delignifikasi selulosa

download delignifikasi selulosa

of 12

Transcript of delignifikasi selulosa

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    1/12

    ISSN: 0216-4329 TerakreditasiNo.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012

    PENGARUH PERLAKUAN DELIGNIFIKASI TERHADAP HIDROLISISSELULOSA DAN PRODUKSI ETANOL DARI LIMBAH

    BERLIGNOSELULOSA (The Effects of Delignification Treatments on Cellulose Hydrolysis and Ethanol

    Production from Lignocellulosic Wastes)

    1 1Luciasih Agustini & Lisna Efiyanti1Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

    Jl. Gunung Batu 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax. 0251-8638111e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

    Diterima 2 Desember 2013, Disetujui 16 Februari 2015

    ABSTRACT

    Delignification signifies as the crucial stages in converting lignocelluloses into ethanol. It affects further hydrolysi fermentation processes. This paper looks into the effects of three different delignification processes (physical-, chemicabiological- treatments) of lignocellulosic biomass (i.e sawdusts of sengon and oil-palm petioles) on cellulose hydroly

    fermentation. Physically, biomass was pressurized in autoclave which has been set for 121°C, 1 atm for 30 minutesChemically, 1% H SO was added during pressurized process. Biologically, pressurized biomass was inoculated usi2 4microorganism MD-14 FB.1 obtained from INTROF-CC collection For the control, biomass stuffs without chemical

    physical, and biological treatments, sustained the hydrolysis/fermentat ion process as well. Delignification properties wregard to -cellulose, lignin, hemicellulose contents in the treated as well as control biomass were examined according to the

    ASTM procedures. The amount of glucose exhibited from cellulose hydrolysis was determined by 3,5-dinitrosalicylic method, while the ethanol content was determined by potassium dichromate method. Results show that in general, chemdelignification is more effective than physical and biological treatments. It shows greater yield of lignin decompositiosugar liberation in hydrolysis. Chemical delignification treatment produced about 0.0022 - 0.4046% ethanol from thesubstrate fermentation. The enzyme produced from the isolationhas not significantly optimized the ethanol fermentatFurther research is needed in finding the compatibility between lignocellulose biomass and enzymes which were dev

    from microbe isolates.

    Keywords: Bioconversion, bioethanol, delignification, enzymes, fermentation

    ABSTRAK

    Delignifikasi merupakan salah satu perlakuan yang berpengaruh terhadap biokonversi biomasaberlignoselulosa menjadi etanol, karena delignifikasi berpengaruh terhadap proses hidrolisis danfermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan delignifikasi secara fisika,kimia dan biologi dari limbah kayu sengon dan pelepah daun kelapa sawit terhadap proses hidrolisisdan fermentasi. Secara fisis, proses delignifikasi dilakukan dengan memasukkan biomasa ke dalamautoklaf dengan suhu 121° C, tekanan 1 atm selama 30 minutes. Secara kimia, larutan H SO 1%2 4ditambahkan selama proses di dalam autoklaf. Secara biologi, biomass yang telah diperlakukandalam autoklaf diinokulasi dengan mikroorganisma MD-14 FB.1 yang diperoleh dari koleksi INTROF-CC. Pengujian komposisi lignin, α-selulosa, dan hemiselulosa dilakukan berdasarkan standar pengujianyang telah ditetapkan oleh ASTM. Kadar glukosa yang terbentuk dari hidrolisis selulosa denganditentukan dengan metode asam 3,5-dinitrosalisilat. Kadar etanol pada akhir proses fermentasi

    ditentukan dengan metode potassium dikromat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitasdelignifikasi dan hidrolisis sampel dengan perlakuan kimiawi lebih optimal dibandingkan perlakuan

    69

    Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, Maret 2015: 69-80

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    2/12

    70

    I. PENDAHULUAN

    Di tengah isu dampak perubahan iklim karenameningkatnya efek gas rumah kaca, serta semakinterbatasnya pasokan bahan bakar fosil, upayauntuk mencari sumber energi alternatif danterbarukan menjadi program yang gencardilaksanakan oleh beberapa negara sejak beberapadekade terakhir. Salah satu sumber tersebut adalahbahan berkarbon untuk produksi bioetanol.Penggunaan etanol sebagai campuran bahanbakar kendaraan bermotor dapat mengurangikonsumsi bahan bakar fosil dan menurunkanemisi gas rumah kaca (Sun dan Cheng, 2002). Penggunaan bioetanol sebagai sumber energialternatif telah mulai diterapkan di beberapanegara, seperti: Amerika Serikat, Canada, Brasil,Kolombia, Jerman, Prancis, Italia, Spanyol,Belanda, Belgia, Tiongkok, India, Thailand,Malaysia, dan Philipina (Walter et al., 2008).

    Amerika Serikat, yang terutama menggunakanbahan biomassa berupa jagung, dan Brasil, yangmenggunakan tebu, sebagai bahan baku untukproduksi etanol, pada tahun 2007 dapatmemproduksi 49,6% dan 38,3% dari totalproduksi bio-etanol dunia (Li et al., 2009).Penggunaan biomasa jagung, tebu, ataupunkomoditi lain yang mengandung gula atau patisebagai bahan baku etanol (bioetanol generasi I)menjadi dilema, mengingat jenis-jenis tersebutmerupakan komoditi pangan. Kompetisipenggunaan bahan baku untuk keperluan pangandan produksi etanol ini dapat menyebabkantingginya biaya produksi bioetanol dankelangkaan sumber pangan. Oleh karena itu,penggunaan bahan biomasa lain berupa limbahbiomasa berlignoselulosa dari kegiatan produksiatau industri kehutanan, pertanian danperkebunan sebagai bahan baku produksibioetanol menjadi fokus pengembanganteknologi produksi bioetanol generasi II, karenapada biomasa berlignoselulosa ini terdapat

