DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN …

51
www.sulsel.litbang.deptan.go.id DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN MAROS ABIGAEL RANTE TONDOK, dkk ABSTRAK Demonstrasi teknologi adalah salah satu media fisik untuk menyampaikan teknologi guna mempercepat proses transfer teknologi ke pengguna ditingkat lapang. Demonstrasi teknologi dilakukan secara bersama-sama antara Peneliti, Penyuluh dan Petani serta anggota kelompok lainnya. Hal ini dimaksudkan agar petani dapat melihat langsung cara pengaplikasian teknologi dan hasil yang diperoleh pada akhir pelaksanaan kegiatan. Tujuan : Untuk memperkenalkan teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras dengan memanfaatkan limbah pertanian di Kabupaten Maros. Untuk memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi dan sosial teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros . Keluaran : Peternak mengetahui dan mampu menyusun formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya peternak dengan teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Indikator Keberhasilan Kegiatan antara lain adanya peningkatan pendapatan petani akibat dari penerapan teknologi yang diintroduksi, perubahan persepsi petani dan peningkatan apresiasi sasaran terhadap teknologi yang didemonstrasikan yang diwujudkan dalam bentuk keterlibatan petani dalam pelaksanaan kegiatan. Penyebarluasan Inovasi teknologi melalui kegiatan demonstrasi ini dilakukan melalui berbagai pendekatan dan media penyuluhan. Salah satu pendekatan yang dilakukan yaitu dipahaminya teknologi budidaya ayam buras melalui penerapan secara langsung di tingkat petani, meningkatnya pengetahuan, wawasan dan keterampilan kelompok tani tentang cara membudidayakan ayam buras berkualitas. Perkiraan Manfaat Peternak-peternak mampu menformulasi dan memproduksi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Perkiraan Dampak Tersedianya pakan murah dan berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros sebagai suatu peluang usaha bisnis. Lokasi Kegiatan : Desa Bonto Bahari,

Transcript of DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN MAROS

ABIGAEL RANTE TONDOK, dkk

ABSTRAK

Demonstrasi teknologi adalah salah satu media fisik untuk menyampaikan

teknologi guna mempercepat proses transfer teknologi ke pengguna ditingkat

lapang. Demonstrasi teknologi dilakukan secara bersama-sama antara Peneliti,

Penyuluh dan Petani serta anggota kelompok lainnya. Hal ini dimaksudkan agar

petani dapat melihat langsung cara pengaplikasian teknologi dan hasil yang

diperoleh pada akhir pelaksanaan kegiatan. Tujuan : Untuk memperkenalkan

teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras dengan

memanfaatkan limbah pertanian di Kabupaten Maros. Untuk memperoleh umpan

balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi dan sosial teknologi formulasi pakan

murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros . Keluaran :

Peternak mengetahui dan mampu menyusun formulasi pakan murah berkualitas

untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Umpan balik tentang kesesuaian

teknis, ekonomis, sosial dan budaya peternak dengan teknologi formulasi pakan

murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Indikator

Keberhasilan Kegiatan antara lain adanya peningkatan pendapatan petani akibat

dari penerapan teknologi yang diintroduksi, perubahan persepsi petani dan

peningkatan apresiasi sasaran terhadap teknologi yang didemonstrasikan yang

diwujudkan dalam bentuk keterlibatan petani dalam pelaksanaan kegiatan.

Penyebarluasan Inovasi teknologi melalui kegiatan demonstrasi ini dilakukan melalui

berbagai pendekatan dan media penyuluhan. Salah satu pendekatan yang dilakukan

yaitu dipahaminya teknologi budidaya ayam buras melalui penerapan secara

langsung di tingkat petani, meningkatnya pengetahuan, wawasan dan keterampilan

kelompok tani tentang cara membudidayakan ayam buras berkualitas. Perkiraan

Manfaat Peternak-peternak mampu menformulasi dan memproduksi pakan murah

berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Perkiraan Dampak

Tersedianya pakan murah dan berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten

Maros sebagai suatu peluang usaha bisnis. Lokasi Kegiatan : Desa Bonto Bahari,

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros Hasil yang dicapai : Nilai MBCR yang

diperoleh sebesar 5.4 menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknologi

pemeliharaan ayam buras yang diintroduksi akan memberikan penambahan

pendapatan sebesar Rp.5.4,- dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-.

Dapat disimpulkan bahwa usahatani tersebut layak untuk dikembangkan.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan

sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

dipelihara oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha

untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta

meningkatkan pendapatan.

Ayam buras atau ayam kampung, merupakan salah satu sumber

daya pertanian yang telah lama kita miliki. Hampir disetiap desa di seluruh

Indonesia, penduduknya telah mengenal ayam buras. Mulai dari Petani yang

kaya hingga petani kecil dengan cara pemeliharaan yang berbeda-beda.

Mengubah sistem beternak ayam kampung dari sistem ekstensif ke

sistem semi intensif atau intensif memang tidak mudah, apalagi cara

beternak sistem tradisional (ekstensif) sudah mendarah daging di

masyarakat kita. Akan tetapi, kalau dilihat nilai kemanfaatan dan hasil yang

dicapai tentu akan menjadi faktor pendorong tersendiri untuk mencoba

beternak dengan sistem intensif. Menurut Pararto Wicaksono, untuk

mendapatkan hasil yang optimal dalam usaha beternak ayam kampung,

maka perlu memperhatikan beberapa hal seperti bibit, pakan,

perkandangan, manajemen pemeliharaan dan pengendalian penyakit.

Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang

cukup besar sebagai sumber pakan ternak . Limbah yang memiliki nilai

nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein,

sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah

digolongkan sebagai pakan sumber serat.

Umumnya limbah pertanian termasuk limbah biologi, karena

ditimbulkan sebagai sisa pengusahaan tumbuhan dan hewani atau benda

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

biologi. Oleh karenanya, limbah pertanian merupakan sumber bahan

organik, terutama karbon dalam bentuk karbohidrat. Selain itu, sering

didapat bahan berguna lain dalam jumlah yang masih memadai, seperti

protein, lemak, vitamin dan mineral serta serat. Oleh karena itu teknologi

tentang pengolahan limbah pertanian perlu diupayakan agar dapat

membantu peternak dalam menyediakan pakan ternaknya sehingga

usahanya dapat berkembang dengan baik.

Pengolahan limbah pertanian dalam bentuk complete feed akan

dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan ternak karena complete feed

merupakan pakan lengkap untuk ternak yang memiliki kandungan zat-zat

makanan disusun dan diformulasi secara lengkap dan seimbang sesuai

dengan kebutuhan ternak. Penting untuk diperhatikan dalam pembuatan

complete feed adalah memperhatikan kandungan dari bahan yang akan

digunakan serta memiliki nilai ekonomis. Dengan memperhatikan hal

tersebut maka peternak dapat menekan biaya produksi berupa pakan dan

akan memperoleh keuntungan yang maksimal.

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70%

dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut,

aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini

menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila

pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka

produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar

terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi

yang terbesar dalam usaha peternakan.

Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya

produksi. Biaya pakan ini bisa kita tekan dengan cara menggunakan bahan

pakan yang sederhana namun mempunyai nilai gizi sama/lebih dengan pakan

ternak yang telah ada sebelumnya. Salah satu upaya kearah ini adalah dengan

menyusun sendiri ransum pakan ternak dengan menggunakan bahan yang ada

disekitar kita.

Untuk itu diperlukan introduksi teknologi formulasi pakan murah

berkualitas untuk ternak ayam buras. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

meningkatkan keterampilan peternak-peternak menyusun formulasi pakan

melalui pemanfaatan bahan baku lokal. Efektivitas dan efisiensi usaha tersebut

sangat tergantung pada : ketersediaan bahan, kandungan nutrisi (zat gizi yang

diperlukan ternak), harga, anti nutrisi/racun (aflatoxin), tekstur bahan (apakah

perlu diolah sebelum digunakan).

Upaya untuk mempercepat penyebarluasan teknologi formulasi pakan

murah untuk ternak ayam dengan cara mendekatkan, memperkenalkan dan

memperagakannya ditingkat peternak melalui kegiatan demonstrasi plot.

Dengan demonstrasi plot peternak tidak saja melihat dan melakukannya akan

tetapi berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya.

Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya.

Demplot merupakan tempat bagi peternak-peternak belajar sambil

berbuat untuk menjadi tahu dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya secara

lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab peternak

dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami sendiri,

selama peternak menjadi pelaku dalam kegiatan demplot. Agar peternak lebih

mendalami dan memahami proses pembelajaran ini diperlukan berbagai media

penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya pikir dan daya nalar peternak.

Di antaranya adalah dengan metode demonstrasi, dan cara demonstrasi adalah

suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan cara dan

penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna. Demonstrasi bukan suatu

percobaan atau pengujian, tetapi suatu pendidikan lewat suatu percontohan.

Sistem pemeliharaan ayam buras meliputi : bibit, pemeliharaan,

perkandangan, pakan dan pencegahan penyakit. Faktor yang terpenting

pada usaha pemeliharaan ayam buras adalah pakan. Oleh karena itu melalui

kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan petani nelayan

dalam memilih paket teknologi usaha tani yang telah direkomendasikan

sebelum didemonstrasikan atau dianjurkan, yang pelaksaannya dilakukan

oleh petani/peternak di lahan usaha taninya dengan bimbingan penyuluh

pertanian.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

B. Tujuan

Untuk memperkenalkan teknologi formulasi pakan murah berkualitas

untuk ternak ayam buras dengan memanfaatkan limbah pertanian di

Kabupaten Maros.

