Dermatitis Seboroik Refsus (1)

19
DERMATITIS SEBOROIK I. DEFINISI Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan kulit yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan terjadi pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti wajah dan kulit kepala, presternal dada, dan pada lipatan kulit. Dermatitis seboroik infantil merupakan erupsi eritematosa, berskuama atau krusta, utamanya pada area seboroik (area yang mengandung banyak kelenjar sebasea). Pada bayi biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik kembali secara spontan usia 8-12 bulan. II. EPIDEMIOLOGI Dermatitis seboroik menyerang bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan, pada masa pubertas dan kebanyakan antara 20-50 tahun atau lebih tua. Insidensinya antara 2% - 5% dari populasi. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.1 DS sering terjadi pada masa kanak- kanak, berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak– anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi DS menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. DS pada bayi terjadi pada umur 1

Transcript of Dermatitis Seboroik Refsus (1)

Page 1: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

DERMATITIS SEBOROIK

I. DEFINISI

Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan kulit

yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan terjadi pada daerah

yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti wajah dan kulit kepala, presternal

dada, dan pada lipatan kulit.

Dermatitis seboroik infantil merupakan erupsi eritematosa, berskuama atau krusta,

utamanya pada area seboroik (area yang mengandung banyak kelenjar sebasea). Pada

bayi biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik kembali secara spontan usia 8-12

bulan.

II. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis seboroik menyerang bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan,

pada masa pubertas dan kebanyakan antara 20-50 tahun atau lebih tua. Insidensinya

antara 2% - 5% dari populasi. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.1 DS

sering terjadi pada masa kanak-kanak, berdasarkan pada suatu survey pada 1.116

anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi DS

menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. DS pada bayi terjadi

pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan

insidennya mencapai puncak pada umur 18—40 tahun, kadang pada umur tua.

Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur

anaknya prevalensinya semakin berkurang. Prevalensi semakin berkurang pada

setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan

pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.

Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan

mengenai 15 - 20% populasi.

1

Page 2: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

III. ETIOLOGI

Penyebab pasti DS pada bayi belum diketahui, walaupun banyak faktor

dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. Ada yang

berpendapat bahwa kesembuhan tipe awal dari dermatitis seboroik infantil ini

disebabkan oleh menurunnya produksi kelenjar sebasea pada bayi berusia enam

bulan.

Selain itu, DS juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa diantaranya yaitu:

a. Hormon

Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas. Pada bayi

dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan

penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Hormon yang

menstimulasi adalah hormon androgen dari ibu.

b. Jamur Pityrosporum ovale

Penelitian menunjukkan bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur

lipofilik, banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik. Pityrosporum ovale

merupakan flora normal pada kulit orang dewasa, namun jarang pada anak-anak.

Pada anak yang mengalami dermatitis seboroik, Pityrosporum ovale jumlahnya

meningkat pada beberapa bagian tubuh.

c. Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,

paraffin meningkat dan kadar squelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun.

d. Iklim

e. Genetik status seboroik yang diturunkan

f. Lingkungan

g. Hormon

h. Neurologik (stress).

2

Page 3: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

IV. PATOFISIOLOGI

Dermatitis seboroik dihubungkan dengan jumlah normal Pityrosporum ovale

(Malassezia ovale) tetapi memiliki respon imun yang abnormal. Sel T helper,

phytohemagglutinin, dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi menurun

dibandingkan dengan orang normal. Kontribusi Malassezia mungkin akibat aktivitas

lipasenya—melepaskan asam lemak bebas inflamasi—dan asam lemak tersebut

menimbulkan terjadinya inflamasi.

Gambaran Malassezia ovale salah satu penyebab dermatitis seboroik

Pertumbuhan P ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik

akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel

jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Selain sebum,

dermatitis ini juga dihubungkan dengan Malassezia, abnormalitas imunologi, dan

aktivasi komplemen.

Glandula sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak

aktif selama 9—12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti.

Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya DS,

tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar

tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh DS.

