DBD final

40
 PENDAHULUAN DAN STUDI EPIDEMIOLOGI Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak. Oleh karena itu wabah  penyakit ini sering menimbulkan kepanikan masyarakat. Daerah yang mempunyai resiko untuk menjadi wabah demam berdarah dengue umumnya ialah kota atau desa dipantai yang  penduduknya padat dan mobilitasnya tinggi.Kejadian luar biasa atau wabah penyakit ini dapat terjadi di daerah endemis maupun daerah yang seluruhnya tidak pernah ada kasus. Biasanya wabah demam berdarah dengue terjadi pada musim hujan, sesuai dengan musim penularan  penyakit ini. Pengamatan selama dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa di daerah endemis, wabah DBD terjadi secara periodik, setiap lima tahun. Namun demikian pada umumnya kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah sulit diramalkan sebelumnya. Di Indonesia, penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ). Selanjutnya penyakit DBD ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai punjak klimaksnya pada tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak tertinggi serangannya. Angka insiden pada waktu itu mencapai 27,09 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 3,2 %. Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya  pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk  Aedes aegypti dan Aedes

Transcript of DBD final

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 1/40

 

PENDAHULUAN DAN STUDI EPIDEMIOLOGI

Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan salah satu penyakit menular yang sering

menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak. Oleh karena itu wabah

 penyakit ini sering menimbulkan kepanikan masyarakat. Daerah yang mempunyai resiko untuk 

menjadi wabah demam berdarah dengue umumnya ialah kota atau desa dipantai yang

 penduduknya padat dan mobilitasnya tinggi.Kejadian luar biasa atau wabah penyakit ini dapat

terjadi di daerah endemis maupun daerah yang seluruhnya tidak pernah ada kasus. Biasanya

wabah demam berdarah dengue terjadi pada musim hujan, sesuai dengan musim penularan

  penyakit ini. Pengamatan selama dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa di daerah

endemis, wabah DBD terjadi secara periodik, setiap lima tahun. Namun demikian pada

umumnya kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah sulit diramalkan sebelumnya. Di

Indonesia, penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya

dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya

dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ). Selanjutnya penyakit DBD

ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai punjak klimaksnya pada

tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak 

tertinggi serangannya. Angka insiden pada waktu itu mencapai 27,09 per 100.000 penduduk 

dengan angka kematian 3,2 %.

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit DemamBerdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan

sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya

 pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga

medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai

kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan

kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam

mengantisipasi dan merespon kasus ini. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total

kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian

sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534

orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%).

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk  Aedes aegypti dan Aedes

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 2/40

 

albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di

tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Penyakit DBD sering

salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi

virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya.

Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk,

 pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk 

 bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian

  pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman

  pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta

  pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang

memadai.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan

tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar 

ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-

Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan

kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara

sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan

Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999, IR 

menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena

semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku

masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh

 pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini.

Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,

kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat

  penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang

 belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 3/40

 

Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968. Sejak 

awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum

diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit

lain-lain. Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus, pengobatan penderita

serta penyemprotan dilokasi kasus DBD. Mulai tahun 1974 s/d 1980 dibentuk subdit Arbovirosis

  pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang

meliputi: pengamatan, pengobatan penderita. Demikian pula dengan yang menangani

  pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II. Pada tahun 1980 s/d 1985 program kegiatan

DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas

DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Abatisasi massal telah dipertajam

sasarannya sejak tahun1985 s/d 1989, melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis. Di desa

abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides

Aegypti. Tahun 1992 s/d sekarang, stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu:

Endemis, Sporadis dan Potensial/bebas. Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas

dengan terbitnya SK Menkes No. 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan

DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan penderita, pengamatan

  penyakit dan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada

masyarakat.

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus, terutama menyerang

  pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan

  bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian. Penyebab penyakit ini adalah

virus dengue, virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus, famili Togaviridae dan

termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu:

1.  Dengue 1, diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

2.  Dengue 2, diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3.  Dengue 3, diisolasi oleh Sather.

4.  Dengue 4, diisolasi oleh Sather.

Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti

dibawah ini:

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 4/40

 

1.  Asymtomatis.

2.  Mild Undifferentiated Febrile Illnes.

3.  Dengue Fever ( demam dengue ).

4.  Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD ).

