DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAI BAHAN BAKU ...repository.utu.ac.id/261/1/BAB I_V.pdf ·...

39
DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON SKRIPSI FEDRI JAMIL 07C10432069 PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH 2013

Transcript of DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAI BAHAN BAKU ...repository.utu.ac.id/261/1/BAB I_V.pdf ·...

  • DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDASEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON

    SKRIPSI

    FEDRI JAMIL07C10432069

    PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH

    2013

  • DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDASEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON

    SKRIPSI

    FEDRI JAMIL07C10432069

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana PerikananPada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Teuku Umar

    PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH

    2013

  • LEMBARAN PENGESAHAN

    Judul Skripsi : Daya Tahan Vegetasi Yang Berbeda Sebagai Bahan BakuPembuatan Rumpon.

    Nama : Fedri Jamil

    Nim : 07C10432069

    Program Studi : Perikanan

    Menyetujui,Komisi Pembibing

    Ketua Anggota

    Ir. Said Mahjali, M.M Afrizal Hendri, S.Pi, M.SiNIDN : 01-1011-6502

    Mengetahui,

    Ketua Prodi Perikanan Dekan Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan

    Muhammad Rizal, S.Pi, M.Si Uswatul Hasanah, S.Si, M.SiNIDN : 01-1101-8301 NIDN : 01-2105-7802

    Tanggal Sidang Sarjana: 25 September 2013

  • DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAIBAHAN BAKU PEMBUATAN RUMPON

    Oleh

    Fedri Jamil¹ Said Mahjali² Afrizal Hendri²

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan vegetasi dan tingkatekonomis harga sebagai bahan baku pembuatan rumpon.Penelitian inidilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013, di Gampong Kuala Bubon,Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode Eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap(RAL) 1 Faktor dan 5 perlakuan (masing-masing 3 kali ulangan).Tingkatketahanan bahan baku rumpon tertinggi terdapat pada daun kelapa memilikirentang waktu60 puluh hari lebih dan di ikuti dengan daun lain nya yang kurangdari 60 hari seperti daun kelapa sawit rentang waktu nya 49 hari,daun pinang 42hari,daun nipah 52 hari dan daun rumbia 56 hariapa bila dibandingkan denganjenis bahan baku rumpon lainnya yang digunakan selama penelitianberlangsung.Dari hasil penelitian yang sudah di lakukan maka dapat kita ketahuihasil yang mana bahan baku yang paling baik dan yang paling rendah hasil tingkatketahanan duannya sebagai bahan baku rumpon.setelah daun kelapa ketahananbahan baku rumpon terbaik kedua adalah daun rumbia kemudian disusul olehdaun nipah,daun kelapa sawit dan daun pinang memiliki tingkat ketahananterendah di bandingkan dengan daun yang lain nya.

    Kata kunci : Daya Tahan, Vergetasi, Rumpon.

    ¹Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Teuku Umar² Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Teuku Umar

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Kuala Bubon pada tanggal 22

    Sebtember 1988 dari ayah M. Jamil Hamid dan ibu

    Nurhayati. Penulis merupakan anak pertama (anak tnggal).

    Awal pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1995 di

    Sekolah Dasar Negeri 1 Kuala Bubon, Kecamatan Sama

    Tiga, Kebupaten Aceh Barat, Propinsi Aceh dan lulus pada

    tahun 2001. Kemudian penulis menempuh pendidikan

    Madrasah di MTsN 1 Sama Tiga, lulus pada tahun 2004.Penulis melanjutkan

    pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sama Tiga dan lulus pada tahun

    2007. Pada tahun yang sama penulisterdaftar sebagai Mahasiswa program Sarjana

    Progam Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Teuku

    Umar (UTU).Penulis jugatelah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di

    Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Ujung Batee, Propinsi Aceh pada bulan Juli-

    Agustus 2011.

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (UTU), penulis melakukan penelitian

    berjudul ”Daya Tahan Vegetasi yang Berbeda Sebagai Bahan Baku

    Pembuatan Rumpon” dibawah bimbingan Ir. Said Mahjali, M.M. dan AfrizalHendri, S.Pi, M.Si.