Dermatitis Sseboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang

meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan

sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor

predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional,

infeksi, atau defisiensi imun.2 Biasanya juga didukung oleh kondisi kelembaban

udara, perubahan musim, trauma (contoh, digaruk). Derajat keparahannya bervariasi,

dari ketombe ringan sampai eritroderma eksfoliatif. Dermatitis seboroik bisa

memburuk pada penyakit Parkinson dan AIDS.

3

Page 4: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

V. MANIFESTASI KLINIS

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak

kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Pada bayi, skuama-skuama yang

kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut

cradle cap. Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,

kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan.

Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-

skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh

kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut

pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis

stetoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada

tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan

frontal.

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan

berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga

postaurikular, dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya lebih cembung. Pada

bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor,

dan berbau tidak sedap.

Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pada bayi

Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada

verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi

sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis 4

Page 5: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya,

putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau

ke empat setelah kelahiran.

Dermatitis dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-

anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun.

Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general

sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila

bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya.

2. Pada remaja dan dewasa

Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama

berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan

nasolabial atau pada belakang telinga. Pada masa remaja dan dewasa manifestasi

kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan

nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur.

VI. HISTOPATOLOGI

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah

pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada

penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi

tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan

akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler.

Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan

5

Page 6: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga

sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang

menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil

pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis

bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik,

terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang

telah disebutkan di atas yang hampir sama dengan gambaran psoriasis.

Gambaran histopatologi: dermatitis seboroik

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Walaupun temuan dermatopatologi tidak spesifik, pemeriksaan KOH 10-20%

bisa digunakan untuk menyingkirkan tinea kapitis

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Gambaran klinis yang khas pada DS adalah skuama yang berminyak dan

kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Terutama distribusinya pada

kulit kepala dan lipatan kulit bagian atas dan tidak gatal. Namun ini belum cukup

untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis pada dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

gejala klinis. Diagnosis banding dapat ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala

klinis, umur, dan ras. Kondisi yang membingungkan atau mirip dengan dermatitis

seboroik adalah psoriasis, dermatitis atopi dan tinea kapitis pada anak-anak.

1. Psoriasis

6

Page 7: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

Terdapat skuama-skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti mutiara, dan

tidak berminyak disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya di kulit

kepala hingga perbatasan daerah tersebut dengan muka, umbilicus, daerah ekstensor

terutama lutut dan siku, punggung, telapak tangan dan telapak kaki.

2. Dermatitis atopik bentuk infantil (dapat menyerupai dermatitis seboroik

muka)

Dermatitis atopic adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal.

Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan

DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu pada dermatitis atopic

dapat terjadi likenifikasi.

3. Tinea capitis

Tampak eritem dengan tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah dan rasa gatal

juga nyeri. Pada tinea kapitis juga dapat ditemukan hifa pada pemeriksaan sitologik

dengan potassium hydroksida (KOH).

IX. PENATALAKSANAAN

Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar

disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat dikontrol. Faktor predisposisi hendaknya

diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan

miskin lemak

1. Tindakan Umum. Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung

kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional

dan makanan berlemak, tidur cukup.1,2,3

2. Pengobatan topikal. Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2—3 kali scalp

dikeramasi selama 5—15 menit, misalnya dengan selenium sulfida (selsun). Jika

terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang

dapat dipakai untuk DS ialah:

- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2—5% atau krim pragmatar®

- Resorsin 1—3%

7

Page 8: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

- Sulfur praesipitatum 4—20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3—6%

- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus dengan inflamasi yang

berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat,

asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.

- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat

banyak P ovale.

Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.

3. Pengobatan sistemik.

a. Kortikosteroid: digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 20—30 mg

sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai

infeksi sekunderi diberi antibiotik.

b. Isotretinoin: dapat dignakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi

aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%,

akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0.1—0.3 mg per kg berat

badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis

pemeliharaan 5—10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk

mengontrol penyakitnya.

c. Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB

(TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 kali seminggu

semalam 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.

d. Bila pada sediaan langsung terdapat P ovale yang banyak, dapat diberika

ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.2

e. Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif.1

X. PROGNOSIS

Baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan.4 Namun pada sebagian kasus

yang mempunyai faktor kontitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan,

meskipun terkontrol.