    senyawa polisakarida (selulosa dan hemiselulosa)yang dapat diuraikan menjadi senyawa gula dandapat difermentasi menjadi etanol. Namun,mengingat senyawa polisakarida pada biomasa initercampur dengan senyawa lignin, makadelignifikasi (proses penguraian lignin)merupakan proses yang penting dalam prosespengubahan biomasa berlignoselulosa menjadietanol.Proses ini berperan dalam meningkatkanaksesibilitas enzim selulase dan hemiselulasedalam menghidrolisis komponen selulosa danhemiselulosa (Rosgaard et al ., 2007; Wan dan Li,2012). Penel i t ian yang menjajaki b iomasaberlignoselulosa sebagai bahan baku bioetanoltelah banyak dilakukan (Kim dan Dale, 2004; Watiet al ., 2007; Buaban et al., 2010; Erdei et al ., 2010),namun studi yang menelaah peran delignifikasidalam biokonversi limbah berlignoselulosamenjadi etanol masih terbatas. Oleh karena itu,sebagai kontribusi terhadap kemungkinan danpeluang pemanfaatan limbah lignoselulosasebagai sumber energi alternatif, penelitian iniberupaya untuk mengetahui peran delignifikasiterhadap proses hidrolisis dan fermentasi sebagaisuatu rangkaian proses dalam menghasilkanbioetanol dari limbah biomasa berlignoselulosa. Jenis limbah lignoselulosa yang digunakanpada penelitian ini adalah serbuk gergaji kayusengon ( Paraserianthes falcataria L. Nielsen) danpelepah daun kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.).Kedua jenis biomasa ini dipilih terkait dengank e l i m p a h a n d a n k e m u d a h a n u n t u kmemperolehnya. Sengon merupakan jenistanaman primadona yang ditanam di areal hutanrakyat karena termasuk pohon yang cepat tumbuhdan banyak digunakan oleh industri pengolahankayu terutama di pulau Jawa (Munawar, 2010).Pemanfaatannya pun beragam, seperti untukbahan konstruksi ringan, kemasan, bahan bakutriplex, kayu lapis, papan partikel, papan blok, alatmusik, korek api, dll. (Krisnawati et al ., 2011).

    Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, Maret 2015: 69-80

    lainnya, dan menghasilkan kadar etanolantara 0,0022 - 0,4046 % (v/v), dengan kadar tertinggi dihasilkandari sampel yang menggunakan enzim hidrolisis komersial. Enzim yang dihasilkan oleh isolat-isolatyang digunakan pada percobaan ini belum dapat mengoptimalkan proses fermentasi etanol darilignoselulosa sengon dan pelepah daun kelapa sawit. Penelitian untuk mencari isolat yang lebih potensialdan optimasi proses produksi bioethanol masih perlu dilanjutkan.

    Kata kunci: Biokonversi, bioetanol, delignifikasi, enzim, fermentasi

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    3/12

    71

    Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Terhadap Hidrolisis Selulosa dan Produksi Etanol dari Limbah Berlignoselulosa (Luciasih Agustini & Lisna Efiyanti)

    Usaha pemanfaatan kayu HTI sengon melibatkanpenebangan, penggergajian dan pemotongansehingga dihasilkan limbah dalam jumlah besar,diantaranya adalah serbuk gergaji. Selanjutnya,pelepah daun sawit yang juga sebagai sumber

    lignoselulosa, merupakan hasil samping, bahkanseringkali dianggap sebagai sampah/limbah dariproses pemeliharaan dam pemanenan pohonkelapa sawit (Intara dan Dyah, 2012). Dikaitkandengan luasan perkebunan kelapa sawit Indonesiayang begitu luas, maka pelepah sawit sangatpotensial digunakan sebagai bahan bakupembuatan bioetanol generasi II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh perlakuan delignifikasi secara fisika,kimia dan biologi dari limbah kayu sengon dan

    pelepah daun kelapa sawit terhadap proseshidrolisis dan fermentasi dengan memanfaatkanbeberapa isolat mikroorganisme lignoselulolitikkoleksi INTROFCC ( Indonesian Tropical ForestCulture Collection ) Puslitbang Konservasi &Rehabilitasi di Bogor. Kadar glukosa yangdihasilkan pada tahap hidrolisis dan kadar etanolyang dihasilkan pada akhir tahap fermentasimenjadi faktor penentu dalam membandingkanpengaruh ketiga macam perlakuan delignifikasitersebut.

    II. BAHAN DAN METODE

    A. Bahan dan Alat Penelitian

    Sampel biomasa berlignoselulosa yangdigunakan pada penelitian ini adalah limbahserbuk gergaji kayu sengon ( Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan pelepah daun kelapa sawit ( Elaeis

    guineensis Jacq.) yang diperoleh dari penggergajiankayu dan perkebunan kelapa sawit milikmasyarakat di sekitar Kecamatan Jasinga,Kabupaten Bogor. Isolat mikroorganisme yangdigunakan dalam penelitian ini adalahmikroorganisme koleksi INTROF-CCdiantaranya isolat fungi MD14 FB.1 yangdigunakan pada tahap delignifikasi secara biologis,bakteri LR-18 T.8 dan TG-02 S.9 yang menjadisumber enzim hidrolisis dan isolate yeast CT26A.1yang berfungsi sebagai agen fermentasi.Adapunbahan-bahan kimia yang diperlukan, yaitu: mediaNB ( Nutrient Broth ), yeast ekstrak, enzim selulaseC2605 dan hemiselulase H2125 (Sigma-Aldrich),

    CMC ( carboxymethylcellulose sodium salt ), xylan,KNaC H O .4H O (Na-K tartarate), fenol, asam4 4 6 2sitrat monohidrat, buffer asetat, buffer fosfat, 3,5-dinitrosalicyclic acid (DNS), glukosa, xylosa, ethanolabsolute , aquades, dan potassium dichromate .

    Peralatan yang digunakan adalah: tabung reaksi,tabung Falcon, cawan petri, centrifuge , cuvet , labuErlenmeyer, gelas ukur, gelas beaker, timbangananalitik, autoclave , laminar air flow cabinet , syringe filter dengan ukuran pori-pori 0,20 µm, pipet & tipsnya, shaker rotator serta UV-Vis spektrofotometerSHIMADZU.