5.  Dengue Shock Syndrome ( DSS )

Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai

 berikut:

1.  Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari.

2.  Manifestasi pendarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu

 bentuk lain (petekie, echimosis, epitaksis, pendarahan gusi, hematomesis).

3.  Pembesaran hati.

4.  Shock, yang ditandai nadi lemah, cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm

Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki,

 penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

5.  Trombositopeni (100/mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari

ke 7 sakit. Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari

ke 5 sakit.

6.  Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 

hematokrit pada masa konvalesan.

Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik 

tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi. Dengan patokan ini 87 % penderita

yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh

 pemeriksaan serologis). Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus, digunakan

specimen darah/ filter paper atau serum, hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu,

sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringan/autopsi

 pasien, penyakit demam berdarah dengue, atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat

setelah lebih kurang 2 minggu), sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat, karena lamanya

menunggu hasil pemeriksaan. Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan

Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 5/40

 

VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE.

Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk 

Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus, kedua jenis penyakit ini terdapat hampir 

diseluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari

1000 meter diatas permukaan laut. Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam

 penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD,

dalam darahnya mengandung virus dengue. Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah

(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam.

PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan

tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang

  biak, sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk 

Aedes Aegypti yang tepat.

A. PERILAKU MENCARI DARAH

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 6/40

 

- Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur 

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ± 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00 ± 12.00 dan

 jam 15.00 ± 17.00

- Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter 

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.

B. PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ± 3 hari untuk 

mematangkan telur.

- Tempat istirahat yang disukai :

Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC

Di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai

Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.

C. PERILAKU BERKEMBANG BIAK 

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti :

Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari : bak mandi, WC, tempayan, drum

air, bak menara (Tower air) yang tidak tertutup, sumur gali Wadah yang berisi air bersih atau air hujan : tempat minum burung, vas bunga, pot

  bunga, ban bekas, potongan bambu yang dapat menampung air, kaleng, botol, tempat

 pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil.

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air.

- Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 0,7 mm per butir.

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan .

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 7/40

 

 

- Jentik nyamuk setelah 6 ± 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk.

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air, tetapi tidak makan dan setelah 1± 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 8/40

 

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia, yaitu virus dengue type 1, 2, 3, dan 4. Menurut teori infeksi

sekunder, seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit, kecuali hanya merasa demam ringan. Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue, barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD. Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 9/40

 

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya. Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya.

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP, diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia, 255 buah Dati II telah terjangkit DBD. Ini artinya

menunjukkan bahwa 84,7 % dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat , sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak 

ada manusia yang kebal virus DBD.

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI.

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993. Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan. Dimana kita lihat terjadi peningkatn

  jumlah kasus yang berulang secara teratur, yaitu pada tahun 1968, 1973, 1977/78, 1983 dan

1988.

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17.418 orang, meninggal 418

orang ( CFR 2,4 % ). Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17.620 orang,

meninggal 609 orang (CFR 2,4 %). Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit,tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya, mengingat perkiraan semua pakar, yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

 penderita DBD secara nasional. Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat, khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif 

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, antara lain penyuluhan melalui media massa,

  pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti. Disamping itu, penurunan

 persentase penderita DBD yang meninggal 2,4 % dibanding 2,9 % pada tahun 1992, juga sangat

  berarti. Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas. Juga berkat

 partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin. Ini berdasarkan hasil laporan

  beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali, sampai dengan bulan Mei 1994, terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat, seperti DKI Jakarta, Rembang, Jawa

Tengah, Sidoarjo, Kediri, Nganjuk, dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar, Bali.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 10/40

 

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu, menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia,

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum, termasuk 

sekolah tempat ibadah, rumah makan, dan tempat penginapan. Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi, bervariasi antara

10-26 %. 

EPIDEMIOLOGI

1.  Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan

DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus). Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga.

2.  Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan:

y  Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

y  Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan,

konjungtiva, epitaksis, melena.y  Hepatomegali (pembesaran hati).

y  Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah.

y  Trombositopeni.

y  Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.

y  Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit

 perut, diare kejang dan sakit kepala.

y  Pendarahan pada hidung dan gusi.

y  Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

 pecahnya pembuluh darah.

3.  Masa Inkubasi

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 11/40

 

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.

4.  Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk  Aedes aegypti /  Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain.

 Nyamuk   Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

  berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah

  pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim

 penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.

5.  Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :

- Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.

- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang

- Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.- Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.

- Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang

- Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang.

- Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.

- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang, dengan

 jumlah kematian sebanyak 389 orang.

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial, yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik  pada penyakit infeksi virus, yaitu:

kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

 berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik ( genetic susceptibility) antar individu terhadap

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 12/40

 

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

 penyebab serta lingkungannya.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk    Aedes aegypti. Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah. Jika nyamuk   Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah,

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh

nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan sebagian

 besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku, dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang

  biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target utama virus dengue adalah APC ( Antigen

  Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkena.Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak 

hingga 5 - 7 hari setelahnya.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 13/40

 

 

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan

sel limfosit T. Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam

Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat,

namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun

1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991. Sewaktu terjadi wabah, berbagai serotipe virus Dengue

 berhasil diisolasi, diantaranya virus Dengue tipe 1, 2, 3 dan 4.

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 14/40

 

masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk 

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi.

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,

antibodi fiksasi komplemen. Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala

lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 15/40

 

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada

kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler,

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua

  penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak 

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi,

antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk , dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 16/40

 

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari.

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG 

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.

Perubahan Patofisiologi DBD 

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul

 banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan

  NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

  penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes. Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses  berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag. Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor). Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor 

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

 pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1).

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 17/40

 

 

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh

 pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi.

 Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dansiklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endothel

 pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok. Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik, sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel

 pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini.

Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 18/40

 

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari

dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ³cross reaction´ atau reaksi

silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak 

ada ³cross protektif´ terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement.

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E

(envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M. Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif.Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :

a. Antibodi netralisasi atau ³neutralizing antibodies´ memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus.

  b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 19/40

 

 

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori   secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE).

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

  primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut: Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 20/40

 

 

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut: Pada

infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 21/40

 

 

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga ³Platelet Activating

Faktor´ (PAF). Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

 bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk 

gambar berikut:

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 22/40

 

 

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah,

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok. Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang

farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 23/40

 

 

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ³Non Neutralizing Antibodies´ akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi

  baru pertama kali sudah terjadi proses ³Enhancing´ yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 24/40

 

 

Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 25/40

 

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik ,

 baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan   jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.

Sistem HLA/MHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun. Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen, yang berlanjut pada

  proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan kelas II (lokus D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL

dkk, 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik . Monosit/makrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 26/40

 

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/SSD. Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g, namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12.

Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T. Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1, yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya.

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear 

  baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue, sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal. Terjadi peningkatan konsentrasi IFN-K, TNF-E,

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF-

Eberkorelasi dengan manifestasi hemoragik , sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay. Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

  penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

E berperan penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit. Hipotesis tentang patogenesis

DBD/SSD seperti antibody-dependent enhancement, virus virulence, dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-K/TNF-Edianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8,

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak 

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar 

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi. Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik . Dihipotesiskan bahwa

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 27/40

 

  peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

  pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBD/DSS berat terjadi

 peningkatan level IL-8, dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur 

 primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2, terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur, yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

 NFkappaB.

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan   soluble intercellular 

adhesion molecule-1 rendah, hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit.

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR 

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

  biotik. Menurut Barrera et al. (2006) faktor abiotik seperti curah hujan, temperatur, dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur, larva dan pupa nyamuk menjadi imago.

Demikian juga faktor biotik seperti predator, parasit, kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas mikroba, dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

 berpengaruh terhadap siklus hidup Ae. aegypti. Selain itu bentuk, ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk. Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Ae.aegypti (Irpis 1972). Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

& Chang 1993), dan laju perkembangan telur menjadi larva, larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al. 1990). Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al ., 2006). Di Indonesia, faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang. Pada musim kemarau

 banyak barang bekas seperti kaleng, gelas plastic, ban bekas, keler plastic, dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat. Sasaran pembuangan atau penaruhan

 barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 28/40

 

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan. Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

  penampung air hujan. Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva  Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago. Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk. Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya. Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

 juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama   Ae. albopictus yang biasa hidup di luar rumah. Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk. Dengan demikian

  populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut.

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep.

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

  pengendalian yang potensial secara efektif, ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi. Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae. aegyipti dan Ae. abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia. Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat. Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran. Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar 

  penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia. Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka, 1995; Supartha, 2003). Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh   Ae. aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 29/40

 

seperti tikus, jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik, kimia

dan hayati (Lloyd, 2003). Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector 

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi. Cara ini memerlukan

 pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter, habitat dan perilaku hidup atau

 bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu. Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk 

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut.

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor.

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector 

dan pemutusan siklus hidupnya. Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk 

 pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam, fisik-mekanik, kimia maupun masyarakat.

Rui et al. (2003 dalam Kardinan, 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk.  Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET ( Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15% (Gunandini, 2006). Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan ( spray)

  bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia. Sementara  propoxur  masih diperbolehkan, walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India. Pengendalian vektor secara   space spraying yaitu pengabutan (thermal fogging ) dan Ultra Low Volume (cold fogging ) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono,

1983 dalam Suwasono & Soekirno, 2004). Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

  pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi, et.al., 1993). Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD. Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat,

 Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan.

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi   Ae. aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid, permethrin, dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand. Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya. Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar, yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 30/40

 

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto, 2007). Dalam kondisi

seperti itu, penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan. Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

  pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba. Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk. Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif  eugenol, tymol, cyneol  atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga. Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae. aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET. Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 79,7% yang dicapai selama satu jam (Kardinan, 2007). Malaysia kini

 juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam, Malaysia. Pelepasan nyamuk  Ae. egypti  jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk   Ae. aegypti  betina di alam. Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan. Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui. Selain itu,

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal. Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia. Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis ( Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz, 2000). Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos,

Teknar, dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan, granula, dan briket. Bahan aktif yang dimakan oleh larva, mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari. Insektisida microba tersebut sangat selektif, tidak membahayakan ikan, atau organism

yang hidup di air lainnya, tanaman, kehiduoan liar, hama atau manusia. Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya. Untuk formulasi briketnya dapat

 bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan. Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan. Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit. Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air. menutup tempat yang potensial menjadi sarang

  berkembang biak, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air). Tempat

 penampungan air seperti bak mandi, kolam, pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 31/40

 

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut. Walaupun demikian secara

 factual  kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat. Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis, serentak,

 berkelanjutan. Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk   Aedes aegypti (Judarwanto,

2007). Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning ( yellow fever disease). Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang. Gerakan itu, kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk. Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia.

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali. Karena dari sekian banyak 

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah, cara

  pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan, murah, dan ramah terhadap

lingkungan. Upaya itu memerlukan regulasi, koordinasi, sosialisasi, dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat. Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut. Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait.

Prinsip Dasar pengendalianV

ektor terpadu (PV

T).Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis, manajemen

lingkungan sehat, kajian bioekologi serangga vector, sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi, partisipasi aktif masyarakat. Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang, lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut. Terkait dengan vector 

tersebut, perlu diketahui spesiesnya, sifat bioekologisnya, sifat penularan virusnya. Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan, karakteristik social budayanya. Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami, makanan, inang,

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

 populasi vector. Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ±inang ± 

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 32/40

 

  pathogen. Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit). Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

 pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

  penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya. Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital ) dan modal social (  social capital ) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu. Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok. Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital ) dalam

 penanggulangan DBD di Bali. Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya. Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk 

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura.

Strategi dan Teknologi Utama.

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (ditingkat provinsi, kabupaten dan desa), sosialisasi, koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan. Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi.

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin. Walaupun demikian sosialisasi untuk 

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah, untuk itu diperlukan sosialisasi dan

  pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami, insetisida botani dan

mikroba, zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit, dan dinamika populasi dan struktur 

komunitas serangga vector di lapangan. Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian, pengembangan teknologi, advokasi,

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 33/40

 

luar biasa (KLB). Berdasarkan hasil surveilen tersebut, indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran, status  Aedes hubungannya dengan kasus DBD. Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan. Berdasaran indicator tersebut juga, strategi dan teknologi

 pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya. Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida.

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu

nyamuk   Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

 beberapa metode yang tepat, yaitu :

y  Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:

y  Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

y  Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.

y  Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

y  Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah

dan lain

sebagainya.

y  Biologis 

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik, dan bakteri (Bt.H-

14).

y  Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk 

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air  seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan

lain-lain.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 34/40

 

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras,

menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,

menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot

dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala,

dll sesuai dengan kondisi setempat.

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:

y  Penggantian cairan tubuh.

y  Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu). Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit.

y  rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah,

 pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, di antaranya adalah:

y  Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD.

y  Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No. 143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari

2004).

y  Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD.

y  Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD.

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk 

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).

y  Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras,

Menutup, Mengubur).

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 35/40

 

y  Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri dari unsur-unsur 

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia, dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

y  Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500 juta, di luar 

 bantuan gratis ke rumah sakit.

y  Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan, saran dan bantuan teknis.

y  Menyediakan call center.

1.  DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam),

2.  DEPKES, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974, (021) 42802669

3.  DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

y  Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue.

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah, Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian, di antaranya:

1.  Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram,

Tahun 1998.

2.  Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD, Tahun 1999.

3.  Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Tahun 2000.

4.  Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Tahun 2001.

5.  Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003.

6.  Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004. (Penelitian ini sedang berlangsung).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ). EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 36/40

 

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes.

Depkes RI.) secara cepat.

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat,

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

 jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia.

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a. Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia, maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya. Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat, karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah. Daerah.

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

  perilaku masyarakat. Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas, insiden meningkat

disertai kematian , oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB.

b. Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no.58

1 tahun 1992

)1. penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas/ pejabat kesehatan dan sektor terkait, pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue.

2. Upaya pencegahan DBD ditingkat desa/ kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD/ LKMD.

3. Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD/ Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah.

4. Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya.

5. Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB.

c. Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 37/40

 

§ Mencegah dan membatasi KLB

§ Membatasi angka kesakitan ( Insidens < 10 per 100.000 ).

§ Menurunkan angka kematian ( CFR < 2,5 % ).

§ Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis > 95 %.

§ Penemuan dan pengobatan penderita.

§ Kewaspadaan di terhadap KLb.

§ Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis.

§ Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa / Kelurahan

endemis.

§ Penyuluhan melalui mesia massa.

§ Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader.

§ Bimbingan teknis, pemantauan dan penelitiaan.

d. Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI.

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir 

  pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per 

100.000 penduduk dengan angka kematian 2 %. Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per 

100.000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2, 5 % kondisi angka kesakitan DBD

 pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakitDBD adalah sebesar 9, 17 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2, 4 %.

KESIMPULAN

1.  Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan

DEN 4.

2.  Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=1,53% )10. Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)

3.  Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 38/40

 

4.  Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

  Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat.

SARAN

1.  Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus, tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.

2.  Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna.

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia. Penyakit tersebut disebabkan oleh

 F lavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus). Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah   Aedes aegypti (Linn.) dan kedua adalah   Aedes albopictus (Skuse) (Diptera:

Culicidae). Diantara kedua vector tersebut Ae. aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99%) adalah manusia dan kurang dari 1% pada hewan bila inang utama tidak 

tersedia. Sementara   Ae. albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia.

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur, larva dan pupa) dan diluar air pada fase dewasa (imago). Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya. Imago  Ae. aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah. Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak 

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi, pot bunga, tempat minum binatang peliharaan, dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae. albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih. Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya, sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya. Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran. Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ± 10 hari dan menjadi

 penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut.

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 39/40

 

 Nyamuk  Ae. aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian, sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat. Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur 

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat. Dinamika populasi nyamuk 

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator, parasit dan makanan) dan abiotik (geografi,

suhu, curah hujan). Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur. Namun telur, larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum. Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati, kecuali telur 

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun. Telur itu, akan menetas bila cukup air 

terutama pada saat musim hujan. Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan. Untuk 

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif, ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi. Cara-cara

  pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis, fisik, mekanis, kimiawi, dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector, status penyakit, situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat. Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN, surveilen epidemiologi dan entomologis, kajian  bioekologi serangga vector, pengembangan teknologi anternatif, sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi, dan partisipasi aktif masyarakat. Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi, kabupaten dan desa),

sosialisasi, koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan. Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector. Keintensifan dan berkelanjutan

 pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

 pada awal musim hujan. Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin. 

5/8/2018 DBD final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/dbd-final 40/40

 

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR 

Nama: Soesilo Sumitro

NIM: 10-2007-182 

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010