8

Page 9: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Nn. N

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : jln. Baturaden no 1 Jember

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : Rambut berminyak dan rontok

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan rambut berminyak dan mudah rontok. Keluhan timbul

sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan bahwa kulit kepalanya juga

berketombe. Akhir-akhir ini ketombe dirasakan makin bertambah banyak. Pasien

juga merasakan gatal pada kulit kepala dan seringkali menggaruknya. Pasien juga

mengaku tidak punya alergi dengan obat ataupun bahan makanan apapun.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi makanan : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat asma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : ibu pasien memiliki keluhan yang sama

Riwayat alergi makanan : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

9

Page 10: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

Kebiasaan mandi dengan sabun 2 kali sehari pagi dan sore, menggunakan handuk

sendiri, yang terpisah dengan anggota keluarga.

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang mahasiawa yang tinggal serumah bersama orang tua, dan

dua orang saudaranya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup

a. Kepala : lihat status dermatologis

b. Mata : dalam batas normal

c. Hidung : dalam batas normal

d. Mulut : dalam batas normal

e. Leher : dalam batas normal

f. Punggung : dalam batas normal

g. Dada : dalam batas normal

h. Abdomen : dalam batas normal

i. Gluteus dan anogenital : dalam batas normal

j. Ekstremitas atas : dalam batas normal

k. Ekstremitas bawah : dalam batas normal

B. Status Dermatologis

Regio capitisà skuama-skuama halus, kasar, berminyak, tersebar di seluruh

kulit kepala.

Regio capitis parietal dextra tampak eritema numular dengan squama

kekuningan, batas tidak jelas.

10

Page 11: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

IV. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis atopi

2. Tinea kapitis

3. Psoriasis vulgaris

V. DIAGNOSIS

Dermatitis Seboroik

VI. TERAPI

a. Non Medikamentosa

Edukasi pasien : Penyakit berlangsug lama dan sering kambuh. Jangan menggaruk-

garuk lesi pada kepala. Hindari faktor pencetus seperti kelelahan, stres emosional,

hormonal, infeksi, makanan dan defisiensi imun

b. Medikamentosa

Ketoconazole 200 mg 2x1 tab

Sampo selenium sulfida (selsun); seminggu 2-3 kali, scalp dikeramasi dengan

selsun selama 5-15 menit.

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad kosmetikam : dubia ad bonam

11

Page 12: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

DAFTAR GAMBAR

12

Page 13: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

13

Page 14: Dermatitis Seboroik Refsus (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi Djuanda, 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 189—203.

2. Jansen, GPT. 2003. Seborrheic Dermatitis. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th edition. Chapter 124. McGraw-Hill Professional.

3. Manriquez J.J dan Uribe P. 2007. Seborrheic Dermatitis. America Family Physician. 1375-1376.

4. Siregar, RS. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit: Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal: 119—121.

5. Selden, Samuel. 2007. Seborrheic Dermatitis. www.emedicine.com.mht

6. Stefanaki I. dan Katsambas A., 2010. Theurapeutic Update on Seborrheic Dermatitis. Skin Therapy Letter Volume 15 Number 5.

7. Shimizu Hiroshi. 2007. Eczema and Dermatitis in Shimizu’s Textbook of Dermatology. Hokkaido. P:101-102

8. Holden C.A dan Berth-Jones J.,2004. Eczema, Lichenification, Pririgo and Erythroderma. Rook’s Textboook of Dermatology 7th. Chapter 17.

9. Mansjoer A dkk. 2000.Dermatitis Seboroik. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid ke dua. Penerbit Media Aesculapius., Jakarta. Hal 122-123.

10. Marwali Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit: Hipokrates, Jakarta. Hal: 14—16.

14