Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

25
Demam Berdarah Dengue Fatal pada Dewasa: Menekankan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Pre-fatal Evolusioner Abstrak Latar Belakang: Deskripsi yang lebih baik dari manifestasi klinis dan laboratorium pasien demam berdarah dengue (DBD) yang fatal adalah penting dalam memperingatkan dokter akan demam berdarah yang berat dan memperbaiki pengelolaan. Metode dan Temuan: Dari 309 orang dewasa dengan DBD, 10 pasien fatal dan 299 yang bertahan hidup (kontrol) secara retrospektif dianalisis. Mengenai penyebab kematian, perdarahan gastrointestinal (GI) masif ditemukan pada 4 pasien, dengue shock syndrome (DSS) saja pada 2 pasien; DSS / perdarahan subarachnoid, meningitis /bakteremia Klebsiella pneumoniae, pneumonia terkait ventilator, dan perdarahan GI masif/ bakteremia Enterococcus faecalis masing-masing satu. Pasien fatal ditemukan memiliki frekuensi yang jauh lebih tinggi dari penurunan kesadaran awal (≤24 jam setelah rawat inap), hipotermia, perdarahan GI/ perdarahan GI masif, DSS, bakteremia bersamaan dengan/ tanpa syok, edema paru, kegagalan ginjal/ hati, dan perdarahan subarachnoid. Di antara mereka yang mengalami perubahan kesadaran awal, perdarahan GI besar sendiri/ dengan uremia/ dengan bakteremia E.faecalis, dan meningitis/

description

tropical infection

Transcript of Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

Page 1: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

Demam Berdarah Dengue Fatal pada Dewasa: Menekankan

Manifestasi Klinis dan Laboratorium Pre-fatal Evolusioner

Abstrak

Latar Belakang: Deskripsi yang lebih baik dari manifestasi klinis dan

laboratorium pasien demam berdarah dengue (DBD) yang fatal adalah penting

dalam memperingatkan dokter akan demam berdarah yang berat dan memperbaiki

pengelolaan.

Metode dan Temuan: Dari 309 orang dewasa dengan DBD, 10 pasien fatal dan

299 yang bertahan hidup (kontrol) secara retrospektif dianalisis. Mengenai

penyebab kematian, perdarahan gastrointestinal (GI) masif ditemukan pada 4

pasien, dengue shock syndrome (DSS) saja pada 2 pasien; DSS / perdarahan

subarachnoid, meningitis /bakteremia Klebsiella pneumoniae, pneumonia terkait

ventilator, dan perdarahan GI masif/ bakteremia Enterococcus faecalis masing-

masing satu. Pasien fatal ditemukan memiliki frekuensi yang jauh lebih tinggi dari

penurunan kesadaran awal (≤24 jam setelah rawat inap), hipotermia, perdarahan

GI/ perdarahan GI masif, DSS, bakteremia bersamaan dengan/ tanpa syok, edema

paru, kegagalan ginjal/ hati, dan perdarahan subarachnoid. Di antara mereka yang

mengalami perubahan kesadaran awal, perdarahan GI besar sendiri/ dengan

uremia/ dengan bakteremia E.faecalis, dan meningitis/ bakteremia K.pneumoniae

masing-masing ditemukan pada satu pasien. Ditemukan proporsi bandemia yang

lebih tinggi dari data laboratorium awal (kedatangan) pada pasien yang fatal

dibandingkan dengan kontrol, dan proporsi yang lebih tinggi dari leukositosis pra-

fatal dan lebih rendah dari jumlah trombosit pra-fatal dibandingkan dengan data

laboratorium awal dari pasien fatal. Perdarahan GI masif (33,3%) dan bakteremia

(25%) merupakan penyebab utama leukositosis pra-fatal pada pasien meninggal,

33,3% pasien dengan trombositopenia yang sangat berat prefatal (<20000/µL),

dan 50% pasien dengan perpanjangan waktu protrombin pra-fatal (PT) mengalami

pendarahan GI masif.

Kesimpulan: Laporan kami menyoroti penyebab kematian selain DSS pada

pasien dengan demam berdarah yang berat, dan menunjukkan bahwa hipotermia,

leukositosis dan bandemia mungkin merupakan tanda-tanda peringatan dengue

Page 2: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

yang berat. Dokter harus waspada terhadap potensi berkembangnya perdarahan GI

masif, terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran awal, trombositopenia

berat, pemanjangan PT dan/ atau leukositosis. Antibiotik harus secara empiris

digunakan untuk pasien dengan risiko bakteremia sampai terbukti sebaliknya,

terutama pada mereka dengan penurunan kesadaran awal dan leukositosis.

Pendahuluan

Dengue adalah infeksi virus yang paling umum ditularkan nyamuk di dunia [1].

Secara klinis, dengue berkisar dari penyakit demam non-spesifik, asimtomatis

yaitu dengue klasik, sampai demam berdarah dengue/ dengue shock syndrome

(DHF / DSS) [1]. Angka kematian dan penyebab kematian pada pasien demam

berdarah yang terkena sangat bervariasi dari satu laporan ke laporan lain [1-13].

Sementara DSS merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan

penyakit DBD yang dilaporkan beberapa seri [1-13], penyebab-penyebab selain

DSS yang terutama bertanggung jawab atas kematian, dilaporkan oleh yang lain

[2,10,12-14]. Akan tetapi, hanya sejumlah kecil kasus kematian berkaitan dengan

dengue yang dimasukkan untuk analisis di setiap seri ini [2,8,10-12]. Deskripsi

yang lebih baik dari presentasi klinis dan laboratorium dari kasus-kasus dengan

hasil yang fatal dapat menyebabkan dokter menyadari awal dari tanda-tanda

peringatan dengue sehingga meningkatkan pengelolaan dan ketepatan waktu.

