Dbd

56
BAB I PENDAHULUAN Dengue adalah infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Terdapat sekitar 50 juta infeksi virus dengue dan 25,000 kematian setiap tahunnya, hal ini menjadikan infeksi virus dengue sebagai salah satu penyakit virus yang ditularkan oleh artropoda yang penting pada manusia. (1) Semua benua merupakan wilayah endemik demam berdarah kecuali Eropa. Diperkirakan 2,5 miliyar penduduk dunia tinggal di daerah beresiko untuk penularan epidemis demam berdarah, dan hal ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak-anak dibeberapa Negara Asia. Sebagian kasus yang berat dan kematian terjadi pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. (2) DBD telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di negara lain di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan 1

description

ipd

Transcript of Dbd

Page 1: Dbd

BAB I

PENDAHULUAN

Dengue adalah infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk yang paling cepat menyebar

di dunia. Terdapat sekitar 50 juta infeksi virus dengue dan 25,000 kematian setiap tahunnya, hal

ini menjadikan infeksi virus dengue sebagai salah satu penyakit virus yang ditularkan oleh

artropoda yang penting pada manusia.(1) Semua benua merupakan wilayah endemik demam

berdarah kecuali Eropa. Diperkirakan 2,5 miliyar penduduk dunia tinggal di daerah beresiko

untuk penularan epidemis demam berdarah, dan hal ini merupakan penyebab morbiditas dan

mortalitas pada anak-anak dibeberapa Negara Asia. Sebagian kasus yang berat dan kematian

terjadi pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun.(2)

DBD telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di negara

lain di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah

meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun 1956 sampai

1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per

tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus. Penyakit ini

disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.

Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Oleh karena

ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang

utama adalah nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang

ditandai dengan demam akut, trombositopenia,netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular

meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel mengakibatkan

hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan menyebabkan syok

hipovolemik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium. Terdapat empat manifestasi klinis utama, yaitu 1) penyakit paling ringan (mild

undifferentiated febrile illness), 2) demam dengue, 3) demam berdarah dengue, dan 4) dengue

shock syndrome.(1,3,4)

1

Page 2: Dbd

BAB II

DEMAM BERDARAH DENGUE

2.1 DEFINISI

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD dapat terjadi perembesan plasma yang

ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh. Sindrom rejatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue

yang ditandai oleh rejatan/syok.(5)

2.2 ETIOLOGI

2.2.1 Virus Dengue

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue

yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai

genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri

dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Virus dengue mempunyai 4

jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4.(3,4,5)

Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga

tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-

3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi

klinik yang berat.(3,4,5)

2

Page 3: Dbd

2.2.2 Vektor

Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes

albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini,

namun merupakan vector yang kurang berperan.(4) Nyamuk berasal dari famili Stegomyia.(5)

Nyamuk ini terutama terdapat di daerah tropis dan subtropis. Aedes aegypti yang menggigit pada

pagi hingga sore hari adalah vektor utama virus. Nyamuk berkembang biak di tempat

penampungan air bersih yang tidak berhubungan dengan tanah. Virus dengue juga ditemukan

pada nyamuk Aedes albopictus yang berkembang biak di air yang terperangkap diantara

tumbuhan.(5) Karena suhu rendah nyamuk tidak dapat hidup pada ketinggian diatas 1000 meter.

Telur dapat bertahan selama berbulan-bulan tanpa adanya air. Larva tumbuh di air yang disimpan

untuk minum, mandi, atau air hujan yang ditampung di dalam bak. Nyamuk betina tumbuh

menjadi dewasa di dalam ruangan tertutup.(1) Sekali terinfeksi virus, nyamuk akan terinfeksi

selamanya dan menularkan virus jika menggigit manusia. Nyamuk betina juga menularkan virus

kepada anaknya melalui penularan transovarium.(4)

3

Page 4: Dbd

2.2.3 Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu

manusia, virus, dan vektor perantara.(4)

Siklus dimulai ketika nyamuk betina yang tidak terinfeksi mengigit manusia yang sedang

mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu

8-12 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada

saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada

nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,

yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (2, 4)

Epidemiologi

Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal abad 20.

Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik, Australia bagian

utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah. Demam dengue sering

terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang dewasa

seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi

virus ini.(5)

4

Page 5: Dbd

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.(7) Keterangan : Biru : area infestasi Aedes

aegypti .Merah : area infestasi Aedes aegypti dan epidemic dengue

Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar,

Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue. Epidemic dengue

adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan

Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di daerah ekuator dimana Aedes aegypti

berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan

penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak.(6)

DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa

serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak terjadi

pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling

tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi virus

dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit

biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk

dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.(2)

Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan Myanmar,

telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case Fatality Rate

sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di daerah perkotaan,

150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua negara) dengan lebih

dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate

sebesar 1%.(4)

5

Page 6: Dbd

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat

kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan

tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4)

Peningkatan sarana transportasi.[1]

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain

status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi)

virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan

virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran

penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh

propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate

meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per

100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban

udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan

tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban

tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus

sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.[1]

2.3 PATOFISIOLOGI

Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya permeabilitas kapiler

yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi serta

renjatan (2) adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah,

trombositopeni dan koagulopati.6

Teori Virulensi Virus

Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah dan

virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini

diperkuat dengan uji coba dimana beberapa orang yang digigit nyamuk infeksius,

hasilnya adalah ada orang yang sakit dan ada orang yang tidak sakit.1

6

Page 7: Dbd

Teori Imunopatologi

Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu respon

kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap

manusia dan mencit dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus

dengue satu serotype maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka

waktu lama dan tidak mampu mMberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain.

Teori ini berkembang dan didukung oleh data epidemologik, klinis dan

laboratorium yang banyak diteliti di Thailand sekitar tahun 1954-1964. Teori

tersebut kemudian disebut sebagai Teori Infeksi Sekunder oleh virus yang

heterologus yang berurutan. Kalau seseorang mendapat infeksi primer dengan

satu jenis virus, kemudian lain kali mendapat infeksi sekunder dengan jenis

serotype virus yang lain maka risiko besar akan terjadi infeksi virus yang berat.1

Teori Antigen Antibodi

Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,

membentuk ‘virus-antibodi kompleks’ (kompleks imun) kemudian mengaktivasi

komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang

merupakan mediator kuat permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran

plasma.1,6

Teori Infection Enhacing Antibodi

Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan

membentuk antibody, dimana antibody ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi

infeksi berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan

manusia yang tak memiliki antibody. Menurut penelitian antigen dengue lebih

banyak di dapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag

yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi antibody non

neutralisasi, antibody tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya

sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat

penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan

mengeluarkan berbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang

mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi sistem koagulasi.1

7

Page 8: Dbd

Teori Mediator

Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin

diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear. Disini sitokin

disebut juga monokin. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai

mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang

infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi

limfosit, sebagai activator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator

pertumbuhan dan diferensiasi loeukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan

berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.1

o Peran Endotoksin

Syok pada DBD akan menyebabakan iskemia pada usus, disamping

iskemia juga pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi

translokasi bekteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin

dsebagai komponen kapsul luar dari bakteri gram negative akan mudah

masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang akan diikuti iskemia

berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa

dan interleukin 1 dimana hal tersebut meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah yang memudahkan kembali terjadinya shock

hipovolemic.

o Peran Limfosit

Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide

virus akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus.

Pajanan peptide virus menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa

didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan

teraktivasi, mengeluarkan limfokin, termasuk limfokin yang mengaktivkan

makrofag dan mengaktivkan sel

Teori Trombosit Endotel

Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD,

berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan

permeabilitas kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap

8

Page 9: Dbd

integritas sel endotel. Dua komponen ini merupakan satu kesatuan fungsi dalam

mempertahankan homeostasis. Salah satu cedera akan berakibat pada yang lain.

Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi

koagulasi.1

2.4 PATOGENESIS

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi

kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama

dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya

tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun

bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian.(4)

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis

ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya

dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.(4)

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection

dapat dilihat pada Bagan 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

9

Page 10: Dbd

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus

kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan

aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat

berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini

terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.(4)

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka

yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian

membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit

terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data

epidemiologis dan laboratoris.(4)

10

Page 11: Dbd

Bagan 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD(4)

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (Bagan 2). Kedua faktor tersebut

akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan

faktor pembekuan. (4)

Bagan 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD(4,5)

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

11

Page 12: Dbd

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(4)

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Infeksi virus dengue mengakibatkan spektrum klinis yang bervariasi yaitu :

Bagan 3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue(WHO 1997)

12

Page 13: Dbd

Bagan 4. Klasifikasi Kasus dan Tingkat Keparahan Dengue(WHO 2009)

2.5.1 Demam Dengue

Definisi Kasus Demam Dengue (6)

Tersangka dengue : demam akut disertai dua atau lebih manifestasi :

Sakit kepala

Nyeri retroorbital

Myalgia

Athralgia

Rash

Manifestasi pendarahan

Leukopenia

Serologis : HI antibody titer > 1280, IgG dan IgM pada fase akut dan konvalesen

Pasti dengue : Kriteria lab

Isolasi virus dengue dari serum atau autopsi

Peningkatan 4 x IgG atau IgM titer pada antigen virus diserum

Penemuan antigen virus pada autopsi jaringan, serum, CSF dengan metode

immunohistokima, imunofloresensi atau ELISA

Deteksi genom virus pada autopsi jaringan, serum atau CSF dengan PCR

Manifestasi Klinis

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya

mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,

rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota

badan, dan timbulnya ruam. Ruam timbuk pada 6-12 jam sebelum sushu naik pertama kali, yaitu

pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilag pada

tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.(3)

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan suhu,

nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa

13

Page 14: Dbd

menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu menyerupai pelana kuda

atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua

pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonk.(3)

Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di

daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium dini

sering timbul perubahan dalam indra pengecapan. Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah

fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Demam

menghilang secar alisis, disertai keluarnya banyak keringat. Kelenjar limfe servikal membesar

pada 67-77% kasus. Beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelani’s sign, sangat

patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding.

Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai.(3)

2.5.2 Demam Berdarah Dengue

Definisi Kasus Demam Berdarah Dengue (6)

Kriteria klinis :

Demam akut 2-7 hari, kadang-kadang bifasik

Kecenderungan pendarahan berupa :

- Tes tourniquet positif

- Ptekie, ekimosis, purpura

- Pendarahan mukosa, saluran cerna, tempat penyuntikan

- Hematemesis atau melena

Hepatomegali

Gejala renjatan

- Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba

- Tekanan nadi < 20 mmHg

- Tekanan darah turun

- Kulit teraba dingin dan lembab, terutama daerah akral (ujung hidung, jari, kaki)

- Sianosis sekitar mulut

Kriteria Lab :

Trombositopenia <100.000/ mm3

Bukti kebocoran plasma dan peningkatan permeabilitas vaskular dengan manifestasi :

14

Page 15: Dbd

- Peningkatan Ht> 20 % dari baseline sesuai umur dan jenis kelamin pada populasi tersebut

- Penurunan Ht> 20% setelah terapi cairan

- Tanda kebocoran plasma berupa efusi pleura, asites dan hipoproteinemia

Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan >2 gejala klinis dengan trombositopenia dan

hemokonsentrasi.

