Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

6

Click here to load reader

description

tugas

Transcript of Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

Page 1: Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

Meraba Dekonstruksi atas Sepeda Fixie sebagai Gaya Hidup Bersepeda

Arie Kurniawan. 27111066Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain

Institut Teknologi [email protected]

Sepeda menjadi kendaraan penting bagi warga kota di Indonesia. Bila awalnya

kendaraan keluarga hanya mobil dan sepeda motor, kini hampir setiap keluarga kelas

menengah atas memiliki sepeda. Bahkan, satu sepeda tak cukup untuk satu keluarga; bila

memungkinkan, setiap anggota keluarga memiliki sepeda sendiri-sendiri. Yang terjadi

sekarang adalah bahwa sepeda tak lagi sekadar sarana olah raga rekreasi, maupun mode

transportasi, namun telah menjadi bagian gaya hidup perkotaan.(Wiyancoko, 2010: h. 45-

46). Sepeda fixie yang kental dengan style dan gaya hidup masyarakat urban menyebabkan

perkembangannya di indonesia diterima dengan baik oleh beberapa kalangan penggemar

sepeda.

Fenomena menjamurnya sepeda fixie diikuti oleh gaya bersepeda yang tidak saja

sebagai sarana olah raga melainkan sebagai ajang untuk ekspresi dan aktualisasi diri.

Atribut keamanan dalam sepeda bukanlah hal yang paling utama dalam komunitas sepeda

fixie, pencitraan dan identitas penggunalah yang menjadi esensi penting dalam bersepeda

fixie. Jika dibandandingkan dengan sepeda pada umumnya dapat dikatakan sepeda fixie

adalah bentuk fenomena dekonstruksi. Dekonstruksi sepeda fixie erat kaitannya dengan

‘difference’ dan penyodoran makna sepeda fixie ditengah tengah maraknya kegiatan

bersepeda.

Dekonstruksi menurut Wiryomartono (1995:50) mempertanyakan adanya

kemapanan, netralitas, ketunggalan dan kebakuan definisi. Pertanyaan dekonstruktif

mengajak orang untuk memperhitungkan kembali hal-hal yang semula nampak marjinal dan

tak terkatakan, antara lain yang berada diantara dua posisi yang kontradiktif dan

oposisional. Dekonstruksi menghidupkan wacana segala ‘yang diantara’ dan bergerak

diantara dua posisi tersebut. Maka keragaman makna menjadi penting ketimbang konvensi

untuk memegang pemahaman tunggal.

Penghadiran oposisi binari antara sepeda pada umumnya dengan sepeda fixie

adalah ‘maksimalis’ dan ‘minimalis’. Maksut dari maksimalis dalam hal ini adalah sepeda

dalam perancangannya mempertimbangkan segala hal mulai dari kenyamana, keamanan

dan kegunaan. Sedangkan untuk sepeda fixie semua aspek engineering dari kenyamanan,

Page 2: Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

kemanan dan kegunaan terkalahkan oleh prioritas konsep minimalis dan (peng) gaya (an).

Sepeda fixie pada dasarnya dikatakan minimalis karena dalam realitasnya memang memiliki

bentuk yang minimalis, tidak ada kabel kabel rem atau shifter yang nampak di sepeda.

Komponen utama sepeda adalah sepasang roda, handle, rangka, sadael dan pedal yang

terintegrasi dengan roda gigi yang dibuat mati untuk pengereman. Wujud sepeda fixie

minimalis dengan mementingkan gaya dari pada faktor keamanan dalam berkendara.

Penggunaan piranti keselamatan seperti helm dan rem sudah tidak diperlukan karena

tergeser dalam penekanan gaya dalam perwujutan ekspresi.