Untuk mencapai hal ini, pentingnya analisis berkelanjutan dari temuan yang

relevan pada pasien demam berdarah fatal dari populasi yang terkena dengue tidak

bisa terlalu ditekankan.

Di antara epidemi demam berdarah besar di Taiwan selama 3 dekade

terakhir, wabah demam berdarah yang besar disebabkan oleh DENV-1 terjadi

pada tahun 1987-1988 di selatan Taiwan, diikuti satu wabah lagi yang disebabkan

oleh DENV-2 tahun 2002 di wilayah geografis yang sama [15]. Selama epidemi

demam berdarah tahun 2002 di selatan Taiwan, ada lebih dari 5000 kasus DBD

yang dilaporkan, dan sebagian besar dari mereka adalah DBD yang berkembang

pada orang dewasa [15,16]; sebagai catatan, kematian terkait dengue ditemukan

pada 10 orang dewasa yang dirawat di Kaohsiung Chang Gung Memorial

Hospital (KSCGMH), fasilitas 2.500 tempat tidur yang melayani sebagai

Page 3: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

perawatan primer dan pusat rujukan tersier di daerah ini. Dalam studi ini, kami

secara retrospektif membandingkan gambaran klinis dan laboratorium orang

dewasa yang terkena dampak dengue dan ternyata berakibat fatal dan yang

selamat, dan menganalisis kasus demam berdarah yang fatal dengan tujuan untuk

memahami penyebab kematian dan mengklarifikasi evolusi klinis dan

laboratorium yang mendahului kematian.

Bahan dan Metode

Ringkasan Penulis

Angka kematian dan penyebab kematian pada pasien demam berdarah sangat

bervariasi dari satu seri dengan seri yang lain. Pemahaman yang lebih baik dari

manifestasi klinis dan laboratorium pasien yang fatal dengan demam berdarah

dengue (DBD) adalah penting dalam memperingatkan dokter tentang beratnya

demam berdarah dan meningkatkan pengelolaan. Dalam analisis retrospektif

dari 10 orang dewasa yang meninggal dan 299 selamat (kontrol) karena DBD,

dengue shock syndrome (DSS) saja ditemukan hanya pada 20% kematian

terkait dengue, sementara perdarahan gastrointestinal (GI) masif yang sulit

disembuhkan, ditemukan pada 40%, dan DSS disertai perdarahan

subarachnoid, perdarahan GI masif yang sulit disembuhkan disertai

bakteremia, sepsis/ meningitis bakterial, dan sepsis akibat ventilator terkait

pneumonia masing-masing ditemukan pada 10%. Perubahan kesadaran awal

(berkembang ≤24 jam setelah rawat inap), perdarahan GI/ perdarahan GI masif

disertai dengan bakteriemia secara signifikan ditemukan di antara pasien yang

meninggal. Data kami menunjukkan bahwa hipotermia, leukositosis dan

bandemia pada saat datang ke rumah sakit dapat menjadi tanda peringatan dari

dengue berat. Dokter harus waspada terhadap potensi berkembangnya

perdarahan GI masif, terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran dini,

trombositopenia berat, perpanjangan waktu protrombin dan/ atau leukositosis.

Antibiotik harus secara empiris digunakan untuk pasien dengan risiko

bakteremia sampai terbukti sebaliknya, terutama pada mereka dengan

penurunan kesadaran awal dan leukositosis.

Page 4: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

Pernyataan Etika

Data dalam penelitian ini dianalisis secara anonim, dan penelitian ini dilakukan

dengan surat pernyataan persetujuan pasien yang disetujui oleh Institutional

Review Board of KSCGMH (Dokumen No 99-2671B).

Pasien dan definisi

Pasien dengan diagnosis demam berdarah yang masuk ke KSCGMH antara bulan

Juni dan Desember 2002 secara potensial memenuhi syarat untuk dimasukkan

dalam penelitian retrospektif ini. Semua kasus DBD yang didiagnosis secara

klinis secara serologis ditegakkan oleh setidaknya satu dari kriteria berikut: (i)

reaksi berantai reverse transcriptase-polymerase positif (RT-PCR), (ii) positif

enzyme-linked immunosorbent assay untuk antibodi spesifik imunoglobulin M

untuk virus dengue dalam serum fase akut, dan (iii) setidaknya empat kali lipat

peningkatan titer inhibisi hemaglutinasi spesifik dengue dalam serum

penyembuhan bila dibandingkan dengan serum fase akut [17]. Diagnosis DBD

ditegakkan berdasarkan adanya demam, perdarahan, trombositopenia (<100x109

sel/L) dan bukti klinis kebocoran plasma (yaitu, adanya hemokonsentrasi, efusi

pleura, asites dan /atau hipoalbuminemia) yang menunjukkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah [17]. Hemokonsentrasi mengacu pada peningkatan

>20% hematokrit yang dihitung sebagai: (hematokrit maksimum - hematokrit

minimum) x100/hematokrit minimum. Tingkat beratnya DBD pada pasien DBD

secara serologi dikelompokkan berdasarkan kriteria World Health Organization

(WHO). Grade I mengacu pada hasil tes tourniquet positif yang merupakan satu-

satunya manifestasi perdarahan, sementara kelas II mengacu pada perdarahan

spontan. Grade III mengacu pada kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi sebagai

pulsasi cepat dan lemah, juga tekanan denyut yang kecil (≤ 20 mmHg), sedangkan

grade IV mengacu pada syok berat, dengan denyut atau tekanan darah yang tak

terdeteksi. DHF grade III dan IV dikelompokkan sebagai DSS.

