Delapan BUMN Hedging US$ 1,92 Miliar Gejolak Rupiah Hanya ...gelora45.com/news/SP_2006052607.pdf ·...

1
7 Kamis, 26 Mei 2016 Delapan BUMN Hedging US$ 1,92 Miliar Gejolak Rupiah Hanya Sementara [JAKARTA] Nilai tukar rupiah yang melemah 2,6% sepekan tera- khir, ke Rp 13.671 per dolar AS, me- rupakan fenomena sementara akibat kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada Juni dan korporasi memerlukan valas untuk pembayar- an dividen ke luar negeri. Meski ru- piah diperkirakan tidak bergejolak tahun ini, delapan BUMN yang memiliki utang valas melakukan hedging senilai US$ 1,92 miliar (Rp 26,92 triliun) kemarin, agar bi- sa menghindari risiko pelemahan nilai tukar rupiah di masa depan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menutur- kan kondisi global beberapa tahun terakhir telah menimbulkan risiko kerentanan terkait kemampuan kor- porasi di negara-negara emerging market untuk melunasi pinjam- annya. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan hedging (transaksi lindung nilai). “Selain itu, pengelolaan risiko nilai tukar melalui hedging ini sa- ngat penting dan terkait dengan sta- bilitas keuangan dan makroekono- mi. Karena itu, kami mendorong korporasi-korporasi yang memiliki risiko valas untuk melakukan lin- dung nilai dengan transaksi deriva- tif. Hal ini tentunya juga akan men- dorong pasar keuangan di Indonesia lebih dalam dan sehat,” ujar Agus dalam Penandatanganan Fasilitas Hedging kepada Delapan BUMN oleh Tiga Bank BUMN, Jakarta, Rabu (25/5). Delapan korporasi BUMN yang melakukan hedging adalah PT Pupuk Indonesia, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), PT Pelindo II, PT Pelindo III, Perum Peruri, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Semen Baturaja Tbk. Sebe- lumnya, kontrak hedging telah dila- kukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara dan PT Pertamina. Se- dangkan tiga bank BUMN mem- berikan fasilitas lindung nilai atau FX Line adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebesar US$ 750 juta, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) US$ 619 juta, dan PT Bank Mandiri Tbk sebesar US$ 555 juta. Agus mengatakan, BI sejak 2014 telah mengeluarkan peraturan terkait penerapan prinsip kehati- hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank, yang me- wajibkan korporasi untuk mengelo- la risiko ketidakcocokan nilai tukar, likuiditas, dan overleverage. Saat ini, tingkat kepatuhan dari peme- nuhan kewajiban transaksi lindung nilai semakin meningkat. Pada akhir tahun lalu, korporasi yang telah me- menuhi kewajiban pelaporan kegi- atan penerapan prinsip kehati-hatian (KPPK) untuk pemenuhan rasio lin- dung nilai 0-3 bulan telah mencapai 87% atau sebanyak 2.354 korpora- si. Sedangkan yang telah memenu- hi kewajiban laporan KPPK untuk pemenuhan rasio lindung nilai 3-6 bulan mencapai 91% atau sebanyak 2.354 korporasi. Hanya Sementara Agus Martowardojo mengata- kan, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini hanya bersifat se- mentara. Berdasarkan kurs tengah BI, dalam sepekan terakhir nilai tukar rupiah melemah 2,6%, yakni dari level 13.319 per dolar AS pa- da 18 Mei lalu menjadi 13.671 per dolar AS pada 25 Mei 2016. Ia menjelaskan lebih lanjut, dari sisi eksternal, pelemahan rupiah ini terutama karena pengaruh renca- na Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang ingin me- naikkan suku bunga acuannya (Fed Funds Rate). “Kondisi nilai tukar rupiah yang relatif lebih lemah itu sepenuhnya karena statement yang kuat dari pejabat-pejabat The Fed yang meyakini bahwa di Juni dan Juli nanti akan menaikkan Fed Funds Rate. Statement yang cende- rung menaikkan bunga itu berdam- pak ke stabilitas keuangan dunia, karena banyak yang kemudian me- responsnya,” ujar Agus. Selain itu, kata dia, ada penga- ruh dari Inggris yang kemungkin- an besar akan tetap berada di Uni Eropa, sehingga menimbulkan ke- pastian bagi kalangan investor pasar keuangan. Hal lain, ada kekhawatir- an harga minyak kembali anjlok se- telah Iran memutuskan untuk tidak mengurangi produksi. “Faktor-faktor dunia itu juga berdampak ke negara-negara lain, termasuk ke Indonesia. Dari dalam negeri, pengaruh terbesar datang dari tingginya kebutuhan valuta asing oleh berbagai perusahaan un- tuk pembayaran dividen ke luar ne- geri atau kewajiban lain. Jadi, secara umum, itu bersifat sementara dan BI akan terus ada di pasar untuk menja- ga rupiah,” ujar Agus. Ekonom