Demokrasi (paisal)
-
Upload
kewin-harahap -
Category
Documents
-
view
199 -
download
3
Transcript of Demokrasi (paisal)
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai sebuah ideologi, demokrasi kerap dihadapkan pada dua realita. Di
satu pihak, demokrasi biasanya dijadikan ideologi yang menjadi basis bagi
terciptanya pemerintahan yang aspiratif. Sedangkan di sisi yang lain, demokrasi
kerap ditolak, karena klaim kebenaran yang dipegang demokrasi bersandar pada
kebenaran mayoritas. Bagi para pengkritik demokrasi, kebenaran mayoritas tidak
selamanya menghadirkan kebenaran yang sesungguhnya. Ujung dari kritik
terhadap demokrasi ini biasanya ditunjukkan melalui pelbagai realita
penyimpangan demokrasi di berbagai negara belakangan ini. Realita yang
memperlihatkan ketidaksingkronan antara nilai-nilai demokrasi dengan
terciptanya keteraturan di masyarakat.
Penolakan terhadap demokrasi sesungguhnya berlangsung sejak ribuan
tahun silam, bahkan di masa-masa awal ideologi ini muncul. Arestoteles, seorang
filusuf yang amat masyhur, adalah salah seorang penentangnya. Arestoteles
beranggapan bahwa, demokrasi adalah bentuk pemerosotan sistem pemerintahan.1
Oleh Arestoteles, demokrasi disebut sebagai mobocracy atau the rule of
mob, yaitu pemerintahan yang dilakukan oleh massa, yang pada ujungnya hanya
akan melahirkan anarkhisme. Arestoteles nampaknya lebih setuju dengan sistem
pemerintahan yang dikendalikan oleh sekelompok orang terpelajar.2 Oleh
Aristoteles ini disebut sebagai sistem pemerintahan oligharkhi dalam bentuk yang
positif. Ketika pemerintahan dikendalikan oleh ataupun atas nama rakyat
mayoritas, maka pemrintahan tersebut sukar dikendalikan, demikian argumen
penolakan Arestoteles atas demokrasi.
Meskipun demikian, belakangan hari hampir seluruh negara mengklaim
menjadi negara demokrasi, termasuk Indonesia. Klausula Konstitusi kita yang
menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat” merupakan penerimaan
terhadap ide demokrasi secara tersirat.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis akan mencoba mengulas tentang
demokrasi sehingga kita memahami bagaimana suatu ideologi demokrasi dapat
berjalan di suatu negara termasuk negara kita republik Indonesia.
1Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, (Bandung: Alumni, 1973), hlm 1.
2M.Rifqinizamy Karsayuda, Pilkada : Perspektif Hukum Tata Negara, (Yogyakarta: Total Media, 2006), hlm 12.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Demokrasi di Indonesia
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
“demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu
demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga
dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini
disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.3
Sedangkan sistem perwakilan, dimana para wakil rakyat terpilih mewakili
rakyat untuk menjalankan tugas-tugas kekuasaan legislatif,mengawasi dan
meminta pertanggungjawaban kekuasaan adalah perangkat yang menjadi
penyambung bagi demokrasi langsung dimana rakyat melakukan secara langsung
semua tugas-tugas kekuasaan ini dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan
demokrasi.4
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan
Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-
cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat
disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup
jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-
Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu
dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara,
yaitu:5
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (Machstaat).
3Mansoor al jamri, Islamiisme, Pluralisme and Civil society, terj Mahnun Husein (Yogyakarta:Tiara Wacana,2007) 111-112.
4Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat, terj Musthalah Maufur, (Jakarta:Robbani Press,1998), hlm. 178-179.
5Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002),
hlm. 67.
2
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar),
tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2
istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang
menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi
konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai
umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman
tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah
lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada
dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika
Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan
dari – oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan
arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat
didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun
praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat
keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau
kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses
pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil
terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya.6
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian
sebagai berikut:7
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang
mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran,
6Idris Israil, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, (Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, 2005), hlm. 51.
7Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2004), hlm. 56.
3
kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan
berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh
rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi
harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan
dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat
kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Awal mula berkembangnya gagasan dan konsep demokrasi di Indonesia
tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan situasi sosial politik masa kolonial
pada tahun-tahun pertama abad 20 yang ditandai dengan beberapa perkembangan
penting: Pertama, mulai terbuka terhadap arus informasi politik di tingkat global.
Kedua, “migrasi” para para aktifis politik berhaluan radikal Belanda, umumnya
mereka adalah para buangan politik, ke Hindia Belanda. Di wilayah yang baru ini
mereka banyak memperkenalkan ide-ide dan gagasan politik modern kepada para
pemuda bumiputera. Dapat dicatat disini para “migran politik’ tersebut antara
lain; Bergsma, Baars, Sneevliet, dan beberapa yang lain. Ketiga, transformasi
pendidikan di kalangan masyarakat pribumi.
Di Indonesia, fenomena demokrasi dapat ditemui dalam sejarah
perkembangan politik pasca kolonial. Fokus demokrasi pada masa demokrasi
parlementer (1955-1959), demokrasi terpimpin (1959-1965) bentukkan Presiden
Soekarno, demokrasi Pancasila masa Orde Baru, dan karakteristik demokrasi
setelah berakhirnya kekuasaan otoritarian (periode transisi dan konsolidasi
demokrasi 1998-2007).
1. Masa Demokrasi Liberal
Momentum historis perkembangan demokrasi setelah kemerdekaan di
tandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 yang
ditandatangani oleh Hatta. Dalam maklumat ini dinyatakan perlunya
berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, serta rencana
pemerintah menyelenggarakan pemilu pada Januari 1946. Maklumat Hatta
berdampak sangat luas, melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk
sebelumnya dan mendorong terus lahirnya partai-partai politik baru.
Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo berhasil menyelesaikan regulasi
pemilu dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1953 Pemilu. Pemilu
multipartai secara nasional disepakati dilaksanakan pada 29 September 1955
4
(untuk pemilhan parlemen) dan 15 Desember 1955 (untuk pemilihan anggota
konstituante). Pemilu pertama nasional di Indonesia ini dinilai berbagai
kalangan sebagai proses politik yang mendekati kriteria demokratis, sebab
selain jumlah parpol tidak dibatasi, berlangsung dengan langsung umum
bebas rahasia (luber), serta mencerminkan pluralisme dan
representativness.Fragmentasi politik yang kuat berdampak kepada
ketidakefektifan kinerja parlemen hasil pemilu 1955 dan pemerintahan yang
dibentuknya. Parlemen baru ini tidak mampu memberikan terobosan bagi
pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil, tetapi justru mengulangi
kembali fenomena politik sebelumnya, yakni “gonta-ganti” pemerintahan
dalam waktu yang relatif pendek.
Ketidakefektifan kinerja parlemen memperkencang serangan-serangan
yang mendelegitimasi parlemen dan partai-partai politik pada umumnya.
Banyak kritikan dan kecaman muncul, bahkan tidak hanya dilontarkan tokoh-
tokoh “anti demokrasi”. Hatta dan Syahrir menuduh para politisi dan
pimpinan partai-partai politik sebagai orang yang memperjuangkan
kepentingannya sendiri dan keuntungan kelompoknya, bukan mengedepankan
kepentingan rakyat. Namun begitu, mereka tidak menjadikan demokrasi
parlementer sebagai biang keladi kebobrokan dan kemandegan politik. Hal ini
berbeda dengan Soekarno yang menempatkan demokrasi parlementer atau
demokrasi liberal sebagai sasaran tembak. Soekarno lebih mengkritik pada
sistemnya.