Manifestasi Klinis

Kasus DHF tipikal memiliki 4 ciri gejala utama yaitu : demam tinggi, fenomena

pendarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan

trombositopenia dan hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis yang menentukan tingkat

keparahan DHF dan membedakan dengan DF adalah plasma leakage yang terlihat sebagai

peningkatan hematokrit, efusi serosa atau hipoproteinemia.(6)

Pada fase awal terjadi demam mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan

batuk yang berlangsung selama 2-5 hari.(6) Demam tinggi berlanjut hingga 2-7 hari. Suhu dapat

mencapai 40-41oC. Pada suhu ini bayi rentan terkena kejang demam. Beberapa pasien mungkin

mengeluh sakit tenggorokan, dan faring yang merah dapat terlihat pada pemeriksaan, namun

gejala pilek dan batuk sangat jarang. Dapat juga terlihat injeksi konjungtiva. (3) Pada fase kedua,

pasien merasa dingin, ekstrimitas dingin, batang tubuh terasa hangat, muka flushing, keringat

berlebih, gelisah, iritabel, dan nyeri pada ulu hati. Sering, ptekie tersebar pada dahi dan

ekstrimitas. Ekimosis dapat terlihat, kulit mudah lebam dan pendarahan pada tempat penyuntikan

dapat terjadi. Rash makular atau makulopapular dapat terlihat, juga terdapat sianosis sirkumoral

dan periferal. Hati dapat membesar hingga 4-6 cm di bawah batas costa dan teraba lunak. (6)

Pasien juga mengalami nyeri tekan epigastrik dan di bawah arkus costa atau nyeri perut

menyeluruh. Fase kritis terjadi pada akhir fase demam. Setelah demam selama 2-7 hari terjadi

penurunan suhu yang diikuti oleh tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu : berkeringat, gelisah,

ekstrimitas dingin, respirasi cepat, nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung redup. (3) Sekitar 20-

30% penyakit DBD mengalami komplikasi shock (dengue shock syndrome). Kurang dari 10%

pasien mengalami ekimosis atau pendarahan saluran cerna, biasanya setelah periode syok yang

tidak terkoreksi. Setelah fase krisis selama 24-36 jam, penyembuhan terjadi dengan cepat

terutama pada anak-anak. Suhu dapat menjadi normal selama fase syok. Pada fase penyembuhan

sering terjadi bradikardi dan ventricular ekstrasistol.(6)

15

Page 16: Dbd

Klasifikasi Derajat Penyakit DBD(6)

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji tourniquet.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan

lain.

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin

dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur.

Bagan 5. Patogonesis dan Spektrum Klinis DBD(6)

16

Page 17: Dbd

2.5.3 Dengue Shock Syndrome (DSS)

Denfinisi Kasus Dengue Shock Syndrome(2,6)

Seluruh kriteria DBD ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa :

- Nadi cepat dan lemah

- Tekanan nadi sempit (<20 mmHg)

- Hipotensi berdasarkan usia (sistolik < 80mmHg untuk anak dibawah 5 tahun dan < 90

mmHg untuk anak usia 5 tahun keatas)

- Ekstremitas dingin dan lembab serta penurunan kesadaran

Manifestasi Klinis

Kondisi pasien mengalami perburukan setelah demam 2-7 hari. Gejala gangguan sirkulasi

utama yang muncul adalah : kulit yang menjadi dingin, nadi cepat, terdapat sianosis sirkumoral.

Pasien awalanya letargis namun dengan cepat dapat menjadi gelisah pada fase kritis syok. Nyeri

akut abdomen sering dikeluhkan pada fase awal syok. DSS memiliki ciri nadi yang cepat dan

tekanan nadi yang sempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang diikuti ekstrimitas yang dingin dan

gelisah. Pasien beresiko meninggal jika terapi tidak tepat. Kebanyakan pasien tetap sadar hingga

fase akhir penyakit. Durasi syok berlangsung sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam 12-

24 jam atau membaik dengan cepat. Efusi pleura dan asites dapat dideteksi pada pemeriksaan

fisik. Syok yang tidak terkoreksi menyebabkan komplikasi pendarahan gastrointestinal dan

metabolik asidosis. Pasien dengan pendarahan intrakranial dapat mengalami kejang dan menjadi

koma. Ensefalopati dapat terjadi akibat gangguan elektrolit atau akibat pendarahan intrakranial.(3)

Fase pemulihan berlangsung cepat dalam 2-3 hari, meskipun asites dan efusi pleura dapat

tetap ada. Tanda prognosis yang baik adalah membaiknya output urin dan kembalinya nafsu

makan. Pada fase pemulihan sering ditemukan bradikardia dan aritmia dan rash konfluen yang

menyisakan sedikit kulit normal. Gejala biasanya hanya berlangsung selama 7-10 hari. (2)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium

17

Page 18: Dbd

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue

adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah

tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.(5)

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain

Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya

antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.(5)

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada

DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8

sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.

Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai

hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai

hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau

sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian

cairan atau oleh perdarahan.(4)

Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan

limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat

kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada

pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT

memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu.

Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.(4)

2.6.2 Pemeriksaan Radiologis

Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama pada hemitorkas

sebelah kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat terjadi bilateral.(4,5) Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan

efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.(5)

2.6.3 Pemeriksaan Serologis

18

Page 19: Dbd

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain

Reaction).(5)

Dasar pemeriksaan serologik adalah membandingkan titer antibodi pada masa akut dan

konvalesens. Teknik pemeriksaan serologik yang dianjurkan WHO adalah pemeriksaan HI dan

CF.(3)

NS1 adalah suati glikoprotein yang muncul dengan konsentrasi tinggi pada pasien

terinfeksi dengue pada tahap awal penyakit. Antigen NS1 ditemukan pada hari pertama hingga

hari kesembilan sejak awal demam pada pasien-pasien dengan infeksi dengue primer maupun

sekunder.(7)

Setelah satu minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh

pembentukan IgM antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif singkat dan akan

disusul segera oleh pembentukan IgG.(5) IgM antidengue mulai terdeteksi hari ke 3-5, meningkat

sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG antidengue pada infeksi primer mulai

terdeteksi pada hari ke-14 dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.(5)

Pada kira-kira hari kelima infeksi terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus

(neutralizing antibody (NT). Titer antibodi NT akan naik dengan cepat, kemudian menurun

secara lambat untuk waktu yang lama, biasanya seumur hidup.(5)

Selain antibodi NT, akan timbul antibodiyang mempunyai sifat menghambat

hemaglutinasi sel darah merah angsa (Haemaglutination inhibiting antibody = HI). Titer antibodi

HI akan naik sejajar dengan antibodi NT, kemudian turun perlahan-laha, tetapi lebih cepat dari

antibodi NT.(3)

Antibodi yang terakhir, yaitu antibodi yang mengikat komplemen (complement fixing

antibody = CF), timbuk pada sekitar hari keduapuluh. Titer antibodi itu naik setelah perjalanan

penyakit mencapai maksimum dalam waktu 1-2 bulan, kemudian turun secara cepat dan

menghilang setelah 1-2 tahun.(3)

19

Page 20: Dbd

Gambar 4. Respon Imun Pada Infeksi Dengue

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Tabel 1

Diagnosis Banding Demam Dengue(1)

Kondisi yang menyerupai Fase Demam infeksi dengue

Flu like syndrome Influenza, measles, chikungunya, infectious

mononucleosis, HIV sereconversion illness

Penyakit dengan ruam Rubella, measles, demam scarlet, infeksi

meningokokus, chikungunya, reaksi obat

Diare Rotavirus, infeksi enteric yang lain

Penyakit dengan manifestasi neurologi Meningo/ensefalitis, kejang demam

Kondisi yang menyerupai Fase Kritis infeksi dengue

infeksi Gastroenteritis akut, malaria, leptospirosis,

tifoid, tifus, hepatitis virus, acute HIV

seroconversion illness, sepsis bacterial, syok

septic

Keganasan Leukemia akut dan keganasan lain

Gambaran klinis yang lain - Akut abdomen : appendisitis akut,

kolesistitis akut,

- Ketoasidosis diabetic

- Asidosis laktat

- Leukopenia dan trombositopenia ±

20

Page 21: Dbd

perdarahan

- Gangguan trombosit

- Gagal ginjal

- Respiratory distress (pernafasan

kussmaul)

- Systemic lupus eritematosus

2.8 PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma

sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD

dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus

DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan memberikan nasehat

untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi

angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada

waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak

tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS terletak pada ketrampilan para dokter untuk

dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok)

dengan baik.(3,4)

2.8.1 Penatalaksanaan Demam Dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan : (4)

Tirah baring, selama masih demam.

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan

suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak

dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau

asidosis.

Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air

putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Monitor suhu, jumlah trombosit

dan hematokrit sampai fase konvalesen.

21

Page 22: Dbd

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi

selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit

membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu

turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal

kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala

syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air

besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,

apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus

segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu

turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.(3,4)

2.8.2 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue

Ketentuan Umum

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/DSS dan penyakit lain adalah adanya

peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan

hemostasis. Gambaran klinis DBD/DSS sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis

hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak

pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence)

yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis

disertai pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada

pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar

hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah

trombosit sampai <100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb)

terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan

hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk

pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti

volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada

kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit

22

Page 23: Dbd

<50.000/µl. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit

kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.(3,4)

Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simptomatik dan

suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat

diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan

intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu

diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol

direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.(3,4)

Tabel 2

Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur

Umur (tahun) Parasetamol (tiap kali pemberian)

dosis (mg) Tablet (1 tab = 500 mg)

<1 60 1/8

1-3 60-125 1/8-1/4

4-6 125-250 1/4-1/2

7-12 250-500 1/2-1

>12 500-1000 1-2

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,anoreksia dan

muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan

oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan

dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam

berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila

terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.(3,4)

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis

adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan

kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan

hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan

23

Page 24: Dbd

cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan

darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga

sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan

hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.(3,4)

Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.(4)

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan

suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume

plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana

dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus

syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus

selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian

volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum

volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.(3,4)

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) terus menerus muntah, tidak mau minum,

demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi

sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada

pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan

kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat

asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravenabolus perlahan-lahan.(3,4)

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang

diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai

cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5

sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.(3,4)

Tabel 3

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5-8%)

Berat Badan Waktu Masuk RS

(kg)

Jumlah cairan

ml/kg berat badan per hari

24

Page 25: Dbd

<7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan

pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak

gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.

Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut.(3,4)

Tabel 4

Kebutuhan Cairan Rumatan

Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)

>20 1500 + 20 x kg (di atas 20 kg)

Misalnya untuk berat badan 40kg, maka cairan rumatan adalah 1500 + (20x20) =1900 ml.

Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan

(perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti

harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari

pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah

plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase

penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler.

Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan distres

pernafasan.(3,4)

Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,

letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit

(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau

kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.(3,4)

25

Page 26: Dbd

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)(3,4)

Kristaloid

• Larutan ringer laktat (RL)

• Larutan ringer asetat (RA)

• Larutan garam faali (GF)

• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

• Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan : Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang

mengandung dekstran)

Koloid (4)

• Dekstran 40

• Plasma

• Albumin

2.8.2 Penatalaksanaan Dengue Shock Syndrome

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama

yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat

mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita DSS

dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak

20ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB.(3,4)

Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat >20 ml/kgBB. Tetesan diberikan

secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai

berat BB ideal dan umur 10 ml/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid

ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid

dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid dan beri

cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid

tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500ml/hari, sebaiknya tidak diberikan

26

Page 27: Dbd

pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih

menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan

pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap lebih tinggi, maka berikan darah

dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah

keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar

hematokrit.(3,4)

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar

hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian

disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP

yang ada kadangkala pada pasien DSS berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.(3,4)

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht

sebelumnya. Jumlah urin >1/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan

sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi.

Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma

dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan

rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung.

Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,

tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda

vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.(3,4)

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS, maka analisis

gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak

dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.(3,4)

Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan

koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan

tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.(3,4)

Pemberian Oksigen

27

Page 28: Dbd

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.

Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada

anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.(3,4)

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,

terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah

diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui

perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan

hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan

cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar

dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah

dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien

dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan

perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu

tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa

pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan

hematologis tersebut juga menentukan prognosis.(3,4)

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk

menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah: (3,4)

• Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih

sering, sampai syok dapat teratasi.

• Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

• Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan

tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

• Jumlah dan frekuensi diuresis.

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler

telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang

jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,

28

Page 29: Dbd

pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan

jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap

belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian

dopamin perlu dipertimbangkan.(4)

Kriteria Memulangkan Pasien : (6)

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik >50.000/pl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis

DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian,

yaitu: (4)

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II

tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 6 dan 7)

2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar

hematokrit. (Bagan 8)

3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 9)

29

Page 30: Dbd

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadakterus menerus <7 haritidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratanTanda syok Periksa uji torniquetMuntah terus menerusKejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)Muntah darahBerak darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol

30

Tersangka DBD

Page 31: Dbd

Kontrol tiap hariTatalaksana sampai demam hilangdisesuaikan,(Lihat bagan 7,8,9)

Rawat Inap (lihat bagan 7)

Rawat Jalan Nilai tanda klinis &Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht Parasetamol bila masih demam Kontrol tiap hari hari sakit ke-3sampai demam turun periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali

Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok: gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, BAB hitam,BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakitBagan 6. Tatalaksana Kasus Tersangka DBD(3,4)

Gejala klinis:Demam 2-7 hariUji torniquet (+) atauperdarahan spontanLaboratorium: Hematokrit tidak meningkatTrombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minumBeri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerusAtau 1 sendok makan tiap 5 menitJenis minuman; air putih, teh manis,Sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)

31

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Page 32: Dbd

Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badanPeriksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombositTiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokPalpasi hati setiap hariUkur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turunAwasi perdarahanPeriksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RLPerbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 8)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik• Nafsu makan membaik• Secara klinis tampak perbaikan• Hematokrit stabil• Tiga hari setelah syok teratasi• Jumlah trombosit >50.000/µl• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Bagan 7. Tatalaksana Kasus DBD Derajat I dan II Tanpa Peningkatan Hematokrit(3,4)

Cairan awalRL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikanTidak gelisah GelisahNadi kuat Distress pernafasanTek.darah stabil Frek.nadi naikDiuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik(2 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20 mmHgHt turun Diuresis </tidak ada(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan32

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Page 33: Dbd

10-15 ml/kgBB/jamPerbaikan

5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

PerbaikanSesuaikan tetesan

Distress pernafasan Ht turun3 ml/kgBB/jam Ht naik

Tek.nadi < 20 mmHgIVFD stop setelah 24-48 jamApabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segardiuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Indikasi Transfusi pdAnak

- Syok yang belum teratasiPerbaikan - Perdarahan masif

Bagan 8. Tatalaksana Kasus DBD Derajat II dengan Peningkatan Hematokrit >20%(3,4)

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit)2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/NaCl 0,9%20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?Pantau tanda vital tiap 10 menitCatat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasiKesadaran membaik Kesadaran menurunNadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba

33

DBD derajat III & IV

Page 34: Dbd

Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosisEkstrimitas hangat Kulit dingin dan lembabDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vital 2. Tambahkan koloid/plasmaTanda perdarahan Dekstran/FFP 10-20(max30ml)/kgBB/jamDiuresisPantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasiHt stabil dalam 2x Syok teratasiPemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBBdapat diulang sesuai

Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhansetelah syok teratasi

Bagan 9. Tatalaksana Kasus DBD Derajat III dan IV (Dengue Shock Syndrome)(1,3,4)

2.9 KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi

penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuuh darah otak sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata (KID).

Gagal ginjal akut

34

Page 35: Dbd

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang

tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati

dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah syok telah

teratasi dengan baik. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan,

untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.

Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan

pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan yang

diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma

masiih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstra,

apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar

hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami

distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran

edema paru pada foto dada.7

2.10 PENCEGAHAN

Pencegahan demam berdarah dilakukan dengan 3M Plus yaitu: (4)

Menguras

Menyikat dinding tempat penampungan air agar telur nyamuk DBD yang menempel akan

lepas.

Menutup

Menutup tempat penampungan air dengan rapi atau rapat setelah mengambil atau mengisi

air akan mencegah nyamuk DBD masuk untuk bertelur.

Mengubur

Mengubur atau menyingkirkan barang bekas (ban,aki,botol,plastik) yang dapat digenangi

air, jangan sampai terisi air hujan.

35

Page 36: Dbd

Perlindungan pakaian

Memakai pakaian yang tebal atau tidak longgar dapat mengurangi resiko gigitan nyamuk.

Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki/tangan dapat melindungi

lengan dan kaki, tempat yang disukai oleh nyamuk. Baju yang dicelup dengan cairan

kimia seperti permethrin efektif melindungi dari gigitan nyamuk.

Obat nyamuk bakar dan aerosol

Merupakan insektisida untuk di rumah, seperti : obat nyamuk bakar, spraying dan aerosol

dipakai ekstensif untuk perlindungan perorangan dari nyamuk. Melakukan penyemprotan

obat nyamuk sekitar jam 06.00-09.00 pagi dan jam 16.00-18.00 sore.

Obat oles anti nyamuk (repellent)

Jenis ini secara luas diklasifikasikan menjadi dua kategori, penangkal ilmiah dan

penangkal kimiawi. Minyak murni dari ekstrak tanaman merupakan bahan utama obat-

obatan penangkal nyamuk alamiah, contohnya: minyak serai, minyak zaitun, dan minyak

ncem. Bahan penangkal kimiawi seperti: DEET (Ndiethyl-m-Toluamide).

Memasang kawat kassa dan tidak membiasakan menggantung pakaian, serta

pencahayaan dan ventilasi kamar yang memadai.

Tirai dan kelambu nyamuk yang dicelup larutan insektisida

Kelambu berinsektisida mempunyai batasan waktu efektif kerjanya untuk membunuh

nyamuk dalam beberapa tahun/bulan. Pemakaian kelambu efektif untuk melindungi bayi

dan yang mempunyai kebiasaan tidur siang.

Kimia

Cara ini sebaiknya dilakukan di daerah yang kondisi sumber airnya sulit karena kegiatan

menguras tidak mungkin dilakukan. Cara ini memberantas jentis Aedes aegypti dengan

menggunakan racun pembasmi jentik (larvasida) dikenal dengan istilah abatisasi.

Larvasida yang biasa digunakan ialah temephos. Formulasi temephos yang digunakan

adalah berbentuk butiran pasir (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10

gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Abatisasi dengan temephos ini

mempunyai efek residu 3 bulan. Racun pembasmi jentik ini aman meskipun digunakan di

tempat penampungan air yang jernih untuk mencuci atau minum sehari-hari.

Biologi

36

Page 37: Dbd

Misalnya dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan mujair, ikan

nila, ikan gambus, dll)

2.10 PROGNOSIS

Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat secara pasif atau didapat yang

meningkatkan kecenderungan terjadinya demam berdarah dengue. Pada DBD kematian terjadi

pada 40–50% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif, kematian dapat diturunkan

hingga < 1%. Kemampuan bertahan berhubungan dengan terapi suportif awal. Kadang-kadang

terdapat sisa kerusakan otak yang diakibatkan oleh syok berkepanjangan atau terjadi pendarahan

intrakranial.(3)

37

Page 38: Dbd

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever. Guideline for Diagnosis, Treatment,

Prevention and Control. WHO; 2009.

2. Kaushik, Pineda, Kest. Diagnosis and Management Dengue Fever in Children. Pediatrics in

Review. 2010;31;e28. http://pedsinreview.aappublications.org/content/31/4/e28

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi Virus Dengue. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis

Edisi Kedua. Badan Penerbit IDAI: Jakarta; 2012. Hal 155-181.

4. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.

Edisi 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta; 2004.

5. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi

IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; Juni 2006. Hal. 1709-13.

6. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention

and control. Second Edition. Geneva: WHO; 1997.

7. Petunjuk Teknis Penggunaan Rapid Diagnostic Tes (RDT) Untuk Penunjang Diagnosis Dini

DBD. Dikutip dari www.pppl.depkes.go.id

38