Semua pasien DBD fatal dalam seri ini mengakibatkan kematian terkait

dengue yang disebut sebagai kematian yang terjadi dalam waktu tiga minggu

setelah rawat inap karena DBD. Hipotermia mengacu pada suhu <360C yang

diperiksa setidaknya dua kali dari gendang telinga pasien demam berdarah.

Page 5: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

Perdarahan gastrointestinal (GI) masif didefinisikan sebagai pasase dari sejumlah

besar feses seperti ter atau berdarah disertai dengan ketidakstabilan hemodinamik

dan/ atau penurunan cepat dalam kadar hemoglobin menjadi ≤7.0 g/dL. Gagal

ginjal akut didefinisikan sebagai peningkatan pesat serum kreatinin (Cr) ≥ 0,5

mg/dL dibandingkan dengan yang ditemukan pada saat pasien datang ke rumah

sakit. Kegagalan hati akut didefinisikan sebagai peningkatan kadar serum alanine

aminotransferase (ALT) ≥400 U/L (nilai rujukan, <40 U/L). Leukositosis

didefinisikan sebagai hitung sel darah putih perifer >12000/µL. Bandemia

mengacu pada adanya granulosit bentuk pita dalam darah perifer.

Trombositopenia berat mengacu pada jumlah trombosit <20000/µL. Perpanjangan

waktu protrombin (PT) didefinisikan sebagai PT ≥3 detik dibanding kontrol, dan

perpanjangan activated partial thromboplastin time (APTT) didefinisikan sebagai

APTT ≥20% dibandingkan kontrol. Bakteremia konkuren (bersamaan)

didefinisikan sebagai pertumbuhan bakteri positif dari darah yang diambil untuk

kultur dalam waktu 72 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit untuk demam

berdarah.

Informasi demografis, klinis, laboratorium dan pencitraan dari pasien

DBD yang masuk dalam penelitian diambil dari tinjauan retrospektif dari grafik

medis mereka untuk analisis. Data laboratorium awal mengacu pada data yang

dideteksi dari pasien yang menderita demam berdarah pada saat kedatangan

mereka di KSCGMH. Data laboratorium pra-fatal adalah data yang terdeteksi dari

spesimen darah pasien yang fatal yang diambil dalam waktu 48 jam sebelum

kematian.

Analisis statistik

Tiga ratus sembilan pasien DBD yang masuk dalam analisis dipisahkan menjadi

dua kelompok: mereka yang fatal (kelompok fatal, N = 10) dan yang selamat

(kelompok kontrol, N = 299). Para pasien selamat adalah mereka dengan

informasi rinci yang tersedia. Kami membandingkan data demografi, klinis,

karakteristik pencitraan dan laboratorium awal dari pasien fatal dan dari kontrol,

serta data laboratorium pra-fatal dan data laboratorium awal dari pasien fatal.

Mann-Whitney U test digunakan dalam perbandingan variabel berkelanjutan,

Page 6: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

sedangkan uji exact Fisher digunakan untuk penilaian variabel dikotomis. 2-tailed

P<0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil

Deskripsi demografis dan manifestasi klinis pasien yang fatal

Total sebanyak 714 orang dewasa dengan penyakit demam berdarah ditemukan di

KSCGMH selama periode penelitian, dan di antara mereka, 10 (8 pria dan 2

wanita, usia rata-rata, 63,5 tahun [kisaran, 33-78]) dengan DBD (7 DBD grade II

dan 3 DSS) menjadi fatal, bertanggungjawab terhadap angka kematian terkait

dengue sebesar 1,3% (rincian ditunjukkan pada Tabel S1). Dari pasien fatal,

penyimpangan waktu antara onset demam berdarah dan datang ke rumah sakit

berkisar antara 1 sampai 6 hari (rata-rata, 2 hari), antara datang ke rumah sakit

sampai kematian 2 sampai 18 hari (median, 4,5 hari), dan antara onset demam

berdarah sampai kematian 4 sampai 21 hari (median, 7,5 hari). Dengan

pengecualian pada 2 pasien dimana tes diagnostik dengue dilakukan dari spesimen

darah yang dikumpulkan pada hari ke-3 rawat inap, semua pasien diambil sampel

darahnya untuk diagnosis demam berdarah dalam waktu 24 jam setelah masuk.

Median dari onset dengue sampai diagnosis definitif dibuat adalah 5 hari (kisaran,

4-11 hari). Infeksi DENV-2 pada semua pasien fatal ditegakkan oleh RT-PCR.