Kebobrokan demokrasi liberal yang sedang diterapkan, dalam
penilaian Soekarno, merupakan penyebab utama kekisruhan politik. Maka,
yang paling mendesak untuk keluar dari krisis politik tersebut adalah
“mengubur” demokrasi liberal yang dalam pandangannya tidak cocok untuk
dipraktikkan di Indonesia. Akhirnya, Soekarno menyatakan demokrasi
parlementer tidak dapat digunakan untuk revolusi, “parliamentary democracy
is not good for revolution”.
2. Demokrasi Diktatorial (dibawah Soekarno dan Soeharto)
Dalam amanatnya kepada sidang pleno Konstitante di Bandung 22
April 1959, Soekarno dengan lugas menyerang konstituante, praktik
demokrasi liberal, dan menawarkan kembali konsepsinya tentang demokrasi
Indonesia yang disebutnya sebagai Demokrasi Terpimpin (Guided
Democracy) .
5
Demokrasi Terpimpin Soekarno kemudian runtuh setelah terjadinya
peristiwa perebutan kekuasaan yang melibatkjan unsur komunis (PKI) dan
angkatan bersenjata, yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965.
Perebutan kekuasaan ini mengakibatkan hancurnya kekuasaan PKI serta
secara bertahap berakhirnya kekuasaan Orde Lama Soekarno. Muncul
kekuasaan baru dibawah militer dibawah Letjen. Soeharto yang menyatakan
diri sebagai “Orde Baru”.
Konsepsi demokrasi Soeharto, rencana praksis politiknya, awalnya
tidak cukup jelas. Ia lebih sering mengemukakan gagasan demokrasinya, yang
kemudian disebutnya sebagai Demokrasi Pancasila, dalam konsep yang sangat
abstrak. Pada dasarnya, konsep dasar Demokrasi Pancasila memiliki titik
berangkat yang sama dengan konsep Demokrasi Terpimpin Soekarno, yakni
suatu demokrasi asli Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang
sesuai dengan tradisi dan filsafat hidup masyarakat Indonesia. Demokrasi
Pancasila merupakan demokrasi yang sehat dan bertanggungjawab,
berdasarkan moral dan pemikiran sehat, berlandaskan pada suatu ideologi
tunggal, yaitu Pancasila.Langkah politik awal yang dilakukan Soeharto untuk
membuktikan bahwa dirinya tidak anti demokrasi adalah dengan merespons
penjadwalan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), sebagaimana dituntut
oleh partai-partai politik. Soeharto sendiri pada hakekatnya tidak
menghendaki pemilu dengan segera, sampai dengan terkonsolidasikannya
“kekuatan Orde Baru”.
Sebagai upaya lanjut mengatasi “peruncingan ideologi” Soeharto
melakukan inisiatif penggabungan partai politik pada 1973, dari 10 partai
menjadi 3 partai politik (Partai Persatuan Pembangunan, Golkar, Partai
Demokrasi Indonesia). Golkar sendiri yang notabene, dibentuk dan
dikendalikan oleh penguasa tidak bersedia menyatakan diri sebagai parpol
melainkan organisasi kekaryaan. Fusi atau penggabungan partai ini
merupakan wujud kekesalan Soeharto terhadap parpol dan hasratnya untuk
membangun kepolitikan “kekeluargaan”. Menjaga citra sebagai negara
demokrasi” terus dijaga oleh rezim Orde Baru.
Terhadap tuntutan demokrasi yang berkembang kuat sejak
pertengahan 1980-an, sebuah momen perkembangan yang oleh Huntington
dinamakan “gelombang demokrasi ketiga” Soeharto menjawab dengan
kebijakan “mulur mungkret” liberalisasi politik terbatas, yang oleh para
pengkritik disebut sebagai demokrasi seolah-olah (democracy as if), tetapi
6
sekaligus mempertahankan instrumen represif terhadap kelompok yang
mencoba-coba keluar dari “aturan main” yang ditentukan rezim.
