DEMOKRASI RELIGIUS

download DEMOKRASI RELIGIUS

of 4

Transcript of DEMOKRASI RELIGIUS

  • 7/27/2019 DEMOKRASI RELIGIUS

    1/4

    1

    DEMOKRASI RELIGIUS

    Pendekatan Psiko-religi-fenomenologis

    Oleh :

    Anis Fahmi Basewed,S.Psi

    NIM.20121010027

    RELIGIOUS DEMOCRACY

    Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai manifestasi

    kehidupan kejiwaan. Masalah-masalah kejiwaan manusia termasuk di dalamnya dinamika

    psikologis manusia dipelajari dan dikaji melalui perilaku yang tampak dan dapat diamati.

    Sebagai salah satu syarat empiris ilmu pengetahuan ilmiah, tentu saja manifestasi kehidupan

    kejiwaan manusia tersebut sangatlah luas karena mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.

    Kehidupan keberagamaan manusia merupakan salah satu gejala perilaku manusia yang

    menarik untuk dikaji. Daya tarik tersebut terletak pada aspek pengaruh timbal balik yang

    ditimbulkannya dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun kolektif. Psikologi

    agama adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkaji hubungan dan pengaruh timbal balik

    antara keyakinan keagamaan manusia dengan perilakunya. Mekanisme yang bekerja dalam

    diri seseorang karena cara orang tersebut berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku

    tidak dapat dipisahkan dari keyakinan keagamaan seseorang tersebut (Daradjat, 1977).

    Pendekatan Psikologi Agama berarti sebuah kerangka berpikir dan sikap ilmiah yang

    berusaha memahami kejiwaan manusia dari sudut pandang keyakinan manusia terhadap

    keagamaannya serta meneliti hubungan dan pengaruh timbal balik antara keduanya terhadap

    kehidupan manusia terutama sikap dan perilakunya.

    Sementara itu, pendekatan fenomenologis merupakan sikap ilmiah yang didasarkan

    kepada kajian terhadap fenomena-fenomena yang muncul dari suatu objek kajian, bukan pada

    interpretasi atas pengalaman-pengalaman tersebut seperti yang terdapat dalam pendekatanhermeneutik. Artinya, fenomenologi berarti mengkaji data yang muncul apa adanya dari objek

    tersebut.

    Dengan demikian, pendekatan psiko-religi-fenomenologis adalah sebuah sikap ilmiah/

    persepsi/sudut pandang dalam kajian kualitatif yang mempelajari fenomena-fenomena

    kehidupan, sikap, cara berpikir dan berperilaku pada manusia serta hubungan dan pengaruh

    timbal balik antara keduanya terhadap keyakinan keagamaan baik secara individu maupun

    kolektif. Dalam pendekatan ini, dikaji fenomena kehidupan manusia khususnya dalam

    lingkup kehidupan religius manusia yang mana kehidupan religius tersebut merupakan aspek

  • 7/27/2019 DEMOKRASI RELIGIUS

    2/4

    2

    yang cukup mewarnai kehidupan manusia dalam segala bidang baik bidang pribadi, ideologi,

    politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan maupun keamanan, baik kehidupan individu

    maupun kehidupan sosial manusia.

    Salah satu bidang yang dikaji dalam tulisan ini adalah analisis demokrasi religius

    (religious democracy) dari sudut pandang psiko-religi-fenomenologis. Sebagai sebuah paham,

    demokrasi bukanlah sebuah hal baru dalam kehidupan manusia di dunia ini, baik bangsa yang

    mayoritas muslim maupun bukan. Riset yang telah dilakukan oleh Gallup International

    menunjukkan data bahwa lebih dari 80% masyarakat muslim di 10 negara berpenduduk

    muslim mayoritas seperti Saudi Arabia, Turki, Mesir, Libanon, Palestina, Maroko, Yordania,

    Bangladesh, Iran, dan Indonesia ketika dimintai pendapat tentang dunia barat, mereka sangat

    mengagumi dan mendambakan sistem pemerintahan yang dikembangkan oleh dunia barat

    seperti kebebasan politik, kemerdekaan, sistem peradilan yang adil, dan kebebasan berbicara.

    Ketika mereka diminta untuk memberikan kritik terhadap masyarakat islam, mereka

    mengatakan bahwa ekstrimisme, ketidaktaatan terhadap sistem pengajaran islam adalah

    keluhan terbesar mereka. Namun ketika mereka diminta untuk memilih antara islam dan

    demokrasi, mereka tidak mau memilihnya. Berdasarkan survey tersebut, Gallup menyarankan

    bahwa bahwa sesungguhnya antara keduanya (agama dan demokrasi) dapat diintegrasikan

    dalam sebuah sistem politik pemerintahan (Mogahed, 2006).

    Berdasarkan fakta di atas, sesungguhnya pendapat Abdul Karin Souroush merupakan

    analisa teoretik terhadap kebutuhan sebagian besar masyarakat muslim di dunia. Kebutuhan

    mendasar seperti yang dikemukakan oleh para ahli psikologi seperti Abraham Maslow dengan

    teori kebutuhan bertingkatnya, Mc Clelland dengan teori kebutuhan afiliasi, berprestasi dan

    kebutuhan unruk berkuasa, serta Gordon Allport dengan teori harapan positif manusia

    menunjukkan kepada kita bahwa manusia, siapapun orangnya, termasuk kaum muslimin,

    memiliki kebutuhan mendasar yang dalam ajaran agama disebut hajat hidup manusia,sehingga upaya Souroush dalam hal ini adalah memadukan antara beberapa kebutuhan

    tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik pribadi-sosial di satu sisi antara kebutuhan

    untuk mencari keridlaan Allah swt dengan kebutuhan-kebutuhan lain seperti kebutuhan akan

    affiliasi, kebutuhan berkuasa, kebutuhan akan kebebasan berpikir dan bertindak, kebutuhan

    akan harapan masa depan yang lebih baik dan kebutuhan-kebutuhan mendasar lainnya. Upaya

    Souroush ini adalah upaya untuk menjembatani antara dua pendapat ekstrem tentang

    demokrasi yang tak kunjung mendapatkan bebang merah. Pemikiran moderat seperti

  • 7/27/2019 DEMOKRASI RELIGIUS

    3/4

    3

    Souroush tersebut yang hingga saat ini menjadi landasan dalam membangun sistem demokrasi

    religius di beberapa negara berpenduduk muslim mayoritas di dunia ini.