Untuk memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi dan

sosial teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam

buras di Kabupaten Maros

C. Perkiraan Keluaran

Peternak mengetahui dan mampu menyusun formulasi pakan murah

berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros

Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya

peternak dengan teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk

ternak ayam buras di Kabupaten Maros

D. Perkiraan Hasil

Peternak-peternak pada FMA Sipakatau beserta anggotanya memahami,

menerima dan terampil menformulasi pakan murah berkualitas untuk

ayam buras.

Peternak-peternak berpartisipasi dalam proses pembelajaran sesuai

dengan daya pikir dan daya nalarnya

Peternak dapat menggunakan metode dan media penyuluhan pertanian

yang sesuai untuk melakukan transfer teknologi

E. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Manfaat

Peternak-peternak mampu menformulasi dan memproduksi pakan murah

berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros

Dampak

Tersedianya pakan murah dan berkualitas untuk ternak ayam buras di

Kabupaten Maros sebagai suatu peluang usaha bisnis

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Ayam Kampung

Ayam kampung sudah lama dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan

ayam lokal, ayam sayur, atau ayam buras, dalam bahasa latin dikenal Gallus

domesticus. Ayam kampung/buras ini dikembangkan dari ayam hutan, dan

sekarang populasinya ditaksir mencapai 157 juta ekor yang menyumbang 20

sampai 40% telur dan 25% daging yang dikonsumsi di dalam negeri

(Departemen Pertanian, 1989). Disamping populasinya yang besar, ayam

kampung juga mempunyai beberapa kelebihan yaitu menyebar luas di seluruh

pelosok tanah air, telah beradaptasi dengan lingkungan setempat dan lebih

tahan terhadap penyakit. Disamping itu ayam kampung lebih memungkinkan

untuk dikembangkan sebagai peternakan rakyat mengingat bahwa ayam

kampung tidak memerlukan modal yang besar, mudah dalam pemeliharaannya,

daya adaptasinya tinggi, serta daging dan telurnya lebih disenangi oleh

masyarakat untuk kepentingan tertentu, seperti untuk campuran jamu dan

keperluan lain sehingga harganya relatif tinggi dan stabil. Selama ini produk

ayam kampung baik daging maupun telurnya masih mempunyai nilai tersendiri di

mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan waktu-waktu terakhir ini

minat masyarakat terhadap produk ayam kampung semakin meningkat. Dengan

makin meningkatnya pengetahuan dan pendapatan masyarakat, maka

masyarakat cenderung memilih produk-produk yang enak dan sehat untuk

dimakan walaupun harganya relatif lebih tinggi dan ayam kampung merupakan

pilihan yang tepat.

Pada umumnya ayam kampung dipelihara secara tradisional- ekstensif dan

dilepas begitu saja. Dengan demikian maka produksinya masih rendah dan

tingkat kematiannya cukup tinggi sehingga menyebabkan populasinya

berfluktuasi dari waktu ke waktu. Menurut Farrel (1987), potensi dan prospek

ayam kampung sangat baik tetapi sampai saat ini informasi dan penelitian

mengenai perkembangan ayam kampung masih sedikit. Rendahnya tingkat

produktivitas ayam kampung dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor

lingkungan. Faktor genetik yang kurang baik ditambah dengan cara

pemeliharaan dan pemberian pakan yang masih bersifat tradisoinal merupakan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

penyebab rendahnya produksi ayam kampung, baik pertumbuhan maupun

produksi telurnya.

Akhir-akhir ini berbagai cara sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan

produktivitas ayam kampung, baik oleh peternak sendiri maupun melalui campur

tangan pemerintah. Peternak mulai mengusahakan ternak ayam kampung secara

semi intensif atau bahkan secara intensif, sedangkan pihak pemerintah

mencanangkan program peningkatan produktivitas ayam kampung melalui pola

Intensifikasi Ayam Buras (INTAB).

Proyek intensifikasi ayam kampung/buras yang telah diprakarsai oleh

pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produksi daging dan telur ayam

kampung melalui pengelolaan intensif. Hal ini mengingat pemeliharaan secara

tradisional telah mengakibatkan pertumbuhan maupun produksi telur ayam

kampung rendah, yaitu produksi telur hanya mencapai 30 - 60 butir per tahun

dengan berat telur rata-rata 37.5 gram per butir (Kingston, 1982). Pemeliharaan

secara intensif telah berhasil memperbaiki produktivitas ayam kampung, dimana

produksi telur ini dapat mencapai hingga 150 butir per ekor per tahun (Creswell

dan Gunawan, 1982), bahkan setelah mengalami seleksi yang sangat ketat dapat

mencapai 170 - 239 butir per ekor per tahun (Ardi, 1988).

Ciri khas dari pemeliharaan ayam kampung secara intensif adalah

penggunaan bibit unggul, pengendalian hama dan penyakit, perkandangan,

pemberian makanan, pengelolaan reproduksi, penanganan pasca panen dan

pemasaran, serta manajemen usaha, yang secara keseluruhan dikenal dengan

Sapta Usaha Peternakan. Dewasa ini para peternakan di pedesaan sudah mulai

beralih dari mengusahakan ternak ayam kampung secara tradisional atau semi

intensif ke pemeliharaan intensif, baik untuk tujuan menghasilkan daging

maupun untuk telur konsumsi. Sejalan dengan itu, maka usaha untuk mencari,

menekan biaya serta mengefisienkan penggunaan input yang murah harus

semakin ditingkatkan apabila diinginkan adanya perkembangan usaha serta

perbaikan/peningkatan pendapatan peternak. Walau bagaimanapun, biaya input

yang tidak seimbang dengan harga output, baik daging maupun telur akan

sangat mengganggu kontinuitas dan gairah dari usaha peternakan ayam

kampung tersebut. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah sampai seberapa

jauh penggunaan teknologi intensif dalam produksi ayam kampung dapat

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

meingkatkan keuntungan peternak, sementara itu penelitian mengenai

penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan ayam kampung

belum banyak dilakukan.

B. Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usaha Ternak Ayam

Kampung

Motivasi para peternak dalam usaha peternakan ayam kampung tidak

lain adalah keinginan untuk memperoleh keuntungan, oleh karena itu peternak

senantiasa berupaya untuk memperoleh penerimaan yang melebihi biaya-biaya

yang dikeluarkannya. Dengan demikian, secara ekonomis penggunaan faktor-

faktor produksi yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan untung

ruginya. Petani atau peternak akan selalu mempertimbangkan apakah

keputusan yang diambil itu akan menguntungkan atau bahkan sebaliknya.

Petani akan bersedia menambah atau mengurangi penggunaan faktor-faktor

produksi jika dengan tindakan tersebut akan menambah keuntungan atau

mengurangi kerugiannya. Dengan kata lain, bahwa peternak tersebut akan

senantiasa meningkatkan produktivitas dan efisiensinya.

Suatu faktor produksi dikatakan sudah digunakan secara efisien apabila

sudah menghasilkan pendapatan yang maksimum. Mubyarto (1982)

mengemukakan bahwa efisiensi adalah upaya penggunaan faktor-faktor

produksi (input) yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produk yang

setinggi-tingginya dengan biaya yang serendahrendahnya.

Secara umum, pakar ekonomi sepakat untuk membagi konsep efisiensi

ini ke dalam dua tahap, yaitu (1) efisiensi teknis, dan (2) efisiensi ekonomis.

Suatu tingkat pemakaian faktor produksi dikatakan lebih efisien dari tingkat

pemakaian yang lainnya apabila memberikan produk rata-rata yang lebih besar,

yang selanjutnya disebut efisiensi teknis. Efisiensi teknis ini akan tercapai pada

saat produksi rata-rata telah maksimum. Dalam pengertian ekonomis,

pemakaian suatu faktor produksi lebih efisien dari tingkat pemakaian yang

lainnya apabila tingkat pemakaiannya memberikan keuntungan yang lebih

besar. Dengan demikian, suatu usaha ternak dikatakan beroperasi dalam

keadaan efisien apabila penggunaan faktor-faktor produksi telah memberikan

manfaat yang maksimal, yaitu memberikan produk rata-rata atau keuntungan

yang maksimal.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Dalam kegiatan usaha ternak, setiap peternak selalu berusaha untuk

memadukan berbagai faktor produksi agar dicapai suatu kondisi optimum. Hal

ini menyangkut pengambilan keputusan untuk menentukan berapa besar

produksi yang diharapkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang

dan dalam kondisi yang bagaimana faktor-faktor produksi akan digunakan.

Dalam proses produksi, dalam hal ini usaha peternakan ayam kampung, produk

fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi. Beberapa faktor

produksi yang secara dominan dapat mempengaruhi produksi, antara lain :

lahan, tenaga kerja, bibit ayam, pakan, dan biaya-biaya lain.