    B. Metode Penelitian

    Dua macam substrat lignoselulosa itu, adalah:(1) serbuk gergaji kayu sengon, dan (2) pelepahdaun kelapa sawit. Empat macam perlakuandelignifikasi, yaitu: (K ) Kontrol; (P ) delignifikasi0 1secara fisis; (P ) delignifikasi secara kimia; dan (P )2 3delignifikasi secara biologismenggunakan isolatfungi MD-14 FB.1. Sesudah delignifikasidilakukan proses proses hidrolisis selulosa danhemiselulosa menjadi gula sederhana. Sebagaisumber enzim untuk hidrolisis tersebut adalahsupernatan dari kultur cair isolat bakteri (E ) LR-115 T.8 dan (E ) TG-02 S.9, yang akan2dibandingkan dengan (E ) enzim selulase dan3hemiselulase komplek C2605 dan H2125 (Sigma-

    Aldrich) yang berasal dari Aspergillus sp. Kultur yeast CT26A.1 koleksi INTROF-CC, yangmenunjukkan kemampuan dapat mengubahglukosa menjadi etanol sebagai agen fermentasi,ditambahkan pada setiap perlakuan (sesudahtahapan delignifikasi dan hidrolisis). Isolat-isolatmikroorganisme tersebut yang digunakan padapenelitian ini telah terkarakterisasi potensinyauntuk digunakan pada tahap delignifikasi (MD-14FB.1), hidrolisis (LR-15 T.8 dan TG-02 S.9) danfermentasi (CT26A.1) berdasarkan ujipendahuluan (data tidak dipublikasikan).

    1. Uji delignifikasi Delignifikasi adalah suatu proses mengubahstruktur kimia biomasa berlignoselulosa dengantujuan mendegradasi lignin secara selektifsehingga menguraikan ikatan kimianya baik secaraikatan kovalen, ikatan hidrogen maupun ikatan

    van der waalls, dengan komponen kimia lain padabahan ber l ignoselulosa (se lulosa dan

    hemiselulosa), dan diusahakan komponen laintersebut tetap utuh. Proses delignifikasi bisa

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    4/12

    72

    dilakukan secara panas ( thermal ), kimia danbiologis. Dengan demikian, substrat selulosa danhemiselulosa yang tersisa akan lebih mudahdiakses oleh enzim pengurai termasuk enzimhidrolisis (Sun dan Cheng, 2012; Rosgaard et al .,

    2009). Serbuk gergaji kayu sengon dan pelepah daunkelapa sawit masing-masing dicuci dandikeringkan, jika hasilnya masih berukuran besar,dicacah dan digiling terlebih dahulu, kemudiandiayak dengan ukuran mesh 40/60 (lolos 40 mesh,tertahan di 60 mesh). Biomassa tersebut disiapkanuntuk tiga macam perlakuan delignifikasi (P , P1 2dan P ) dan satu control (K ). Untuk kontrol (K ):3 0 0spesimen biomassa tanpa perlakuan apapun;sedangkan perlakuan pertama (P ): spesimen1

    didelignifikasi secara Fisis , yaitu biomasadisterilkan 121°C, 1 Atm, 30 menit dalam autoclave ;pada perlakuan ke-2 (P ) biomasa didelignifikasi2secara Kimia, yaitu biomasa disterilkan dalamautoclavedengan penambahan 1% H SO (Mutreja2 4et al . 2011); dan perlakuan ke-3 (P ) delignifikasi3Biologis , biomasa setelah disterilkan dandidinginkan, lalu diinokulasi dengan isolat MD-14FB.1 dan diinkubasi selama 2 minggu. Seluruhhasil perlakuan delignifikasi dan kontrol kemudiandipisahkan untuk analisa komposisinya yaitu

    kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa; dandilakukan uji coba produksi etanol. Sebelumdianalisa, spesimen hasil perlakuan P , P dan P1 2 3perlu dikeringkan dalam oven 50°C selama 2-3hari karena menjadi sedikit basah setelahperlakuan. Kadar lignin ditentukan denganmetode TAPPI T13m-45 ASTM; selulosaditentukan dengan metode ASTM 1103-60 tahun1977. Hemiselulosa ditentukan denganmenganalisa kadar holoselulosa terlebih dahulu.Holoselulosa dianalisa dengan metode ASTM

    1104-56 tahun 1978. Kadar hemiselulosadiperoleh dari pengurangan kadar holoselulosaoleh kadar selulosa.

    2. Produksi etanol dengan metode simultaneoussaccharification and fermentation (SSF) termodifikasi

    a. Proses hidrolisis Proses hidrolisis untuk kasus ini adalahmendepolimerisasi selulosa, pati dan hemiselulosamelalui reaksi dengan air (H O) menjadi senyawa2sederhana (glukosa dan monomer lain). Proseshidrolisis tersebut berlangsung dengan bantuankatalis kimia (asam mineral) atau biokatalis (enzim

    selulosa). Lima gram biomassa sengon dan pelepah daunkelapa sawit (yang masing-masing sudah diketahuiberat kering ovennya), baik yang telah diberiperlakuan delignifikasi (P , P , P ) maupun control1 2 3

