DEMOKRASI PANCASILA DIPUSARAN DEMOKRASI … PANCASILA KE… · Terpimpin, Demokrasi Pancasila,...
Transcript of DEMOKRASI PANCASILA DIPUSARAN DEMOKRASI … PANCASILA KE… · Terpimpin, Demokrasi Pancasila,...
1
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 02 September 2014
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=297:dem
okrasi-pancasila-dipusarkan-demokrasi-liberal&catid=42:ebuletin&Itemid=215
DEMOKRASI PANCASILA DIPUSARAN DEMOKRASI LIBERAL
Oleh:
Saparuddin
Widyaiswara LPMP Prov. Sulawesi Selatan
Jurusan Pendidikan Hukum dan Kewarganegaraan
2
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 02 September 2014
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=297:dem
okrasi-pancasila-dipusarkan-demokrasi-liberal&catid=42:ebuletin&Itemid=215
ABSTRAK
Sistem pemilihan yang dibangun dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen,
membawa perubahan yang sangat signifikan dari Undang-Undang Dasar 1945 yang disyahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Perubahan
dalam system demokrasi Pancasila yang menurut Soekarno adalah system perwakilan, dan
setelah diamandemen berarti istilah pemilihan langsung atau rakyat yang memilih langsung
Presidennya tidak sejalan dengan istilah perwakilan. demikian pula dalam system pemilihan
pemerintahan di daerah, baik daerah tingkat I maupun di daerah tingkat II, mengalami
pergeseran dari pemilihan Gubernur yang dilakukan wakil rakyat di DPRD tingkat I atau
pemilihan Bupati/walikota yang dilakukan oleh wakil rakyat di DPRD tingkat II kini telah masuk
dalam system pemilihan kepala daerah secara langsung yang dikenal dengan Pilkada atau
pemilukada. memperhatikan pelaksanaan seperti itu ini harus dipahami bahwa demokrasi
Pancasila berada dalam system demokrasi Liberal.
ABSTRACT
Electoral system that was built in the 1945 Act amendments, brought significant changes of the
Act of 1945 which was passed by the Committee for Indonesian Independence (PPKI) on August
18, 1945. The change in the system according to Soekarno Pancasila democracy is a system
representatives, and the amended meaningful term direct election or the people who elect
president directly inconsistent with the term representation. as well as in the system of local
government elections, both at the local level I and level II regions, shifting from gubernatorial
election conducted representatives in parliament level I or election regent / mayor made by the
representatives in parliament level II have now been included in the system of direct local
elections are known as elections or election. attention to implementation as it is to be understood
that Pancasila democracy is the Liberal democratic systems.
3
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 02 September 2014
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=297:dem
okrasi-pancasila-dipusarkan-demokrasi-liberal&catid=42:ebuletin&Itemid=215
kata kunci
Demokrasi Pancasila atau demokrasi Liberal
Masyarakat Indonesia sudah melewati usia
kemardekaan 69 tahun dan dalam usia itu,
masyarakat bangsa ini tidak pernah lepas
dari perdebatan tentang demokrasi yang
dijalan atau demokrasi yang berkembang di
Indonesia. Perbincangan tersebut mulai dari
demokrasi Parlementer, Demokrasi
Terpimpin, Demokrasi Pancasila, sampai
demokrasi yang dijalankan pada era-
Reformasi sekarang ini yang sangat
mengedepankan nilai-nilai demokrasi liberal
dengan cara memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk menentukan pilihan
politiknya dalam memilih kekuasaan
eksekutif (Presiden/wakil Presiden,
Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/ wakil
Bupati dan Wali Kota/wakil Kota) secara
langsung. Demikian pula dalam penentuan
Presiden dan wakil Presidennya.
Cara menentukan pilihan politik rakyat
dalam bidang kekuasaan eksekutif tersebut
dari selama kurang lebih sepuluh tahun, kini
hangat diperdebatkan di semua kalangan
masyarakat. Ini terjadi sebagai akibat
pembahasan perubahan Rancangan Undang-
Undang Pilkada yang sudah dibahas di
lembaga Legislatif (Dewan Perwakilan
Rakyat), dalam waktu yang tidak lama akan
membuat putusan politik, mengubah cara
pemilihan langsung ke sistem pemilihan
perwakilan atau dari rakyat memilih
Pemerintahan eksekutif (Presiden/ wakil
Presiden, Gubernur/wakil Gubernur,
Bupati/wakil Bupati dan Wali Kota/wakil
Kota), menurut peta kekuatan di
Parlemen/DPR dari Fraksi yang ada,
sepertinya cara pemilihan langsung tersebut
berubah menjadi pemilihan tidak langsung,
artinya rakyat tidak lagi punya kesempatan
untuk menentukan hak politiknya secara
langsung tetapi wakil rakyatlah yang di
DPRD yang akan menentukan atau memilih
siapa yang akan menduduki jabatan
eksekutif di daerah provinsi maupun di
daerah Kabupaten/Kota.