1. Lahan

Seperti halnya dalam usaha yang lain, lahan merupakan faktor produksi

penting dalam budidaya ayam buras, yaitu berfungsi untuk perkandangan

dengan halaman atau umbaran pada peternakan semi intensif. Menurut

Mubyarto (1982), lahan merupakan faktor produksi seperti halnya tenaga

kerja, yang dapat pula dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa

bagi hasil) yang sesuai dengan permintaan dan penawaran lahan itu dalam

masyarakat daerah tertentu. Pada budidaya ayam kampung, luas lahan

untuk kandang yang dioperasikan dipengaruhi juga oleh teknologi yang

digunakan. Luas pelataran/kandang untuk ayam kampung yang agak besar

(dara) menurut Sastroamidjojo (1971) adalah sebesar 2m2 per ekor,

disebutkan juga bahwa sistem ren yang kecil lebih serasi karena lebih

mudah pemeliharaannya, namun hasil pengamatan menunjukkan bahwa

pada luas 2m2 pertambahan bobot badan yang dihasilkan kurang daripada

yang ditempatkan pada luas kandang 0.5m2. Dengan melihat hal tersebut di

atas maka luas kandang yang dipakai untuk berbagai umur dan periode

pertumbuhan ayam kampung berpengaruh secara ekonomis terhadap

produksi yang dihasilkan. Dengan demikian, untuk meningkatkan

produktivitas ayam buras yang dipelihara perlu diperhatikan antara lain

ukuran kandang yang mempunyai luas yang cukup untuk jumlah ayam yang

dipelihara karena akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan ayam

buras.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Pada umumnya kandang yang digunakan untuk ayam kampung

masih sangat sederhana, yang terdiri atas kandang sebagai tempat berteduh

dan beristirahat, serta umbaran yang berfungsi sebagai tempat bermain,

makan dan minum. Bangunan kandang umumnya terbuat dari bambu dan

kayu, atap genting, dan lantai terbuat dari bambu juga disesuaikan dengan

potensi wilayah setempat, sedangkan umbarannya terbatas dikelilingi

dengan pagar setinggi 2 -3 meter, hal ini untuk mencegah ayam berkeliaran

terlalu jauh dan untuk mencegah ternak atau hewan lain masuk ke dalam

kandang yang mungkin membawa penyakit. Kandang dengan peralatan

terbatas demikian lebih dikenal dengan sebutan kandang ren. Beberapa

peternak sudah pula memelihara ayam secara intensif dengan menggunakan

kandang sistem baterai. Kandang demikian hanya terdiri dari bangunan

kandang yang di dalamnya disusun kandang baterai dari bahan bambu

sebanyak dua sampai tiga susun, tanpa disertai tempat umbaran.

2. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja terdiri atas dua unsur yaitu jumlah

(kuantitas) dan kualitas. Jumlah yang diperlukan dapat dipenuhi dari tenaga

kerja keluarga yang tersedia maupun tenaga kerja dari luar, sedangkan

kualitas tenaga kerja yang mencirikan produktivitas tenaga kerja tergantung

dari ketermpilan, kondisi fisik, pengalaman dan latihan.

Dalam analisis ketenagakerjaan di bidang peternakan, penggunaan

tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan

tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.

Besarnya skala usaha peternakan ayam kampung tentunya mempengaruhi

besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan pula

macam tenaga kerja yang diperlukan, apakah cukup dengan tenaga kerja

keluarga saja atau perlu tambahan tenaga kerja dari luar keluarga peternak.

Umumnya usaha peternakan ayam kampung merupakan usaha skala kecil

(peternakan rakyat) sehingga cukup menggunakan tenaga kerja dalam

keluarga, namun sejalan dengan berkembangnya usaha peternakan ayam

kampung dan permintaan akan produknya, maka tidak menutup

kemungkinan bahwa usaha peternakan ayam kampung menjadi usaha

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

peternakan skala menengah atau skala besar yang akan lebih banyak

menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.

Disamping itu intensitas pencurahan tenaga kerja untuk jenis

usahatani yang satu dengan yang lainnya juga berbeda-beda. Hal ini berarti

bahwa pola pencurahan tenaga kerja untuk peternakan ayam kampung yang

banyak dilakukan di pekarangang rumah dapat berbeda dengan pola

pencurahan tenaga kerja di sawah maupun di tegalan. Jumlah tenaga kerja

yang dicurahkan dalam suatu usahatani dapat dipakai untuk mengukur luas

usahatani yang diusahakan. Ada kecenderungan semakin besar suatu usaha

semakin besar pula kebutuhan pencurahan tenaga kerjanya. Satuan ukuran

pencurahan tenaga kerja dapat diwujudkan dalam jumlah jam dan hari kerja

total atau dalam setara pria jika tenaga kerja yang digunakan bermacam-

macam jenisnya.

3. Bibit

Bibit ayam yang dipelihara sampai batas-batas tertentu akan

meningkatkan produksi per satuan luas, apabila jumlah tersebut sudah

melampaui batas maksimum maka hasil yang diperoleh sudah tidak optimal

lagi. Dengan semakin banyaknya bibit yang disebarkan atau semakin

besarnya skala usaha dalam satuan luas yang sama maka penggunaan bibit

tersebut tidak akan efisien lagi. Disamping jumlah bibit (padat penyebaran),

produksi ayam kampung ditentukan juga oleh potensi genetiknya, cara

pemeliharaan, dan pemberian pakan.

4. Pakan dan Pemberian Pakan

Pakan adalah ransum yang terdiri atas campuran beberapa bahan

makanan yang diberikan dalam pemeliharaan ayam, khususnya pada

budidaya ayam kampung dengan teknologi semi intensif dan intensif.

Sampai saat ini pakan menjadi masalah utama dalam usaha peternakan

ayam, karena 70 - 80 persen biaya produksi ditentukan oleh biaya pakan

(Departemen Pertanian, 1984). Menurut Kingston (1982), biaya makanan

merupakan suatu faktor pembatas utama terhadap daya produksi, oleh

karena itu agar usaha peternakan memperoleh keuntungan yang lebih besar

maka peternakan tersebut harus benar-benar memperhatikan upaya

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

mengefisienkan penggunaan input pakan, baik jumlah pakan yang diberikan

maupun mutu dari pakan tersebut, yang tentu saja akan memperbaiki

pendapatan peternak.

Pakan mempunyai kontribusi sebesar 30% dalam keberhasilan suatu

usaha. Pakan untuk ayam kampung pedaging sebenarnya sangat fleksibel

dan tidak serumit kalau kita beternak ayam pedaging, petelur atau puyuh

sekalipun. Bahan pakan yang bisa diberikan antara lain : konsentrat, dedak,

jagung, pakan alternatif seperti sisa dapur/warung, roti BS, mie instant

remuk, bihun BS, dan lain sebagainya. Yang terpenting dalam menyusun

atau memberikan ransum adalah kita tetap memperhatikan kebutuhan

nutrisi ayam kampung yaitu protein kasar (PK) sebesar 12% dan energi

metabolis (EM) sebesar 2500 Kkal/kg.

Jumlah pakan yang diberikan sesuai tingkatan umur adalah sebagai

berikut : 7 gram/per hari sampai umur 1 minggu, 19 gram/per hari sampai

umur 2 minggu, 34 gram/per hari sampai umur 3 minggu, 47 gram/per hari

sampai umur 4 minggu, 58 gram/per hari sampai umur 5 minggu, 66

gram/per hari sampai umur 6 minggu, 72 gram/per hari sampai umur 7

minggu, 74 gram/per hari sampai umur 8 minggu

Sedangkan air diberikan secara ad libitum (tak terbatas) dan pada

tahap-tahap awal pemeliharaan perlu dicampur dengan vitamin+antibiotika.

Wahju (1997) menyatakan bahwa ada hubungan antara kandungan

energi dalam ransum dengan konsumsi ransum. Penelitian pada beberapa

ransum yang mengandung tingkat energi antara 2800 sampai dengan 3300

kkal/kg ransum menunujukkan bahwa makin tinggi kandungan energinya

maka makin sedikit jumlah arnsum yang dikonsumsi. Penelitian mengenai

pengaruh berbagai tingkat energi dalam ransum terhadap performans ayam

pedaging yang dilakukan Togotorof (1981) menghasilkan kesimpulan bahwa

tingkat energi ransum sangat nyata mempengaruhi pertambahan berat

badan ayam.

Tujuan pengelolaan pakan adalah untuk meningkatkan efisiensi

penggunaan bahan baku, meningkatkan kualitas pakan dan memperbaiki

penyediaan pakan. Pembuatan pakan murah diupayakan dengan

memanfaatkan bahan yang ada di sekitar lokasi intensifikasi ayam kampung

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

dan sarana pembuat pakan produksi lokal. Limbah ikan akibat turn over

dapat diolah dan disijadikan dalam bentuk tepung ikan. Beberapa jenis

bahan lokal lainnya seperti jagung, dedak, limbah ikan, limbah udang serta

bekicot banyak diperoleh di sekitar lokasi kegiatan demplot pemeliharaan

ayam buras. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan pakan, meliputi

persiapan bahan baku, formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan

ayam, dan penyederhanaan proses pembuatannya.

5. Biaya Lain-lain

Disamping biaya yang dikeluarkan untuk pakan, masih ada biaya-

biaya lain yang harus dikeluarkan yaitu biaya untuk membeli obat-obatan

dan penyusutan kandang. Obat-obatan yang diberikan terutama adalah

vaksin ND untuk mencegar penyakit New Castle Disease atau lebih dikenal

oleh peternak sebagai penyakit ND atau penyakit tetelo, yang biasa

diberikan pada ayam buras dengan sistem 4-4-4 ( 4 hari, 4 bulan, dan

diulang setiap 4 bulan sekali). Selain itu untuk melengkapi kebutuhan zat-zat

makanan dalam ransum diberikan pula pakan tambahan berupa suplemen

vitamin dan suplemen mineral.

C. Penyuluhan

Upaya pengenalan teknik fermentasi ini hanya dapat dilakukan bila

petani/peternak mempunyai pengetahuan yang cukup disertai dengan kesadaran

dan kemampuan bahwa kondisi lebih baik yang diharapkan dapat diupayakan

untuk dicapai, yaitu melalui proses adopsi inovasi. Proses adopsi inovasi adalah

merupakan suatu proses perubahan mental sejak mulai mendengar ide baru

sampai diterimanya/dipraktekan ide tersebut (Slamet dan Asngari, 1979). Proses

adopsi meliputi lima tahap, yaitu fase kesadaran, fase minat, fase pemikiran, fase

percobaan, dan fase adopsi. Masing-masing tahap membutuhkan waktu untuk

mencapainya. Akan tetapi dapat dipercepat melalui program pendidikan, dalam

hal ini pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan penyuluhan.