Manifestasi yang menunjukkan kebocoran plasma pada pasien fatal

meliputi hemokonsentrasi (pasien 2, 5-10), adanya efusi pleura (pasien 1, 3-6, 8

dan 10) dan hipoalbuminemia (pasien 1, 2 dan 4). Tujuh pasien (pasien 1-4, 6, 7

dan 9) dengan DBD grade II mengalami syok yang disebabkan sepsis bakterial

(pasien 1 dan 4), sepsis bakterial yang bersamaan dan perdarahan GI masif (pasien

9), dan perdarahan GI masif (pasien 2, 3, 6, dan 7). DSS sendiri ditemukan pada 3

pasien (pasien 5, 8 dan 10). Syok, apapun penyebabnya, berkembang dalam 1

hingga 16 hari (median, 3 hari) setelah perawatan di rumah sakit, dan 4 dan 17

hari (median, 6,5 hari) setelah onset demam berdarah. Di antara 3 pasien DSS,

DSS dikenali pada hari ke-3 (pasien 8 dan 10) dan hari ke-6 (pasien 5) dari saat

rawat inap mereka masing-masing. Pasien 2 mengalami 2 episode perdarahan GI

masif dengan syok hipovolemik pada hari ke-8 dan 16 dari lamanya tinggal di

rumah sakit, secara berurutan. Pasien 4 dengan kanker paru-paru yang mendasari

Page 7: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

menderita syok septik pada hari ke-15 rawat inapnya. Informasi demografis, klinis

dan laboratorium dari pasien fatal dan kontrol diringkas dalam Tabel 1 dan 2.

Berbagai manifestasi klinis ditemukan pada masing-masing 10 pasien

yang fatal (Tabel 1). Yang pertama, dalam urutan menurun, adalah demam

(>380C) (90%), perdarahan GI (90%), efusi pleura (70%), nyeri tulang, dan batuk

(masing-masing 60%). Tanda-tanda peringatan awal yang dilaporkan sebelumnya

untuk dengue berat [11,17,18], yaitu, muntah terus menerus ditemukan pada 4

(40%) pasien, dan nyeri perut berkelanjutan pada 2 (20%). Edema paru

berkembang pada 3 pasien (pasien 4, 5 dan 8), 2 dari mereka dengan DSS

mengalami edema paru akut yang muncul pada hari ke 5 (pasien 5) dan hari ke-6

(pasien 8) setelah onset demam berdarah, secara berurutan, sedangkan yang lain

(pasien 4) dengan kanker paru-paru dan hipoalbuminemia (serum albumin, 1,4 g /

dL [kisaran normal, 3,0-4,5 g/dL]) mengalami syok septik pada hari ke-15 di

rumah sakit (hari ke-17 setelah onset dengue) sehingga menerima resusitasi

cairan, dan edema paru ditemukan pada hari berikutnya. Gagal ginjal akut

ditemukan pada 8 pasien (pasien 1, 2, 4-9) dengan data yang tersedia, dan gagal

hati akut pada 4 (pasien 1, 6-8) (57,1%) dari 7 pasien dengan data yang tersedia.

Bakteremia yang menyertai tercatat pada 3 (pasien 1, 4 dan 9) (37,5%) dari 8

pasien fatal yang darah sampelnya diambil untuk kultur bakteri dalam waktu 72

jam setelah dirawat di rumah sakit (Tabel S1). Dari 3 pasien bacteremia tersebut,

satu (1 pasien) mengalami meningitis Klebsiella pneumoniae, sementara dua

lainnya mengalami K.pneumonia primer (pasien 4) dan bakteremia Enterococcus

faecalis (pasien 9), secara berurutan. Dari total 9 pasien (pasien 2-10) dengan

perdarahan GI, 4 (pasien 3, 7, 9 dan 10) (44,4%) mengalami perdarahan GI pada

saat datang, 5 (pasien 2, 3, 6, 7 dan 9) (55,5%) mengalami pendarahan GI masif,

dan 3 (pasien 3, 7 dan 9) (33,3%) mengalami perdarahan GI masif dalam waktu

24 jam setelah masuk. Di antara 5 pasien dengan perdarahan GI masif, bakteremia

E. faecalis ditemukan pada salah satu pasien (pasien 9); perdarahan aktif

ditemukan dari endoskopi pada pasien lain (pasien 3) dengan ulkus lambung, dan

pasien lain (pasien 7) dengan perdarahan lambung. Hanya pasien 3 dan 7 yang

mendapat pemeriksaan endoskopi. Di antara 5 pasien dengan perdarahan GI

Page 8: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

masif, gagal ginjal akut berkembang pada 2 pasien (pasien 2 dan 9), dan gagal

ginjal dan hati akut bersamaan pada 2 lainnya (pasien 6 dan 7).

Dari 5 pasien fatal dengan gangguan kesadaran, 4 (pasien 1, 2, 7 dan 9)

ditemukan mengalami perubahan kesadaran dalam waktu 24 jam dan satu (pasien

5) pada hari ke-4 tinggal di rumah sakit. Kelima pasien diambil sampel darahnya

untuk kultur bakteri, dan salah satu dari mereka (pasien 1) diambil sampel cairan

serebrospinalnya untuk kultur bakteri. Di antara 4 pasien dengan penurunan

kesadaran awal, perdarahan GI masif saja (pasien 7), uremia dan perdarahan GI

masif (pasien 2), bakteremia E.faecalis dan perdarahan GI masif (pasien 9), dan

meningitis dan bakteremia K.pneumoniae (pasien 1) masing-masing terjadi pada 1

pasien. Hipernatremia (natrium serum >170 mEq/L [kisaran normal, 134-148

meq/L]) sebagai tambahan ditemukan pada pasien 2 pada hari ke-8 tinggal di

rumah sakit. Perubahan kesadaran tiba-tiba berkembang pada pasien 5 pada hari

ke-4 rawat inapnya yang disebabkan dari perdarahan subarachnoid yang

diungkapkan oleh computed tomography otak, dan sebuah studi angiografi otak

ditangguhkan khususnya karena kondisi kritis dan gagal ginjal akut, kultur

darahnya terhadap bakteri adalah negatif, dan meskipun hiperkalemia (kalium

serum, 7.9 meq/L [kisaran normal, 3,6-5,0 meq/L]) ditemukan pada hari ke 7,

hemodialisis tidak dilakukan karena secara hemodinamik tidak stabil. Baik

hiperglikemia maupun hipoglikemia ditemukan pada 10 pasien fatal dalam seri

ini. Hiponatremia tidak ditemukan dalam seri kami. Kadar kalsium serum tidak

dinilai pada pasien fatal.