senior Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, penan- datanganan kontrak hedging yang dilakukan delapan BUMN senilai US$ 1,92 miliar (setara Rp 26,92 tri- liun) bukan dilakukan karena ke- khawatiran akan terjadi gejolak nilai tukar rupiah tahun ini. Hedging di- lakukan oleh perusahaan-perusaha- an pelat merah tersebut sebagai upa- ya berjaga-jaga agar pembiayaan atau portofolio mereka aman di saat kondisi memburuk. “Hal itu positif, seperti asuransi saja. Jadi, ini bukan karena khawatir akan ada gejolak nilai tukar rupiah, tapi jaga-jaga saja. Bank Indone- sia juga menggalakkan hedging va- las,” kata dia, di Jakarta, Rabu (25/5) malam. Andry Asmoro mengatakan, ke- butuhan valas korporasi untuk membayar utang luar negeri mau- pun keperluan lain memang ikut memengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Namun, pele- mahan rupiah saat ini lebih dikare- nakan faktor eksternal kemungkin- an The Fed akan menaikkan kemba- li suku bunga acuannya pada Juni atau Juli mendatang, dari perkiraan sebelumnya pada Desember 2016. Itulah sebabnya, pelemahan terha- dap dolar AS tidak hanya terjadi pada rupiah, tapi juga mata uang lainnya. “Ini lebih karena faktor speku- latif dari rencana dinaikkannya lagi suku bunga The Fed. Polanya sama, sebelum kejadian kenaikan, rupi- ah dan mata uang lain melemah ter- hadap dolar AS, namun begitu The Fed menaikkan suku bunga tahun lalu, rupiah menguat. Jadi ada spe- kulasi, ambil posisi sebelum kejadi- an (suku bunga naik). Kalaupun ada faktor domestik seperti ekspektasi pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari target yang ikut menekan ru- piah, pengaruhnya cenderung ke- cil,” kata dia. [ID/O-2] Rini: Cash Flow BUMN Terjaga [JAKARTA] Menteri Badan Usa- ha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, pihaknya akan mendorong BUMN-BUMN yang memiliki risiko terkait valas untuk mengelola risiko lebih hati- hati dengan melakukan transaksi lindung nilai. Pengelolaan risiko ini sangat penting untuk memastikan arus kas perusahaan-perusahaan BUMN terjaga dengan baik. “Dulu saya di swasta, jadi punya pengalaman tersendiri. Manajemen yang prudent untuk risiko valas sa- ngat penting. Dengan demiki- an, cash flow perusahaan BUMN bisa terjaga dengan baik,” ujar dia di Jakarta, Rabu (25/5). Sejumlah BUMN tersebut terca- tat mengalami kerugian kurs tahun lalu akibat pelemahan nilai tukar ru- piah. Berdasarkan laporan keuangan Antam misalnya, pada 2015, produ- sen emas ini mengalami rugi selisih kurs bersih sekitar Rp 289,56 miliar. Hal ini antara lain yang menyebab- kan Antam mengalami rugi Rp 1,44 triliun, membengkak 93% dari tahun sebelumnya Rp 743,52 mili ar. Per Desember tahun lalu, An- tam memiliki utang dalam dolar AS setara Rp 4,31 triliun untuk inves- tasi, dari total liabilitas Rp 12,04 triliun. Peraturan Bank Indonesia No- mor 16/20/PBI/2014 Tentang Pe- nerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Korporasi Nonbank menyatakan, antara lain, korporasi nonbank yang memiliki ULN dalam valuta asing wajib memenuhi rasio lindung nilai minimum tertentu de- ngan melakukan hedging. Rasio lin- dung nilai valas terhadap rupiah mi- nimum sebesar 25% dari selisih ne- gatif antara aset valas terhadap ke- wajiban valas yang akan jatuh tem- po sampai dengan tiga bulan ke de- pan sejak akhir triwulan; serta seli- sih negatif antara aset valas terhadap kewajiban valas yang akan jatuh tempo lebih dari tiga bulan sampai dengan enam bulan ke depan sejak akhir triwulan. BI kemudian mela- kukan revisi PBI ini, yakni korpora- si dengan selisih negatif antara aset valas dan kewajiban valas lebih ke- cil dari US$ 100.000 dikecualikan dari kewajiban memenuhi ketentuan rasio lindung nilai minimum. BI mencatat, dalam 5 tahun tera- khir, jumlah transaksi lindung nilai terus meningkat. Hal ini tercermin dari peningkatan porsi transaksi derivatif di pasar valas domestik dibandingkan total transaksi valas, yang telah mencapai 40% pada 2016. Sementara itu, pada 2015 sekitar 35%. [ID/M-6] ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN (Baris bawah) Menteri BUMN Rini Soemarno (ketiga kiri) didampingi Gubernur BI Agus Martowardojo (ketiga kanan), Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kedua kiri), Dirut BNI Achmad Baiquni (kedua kanan), Dirut BRI Asmawi Syam (kiri), Wadirut Bank Mandiri Sulaiman A Arianto (kanan) dan sejumlah direktur Korporasi BUMN berfoto bersama usai penandatanganan kerjasama di Kantor BI, Jakarta, Rabu (25/5).