Penyuluhan menurut Tarya (1979), adalah suatu sistem pendidikan diluar

sekolah dimana orang dewasa dan orang muda belajar sambil mengerjakan.

Sistem pendidikan yang dimaksudnya adalah proses pendidikan masyarakat

pedesaan mengenai bagaimana cara hidup yang lebih baik sambil belajar

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

meningkatkan usaha taninya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

penyuluhan dalam bidang peternakan adalah merupakan kegiatan pendidikan

non formal dalam menimbulkan perubahan perilaku. Perilaku yang menjadi

sasaran perubahan adalah mengenai sikap mental, pengetahuan bertambah, dan

keterampilan bertambah.

Sisi lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan penyuluhan adalah bagai

mana pesan pembaharuan dapat disampaikan secara efektif dan efisien. Untuk

itu dibutuhkan proses komunikasi yang tepat sesuai dengan tahapan adopsi.

Dalam proses komunikasi setidaknya ada lima unsur yang harus diperhatikan,

yaitu pesan yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, sumber pesan yang dapat

dipercaya, saluran penyampaian, penerima pesan, dan umpan balik. Dengan cara

memperhatikan cara komunikasi dan kelompok sasaran, diharapkan penyuluhan

yang disampaikan lebih mudah untuk diadopsi dan petani-ternak lebih

mengetahui, memahami, serta lebih terampil dalam melakukan usaha ternaknya.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

METODE PELAKSANAAN

A. Prosedur Pelaksanaan

a. Bahan

Kebutuhan protein untuk ayam buras pedaging adalah 19-20, dengan

energi sekitar 2900 Kcal dengan formulasi sbb :

Jagung giling 50%,

Dedak halus 30%,

Bungkil Kelapa 10%,

Tepung Ikan 5 %,

Bekicot 5%

b. Pendekatan

Kegiatan Demonstrasi Plot (Demplot) akan dilaksanakan dengan

pendekatan partisipatif dalam menunjukkan teknologi formulasi pakan

murah dan berkualitas untuk ayam buras melalui pendayagunaan limbah

pertanian dan agroindustri untuk mendukung ketersediaan pakan yang

kontinue.

c. Persiapan Pelaksanaan

Persiapan

1. Penelusuran hasil-hasil penelitian teknologi pemanfaatan limbah

pertanian dan agroindustri sebagai sumber pakan ternak ayam

buras yang potensial

2. Identifikasi sebaran teknologi formulasi pakan murah

berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros;

3. Identifikasi FMA yang membutuhkan teknologi formulasi pakan

murah berkualitas di Kabupaten Maros;

4. Identifikasi dan inventarisasi potensi sumberdaya limbah

pertanian dan agroindustri yang tersedia untuk formulasi pakan

murah berkualitas di Kabupaten Maros;

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Pembentukan Tim Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Tim yang terdiri dari Penyuluh ,

Peneliti dan Teknisi BPTP Sulawesi Selatan yang bidang keahliannya

sesuai dengan teknologi yang di Uji Coba/didemonstrasikan, serta

melibatkan penyuluh di tingkat kabupaten

Penyediaan Bahan Diseminasi

media yang disediakan adalah Juknis pelaksanaan demplot

dalam bentuk folder. yang memuat informasi tentang limbah

pertanian dan agroindustri yang potensial sebagai bahan baku pakan

murah berkualitas

Koordinasi

Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah

P3TIP/FEATI, Dinas terkait, BPP dan Gapoktan untuk penyampaian

kegiatan yang akan dilaksanakan, data lokasi dan Gapoktan

pengelolah FMA FEATI, jadwal tanam yang telah disepakati oleh

kelompok serta pengadaan sarana produksi

Penetapan Lokasi dan Peternak Pelaksana

Penetapan lokasi Uji Coba/Demonstrasi dilakukan bersama

sama pengelolah FEATI Kabupaten dan Penyuluh lapangan dengan

persyaratan bahwa. : 1) Lokasi kegiatan Uji Coba/demonstrasi

adalah lokasi P3TIP/FEATI; 2) letaknya berada dipinggir jalan; 3)

mudah dijangkau sehingga dapat dilihat oleh peternak sekitar; 4)

bebas dari banjir, kekeringan; 5) tidak jauh dari jalan yang dilewati

kendaraan roda 2 atau roda 4. Persyaratan peternak

pelaksana/kooperator adalah : 1) ketua Gapoktan pengelola FMA

FEATI atau anggota Gapoktan yang dominan mengusahakan

komoditi yang didemonstrasikan dan membutuhkan teknologi

tersebut; 2) Peternak kooperator sebaiknya inovatif; 2) mudah diajak

kerjasama dalam pelaksanaan kegitan ; 3) dan dapat menggerakkan

kelompok tani lainnya.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Pelaksanaan

Waktu

Waktu pelaksanaan kegiatan pada bulan Januari 2012 sampai

dengan Desember 2012.

Lokasi

Kegiatan ini akan dilaksanakan di Dusun Bajiareng, Desa

Bonto Bahari, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros dengan

pertimbangan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi FEATI/P3TIP.

Peternak Pelaksana

Idrus Bora (ketua Posluhtan Sipakatau)

Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan

Sosialisasi teknologi dilakukan mengawali kegiatan demonstrasi

bertujuan untuk menyampaikan teknologi yang akan diintroduksi.

Pertemuan ini dilakukan di lokasi kegiatan sebagai nara sumber yaitu

Peneliti dan Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan dihadiri oleh peternak

pelaksana, peternak anggota Gapoktan/Gapoktan lain yang

mengusahakan ayam buras , para penyuluh, petugas dari Instansi

terkait dan Pemda. Pada pertemuan ini interaksi yang dilakukan melalui

media cetak dan dialog antara nara sumber dan peternak-peternak

ayam buras yang tergabung dalam posluhtan Sipakatau.

FGD (Focus Group Discussion)

Kegiatan ini bertujuan menggali informasi kemampuan/

penguasaan teknologi, kebiasaan peternak dalam mengelola

usahataninya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah

yang dihadapi. Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA

tentang pilihan jenis bahan pakan dari limbah pertanian untuk

diformulasi menjadi pakan murah berkualitas. Focus Group Discussion

yang melibatkan peternak kooperator dan anggotanya. Hal tersebut

dilakukan untuk memperoleh kesepakatan rakitan teknologi dengan

peternak koopertaor.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

B. Aplikasi Teknologi

1. Memperkenalkan limbah-limbah pertanian yang dapat

dijadikan sumber pakan murah berkualitas dan kandungan

nutrisinya

2. Menunjukkan cara formulasi pakan murah berkualitas

3. Melibatkan peternak-peternak secara aktif dalam setiap

aktivitas demonstrasi teknologi formulasi pakan murah

berkualitas

4. Setiap tahapan aplikasi teknologi, menghadirkan beberapa

FMA untuk melihat secara langsung formulasi pakan murah

berkualitas

5. Formulasi pakan murah berkualitas untuk 100 kg adalah :

Jagung giling 50 kg

Dedak halus 30 kg

Bungkil Kelapa 10 kg

Tepung Ikan 5 kg

Bekicot 5 kg

C. Pengamatan

Data yang dikumpulkan adalah :

1. Karateristik peternak anggota FMA yang terlibat

2. Alokasi waktu berdasarkan komponen aktivitas dalam

demonstrasi teknologi formulasi pakan murah berkualitas

(tingkat partisipasi peternak-peternak )

3. Alokasi kemampuan penginderaan (telinga, mata, tangan)

menyerap informasi teknologi dalam proses belajar melalui

demonstrasi (tingkat partisipasi peternak-peternak)

4. Respon, tanggapan dan komentar peternak-peternak

terhadap teknologi yang didemonstrasikan melalui dialog,

wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi :

a. Tingkat pengetahuan, pemahaman, kemampuan

teknis, dalam menerapkan teknologi yang

didemonstrasikan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

b. Masalah yang ada jika teknologi diterapkan

c. Kemungkinan untuk dilanjutkan musim berikutnya

5. Data tingkat kepuasan peternak-peternak anggota kelompok

terhadap teknologi yang di Uji Coba/Demonstrasi terkait

dengan karakter teknologi introduksi, yang meliputi :

a. Kelebihan teknologi yang diintroduksi

b. Kekurangan teknologi yang diintroduksi

6. Data penggunaan Dana Non APBN/LOAN dalam pembiayaan

kegiatan Demonstrasi

D. Analisa Data

Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis :

1. Analisis statistik sederhana untuk melihat kelayakan teknis teknologi

kaitannya dengan perimbangan harga pakan dan harga daging

2. Kelayakan financial pakan murah berkualitas ditentukan berdasarkan

imbangan antara tambahan penerimaan dengan tambahan biaya akibat

penerapan teknologi introduksi atau Marginal benefit cost ratio (MBCR).

MBCR

:

Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)

Total Biaya (B) – Total Biaya (P)

i. Keterangan : B : Teknologi Baru ; P : Teknologi Peternak

3. Analisis deskriptif untuk melihat tingkat partisipasi FMA terkait dengan

alokasi waktu, alokasi kemampuan penginderaan, faktor internal dan faktor

eksternal peternak

4. Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan peternak terkait

preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan

a. Analisis respon peternak-peternak dalam FMA untuk mengetahui

kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya peternak dengan

teknologi yang didemonstrasikan

b. Analisis risiko untuk mengetahui resiko yang mungkin terjadi selama

kegiatan ini berlangsung dan penanganan resiko.

c. Analisis porsi dana non APBN/LOAN :pembiayaan demonstrasi

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

E. Temu Lapang

Kegiatan ini dilakukan pada setiap tahapan aplikasi teknologi dan

menjelang akhir kegiatan, untuk lebih meningkatkan pemahaman peternak

dan kemungkinan penerapannya lebih lanjut.