Hipotermia tercatat dalam 2 (20%) pasien (pasien 6 dan 9). Satu pasien

(pasien 9) dengan hipotermia yang terdeteksi pada kedatangan mengalami

bakteremia primer E. faecalis bersamaan, sementara pasien lain (pasien 6)

mengalami perubahan suhu mendadak dengan peralihan cepat dari demam ke

hipotermia pada hari ke-4 nya tinggal di rumah sakit, dan kultur bakteri darahnya

negatif.

Semua pasien mengalami kegagalan pernafasan yang mengharuskan

dukungan ventilator mekanik. Waktu rata-rata dari saat pasien datang ke rumah

sakit pasien sampai memulai ventilasi mekanis adalah 3 hari (kisaran, 1-6 hari),

dan akar penyebab kegagalan pernafasan termasuk perdarahan GI masif (pasien 3,

Page 9: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

6, 7 dan 9), sepsis (pasien 1), DSS (pasien 8 dan 10), perdarahan subarachnoid

(pasien 5), mengantuk terus-menerus yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah

rawat inap (pasien 2) dan kanker paru-paru dengan efusi pleura (pasien 4).

Pengobatan untuk 10 pasien yang fatal

Cairan intravena meliputi saline 0,9%, ringer laktat, dan dextrose 5% dalam salin

0,9% diberikan pada laju infus mulai dari 0,6 mL/kgBB/jam menjadi 2,7

mL/kgBB/jam untuk 10 pasien yang fatal sebelum berkembangnya syok dan/ atau

perdarahan GI masif. Selain itu, transfusi trombosit dan/ atau komponen darah

lainnya (yaitu, sel darah merah packed dan/ atau fresh frozen plasma) diberikan

untuk pasien fatal. Penggantian cairan intravena dan transfusi darah dirinci dalam

Tabel S1.

Sebelum berkembangnya syok, suplemen cairan intravena dengan salin

0,9% untuk 3 pasien dengan DSS adalah 1,6 mL/kg BB/jam (pasien 5), 1,3

mL/kgBB/jam (pasien 8) dan 0,8 mL/kgBB/jam (pasien 10), secara berurutan.

Kadar hemoglobin yang meningkat jelas ditemukan pada pasien dengan DSS pada

hari syok berkembang. Hanya transfusi trombosit yang diberikan untuk 3 pasien

ini sebelum berkembangnya DSS. Di antara 5 pasien (pasien 2, 3, 6, 7 dan 9)

dengan perdarahan gastrointestinal masif, suplemen cairan intravena (0,9% saline

atau ringer laktat) diinfuskan dengan laju mulai dari 1,4 mL/kgBB/jam menjadi

2,5 mL/kgBB/jam sebelum berkembangnya syok hipovolemik, dan 2 sampai 8

unit sel darah merah packed yang ditransfusikan pada hari perdarahan GI muncul

(Tabel S1).

Karena sepsis bakteri yang menyertai tidak dapat dieksklusikan pada

pasien yang sakit kritis ini, semua pasien mendapat antibiotik intravena dalam

waktu 72 jam setelah masuk. Setelah rawat inap, 3 pasien (pasien 1, 4 dan 9)

dengan bakteremia yang menyertai, mendapat antibiotik empiris (yaitu,

ceftriaxone untuk pasien 1, piperasilin dan gentamisin untuk pasien 4, dan

ceftriaxone dan penisilin untuk pasien 9) dimana selanjutnya isolat bakteri

menjadi rentan dalam vitro.

Penyebab kematian

Page 10: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

Ketika membahas penyebab kematian pada kesepuluh pasien fatal ini, pendarahan

GI masif yang susah dihentikan dengan syok hipovolemik ditemukan pada 4

(40%) (pasien 2, 3, 6, dan 7), DSS saja pada 2 (20%) (pasien 8 dan 10),

sedangkan DSS dengan perdarahan subarachnoid (pasien 5), bakteremia K.

pneumoniae dan meningitis dengan syok septik (pasien 1), sepsis karena ventilasi

mekanis terkait pneumonia (pasien 4), juga bakteremia E.faecalis yang menyertai

dan perdarahan GI masif yang susah berhenti dengan syok (pasien 9), masing-

masing (10%) ditemukan pada satu pasien. Tidak ada pasien fatal (meninggal)

yang menjalani autopsi.

