DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN …
Transcript of DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN …
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
DEMONSTRASI TEKNOLOGI AYAM BURAS DI KABUPATEN MAROS
ABIGAEL RANTE TONDOK, dkk
ABSTRAK
Demonstrasi teknologi adalah salah satu media fisik untuk menyampaikan
teknologi guna mempercepat proses transfer teknologi ke pengguna ditingkat
lapang. Demonstrasi teknologi dilakukan secara bersama-sama antara Peneliti,
Penyuluh dan Petani serta anggota kelompok lainnya. Hal ini dimaksudkan agar
petani dapat melihat langsung cara pengaplikasian teknologi dan hasil yang
diperoleh pada akhir pelaksanaan kegiatan. Tujuan : Untuk memperkenalkan
teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam buras dengan
memanfaatkan limbah pertanian di Kabupaten Maros. Untuk memperoleh umpan
balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi dan sosial teknologi formulasi pakan
murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros . Keluaran :
Peternak mengetahui dan mampu menyusun formulasi pakan murah berkualitas
untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Umpan balik tentang kesesuaian
teknis, ekonomis, sosial dan budaya peternak dengan teknologi formulasi pakan
murah berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Indikator
Keberhasilan Kegiatan antara lain adanya peningkatan pendapatan petani akibat
dari penerapan teknologi yang diintroduksi, perubahan persepsi petani dan
peningkatan apresiasi sasaran terhadap teknologi yang didemonstrasikan yang
diwujudkan dalam bentuk keterlibatan petani dalam pelaksanaan kegiatan.
Penyebarluasan Inovasi teknologi melalui kegiatan demonstrasi ini dilakukan melalui
berbagai pendekatan dan media penyuluhan. Salah satu pendekatan yang dilakukan
yaitu dipahaminya teknologi budidaya ayam buras melalui penerapan secara
langsung di tingkat petani, meningkatnya pengetahuan, wawasan dan keterampilan
kelompok tani tentang cara membudidayakan ayam buras berkualitas. Perkiraan
Manfaat Peternak-peternak mampu menformulasi dan memproduksi pakan murah
berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros. Perkiraan Dampak
Tersedianya pakan murah dan berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten
Maros sebagai suatu peluang usaha bisnis. Lokasi Kegiatan : Desa Bonto Bahari,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros Hasil yang dicapai : Nilai MBCR yang
diperoleh sebesar 5.4 menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknologi
pemeliharaan ayam buras yang diintroduksi akan memberikan penambahan
pendapatan sebesar Rp.5.4,- dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-.
Dapat disimpulkan bahwa usahatani tersebut layak untuk dikembangkan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan
sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak
dipelihara oleh peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha
untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta
meningkatkan pendapatan.
Ayam buras atau ayam kampung, merupakan salah satu sumber
daya pertanian yang telah lama kita miliki. Hampir disetiap desa di seluruh
Indonesia, penduduknya telah mengenal ayam buras. Mulai dari Petani yang
kaya hingga petani kecil dengan cara pemeliharaan yang berbeda-beda.
Mengubah sistem beternak ayam kampung dari sistem ekstensif ke
sistem semi intensif atau intensif memang tidak mudah, apalagi cara
beternak sistem tradisional (ekstensif) sudah mendarah daging di
masyarakat kita. Akan tetapi, kalau dilihat nilai kemanfaatan dan hasil yang
dicapai tentu akan menjadi faktor pendorong tersendiri untuk mencoba
beternak dengan sistem intensif. Menurut Pararto Wicaksono, untuk
mendapatkan hasil yang optimal dalam usaha beternak ayam kampung,
maka perlu memperhatikan beberapa hal seperti bibit, pakan,
perkandangan, manajemen pemeliharaan dan pengendalian penyakit.
Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang
cukup besar sebagai sumber pakan ternak . Limbah yang memiliki nilai
nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein,
sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah
digolongkan sebagai pakan sumber serat.
Umumnya limbah pertanian termasuk limbah biologi, karena
ditimbulkan sebagai sisa pengusahaan tumbuhan dan hewani atau benda
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
biologi. Oleh karenanya, limbah pertanian merupakan sumber bahan
organik, terutama karbon dalam bentuk karbohidrat. Selain itu, sering
didapat bahan berguna lain dalam jumlah yang masih memadai, seperti
protein, lemak, vitamin dan mineral serta serat. Oleh karena itu teknologi
tentang pengolahan limbah pertanian perlu diupayakan agar dapat
membantu peternak dalam menyediakan pakan ternaknya sehingga
usahanya dapat berkembang dengan baik.
Pengolahan limbah pertanian dalam bentuk complete feed akan
dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan ternak karena complete feed
merupakan pakan lengkap untuk ternak yang memiliki kandungan zat-zat
makanan disusun dan diformulasi secara lengkap dan seimbang sesuai
dengan kebutuhan ternak. Penting untuk diperhatikan dalam pembuatan
complete feed adalah memperhatikan kandungan dari bahan yang akan
digunakan serta memiliki nilai ekonomis. Dengan memperhatikan hal
tersebut maka peternak dapat menekan biaya produksi berupa pakan dan
akan memperoleh keuntungan yang maksimal.
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70%
dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut,
aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila
pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka
produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar
terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi
yang terbesar dalam usaha peternakan.
Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya
produksi. Biaya pakan ini bisa kita tekan dengan cara menggunakan bahan
pakan yang sederhana namun mempunyai nilai gizi sama/lebih dengan pakan
ternak yang telah ada sebelumnya. Salah satu upaya kearah ini adalah dengan
menyusun sendiri ransum pakan ternak dengan menggunakan bahan yang ada
disekitar kita.
Untuk itu diperlukan introduksi teknologi formulasi pakan murah
berkualitas untuk ternak ayam buras. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
meningkatkan keterampilan peternak-peternak menyusun formulasi pakan
melalui pemanfaatan bahan baku lokal. Efektivitas dan efisiensi usaha tersebut
sangat tergantung pada : ketersediaan bahan, kandungan nutrisi (zat gizi yang
diperlukan ternak), harga, anti nutrisi/racun (aflatoxin), tekstur bahan (apakah
perlu diolah sebelum digunakan).
Upaya untuk mempercepat penyebarluasan teknologi formulasi pakan
murah untuk ternak ayam dengan cara mendekatkan, memperkenalkan dan
memperagakannya ditingkat peternak melalui kegiatan demonstrasi plot.
Dengan demonstrasi plot peternak tidak saja melihat dan melakukannya akan
tetapi berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya.
Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya.
Demplot merupakan tempat bagi peternak-peternak belajar sambil
berbuat untuk menjadi tahu dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya secara
lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab peternak
dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami sendiri,
selama peternak menjadi pelaku dalam kegiatan demplot. Agar peternak lebih
mendalami dan memahami proses pembelajaran ini diperlukan berbagai media
penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya pikir dan daya nalar peternak.
Di antaranya adalah dengan metode demonstrasi, dan cara demonstrasi adalah
suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan cara dan
penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna. Demonstrasi bukan suatu
percobaan atau pengujian, tetapi suatu pendidikan lewat suatu percontohan.
Sistem pemeliharaan ayam buras meliputi : bibit, pemeliharaan,
perkandangan, pakan dan pencegahan penyakit. Faktor yang terpenting
pada usaha pemeliharaan ayam buras adalah pakan. Oleh karena itu melalui
kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan petani nelayan
dalam memilih paket teknologi usaha tani yang telah direkomendasikan
sebelum didemonstrasikan atau dianjurkan, yang pelaksaannya dilakukan
oleh petani/peternak di lahan usaha taninya dengan bimbingan penyuluh
pertanian.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
B. Tujuan
Untuk memperkenalkan teknologi formulasi pakan murah berkualitas
untuk ternak ayam buras dengan memanfaatkan limbah pertanian di
Kabupaten Maros.
Untuk memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi dan
sosial teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak ayam
buras di Kabupaten Maros
C. Perkiraan Keluaran
Peternak mengetahui dan mampu menyusun formulasi pakan murah
berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros
Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya
peternak dengan teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk
ternak ayam buras di Kabupaten Maros
D. Perkiraan Hasil
Peternak-peternak pada FMA Sipakatau beserta anggotanya memahami,
menerima dan terampil menformulasi pakan murah berkualitas untuk
ayam buras.
Peternak-peternak berpartisipasi dalam proses pembelajaran sesuai
dengan daya pikir dan daya nalarnya
Peternak dapat menggunakan metode dan media penyuluhan pertanian
yang sesuai untuk melakukan transfer teknologi
E. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Manfaat
Peternak-peternak mampu menformulasi dan memproduksi pakan murah
berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros
Dampak
Tersedianya pakan murah dan berkualitas untuk ternak ayam buras di
Kabupaten Maros sebagai suatu peluang usaha bisnis
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Ayam Kampung
Ayam kampung sudah lama dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan
ayam lokal, ayam sayur, atau ayam buras, dalam bahasa latin dikenal Gallus
domesticus. Ayam kampung/buras ini dikembangkan dari ayam hutan, dan
sekarang populasinya ditaksir mencapai 157 juta ekor yang menyumbang 20
sampai 40% telur dan 25% daging yang dikonsumsi di dalam negeri
(Departemen Pertanian, 1989). Disamping populasinya yang besar, ayam
kampung juga mempunyai beberapa kelebihan yaitu menyebar luas di seluruh
pelosok tanah air, telah beradaptasi dengan lingkungan setempat dan lebih
tahan terhadap penyakit. Disamping itu ayam kampung lebih memungkinkan
untuk dikembangkan sebagai peternakan rakyat mengingat bahwa ayam
kampung tidak memerlukan modal yang besar, mudah dalam pemeliharaannya,
daya adaptasinya tinggi, serta daging dan telurnya lebih disenangi oleh
masyarakat untuk kepentingan tertentu, seperti untuk campuran jamu dan
keperluan lain sehingga harganya relatif tinggi dan stabil. Selama ini produk
ayam kampung baik daging maupun telurnya masih mempunyai nilai tersendiri di
mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan waktu-waktu terakhir ini
minat masyarakat terhadap produk ayam kampung semakin meningkat. Dengan
makin meningkatnya pengetahuan dan pendapatan masyarakat, maka
masyarakat cenderung memilih produk-produk yang enak dan sehat untuk
dimakan walaupun harganya relatif lebih tinggi dan ayam kampung merupakan
pilihan yang tepat.