Transcript of Delapan BUMN Hedging US$ 1,92 Miliar Gejolak Rupiah Hanya ...gelora45.com/news/SP_2006052607.pdf ·...

7Kamis, 26 Mei 2016

Delapan BUMN Hedging US$ 1,92 Miliar

Gejolak Rupiah Hanya Sementara[JAKARTA] Nilai tukar rupiah yang melemah 2,6% sepekan tera­khir, ke Rp 13.671 per dolar AS, me­rupakan fenomena sementara akibat kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada Juni dan korporasi memerlukan valas untuk pembayar­an dividen ke luar negeri. Meski ru­piah diperkirakan tidak bergejolak tahun ini, delapan BUMN yang memiliki utang valas melakukan hedging senilai US$ 1,92 miliar (Rp 26,92 triliun) kemarin, agar bi­sa menghindari risiko pelemahan nilai tukar rupiah di masa depan.

Gubernur Bank Indone sia (BI) Agus Martowardojo menutur­kan kondisi global beberapa tahun terakhir telah menimbulkan risiko kerentanan terkait kemampuan kor­porasi di negara­negara emer ging market untuk melunasi pinja m­annya. Oleh karena itu, peru sahaan perlu melaku kan hedging (transaksi lindung nilai).

“Selain itu, pengelolaan risiko nilai tukar melalui hedging ini sa­ngat penting dan terkait dengan sta­bilitas keuangan dan makroekono­mi. Karena itu, kami mendorong korporasi­korporasi yang memiliki risiko valas untuk melakukan lin­dung nilai dengan transaksi deriva­tif. Hal ini tentunya juga akan men­dorong pasar keuangan di Indonesia lebih dalam dan sehat,” ujar Agus dalam Penan datanganan Fasilitas Hedging kepada Delapan BUMN oleh Tiga Bank BUMN, Jakarta, Rabu (25/5).

Delapan korporasi BUMN yang melakukan hedging adalah PT Pupuk Indonesia, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Pe rum Badan Urusan Logistik (Bulog), PT Pelindo II, PT Pelindo III, Perum Peruri, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Semen Baturaja Tbk. Sebe­lumnya, kontrak hedging telah dila­kukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara dan PT Pertamina. Se­

dangkan tiga bank BUMN mem­berikan fasilitas lindung nilai atau FX Line adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebesar US$ 750 juta, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) US$ 619 juta, dan PT Bank Mandiri Tbk sebesar US$ 555 juta.