Penghadiran sepeda fixie sebagai sepeda minimalis merupakan dekonstruksi dari

perwujutan sepeda. Dekonstuksi akan disadari sebagai wujud perkembangan sepeda

kearah yang berbeda dimana sepeda adalah alat transportasi dan olahraga disisi lain

sepeda dapat dijadikan sebagai alat untuk bergaya dalam konteks gaya hidup.Penghadiran

dua posisi kontradiktif secara bersamaan, namun dengan tema-tema, kondisi-kondisi yang

berbeda menghasilkan oposisi binari dalam suatu keadaan; namun ‘perulangan yang

berbeda’ merupakan suatu ‘iterabilitas’ seperti yang diisyaratkan oleh dekonstruksi. Oposisi

binari antara ‘maksimalis’ dan ‘minimalis’ menghidupkan wacana segala yang diantara dan

bergerak diantara dua posisi tersebut.*

Maksud kata ‘di antara’ bukanlah secara vulgar menyatakan ditengah-tengah. Kenaifan berfikir diantara dua posisi bukanlah sebagaimana membentuk kategorisasi : atas-tengah-bawah, sign-(de)sign- (re)sign, direct-(mis)direct-(re)direct, compose-(de)compose-(re)compose dan seterusnya (Wiryomartono, 1995:62).

Dekonstruksi hadir dengan latar belakang post-modernisme yang berdasarkan

pemikiran filsafat bahwa susunan pemikiran yang bergitu terpadu, tersusun rapi, kini dipilah

pilah sampai ke dasar dasarnya. Kehadiran dekonstruksi dilihat sebagai bagian dari

postmodernisme yang secara epistemologi atau filsafat pengetahuan, harus menerima suatu

kenyataan bahwa manusia tidak boleh terpaku pada suatu sistim pemikiran yang begitu

ketat dan kaku. Dekonstruksi bukanlah sebuah gerakan atau perlakuan tunggal, meski

banyak diwarnai kemiripan kemiripan formal diantara karya-karya yang ada. Dekonstruksi

lebih merupakan sikap, suatu metoda kritis yang berwajah majemuk, dekonstruksi

merupakan semangat untuk membongkar kemapanan dan kekakuan. (International

Symposium on Deconstruction, London 18 April 1988)

Dekonstruksi sepeda fixie membuka pemaknaan baru dimana sepeda tidak hanya

sebagai alat transportasi tetapi sudah mengarah ke konteks gaya hidup. Saussure

menegaskan bahwa berbicara mengenai gaya hidup merupakan persoalan ‘difference’,

artinya suatu kelompok komunitas menganut gaya hidup tertentu dan merupakan hasil

perbandingan dengan komunitas lainnya. Esensi sepeda fixie dalam konteks gaya hidup

Page 3: Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

adalah pada diferensiasinya. Sepeda fixie tergolong unik dan minimalis karena

keberadaanya berbeda dengan sepeda lain.

Sepeda dalam konteks gaya hidup memang penuh dengan makna dan nilai. Makna

adalah pesan yang kita tangkap dari tampilan visual. Sedangkan nilai adalah tingkatan dan

acuan pengertian apakah pesan-pesan tersebut memberi dampak tertentu bagi perilaku dan

kehidupan masyarakat. Kita paham bahwa wujud sepeda bisa menyampaikan arti

(Wiyancoko, 2010: h. 94).

Menurut Derrida, makna harus dicari dalam rangkaian tanda yang lain yang

mendahului tanda yang pertama. Sifat men-diferensiasi tidak cukup bagi suatu tanda,

realitas makna juga harus dicari dalam tanda-tanda lain yang mendahului dan saling terkait

(tissue of sign) yang mungkin hanya nampak jejak-jejaknya saja (traces). pencarian ini

membutuhkan waktu, karena itu pemahaman makna menjadi tertunda menanti pengalaman

dan konteks lain yang perlu diciptakan

Makna dapat dikatakan sebagai ekspresi. Menurut Gorys Keraf dalam bukunya ‘Diksi

dan Gaya Bahasa’(h.25), ekspresi adalah segi yang dapat dicerap dengan panca indra,

yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Makna yang dibangun pada sepeda fixie

terdapat pada pewarnaan , pemilihan brand komponen sepeda dan tema yang diusung

remaja dalam memodifikasi sepedanya.