Gambaran laboratorium pra-fatal pada pasien fatal

Leukositosis pra-fatal ditemukan pada 6 (pasien 4, 5, 6, dan 8-10) (66,7%) dari 9

pasien (pasien 1, 2, dan 4-10) dengan data yang tersedia, dan bandemia pada 4

(pasien 1, 2, 5 dan 7) (66,7%) dari 6 pasien (pasien 1, 2 dan 4-7) di mana jumlah

diferensial sel darah putih perifer tersedia. Dari 6 pasien dengan leukositosis yang

berkembang pra-fatal, 2 (pasien 4 dan 10) memiliki leukopenia pada saat

kedatangan mereka, 4 diambil sampel darahnya untuk kultur bakteri dan

bakteremia E. faecalis (pasien 9) ditemukan pada satu pasien (25%), semuanya

mengalami perdarahan GI, dan 2 (pasien 6 dan 9) (33,3%) mengalami perdarahan

GI masif. Perpanjangan PT pra-fatal ditemukan pada 6 (75%) (pasien 2, 4-6, 8 dan

9) dari 8 (pasien 1, 2, 4-6, dan 8-10) pasien dengan data yang tersedia. Dari

catatan, keenam pasien dengan perpanjangan PT pra-fatal selanjutnya mengalami

perdarahan GI, dan dari antaranya, 3 (50%) mengalami perdarahan GI masif.

Trombositopenia berat pra-fatal ditemukan pada 6 (60%) pasien yang fatal (pasien

1, 3, 5 dan 8-10); dari mereka, 5 (pasien 3, 5 dan 8-10) (83,3%) mengalami

perdarahan GI, dan 2 (33,3%) (pasien 3 dan 9) mengalami perdarahan GI masif.

Hiperkalemia pra-fatal ditemukan hanya pada 1 (pasien 5) dari 6 (pasien 2, 4, 5, 7-

9) pasien dengan data yang tersedia.

Perbandingan gambaran demografi, klinis dan laboratorium awal antara

pasien fatal dan kontrol, dan perbandingan gambaran laboratorium pra-

fatal dan awal dari pasien yang fatal

Page 11: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

Perbedaan signifikan dalam demografi dan manifestasi klinis antara pasien fatal

dan kontrol meliputi jenis kelamin laki-laki (80% vs 44,1%, P = 0,047), syok

hipovolemik karena perdarahan GI masif (50% vs 0,7%, P < 0,001), bakteremia

yang menyertai (37,5% vs 3,9%. P = 0,010), bakteremia disertai syok (25 % vs

1,3%, P = 0,022), DSS (40% vs 2,3%, P< 0,001), edema paru (30% vs 2,8%, P =

0,005), gagal ginjal akut (100% vs 2% , P< 0,001), gagal hati akut (57,1% vs

4,4%, P< 0,001), hipotermia (20% vs 0%, P = 0,001), perdarahan GI (90% vs

16%, P< 0,001) ,perdarahan GI masif (50% vs 0,7%, P< 0,001), perdarahan

subarachnoid (10% vs 0%, P = 0,032) dan perubahan kesadaran dini (40% vs 0%,

P< 0,001) (Tabel 1).

Ditemukan proporsi bandemia lebih tinggi secara signifikan (37,5% vs

1,8%, P = 0,001) dari data laboratorium awal antara pasien fatal dan kontrol, dan

proporsi leukositosis pra-fatal lebih tinggi secara signifikan (66,7% vs 10%, P =

0,020) dan jumlah trombosit pra-fatal yang lebih rendah (median, 17000 sel/µL vs

35000 sel/µL; P< 0,001), dibandingkan dengan data laboratorium awal dari pasien

fatal (Tabel 2).

Pembahasan

Interval waktu dari onset dengue sampai kedatangan pasien di KSCGMH antara

kelompok fatal dan kontrol tidak berbeda secara signifikan (rata-rata, 2 hari vs 3

hari, P = 0,055) (Tabel 1). Waktu masuk pada kedua kelompok yang fatal maupun

kontrol memungkinkan kita untuk mengevaluasi perubahan evolusioner penting

pada pasien demam berdarah karena kejadian-kejadian kritis (misalnya, tekanan

darah yang jatuh dan kolaps sirkulasi) biasanya terjadi antara hari ke-3 dan hari ke

7 dari perjalanan penyakit [17,18].

Angka kematian karena kasus dengue dilaporkan bervariasi dari 0,5%

sampai 5,0% [2-4,7,9,10,12]. Akan tetapi, setelah DSS berkembang, kasus

kematian dapat melambung sampai setinggi 12-44% [3-5]. Serial kami

menunjukkan bahwa dari semua kematian terkait DBD, DSS sendiri hanya

menyumbang 20%, sedangkan perdarahan GI masif yang sulit dihentikan sendiri

sebesar 40%, dan DSS disertai perdarahan subarachnoid, perdarahan GI masif

Page 12: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

disertai bakteremia, sepsis bakteri dengan meningitis, dan sepsis akibat ventilator

terkait pneumonia masing-masing bertanggung jawab atas 10%.

DSS ditandai dengan kebocoran plasma berat yang menyebabkan

berkembangnya syok, dan penggantian volume yang tepat adalah landasan terapi

untuk pasien yang terkena [17]. Perlu dicatat, volume suplemen cairan intravena

sebelum perkembangan penuh dari DSS pada 3 pasien (pasien 5, 8, 10) di seri

kami jelas suboptimal [17,18]; terlepas dari resusitasi cairan berikutnya dan

transfusi darah /komponen darah, mereka meninggal karena syok sangat serius

dan kegagalan multi-organ antara hari ke-6 dan 7 setelah onset penyakit. Edema

paru berkembang pada 2 pasien (pasien 5 dan 8) dengan DSS pada hari ke 5 dan 6

setelah onset demam berdarah, secara berurutan, disertai dengan hemokonsentrasi

yang jelas (lihat Tabel S1 untuk rincian) yang menunjukkan kebocoran cairan

terus-menerus dari kompartemen intravaskular ke kompartemen ekstravaskuler

dan ruang alveolar paru-paru pada khususnya, menyebabkan syok yang sangat

serius dan edema paru. Sebaliknya, edema paru berkembang pada hari ke-16 pada

pasien 4 yang memiliki kanker paru-paru yang mendasari dengan efusi pleura

berat yang dengan jelas diakibatkan dari overload cairan.