    (K ), masing-masing disuspensikan ke dalam 1000ml larutan penyangga (buffer) asetat pH 4 dalamlabu Erlenmeyer 500ml. Lalu ditambahkan 50 mlsupernatan kultur bakteri LR-15 T.8 (E ) atau TG-102 S.9 (E ) atau 10% larutan enzim selulase2kompleks Sigma-aldrich C2605 (E ), kemudian3diinkubasi 1 minggu pada suhu ruang di atas shaker rotator dengan kecepatan 125 rpm, agar proseshidrolisis berlangsung terlebih dahulu. Untukmenentukan adanya aktivitas hidrolisis selulosamenjadi glukosa, 5 ml supernatan dari kultur set

    percobaan diambil, lalu direaksikan dengan 5 mllarutan DNS kemudian dipanaskan dalam airmendidih selama lima menit. Setelah didinginkandan mencapai suhu ruangan, 1 ml larutanKNaC H O .4H O ( potassium sodium tartate ) 40%4 4 6 2ditambahkan untuk menstabilkan warna.Selanjutnya, larutan supernatant tersebut diukurabsorbansinya pada 540 nm (Sangkharak et al.,2011). Kurva standar glukosa dibuat denganmengukur absorbasi larutan glukosa (konsentrasiberkisar 0-1,5 mg/ml; dengan interval konsentrasi

    0,125 mg/ml) yang diperlakukan sama sesuaidengan metode di atas. Jumlah gula tereduksidihitung dengan mengacu pada kurva standaryang diperoleh.b. Proses fermentasi Fermentasi untuk kaitan ini adalah suatu prosesmendegradasi senyawa glukosa atau heksosa lain(C H O ) dalam keadaan tanpa oksigen (O ) atau6 12 6 2oksigen terbatas menjadi senyawa lebih sederhanayaitu alkohol (C H OH) dan CO . Proses tersebut2 5 2berlangsung dengan bantuan organisme sepertiragi atau agen fermentasi lain yaitu padapercobaan ini adalah isolat CT26A.1. Sebelum digunakan sebagai agen fermentasipada perangkat percobaan (P , P , P K ), isolat1 2 3, 0Candida fermentatiCT26A.1 ditumbuhkan padamedium pengayaan, yaitu: medium GYE (glukosa+ yeast ekstrak) selama 48 jam pada suhu ruangdi atas shaker rotator dengan kecepatan 125 rpm.Proses fermentasi diinisiasi dengan memasukkan50 ml suspensi yeast ini dimasukkan ke dalam labuErlenmeyer yang masing-masing telah berisi

    suspensi campuran biomassa (hasil delignifikasi)+ E , campuran biomasa+ E dan campuran1 2

    Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, Maret 2015: 69-80

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    5/12

    73

    biomasa + E secara terpisah. Perangkat3percobaan ini masing-masing diinkubasi padasuhu ruang dan dikocok di atas shaker rotator dengan kecepatan 125 rpm, selama 10 hari (sesuaidengan data seleksi dan optimasi tahap fermentasi

    pada uji pendahuluan data tidak dipublikasikan).Lalu kultur disentrifugasi dengan kecepatan3600g, 30 menit, kemudian supernatan disaringdengan menggunakan syringe filter dengan ukuranpori-pori 0,2 µm. Kadar etanol diestimasi dengan mengambil8 ml supernatan kultur hasil fermentasi ke dalamtabung Falcon 15 ml, lalu ditambah dengan 4 mllarutan potassium dichromate , dan dipanaskan selama10 menit dalam waterbath berisi air mendidih.Selama proses pemanasan, etanol bereaksi dengan

    potassium dichromate menjadi senyawa asam, yangmenyebabkan perubahan warna dari oranyemanjadi hijau kebiru-biruan. Perubahan warna inidiukur dengan spektrofotometer pada panjanggelombang (λ) 600 nM. Nilai absorbansidikonversi menjadi konsentrasi etanol denganmengacu pada kurva standar. Kurva standaryang merupakan hubungan antara konsentrasietanol dengan nila absorbansi dibuat pada kisarankonsentrasi 0 - 25 % dengan interval 2,5% (Soe et al., 2009).

    C. Rancangan Percobaan dan Analisa Data

    Untuk uji aktivitas enzim hidrolisis dan seleksi yeas t , konversi nilai absorbansi menjadikonsentrasi glukosa tereduksi dan kadar etanolditentukan dengan mengacu pada kurva standarterkait. Persamaan kurva standar untukmengkonversi data absorbansi hasil percobaanmenjadi konsentrasi glukosa atau ethanol denganmemplot pada persamaan-persamaan regresilinier tersebut dhitung dengan bantuan paketprogram Microsoft Excel ® 2007. Penelaahan data produksi gula perduksi danetanol menggunakan rancang acak lengkap (RAL)faktorial. Sebagai faktor-faktor masing-masingadalah 2 macam biomasa lignoselulosa (yaituserbuk gergaji dan pelepah daun kelapa sawit), 4macam perlakuan delignifikasi awal (P P , P K )1, 2 3, 0dan 3 macam sumber hidrolisis fermentasi (E E1, 2,E ). Tiap taraf kombinasi ketiga faktor tersebut3(2x4x3) dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Jikapengaruh faktor tersebut nyata baik secaratunggal atau secara interaksi, telaahan lebih lanjut

    dilakukan dengan uji Tukey. Penerapan RAL danuji Tukey dibantu dengan software ASSISTAT 7.6Beta ® 2011.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Delignifikasi dan Pengaruhnya terhadapProses Hidrolisis Selulosa

    Dalam penelitian ini, perlakuan delignifikasi,baik pada limbah serbuk kayu sengon maupunpelepah daun kelapa sawit, telah menurunkankadar lignin sekitar 5 - 35% dibandingkan dengankontrol (Gambar 1 dan 2). Perlakuan secara kimia(menggunakan H SO 1%, Mutreja et al., 2011)2 4menunjukkan penurunan kadar lignin yang palingbanyak, yaitu 35,1% pada biomasa serbuk kayusengon dan 29,3% pada biomasa serbuk pelepahsawit. Delignifikasi secara fisis dan biologismenurunkan kadar lignin pada serbuk kayusengon sekitar 17 - 21% dan pada pelepah daunkelapa sawit sekitar 5 - 6,5%. Adapun kadarselulosa pada serbuk kayu sengon cenderung naik(2,4 - 23,9%) sedangkan pada pelepah daun kelapasawit delignifikasi fisis menyebabkan kadarselulosa turun 1,7% dibandingkan kontrol. Kadarhemiselulosa turun pada semua perlakuan

