Dermatitis Seboroik Refsus (1)
-
Upload
nurnisaa-nanniez -
Category
Documents
-
view
65 -
download
5
Transcript of Dermatitis Seboroik Refsus (1)
DERMATITIS SEBOROIK
I. DEFINISI
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan kulit
yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan terjadi pada daerah
yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti wajah dan kulit kepala, presternal
dada, dan pada lipatan kulit.
Dermatitis seboroik infantil merupakan erupsi eritematosa, berskuama atau krusta,
utamanya pada area seboroik (area yang mengandung banyak kelenjar sebasea). Pada
bayi biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik kembali secara spontan usia 8-12
bulan.
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik menyerang bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan,
pada masa pubertas dan kebanyakan antara 20-50 tahun atau lebih tua. Insidensinya
antara 2% - 5% dari populasi. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.1 DS
sering terjadi pada masa kanak-kanak, berdasarkan pada suatu survey pada 1.116
anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi DS
menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. DS pada bayi terjadi
pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan
insidennya mencapai puncak pada umur 18—40 tahun, kadang pada umur tua.
Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur
anaknya prevalensinya semakin berkurang. Prevalensi semakin berkurang pada
setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan
pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan
mengenai 15 - 20% populasi.
1
III. ETIOLOGI
Penyebab pasti DS pada bayi belum diketahui, walaupun banyak faktor
dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. Ada yang
berpendapat bahwa kesembuhan tipe awal dari dermatitis seboroik infantil ini
disebabkan oleh menurunnya produksi kelenjar sebasea pada bayi berusia enam
bulan.
Selain itu, DS juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa diantaranya yaitu:
a. Hormon
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas. Pada bayi
dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Hormon yang
menstimulasi adalah hormon androgen dari ibu.
b. Jamur Pityrosporum ovale
Penelitian menunjukkan bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur
lipofilik, banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik. Pityrosporum ovale
merupakan flora normal pada kulit orang dewasa, namun jarang pada anak-anak.
Pada anak yang mengalami dermatitis seboroik, Pityrosporum ovale jumlahnya
meningkat pada beberapa bagian tubuh.
c. Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,
paraffin meningkat dan kadar squelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun.
d. Iklim
e. Genetik status seboroik yang diturunkan
f. Lingkungan
g. Hormon
h. Neurologik (stress).
2
IV. PATOFISIOLOGI
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan jumlah normal Pityrosporum ovale
(Malassezia ovale) tetapi memiliki respon imun yang abnormal. Sel T helper,
phytohemagglutinin, dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi menurun
dibandingkan dengan orang normal. Kontribusi Malassezia mungkin akibat aktivitas
lipasenya—melepaskan asam lemak bebas inflamasi—dan asam lemak tersebut
menimbulkan terjadinya inflamasi.
Gambaran Malassezia ovale salah satu penyebab dermatitis seboroik
Pertumbuhan P ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik
akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel
jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Selain sebum,
dermatitis ini juga dihubungkan dengan Malassezia, abnormalitas imunologi, dan
aktivasi komplemen.
Glandula sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak
aktif selama 9—12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya DS,
tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar
tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh DS.
Dermatitis Sseboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional,
infeksi, atau defisiensi imun.2 Biasanya juga didukung oleh kondisi kelembaban
udara, perubahan musim, trauma (contoh, digaruk). Derajat keparahannya bervariasi,
dari ketombe ringan sampai eritroderma eksfoliatif. Dermatitis seboroik bisa
memburuk pada penyakit Parkinson dan AIDS.
3
V. MANIFESTASI KLINIS
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut
cradle cap. Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,
kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan.
Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-
skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh
kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut
pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis
stetoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada
tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan
frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular, dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya lebih cembung. Pada
bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor,
dan berbau tidak sedap.
Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pada bayi
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada
verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi
sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis 4
akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya,
putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau
ke empat setelah kelahiran.
Dermatitis dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-
anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun.
Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general
sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila
bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya.
2. Pada remaja dan dewasa
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama
berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan
nasolabial atau pada belakang telinga. Pada masa remaja dan dewasa manifestasi
kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan
nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur.
VI. HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan
akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler.
Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan
5
histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang
menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil
pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis
bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik,
terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang
telah disebutkan di atas yang hampir sama dengan gambaran psoriasis.
Gambaran histopatologi: dermatitis seboroik
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Walaupun temuan dermatopatologi tidak spesifik, pemeriksaan KOH 10-20%
bisa digunakan untuk menyingkirkan tinea kapitis
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Gambaran klinis yang khas pada DS adalah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Terutama distribusinya pada
kulit kepala dan lipatan kulit bagian atas dan tidak gatal. Namun ini belum cukup
untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis pada dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gejala klinis. Diagnosis banding dapat ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala
klinis, umur, dan ras. Kondisi yang membingungkan atau mirip dengan dermatitis
seboroik adalah psoriasis, dermatitis atopi dan tinea kapitis pada anak-anak.
1. Psoriasis
6
Terdapat skuama-skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti mutiara, dan
tidak berminyak disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya di kulit
kepala hingga perbatasan daerah tersebut dengan muka, umbilicus, daerah ekstensor
terutama lutut dan siku, punggung, telapak tangan dan telapak kaki.