Pada umumnya ayam kampung dipelihara secara tradisional- ekstensif dan
dilepas begitu saja. Dengan demikian maka produksinya masih rendah dan
tingkat kematiannya cukup tinggi sehingga menyebabkan populasinya
berfluktuasi dari waktu ke waktu. Menurut Farrel (1987), potensi dan prospek
ayam kampung sangat baik tetapi sampai saat ini informasi dan penelitian
mengenai perkembangan ayam kampung masih sedikit. Rendahnya tingkat
produktivitas ayam kampung dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik yang kurang baik ditambah dengan cara
pemeliharaan dan pemberian pakan yang masih bersifat tradisoinal merupakan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
penyebab rendahnya produksi ayam kampung, baik pertumbuhan maupun
produksi telurnya.
Akhir-akhir ini berbagai cara sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas ayam kampung, baik oleh peternak sendiri maupun melalui campur
tangan pemerintah. Peternak mulai mengusahakan ternak ayam kampung secara
semi intensif atau bahkan secara intensif, sedangkan pihak pemerintah
mencanangkan program peningkatan produktivitas ayam kampung melalui pola
Intensifikasi Ayam Buras (INTAB).
Proyek intensifikasi ayam kampung/buras yang telah diprakarsai oleh
pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produksi daging dan telur ayam
kampung melalui pengelolaan intensif. Hal ini mengingat pemeliharaan secara
tradisional telah mengakibatkan pertumbuhan maupun produksi telur ayam
kampung rendah, yaitu produksi telur hanya mencapai 30 - 60 butir per tahun
dengan berat telur rata-rata 37.5 gram per butir (Kingston, 1982). Pemeliharaan
secara intensif telah berhasil memperbaiki produktivitas ayam kampung, dimana
produksi telur ini dapat mencapai hingga 150 butir per ekor per tahun (Creswell
dan Gunawan, 1982), bahkan setelah mengalami seleksi yang sangat ketat dapat
mencapai 170 - 239 butir per ekor per tahun (Ardi, 1988).
Ciri khas dari pemeliharaan ayam kampung secara intensif adalah
penggunaan bibit unggul, pengendalian hama dan penyakit, perkandangan,
pemberian makanan, pengelolaan reproduksi, penanganan pasca panen dan
pemasaran, serta manajemen usaha, yang secara keseluruhan dikenal dengan
Sapta Usaha Peternakan. Dewasa ini para peternakan di pedesaan sudah mulai
beralih dari mengusahakan ternak ayam kampung secara tradisional atau semi
intensif ke pemeliharaan intensif, baik untuk tujuan menghasilkan daging
maupun untuk telur konsumsi. Sejalan dengan itu, maka usaha untuk mencari,
menekan biaya serta mengefisienkan penggunaan input yang murah harus
semakin ditingkatkan apabila diinginkan adanya perkembangan usaha serta
perbaikan/peningkatan pendapatan peternak. Walau bagaimanapun, biaya input
yang tidak seimbang dengan harga output, baik daging maupun telur akan
sangat mengganggu kontinuitas dan gairah dari usaha peternakan ayam
kampung tersebut. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah sampai seberapa
jauh penggunaan teknologi intensif dalam produksi ayam kampung dapat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
meingkatkan keuntungan peternak, sementara itu penelitian mengenai
penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan ayam kampung
belum banyak dilakukan.
B. Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usaha Ternak Ayam
Kampung
Motivasi para peternak dalam usaha peternakan ayam kampung tidak
lain adalah keinginan untuk memperoleh keuntungan, oleh karena itu peternak
senantiasa berupaya untuk memperoleh penerimaan yang melebihi biaya-biaya
yang dikeluarkannya. Dengan demikian, secara ekonomis penggunaan faktor-
faktor produksi yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan untung
ruginya. Petani atau peternak akan selalu mempertimbangkan apakah
keputusan yang diambil itu akan menguntungkan atau bahkan sebaliknya.
Petani akan bersedia menambah atau mengurangi penggunaan faktor-faktor
produksi jika dengan tindakan tersebut akan menambah keuntungan atau
mengurangi kerugiannya. Dengan kata lain, bahwa peternak tersebut akan
senantiasa meningkatkan produktivitas dan efisiensinya.
Suatu faktor produksi dikatakan sudah digunakan secara efisien apabila
sudah menghasilkan pendapatan yang maksimum. Mubyarto (1982)
mengemukakan bahwa efisiensi adalah upaya penggunaan faktor-faktor
produksi (input) yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produk yang
setinggi-tingginya dengan biaya yang serendahrendahnya.
Secara umum, pakar ekonomi sepakat untuk membagi konsep efisiensi
ini ke dalam dua tahap, yaitu (1) efisiensi teknis, dan (2) efisiensi ekonomis.
Suatu tingkat pemakaian faktor produksi dikatakan lebih efisien dari tingkat
pemakaian yang lainnya apabila memberikan produk rata-rata yang lebih besar,
yang selanjutnya disebut efisiensi teknis. Efisiensi teknis ini akan tercapai pada
saat produksi rata-rata telah maksimum. Dalam pengertian ekonomis,
pemakaian suatu faktor produksi lebih efisien dari tingkat pemakaian yang
lainnya apabila tingkat pemakaiannya memberikan keuntungan yang lebih
besar. Dengan demikian, suatu usaha ternak dikatakan beroperasi dalam
keadaan efisien apabila penggunaan faktor-faktor produksi telah memberikan
manfaat yang maksimal, yaitu memberikan produk rata-rata atau keuntungan
yang maksimal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Dalam kegiatan usaha ternak, setiap peternak selalu berusaha untuk
memadukan berbagai faktor produksi agar dicapai suatu kondisi optimum. Hal
ini menyangkut pengambilan keputusan untuk menentukan berapa besar
produksi yang diharapkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
dan dalam kondisi yang bagaimana faktor-faktor produksi akan digunakan.
Dalam proses produksi, dalam hal ini usaha peternakan ayam kampung, produk
fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi. Beberapa faktor
produksi yang secara dominan dapat mempengaruhi produksi, antara lain :
lahan, tenaga kerja, bibit ayam, pakan, dan biaya-biaya lain.
1. Lahan
Seperti halnya dalam usaha yang lain, lahan merupakan faktor produksi
penting dalam budidaya ayam buras, yaitu berfungsi untuk perkandangan
dengan halaman atau umbaran pada peternakan semi intensif. Menurut
Mubyarto (1982), lahan merupakan faktor produksi seperti halnya tenaga
kerja, yang dapat pula dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa
bagi hasil) yang sesuai dengan permintaan dan penawaran lahan itu dalam
masyarakat daerah tertentu. Pada budidaya ayam kampung, luas lahan
untuk kandang yang dioperasikan dipengaruhi juga oleh teknologi yang
digunakan. Luas pelataran/kandang untuk ayam kampung yang agak besar
(dara) menurut Sastroamidjojo (1971) adalah sebesar 2m2 per ekor,
disebutkan juga bahwa sistem ren yang kecil lebih serasi karena lebih
mudah pemeliharaannya, namun hasil pengamatan menunjukkan bahwa
pada luas 2m2 pertambahan bobot badan yang dihasilkan kurang daripada
yang ditempatkan pada luas kandang 0.5m2. Dengan melihat hal tersebut di
atas maka luas kandang yang dipakai untuk berbagai umur dan periode
pertumbuhan ayam kampung berpengaruh secara ekonomis terhadap
produksi yang dihasilkan. Dengan demikian, untuk meningkatkan
produktivitas ayam buras yang dipelihara perlu diperhatikan antara lain
ukuran kandang yang mempunyai luas yang cukup untuk jumlah ayam yang
dipelihara karena akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan ayam
buras.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pada umumnya kandang yang digunakan untuk ayam kampung
masih sangat sederhana, yang terdiri atas kandang sebagai tempat berteduh
dan beristirahat, serta umbaran yang berfungsi sebagai tempat bermain,
makan dan minum. Bangunan kandang umumnya terbuat dari bambu dan
kayu, atap genting, dan lantai terbuat dari bambu juga disesuaikan dengan
potensi wilayah setempat, sedangkan umbarannya terbatas dikelilingi
dengan pagar setinggi 2 -3 meter, hal ini untuk mencegah ayam berkeliaran
terlalu jauh dan untuk mencegah ternak atau hewan lain masuk ke dalam
kandang yang mungkin membawa penyakit. Kandang dengan peralatan
terbatas demikian lebih dikenal dengan sebutan kandang ren. Beberapa
peternak sudah pula memelihara ayam secara intensif dengan menggunakan
kandang sistem baterai. Kandang demikian hanya terdiri dari bangunan
kandang yang di dalamnya disusun kandang baterai dari bahan bambu
sebanyak dua sampai tiga susun, tanpa disertai tempat umbaran.
2. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja terdiri atas dua unsur yaitu jumlah
(kuantitas) dan kualitas. Jumlah yang diperlukan dapat dipenuhi dari tenaga
kerja keluarga yang tersedia maupun tenaga kerja dari luar, sedangkan
kualitas tenaga kerja yang mencirikan produktivitas tenaga kerja tergantung
dari ketermpilan, kondisi fisik, pengalaman dan latihan.
Dalam analisis ketenagakerjaan di bidang peternakan, penggunaan
tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan
tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.
Besarnya skala usaha peternakan ayam kampung tentunya mempengaruhi
besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan pula
macam tenaga kerja yang diperlukan, apakah cukup dengan tenaga kerja
keluarga saja atau perlu tambahan tenaga kerja dari luar keluarga peternak.
Umumnya usaha peternakan ayam kampung merupakan usaha skala kecil
(peternakan rakyat) sehingga cukup menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga, namun sejalan dengan berkembangnya usaha peternakan ayam
kampung dan permintaan akan produknya, maka tidak menutup
kemungkinan bahwa usaha peternakan ayam kampung menjadi usaha
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
peternakan skala menengah atau skala besar yang akan lebih banyak
menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.
Disamping itu intensitas pencurahan tenaga kerja untuk jenis
usahatani yang satu dengan yang lainnya juga berbeda-beda. Hal ini berarti
bahwa pola pencurahan tenaga kerja untuk peternakan ayam kampung yang
banyak dilakukan di pekarangang rumah dapat berbeda dengan pola
pencurahan tenaga kerja di sawah maupun di tegalan. Jumlah tenaga kerja
yang dicurahkan dalam suatu usahatani dapat dipakai untuk mengukur luas
usahatani yang diusahakan. Ada kecenderungan semakin besar suatu usaha
semakin besar pula kebutuhan pencurahan tenaga kerjanya. Satuan ukuran
pencurahan tenaga kerja dapat diwujudkan dalam jumlah jam dan hari kerja
total atau dalam setara pria jika tenaga kerja yang digunakan bermacam-
macam jenisnya.
3. Bibit
Bibit ayam yang dipelihara sampai batas-batas tertentu akan
meningkatkan produksi per satuan luas, apabila jumlah tersebut sudah
melampaui batas maksimum maka hasil yang diperoleh sudah tidak optimal
lagi. Dengan semakin banyaknya bibit yang disebarkan atau semakin
besarnya skala usaha dalam satuan luas yang sama maka penggunaan bibit
tersebut tidak akan efisien lagi. Disamping jumlah bibit (padat penyebaran),
produksi ayam kampung ditentukan juga oleh potensi genetiknya, cara
pemeliharaan, dan pemberian pakan.
4. Pakan dan Pemberian Pakan
Pakan adalah ransum yang terdiri atas campuran beberapa bahan
makanan yang diberikan dalam pemeliharaan ayam, khususnya pada
budidaya ayam kampung dengan teknologi semi intensif dan intensif.
Sampai saat ini pakan menjadi masalah utama dalam usaha peternakan
ayam, karena 70 - 80 persen biaya produksi ditentukan oleh biaya pakan
(Departemen Pertanian, 1984). Menurut Kingston (1982), biaya makanan
merupakan suatu faktor pembatas utama terhadap daya produksi, oleh
karena itu agar usaha peternakan memperoleh keuntungan yang lebih besar
maka peternakan tersebut harus benar-benar memperhatikan upaya
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
mengefisienkan penggunaan input pakan, baik jumlah pakan yang diberikan
maupun mutu dari pakan tersebut, yang tentu saja akan memperbaiki
pendapatan peternak.
Pakan mempunyai kontribusi sebesar 30% dalam keberhasilan suatu
usaha. Pakan untuk ayam kampung pedaging sebenarnya sangat fleksibel
dan tidak serumit kalau kita beternak ayam pedaging, petelur atau puyuh
sekalipun. Bahan pakan yang bisa diberikan antara lain : konsentrat, dedak,
jagung, pakan alternatif seperti sisa dapur/warung, roti BS, mie instant
remuk, bihun BS, dan lain sebagainya. Yang terpenting dalam menyusun
atau memberikan ransum adalah kita tetap memperhatikan kebutuhan
nutrisi ayam kampung yaitu protein kasar (PK) sebesar 12% dan energi
metabolis (EM) sebesar 2500 Kkal/kg.
Jumlah pakan yang diberikan sesuai tingkatan umur adalah sebagai
berikut : 7 gram/per hari sampai umur 1 minggu, 19 gram/per hari sampai
umur 2 minggu, 34 gram/per hari sampai umur 3 minggu, 47 gram/per hari
sampai umur 4 minggu, 58 gram/per hari sampai umur 5 minggu, 66
gram/per hari sampai umur 6 minggu, 72 gram/per hari sampai umur 7
minggu, 74 gram/per hari sampai umur 8 minggu
Sedangkan air diberikan secara ad libitum (tak terbatas) dan pada
tahap-tahap awal pemeliharaan perlu dicampur dengan vitamin+antibiotika.
Wahju (1997) menyatakan bahwa ada hubungan antara kandungan
energi dalam ransum dengan konsumsi ransum. Penelitian pada beberapa
ransum yang mengandung tingkat energi antara 2800 sampai dengan 3300
kkal/kg ransum menunujukkan bahwa makin tinggi kandungan energinya
maka makin sedikit jumlah arnsum yang dikonsumsi. Penelitian mengenai
pengaruh berbagai tingkat energi dalam ransum terhadap performans ayam
pedaging yang dilakukan Togotorof (1981) menghasilkan kesimpulan bahwa
tingkat energi ransum sangat nyata mempengaruhi pertambahan berat
badan ayam.
Tujuan pengelolaan pakan adalah untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku, meningkatkan kualitas pakan dan memperbaiki
penyediaan pakan. Pembuatan pakan murah diupayakan dengan
memanfaatkan bahan yang ada di sekitar lokasi intensifikasi ayam kampung
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dan sarana pembuat pakan produksi lokal. Limbah ikan akibat turn over
dapat diolah dan disijadikan dalam bentuk tepung ikan. Beberapa jenis
bahan lokal lainnya seperti jagung, dedak, limbah ikan, limbah udang serta
bekicot banyak diperoleh di sekitar lokasi kegiatan demplot pemeliharaan
ayam buras. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan pakan, meliputi
persiapan bahan baku, formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan
ayam, dan penyederhanaan proses pembuatannya.
5. Biaya Lain-lain
Disamping biaya yang dikeluarkan untuk pakan, masih ada biaya-
biaya lain yang harus dikeluarkan yaitu biaya untuk membeli obat-obatan
dan penyusutan kandang. Obat-obatan yang diberikan terutama adalah
vaksin ND untuk mencegar penyakit New Castle Disease atau lebih dikenal
oleh peternak sebagai penyakit ND atau penyakit tetelo, yang biasa
diberikan pada ayam buras dengan sistem 4-4-4 ( 4 hari, 4 bulan, dan
diulang setiap 4 bulan sekali). Selain itu untuk melengkapi kebutuhan zat-zat
makanan dalam ransum diberikan pula pakan tambahan berupa suplemen
vitamin dan suplemen mineral.
C. Penyuluhan
Upaya pengenalan teknik fermentasi ini hanya dapat dilakukan bila
petani/peternak mempunyai pengetahuan yang cukup disertai dengan kesadaran
dan kemampuan bahwa kondisi lebih baik yang diharapkan dapat diupayakan
untuk dicapai, yaitu melalui proses adopsi inovasi. Proses adopsi inovasi adalah
merupakan suatu proses perubahan mental sejak mulai mendengar ide baru
sampai diterimanya/dipraktekan ide tersebut (Slamet dan Asngari, 1979). Proses
adopsi meliputi lima tahap, yaitu fase kesadaran, fase minat, fase pemikiran, fase
percobaan, dan fase adopsi. Masing-masing tahap membutuhkan waktu untuk
mencapainya. Akan tetapi dapat dipercepat melalui program pendidikan, dalam
hal ini pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan penyuluhan.
Penyuluhan menurut Tarya (1979), adalah suatu sistem pendidikan diluar
sekolah dimana orang dewasa dan orang muda belajar sambil mengerjakan.
Sistem pendidikan yang dimaksudnya adalah proses pendidikan masyarakat
pedesaan mengenai bagaimana cara hidup yang lebih baik sambil belajar
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
meningkatkan usaha taninya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
penyuluhan dalam bidang peternakan adalah merupakan kegiatan pendidikan
non formal dalam menimbulkan perubahan perilaku. Perilaku yang menjadi
sasaran perubahan adalah mengenai sikap mental, pengetahuan bertambah, dan
keterampilan bertambah.
Sisi lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan penyuluhan adalah bagai
mana pesan pembaharuan dapat disampaikan secara efektif dan efisien. Untuk
itu dibutuhkan proses komunikasi yang tepat sesuai dengan tahapan adopsi.