    pretreatment sekitar 8,3 - 52,7% dibandingkandengan kontrol (Gambar 1 dan 2). Meskipun sama-sama dapat menurunkankadar lignin, perlakuan delignifikasi fisis danbiologis belum seefektif perlakuan kimia. Belumoptimalnya perlakuan delignifikasi fisismenunjukkan bahwa pengkondisian sifat-sifatfisika, yaitu: pemanasan sampai 121°C padatekanan 1 atmosfer selama 30 menit, bukankondisi yang optimal untuk proses delignifikasi.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisioptimal untuk delignifikasi dengan memanipulasifaktor fisika adalah pada temperatur 160 - 260°Cpada tekanan 0,69 - 4,83 MPa, yang setara dengan6,8 - 47,7 atm (Grous et al ., 1986); 270°C selama1 menit atau 190°C selama 10 menit (Duff danMurray, 1996). Dengan demikian, dapat difahamibahwa pengkondisian yang diterapkan dalampenelitian ini masih di bawah kondisi optimum. Penggunaan mikroorganisme, terutama jamurlapuk putih ( white-rot fungi ) untuk menguraikanlignin pada limbah berlignoselulosa telah banyak

    Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Terhadap Hidrolisis Selulosa dan Produksi Etanol dari Limbah Berlignoselulosa (Luciasih Agustini & Lisna Efiyanti)

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    6/12

    74

    Gambar 1. Komponen kimia serbuk kayu sengon hasil perlakuan delignifikasi secara fisis,1)kimia dan biologis, dibandingkan dengan kontrol. Figure 1. Chemical contents in Paraserianthes falcataria sawdust after physical-, chemical-

    1)and biological-delignification, compared to those of the control.

    Gambar 2. Komponen kimia serbuk pelepah sawit hasil perlakuan delignifikasi secara fisika,2)kimia dan biologi, dibandingkan dengan kontrol.

    Figure 2. Chemical contents in oil palm petiole after physical-, chemical- and biological-2)delignification, compared to those of the control.

    1) Dalam 15 g berat kering kontrol serbuk kayu sengon mengandung 4,94 g lignin; 5,51 g selulosa; dan 3,85 g hemiselulosa( inside 15 g of oven-dry sengon-wood sawdust were contained lignin, cellulose, and hemicellulose as much as 4.94, 5.51, and 3.85respectively).

    2) Dalam 15 g berat kering kontrol serbuk pelepah sawit mengandung 3,11g lignin; 6,10g selulosa; dan 4,57 g hemiselulosa( inside 15 g of oven-dry oil palm petiole sawdust were contained lignin, cellulose, and hemicellulose as much as 3.11, 6.10 and 4.57respectively).

    Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, Maret 2015: 69-80

    Lignin ( Lignin ) Selulosa ( Cellulose ) Hemiselulosa(Hemicellulose )

    Kontrol ( Control )Perlakuan kimia ( Chemical treatment )

    Perlakuan fisis ( Physical treatment )Perlakuan biologis ( Biological treatment )

    Lignin ( Lignin ) Selulosa ( Cellulose ) Hemiselulosa(Hemicellulose )

    Kontrol ( Control )Perlakuan kimia ( Chemical treatment )

    Perlakuan fisis ( Physical treatment )Perlakuan biologis ( Biological treatment )

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    7/12

    75

    dilaporkan (Schurz, 1978; Zimmermann, 1990).Fungi Pleurotus ostreatus digunakan untukmenguraikan lignin pada jerami gandum dengan

    waktu inkubasi 5 minggu (Hatakka, 1983)sedangkan Akin et al . (1995) menggunakan fungi

    Ceriperiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus dengan waktu inkubasi 6 minggu. Prosesbiodegradasi lignoselulosa dengan fungi-fungi initelah meningkatkan proses biodegradasi sekitar29 - 77 % (Akin et al., 1995). Dengan demikian,kurang optimalnya proses biodegradasi lignindengan menggunakan isolat fungi MD-14 FB.1 -yang hanya meningkatkan biodegradasi lignin17,7 % pada serbuk kayu sengon dan 5,1% padaserbuk pelapah sawit - dapat disebabkan olehsingkatnya waktu inkubasi (2 minggu), sehingga

    jumlah lignin yang terurai belum optimal. Adapun perlakuan delignif ikasi kimia,meskipun menunjukkan penurunan kadar ligninpaling banyak, namun perlakuan ini tidakdisarankan untuk diaplikasikan pada skala yanglebih besar. Selain karena bersifat toksik dankorosif sehingga memerlukan desain reaktor darimaterial yang khusus, penggunaan larutan asamyang disertai pemanasan dapat menginduksiterbentuknya senyawa inhibitor, seperti: furfural( derivate dari xylosa), 5-hydroxymethyl furfural

    ( derivatesenyawa C6) dan senyawa fenolik ( derivatedari lignin) yang dapat menghambat kerja enzimselulase dan efektivitas fermentasi (Rosgaardet al .,2007; Chaturvedi dan Verma, 2013). Pada penelitian ini, perlakuan delignifikasicenderung berpengaruh terhadap peningkatankadar selulosa, kecuali untuk delignifikasi kimiakayu sengon dan delignifikasi fisis pelepah sawit.Kadar hemiselulosa cenderung menurun padasemua perlakuan (Gambar 1 dan Gambar 2). Halini menjadi indikasi bahwa perlakuan delignifikasi

    pada dasarnya menyebabkan selulosa, yangmerupakan target utama proses hidrolisis menjadilebih mudah diakses (Harmsen et al. 2010).

    Adapun penurunan kadar hemiselulosa setelahperlakuan delignifikasi mengindikasikan bahwaperlakuan delignifikasi yang diterapkan padabiomasa sengon dan pelepah sawit ini, tidak hanyamenyebabkan degradasi l ignin , te tapidepolimerisasi hemiselulosa juga (Sahaet al ., 2005;

    Taherzadeh dan Karimi, 2008; Brodeur et al. 2011). Ini disebabkan hemiselulosa merupakan

    senyawa karbohidrat penyusun sel bahanberlignoselulosa tetapi dengan derajat polimerisa-

    si yang lebih rendah daripada selulosa. Akibatnyahemiselulosa sangat rentan terhadap suhu tinggi,asam dan basa dibandingkan selulosa. Lebih lanjuthemiselulosa merupakan polimer karbohidratyang tersusun dari monomer heksosa (C H O)6 12

    dan monomr pentosa (C H O Degradasi heksosa5 12 5).(termasuk glukosa) tanpa oksigen meghasilkanetanol (produk utama) sedangkan hal serupa untukpentosa menghasilkan furfural (Prentti, 2006).

    Perlakuan delignifikasi biomasa sengon, jikadihubungkan dengan proses hidrolisis, secaraumum menyebabkan peningkatan kadar gulatereduksi dibandingkan dengan kontrol (Gambar3). Biomasa sengon hasil perlakuan kimiawi,meskipun mengalami penurunan kadar selulosasejumlah 22,3% namun justru menghasilkan

    kadar gula tereduksi paling tinggi untuk ketigamacam enzim hidrolisis (E , E dan E ), yaitu1 2 3berkisar 1,65 - 2,45 mg/ml. kadar gula tereduksipada biomasa sengon hasil perlakuan delignifikasifisis dan biologis, relatif lebih rendahdibandingkan perlakuan delignifikasi kimiawi,meskipun relatif lebih tinggi daripada kontrol(Gambar 3). Pengaruh perlakuan delignifikasi biomasapelepah sawit terhadap proses hidrolisis lebihbervar ias i . Del ignif ikasi secara kimia

    menghasilkan kadar gula tereduksi yang lebihrendah daripada kontrol, baik pada proseshidrolisis yang dikatalis oleh enzim E , E ,1 2maupun E . Delignifikasi fisis menghasilkan kadar3gula tereduksi yang lebih tinggi daripada kontrolhanya diperoleh dari proses hidrolisis yangdikatalis oleh enzim E dan E . Delignifikasi2 3biologis, hanya menunjukkan aktivitas hidrolisisyang paling optimal pada proses yang dikatalisoleh E (Gambar 4).3 Fenomena yang menarik untuk dicermati lebih

    lanjut tampak pada sampel biomasa pelepah daunkelapa sawit. Meskipun perlakuan delignifikasisecara kimiawi dapat menguraikan lignin relatiflebih optimal dan menghasilkan selulosa lebihbanyak (Gambar 2), tetapi kadar glukosa yangdihasilkan dari proses hidrolisis selulosa tersebutjustru paling sedikit dibandingkan perlakuanlainnya (Gambar 4). Hal ini menjadi indikasibahwa delignifikasi serbuk pelepah sawit secarakimia diduga dapat menghasilkan senyawainhibitor yang dapat menghambat kerja enzim

    hidrolisis (Rosgaard et al ., 2007), sehingga tidakseluruh potensi selulosa dapat diuraikan menjadi

    Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Terhadap Hidrolisis Selulosa dan Produksi Etanol dari Limbah Berlignoselulosa (Luciasih Agustini & Lisna Efiyanti)

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    8/12

    76

    glukosa. Namun peran senyawa inhibitor ini tidakdikaji dalam penelitian ini. Dengan membandingkan efektivitas kerja

    ketiga enzim hidrolisis pada dua sampel biomasayang berbeda (Gambar 3 dan Gambar 4) terlihatbahwa aktivitas penguraian selulosa menjadi

    3)Gambar 3. Kadar glukosa hasil hidrolisis serbuk kayu sengon menggunakan filtrat kasarenzim LR-18 T.8 (E1), TG-2 S.9 (E2) dan enzim selulase dan hemiselulasekomersial C2605 dan H2125, inkubasi 7 hari.

    3) Figure 3. Glucose contents in Paraserianthes sawdust after 7-day hydrolysis using crude filtrated enzymes of LR-18 T.8 (E1), TG-2 S.9 (E2) and commercial enzymes complexof C2605 and H2125.

    3)Gambar 4. Kadar glukosa hasil hidrolisis serbuk pelepah sawit menggunakan filtrat kasarenzim LR-18 T.8 (E1), TG-2 S.9 (E2) dan enzim selulase dan hemiselulasekomersial C2605 dan H2125, inkubasi 7 hari.

    3) Figure 4. Glucose contents of oil palm petiole after 7-day hydrolysis using crude filtratedenzymes of LR-18 T.8 (E1), TG-2 S.9 (E2) and commercial enzymes complex ofC2605 and H2125.

    1) Kadar glukosa diukur dari 100ml aliquot hasil hidrolisis 5g sampel biomasa.Glucose content was measured from 100ml aliquot of5gr hydrolised biomass.

    Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, Maret 2015: 69-80

    Kontrol ( Control )

    Perlakuan kimia ( Chemical treatment )

    Perlakuan fisis ( Physical treatment )

    Perlakuan biologis ( Biological treatment )

    Kontrol ( Control )

    Perlakuan kimia ( Chemical treatment )

    Perlakuan fisis ( Physical treatment )

    Perlakuan biologis ( Biological treatment )