Skema WHO terbaru mengklasifikasikan dengue dalam hal keparahan

klinis, sebagai demam berdarah yang berat (misalnya, adanya perdarahan hebat,

kebocoran plasma berat dan/ atau keterlibatan organ berat) atau dengue non-berat,

untuk alasan praktis, pasien dengan demam berdarah non-berat yang kemudian

dipisahkan ke dalam orang-orang dengan tanda-tanda peringatan (misalnya, sakit

perut, muntah terus-menerus, akumulasi cairan klinis, perdarahan mukosa, letargi/

gelisah, pembesaran hati, dan peningkatan hematokrit bersamaan dengan

penurunan cepat dalam jumlah trombosit) dan pasien yang tidak masuk keduanya

[18]. Pasien demam berdarah berat dengan kebocoran plasma dan/ atau

perdarahan memerlukan resusitasi cairan agresif dan transfusi darah tambahan,

sedangkan pasien demam berdarah non-berat dengan tanda peringatan

membutuhkan pengawasan ketat, intervensi medis yang tepat dan hidrasi

intravena, karena mereka berada pada risiko tinggi berkembangnya penyakit

menjadi fase kritis dengue berat [18]. Selain yang disebutkan di atas, data kami

menunjukkan bahwa leukositosis, bandemia dan hipotermia mungkin merupakan

Page 13: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

tanda-tanda peringatan dengue. Dari sudut pandang patofisiologi, leukositosis dan

/atau bandemia menunjukkan infeksi bakteri yang memperberat penyakit dan/ atau

rangsangan stres lainnya [19]. Data kami menunjukkan bahwa perdarahan GI

masif (33,3%) dan bakteremia (25%) menjadi penyebab utama leukositosis

prefatal pada pasien DBD. Secara signifikan, leukositosis ditemukan pada pasien

meninggal sebelum kematian mereka, dan bandemia ditemukan pada saat datang

ke rumah sakit pada pasien yang fatal (Tabel 2), menunjukkan bahwa bandemia

mungkin menjadi parameter peringatan dini dengue.

Perdarahan mukosa dapat terjadi pada setiap pasien dengan demam

berdarah, dan jika pasien tetap stabil dengan cairan resusitasi/ penggantian,

perdarahan mukosa harus dianggap sebagai minor [18]. Perdarahan mukosa kecil

pada pasien DBD sering diakibatkan dari diapedesis eritrosit sekitar pembuluh

darah dengan sedikit reaksi inflamasi [20]. Jika pendarahan besar terjadi, biasanya

adalah dari saluran GI [2,12,21,22], dan salah satu faktor risiko untuk perdarahan

GI utama adalah adanya ulkus peptikum [21], yang sayangnya tidak jarang

berkembang pada pasien di bawah tekanan [23]. Satu seri dengue dengan 30 kasus

kasus demam berdarah yang fatal mengungkapkan bahwa 80% dari pasien yang

fatal mengalami perdarahan GI, dan pendarahan berat dengan syok yang

menyumbang 30% dari kematian [2]. Data yang dilaporkan sebelumnya [2,12,22]

dand ata kami menunjukkan bahwa bahkan perdarahan GI kecil atau sedang harus

dianggap sebagai tanda peringatan demam berdarah yang berat dan pasien yang

bersangkutan membutuhkan pemantauan ketat, karena berpotensi berkembang

menjadi perdarahan GI masif yang sukar dihentikan dan mengancam nyawa.

Ulkus lambung dan gastritis hemoragik, masing-masing ditemukan pada

endoskopi satu pasien fatal dengan perdarahan GI masif dalam seri kami,

menimbulkan pertanyaan apakah H2-blocker atau proton-pump inhibitor harus

digunakan pada pasien dengan DBD berat untuk pencegahan perdarahan GI masif.

Studi lebih lanjut diperlukan untuk menjawab pertanyaan ini.

Perlu dicatat, perdarahan masif GI ditemukan pada 75% pasien yang

mengalami perubahan kesadaran awal (Tabel 1); 50% pasien dengan pemanjangan

PT pra-fatal dan 33,3% pasien dengan trombositopenia berat prefatal yang

mengalami perdarahan GI masif. Data ini menunjukkan bahwa dokter harus

Page 14: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

waspada terhadap potensi berkembangnya perdarahan GI berat ketika menghadapi

pasien DBD dengan penurunan kesadaran, dan perpanjangan PT persisten dan

trombositopenia, dan dengan demikian memulai pengelolaan tepat waktu yang

diperlukan.

Nyeri perut dan muntah terus-menerus, tanda-tanda peringatan klinis

demam berdarah berat yang disebutkan sebelumnya [11,17,18], tidak berbeda

antara pasien fatal dan kontrol dalam seri ini. Sebaliknya, hipotermia signifikan

yang ditemukan pada pasien yang fatal menunjukkan bahwa hal tersebut harus

dianggap sebagai tanda peringatan dengue. Pasien demam berdarah yang terkena

dampak hipotermia oleh karenanya harus dipantau secara intensif, dan

pemeriksaan agresif diperlukan untuk memperjelas potensi penyebab sehingga

pengobatan yang efektif dapat dimulai tepat waktu.