F. Pelaporan dan Seminar Hasil

Kegiatan ini dilakukan menjelang akhir kegiatan. Setelah data primer

terkumpul, diolah dan dianalisis, untuk penyusunan laporan dan selanjutnya

dilakukan seminar untuk menampung saran dan perbaikan, sehingga laporan

dianggap layak dan dapat dipahami oleh yang memerlukan.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Lokasi Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan demonstrasi dilaksanakan di desa Bonto Bahari Kecamatan

Bontoa Kabupaten Maros. Desa Bonto Bahari merupakan salah satu desa

penghasil ayam buras di kabupaten Maros. Jarak dari ibu kota kecamatan 5 km

dengan waktu tempuh 15 menit dan jarak dari ibu kota kabupaten 20 km

dengan waktu tempuh 1 jam. Jumlah penduduk desa Bonto Bahari sebanyak

1.378 jiwa. Jumlah penduduk yang mengusahakan ayam buras di desa Bonto

Bahari sebanyak 188 kk dengan berat badan yang diperoleh rata-rata 650

gr/ekor ayam.

Eksistensi kelembagaan pertanian di wilayah ini meliputi kelembagaan

peternak yaitu kelompoktani dan Gapoktan, kelembagaan keuangan berupa BRI

Unit, kelembagaan penyuluhan berupa Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan

berinteraksi baik dengan peternak di wilayahnya, kelembagaan pemasaran

berupa pasar tradisional tingkat kecamatan yang beroperasi 2 kali seminggu. Di

pasar ini juga sebagian besar peternak melakukan transaksi pembelian sarana

produksi dan penjualan hasil produksi.

B. Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak perlu menjadi pertimbagan dalam proses transfer

teknologi karena kondisi internal tersebut berperan dalam berbagai proses yang

dilalui seseorang dalam berinteraksi dengan hal-hal inovatif. Karakteristik

secara internal digambarkan oleh umur, tingkat pendidikan formal, luas

pemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga serta pengalaman dalam

berusaha ternak sapi secara berturut-turut akan dibahas dan disajikan dalam

tabel-tabel berikut .

Umur Peternak

Kemampuan fisik seorang peternak dalam melaksanakan usahataninya

sangat dipengaruhi oleh faktor umur. Demikian juga dengan kinerja

seseorang akan sejalan dengan pertambahan umur. Semakin tinggi umur

seseorang, maka kemampuan bekerja akan meningkat sehingga

produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu. Secara

detail akan diurai dan dibahas kemudian disajikan dalam tabel berikut :

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Tabel 1. Distribusi Peternak Menurut Umur pada

Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan ayam Buras di Kabupaten

Maros , 2012.

No. Umur (thn) Jumlah Peternak

(org)

Prosentase (%)

1. < 30 4 13

2. 30 – 35 5 17

3. 36 – 40 6 30

4. 41 – 45 5 17

5. 46 – 50 10 33

Jumlah 30 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

peternak berada pada usia 46 – 50 tahun. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pada umumnya peternak berada pada usia produktif yaitu kisaran

usia 17 – 65 tahun, sehingga secara fisik masih memiliki kemampuan yang

cukup baik untuk melakukan aktivitas usahatani dan usaha ternaknya.

Termasuk di dalamnya menerapkan berbagai teknologi yang tersedia untuk

meningkatkan kinerja usahanya. Namun demikian masih perlu bimbingan

lebih lanjut untuk menerapkan suatu komponen teknologi, karena tingkat

ketrampilan seseorang akan dapat dicapai dengan meningkatkan frekuensi

aktivitas yang sama.

Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang cukup penting dalam

usaha ternak, karena usaha peternakan ayam buras pedaging membutuhkan

kecakapan, pengalaman serta wawasan tertentu terutama dalam hal

mengadopsi teknologi dan keterampilan dari tenaga ahli yang dipekerjakan

di awal suatu usaha peternakan. Oleh karena itu tingkat pendidikan sangat

berpengaruh dalam upaya pengembangan usaha. Tingkat pendidikan formal

juga merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kapasitas

sumberdaya manusia. Namun peningkatan kapasitas seseorang dapat

ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan pendidikan formal,

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

dimana makin tinggi tingkat pendidikan formal peternak akan semakin

rasional pola pikir dan daya nalarnya, sehingga akan lebih cepat memahami

fenomena yang ada, yang selanjutnya akan menanamkan pengertian, sikap

dan mempengaruhi kemampuan peternak untuk bertindak lebih tanggap

terhadap suatu inovasi teknologi. Untuk lebih meyakini bahwa tingkat

pendidikan formal seseorang sangat mempengaruhi pembentukan opini,

pembentukan sikap, akan diuraikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.

Distribusi Peternak Menurut Pendidikan Formal pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

No. Tingkat Pendidikan

Jumlah Peternak (org)

Prosentase (%)

2. SD 15 20

3. SMP 6 50

4. SMA 9 32

Jumlah 30 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

peternak memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, karena mayoritas

sudah pada tingkat pendidikan menengah sehingga memberikan gambaran

kapasitas yang cukup optimal untuk melakukan interaksi dengan dunia luar.

Kapasitas tersebut salah satunya adalah kemampuan mengakses informasi

dan teknologi relatif lebih baik. Meskipun dalam berkomunikasi masih

sangat terpengaruh oleh kebudayaan setempat yang melekat kuat sehingga

masih terdapat kendala dalam transfer teknologi.

Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dialogis untuk berinteraksi

sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan

memudahkan upaya transfer teknologi ke depan. Kualitas interaksi yang

baik akan menghasilkan komunikasi yang timbal balik, dalam arti akan

terjadi umpan balik secara alami.

Pengalaman Berusahatani

Pengalaman merupakan ujung tombak dari suatu proses penemuan, dimana

pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam hal ini peternak-peternak

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

akan menjadi referensi bagi pengembangan usahatani-ternaknya ke depan.

Oleh sebab itu sangatlah penting menggambarkan pengalaman karena

merupakan penggambaran tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki,

pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-

ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah. Hal tersebut akan

diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 3.

Distribusi Peternak Menurut Pengalaman Berusahatani pada

Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kabupaten Maros , 2012.

No. Pengalaman Berusahatani (thn)

Jumlah Peternak (org)

Prosentase (%)

1. < 5 tahun 3 10

2. 5 – 10 tahun 6 20

3. 11 – 20 tahun 6 20

4. > 20 tahun 15 50

Jumlah 30 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

peternak-peternak memiliki pengalaman yang sudah cukup banyak yaitu >

20 tahun, yang menjadi indikator bahwa banyak pengetahuan yang sudah

dimiliki mereka dalam pemeliharaan ayam buras, sehingga dengan

melakukan interaksi dan komunikasi yang baik akan lebih mudah

berlangsungnya proses transfer teknologi. Namun demikian teknologi

formulasi pakan murah berkualitas yang menggunakan bahan lokal

merupakan hal baru bagi mereka sehingga akan membawa dampak pada

peningkatan mutu pemeliharaan ayam buras.

Kondisi usaha ternak ayam buras yang dikelola Peternak masih

sangat tradisional, sehingga peluang untuk meningkatkan produksi dan

pendapatran masih terbuka lebar yang didukung dengan ketersediaan

sumberdaya pertanian yang memiliki potensi limbah yang cukup banyak.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Kepemilikan Ayam

Syarat utama ayam buras pedaging adalah jumlah ayam yang akan

digemukkan, dan merupakan salah satu faktor produksi. Pada umumnya

peternak hanya memiliki 30 – 200 ekor per rumah tangga tani. Kepemilikan

ini juga dipengaruhi oleh tingkat kemampuan mengelola usaha dan

kepemilikan modal. Di samping itu juga pada umumnya peternak masih

berusahatani di tambak untuk menopang kebutuhan pangan keluarga.

Secara tradisional pengembangan ayam buras, peternak hanya

mengandalkan sisa-sisa makanan, sehingga perlu pengembangan formulasi

pakan yang murah dan berkualitas untuk mendukung program

penggemukan ayam buras. Ayam buras sebagai aset usahatani peternak,

namun demikian untuk lebih meningkatkan produktivitasnya perlu dikelola

dengan optimal dan bijaksana. Hal tersebut terkait dengan kelestarian

sumberdaya. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.

Distribusi Peternak Menurut Kepemilikan Ternak Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

No. Kepemilikan ternak (ekor)

Jumlah Peternak (org)

Prosentase (%)

1. <50 16 53,3

2. 50 – 100 13 43,3

3. > 100 1 0,33

Jumlah 30 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat

kepemilikan ternak ayam yang masih relatif kecil sehingga berpotensi untuk

dikembangkan dalam suatu kelompok untuk lebih mengefisienkan dan

mengefektifkan penggunaan teknologi. Hal tersebut ditempuh agar dapat

diperhitungkan tingkat kelayakan usaha ayam buras pedaging di tingkat

peternak. Dalam mengoptimalkan manfaat teknologi budidaya ayam buras

yang berkualitas dapat diketahui juga nilai tambah dari investasi.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

C. Kondisi Awal Peternak (Pengetahuan)

Proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui

saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari

sistem social, membutuhkan waktu yang relative cukup. Hal tersebut sejalan

dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an

innovation is communicated through certain channels over time among the

members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu

bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-

pesan yang berupa gagasan baru.

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi

dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan

inovasi. Keputusan inovasi tersebut dapat diperkuat oleh data awal yang

diperoleh melalui identifikasi pengetahuan awal yang dimiliki peternak tentang

teknologi yang akan di introduksi melalui kegiatan ujicoba/demonstrasi.

Pengetahuan awal peternak dalam kegiatan ini diuraikan secara jelas dalam

tabel berikut :

Tabel 5.

Pengetahuan Awal Peternak Tentang Teknologi Introduksi pada

Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kabupaten Maros , 2012.