Dari keinginan wakil rakyat di parlemen
dalam memutuskan Undang-Undang Pilkada
tersebut yang memutuskan sistem
perwakilan banyak ditantang oleh berbagai
pihak, baik di kalangan eksekutif melalui
Assosiasi Bupati kepala daerah, di kalangan
praktisi atau pengamat politik, kalangan
mahasiswa dll., melakukan penolakan
dengan dasar bahwa jangan mengkebiri hak
asasi rakyat. Bukan demokrasi menurut
Abraham Lincoln menyatakan bahwa
demokrasi adalah dari Rakyat oleh Rakyat
dan untuk Rakyat. Bukankah bahwa
masyarakat/ rakyat Indonesia sudah
menikmati hak politiknya itu selama sepuluh
tahun lebih. Bukankan bahwa jika hak
politik itu di kembalikan ke wakil rakyat
yang dipilih oleh rakyat menjadi
penghianatan terhadap kedaulatan rakyat.
Bukankan dari sesuatu yang sudah
mengasikkan bagi rakyat dalam pesta
demokrasi selama ini di cabut dan di
kembalikan wakil rakyat tidak menyakiti
hak politik rakyat. Dari berbagai pernyataan
tersebut di atas, menjadi alasan bagi
masyarakat untuk tidak sependapat bila dari
4
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 02 September 2014
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=297:dem
okrasi-pancasila-dipusarkan-demokrasi-liberal&catid=42:ebuletin&Itemid=215
pemilihan langsung menjadi pemilihan tidak
langsung.
Perdebatan tersebutpun harus dipahami
bahwa tidak hanya terjadi pada era sekarang
ini, tapi era sebelum Indonesia merdekapun
perdebatan-perdebatan itupun telah terjadi.
Perdebatan-perdebatan itu harus dipahami
bahwa tidak terjadi semata-mata demi
kepentingan golongan atau kelompok, bukan
demi kepentingan partai mereka, apalagi
demi kepentingan pribadi. Perdebatan-
perdebatan itu semata-mata didorong oleh
keinginan untuk membangun masyarakat
adil dan sejahtera yang berdasarkan pada
kerakyatan dan cita-cita Revolusi Nasional,
yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Soekarno dan Hatta misalnya
yang sama-sama mengkritik demokrasi
Barat yang hanya melahirkan demokrasi
politik yang kemudian melahirkan
individualisme dalam bidang ekonomi.
Kita perhatikan bagaimana demokrasi di
mata Bung Hatta, sebagai Wakil Presiden
Pertama Republik Indonesia. Menurut
Hatta ada tiga sumber pokok demokrasi
yang mengakar di Indonesia. Pertama,
sosialisme Barat yang membela prinsip-
prinsip humanisme, sementara prinsi-
prinsip ini dinilai juga sekaligus sebagai
sebagai tujuan. Kedua, ajaran Islam
memerintahkan kebenaran dan keadilan
Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola
hidup dalam bentuk kolektivisme
sebagaimana terdapat di desa-desa
wilayah Indonesia. Ketiga sumber inilah
yang akan menjamin kelestarian demokrasi
di Indonesia.13
Baginya, suatu kombinasi
organik antara tiga sumber kekuatan yang
bercorak sosio religius inilah yang
memberi keyakinan kepada Hatta bahwa
demokrasi telah lama berakar di Indonesia
tidak terkecuali di desa-desa. Bila di desa
yang menjadi tempat tinggal sekitar 70%
rakyat Indonesia masih mampu bertahan,
maka siapakah yang meragukan hari depan
demokrasi di Indonesia
Menurut Soekarno, demokrasi di Indonesia
tidak hanya terhenti pada titik ini.
