Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

8
DEMOKRASI PADA MASA ORDE REFORMASI (1998 - ....) Pada tanggal 1 Mei 1998 Soeharto selaku Presiden RI saat itu mengundurkan diri, yang disambut antusias oleh masyarakat, merupakan momentum awal reformasi di Indonesia. Beliau kemudian digantikan oleh Wakil Presiden RI saat itu Prof. Dr. Ing Bachruddin Jusuf Habibie dengan mengucapkan sumpah di Istana Merdeka Jakara. Hal tersebut dilakukan mengingat gedung MPR RI sedang diduduki oleh mahasiswa. Berbagai kontroversi muncul terhadap pengambilan sumpah tersebut, ada yang mengatakan konstitusional dan ada pula yang menganggap inkonstitusional. Hal ini disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Habibie mengucapkan sumpah tidak disaksikan oleh seluruh anggota MPR/DPR RI, lalu Soeharto tidak sedang mendapat halangan sesuai Pasal 18 UUD 1945, tetapi dihujat oleh orang banyak dan diminta untuk turun dari jabatannya. 2. Bila dilangsungkan pengambilan sumpah tersebut di gedung MPR, hal tersebut akan beresiko tinggi oleh maraknya demonstrasi dan bukankah anggota MPR yang berada di Senayan adalah buatan Soeharto sendiri yang juga tidak dikehendaki oleh masyarakat ketika itu.

description

D

Transcript of Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

Page 1: Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

DEMOKRASIPADA MASA ORDE REFORMASI

(1998 - ....)

Pada tanggal 1 Mei 1998 Soeharto selaku Presiden RI saat itu mengundurkan diri, yang disambut antusias oleh masyarakat, merupakan momentum awal reformasi di Indonesia. Beliau kemudian digantikan oleh Wakil Presiden RI saat itu Prof. Dr. Ing Bachruddin Jusuf Habibie dengan mengucapkan sumpah di Istana Merdeka Jakara. Hal tersebut dilakukan mengingat gedung MPR RI sedang diduduki oleh mahasiswa. Berbagai kontroversi muncul terhadap pengambilan sumpah tersebut, ada yang mengatakan konstitusional dan ada pula yang menganggap inkonstitusional. Hal ini disebabkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Habibie mengucapkan sumpah tidak disaksikan oleh seluruh anggota MPR/DPR RI, lalu Soeharto tidak sedang mendapat halangan sesuai Pasal 18 UUD 1945, tetapi dihujat oleh orang banyak dan diminta untuk turun dari jabatannya.

2. Bila dilangsungkan pengambilan sumpah tersebut di gedung MPR, hal tersebut akan beresiko tinggi oleh maraknya demonstrasi dan bukankah anggota MPR yang berada di Senayan adalah buatan Soeharto sendiri yang juga tidak dikehendaki oleh masyarakat ketika itu.

3. Apabila anggota MPR diganti pemilu tidak memungkinkan untuk dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, lagipula berbagai Undang-Undang Pemilihan Umum selama ini dituding tidak demokrasi.

Page 2: Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

Pemerintahan Habibie sebenarnya memang tidak sama dengan pemerintahan Soeharto, bagaimanapun juga Habibie mengucapkan sebagai murid Soeharto, beliau adalah seorang yang demokratis, ilmuwan, dimana di masa beliaulah para tahanan politik dibebaskan bahkan di masa beliaulah untuk pertama kalinya pemilihan umum dilangsungkan secara demokratis melebihi Pemilihan Umum sebelumnya.

Pemilihan Umum tahun 1999 diikuti oleh 48 partai yang bersaing ketat walaupun hanya 21 partai yang mendapatkan bagian kursi di DPR RI PDI Perjuangan yang didukung oleh rakyat jelata memang tidak meraih kemenangan mutlak karena Golkar masih tetap mengimbanginya terutama di wilayah Indonesia Bagian Timur. Itulah sebabnya Prof. Dr. Amien Rais, MA. yang memimpin demonstrasi pada tanggal 20 Mei 1998 mengatakan bahwa masyarakat Indonesia belum cukup pintar untuk mengerti arti sebuah demokrasi di negara yang sebesar Indonesia, Prof. Dr. Amien Rais, MA. yang partainya mendapatkan nomor urut 5 (lima) ini mengalami kekecewaan lalu melirik kepada Partai Kebangkitan Bangsa yang didirikan oleh KH. Abdurrahman Wahid.

Dalam suasana Sidang Istimewa MPR RI yang digelar di bawah pimpinan Amien Rais, dengan telah menolak pertanggungjawaban Presiden R.I Ke-3 B.J. Habibie, dan setelah itu Golkar kehilangan calon presidennya. Prof. Dr. Amien Rais, MA selanjutnya menggiring suara Golkar yang merasa kecewa untuk beralih mendukung pencalonan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari Partai Kebangkitan Bangsa, hal tersebut merupakan upaya untuk menghalangi dukungan kepada Megawati Soekarno Putri yang dicalonkan oleh PDI Perjuangan.

Page 3: Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

Partai Amanah Nasional yang didirikan Amien Rais bersama Partai Keadilan yang bernuansa Islam kemudian membentuk Fraksi Reformasi, dan mendukung Gus Dur hingga menduduki kursi kepresidenan Republik Indonesia. Gus Dur memang seorang ahli manajemen konflik, karena dalam waktu sekejap berhasil melemahkan kekuatan TNI/POLRI yang memang sudah ingin berganti paradigma.