No. Uraian Pengetahuan (N=30)

Prosentase (%)

Ya Tidak Ya Tidak

1. Informasi Teknologi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Pakan

10 20 33,3 66,6

2. Potensi Bahan Baku yang

tersedia

7 23 23,3 76,7

3. Potensi Dedak Padi sebagai bahan baku pakan

13 17 43,3 56,7

4. Potensi bungkil kelapa sebagai bahan baku pakan

5 25 16,7 83,3

5. Potensi Limbah udang sebagai bahan baku pakan

5 25 16,7 83,3

6. Potensi Limbah ikan sebagai bahan baku pakan

7 23 23,3 76,7

7. Potensi Keong Mas sebagai bahan baku pakan

5 25 16,7 83,3

Jumlah 52 158 173,3 526,6

Rata-rata 7,4 22,6 24,77 75,23

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan

peternak tentang potensi limbah pertanian sebagai bahan baku pakan maupun

jenis-jenis limbah pertanian yang dapat dijadikan bahan baku pakan relatif

kurang (24,77%). Meskipun potensi bahan baku pakan lokal yang dapat

dimanfaatkan tersedia cukup banyak di lokasi. Hal tersebut merupakan

indikator bahwa teknologi yang akan didemonstrasikan memiliki peluang untuk

dapat diterima dan diterapkan karena ketersediaan bahan demonstrasi cukup

baik dari aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya terjamin.

Sumber energi, termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan

pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan

konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan

sumber energi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : (a) kelompok hasil

sampingan tanaman perkebunan (bungkil kelapa); dan (b) limbah penggilingan

(dedak padi).

Sumber protein Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan

ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari

hewan/tanaman). Pada kegiatan ini sumber protein dalam formulasi pakan

murah digunakan bahan yang dihasilkan dari hewan/tanaman (tepung ikan,

tepung udang , bekicot, bungkil kelapa dan sebagainya).

Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman

maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan

konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur,

pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang).

Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan

penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi

kandungan vitamin dan mineralnya. Sumber vitamin dan mineral, yang

digunakan dalam kegiatan ini diharapkan berasal dari ikan dan keong mas yang

akan digiling menjadi tepung, karena cukup tersedia.

D. Kinerja Teknis Teknologi Introduksi

Melalui teknologi yang diaplikasikan dalam kegiatan ini, menunjukkan

bahwa antusias peternak dalam mempelajari kandungan gizi pakan,

pencampuran pakan sangat tinggi sehingga memberikan efek yang baik

terhadap pertambahan bobot badan harian ayam buras yang dipeihara. Kinerja

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

teknis teknologi yang akan diurai dan dibahas meliputi penimbangan ayam

untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH). Dimana tingkat

efektivitasnya ditunjukkan oleh besarnya tingkat kenaikan berat badan. Secara

detailnya akan diuraikan dalam tabel berikut :

Tabel 6.

Kinerja Teknis Teknologi pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

Pertambahan Bobot Berat

Ayam (gr)

Minggu

Awal I II III IV V VI VII

1 150 241 335 512 605 785 867 925

2 150 245 329 520 610 762 853 922

3 140 232 323 508 602 746 823 914

4 150 234 331 530 624 747 842 915

5 140 235 328 511 613 721 807 901

6 145 231 331 514 608 724 810 912

7 150 241 352 551 642 754 865 964

8 140 222 323 517 606 743 828 904

9 150 245 332 518 614 725 849 938

10 145 236 324 521 618 743 829 926

Jumlah 1.460 2.262 3.308 5.202 6.142 7.450 8.373 9.221

Rata-Rata 146 226,2 330,8 520,2 614,2 745,0 837,3 922,1

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot

badan setiap kali penimbangan, namun demikian laju peningkatannya sangat

bervariasi.

Hasil kegiatan pemeliharaan ayam buras ini juga membrikan rata-rata

pertambahan bobot badan harian sebesar 15,83 gr/ekor/hari. Uraian data PBBH

ayam buras yang dipelihara dituangkan dalam tabel berikut :

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Tabel 7.

Data Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Buras pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

BERAT BADAN AYAM

BB AWAL (gr) BB AKHIR (gr)

SELISIH (gr)

PBB (gr/hari)

1 150 925 775 15,82

2 150 922 772 15,76

3 140 914 774 15,80

4 150 915 765 15,61

5 140 901 761 15,53

6 145 912 767 15,65

7 150 964 814 16,61

8 140 904 764 15,59

9 150 938 788 16,08

10 145 926 781 15,84

Jumlah 1.460 9.221 7.761 158,29

Rata-rata 146 922,1 776,1 15,83

Sumber : Analisis Data Primer

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dalam pemeliharaan ayam buras

sangat ditentukan oleh sistem atau pola yang dikembangkan. Dalam hal ini

bahwa setiap pola atau model pemeliharaan ayam buras yang dikembangkan

perlu perencanaan yang matang sehingga seluruh komponen yang berpengaruh

dalam berlangsungnya pemeliharaan/penggemukan dapat dikendalikan dengan

baik.

Pembelajaran penting dalam usaha pemeliharaan/penggemukan ayam

buras adalah penerapan sistem manajemen yang baik yang disertai dengan

kemampuan manajerial pengelola. Dalam pemeliharaan/penggemukan ayam

semua komponen manajeman diterapkan, mulai dari perencanaan, pengaturan,

pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan mutlak harus dilakukan.

Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam

suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh peternak, penyuluh dan peneliti

sebagi nara sumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

macam yang akan diujicoba/demonstrasikan sesuai dengan kondisi spesifik

lokasi dan kemampuan peternak secara teknis untuk menerapkan teknologi.

Banyak teknologi yang ditawarkan kepada peternak, namun tidak semua

teknologi dapat diterima oleh peternak, terlebih lagi kalau bukan kebutuhan

peternak. Apabila kita mengharapkan peternak akan mengadopsi teknologi

tersebut, harus diyakini bahwa hal itu merupakan kebutuhan yang benar-benar

diingikan oleh peternak. Suatu teknologi akan menjadi kebutuhan apabila dapat

memecahkan permasalahan yang dihadapi peternak. Sehingga dibutuhkan

identifikasi masalah yang tepat; karena sesuatu yang kita anggap masalah,

belum tentu menjadi masalah pula bagi orang lain, kemudian jikapun

permasalahan itu benar dirasakan oleh peternak, belum tentu penyelesaian

yang ditawarkan melalui intervensi teknologi sesuai dengan kondisi peternak

secara ekonomi, teknis, social dan budayanya.

Dari kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan

kegiatan FGD untuk memperoleh rancangan dan desain teknologi yang

disepakati dan siap untuk di demonstrasikan kepada peternak. Kesepakatan

yang dicapai melalui hasil musyawarah dan diskusi tentang kandungan gizi

bahan pakan, ketersediaan bahan pakan di lokasi dari aspek kuantitas, kualitas

dan kontinuitasnya, dan teknis pengolahannya.

Setelah dicapai kesepakatan tentang jenis bahan baku yang digunakan

maka dilakukan formulasi pakan dengan pengaturan sesuai dengan

karakteristik bahan baku tersebut dan kebutuhan ayam yang akan diberi pakan

dengan mempertimbangkan pertambahan bobot badan ayam yang diinginkan.

Selanjutnya akan diuraikan secara jelas karakteristik teknologi yang

diintroduksi berdasarkan komponen-komponen aktivitas yang menjadi bagian

dari teknologi tersebut, dalam tabel berikut ini :

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Tabel 8.

Karakteristik Teknologi Introduksi pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

No. Paket/Komponen Teknologi

Karakter Teknologi Introduksi

Kelebihan Kekurangan

1. Pengumpulan bahan Baku pakan

Bahan baku pakan berupa limbah pertanian banyak

tersedia Memiliki

kandungan gizi yang baik

Membutuhkan tempat penyimpanan

yang aman dan baik

2. Penggilingan Bahan

Baku pakan

Teksrturnya lebih

lembut Mudah dicerna

oleh sapi Memudahkan

penyimpanan

Butuh peralatan

khusus Butuh biaya

untuk penggilingan

3. Menformulasi Pakan Murah

Bahan baku pakan

memiliki kandungan gizi yang lengkap dan

seimbang Bahan baku pakan

memiliki nilai

ekonomi yang murah

Membutuhkan

pengetahuan untuk menghitung

kesesuaiannya dengan kebutuhan

ternak

4. Penimbangan Bahan Baku Pakan

Takaran yang dapat diatur sesuai

dengan kebutuhan ternak

Kesulitan penimbangan

dalam jumlah banyak

5. Pencampuran Pakan Murah

Formulasi pakan yang lengkap dan

seimbang

Kesulitan pencampuran

dalam jumlah banyak

6. Pengemasan Pakan

Murah

Pakan lebih aman

dan bisa bertahan

Butuh biaya

tambahan untuk pengemasan

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan uraian tabel di atas menunjukkan bahwa karakteristik

teknologi yang dilakukan berdasarkan pada kelebihan dan kekurangan

masing-masing komponen aktivitas. Untuk itu dibutuhkan strategi dalam

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

memilih teknologi yang akan diterapkan, demikian juga dengan seorang

peternak membutuhkan strategi dalam memilih teknologi yang tepat guna

antara lain dengan melakukan karakterisasi terhadap teknologi tersebut.

Hasil karakterisasi teknologi menunjukkan bahwa suatu teknologi yang

ditawarkan akan memberikan keuntungan yang relative lebih besar, dari nilai

yang dihasilkan oleh teknologi lama, maka adopsi akan berjalan lebih cepat.