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    9/12

    77

    glukosa ditentukan oleh kecocokan antara jenisbiomasa dan enzim hidrolisisnya. Pada serbukkayu sengon, E dan E yang dihasilkan dari isolat1 2LR-15 T.8 dan TG-2 S.9 tampak lebih efektifdalam menguraikan selulosa menjadi glukosa jika

    dibandingkan dengan enzim selulase komersial,untuk semua perlakuan delignifikasi. Hal yangsebaliknya terjadi pada proses hidrolisis biomasaserbuk pelepah daun sawit. Enzim filtrat kasar E 1yang dihasilkan oleh isolat bakteri LR-15 T.8cenderung kurang optimal dibandingkan denganE dan enzim selulase komersial (Gambar 4).2B. Pengaruh Delignifikasi dan Hidrolisis

    terhadap Produksi Etanol

    Ujicoba produksi etanol dari serbuk kayu

    sengon dan pelepah sawit dengan menggunakanbeberapa isolat koleksi FORDA-CC (bakteri LR-15 T.8 atau TG-2 S.9; dan yeast CT 26A.1)dilakukan dalam kondisi optimum pH 4 dan

    waktu inkubasi 10 hari, berdasarkan hasil uji

    pendahuluan, yang menunjukkan bahwa pH 4optimum bagi aktivitas filtrat kasar enzim E dan1E dibandingkan dengan aktivitas pada level pH 52sampai dengan 10 (data tidak ditampilkan di sini).Namun, kadar etanol yang dihasilkan masihsangat rendah, yaitu berkisar antara 0,0022 -0,4046% v/v (Tabel 1), yang setara dengan 0,079- 3,23 g/L etanol. Proses konversi biomasa berlignoselulosamenjadi etanol memang masih belummenunjukkan hasil yang optimal. Srivinas et al .

    (1995) yang mencoba mengkonversi material

    4)Gambar 5. Kadar etanol hasil fermentasi serbuk kayu sengon dan pelepah sawit dengan variasi perlakuan delignifikasi dan enzim hidrolisis E (A); E (B) dan E (C).1 2 3

    4) Figure 5. Ethanol contents that resulted in the fermented sawdust from sengon wood and oil- palm petiole using four varying delignification treatments, each with three

    different hydrolytic enzymes designated as E (A); E (B) and E (C) respectively.1 2 3

    Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Terhadap Hidrolisis Selulosa dan Produksi Etanol dari Limbah Berlignoselulosa (Luciasih Agustini & Lisna Efiyanti)

    (oil palm petiole)

    (oil palm petiole)

    (oil palm petiole)

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    10/12

    78

    berselulosa dengan menggunakan mikro-organisme hasil fusi (penggabungan) protoplastTrichoderma reesei dan Saccharomyces cerevisae, melaluiteknik single stage direct bioconversion hanyamemperoleh kadar etanol 0,17 g/L. Irawati et al.,

    (2009) yang menggunakan limbah serbuk gergajikayu jati, meranti dan sengon sebagai bahan baku,dan fungi Phanerochaete chrysosporium sebagai agenbiodelignifikasi, serta teknik hidrolisis danfermentasi yang simultan, menghasilkan kadaretanol 0,311 g/L dari serbuk gergaji kayu jati;0,364 g/L dari serbuk kayu meranti; dan 0,448 g/Ldari serbuk kayu sengon. Hasil yang lebih baikditunjukkan oleh Samsuri et al ., (2009), yangmemperoleh etanol dengan konsentrasi 6,94 g/Ldari limbah tebu ( bagasse ) yang dihidrolisis dengan

    campuran enzim selulase dan selubiose serta agenfermentasi Saccharomyces cerevisae . Mengacu padahasil-hasil penelitian ini, tergambar bahwa untukdapat diproduksi secara masal dan memenuhinilai-nilai komersil, maka serangkaian penelitianyang lebih intensif masih perlu dilakukan, agarproses biokonversi limbah berlignoselulosamenjadi etanol lebih efektif. Uji statistik menunjukkan bahwa variansi kadaretanol ini ditentukan oleh interaksi antara jenisbiomassa, perlakuan delignifikasi dan enzim

    hidrolisis yang berbeda-beda (F >F =hitung tabel406,2966 >3,2049 ; p

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    11/12

    merupakan hal penting. Oleh karena itu, optimasimetode seleksi isolat-isolat potensial dan optimasireaksinya, baik untuk tahap delignifikasi,hidrolisis, maupun fermentasi mutlak diperlukanagar teknologi produksi bioetanol generasi II yang

    lebih optimal dan ramah lingkungan dapatdikembangkan di Indonesia, dalam skala yanglebih besar di masa yang akan datang .

    DAFTAR PUSTAKA

    Akin, D.E., L.L. Rigsby, Sethuraman, A. W.H.-IIIMorrison, Gamble, G.R. & Eriksson,K.E.L. (1995). Alterations in structure,chemistry, and biodegradability of grass

    lignocelluloses treated with white rot fungiCeriporiopsis subvermispora and Cyathusstercoreus . Appl. Environ. Microbiol., 61,1591 - 1598.

    American Standard Testing Material (ASTM)(1995). Annual book of ASTM Standards.

    Volume 04.10 Wood. Section 4. Philadelpia: ASTM

    Brodeur, G., Yau, E. Badal, K. Collier, J.Ramachandran, K.B. Ramakrihsnan, S.

    (2011). Chemical and physicochemicalpretreatment of lignocellulosic biomass: areview. Enzyme Research , 2011: 1-17.[doi:10.4061/2011/787532].

    Buaban, B., H. Inoue, S. Yano, S. Tanapongpipat, V. Ruanglek, & V. Champreda.(2010).BIoethanol Production from Ball MilledBagasse Using On-Site Produced FungalEnzyme Coctail and Xylose-FermentingPichia stipitis . Journal of Bioscience &Bioengineering , 110(1):18-25.

    Chaturvedi, V. & Verma, P. (2013). An overviewof key pretreatment processes employedfor bioconversion of lignocellulosicbiomass into biofuels and value addedproducts. 3. Biotech , 3, 415 - 431.

    Duff, S.J.B & W.D. Murray.(1996). Bioconversionof forest products industry wastecellulosics to fuel ethanol: a review.Bioresource Technology , 55, 1 33.

    Erdei, B., Z. Barta, B. Sipos, K. Reczey, M. Galbe,& G. Zacchi. (2010). Ethanol Production

    from Mixtures of Wheat Straw and WheatMeal.Biotechnology for Biofuel , 3, 16.

    Grous, W.R., Converse, A.O. & H.F. Grethlein.(1986). Effect of steam explosionpretreatment on pore size and enzymatichydrolysis of poplar. Enzyme Microbiol.Technol., 8, 274 - 280.