    A. ANALISIS1. Teori demokrasi objektif dan subjektifTeori yang objektif pada konsepsi tentang demokrasi merupakan konsepsi yang murni

    tentang demokrasi, kemurnian konsepsi ini tercermin dari slogan yang sangat terkenal yaitu

    vox vovuli vox dei (suara rakyat suara tuhan). Praktek dari demokrasi yang objektif ini terlihat

    dalam pemilihan umum langsung yang diprakarsai masyarakat Athena pada abad 5 SM.

    Sedangkan konsepsi demokrasi yang subjektif adalah konsep demokrasi yang telah disisipi

    ideologi tertentu sebagai upaya mensinergikan beberapa kebutuhan suatu bangsa seperti

    demokrasi liberal, demokrasi pancasila dan termasuk di antaranya adalah demokrasi religius

    di mana kebutuhan untuk mendapat ridlo Allah dapat terpenuhi dengan kebutuhan akan

    demokrasi.

    2. Standar demokrasi religiusHakikat dari demokrasi agama adalah bahwa sebuah pemerintahan haruslah diatur

    berdasarkan petunjuk ilahi dan kehendak rakyat yang mendambakan kebebasan dan ridlo ilahi

    sehingga standar yang digunakan dalam demokrasi religius adalah standar ganda. Standar

    ganda dalam demokrasi adalah prinsip-prinsip ganda yang disinkronisasikan antara standar

    perilaku sebuah ideologi dengan standar perilaku dalam demokrasi sehingga menghasilkan

    sebuah sistem demokrasi yang sinergis. Dalam denokrasi religius, standar yang dipakai

    tentunya adalah standar agama dan standar demokrasi.

    3. Demokrasi religius antara demokrasi sekuler dan fundamentalisme agamaDemokrasi religius lahir dari upaya menjembatani antara pandangan yang sekuler

    (mengagungkan demokrasi dengan meninggalkan asas-asas ketuhanan dan ajaran agama)

    dengan fundamentalisme agama yang mengharamkan demokrasi secara mentah-mentahsebagai produk kaum kafir. Kedua pandangan ekstrim ini menghasilkan pola perilaku yang

    ekstrimis. Demokrasi religius merupakan jawaban atas kebutuhan kolektif masyarakat suatu

    bangsa akan ridla Tuhan dengan kebutuhan demokrasi.

    B. Perspektif baru lembaga swasta seperti ICMI, ICW, YLKI, LBH, dll.Lembaga-lembaga swasta seperti ICW, YLKI, Masyarakat transpatansi Indonesia dan

    lain-lain merupakan manifestasi dari aspirasi masyarakat dalam mengontrol kekuasaan

    pemerintah. Mereka adalah perwujudan dari gerakan sosial (social movemens) yang dalam

    teorinyamerupakan gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang secara kolektif, kontinyu,

  • 7/27/2019 DEMOKRASI RELIGIUS

    4/4

    4

    dan sistematis. Gerakan ini mendukung dan menentang keberlakuan tertentu karena mereka

    memiliki kepentingan di dalamnya, baik secara individu, kelompok, komunitas, atau level

    yang lebih luas lagi. Gerakan sosial terbagi menjadi gerakan sosial lama yaitu gerakan sosial

    yang terjadi sebagai reaksi buruh terhadap majikan seperti yang dikemukakan dalam teori

    Marxisme. Menurut Damawan, gerakan sosial jenis ini memiliki ciri utama pada isu yang

    bersifat materi. Sedangkan gerakan sosial baru merupakan gerakan sosial yang lebih berisi

    ide atau nilai dan berfungsi memberikan tekanan pada partisipasi demokratis dan tindakan

    berbasis etis yang ditempatkan di luar lingkup kerja sehingga berfungsi mengontrol jalannya

    tindakan etis tersebut. Dengan teori tersebut, maka jelaslah bahwa fenomena lembaga-

    lembaga di atas adalah secara natural terbentuk akibat adanya kondisi kritis di bangsa ini yang

    memunculkan ketidakpercayaan masyarakat pada penguasa sehingga secara swadaya,

    masyarakat dari berbagai kalangan membentuk lembaga tersebut sebagai fungsi kontrol sosial

    (Triwibowo, dkk., 2006)

    DAFTAR PUSTAKA

    Daradjat, Zakiah. Prof. Dr., 1977. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintan

    Elshtain, J. B., 2009.Religion and Democracy. Journal of Democracy volume 20 Number 2.

    Mogahed, Dalia. 2006.Islam and Democracy. Gallup Center for Muslims Studies.

    Feist, J. & Feist, G. J. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

    Triwibowo, Darmawan, dkk. 2006. Gerakan Sisial Civil Societybagi Demokratisasi. Jakarta :

    LP3ES

    Situs Wikipedia Bahasa Indonesia (http://www.wikipedia.org/)