Untuk itu dapat dilakukan dengan cara; bandingkan kelebihan dan

kekurangan teknologi introduksi dengan teknologi yang sudah ada,

kemudian identifikasi teknologi dengan biaya rendah atau teknologi yang

produksinya tinggi. Kelebihan teknologi introduksi berdasarkan komponen

aktivitas sebanyak 10 poin sementara kekurangannya hanya 7 poin.

Gambaran ini menunjukkan bahwa indikator diterimanya suatu teknologi

oleh peternak sebagai pengguna teknologi. Selain itu juga, suatu teknologi

juga harus memiliki kompatibilitas yaitu mempunyai keterkaitan dengan

sosial budaya, kepercayaan dan gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan

keperluan yang dirasakan oleh pengguna. Selain itu teknologi harus mudah

untuk diamati, sehingga banyak adopter yang mampu menggunakannya

dengan meniru tata pelaksanaannya tanpa bertanya kepada para ahlinya.

Dengan demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah adopter akan

meningkat.

Untuk melihat partisipasi peternak dalam kegiatan maka perlu direkam

waktu yang dicurahkan pada komponen aktivitas yang dilakukan selama

pelaksanaan ujicoba/demonstrasi teknologi. Partisipasi peternak cukup

tinggi, karena adanya ketertarikan terhadap teknologi yang diintroduksi,

selain mudah dilakukan secara teknis, secara ekonomis efisien dan secara

sosial budaya sesuai dengan kebiasaan peternak setempat. Secara jelas

akan diuraikan dalam tabel berikut :

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Tabel 9.

Partisipasi Peternak Berdasarkan Komponen Aktivitas pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

No. Uraian Partisipasi (N=30) Prosentase (%)

Ya Tidak Ya Tidak

1. Sosialisasi 30 - 100 -

2. FGD 30 - 100 -

3. Pengumpulan bahan baku pakan

10 20 33,3 66,7

4. Penjemuran Bahan baku pakan

5 25 16,7 83,3

5. Penggilingan Bahan Baku

Pakan

5 25 16,7 83,3

6. Formulasi Pakan Murah berkualitas

30 - 100 -

7. Penimbangan Pakan 30 - 100 -

8. Pencampuran Pakan 30 - 100 -

9. Penimbangan ayam 30 - 100 -

10. Temu Lapang 30 - 100 -

Jumlah 230 70 786,7 233,3

Rata-rata 23,0 7,0 78,7 23,3

Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan uraian dalam tabel di atas, menunjukkan bahwa tingkat

partisipasi peternak secara keseluruhan cukup baik (78,7%) dan tingkat

partisipasi tertinggi pada 7 (enam) komponen aktivitas, sementara yang

terendah pada komponen aktivitas yaitu penjemuran dan penggilingan bahan

baku sebesar (16,7%). Hal ini juga menjadi masalah dalam penerapan

teknologi pakan murah ini, karena terbatasnya jangkauan peternak terhadap

mesin penggiling bahan baku pakan, kemudian disusul oleh aktivitas

pengumpulan bahan baku (33,3%)

Selain partisipasi peternak berdasarkan komponen aktivitasnya, maka

akan diamati pula partisipasi berdasarkan kemampuan penginderaannya dalam

setiap tahapan pelaksanaan aktivitas secara lebih jelas akan diuraiakan dalam

tabel berikut.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Tabel 10.

Partisipasi Berdasarkan Kemampuan Penginderaan Peternak pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kabupaten Maros , 2012.

No. Uraian Partisipasi (N=30)

Melihat Mendengar Bicara Melakukan

1. Sosialisasi 30 30 15 -

2. Pengumpulan Bahan

Baku Pakan

10 30 - 10

3. Penjemuran Bahan Baku Pakan

5 30 - 5

4. Penggilingan Bahan Baku Pakan

5 30 7 5

5. Menformulasi Pakan Murah

30 30 10 6

6. Penimbangan Bahan

Baku Pakan

30 30 10 4

7. Pencampuran Pakan Murah

30 30 10 5

8. Pengemasan Pakan Murah

30 30 8 5

Jumlah 170 240 60 40

Rata-rata 21,25 30 7,5 5,0

Sumber : Hasil Olahan Data Primer

Berdasarkan uraian dalam tabel di atas menunjukkan bahwa partisipasi

peternak berdasarkan kemampuan penginderaan dalam setiap komponen

aktivitas yang dilakukan dalam beberapa temu lapang, partisipasi tertinggi

hanya pada kemampuan mendengar (35) disusul dengan kemampuan melihat

(21,25) sementara kemampuan ikut memberikan pertanyaan hanya (7,5) dan

ikut terlibat melakukan aktivitas relatif masih rendah (5,0). Namun harapan ke

depan para peternak diharapkan dapat menerapkan informasi teknologi yang

telah diperolehnya.

Selanjutnya akan diuraikan dalam tabel respon, tanggapan dan

komentar peternak terhadap teknologi yang diuji cobakan yang meliputi

pengetahuan, pemahaman, kemampuan teknis, masalah yang dihadapi dan

peluang keberlanjutannya.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

E. Kinerja Ekonomi Teknologi Introduksi

Dalam teknologi pemeliharaan ayam buras hasil yang diperoleh

tergantung dari jenis bibit yang dipelihara, cara pemeliharaan dan teknologi

apa yang diterapkan dalam pemeliharaan tersebut. Hasil demplot teknologi

pemeliharaan ayam buras tersebut diperoleh hasil rata-rata kenaikan berat

badan ayam sebesar 15,83 gr/ hr.

Analisis finansial dalam teknologi pemeliharaan ayam buras akan

diuraikan berikut ini, terdiri dari beberapa input antara lain (1) Biaya sarana

produksi; dan (2) Biaya tenaga kerja, untuk mengetahui besarnya biaya yang

dikeluarkan dan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh. Adapun biaya

produksi yang dikeluarkan, penadapatan yang diperoleh dan keuntungan yang

didapat, secara rinci disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 11.

Analisis Usahatani pada Ujicoba/Demonstrasi Plot Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kab. Maros , 2012

No.

Uraian

Teknologi Introduksi

Volume

Harga Sat. (Rp)

Nilai (Rp)

A. Biaya Produksi

1 Biaya sarana produksi 1.937.500

Bibit 100 ekor 3.000 300.000

Jagung Giling 150 kg 3.500 525.000

Dedak halus 90 kg 3.500 315.000

Bungkil Kelapa 30 kg 3.500 105.000

Limbah ikan 5 kg 12.500 62.500

bekicot 5 kg 5.000 25.000

Mineral Mix 5 kg 40.000 200.000

TM 10 5 kg 75.000 375.000

Vaksin ND 1 paket 30.000 30.000

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

2 Biaya Tenaga Kerja

Tenaga Kerja (HOK) 38 25.000 950.000

3. Total Biaya Produksi (1 +2) 2.887.500

B. Penerimaan

Produksi ayam 100 ekor 50.000 5.000.000

1. Total Penerimaan 5.000.000

C. Keuntungan (B-A) 2.112.500

Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011

Dari data di atas, menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk

memelihara 100 ekor ayam dalam teknologi pemeliharaan ayam buras selama

satu kali musim (7 minggu) adalah sebesar Rp. 2.887.500. Dengan hasil

produksi ayam 100 ekor dengan estimasi harga jual sebesar Rp. 50.000/ekor,

maka penerimaan petani sebesar Rp. 5.000.000. Dari hasil selisih

penerimaan dan biaya yang dikeluarkan oleh peternak , peternak mendapatkan

keuntungan sebesar RP. 2.112.500

Analisis selanjutnya untuk menilai tingkat kelayakan suatu teknologi

adalah pengujian dengan menggunakan tolok ukur rasio marjinal penerimaan

kotor dan biaya. Alat analisis ini juga digunakan untuk mengevaluasi teknologi

pilihan yang mungkin dapat menggantikan teknologi yang lama yang diuraikan

di bawah ini.

Tabel 12.

Analisis Usahatani Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras Cara Petani di Kab. Maros, 2012

No.

Uraian

Teknologi

Volume

Harga Sat. (Rp)

Nilai (Rp)

A. Biaya Produksi

1 Biaya Sarana Produksi 16.385.000

Bibit 100 ekor 3.000 300.000

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Jagung Giling 200 kg 3.500 700.000

Dedak Halus 100 kg 3.500 350.000

menir 10 kg 5.000 50.000

Mineral Mix 2 kg 40.000 80.000

TM 10 2 kg 75.000 150.000

Vaksin ND 1 paket 30.000 30.000

Biaya Tenaga Kerja

Tenaga Kerja (HOK) 38 25.000 950.000

2 Total Biaya Produksi (1

+2)

2.610.000

Penerimaan

3. Produksi ayam 100 ekor 30.000 3.000.000

B. Total Penerimaan 3.000.000

1. Keuntungan (B-A) 660.000

Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2012

Dari hasil yang diperoleh kemudian dilakukan analisis Kelayakan

financial teknologi pemeiharaan ayam buras yang ditentukan

berdasarkan imbangan antara tambahan penerimaan dengan tambahan

biaya akibat penerapan teknologi introduksi atau Marginal benefit cost

ratio (MBCR).

MBCR : Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)

Total Biaya (B) – Total Biaya (P)

MBCR : 5.000.000 – 3.500.000

2.887.500– 2.610.000

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

MBCR : 1.500.000

277.500

MBCR : 5.4

Dari hasil MBCR yang diperoleh sebesar 5.4 menunjukkan bahwa

dengan menerapkan teknologi pemeliharaan ayam buras yang

diintroduksi akan memberikan penambahan pendapatan sebesar Rp.5.4,-

dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-. Angka ini juga

memberikan keyakinan kepada petani bahwa dengan teknologi ini akan

memberikan peningkatan pendapatan dan keuntungan. Selanjutnya

apabila suatu teknologi akan dikembangkan dalam skala yang lebih besar

sangat layak dengan referensi MBCR tersebut.