    Harmsen, P.F.H., Huijgen, W.J.J. Lopez, L.M.B. &Bakker, R.R.C. (2010). Literature review ofphysical and chemical pretretamentprocesses for lignocellulosic biomass.Energy Research Centre of theNetherlands.pp.1-49.

    Hatakka, A.I. (1983). Pretreatment of wheat strawby white-rot fungi for enzymaticsaccharification of cellulose. Appl.Microbiol.Biotechnol ., 19,361 - 363.

    Irawati, D., Azwar, N.R. Syafii, W. & Artika, I.M.(2009). Pemanfaatan Serbuk Kayu untukProduksi Etanol dengan PerlakuanPendahuluan Delignifikasi Menggunakan

    Jamur Phanerochaete chrysosporium . Jurnal IlmuKehutanan , III (1), 13 - 22.

    Intara, Y.I., dan Dyah, B.P. (2012). Studi sifat fisikdan mekanik parenkim pelepah daun kelapasawit untuk pemanfaatan sebagai bahananyaman. AGROINTEK , 6(1), 36 -44.

    Kim, S., & B.E. Dale. (2004). Global potentialbioethanol production from waste cropsand crop residues. Biomass & Bioenergy , 26,361 - 375.

    Krisnawati, H., E. Varis, M. Kallio, M., &Kanninen, M. (2011). Paraserianthes falcataria (L) Nielsen - Ekologi, Silvikultur danProduktivitas. Bogor - Indonesia: CIFOR.

    Li, X.H., H.J.Yang, B. Roy, D. Wang, W.F. Yue, L.J. Jiang, E.Y. Park, & Y.G. Miao. (2009). Themost stirring technology in the future:cellulase enzyme and biomass utilization.

    African Journal of Biotechnology , 8, 2418-2422.

    Munawar, A. (2010). Analisa Nilai Tambah danPemasaran Kayu Sengon Gergajian Studi Kasusdi Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor . Dept.

    Ag ribi snis, Fakul ta s Ekonomi danManajemen, Institut Pertanian Bogor.[skripsi].

    Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Terhadap Hidrolisis Selulosa dan Produksi Etanol dari Limbah Berlignoselulosa (Luciasih Agustini & Lisna Efiyanti)

    79

  • 8/16/2019 delignifikasi selulosa

    12/12

    Mutreja, R., Das, D. Goyal, D. & Goyal, A. (2011).Bioconversion of agricultural waste toethanol by SSF using recombinant cellulasefrom Clostridium thermocellum . EnzymeResearch . [DOI:10.4061/2011/ 340279].

    Prentti, O. (2006). Wood structure and properties.New York-London-Toronto: Trans

    Technical Publication.

    Rosgaard, L., S. Pedesen, & A.S. Meyer. (2007).Comparison of Different PretreatmentStrategies for Enzymatic Hydrolysis of

    Wheat and Barley Straw. Appl. Biochem.Biotechnol., 143,284 - 296.

    Saha, B.C., L.B. Hen, M.A. Cotta & Y.V. Wu.(2005). Dilute acid pretreatment, enzymaticsaccharification and fermentation of ricehulls to ethanol. Biotechnology Progress , 21(3) , 816 - 822.

    Sangkharak, K., P. Vangsirikul, & S. Janthachat.(2011). Isolation of novel cellulase fromagricultural soil and application for ethanolproduction. International Journal of AdvanceBiotechnology and Research , 2(2), 230-239.

    Samsuri, M., M. Gozan, B. Prasetya, & M. Nasikin.(2009) . Enzymatic hydrolysis oflignocellulosic bagasse for bioethanolproduction. Journal of Biotechnology Researchin Tropical Region , 2(2), 1-5.

    Schurz, J. (1978). Bioconversion of cellulosicsubstances into enegy. In Ghose, T.K.:Chemicals and Microbial Protein SymposiumProceedings , Eds. New Delhi: IIT

    Soe H.B., Kim, H.J. & Jung, H.K. (2009).Measurement of ethanol concentrationusing solvent extraction and dichromateoxidation and its application to bioethanolproduction process. Journal of Industrial

    Microbiology and Biotechnology , 36, 285 - 292.

    Srivinas, D., Rao, K.J. Theodore, K. & Panda, T.(1995). Direct conversion of cellulosicmaterial to ethanol by the intergenericfusant Trichoderma reesei Qm9414/ Saccharomyces cereviceae NCIM 38288.

    Enzyme & Micr ob ia l Technology , 17,418 - 423.

    Sun Y., and J. Cheng. (2002). Hydrolysis oflignocellulosic materials for ethanolproduction: a review. Bioresources Technology ,83, 1-11.

    Taherzadeh, M.J. and K. Karimi. (2008).Pretreatment of lignocellusic waste toimprove ethanol and biogas production: areview. Int. J. Mol. Sci., 9, 1621 - 1651.

    Technical Association of the Pulp and PaperI n d u s t r y ( TA P P I ) ( 1 9 9 3 ) . T h e

    Technological Association of the Pulp andPaper Industry Methods. Atlanta Georgia:

    TAPPI.

    Walter, A., F. Rosillo-Calle, P. Dolzan, E. Pracente,and K.B. da Cunha. (2008). Perspective onFuel Ethanol Consumption and Trade.Biomass and Bioenergy , 32, 730-748.

    Wan, C. and Y. Li. (2012). Fungal pretreatmentof lignocellulosic biomass.Biotechnol. Adv.,30(6), 1447- 1457.

    Wati, L., Kumari, S. and Kundu, B.S. (2007).Paddy Straw as Substrate for EthanolProduction. Indian Journal of Microbiology , 47,26 - 29.

    Zimmermann, W. (1990). Degradationof ligninby bacteria. J. Biotechnol., 13; 119-130.

    Penelitian Hasil Hutan Vol. 33 No. 1, Maret 2015: 69-80

    80