Dalam proses komunikasi setidaknya ada lima unsur yang harus diperhatikan,
yaitu pesan yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, sumber pesan yang dapat
dipercaya, saluran penyampaian, penerima pesan, dan umpan balik. Dengan cara
memperhatikan cara komunikasi dan kelompok sasaran, diharapkan penyuluhan
yang disampaikan lebih mudah untuk diadopsi dan petani-ternak lebih
mengetahui, memahami, serta lebih terampil dalam melakukan usaha ternaknya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
METODE PELAKSANAAN
A. Prosedur Pelaksanaan
a. Bahan
Kebutuhan protein untuk ayam buras pedaging adalah 19-20, dengan
energi sekitar 2900 Kcal dengan formulasi sbb :
Jagung giling 50%,
Dedak halus 30%,
Bungkil Kelapa 10%,
Tepung Ikan 5 %,
Bekicot 5%
b. Pendekatan
Kegiatan Demonstrasi Plot (Demplot) akan dilaksanakan dengan
pendekatan partisipatif dalam menunjukkan teknologi formulasi pakan
murah dan berkualitas untuk ayam buras melalui pendayagunaan limbah
pertanian dan agroindustri untuk mendukung ketersediaan pakan yang
kontinue.
c. Persiapan Pelaksanaan
Persiapan
1. Penelusuran hasil-hasil penelitian teknologi pemanfaatan limbah
pertanian dan agroindustri sebagai sumber pakan ternak ayam
buras yang potensial
2. Identifikasi sebaran teknologi formulasi pakan murah
berkualitas untuk ternak ayam buras di Kabupaten Maros;
3. Identifikasi FMA yang membutuhkan teknologi formulasi pakan
murah berkualitas di Kabupaten Maros;
4. Identifikasi dan inventarisasi potensi sumberdaya limbah
pertanian dan agroindustri yang tersedia untuk formulasi pakan
murah berkualitas di Kabupaten Maros;
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pembentukan Tim Pelaksana
Pelaksana kegiatan adalah Tim yang terdiri dari Penyuluh ,
Peneliti dan Teknisi BPTP Sulawesi Selatan yang bidang keahliannya
sesuai dengan teknologi yang di Uji Coba/didemonstrasikan, serta
melibatkan penyuluh di tingkat kabupaten
Penyediaan Bahan Diseminasi
media yang disediakan adalah Juknis pelaksanaan demplot
dalam bentuk folder. yang memuat informasi tentang limbah
pertanian dan agroindustri yang potensial sebagai bahan baku pakan
murah berkualitas
Koordinasi
Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah
P3TIP/FEATI, Dinas terkait, BPP dan Gapoktan untuk penyampaian
kegiatan yang akan dilaksanakan, data lokasi dan Gapoktan
pengelolah FMA FEATI, jadwal tanam yang telah disepakati oleh
kelompok serta pengadaan sarana produksi
Penetapan Lokasi dan Peternak Pelaksana
Penetapan lokasi Uji Coba/Demonstrasi dilakukan bersama
sama pengelolah FEATI Kabupaten dan Penyuluh lapangan dengan
persyaratan bahwa. : 1) Lokasi kegiatan Uji Coba/demonstrasi
adalah lokasi P3TIP/FEATI; 2) letaknya berada dipinggir jalan; 3)
mudah dijangkau sehingga dapat dilihat oleh peternak sekitar; 4)
bebas dari banjir, kekeringan; 5) tidak jauh dari jalan yang dilewati
kendaraan roda 2 atau roda 4. Persyaratan peternak
pelaksana/kooperator adalah : 1) ketua Gapoktan pengelola FMA
FEATI atau anggota Gapoktan yang dominan mengusahakan
komoditi yang didemonstrasikan dan membutuhkan teknologi
tersebut; 2) Peternak kooperator sebaiknya inovatif; 2) mudah diajak
kerjasama dalam pelaksanaan kegitan ; 3) dan dapat menggerakkan
kelompok tani lainnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pelaksanaan
Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan pada bulan Januari 2012 sampai
dengan Desember 2012.
Lokasi
Kegiatan ini akan dilaksanakan di Dusun Bajiareng, Desa
Bonto Bahari, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros dengan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi FEATI/P3TIP.
Peternak Pelaksana
Idrus Bora (ketua Posluhtan Sipakatau)
Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan
Sosialisasi teknologi dilakukan mengawali kegiatan demonstrasi
bertujuan untuk menyampaikan teknologi yang akan diintroduksi.
Pertemuan ini dilakukan di lokasi kegiatan sebagai nara sumber yaitu
Peneliti dan Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan dihadiri oleh peternak
pelaksana, peternak anggota Gapoktan/Gapoktan lain yang
mengusahakan ayam buras , para penyuluh, petugas dari Instansi
terkait dan Pemda. Pada pertemuan ini interaksi yang dilakukan melalui
media cetak dan dialog antara nara sumber dan peternak-peternak
ayam buras yang tergabung dalam posluhtan Sipakatau.
FGD (Focus Group Discussion)
Kegiatan ini bertujuan menggali informasi kemampuan/
penguasaan teknologi, kebiasaan peternak dalam mengelola
usahataninya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah
yang dihadapi. Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA
tentang pilihan jenis bahan pakan dari limbah pertanian untuk
diformulasi menjadi pakan murah berkualitas. Focus Group Discussion
yang melibatkan peternak kooperator dan anggotanya. Hal tersebut
dilakukan untuk memperoleh kesepakatan rakitan teknologi dengan
peternak koopertaor.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
B. Aplikasi Teknologi
1. Memperkenalkan limbah-limbah pertanian yang dapat
dijadikan sumber pakan murah berkualitas dan kandungan
nutrisinya
2. Menunjukkan cara formulasi pakan murah berkualitas
3. Melibatkan peternak-peternak secara aktif dalam setiap
aktivitas demonstrasi teknologi formulasi pakan murah
berkualitas
4. Setiap tahapan aplikasi teknologi, menghadirkan beberapa
FMA untuk melihat secara langsung formulasi pakan murah
berkualitas
5. Formulasi pakan murah berkualitas untuk 100 kg adalah :
Jagung giling 50 kg
Dedak halus 30 kg
Bungkil Kelapa 10 kg
Tepung Ikan 5 kg
Bekicot 5 kg
C. Pengamatan
Data yang dikumpulkan adalah :
1. Karateristik peternak anggota FMA yang terlibat
2. Alokasi waktu berdasarkan komponen aktivitas dalam
demonstrasi teknologi formulasi pakan murah berkualitas
(tingkat partisipasi peternak-peternak )
3. Alokasi kemampuan penginderaan (telinga, mata, tangan)
menyerap informasi teknologi dalam proses belajar melalui
demonstrasi (tingkat partisipasi peternak-peternak)
4. Respon, tanggapan dan komentar peternak-peternak
terhadap teknologi yang didemonstrasikan melalui dialog,
wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi :
a. Tingkat pengetahuan, pemahaman, kemampuan
teknis, dalam menerapkan teknologi yang
didemonstrasikan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
b. Masalah yang ada jika teknologi diterapkan
c. Kemungkinan untuk dilanjutkan musim berikutnya
5. Data tingkat kepuasan peternak-peternak anggota kelompok
terhadap teknologi yang di Uji Coba/Demonstrasi terkait
dengan karakter teknologi introduksi, yang meliputi :
a. Kelebihan teknologi yang diintroduksi
b. Kekurangan teknologi yang diintroduksi
6. Data penggunaan Dana Non APBN/LOAN dalam pembiayaan
kegiatan Demonstrasi
D. Analisa Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis :
1. Analisis statistik sederhana untuk melihat kelayakan teknis teknologi
kaitannya dengan perimbangan harga pakan dan harga daging
2. Kelayakan financial pakan murah berkualitas ditentukan berdasarkan
imbangan antara tambahan penerimaan dengan tambahan biaya akibat
penerapan teknologi introduksi atau Marginal benefit cost ratio (MBCR).
MBCR
:
Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)
Total Biaya (B) – Total Biaya (P)
i. Keterangan : B : Teknologi Baru ; P : Teknologi Peternak
3. Analisis deskriptif untuk melihat tingkat partisipasi FMA terkait dengan
alokasi waktu, alokasi kemampuan penginderaan, faktor internal dan faktor
eksternal peternak
4. Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan peternak terkait
preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan
a. Analisis respon peternak-peternak dalam FMA untuk mengetahui
kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya peternak dengan
teknologi yang didemonstrasikan
b. Analisis risiko untuk mengetahui resiko yang mungkin terjadi selama
kegiatan ini berlangsung dan penanganan resiko.
c. Analisis porsi dana non APBN/LOAN :pembiayaan demonstrasi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
E. Temu Lapang
Kegiatan ini dilakukan pada setiap tahapan aplikasi teknologi dan
menjelang akhir kegiatan, untuk lebih meningkatkan pemahaman peternak
dan kemungkinan penerapannya lebih lanjut.
F. Pelaporan dan Seminar Hasil
Kegiatan ini dilakukan menjelang akhir kegiatan. Setelah data primer
terkumpul, diolah dan dianalisis, untuk penyusunan laporan dan selanjutnya
dilakukan seminar untuk menampung saran dan perbaikan, sehingga laporan
dianggap layak dan dapat dipahami oleh yang memerlukan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Lokasi Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan demonstrasi dilaksanakan di desa Bonto Bahari Kecamatan
Bontoa Kabupaten Maros. Desa Bonto Bahari merupakan salah satu desa
penghasil ayam buras di kabupaten Maros. Jarak dari ibu kota kecamatan 5 km
dengan waktu tempuh 15 menit dan jarak dari ibu kota kabupaten 20 km
dengan waktu tempuh 1 jam. Jumlah penduduk desa Bonto Bahari sebanyak
1.378 jiwa. Jumlah penduduk yang mengusahakan ayam buras di desa Bonto
Bahari sebanyak 188 kk dengan berat badan yang diperoleh rata-rata 650
gr/ekor ayam.
Eksistensi kelembagaan pertanian di wilayah ini meliputi kelembagaan
peternak yaitu kelompoktani dan Gapoktan, kelembagaan keuangan berupa BRI
Unit, kelembagaan penyuluhan berupa Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan
berinteraksi baik dengan peternak di wilayahnya, kelembagaan pemasaran
berupa pasar tradisional tingkat kecamatan yang beroperasi 2 kali seminggu. Di
pasar ini juga sebagian besar peternak melakukan transaksi pembelian sarana
produksi dan penjualan hasil produksi.
B. Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak perlu menjadi pertimbagan dalam proses transfer
teknologi karena kondisi internal tersebut berperan dalam berbagai proses yang
dilalui seseorang dalam berinteraksi dengan hal-hal inovatif. Karakteristik
secara internal digambarkan oleh umur, tingkat pendidikan formal, luas
pemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga serta pengalaman dalam
berusaha ternak sapi secara berturut-turut akan dibahas dan disajikan dalam
tabel-tabel berikut .
Umur Peternak
Kemampuan fisik seorang peternak dalam melaksanakan usahataninya
sangat dipengaruhi oleh faktor umur. Demikian juga dengan kinerja
seseorang akan sejalan dengan pertambahan umur. Semakin tinggi umur
seseorang, maka kemampuan bekerja akan meningkat sehingga
produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu. Secara
detail akan diurai dan dibahas kemudian disajikan dalam tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 1. Distribusi Peternak Menurut Umur pada
Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan ayam Buras di Kabupaten
Maros , 2012.
No. Umur (thn) Jumlah Peternak
(org)
Prosentase (%)
1. < 30 4 13
2. 30 – 35 5 17
3. 36 – 40 6 30
4. 41 – 45 5 17
5. 46 – 50 10 33
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
peternak berada pada usia 46 – 50 tahun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada umumnya peternak berada pada usia produktif yaitu kisaran
usia 17 – 65 tahun, sehingga secara fisik masih memiliki kemampuan yang
cukup baik untuk melakukan aktivitas usahatani dan usaha ternaknya.
Termasuk di dalamnya menerapkan berbagai teknologi yang tersedia untuk
meningkatkan kinerja usahanya. Namun demikian masih perlu bimbingan
lebih lanjut untuk menerapkan suatu komponen teknologi, karena tingkat
ketrampilan seseorang akan dapat dicapai dengan meningkatkan frekuensi
aktivitas yang sama.
Tingkat Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang cukup penting dalam
usaha ternak, karena usaha peternakan ayam buras pedaging membutuhkan
kecakapan, pengalaman serta wawasan tertentu terutama dalam hal
mengadopsi teknologi dan keterampilan dari tenaga ahli yang dipekerjakan
di awal suatu usaha peternakan. Oleh karena itu tingkat pendidikan sangat
berpengaruh dalam upaya pengembangan usaha. Tingkat pendidikan formal
juga merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kapasitas
sumberdaya manusia. Namun peningkatan kapasitas seseorang dapat
ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan pendidikan formal,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dimana makin tinggi tingkat pendidikan formal peternak akan semakin
rasional pola pikir dan daya nalarnya, sehingga akan lebih cepat memahami
fenomena yang ada, yang selanjutnya akan menanamkan pengertian, sikap
dan mempengaruhi kemampuan peternak untuk bertindak lebih tanggap
terhadap suatu inovasi teknologi. Untuk lebih meyakini bahwa tingkat
pendidikan formal seseorang sangat mempengaruhi pembentukan opini,
pembentukan sikap, akan diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 2.
Distribusi Peternak Menurut Pendidikan Formal pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
No. Tingkat Pendidikan
Jumlah Peternak (org)
Prosentase (%)
2. SD 15 20
3. SMP 6 50
4. SMA 9 32
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
peternak memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, karena mayoritas
sudah pada tingkat pendidikan menengah sehingga memberikan gambaran
kapasitas yang cukup optimal untuk melakukan interaksi dengan dunia luar.
Kapasitas tersebut salah satunya adalah kemampuan mengakses informasi
dan teknologi relatif lebih baik. Meskipun dalam berkomunikasi masih
sangat terpengaruh oleh kebudayaan setempat yang melekat kuat sehingga
masih terdapat kendala dalam transfer teknologi.
Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dialogis untuk berinteraksi
sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan
memudahkan upaya transfer teknologi ke depan. Kualitas interaksi yang
baik akan menghasilkan komunikasi yang timbal balik, dalam arti akan
terjadi umpan balik secara alami.
Pengalaman Berusahatani
Pengalaman merupakan ujung tombak dari suatu proses penemuan, dimana
pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam hal ini peternak-peternak
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
akan menjadi referensi bagi pengembangan usahatani-ternaknya ke depan.
Oleh sebab itu sangatlah penting menggambarkan pengalaman karena
merupakan penggambaran tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki,
pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-
ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah. Hal tersebut akan
diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 3.
Distribusi Peternak Menurut Pengalaman Berusahatani pada
Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kabupaten Maros , 2012.
No. Pengalaman Berusahatani (thn)
Jumlah Peternak (org)
Prosentase (%)
1. < 5 tahun 3 10
2. 5 – 10 tahun 6 20
3. 11 – 20 tahun 6 20
4. > 20 tahun 15 50
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
peternak-peternak memiliki pengalaman yang sudah cukup banyak yaitu >
20 tahun, yang menjadi indikator bahwa banyak pengetahuan yang sudah
dimiliki mereka dalam pemeliharaan ayam buras, sehingga dengan
melakukan interaksi dan komunikasi yang baik akan lebih mudah
berlangsungnya proses transfer teknologi. Namun demikian teknologi
formulasi pakan murah berkualitas yang menggunakan bahan lokal
merupakan hal baru bagi mereka sehingga akan membawa dampak pada
peningkatan mutu pemeliharaan ayam buras.
Kondisi usaha ternak ayam buras yang dikelola Peternak masih
sangat tradisional, sehingga peluang untuk meningkatkan produksi dan
pendapatran masih terbuka lebar yang didukung dengan ketersediaan
sumberdaya pertanian yang memiliki potensi limbah yang cukup banyak.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Kepemilikan Ayam
Syarat utama ayam buras pedaging adalah jumlah ayam yang akan
digemukkan, dan merupakan salah satu faktor produksi. Pada umumnya
peternak hanya memiliki 30 – 200 ekor per rumah tangga tani. Kepemilikan
ini juga dipengaruhi oleh tingkat kemampuan mengelola usaha dan
kepemilikan modal. Di samping itu juga pada umumnya peternak masih
berusahatani di tambak untuk menopang kebutuhan pangan keluarga.
Secara tradisional pengembangan ayam buras, peternak hanya
mengandalkan sisa-sisa makanan, sehingga perlu pengembangan formulasi
pakan yang murah dan berkualitas untuk mendukung program
penggemukan ayam buras. Ayam buras sebagai aset usahatani peternak,
namun demikian untuk lebih meningkatkan produktivitasnya perlu dikelola
dengan optimal dan bijaksana. Hal tersebut terkait dengan kelestarian
sumberdaya. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.
Distribusi Peternak Menurut Kepemilikan Ternak Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
No. Kepemilikan ternak (ekor)
Jumlah Peternak (org)
Prosentase (%)
1. <50 16 53,3
2. 50 – 100 13 43,3
3. > 100 1 0,33
Jumlah 30 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat
kepemilikan ternak ayam yang masih relatif kecil sehingga berpotensi untuk
dikembangkan dalam suatu kelompok untuk lebih mengefisienkan dan
mengefektifkan penggunaan teknologi. Hal tersebut ditempuh agar dapat
diperhitungkan tingkat kelayakan usaha ayam buras pedaging di tingkat
peternak. Dalam mengoptimalkan manfaat teknologi budidaya ayam buras
yang berkualitas dapat diketahui juga nilai tambah dari investasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
C. Kondisi Awal Peternak (Pengetahuan)
Proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui
saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari
sistem social, membutuhkan waktu yang relative cukup. Hal tersebut sejalan
dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an
innovation is communicated through certain channels over time among the
members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu
bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-
pesan yang berupa gagasan baru.
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi
dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan
inovasi. Keputusan inovasi tersebut dapat diperkuat oleh data awal yang
diperoleh melalui identifikasi pengetahuan awal yang dimiliki peternak tentang
teknologi yang akan di introduksi melalui kegiatan ujicoba/demonstrasi.
Pengetahuan awal peternak dalam kegiatan ini diuraikan secara jelas dalam
tabel berikut :
Tabel 5.
Pengetahuan Awal Peternak Tentang Teknologi Introduksi pada
Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kabupaten Maros , 2012.
No. Uraian Pengetahuan (N=30)
Prosentase (%)
Ya Tidak Ya Tidak
1. Informasi Teknologi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Pakan
10 20 33,3 66,6
2. Potensi Bahan Baku yang
tersedia
7 23 23,3 76,7
3. Potensi Dedak Padi sebagai bahan baku pakan
13 17 43,3 56,7
4. Potensi bungkil kelapa sebagai bahan baku pakan
5 25 16,7 83,3
5. Potensi Limbah udang sebagai bahan baku pakan
5 25 16,7 83,3
6. Potensi Limbah ikan sebagai bahan baku pakan
7 23 23,3 76,7
7. Potensi Keong Mas sebagai bahan baku pakan
5 25 16,7 83,3
Jumlah 52 158 173,3 526,6
Rata-rata 7,4 22,6 24,77 75,23
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
peternak tentang potensi limbah pertanian sebagai bahan baku pakan maupun
jenis-jenis limbah pertanian yang dapat dijadikan bahan baku pakan relatif
kurang (24,77%). Meskipun potensi bahan baku pakan lokal yang dapat
dimanfaatkan tersedia cukup banyak di lokasi. Hal tersebut merupakan
indikator bahwa teknologi yang akan didemonstrasikan memiliki peluang untuk
dapat diterima dan diterapkan karena ketersediaan bahan demonstrasi cukup
baik dari aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya terjamin.
Sumber energi, termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan
pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan
konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan
sumber energi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : (a) kelompok hasil
sampingan tanaman perkebunan (bungkil kelapa); dan (b) limbah penggilingan
(dedak padi).
Sumber protein Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan
ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari
hewan/tanaman). Pada kegiatan ini sumber protein dalam formulasi pakan
murah digunakan bahan yang dihasilkan dari hewan/tanaman (tepung ikan,
tepung udang , bekicot, bungkil kelapa dan sebagainya).
Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman
maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan
konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur,
pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang).
Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan
penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi
kandungan vitamin dan mineralnya. Sumber vitamin dan mineral, yang
digunakan dalam kegiatan ini diharapkan berasal dari ikan dan keong mas yang
akan digiling menjadi tepung, karena cukup tersedia.
D. Kinerja Teknis Teknologi Introduksi
Melalui teknologi yang diaplikasikan dalam kegiatan ini, menunjukkan
bahwa antusias peternak dalam mempelajari kandungan gizi pakan,
pencampuran pakan sangat tinggi sehingga memberikan efek yang baik
terhadap pertambahan bobot badan harian ayam buras yang dipeihara. Kinerja
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
teknis teknologi yang akan diurai dan dibahas meliputi penimbangan ayam
untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH). Dimana tingkat
efektivitasnya ditunjukkan oleh besarnya tingkat kenaikan berat badan. Secara
detailnya akan diuraikan dalam tabel berikut :
Tabel 6.
Kinerja Teknis Teknologi pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
Pertambahan Bobot Berat
Ayam (gr)
Minggu
Awal I II III IV V VI VII
1 150 241 335 512 605 785 867 925
2 150 245 329 520 610 762 853 922
3 140 232 323 508 602 746 823 914
4 150 234 331 530 624 747 842 915
5 140 235 328 511 613 721 807 901
6 145 231 331 514 608 724 810 912
7 150 241 352 551 642 754 865 964
8 140 222 323 517 606 743 828 904
9 150 245 332 518 614 725 849 938
10 145 236 324 521 618 743 829 926
Jumlah 1.460 2.262 3.308 5.202 6.142 7.450 8.373 9.221
Rata-Rata 146 226,2 330,8 520,2 614,2 745,0 837,3 922,1
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot
badan setiap kali penimbangan, namun demikian laju peningkatannya sangat
bervariasi.
Hasil kegiatan pemeliharaan ayam buras ini juga membrikan rata-rata
pertambahan bobot badan harian sebesar 15,83 gr/ekor/hari. Uraian data PBBH
ayam buras yang dipelihara dituangkan dalam tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 7.
Data Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Buras pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
BERAT BADAN AYAM
BB AWAL (gr) BB AKHIR (gr)
SELISIH (gr)
PBB (gr/hari)
1 150 925 775 15,82
2 150 922 772 15,76
3 140 914 774 15,80
4 150 915 765 15,61
5 140 901 761 15,53
6 145 912 767 15,65
7 150 964 814 16,61
8 140 904 764 15,59
9 150 938 788 16,08
10 145 926 781 15,84
Jumlah 1.460 9.221 7.761 158,29
Rata-rata 146 922,1 776,1 15,83
Sumber : Analisis Data Primer
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dalam pemeliharaan ayam buras
sangat ditentukan oleh sistem atau pola yang dikembangkan. Dalam hal ini
bahwa setiap pola atau model pemeliharaan ayam buras yang dikembangkan
perlu perencanaan yang matang sehingga seluruh komponen yang berpengaruh
dalam berlangsungnya pemeliharaan/penggemukan dapat dikendalikan dengan
baik.
Pembelajaran penting dalam usaha pemeliharaan/penggemukan ayam
buras adalah penerapan sistem manajemen yang baik yang disertai dengan
kemampuan manajerial pengelola. Dalam pemeliharaan/penggemukan ayam
semua komponen manajeman diterapkan, mulai dari perencanaan, pengaturan,
pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan mutlak harus dilakukan.
Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam
suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh peternak, penyuluh dan peneliti
sebagi nara sumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
macam yang akan diujicoba/demonstrasikan sesuai dengan kondisi spesifik
lokasi dan kemampuan peternak secara teknis untuk menerapkan teknologi.
Banyak teknologi yang ditawarkan kepada peternak, namun tidak semua
teknologi dapat diterima oleh peternak, terlebih lagi kalau bukan kebutuhan
peternak. Apabila kita mengharapkan peternak akan mengadopsi teknologi
tersebut, harus diyakini bahwa hal itu merupakan kebutuhan yang benar-benar
diingikan oleh peternak. Suatu teknologi akan menjadi kebutuhan apabila dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi peternak. Sehingga dibutuhkan
identifikasi masalah yang tepat; karena sesuatu yang kita anggap masalah,
belum tentu menjadi masalah pula bagi orang lain, kemudian jikapun
permasalahan itu benar dirasakan oleh peternak, belum tentu penyelesaian
yang ditawarkan melalui intervensi teknologi sesuai dengan kondisi peternak
secara ekonomi, teknis, social dan budayanya.
Dari kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan
kegiatan FGD untuk memperoleh rancangan dan desain teknologi yang
disepakati dan siap untuk di demonstrasikan kepada peternak. Kesepakatan
yang dicapai melalui hasil musyawarah dan diskusi tentang kandungan gizi
bahan pakan, ketersediaan bahan pakan di lokasi dari aspek kuantitas, kualitas
dan kontinuitasnya, dan teknis pengolahannya.
Setelah dicapai kesepakatan tentang jenis bahan baku yang digunakan
maka dilakukan formulasi pakan dengan pengaturan sesuai dengan
karakteristik bahan baku tersebut dan kebutuhan ayam yang akan diberi pakan
dengan mempertimbangkan pertambahan bobot badan ayam yang diinginkan.
Selanjutnya akan diuraikan secara jelas karakteristik teknologi yang
diintroduksi berdasarkan komponen-komponen aktivitas yang menjadi bagian
dari teknologi tersebut, dalam tabel berikut ini :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 8.
Karakteristik Teknologi Introduksi pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
No. Paket/Komponen Teknologi
Karakter Teknologi Introduksi
Kelebihan Kekurangan
1. Pengumpulan bahan Baku pakan
Bahan baku pakan berupa limbah pertanian banyak
tersedia Memiliki
kandungan gizi yang baik
Membutuhkan tempat penyimpanan
yang aman dan baik
2. Penggilingan Bahan
Baku pakan
Teksrturnya lebih
lembut Mudah dicerna
oleh sapi Memudahkan
penyimpanan
Butuh peralatan
khusus Butuh biaya
untuk penggilingan
3. Menformulasi Pakan Murah
Bahan baku pakan
memiliki kandungan gizi yang lengkap dan
seimbang Bahan baku pakan
memiliki nilai
ekonomi yang murah
Membutuhkan
pengetahuan untuk menghitung
kesesuaiannya dengan kebutuhan
ternak
4. Penimbangan Bahan Baku Pakan
Takaran yang dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan ternak
Kesulitan penimbangan
dalam jumlah banyak
5. Pencampuran Pakan Murah
Formulasi pakan yang lengkap dan
seimbang
Kesulitan pencampuran
dalam jumlah banyak
6. Pengemasan Pakan
Murah
Pakan lebih aman
dan bisa bertahan
Butuh biaya
tambahan untuk pengemasan
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan uraian tabel di atas menunjukkan bahwa karakteristik
teknologi yang dilakukan berdasarkan pada kelebihan dan kekurangan
masing-masing komponen aktivitas. Untuk itu dibutuhkan strategi dalam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
memilih teknologi yang akan diterapkan, demikian juga dengan seorang
peternak membutuhkan strategi dalam memilih teknologi yang tepat guna
antara lain dengan melakukan karakterisasi terhadap teknologi tersebut.
Hasil karakterisasi teknologi menunjukkan bahwa suatu teknologi yang
ditawarkan akan memberikan keuntungan yang relative lebih besar, dari nilai
yang dihasilkan oleh teknologi lama, maka adopsi akan berjalan lebih cepat.
Untuk itu dapat dilakukan dengan cara; bandingkan kelebihan dan
kekurangan teknologi introduksi dengan teknologi yang sudah ada,
kemudian identifikasi teknologi dengan biaya rendah atau teknologi yang
produksinya tinggi. Kelebihan teknologi introduksi berdasarkan komponen
aktivitas sebanyak 10 poin sementara kekurangannya hanya 7 poin.