Praktik democracy dictatorship yang diterapkan Soeharto mulai
tergerus dan jatuh dalam krisis bersamaan dengan runtuhnya mitos ekonomi
Orde Baru sebagai akibat terjadinya krisis moneter mulai 1997. Krisis
moneter yang semakin parah menjadikan porak porandanya ekonomi nasional
yang ditandai dengan runtuhnya nilai mata uang rupiah, inflasi, tingginya
angka pemutusan hubungan kerja (PHK), dan semakin besarnya
pengangguran. Krisis ekonomi memacu berlangsungya aksi-aksi protes
dikalangan mahasiswa menuntut Soeharto mundur.
3. Demokratisasi Pasca Orde Baru
Berakhirnya Orde Baru melahirkan kembali fragmentasi ideologi
dalam masyarakat. Berbagai kelompok dengan latar belakang ideologi yang
beranekaragam, mulai dari muslim radikal, sosialis, nasionalis, muncul dan
bersaing untuk mendapatkan pengaruh politik. Sebelum pemilu multi partai
1999 diselenggarakan, berlangsung pertikaian di kalangan pro demokrasi soal
bagaimana transisi demokrasi harus berjalan dan soal memposisikan elite-elite
lama dalam proses transisi.
Beberapa kemajuan penting dalam arsitektur demokrasi yang
dilakukan pemerintahan Habibie antara lain; adanya kebebasan pers,
pembebasan para tahanan politik (tapol), kebebasan bagi pendirian partai-
partai politik, kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), amandemen
konstitusi antara lain berupa pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua
periode, pencabutan beberapa UU politik yang represif dan tidak demokratis,
dan netralitas birokrasi dan militer dari politik praktis.Kesuksesan dalam
melangsungkan demokrasi prosedural ini merupakan prestasi yang
mendapatkan pengakuan internasional, tetapi di lain pihak, transisi juga
ditandai dengan meluasnya konflik kesukuan, agama, dan rasial yang terjadi
di beberapa wilayah di tanah air sejak 1998. Misalnya di Ambon, Poso,
Sambas dan lainnya.
Pemerintahan baru hasil pemilu 1999 yang memunculkan pasangan
Abdurrahman Wahid-Megawati jauh dari performance yang optimal. Wahid
pada akhirnya dipaksa lengser setelah kurang dari dua tahun berkuasa.
Lengsernya Wahid yang terpilih dengan legitimasi demokratis dan dikenal
luas sebagai pendukung militan demokrasi, menjadi sebuah tragedi transisi
demokrasi.
7
Praktik berdemokrasi di Indonesia masa transisi mendapatkan
pengakuan luas dari dunia internasional. Dalam indeks yang disusun oleh
Freedom House tentang hak politik dan kebebasan sipil Indonesia sejak
pemilu 1999 hingga masa konsolidasi demokrasi saat ini berhasil masuk
dalam kategori “negara bebas”. Hal ini berbeda dengan kepolitikan masa Orde
Baru yang dikategorikan sebagai dengan kebebasan yang sangat minimal
(partly free).Problem demokrasi yang populer belakangan ini adalah, dapatkah
demokrasi mampu mengantar bangsa ini ke arah sejahtera? Ataukah
sebaliknya, demokrasi menjadi amat mahal, ketika biaya Pemilu dan Pilkada
membutuhkan ongkos mahal, baik ongkos pemilu, maupun ongkos sosial
akibat kerusuhan pasca pemilu.
B. Unsur-unsur Tegaknya Demokrasi
Unsur – unsur yang dapat menopang tegaknya demokrasi antara lain :
1. Negara Hukum
Konsep negara hukum mengandung pengertian bahwa negara
memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui perlembagaan
peradilanyang bebas dan tidak memihakdan penjaminan hak asasi manusia.
Konsep negara hukum berdasarkan atas istilah rechtsstaat dan the rule of law
yang dietjemahkan menjadi negara hukum. Rechtsstaat memiliki ciri – ciri
sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan terhadap HAM;
b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk
menjamin perlindungan HAM;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan;
d. Adanya peradilan administrasi.
Sedangkan the rule of law dicirikan oleh:
a. Adanya supremasi aturan – aturan hukum;
b. Adanya kesamaan kedudukan didepan hukum;
c. Adanya jaminan perlindunga HAM.
