertai eksudasi dan krusta tebal dan rambutnya kecendrungan rontok.2
Gambar 1a Gambar 1b Gambar 1c
Gambar 1a, 1b & 1c. Dermatitis seboroik pada bayi.3
2
Gambar 2a Gambar 2b Gambar 2c
Gambar 2a. Dermatitis seboroik pada belakang telinga.
2b & 2c. Dermatitis seboroik pada wajah.3
1.5 Diagnosis Banding
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama yang
berlapis-lapis disertai tanda tetesan lilin dan auspitz. Psoriasis inversa yang
mengenai daerah fleksor juga dapat meneyerupai dermatitis seboroik. Pada lipatan
paha dan perianal dapat menyerupai kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema
berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit disekitarnya.
Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip otomikosis dan
otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan
langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda radang, jika akut terdapat pus2
1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan sistemik dapat diberikan kortikosteroid misalnya dosis
prednison 20-30 mg sehari, Isotretinoin dosis 0,1-0,3 m /kgBB/hari, atau
ketokonazol 200 mg/hari sedangkan untuk pengobatan topikal dapat diberikan
selenium sulfida, emolien, ter, ataupun resorsin.2
1.7 Prognosis
Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.2
BAB II
3
PATOMEKANISME DAN PENATALAKSANAAN DERMATITIS
SEBOROIK
2.1 Patomekanisme
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui pasti. Meskipun begitu,
beberapa faktor seperti jamur Malazzesia, hormon-hormon, level sebum, respon
imun, faktor neurogenik, faktor eksternal tampaknya berperan dalam
etiopatogenesis, tetapi etiopatogenesis pasti belum diketahui.5
Malassezia spesies
Jumlah Malassezia spp. yang menurun setelah pemberian anti jamur
disertai juga dengan menghilangnya lesi pada kulit. Ini mungkin merupakan bukti
yang kuat bahwa Malassezia spp. Berperan penting pada perkembangan
dermatitis seboroik. Malassezia spp. Merupakan jamur lipofilik yang dominan
berada pada area yang kaya lipid. Terdapat delapan spesies yang telah
teridentifikasi dan ada tujuh yang berasosiasi dengan flora kulit manusia dan
dermatitis seboroik. Malassezia furfur, M.restricta, M. sympodialis, M.globosa,
M.obobtusa dan M.slooffiae telah terdeteksi dan berefek pada kulit. 5
Sejak Malassezia spp memiliki kemampuan untuk memproduksi lipase,
mereka dapat menginisiasi respon inflamasi dengan mengeluarkan asam oleik dan
asam arakidonat dari lipid sebum. Kedua asam lemak tidak jenuh ini mengiritasi
langsung dan memiliki efek deskuamasi keratinosit. Selanjutnya, asam arakidonat
dimetabolisasi oleh cyclooxygenase sebagai sumber eikosanoid proinflamasi
(partikel prostaglandin) yang mengarahkan ke peradangan dan sebagai akibatnya
merusak stratum korneum. Keratinosit-keratinosit pada daerah yang terkena
menstimulasi untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang selanjutnya
meningkatkan dan mempertahankan respon inflamasi. Patogenetik Malassezia
dikenal sebagai lingkaran setan yang disebabkan oleh fakta bahwa asam lemak
jenuh dihasilkan oleh Malassezia lipase yang digunakan sebagai bahan bakar
untuk proliferasi pada jamur-jamur ini. 5
4
Hormon dan skin lipids
Sebum lipid merupakan hal yang esensial untuk proliferasi Malassezia dan
sintesis faktor proinflamasi, jadi sejumlah sebum selalu dibutuhkan untuk
perkembangan dermatitis seboroik, selain itu, lesi dermatitis seboroik umumnya
berlokasi pada area yang kaya kelenjar sebasea pada kulit. Dermatitis seboroik
umumnya terjadi pada masa pubertas dan remaja yaitu pada periode peningkatan
produksi sebum. Kemungkinan juga hubungannya dengan hormonal dimana
umumnya terjadi pada pria dibandingkan wanita yang mungkin merupakan
influence androgen pada unit pilocebaceous. 5
Respon Imun
Meskipun mekanisme imunopatogenetik yang berkontribusi pada
perkembangan dermatitis seboroik belum sepenuhnya dimengerti beberapa studi
mengindikasikan adanya disfungsi imun pada pasien dermatitis seboroik. Bukti
terkuat bahwa prevalensi signifikan lebih tinggi (34%-83%) pada pasien
HIV/AIDS dibandingkan orang biasa (3%) dan biasanya pada pasien HIV/AIDS
terdapat gejala klinis yang lebih berat seperti yang mengenai daerah ekstremitas.
Studi yang dilakukan oleh Bergbrant dkk. Memperlihatkan impaired fungsi dari
sel T dan peningkatan jumlah sel natural killer di darah perifer pasien dermatitis
seboroik dibandingkan dengan kontrol. Studi yang sama menunjukkan
peningkatan IgA dan IgG pada pasien dengan dermatitis seboroik. Menariknya
terdapatnya hipergammaglobulinemia pada pasien dermatitis seboroik tidak
diikuti peningkatan titer antibodi yang spesifik terhadap antigen Malassezia,
diduga peningkatan immunoglobulin tersebut terjadi sebagai respon terhadap
toksin jamur dan aktivitas lipase. 5
Faktor neurogenik
5
Terjadinya dermatitis seboroik pada pasien Parkinson telah diobservasi sejak lama
terutama pada kasus berat yang diduga mengarah ke kondisi proliferasi
Malassezia. Ini didukung dengan ditemukannya peningkatan plasma a melanocite
stimulating hormone (a-MSH) pada pasien dengan Parkinson, kemungkinan karna
kekurangan MSH-inhibiting faktor sebagai konsekuensi dari insufisiensi aktivitas
neural dopaminergik, terapi dengan l-dopa berhasil mengembalikan sintesis MSH-
inhibiting factor dan mengurangi sekresi sebum pada pasien parkinson.5
2.2 Penatalaksanaan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stress emosional dan kurang tidur. Mengenai
diet dianjurkan rendah lemak.2
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan dosis diturunkan, kalau disertai infeksi
sekunder diberi antibiotik. 2
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90% akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1 -0,3 mg
perkgBB/hari perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg perhari selama beberapa tahun ternyata efektif untuk
mengontrol penyakitnya. Bila pada sediaan langsusng terdapat P.ovale dapat
diberikan ketokonazol dosisnya 200 mg/hari. 2
Pengobatan topikal
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-
15 menit misalnya dengan selenium sulfide (selsun). Jika terdapat skuama dan
krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%, obat lain yang dapat diberikan
adalah:
6
- Ter , misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
- Resorsin 1-3%
- Sulfur praesipitatum 4-20 % dapat digabung dengan asam salisilat 3-6 %
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 2 setengah . pada kasus
dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat
misalnya betametason valerat asalkan jangan dipakai terlalu lama karena
efek sampingnya
- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan bila pada sediaan terdapat
banyak P.ovale. Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.2
7