Gambaran ini menunjukkan bahwa indikator diterimanya suatu teknologi
oleh peternak sebagai pengguna teknologi. Selain itu juga, suatu teknologi
juga harus memiliki kompatibilitas yaitu mempunyai keterkaitan dengan
sosial budaya, kepercayaan dan gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan
keperluan yang dirasakan oleh pengguna. Selain itu teknologi harus mudah
untuk diamati, sehingga banyak adopter yang mampu menggunakannya
dengan meniru tata pelaksanaannya tanpa bertanya kepada para ahlinya.
Dengan demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah adopter akan
meningkat.
Untuk melihat partisipasi peternak dalam kegiatan maka perlu direkam
waktu yang dicurahkan pada komponen aktivitas yang dilakukan selama
pelaksanaan ujicoba/demonstrasi teknologi. Partisipasi peternak cukup
tinggi, karena adanya ketertarikan terhadap teknologi yang diintroduksi,
selain mudah dilakukan secara teknis, secara ekonomis efisien dan secara
sosial budaya sesuai dengan kebiasaan peternak setempat. Secara jelas
akan diuraikan dalam tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 9.
Partisipasi Peternak Berdasarkan Komponen Aktivitas pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
No. Uraian Partisipasi (N=30) Prosentase (%)
Ya Tidak Ya Tidak
1. Sosialisasi 30 - 100 -
2. FGD 30 - 100 -
3. Pengumpulan bahan baku pakan
10 20 33,3 66,7
4. Penjemuran Bahan baku pakan
5 25 16,7 83,3
5. Penggilingan Bahan Baku
Pakan
5 25 16,7 83,3
6. Formulasi Pakan Murah berkualitas
30 - 100 -
7. Penimbangan Pakan 30 - 100 -
8. Pencampuran Pakan 30 - 100 -
9. Penimbangan ayam 30 - 100 -
10. Temu Lapang 30 - 100 -
Jumlah 230 70 786,7 233,3
Rata-rata 23,0 7,0 78,7 23,3
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan uraian dalam tabel di atas, menunjukkan bahwa tingkat
partisipasi peternak secara keseluruhan cukup baik (78,7%) dan tingkat
partisipasi tertinggi pada 7 (enam) komponen aktivitas, sementara yang
terendah pada komponen aktivitas yaitu penjemuran dan penggilingan bahan
baku sebesar (16,7%). Hal ini juga menjadi masalah dalam penerapan
teknologi pakan murah ini, karena terbatasnya jangkauan peternak terhadap
mesin penggiling bahan baku pakan, kemudian disusul oleh aktivitas
pengumpulan bahan baku (33,3%)
Selain partisipasi peternak berdasarkan komponen aktivitasnya, maka
akan diamati pula partisipasi berdasarkan kemampuan penginderaannya dalam
setiap tahapan pelaksanaan aktivitas secara lebih jelas akan diuraiakan dalam
tabel berikut.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 10.
Partisipasi Berdasarkan Kemampuan Penginderaan Peternak pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kabupaten Maros , 2012.
No. Uraian Partisipasi (N=30)
Melihat Mendengar Bicara Melakukan
1. Sosialisasi 30 30 15 -
2. Pengumpulan Bahan
Baku Pakan
10 30 - 10
3. Penjemuran Bahan Baku Pakan
5 30 - 5
4. Penggilingan Bahan Baku Pakan
5 30 7 5
5. Menformulasi Pakan Murah
30 30 10 6
6. Penimbangan Bahan
Baku Pakan
30 30 10 4
7. Pencampuran Pakan Murah
30 30 10 5
8. Pengemasan Pakan Murah
30 30 8 5
Jumlah 170 240 60 40
Rata-rata 21,25 30 7,5 5,0
Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Berdasarkan uraian dalam tabel di atas menunjukkan bahwa partisipasi
peternak berdasarkan kemampuan penginderaan dalam setiap komponen
aktivitas yang dilakukan dalam beberapa temu lapang, partisipasi tertinggi
hanya pada kemampuan mendengar (35) disusul dengan kemampuan melihat
(21,25) sementara kemampuan ikut memberikan pertanyaan hanya (7,5) dan
ikut terlibat melakukan aktivitas relatif masih rendah (5,0). Namun harapan ke
depan para peternak diharapkan dapat menerapkan informasi teknologi yang
telah diperolehnya.
Selanjutnya akan diuraikan dalam tabel respon, tanggapan dan
komentar peternak terhadap teknologi yang diuji cobakan yang meliputi
pengetahuan, pemahaman, kemampuan teknis, masalah yang dihadapi dan
peluang keberlanjutannya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
E. Kinerja Ekonomi Teknologi Introduksi
Dalam teknologi pemeliharaan ayam buras hasil yang diperoleh
tergantung dari jenis bibit yang dipelihara, cara pemeliharaan dan teknologi
apa yang diterapkan dalam pemeliharaan tersebut. Hasil demplot teknologi
pemeliharaan ayam buras tersebut diperoleh hasil rata-rata kenaikan berat
badan ayam sebesar 15,83 gr/ hr.
Analisis finansial dalam teknologi pemeliharaan ayam buras akan
diuraikan berikut ini, terdiri dari beberapa input antara lain (1) Biaya sarana
produksi; dan (2) Biaya tenaga kerja, untuk mengetahui besarnya biaya yang
dikeluarkan dan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh. Adapun biaya
produksi yang dikeluarkan, penadapatan yang diperoleh dan keuntungan yang
didapat, secara rinci disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 11.
Analisis Usahatani pada Ujicoba/Demonstrasi Plot Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kab. Maros , 2012
No.
Uraian
Teknologi Introduksi
Volume
Harga Sat. (Rp)
Nilai (Rp)
A. Biaya Produksi
1 Biaya sarana produksi 1.937.500
Bibit 100 ekor 3.000 300.000
Jagung Giling 150 kg 3.500 525.000
Dedak halus 90 kg 3.500 315.000
Bungkil Kelapa 30 kg 3.500 105.000
Limbah ikan 5 kg 12.500 62.500
bekicot 5 kg 5.000 25.000
Mineral Mix 5 kg 40.000 200.000
TM 10 5 kg 75.000 375.000
Vaksin ND 1 paket 30.000 30.000
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2 Biaya Tenaga Kerja
Tenaga Kerja (HOK) 38 25.000 950.000
3. Total Biaya Produksi (1 +2) 2.887.500
B. Penerimaan
Produksi ayam 100 ekor 50.000 5.000.000
1. Total Penerimaan 5.000.000
C. Keuntungan (B-A) 2.112.500
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Dari data di atas, menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara 100 ekor ayam dalam teknologi pemeliharaan ayam buras selama
satu kali musim (7 minggu) adalah sebesar Rp. 2.887.500. Dengan hasil
produksi ayam 100 ekor dengan estimasi harga jual sebesar Rp. 50.000/ekor,
maka penerimaan petani sebesar Rp. 5.000.000. Dari hasil selisih
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan oleh peternak , peternak mendapatkan
keuntungan sebesar RP. 2.112.500
Analisis selanjutnya untuk menilai tingkat kelayakan suatu teknologi
adalah pengujian dengan menggunakan tolok ukur rasio marjinal penerimaan
kotor dan biaya. Alat analisis ini juga digunakan untuk mengevaluasi teknologi
pilihan yang mungkin dapat menggantikan teknologi yang lama yang diuraikan
di bawah ini.
Tabel 12.
Analisis Usahatani Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras Cara Petani di Kab. Maros, 2012
No.
Uraian
Teknologi
Volume
Harga Sat. (Rp)
Nilai (Rp)
A. Biaya Produksi
1 Biaya Sarana Produksi 16.385.000
Bibit 100 ekor 3.000 300.000
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Jagung Giling 200 kg 3.500 700.000
Dedak Halus 100 kg 3.500 350.000
menir 10 kg 5.000 50.000
Mineral Mix 2 kg 40.000 80.000
TM 10 2 kg 75.000 150.000
Vaksin ND 1 paket 30.000 30.000
Biaya Tenaga Kerja
Tenaga Kerja (HOK) 38 25.000 950.000
2 Total Biaya Produksi (1
+2)
2.610.000
Penerimaan
3. Produksi ayam 100 ekor 30.000 3.000.000
B. Total Penerimaan 3.000.000
1. Keuntungan (B-A) 660.000
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2012
Dari hasil yang diperoleh kemudian dilakukan analisis Kelayakan
financial teknologi pemeiharaan ayam buras yang ditentukan
berdasarkan imbangan antara tambahan penerimaan dengan tambahan
biaya akibat penerapan teknologi introduksi atau Marginal benefit cost
ratio (MBCR).
MBCR : Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)
Total Biaya (B) – Total Biaya (P)
MBCR : 5.000.000 – 3.500.000
2.887.500– 2.610.000
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
MBCR : 1.500.000
277.500
MBCR : 5.4
Dari hasil MBCR yang diperoleh sebesar 5.4 menunjukkan bahwa
dengan menerapkan teknologi pemeliharaan ayam buras yang
diintroduksi akan memberikan penambahan pendapatan sebesar Rp.5.4,-
dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-. Angka ini juga
memberikan keyakinan kepada petani bahwa dengan teknologi ini akan
memberikan peningkatan pendapatan dan keuntungan. Selanjutnya
apabila suatu teknologi akan dikembangkan dalam skala yang lebih besar
sangat layak dengan referensi MBCR tersebut.