Perlu dicatat bahwa 50% dari pasien kami yang datang dengan penurunan

kesadaran awal menderita sepsis bakterial yang bersamaan (meningitis

K.pneumoniae dan bakteremia E.faecalis, masing-masing), menyoroti kebutuhan

pemberian antibiotik empiris langsung untuk pasien demam berdarah dengan

penurunan kesadaran untuk sepsis bakterial yang mungkin menyertai, sampai

terbukti sebaliknya.

Bakteri (2 K. pneumoniae dan 1 isolat E. faecalis) yang tumbuh dari kultur

darah 3 pasien (dua dari mereka masing-masing dengan hipertensi dan kanker

paru-paru yang mendasari) dan diambil dalam waktu 48 jam setelah masuk rumah

sakit merupakan dari flora normal usus. Pengamatan kami dan bakteremia

bersamaan yang sebelumnya dilaporkan pada pasien DBD yang disebabkan oleh

anggota Enterobacteriaceae [12,24] menunjukkan bahwa pasien DBD rentan

terhadap invasi aliran darah oleh mikroba dari saluran usus yang biasa dihuni

mikroba tersebut. Temuan ini konsisten dengan perkembangan tempat masuk

bakteri dalam usus oleh disintegrasi hambatan mukosa usus pada pasien DBD

yang dilaporkan sebelumnya [25,26]. Dari pasien bacteremik fatal dalam seri ini,

satu pasien dengan bakteremia K. pneumoniae dan yang lainnya dengan

bakteremia K. pneumoniae simultan dan meningitis dengan jelas mengalami syok

septik, sedangkan syok pada pasien yang mengalami perdarahan GI masif dan

secara bersamaan bakteremia E. faecalis mungkin akibat baik dari hipovolemia

Page 15: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

maupun sepsis, dalam pandangan bahwa E. faecalis memiliki virulensi klinis yang

relatif rendah [27]. Namun demikian, data kami menunjukkan bahwa ketika

membahas penggunaan empiris antibiotik untuk pasien demam berdarah yang

dicurigai disertai dengan bakteremia, adalah wajar untuk menutupi bakteri dari

saluran pencernaan.

Tidaklah mengherankan bahwa gagal ginjal akut (100%) dan gagal hati

akut (57,1%) berkembang secara eksklusif pada pasien DBD fatal dalam seri

kami, karena kebocoran plasma yang parah, perdarahan masif dan/ atau syok yang

berat akan mengakibatkan jaringan menjadi hipo-perfusi, berpotensi

menyebabkan gagal ginjal dan gagal hati akut [16,28,29].

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, korban

meninggal dalam seri ini dapat menjadi bias oleh kondisi beratnya pasien yang

dihasilkan dari pemilihan pasien dan pola rujukan di pusat medis tunggal. Kedua,

kurangnya protokol pengobatan standar untuk kasus demam berdarah yang parah

dapat membiaskan hasil klinis pasien dalam analisis retrospektif ini, penelitian ini

dengan demikian membahas evolusi klinis dan laboratorium pra-fatal pada pasien

DBD yang meninggal, tetapi bukan kesesuaian pengobatan untuk mereka. Ketiga,

sejumlah kecil kasus yang fatal membuat kekuatan statistik menjadi cukup kecil.

Sebagai kesimpulan, laporan kami menyoroti penyebab kematian selain

DSS pada pasien dengan demam berdarah yang berat, dan menyarankan bahwa

selain skema yang disebutkan oleh WHO 2009, hipotermia, leukositosis, dan

bandemia dapat merupakan tanda-tanda dari dengue berat. Perubahan kesadaran

awal dan perdarahan GI/ perdarahan GI masif secara signifikan ditemukan di

antara pasien DBD yang meninggal di seri ini. Pasien demam berdarah harus

dipantau ketat dan diobati dengan tepat bila perdarahan GI muncul, karena

berpotensi berkembang menjadi perdarahan GI masif, bila perdarahan GI masif

berkembang, pasien berada pada risiko tinggi kematian, dan hal ini mungkin

terutama berlaku pada pasien dengan perubahan kesadaran awal, leukositosis,

trombositopenia berat dan perpanjangan PT. Antibiotik harus ditambahkan secara

empiris untuk pasien yang berisiko untuk berkembangnya bakteremia, terutama

pada mereka dengan penurunan kesadaran awal dan munculnya leukositosis. Data

kami menunjukkan bahwa bandemia saat datang ke rumah sakit dapat menjadi

Page 16: Dengue Hemorrhagic Fever Fatal Pada Dewasa

parameter peringatan untuk demam berdarah yang berat, dan pemantauan potensi

munculnya leukositosis dan trombositopenia persisten mungkin dapat membantu

dalam evaluasi keparahan DBD progresif. Studi lebih lanjut diperlukan untuk

mengkonfirmasi pengamatan kami. Temuan resisitasi cairan dan transfusi darah/

komponen darah suboptimal dalam beberapa kasus fatal pada seri ini

menggarisbawahi pentingnya penggantian volume dengan infus cairan dan

transfusi darah/ komponen darah yang tepat waktu dan efektif untuk pasien

dengan demam berdarah yang berat.