Dengan demikian konsep negara hukum sebagai gabungan dari kedua
konsep diatas dicirikan sebagai berikut:
a. Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM;
b. Adanya supremasi hukum didalam penyelenggaraan pemerintahan;
c. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara;
d. Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri.
8
Dengan demikian berdasarkan penjelasan diatas, negara hukum baik
dalam arti formal yaitu penegakan hukum yang dihasilkan oleh lembaga
legislatifdalam penyelenggaraan negara, maupun dalam arti material yaitu
selain menegakan hukum, aspek keadilan harus diperhatikan menjadi
prasyarat terwujudkan demokrasi dalam kehudupan berbangsa dan bernegara.
Tanpa negara hukum tersebut yang merupakan elemen pokok suasana
demokratis sulit dibangun.
2. Masyarakat Madani
Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat terbuka, masyarakat
yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang
kritis dan berpartisipasi aktif serta masyarakat egaliter. Masyarakat madani
merupakan elemen yang sangat signifikan dalam menbangun demokrasi.
Sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanay partisipasi
masyarakat dalam proses – proses pengambilan keputusan yang dilakuakn
oleh negara atau pemerintahan.
Masyarakat madani mensyaratka adanya civil engagement yaitu
keterlibatan masyarakat dalam asosiasi – asosiasi sosial. Civil engagement ini
merupakan tumbuhnya sukap terbuka, percaya dan toleran antar satu dan
dengan lain yang sangat penting artinya bagi terbangunnya politik demokrasi.
Masyarakat nadani dan demokrasi dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan.
Demokrasi dapat dianggap senagai hasil dinamika masyarakat yang
menhendaki adanya partisipasi. Selain itu demokrasi merupakan pandangan
dalam kaitan pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, adanya
keragaman dan konsesus. Tatanan nilai – nilai masyarakay tersebut ada dalam
masyarakat madani. Karena itu dmokrasi membutuhkan tatanan nilai – nilai
sosial yang ada dalam masyarakata madani.
3. Infrastruktur Politik
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi
adalah infrastruktur politik. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik,
kelompok gerakandan kelompok penekan atau kelompok kepentinga. Partai
politik merupakan unsur kelembagaan politik yang anggota – anggotanya
merupakan orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama yaitu memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan
kebijakan – kebijakannya. Kelompok gerakan yang lebih dikenal dengan
9
organisasi masyarakat merupakan sekumpulan orang – orang yang terhimpun
dalam suatu wadah organisasiyang berorientasi pada pemberdayaan
warganya. Sedangkan kelompok penekan atau kelompok kepentingan
merupakan sekelompok orang dalam suatu wadah organisasiyang didasarka
pada kriteria profesionalitas dan keilmuan tertentu.
Partai politik memiliki beberapa fungsi dalam tegaknya demokrasi
diantaranya:
a. Sebagai sarana komunikasi politik;
b. Sebagai sarana sosialisasi politik;
c. Sebagai sarana rekrutmen kader dan anggota politik;
d. Sebagai sarana pengatur konflik.
Keempat fungsi tersebut merupakan penjawantahan dari nilai – nilai
demokrasi yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat melelui pertai politik
terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta adanya penyelesaian
konflik secara damai. Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok
gerakan dan kelompok penekan yang merupakan perwujudan adanya
kebebasan berorganisasi, kebebasan berpendapat dan melakuakn oposisi
terhadap negara dan pemerintah. Hal itu merupakan indikator tegaknya
sebuah demokrasi.
C. Parameter Demokrasi
Unsur-unsur tegaknya demokrasi yang telah tersebutkan di atas kemudian
dituangkan dalam konsep yang praktis untuk dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri
inilah yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan
demokrasi suatu Negara dalam menjalankan tata pemerintahanya sehingga
dikatakan demokratis atau tidak, ada 4 aspek dalam mengukur hal ini, yaitu:
1. Masalah pembentukan Negara.
2. Dasar kekuasaan Negara.
3. Susunan kekuasaan Negara.
4. Masalah kontrol rakyat.8
Menurut Miriam parameter kehidupan demokratis adalah sebagai berikut:
1. Dinikmati dan dilaksanakan hak serta kewajiban politik oleh masyarakat
berdasarkan prinsip-prinsip dasar HAM yang menjamin adanya kebebasan,
kemerdekaan, dan rasa merdeka.