Keberadaan sepeda fixie yang cenderung dimodifikasi menimbulkan keberagaman

warna. Penggunaan beragam warna mencerminkan ekspresi dari perasaan pemilik sepeda

dan makna yang sengaja dibuat sebagai simbol dirinya. Remaja cenderung menggunakan

warna warna cerah guna mengekspresikan diri sebagai individu yang terbuka dan mengkuti

arus perubahan, sedangkan warna tua sering digunakan oleh orang dewasa sebagai

simbolik kematangan mereka.

Selain pada pewarnaan, ekpresi dapat dituangkan dalam konseptual sepeda fixie

secara keseluruhan. Konseptual sepeda fixie tidak hanya pada warna melainkan pada

kesatuan tampilan visual yakni : bentuk rangka sepeda, pemilihan brand dan komponen

sepeda serta tema sepeda. Untuk tema sepeda fixie sendiri dapat digolongkan menjadi dua

tema yakni: tema urban-fixie2 dan tema classic-fixie3. Sedangkan untuk jenis

penggunaannya fixie dapat dikategorikan menjadi dua jenis yakni : jenis race4 dan jenis

trick5.

Page 4: Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

Nilai dapat dikatakan sebagai reaksi dari makna. Reaksi dari makna sepeda fixie

bagi pengguna mengarah pada konstruksi identitas. Reaksi makna mempengaruhi gaya

pengendara untuk tampil berbeda dengan pengendara sepeda lain hingga muncul sebuah

gaya yang dinamakan gaya berbusana fixie. Gaya ini muncul akibat kekuatan ekspresi untuk

membentuk identitas dari setiap pengguna sepeda fixie.

Dekonstruksi terjadi pada pengguna sepeda dimana pengguna sepeda fixie

melahirkan sebuah identitas. Memaknai sebuah identitas sebagai suatu produksi bukan

esensi yang tetap dan menetap. Dengan begitu, identitas selalu berproses, selalu

membentuk, didalam bukan diluar representasi. Ini juga berarti otoritas dan keaslian dalam

sebuah konsep (Hall dalam Woodward (ed.), 1997 :h.51). Identitas hanya bisa ditandai

dalam perbedaan sebagai suatu bentuk representasi dalam sistem simbolik maupun sosial,

untuk melihat diri sendiri tidak seperti yang lain. (Woodward dalam Woodward (ed.), 1997:

h.8-15).

Sebuah cara membangun identitas dalam upaya mengekspresikan kelompok dan

dan identitas, mereka sangat mengandalkan diri pada dunia komunikasi tanda dan gaya.

Komunikasi perbedaan terlihat dari perlakuan mereka terhadap faktor keamanan dalam

bersepeda. Pengendara sepeda fixie lebih mementingkan gaya dari pada faktor keamanan

dalam berkendara. Penggunaan piranti keselamatan seperti helm dan rem sudah tidak

diperlukan karena tergeser dalam penekanan gaya dalam perwujutan ekspresi dan inilah

dekonstruksi sepeda fixie sebagai sepeda yang menjadi gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Amminudin. 2002. Pendekatan Pasca Struktrural: Jacques Derrida, dalam Kris Budiman (ed), Analisis Wacana: Dari Linguistik sampai Dekonstruks. Yogyakarta: Kanal

Chaney, David.2011.Lifestyle-Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra

Daniswara, Raditya. 2011. Fixie. Yogyakarta : Second Hope.

Hall, Stuart. 1990. “ Cultural Identity and Diaspora”, dalam J. Rutherford (ed.), identity, Community, Culture, Difference. London : Lawrence and Wishart.

Ibrahim, Idi Subandy. 2004. “Kamu Bergaya Maka Kamu Ada”, Pengantar dalam Lifestyles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kidder, Jeffrey. 2008. Appropriating The City : Space, Theory, and Bike Messengers. California : Springer.

Page 5: Dekonstruksi Pengguna Sepeda Fixie

Piliang, Yasraf. 2010. Dunia yang Dilipat-Tamsya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Bandung : Matahari

Squid. 2005. Puma Present : Fixed-Gear 101.Germany: Puma.

Wiyancoko, Dudy. 2010. Desain Sepeda Indonesia. Jakarta : Kepustakaan Pupuler Gramedia.

Woodward, Kathryn. 1997. Identity and Differences. London : SAGE Publications.

.