F. Analisis Respon Petani
Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon petani terhadap
teknologi yang diujicobakan/demonstasikan dalam Teknologi
pemeliharaan ayam buras. Gambaran respon petani menunjukkan sangat
baik dan mengharapkan dilakukan di beberapa FMA lainnya khususnya di
Kecamatan Bontoa. Secara rinci tentang respon petani terhadap
teknologi pemeliharaan ayam buras akan dibahas dalam tabel berikut ini
berdasarkan tahapan proses pengambilan keputusan inovasi : antara lain
; (1) tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu
(atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami
eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi
berfungsi; (2) tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau
unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak
baik; (3) tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu
atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang
mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi; (4)
tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi; (5)
tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan
penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Tabel 13.
Respon Peternak Terhadap Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
di Kab. Maros, 2012
No.
Tahapan Proses
Pengambilan Keputusan
Komponen Teknologi (%)
Bibit Formulasi
Pakan Kandang pemeliharaan
1. Pengetahuan 80 100 80 80
2. Persuasi 80 80 60 40
3. Keputusan 80 80 60 40
4. Implementasi 80 60 40 40
5. Konfirmasi 20 30 20 20
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2012
Grafik 1. Respon Peternak Terhadap Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras
Dari tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa respon atau
tanggapan petani kooperator cukup baik, khususnya pada teknologi
pengolahan pakan, hal ini disebabkan karena dalam penerapan teknologi
tersebut banyak keuntungan yang petani bisa dapatkan diantaranya dapat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
menekan biaya untuk pembelian pakan yang sudah jadi dan peningkatan
berat badan yang cukup signifikan.
Meskipun dari beberapa teknologi yang diintroduksi tidak semuanya
mendapat respon sangat baik, tetapi yang lainnya juga sudah menunjukkan
adanya opini yang terbentuk melalui prosentase responnya. Opini secara
umum yang tersirat memberi anggapan bahwa dengan manajemen yang
baik dalam pemeliharaan ayam buras akan memberikan manfaat secara
ekonomi bagi petani peternak, keluarganya dan usahatani secara holistik.
Sementara respon yang ditunjukkan oleh petani non kooperator sudah
cukup baik juga karena mereka baru pada tahapan mengenali, mendengar
dan melihat saja tapi sudah mampu memberi tanggapan positif terhadap
teknologi pemeliharaan yang di introduksi. Tindak lanjut yang cukup efektif
yang lebih memungkinkan adalah memberikan informasi teknologi melalui
media, sehingga pencarian petani sebagai pengguna tidak berhenti pada
keterlibatannya sebagai partisipan dalam kegiatan demonstrasi plot.
Dari respon yang ditunjukkan, hasil analisis menunjukkan bahwa
kemampuan secara teknis dapat petani raih apabila diikuti oleh kemauan
keras untuk berubah dan komitmen tinggi dalam menerapkan aturan-aturan
teknis suatu teknologi. Komunikasi dan interaksi yang berlangsung sangat
ditentukan oleh peran sumber teknologi untuk mempelajari dan berusaha
melakukan penyesuaian karakteristik program dan kebutuhan petani dengan
pelayanan jasa penelitian dan penyuluhan menjadi suatu keharusan dan
dikembangkan sebagai suatu strategi pemberdayaan petani dan keluarganya
pada masa yang akan datang. Selain karena sifatnya yang dinamis, juga
sebagai konsekuensi terhadap penyediaan jasa penelitian dan penyuluhan
sebagai solusi. Seberapa besar peluang terjadinya konflik dan dinamika
konflik yang terjadi dari interaksi dan komunikasi yang dilakukan secara
cermat perlu dilakukan.
Hal lain yang menjadi sorotan petani dalam kaitannya introduksi
teknologi dengan kesesuaian kebutuhan petani adalah materi penyuluhan,
dimana penyesuaian yang dilakukan tidak terlepas dari kondisi internal dan
eksternal sasaran. Penyesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
sangat penting karena perbedaan persepsi dan interpretasi simbol sangat
menentukan kualitas interaksi dan komunikasi yang dilakukan yang dapat
mengarah pada kerjasama atau konflik.
G. Analisis Risiko
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu
kegiatan / aktivitas yang dilakukan manusia, termasuk aktivitas berusahatani dan
beternak. Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan usahatani, pasti ada
berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya
menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan.
Tujuan dari analisis resiko yang dilakukan adalah untuk memberikan
penjelasan bahwa suatu komponen teknologi memiliki keterbatasan-keterbatasan
pada saat diterapkan di lapangan, sehingga ini merupakan informasi penting bagi
penyesuaian kondisi spesifik pengguna maupun lingkungannya terhadap teknologi
yang diintroduksi.
Pada kegiatan teknologi pemeliharaan ayam buras resiko yang mungkin
terjadi dan cara mengatasi resiko tersebut dapat dilihat pada Tabel 14 berikut :
Tabel 14.
Analisis Risiko dan Cara Mengatasi Risiko yang Mungkin Terjadi pada Kegiatan
Teknologi Pemeliharaan Ayam Buras di Kab. Maros, 2012.
No. Risiko Cara Mengatasi Risiko
1. Penyakit tetelo atau
NCD (New Castle
Desease)
Pemberian vaksinasi (strain Lentogenic terutama vaksin
Hitchner B-1 dan Lasota) pada ayam pedaging
sebaiknya dilakukan pada umur tiga hari dan vaksinasi
lanjutan pada umur tiga minggu, sedangkan pada ayam
petelur pada umur tiga hari, empat minggu, tiga bulan
dan selanjutnya tiap empat bulan sesuai kebutuhan
2 Chronic Respiratory
Desease (CRD)
komplek
Langkah-langkah untuk melakukan biosecurity yang
ketat antara lain (1) melakukan pengafkiran pada ayam
yang terinfeksi, (2) membersihkan kandang dengan
tekanan air yang tinggi serta melakukan penyemprotan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kandang dengan memakai desinfektan, (3) kosongkan
kandang minimal 2 (dua) minggu setelah kandang
dibersihkan, (4) pengontrolan lalu-lintas dengan
mengontrol kendaraan yang keluar masuk lokasi
peternakan.
3. Virus Flu Burung
(Avian Influensa)
Letakkkan kandang unggas jauh dari rumah tinggal,
semprot kandang unggas dengan cairan desinfektan
ata anti kuman, jika ayam sakit segerah musnahkan
dan bakar bangkaianya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
KESIMPULAN
1. Penerapan komponen teknologi pemeliharaan ayam buras di kabupaten Maros
dapat meningkatkan pertambahan berat dari 10,20 g/hr menjadi 15,83 gr/hr
atau peningkatan berat sebesar 55,20%.
2. Nilai MBCR yang diperoleh sebesar 5.4 menunjukkan bahwa dengan
menerapkan teknologi budidaya cabai yang diintroduksi akan memberikan
penambahan pendapatan sebesar Rp.5.4,- dengan penambahan biaya input
sebesar Rp.1,-.
3. Respon atau tanggapan petani kooperator cukup baik, khususnya pada
teknologi formulasi Pakan.
4. Faktor pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pemahaman petani terhadap
suatu teknologi kaitannya dengan kemampuan berfikir dalam mengadopsi
suatu teknologi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Andi, F. 1988. Beternak Ayam buras. Buku Panduan dan Kumpulan Abstrak. Seminar Penelitian Peternakan. Jawa Tengah.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-4. Gramedia, Jakarta.
Anonimous,. 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan.
Creswell, D.C. dan B. Gunawan. 1982. Pertumbuhan Badan dan Produksi Telur
dari Lima Strain Ayam Sayur pada Sistem Peternakan Intensif. Proceeding Seminar Penelitian Peternakan, Bogor 8 - 11 Februari. Departemen Pertanian . 1984. Petunjuk Pembinaan Kelompok Peternak/Koperasi
PIR Perunggasan, Jakarta. __________________. 1989. Prospek Pengembangan Ayam Buras Menggembirakan. Buletin Informasi Pertanian No.1, Departemen
Pertanian. Dwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainuddin. 1996. Pengembangan Ternak
Berwawasan Agribisnis di Pedesaan dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian
dan Pemilihan Bibit yang Tepat. Jurnal Litbang Pertanian XV (1) : 6 – 15. Farrel, D.J. 1987. Strategics for Improving Poultry Production in South East
Asia.Proceeding The 4 th AAP Animal Science Congress, New Zealand.
Iskandar, Sofjan., E. Juarini, Dzainuddin, heti Resnawati, Broto Wibowo, dan Sumanto. 1993. Teknologi Tepat Guna Ayam Buras. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Bogor.
Kingston, D.J. and C. Capwell. 1982. Indigenous Chickens in Indonesia.Population and Production Characteristics in Five Villages in West Java. Research Institute for Animal Production. Bogor, Indonesia.
Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Pembangunan. Jakarta.
Sastroamidjojo, A.S. 1971. Ilmu Beternak Ayam Jilid I. Masa Baru, Jakarta
Slamet, M. dan P.S. Asngari. 1979. Penyuluhan Peternakan. Dirjen Peternakan, Jakarta. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III, Penerbit Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta Sujionohadi, Kliwon., Ade Iwan Setiawan. 2009. Ayam Kampung Petelur. Panebar Swadaya. Jakarta. Tarya, J.S. 1998. Dasar-dasar Ilmu Penyuluhan Pertanian. Badan Penerbit dan
Bursa Buku Fakultas Pertanian Unpad, Bandung. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Togotorof, M.H. 1981. Peranan Faktor Bibit dalam Perkembangan Peternakan Ayam. Poultry Indonesia No.2 Januari 1980.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung Unggul. Panebar Swadaya. Jakarta.