2. Dermatitis atopik bentuk infantil (dapat menyerupai dermatitis seboroik
muka)
Dermatitis atopic adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal.
Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan
DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu pada dermatitis atopic
dapat terjadi likenifikasi.
3. Tinea capitis
Tampak eritem dengan tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah dan rasa gatal
juga nyeri. Pada tinea kapitis juga dapat ditemukan hifa pada pemeriksaan sitologik
dengan potassium hydroksida (KOH).
IX. PENATALAKSANAAN
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat dikontrol. Faktor predisposisi hendaknya
diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan
miskin lemak
1. Tindakan Umum. Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung
kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional
dan makanan berlemak, tidur cukup.1,2,3
2. Pengobatan topikal. Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2—3 kali scalp
dikeramasi selama 5—15 menit, misalnya dengan selenium sulfida (selsun). Jika
terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang
dapat dipakai untuk DS ialah:
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2—5% atau krim pragmatar®
- Resorsin 1—3%
7
- Sulfur praesipitatum 4—20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3—6%
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus dengan inflamasi yang
berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat,
asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.
- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat
banyak P ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.
3. Pengobatan sistemik.
a. Kortikosteroid: digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 20—30 mg
sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunderi diberi antibiotik.
b. Isotretinoin: dapat dignakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%,
akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0.1—0.3 mg per kg berat
badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5—10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk
mengontrol penyakitnya.
c. Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB
(TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 kali seminggu
semalam 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
d. Bila pada sediaan langsung terdapat P ovale yang banyak, dapat diberika
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.2
e. Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif.1
X. PROGNOSIS
Baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan.4 Namun pada sebagian kasus
yang mempunyai faktor kontitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan,
meskipun terkontrol.
8
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. N
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : jln. Baturaden no 1 Jember
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Rambut berminyak dan rontok
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan rambut berminyak dan mudah rontok. Keluhan timbul
sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan bahwa kulit kepalanya juga
berketombe. Akhir-akhir ini ketombe dirasakan makin bertambah banyak. Pasien
juga merasakan gatal pada kulit kepala dan seringkali menggaruknya. Pasien juga
mengaku tidak punya alergi dengan obat ataupun bahan makanan apapun.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat asma : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : ibu pasien memiliki keluhan yang sama
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
9
Kebiasaan mandi dengan sabun 2 kali sehari pagi dan sore, menggunakan handuk
sendiri, yang terpisah dengan anggota keluarga.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang mahasiawa yang tinggal serumah bersama orang tua, dan
dua orang saudaranya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup
a. Kepala : lihat status dermatologis
b. Mata : dalam batas normal
c. Hidung : dalam batas normal
d. Mulut : dalam batas normal
e. Leher : dalam batas normal
f. Punggung : dalam batas normal
g. Dada : dalam batas normal
h. Abdomen : dalam batas normal
i. Gluteus dan anogenital : dalam batas normal
j. Ekstremitas atas : dalam batas normal
k. Ekstremitas bawah : dalam batas normal
B. Status Dermatologis
Regio capitisà skuama-skuama halus, kasar, berminyak, tersebar di seluruh
kulit kepala.
Regio capitis parietal dextra tampak eritema numular dengan squama
kekuningan, batas tidak jelas.
10
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis atopi
2. Tinea kapitis
3. Psoriasis vulgaris
V. DIAGNOSIS
Dermatitis Seboroik
VI. TERAPI
a. Non Medikamentosa
Edukasi pasien : Penyakit berlangsug lama dan sering kambuh. Jangan menggaruk-
garuk lesi pada kepala. Hindari faktor pencetus seperti kelelahan, stres emosional,
hormonal, infeksi, makanan dan defisiensi imun
b. Medikamentosa
Ketoconazole 200 mg 2x1 tab
Sampo selenium sulfida (selsun); seminggu 2-3 kali, scalp dikeramasi dengan
selsun selama 5-15 menit.
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad kosmetikam : dubia ad bonam
11
DAFTAR GAMBAR
12
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 189—203.
2. Jansen, GPT. 2003. Seborrheic Dermatitis. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th edition. Chapter 124. McGraw-Hill Professional.
3. Manriquez J.J dan Uribe P. 2007. Seborrheic Dermatitis. America Family Physician. 1375-1376.
4. Siregar, RS. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit: Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal: 119—121.
5. Selden, Samuel. 2007. Seborrheic Dermatitis. www.emedicine.com.mht
6. Stefanaki I. dan Katsambas A., 2010. Theurapeutic Update on Seborrheic Dermatitis. Skin Therapy Letter Volume 15 Number 5.
7. Shimizu Hiroshi. 2007. Eczema and Dermatitis in Shimizu’s Textbook of Dermatology. Hokkaido. P:101-102
8. Holden C.A dan Berth-Jones J.,2004. Eczema, Lichenification, Pririgo and Erythroderma. Rook’s Textboook of Dermatology 7th. Chapter 17.
9. Mansjoer A dkk. 2000.Dermatitis Seboroik. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid ke dua. Penerbit Media Aesculapius., Jakarta. Hal 122-123.
10. Marwali Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit: Hipokrates, Jakarta. Hal: 14—16.
14