Agus mengatakan, BI sejak 2014 telah mengeluarkan peraturan terkait penerapan prinsip kehati­hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank, yang me­wajibkan korporasi untuk mengelo­la risiko ketidakcocokan nilai tukar, likuiditas, dan overleverage. Saat ini, tingkat kepatuhan dari peme­nuhan kewajiban transaksi lindung nilai semakin meningkat. Pada akhir tahun lalu, korporasi yang telah me­menuhi kewajiban pelaporan kegi­atan penerapan prinsip kehati­hatian (KPPK) untuk pemenuhan rasio lin­dung nilai 0­3 bulan telah mencapai 87% atau sebanyak 2.354 korpora­si. Sedangkan yang telah memenu­

hi kewajiban laporan KPPK untuk pemenuhan rasio lindung nilai 3­6 bulan mencapai 91% atau sebanyak 2.354 korporasi.

Hanya Sementara Agus Martowardojo mengata­

kan, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini hanya bersifat se­mentara. Berdasarkan kurs tengah BI, dalam sepekan terakhir nilai tukar rupiah melemah 2,6%, yakni dari level 13.319 per dolar AS pa­da 18 Mei lalu menjadi 13.671 per dolar AS pada 25 Mei 2016.

Ia menjelaskan lebih lanjut, dari sisi eksternal, pelemahan rupiah ini terutama karena pengaruh renca­na Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang ingin me­naikkan suku bunga acuannya (Fed Funds Rate). “Kondisi nilai tukar rupiah yang relatif lebih lemah itu sepenuhnya karena statement yang kuat dari pejabat­pejabat The Fed yang meyakini bahwa di Juni dan

Juli nanti akan menaikkan Fed Funds Rate. Statement yang cende­rung menaikkan bunga itu berdam­pak ke stabilitas keuangan dunia, karena banyak yang kemudian me­responsnya,” ujar Agus.

Selain itu, kata dia, ada penga­ruh dari Inggris yang kemungkin­an besar akan tetap berada di Uni Eropa, sehingga menimbulkan ke­pastian bagi kalangan investor pasar keuangan. Hal lain, ada kekhawatir­an harga minyak kembali anjlok se­telah Iran memutuskan untuk tidak mengurangi produksi.

“Faktor­faktor dunia itu juga berdampak ke negara­negara lain, termasuk ke Indonesia. Dari dalam negeri, pengaruh terbesar datang dari tingginya kebutuhan valuta asing oleh berbagai perusahaan un­tuk pembayaran dividen ke luar ne­geri atau kewajiban lain. Jadi, secara umum, itu bersifat sementara dan BI akan terus ada di pasar untuk menja­ga rupiah,” ujar Agus.

Ekonom senior Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, penan­datanganan kontrak hedging yang dilakukan delapan BUMN senilai US$ 1,92 miliar (setara Rp 26,92 tri­liun) bukan dilakukan karena ke­khawatiran akan terjadi gejolak nilai tukar rupiah tahun ini. Hedging di­lakukan oleh perusahaan­perusaha­an pelat merah tersebut sebagai upa­ya berjaga­jaga agar pembiayaan atau portofolio mereka aman di saat kondisi memburuk.

“Hal itu positif, seperti asuransi saja. Jadi, ini bukan karena khawatir akan ada gejolak nilai tukar rupiah, tapi jaga­jaga saja. Bank Indone­ sia juga menggalakkan hedging va­las,” kata dia, di Jakarta, Rabu (25/5) malam.

Andry Asmoro mengatakan, ke­butuhan valas korporasi untuk membayar utang luar negeri mau­pun keperluan lain memang ikut memengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Namun, pele­mahan rupiah saat ini lebih dikare­nakan faktor eksternal kemungkin­an The Fed akan menaikkan kemba­li suku bunga acuannya pada Juni atau Juli mendatang, dari perkiraan sebelumnya pada Desember 2016. Itulah sebabnya, pelemahan terha­dap dolar AS tidak hanya terjadi pada rupiah, tapi juga mata uang lainnya.

“Ini lebih karena faktor speku­latif dari rencana dinaikkannya lagi suku bunga The Fed. Polanya sama, sebelum kejadian kenaikan, rupi­ah dan mata uang lain melemah ter­hadap dolar AS, namun begitu The Fed menaikkan suku bunga tahun lalu, rupiah menguat. Jadi ada spe­kulasi, ambil posisi sebelum kejadi­an (suku bunga naik). Kalaupun ada faktor domestik seperti ekspektasi pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari target yang ikut menekan ru­piah, pengaruhnya cenderung ke­cil,” kata dia. [ID/O­2]

Rini: Cash Flow BUMN Terjaga[JAKARTA] Menteri Badan Usa­ha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, pihaknya akan mendorong BUMN­BUMN yang memiliki risiko terkait valas untuk mengelola risiko lebih hati­hati dengan melakukan transaksi lindung nilai. Pengelolaan risiko ini sangat penting untuk memastikan arus kas perusahaan­perusahaan BUMN terjaga dengan baik.

“Dulu saya di swasta, jadi punya pengalaman tersendiri. Manajemen yang prudent untuk risiko valas sa­

ngat penting. Dengan demiki­an, cash flow perusahaan BUMN bisa terjaga dengan baik,” ujar dia di Jakarta, Rabu (25/5).

Sejumlah BUMN tersebut terca­tat mengalami kerugian kurs tahun lalu akibat pelemahan nilai tukar ru­piah. Berdasarkan laporan keuangan Antam misalnya, pada 2015, produ­sen emas ini mengalami rugi selisih kurs bersih sekitar Rp 289,56 miliar. Hal ini antara lain yang menyebab­kan Antam mengalami rugi Rp 1,44 triliun, membengkak 93% dari

tahun sebelumnya Rp 743,52 mili ar. Per Desember tahun lalu, An­ tam memiliki utang dalam dolar AS setara Rp 4,31 triliun untuk inves­tasi, dari total liabilitas Rp 12,04 triliun.

Peraturan Bank Indonesia No­mor 16/20/PBI/2014 Tentang Pe­nerapan Prinsip Kehati­Hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Korporasi Nonbank menyatakan, antara lain, korporasi nonbank yang memiliki ULN dalam valuta asing wajib memenuhi rasio

lindung nilai minimum tertentu de­ngan melakukan hedging. Rasio lin­dung nilai valas terhadap rupiah mi­nimum sebesar 25% dari selisih ne­gatif antara aset valas terhadap ke­wajiban valas yang akan jatuh tem­po sampai dengan tiga bulan ke de­pan sejak akhir triwulan; serta seli­sih negatif antara aset valas terhadap kewajiban valas yang akan jatuh tempo lebih dari tiga bulan sampai dengan enam bulan ke depan sejak akhir triwulan. BI kemudian mela­kukan revisi PBI ini, yakni korpora­

si dengan selisih negatif antara aset valas dan kewajiban valas lebih ke­cil dari US$ 100.000 dikecualikan dari kewajiban memenuhi ketentuan rasio lindung nilai minimum.

BI mencatat, dalam 5 tahun tera­khir, jumlah transaksi lindung nilai terus meningkat. Hal ini tercermin dari peningkatan porsi transaksi derivatif di pasar valas domestik dibandingkan total transaksi valas, yang telah mencapai 40% pada 2016. Sementara itu, pada 2015 sekitar 35%. [ID/M­6]

ANTARA FOTO/Sigid KuRNiAwAN

(Baris bawah) Menteri BuMN Rini Soemarno (ketiga kiri) didampingi gubernur Bi Agus Martowardojo (ketiga kanan), deputi gubernur Senior Mirza Adityaswara (kedua kiri), dirut BNi Achmad Baiquni (kedua kanan), dirut BRi Asmawi Syam (kiri), wadirut Bank Mandiri Sulaiman A Arianto (kanan) dan sejumlah direktur Korporasi BuMN berfoto bersama usai penandatanganan kerjasama di Kantor Bi, Jakarta, Rabu (25/5).