F. Analisis Respon Petani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon petani terhadap

teknologi yang diujicobakan/demonstasikan dalam Teknologi

pemeliharaan ayam buras. Gambaran respon petani menunjukkan sangat

baik dan mengharapkan dilakukan di beberapa FMA lainnya khususnya di

Kecamatan Bontoa. Secara rinci tentang respon petani terhadap

teknologi pemeliharaan ayam buras akan dibahas dalam tabel berikut ini

berdasarkan tahapan proses pengambilan keputusan inovasi : antara lain

; (1) tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu

(atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami

eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi

berfungsi; (2) tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau

unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak

baik; (3) tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu

atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang

mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi; (4)

tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi; (5)

tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan

penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Tabel 13.

Respon Peternak Terhadap Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

di Kab. Maros, 2012

No.

Tahapan Proses

Pengambilan Keputusan

Komponen Teknologi (%)

Bibit Formulasi

Pakan Kandang pemeliharaan

1. Pengetahuan 80 100 80 80

2. Persuasi 80 80 60 40

3. Keputusan 80 80 60 40

4. Implementasi 80 60 40 40

5. Konfirmasi 20 30 20 20

Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2012

Grafik 1. Respon Peternak Terhadap Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras

Dari tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa respon atau

tanggapan petani kooperator cukup baik, khususnya pada teknologi

pengolahan pakan, hal ini disebabkan karena dalam penerapan teknologi

tersebut banyak keuntungan yang petani bisa dapatkan diantaranya dapat

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

menekan biaya untuk pembelian pakan yang sudah jadi dan peningkatan

berat badan yang cukup signifikan.

Meskipun dari beberapa teknologi yang diintroduksi tidak semuanya

mendapat respon sangat baik, tetapi yang lainnya juga sudah menunjukkan

adanya opini yang terbentuk melalui prosentase responnya. Opini secara

umum yang tersirat memberi anggapan bahwa dengan manajemen yang

baik dalam pemeliharaan ayam buras akan memberikan manfaat secara

ekonomi bagi petani peternak, keluarganya dan usahatani secara holistik.

Sementara respon yang ditunjukkan oleh petani non kooperator sudah

cukup baik juga karena mereka baru pada tahapan mengenali, mendengar

dan melihat saja tapi sudah mampu memberi tanggapan positif terhadap

teknologi pemeliharaan yang di introduksi. Tindak lanjut yang cukup efektif

yang lebih memungkinkan adalah memberikan informasi teknologi melalui

media, sehingga pencarian petani sebagai pengguna tidak berhenti pada

keterlibatannya sebagai partisipan dalam kegiatan demonstrasi plot.

Dari respon yang ditunjukkan, hasil analisis menunjukkan bahwa

kemampuan secara teknis dapat petani raih apabila diikuti oleh kemauan

keras untuk berubah dan komitmen tinggi dalam menerapkan aturan-aturan

teknis suatu teknologi. Komunikasi dan interaksi yang berlangsung sangat

ditentukan oleh peran sumber teknologi untuk mempelajari dan berusaha

melakukan penyesuaian karakteristik program dan kebutuhan petani dengan

pelayanan jasa penelitian dan penyuluhan menjadi suatu keharusan dan

dikembangkan sebagai suatu strategi pemberdayaan petani dan keluarganya

pada masa yang akan datang. Selain karena sifatnya yang dinamis, juga

sebagai konsekuensi terhadap penyediaan jasa penelitian dan penyuluhan

sebagai solusi. Seberapa besar peluang terjadinya konflik dan dinamika

konflik yang terjadi dari interaksi dan komunikasi yang dilakukan secara

cermat perlu dilakukan.

Hal lain yang menjadi sorotan petani dalam kaitannya introduksi

teknologi dengan kesesuaian kebutuhan petani adalah materi penyuluhan,

dimana penyesuaian yang dilakukan tidak terlepas dari kondisi internal dan

eksternal sasaran. Penyesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

sangat penting karena perbedaan persepsi dan interpretasi simbol sangat

menentukan kualitas interaksi dan komunikasi yang dilakukan yang dapat

mengarah pada kerjasama atau konflik.

G. Analisis Risiko

Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu

kegiatan / aktivitas yang dilakukan manusia, termasuk aktivitas berusahatani dan

beternak. Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan usahatani, pasti ada

berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya

menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan.

Tujuan dari analisis resiko yang dilakukan adalah untuk memberikan

penjelasan bahwa suatu komponen teknologi memiliki keterbatasan-keterbatasan

pada saat diterapkan di lapangan, sehingga ini merupakan informasi penting bagi

penyesuaian kondisi spesifik pengguna maupun lingkungannya terhadap teknologi

yang diintroduksi.

Pada kegiatan teknologi pemeliharaan ayam buras resiko yang mungkin

terjadi dan cara mengatasi resiko tersebut dapat dilihat pada Tabel 14 berikut :

Tabel 14.

Analisis Risiko dan Cara Mengatasi Risiko yang Mungkin Terjadi pada Kegiatan

Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kab. Maros, 2012.

No. Risiko Cara Mengatasi Risiko

1. Penyakit tetelo atau

NCD (New Castle

Desease)

Pemberian vaksinasi (strain Lentogenic terutama vaksin

Hitchner B-1 dan Lasota) pada ayam pedaging

sebaiknya dilakukan pada umur tiga hari dan vaksinasi

lanjutan pada umur tiga minggu, sedangkan pada ayam

petelur pada umur tiga hari, empat minggu, tiga bulan

dan selanjutnya tiap empat bulan sesuai kebutuhan

2 Chronic Respiratory

Desease (CRD)

komplek

Langkah-langkah untuk melakukan biosecurity yang

ketat antara lain (1) melakukan pengafkiran pada ayam

yang terinfeksi, (2) membersihkan kandang dengan

tekanan air yang tinggi serta melakukan penyemprotan

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

kandang dengan memakai desinfektan, (3) kosongkan

kandang minimal 2 (dua) minggu setelah kandang

dibersihkan, (4) pengontrolan lalu-lintas dengan

mengontrol kendaraan yang keluar masuk lokasi

peternakan.

3. Virus Flu Burung

(Avian Influensa)

Letakkkan kandang unggas jauh dari rumah tinggal,

semprot kandang unggas dengan cairan desinfektan

ata anti kuman, jika ayam sakit segerah musnahkan

dan bakar bangkaianya.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

KESIMPULAN

1. Penerapan komponen teknologi pemeliharaan ayam buras di kabupaten Maros

dapat meningkatkan pertambahan berat dari 10,20 g/hr menjadi 15,83 gr/hr

atau peningkatan berat sebesar 55,20%.

2. Nilai MBCR yang diperoleh sebesar 5.4 menunjukkan bahwa dengan

menerapkan teknologi budidaya cabai yang diintroduksi akan memberikan

penambahan pendapatan sebesar Rp.5.4,- dengan penambahan biaya input

sebesar Rp.1,-.

3. Respon atau tanggapan petani kooperator cukup baik, khususnya pada

teknologi formulasi Pakan.

4. Faktor pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pemahaman petani terhadap

suatu teknologi kaitannya dengan kemampuan berfikir dalam mengadopsi

suatu teknologi.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

DAFTAR PUSTAKA

Andi, F. 1988. Beternak Ayam buras. Buku Panduan dan Kumpulan Abstrak. Seminar Penelitian Peternakan. Jawa Tengah.

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-4. Gramedia, Jakarta.

Anonimous,. 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan.

Creswell, D.C. dan B. Gunawan. 1982. Pertumbuhan Badan dan Produksi Telur

dari Lima Strain Ayam Sayur pada Sistem Peternakan Intensif. Proceeding Seminar Penelitian Peternakan, Bogor 8 - 11 Februari. Departemen Pertanian . 1984. Petunjuk Pembinaan Kelompok Peternak/Koperasi

PIR Perunggasan, Jakarta. __________________. 1989. Prospek Pengembangan Ayam Buras Menggembirakan. Buletin Informasi Pertanian No.1, Departemen

Pertanian. Dwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainuddin. 1996. Pengembangan Ternak

Berwawasan Agribisnis di Pedesaan dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian

dan Pemilihan Bibit yang Tepat. Jurnal Litbang Pertanian XV (1) : 6 – 15. Farrel, D.J. 1987. Strategics for Improving Poultry Production in South East

Asia.Proceeding The 4 th AAP Animal Science Congress, New Zealand.

Iskandar, Sofjan., E. Juarini, Dzainuddin, heti Resnawati, Broto Wibowo, dan Sumanto. 1993. Teknologi Tepat Guna Ayam Buras. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Bogor.

Kingston, D.J. and C. Capwell. 1982. Indigenous Chickens in Indonesia.Population and Production Characteristics in Five Villages in West Java. Research Institute for Animal Production. Bogor, Indonesia.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Pembangunan. Jakarta.

Sastroamidjojo, A.S. 1971. Ilmu Beternak Ayam Jilid I. Masa Baru, Jakarta

Slamet, M. dan P.S. Asngari. 1979. Penyuluhan Peternakan. Dirjen Peternakan, Jakarta. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III, Penerbit Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta Sujionohadi, Kliwon., Ade Iwan Setiawan. 2009. Ayam Kampung Petelur. Panebar Swadaya. Jakarta. Tarya, J.S. 1998. Dasar-dasar Ilmu Penyuluhan Pertanian. Badan Penerbit dan

Bursa Buku Fakultas Pertanian Unpad, Bandung. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta. Togotorof, M.H. 1981. Peranan Faktor Bibit dalam Perkembangan Peternakan Ayam. Poultry Indonesia No.2 Januari 1980.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung Unggul. Panebar Swadaya. Jakarta.

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

LAMPIRAN

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

www.sulsel.litbang.deptan.go.id