Demokrasi Indonesia perlu adanya
penambahan dan penekanan pada demokrasi
politik plus demokrasi ekonomi sama
dengan demokrasi sosial. ”Demokrasi
politik saja belum mencukupi, demokrasi
politik itu masih perlu di-”compleet”-kan
lagi dengan demokrasi ekonomi. Demokrasi
politik saja belum cukup yang mencukupi
ialah demokrasi politik plus demokrasi
ekonomi. Dengan mengutamakan
perjuangan nasional, oleh karena keinsyafan
dan perasaan nasional merupakan
keinsyafan dan perasaan yang terkemuka di
dalam suatu masyarakat kolonial.” Begitu
juga menurut Hatta, ”Demokrasi kita tidak
hanya memuat nilai-nilai politis akan tetapi
juga ekonomis. Demokrasi kita mempunyai
akar yang kuat dalam masyarakat Indonesia
yang berakar dalam pengalaman Demokrasi
Desa dengan tiga cirinya: rapat
(bermusyawarah dan mufakat), ”hak rakyat”
mengadakan protes, dan cita-cita tolong-
menolong.” Hanya saja, jika Soekarno
membangun konsepsi berdasarkan pada
”persatuan nasional”, maka Hatta
5
Artikel EBuletin LPMP Sulsel . ISSN. 2355-3189. 02 September 2014
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=297:dem
okrasi-pancasila-dipusarkan-demokrasi-liberal&catid=42:ebuletin&Itemid=215
berdasarkan pada konsepsi ”kerakyatan”.
Soekarno mengritik Demokrasi Parlementer-
demokrasi ala Barat atau demokrasi liberal,
yang mengakibatkan ketidakstabilan politik
dalam negeri, dan menyarankan untuk
diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi tidak dapat berjalan tanpa
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan berupa
nilai-nilai dasar yang dikehendaki demos
atau rakyat. Demokrasi substansial sejatinya
adalah ”Demokrasi Terpimpin”. Demokrasi
yang dipimpin bukan oleh orang, melainkan
oleh nilai-nilai dasar yang berpihak
seutuhnya kepada mereka yang tidak
beruntung. “Demokrasi adalah alat. Alat
untuk mencapai masyarakat adil-makmur
yang sempurna. Pemilu adalah alat. Alat
untuk menyempurnakan demokrasi itu.
Jadi, pemilu sekedar alat untuk
menyempurnakan alat.” (Soekarno,
Presiden pertama RI)
Tapi untuk memahami lebih dalam terhadap
konsep demokrasi Indonesia, yang menurut
Soekarno sebagai Proklamator bangsa ini,
dapat di lihat dari keberadaan Pancasila
sebagai Dasar Negara khususnya pada pada
Sila Keempat yang berbunyi. ”Kerakyatan
Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Yang
dapat disimpulkan bahwa Pancasila menurut
sila keempat, lebih sejalan dengan sistem
demokrasi Perwakilan di bandingkan dengan
sistem pemilihan langsung. Pemilihan
langsung merupakan cerminan dari
demokrasi liberal yang dikembangkan oleh
negara-negara barat, yang perlu dikaji
kebermaknaannya dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia. Setiap pilihan
demokrasi tentu ada kekurangan dan
kelebihannya. Tidak bilihan demokrasi yang
sempurna di muka bumi ini, karena itu mari
kita refleksinya pikiran nurani anak bangsa
untuk menentukan yang terbaik bagi
demokrasi bangsa ini. Selamat kepada wakil
rakyat dalam melaksanakan Sidang
paripurnanya untuk menutuskan yang sesuai
dengan nilai-nalai demokrasi yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan demokrasi
bangsa ini, yang dapat membuat bangsa ini
lebih berdaulat, lebih bermartabat di mata
dunia, karena sila kelima dari Pancasila
yaitu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia dapat tercapai. Kesejahteraan
rakyat makin memak-murkan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Franz Magnis-Suseno SJ, Mencari Sosok
Demokrasi (Sebuah Telaah Filosofis),
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 1995.
Roeslan Abdulgani, Nasionalisme Kita
Berdasarkan Demokrasi Keadialan Sosial
(1957), dalam Herbert Feith & Lance
Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-
1965, (Jakarta: LP3ES, 1988).
Bung Karno, Indonesia Menggugat,
(Jakarta: Penerbitan S. K. SENO, 1956),
Cetakan Kedua.
Soekarno, Lahirnya Pantja-Sila, Departemen
Penerangan RI, Jakarta, 1956.
Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi
(DBR), (Jakarta: 1963), cetakan kedua, h.
580.