8Abdillah Masykuri, Demokrasi di Persimpangan Makna, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm. 78.
10
2. Penegakan hukum yang mewujud pada supremasi hukum.
3. Kesamaan hak dan kewajiban anggota masyarakat.
4. Kebebasan pers yang bertanggung jawab.
5. Pengakuan pada hak minoritas.
6. Pembuatan kebijakan Negara yang berlandaskan asas pelayanan,
pemberdayaan, dan pencerdasan.
7. System kerja yang kooperatif dan kolaboratif.
8. Keseimbangan dan keharmonisan.
9. Tentara yang professional.
10. Lembaga peradilan yang independent.9
Amien Rais menambahkan kriteria lain dalam parameter demokrasi, yaitu:
1. Adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan.
2. Distribusi pendapatan secara adil.
3. Kesempatan memperoleh pendidikan.
4. Ketersediaan dan keterbukaan informasi.
5. Mengindahkan fatsoen politik.
6. Kebebasan individu.
7. Semangat kerjasama.
8. Hak untuk protes.
Pendapat berikutnya adalah pendapat dari Sri Soemantri yang menyatakan
bahwa:
1. Hukum diterapkan dengan persetujuan wakil rakyat yang dipilih secara bebas.
2. Hasil pemilu dapat menyebabkan pergantian orang-orang dalam
pemerintahan.
3. Pemerintahan harus terbuka.
4. Kepentingan minoritas harus dipertimbangkan.10
BAB III
KESIMPULAN
1. Sedangkan sistem perwakilan, dimana para wakil rakyat
terpilih mewakili rakyat untuk menjalankan tugas-tugas kekuasaan
legislatif,mengawasi dan meminta pertanggungjawaban kekuasaan adalah
perangkat yang menjadi penyambung bagi demokrasi langsung dimana rakyat
9Miriam, Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 11.10Sri Soemantri, Demokrasi dan HAM, (Jakarta: Publising, 19991), hlm. 27.
11
melakukan secara langsung semua tugas-tugas kekuasaan ini dalam rangka
mewujudkan tujuan-tujuan demokrasi
2. Demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai
umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan
pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam
mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi
pancasila).
3. Aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan
kelompok penekan yang merupakan perwujudan adanya kebebasan
berorganisasi, kebebasan berpendapat dan melakuakn oposisi terhadap negara
dan pemerintah. Hal itu merupakan indikator tegaknya sebuah demokrasi.
4. Pelaksanaan demokrasi suatu Negara dalam menjalankan tata
pemerintahanya sehingga dikatakan demokratis atau tidak, ada 4 aspek dalam
mengukur hal ini, yaitu:
a. Masalah pembentukan Negara.
b. Dasar kekuasaan Negara.
c. Susunan kekuasaan Negara.
d. Masalah kontrol rakyat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Jamri, Mansoor. Islamiisme, Pluralisme and Civil society, terj Mahnun Husein Yogyakarta:Tiara Wacana, 2007.
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
12
Imarah, Muhammad. Perang Terminologi Islam versus Barat, terj Musthalah Maufur, Jakarta:Robbani Press,1998.
Israil, Idris. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, 2005.
Kaelan. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2004.
Karsayuda, M.Rifqinizamy. Pilkada : Perspektif Hukum Tata Negara, Yogyakarta: Total Media, 2006.
Masykuri, Abdillah. Demokrasi di Persimpangan Makna, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.
Miriam. Demokrasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996.
Soemantri, Sri. Demokrasi dan HAM, Jakarta: Publising, 19991.
Soemantri, Sri. Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung: Alumni, 1973.
13