Letjen. Agus Wirahadikusumah yang reformis diorbitkan untuk menjadi Panglima Kostrad, sedangkan Prof. Dr. Baharudin Lopa, SH yang terkenal sangat jujur dijadikan Jaksa Agung, tetapi sayang keduanya meninggal dunia di tengah perjalanan jihadnya.

Beberapa contoh konflik yang diciptakan Gus Dur pada era kepemimpinannya antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Presiden Abdurrahman Wahid apabila Presiden dijatuhkan melalui Memorandum I, Memorandum II, dan selanjutnya Sidang Istimewa MPR RI maka keadaan akan menjadi kalut (darurat). Oleh karena itu sebaiknya perlu dikeluarkan Dekrit, sedangkan menurut Ketua MPR Amien Rais apabila MPR dibubarkan oleh Presiden, hal tersebut menyalahi konstitusi karena Presiden dipilih oleh MPR.

2. Jabatan Wakapolri yang sudah dibekukan, diaktifkan kembali dan diangkatlah Jenderal Polisi Chairudin Ismail untuk menjabatnya, sedangkan Jenderal Polisi S. Bimantoro menolak usul tersebut dengan tetap menjabat Kapolri non aktif.

Page 4: Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

3. Menurut Presiden Abdurrahman Wahid pencalonan Bagir Manan dan Muladi sebagai calon Ketua Mahkamah Agung adalah tidak tepat karena keduanya terlibat pada kasus masa lalu, sedangkan menurut Ketua DPR RI akbar Tanjung, hal tersebut terlalu mencampuri urusan Legislatif dan Yudikatif.

4. Menurut Presiden Abdurrahman Wahid, Jenderal TNI Endriartono Sutarto tidak taat kepada Presiden apabila menolak Dekrit, sementara oleh hampir seluruh perwira TNI Angkatan Darat pengumuman keadaan darurat walaupun menguntungkan mereka dianggap akan mempersulit posisi TNI.

5. Menurut Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati tidak menciptakan suasana Dwi Tunggal apabila membiarkan partainya menggelar Sidang Istimewa MPR, kendati menurut Megawati hal tersebut dapat dilakukan sepanjang konstitusional.

Selain itu juga dalam pengangkatan pejabat, Presiden Abdurrahman Wahid menciptakan konflik, antara lain:

1. Ryaas Rasyid yang gentar dengan keberadaan federalisme malah diangkat sebagai Menteri Otonomi Daerah.

2. A. S. Hikam yang banyak mengkritik keberadaan Kementrian Riset justru diberikan jabatan pada posisi tersebut.

3. Khofifah Indar Parawangsa yang menghendaki emansipasi melalui pembubaran Kementrian Peranan Wanita, justru diangkat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan.

Page 5: Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

Memang masyarakat Indonesia belum mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dalam manuver politiknya. Beliau sengaja melemahkan eksekutif, dengan demikian sebagai Bapak Demokrasi maka isu-isu akan menjadi wacana yang menarik dan menghimpun masa.

Bayangkan saja isu komunis, isu Israel, isu judi, isu pemecatan, isu Assalamu'alaikum, dan lain-lain, akan membuat umat bersatu karena diciptaknnya musuh monumental, dan kemudian beliaulah yang menggiring persatuan tersebut, ketegangan dianggap sebagai kemesraan setelah keresahan itu terlewati. Dan beliau sendiri berada di tengah-tengah massa karena memiliki Banser NU.

Namun pada akhirnya sosok Gus Dur yang kontroversial itu diturunkan dari jabatannya dikarenakan kasus Bruneigate, dan Buloggate yang dikonstitusionalkan melalui Memorandum I, Memorandum II, dan Sidang Istimewa MPR RI, kemudian Megawati melangkah mulus ke kursi kepresidenan, dimana PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati merupakan pemenang pada Pemilu 1999.

Hal yang sangat disayangkan adalah pada awal pemerintahannya Megawati tampak terlalu berbeda dengan kepemimpinan sang ayah yaitu Soekarno. Kalau Soekarno pada masa kepemimpinannya dengan berani menolak agresor Amerika Serikat dengan menyebutnya sebagai Nekolim, sedangkan Megawati justru dengan rendah hati berhiba kepada negara adikuasa ini, walaupun Amerika Serikat juga cukup banyak mempunyai keterikatan dengan Indonesia.

Page 6: Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi

Inilah yang kemudian ditindaklanjuti oleh Wakil Presiden Hamzah Haz dengan meperbesar isu akan melakukan kunjungan ke Lybia yang merupakan musuh utama Amerika Serikat, bersamaan dengan adanya konflik antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Usamah bin Laden.

Megawati Soekarno Putri memang harus memperhatikan akar rumput yang telah mendukungnya, karena apabila tidak, mereka akan mengalihkan dukungannya kepada pihak lain yang lebih mau mendengarkan dan memperhatikan aspirasi mereka.

Akhirnya Megawati pun harus lengser dari kursi kepresidenan setelah kalah dalam pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla pada tahun 2004 yang lalu. Naiknya Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden merupakan babak baru dalam demokrasi di Indonesia, karena untuk pertama kalinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia