Atasi kerugian BUMN dengan hedging

4
2009 2010 2011 2012 2013 Mei 2014 30.000 60.000 90.000 120.000 150.000

Transcript of Atasi kerugian BUMN dengan hedging

Maret 2013 Maret 2014

1

2

3

4

5 (dalam 000.000.000.000.000 rupiah)

2009 2010 2011 2012 2013 Mei 2014

30.000

60.000

90.000

120.000

150.000

INvest

tunduk pada UU BUMN yang sifatnya lex specialist tidak ada lagi masalah.

Bagaimana jika presiden yang mengeluarkan surat keputusan, apakah tetap tidak bisa jalan? Sama saja. Sebenarnya ini adalah ranah hukum yang bisa disinkronkan antarinstitusi. Sebenarnya surat edaran, apalagi Kepres bisa menyele-saikan masalah. Tapi, masalahnya ada pada penafsiran hukum yang menjadi penghambat. Belum tentu jaksanya, hakimnya dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan KPK paham ten-tang mekanisme transaksi korporasi. Jadi, memang yang dibutuhkan adalah kesepahaman. Karena, menurut saya UU BUMN itu sudah paripurna. Se-harusnya apa pun tran saksi keuangan yang terjadi di BUMN tunduk kepada UU BUMN.

Apakah Kepres bisa jadi solusi se­mentara jika surat edaran menteri tidak mempan? Sebenarnya bisa, tapi Pak Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) adalah orang yang taat azas. Karena ini problemnya ada di wilayah UU, bisa jadi karena penafsiran beliau juga sama, itu yang jadi penghambat. Kecu-ali beliau memiliki penafsiran berbeda. Saya kira beliau akan mengeluarkan keputusan itu. UU BUMN sifatnya lex specialist, dan presiden itu kepala negara, jaksa agung dan perangkat-perangkat hukum lain berada di bawah presiden. Tapi sayangnya, UU ini masih ditafsirkan sebagai lex gene­ralis. Saya dengar sekarang ini ada wacana untuk merevisi UU BUMN. UU Keuangan Negara juga sedang dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Tapi

berjalan tetapi di BUMN belum. Ada satu klausul pada UU tersebut yang menyatakan bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara yang dip-isahkan, dalam konteks pengelolaan-nya. Tetapi, kekayaannya itu masih jadi bagian dari keuangan negara. Akibat-nya seluruh transaksi yang menyebab-kan kerugian negara itu bisa masuk delik seperti orang yang melakukan kerugian di lembaga pemerintahan, seperti kasus korupsi.

Jika tuduhan korupsi menyebab­kan BUMN enggan melakukan transaksi hedging untuk memi­nimalisasi kerugian perusahaan, apakah tidak ada payung hukum lain yang dapat membuat BUMN berlindung?Sebenarnya masalahnya ada di penaf-siran. Hedging prinsipnya seper ti asur-ansi, setiap bulan membayar premi. Be-lum tentu saya sakit atau kena musibah, tetapi harus tetap bayar premi. Kalau di korporasi tidak ada masalah, tapi begitu di BUMN ketika Anda mengeluarkan dana yang tidak ada imbal hasilnya, itu bisa ditafsirkan sebagai praktik meru-gikan negara. Ini masalah penafsiran saja, bukan substansinya. Padahal, ada UU BUMN yang mengatur bahwa mengelola BUMN itu sama dengan mengelola perusahaan. Tapi, masih ada ganjalan di UU keuangan negara itu orang bisa menafsirkan praktik hedging sebagai praktik merugikan negara, yang sama dengan tindak korupsi. Jadi, mes-ki Menteri BUMN mengeluarkan surat edaran tentang pelaksanaan hedging tetap tidak bisa jalan, karena kedudu-kannya masih lebih rendah diban ding produk UU. Sekali lagi ini adalah masalah penafsiran, padahal kalau kita

interview

Namun, kendati Kementerian BUMN telah mengeluarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa setiap perusa-haan pelat merah melakukan upaya lindung nilai (hedging), implementasi kebijakan tersebut masih jauh pang-gang dari api.

Padahal, banyak transaksi yang dilakukan dalam mata uang asing menyebabkan beberapa perusahaan BUMN merugi. Hal ini tentu berimbas pada kinerja keuangan perusahaan dan mengurangi profitabilitas nya dalam menyumbang pendapatan ke kas negara. Bagaimana solusi agar BUMN ‘berani’ melakukan hedging? Berikut wawancara Fortune Indonesia dengan Sunarsip, Principal – Chief Economist dari The Indonesia Eco-nomic Intelligence. Petikannya;

Upaya lindung nilai yang dilaku­kan BUMN terkesan setengah hati meski menteri telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen), apa yang menjadi ganjalan? BUMN statusnya belum benar-benar clear sebagai sebuah korporasi. Me-mang, kita memiliki UU BUMN tetapi itu kalau dipahami secara utuh oleh stakeholder baik pemerintah mau-pun lembaga hukum. UU BUMN itu sifatnya lex specialist. BUMN mesti-nya hanya tunduk dalam ketentuan di dalam UU BUMN dan tidak boleh tunduk di luar ketentuan yang lain. Sama seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK (Komisi Pember-antasan Korups), dua lembaga yang lahir dari produk hukum yang sifatnya lex specialist. Bedanya, kalau di KPK dan BPK lex specialist-nya sudah bisa

fortune indonesia18

“Kalau di Korporasi tidaK ada masalah, tapi begitu di bumN KetiKa aNda meNgeluarKaN daNa yaNg tidaK ada imbal hasilNya, itu bisa ditafsirKaN sebagai praKtiK merugiKaN Negara. ” — Sunarsip

17 Agustus 2014

yang namanya bisnis untung-rugi itu biasa, kalau pemimpin perusahaan dianggap merugikan perusahaan ya tinggal diberhentikan dari jabatan tidak perlu dikriminalkan sampai mas-uk penjara, karena tuduhan korupsi misalnya.

Di Indonesia, banyak transaksi va­las masih menggunakan transaksi spot padahal mata uang kita sa­ngat fluktuatif, kenapa demikian?Setiap hari transaksi kita memang diliputi ketidakpastian. Pasar tidak bisa dikendalikan. Mereka banyak bertran-saksi di pasar spot karena tidak berani. Kalau diperusahaan swasta, sudah ban-yak yang lakukan hedging. Ini karena faktor payung hukum dan penafsiran-nya itu tadi.

Dari sekian banyak BUMN sudah ada yang melakukan hedging?BUMN sudah ada, tapi melayani transaksi hedging bukan melakukan hedging. Itu bank-bank BUMN yang melayani dan memfasilitasi perusahaan swasta dalam melakukan transaksi

hedging. Jadi perusahaan seperti Pertamina, Telkom dan sebagainya itu belum. Saya sebenarnya sudah men-gusulkan pemerintah juga me lakukan hedging dalam pembayaran-pemba-yaran utangnya ke luar negeri, pembel-ian bahan bakar bersubsidi (BBM) dan sebagainya.

Sejak 2007 waktu kurs masih di angka Rp8.000 per dolar AS saya masih di Kementerian Keuangan, saya sudah berkoar-koar tentang hed ging. Tapi lagi-lagi ganjalannya ada pada penafsir-an hukum yang berbeda tadi. Padahal, sejak tahun 2011 di UU APBN sudah ada klausul tentang hedging. Bahwa pemerintah diperbolehkan melakukan hedging terutama untuk pembayaran utang luar negeri. Tapi pemerintah masih belum berani.

Bukankah seharusnya di tengah fluktuasi nilai tukar yang sangat tajam ini pemerintah dan BUMN berani ambil sikap yang rawan bersinggungan dengan hukum daripada rugi?Seharusnya berani, karena di UU sudah diatur. Pemerintah saja yang sudah dia-tur dalam UU APBN itu masih takut, apalagi BUMN yang belum ada aturan-nya. Ini karena tidak semua hedging berbuah manis. Ada kalanya sudah melakukan heding ternyata rupiah sta-bil malah cenderung menguat. Di sana akan muncul tafsiran korupsi. Mereka cenderung melakukan transaksi spot kendati merugi, lebih aman untuk mereka daripada dikriminalkan.

Padahal, sebenarnya merugikan perusahaan dalam jangka panjang. Ingat, dalam perusahaan itu yang dibu-tuhkan adalah kepastian. Kalau begitu terus tenaga habis untuk memikirkan bagaimana caranya agar rupiah stabil. Seharusnya, sebagai perusahaan, BUMN berpikir biarpun mengeluarkan biaya lebih tapi mendapatkan kepastian sehingga sumber daya manusia (SDM) lainnya dapat difokuskan untuk meng-

saya tidak tahu bagaimana prosesnya sekarang.

Apakah proses harmonisasi antar­lembaga pemerintah sudah dilaku­kan guna mengurangi kesalahan penafsiran? Upaya-upaya itu sudah ada. Kalau tidak salah beberapa waktu lalu pre-siden SBY mengumpulkan seluruh ja-jaran pemerintah termasuk kejaksaan terkait hedging, agar tidak ditafsirkan sebagai kerugian negara. Selain har-monisasi, menurut saya penting juga untuk mengajarkan aparat hukum ini bagaimana mengerti tentang tran saksi korporasi. Harusnya bisa diintegra-sikan, sampai di level bawah harus dilatih mengenai apa dan bagaimana transaksi-transaksi finansial. Supaya tidak salah dalam menafsirkan tran-saksi keuangan.Seperti yang terjadi dalam kasus Mer-pati kalau menurut saya ada pemaha-man yang kurang dari para penegak hukum dan ada kesalahan penafsiran antara transaksi korporasi menjadi transaksi kerugian negara. Padahal

fortune indonesia19

Ari Kuncoro berpendapat

pembelian sepeda motor perlu

dimasukan dalam komponen inflasi.

INvest

kota besar. Bank Mandiri zamannya pak Agus Martowardoyo juga bagus. Kemudian Semen Gresik sekarang jadi Semen Indonesia, itu juga bagus kiner-janya. Seharusnya orang yang bekerja di BUMN itu mengerti bahwa mereka bekerja di bawah regulasi, tapi jangan dijadikan sebagai alasan. Harusnya bisa bersiasat bagaimana menghasilkan pendapatan yang lebih banyak lagi bagi perusahaan dan berkontribusi bagi negara. Ada BUMN-BUMN yang men-ganggap UU menjadi beban ada juga yang tidak memikirkan sama sekali dan dapat mengambil celah untuk berkem-bang.

Di regional negara mana yang menerapkan hedging ideal?Yang paling maju Singapura karena di sana memang negara trading. Kalau tidak melakukan hedging mati mereka. Perusahaan tambang dan perbankan kita saja, banyak yang mencari dolar di sana.

Jika persoalan payung hukum selesai, langkah apa yang harus diambil agar hedging ini bisa diter­apkan perusahaan BUMN?Ketiga pihak yang berwenang di sini adalah pemerintah, aparat penegak hukum bisa jaksa atau KPK, dan BPK. Ketiga pihak ini dapat mengeluarkan peraturan soal tataran teknisnya. Aparat penegak hukum dan BPK harus mengedukasi anggotanya. Auditor di BPK menurut saya sudah cukup teredukasi. Aparat hukum yang perlu kerja keras dalam mengedu-kasi anggotanya karena di sana letak masalahnya. Aparat hukum kita lebih banyak mengerti tentang hukum pidana daripada hukum perdata.

men keuangan derivatif. Jangan hanya mengerti cara pinjam uang di bank, tapi juga di lembaga keuangan nonbank baik dalam maupun luar negeri. Dia juga harus mengerti bagaimana men-jalankan transaksi-transaksi anorganik dalam industri keuangan. Memang dibutuhkan orang-orang yang memiliki keahlian tidak standar supaya nanti proses mitigasinya bisa optimal. Yang terjadi sekarang, masih standar dan masih sangat konvensional. Makanya, kenapa BUMN belum melakukan hed­ging ini karena kekurangan tenaga ahli di dalamnya. Karena tidak bisa baca peta, jadi takut rugi.

Sedemikian ketergantungannya BUMN terhadap produk hukum dalam mengambil langkah­langkah strategis untuk mengupayakan kinerja keuangannya positif?BUMN ini tidak bisa ditimpakan dengan produk hukum. Kadang juga keterbatasan peraturan dijadikan ala-san untuk tidak mengambil kebijakan yang lebih berani. Namanya orang di perusahaan harusnya memang berani mengambil risiko. Menurut saya, jika pun nanti masalah UU selesai, belum tentu juga mereka akan mengambil langkah-langkah berani seperti upaya lindung nilai ini. Bukan hanya masalah kapasitas tapi juga pola pikir.

Sebenarnya Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN) dalam beberapa kes-empatan sudah mengarah ke situ, tapi memang problem SDM. Memang tidak semua BUMN seperti itu, banyak juga yang berani ambil risiko seperti Garuda Indonesia, begitu juga Bank BRI. Di BRI misalnya bagaimana mengambil uang orang kota lalu ‘dibuang’ ke desa, jadi BRI juga ikut bermain di kota-

interview

hasilkan pendapatan lebih banyak lagi. Itu yang tidak bisa terjadi di BUMN.

Apakah perlu ada tim khusus untuk melakukan hedging di perusahaan­perusahaan BUMN? Sebenarnya upaya lindung nilai itu transaksi biasa, menurut saya cukup dilakukan oleh direktur keuangan saja. Cukup dibuat prosedurnya saja di internal perusahaan. Misalnya timnya siapa, kemudian pemilihan bank-nya menggunakan tender, mana yang menawarkan harga terbaik.Bank juga dipilih tidak hanya nilai kon-trak yang disepakati, tapi juga preminya siapa yang paling murah. Kemudian, termin pembayarannya yang paling baik. Tapi memang tim hedging ini membutuhkan intuisi yang baik agar dapat memprediksi keadaan ekonomi di masa akan datang sehingga dapat melakukan upaya lindung nilai yang efektif dan efisien. Tim ini juga harus mengerti pola-pola risk management. Makanya, kalau persoalan hukumnya sudah selesai, atau katakanlah tidak dianggap, tinggal memikirkan tataran teknisnya saja di internal masing-mas-ing perusahaan.

Kalau begitu tetap butuh tim khu­sus yang mengerti ekonomi makro dan pasar?Betul, mereka harus mengerti pola-pola risk management, pasar, makro, seperti analis. Semua BUMN sepertinya memang masih kekurangan tim ahli yang dapat membaca dan memproyek-sian keadaan ekonomi sekarang dan ke depan sehingga bisa menentukan lang-kah-langkah hedging. Begitu juga deng-an orang-orang keuangan di BUMN, itu harusnya mengerti instrumen-instru-

“mereKa ceNderuNg melaKuKaN traNsaKsi spot KeNdati merugi, lebih amaN uNtuK mereKa daripada diKrimiNalKaN. padahal, sebeNarNya merugiKaN perusahaaN dalam jaNgKa paNjaNg. ” — Sunarsip

fortune indonesia20

17 Agustus 2014