    Fedri JamilNIM: 07C10432069

  • PERNYATAAN SIKAP MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

    INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Daya Tahan

    Vegetasi yang Berbeda Sebagai Bahan Baku Pembuatan Rumpon” adalahbenar merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun

    kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal

    atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

    telahdisebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian

    akhir skripsi ini. Meulaboh, September 2013Fedri JamilNim 07C10432069

    Meulaboh, 25 September 2013

    Fedri JamilNim: 07C10432069

  • LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

    Skripsi/tugas akhir dengan judul:

    DAYA TAHAN VEGETASI YANG BERBEDA SEBAGAIBAHAN PEMBUATAN RUMPON

    Yang disusun oleh :

    Nama : Fedri Jamil

    Nim : 07C10432069

    Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Program Studi : Perikanan

    Telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 25 September 2013 dan

    dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

    SUSUNAN DEWAN PENGUJI

    1. Ir, Said Mahjali, M.M(Dosen Penguji I) …………………

    2. Afrzal Hendri, S.Pi, M.Si(Dosen Penguji II) …………………

    3. Uswatul Hasanah, S.Si, M.Si(Dosen Penguji III) …………………

    4. Ahmad Astori, S.Pi

    (Dosen Penguji IV) …………………

    Alue Penyareng, 25 September 2013Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Uswatun Hasanah, S.Si, M.SiNIDN : 0121057802

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Beberapa kegiatan dalam sektor perikanan tangkap meliputi kegiatan

    penangkapan, pengolahan, dan pemasaran. Perikanan tangkap merupakan suatu

    pemburuan ikan dilaut. Pemburuan ikan bukan hanya dilakukan disekitar pantai,

    tapi juga dilakukan di tengah laut yang memerlukan biaya penggerakan kapal.

    Salah satu faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya usaha

    penangkapan ikan adalah daerah penangkapan. Usaha yang dapat dilakukan untuk

    membuat suatu daerah penangkapan ialah dengan mengumpulkan kawanan ikan.

    Proses pengumpulan ikan dapat dilakukan dengan alat bantu penangkapan,

    misalnya rumpon. Paranan rumpon untuk usaha penangkapan ikan di Indonesia

    sangat penting ditinjau dari segi biologi dan ekonomi. ( Subani 1989).

    Pemasangan rumpon yang menunjang penangkapan ikan dapat membantu

    nelayan menangkap ikan tampa harus mencari daerah penangkapan. Hal ini

    dimungkinkan karena sasaran daerah penangkapan ikan yang sudah jelas dan

    pasti, yaitu disekitar rumpon.

    Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut

    yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul di wilayah penangkapan ikan

    dimana rumpon tersebut dipasang. Tujuan pemasangan rumpon yaitu untuk

    memikat ikan agar singgah dan berkumpul di sekitar rumpon sehingga dapat

    mempermudah nelayan untuk menentukan wilayah atau daerah penangkapannya.

    Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui bahan baku

    rumpon yang murah tapi tahan lama

  • 2

    1.2 Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka rumusan

    masalah penelitian adalah sebagai berikut:

    1. Nelayan Kecamatan Samatiga Desa Kuala Bubon selama ini umumnya

    menggunakan rumpon berbahan baku daun kelapa, yang mampu bertahan

    selama 30 hari

    2. Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk menentukan jenis vegetasi yang

    lain sebagai bahan baku rumpon yaitu daun sawit, daun pinang, daun

    nipah dan daun rumbia sebagai bahan ganti daun kelapa.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui daya tahan vegetasi yang berbeda sebagai bahan baku

    pembuatan rumpon.

    2. Untuk mengetahui tingkat ekonomis harga bahan baku pembuatan rumpon.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1. Penulis mengetahui daya tahan vegetasi yang berbeda sebagai bahan baku

    rumpon.

    2. Sebagai kekayaan intelektual penulis.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Rumpon

    Penggunaan dan penelitian rumpon atau Fish Agregating Device untuk

    memikat ikan sudah dimulai sejak tahun 1900-an. Monintja (1990)

    mengemukakan bahwa rumpon telah digunakan di Indonesia sejak dahulu dan

    diketahui telah digunakan lebih dari 30 tahun di banyak daerah sekitar Pulau

    Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara.

    Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan yang dipasang di dalam air

    dengan tujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga

    memudahkan penangkapan ikan di suatu tempat (Monintja 1995 dalam

    Zulkarnain, 2002). Rumpon telah lama dikenal baik di Indonesia maupun di

    negara-negara lain seperti Filipina dan Negara - negara Pasifik Barat. Rumpon

    biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya dijadikan sebagai

    alat tambahan yang digunakan sebagai pengumpul ikan pada suatu tempat atau

    titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan bedasarkan alat tangkap

    yang dikehendaki (Subani, 1986).

    Definisi rumpon menurut SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat

    bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

    Selanjutnya dijelaskan dalam SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 tentang

    pemasangan dan pemanfaatan rumpon, ada tiga jenis rumpon, yaitu :

    1. Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

    ditempatkan pada dasar perairan laut.

    2. Rumpon perairan dangkal alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

    ditempatkan pada perairan laut hingga kedalaman 200 meter.

  • 4

    3. Rumpon perairan dalam alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

    ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.

    2.2. Fungsi Rumpon

    Rumpon berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian agar ikan

    berkumpur pada suatu tempat tertentu kemudian dilakukan operasi penangkapan

    (Bubani dan Barus). Rumpon dapat berfungsi pula sebagai sumber makanan dan

    tempat berlindung ikan kecil (paragis) dari predator.jenis ikan di sekitar rumpon

    biasanya berenang dengan menggusahakan posisi tubuh selalu membelakangi

    rummpon (Subani, 1986 dalam Sianipar, 2003).

    Perkumpulan ikan dengan rumpon umumnya untuk ikan bermigrasi yang

    secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon, lalu tertarik untuk ikan

    berkumpul di sekitar rumpon baik untuk sementara maupun permanen. Rumpon

    pada hakekatnya dimamfaatkan untuk kegiatan penangkapan agar sekumpulan

    ikan mudah ditangkap dengan alat tangkapan yang dikehendaki (Subani, 1986

    diacu dalam Effendi, 2002).

    Dalam hal mengumpulkan ikan, Gunarso (1985) mengungkapkan hal

    tersebut dapat dilakukan dengan berbagai rangsangan (kimia, penglihata,

    pendengaran, penciuman, aliran listrik dan menyediakan tempat berlindung).

    Berbagai alasan dikemukakan oleh Samples dan Sproul (1985) dalam Imawati

    (2003) untuk menjelaskan ketertarikan ikan terhadap rumpon, antara lain sebagai

    berikut;

    1. Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan - ikan tertentu.

    2. Rumpon sebagai tempat mencari makan bagi ikan tertentu.

    3. Rumpon sebagai subtat untuk meletakkan telur bagi ikan tertentu.

  • 5

    4. Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu.

    5. Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi bagi ikan - ikan tertentu.

    Berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon, mulai dari

    ikan pelagis kecil sampai ikan pelagis yang bisa didominasi oleh tuna dan

    cakalang (Monintja dan Zulkarnain, 1995 diacu dalam ardianto, 2005).

    2.3. Berdasarkan Tingkat Teknologi

    Berdasarkan tingkat teknologi penggunaan rumpon para nelayan yang

    menggukan rumpon sebagai berikut:

    1. Rumpon tradisional (teknologi sederhana) bahan-bahan pembuatan murah dan

    mudah didapat di sekitar lokasi pemasangan, biasa digunakan untuk perikanan

    sekala kecil. Penggunaan rumpon tradisional ini banyak ditemukan di daerah

    Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja(1993) rumpon

    banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang

    sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,Philipina, Srilanka, Papua

    Nugini dan Australia. Beberapa alasan ikan sering ditemukan disekitar rumpon.

    2. Rumpon modern, investasi relatif besar umumnya digunakan oleh perikanan

    sekala besar / industri guna memikat / mengumpulkan jenis - jenis ikan pelagis

    besar.

    Menurut Effendi 2002, pemilihan tempat pemasangan rumpon harus memiliki

    kriteria sebagai berikut :

    1). Merupakan daerah lintasan migrasi ikan yang menjadi penangkapan

    2). Tidak menggangu alur pelayaran atau didaerah yang dilarang memasang

    rumpon.

  • 6

    3). Mudah untuk mencari dan mencapainya

    4). Relatif dekat dengan pangkalan kapal

    5). Dasar perairan relatif datar

    Bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan

    seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen.

    Rumpon di Indonesia merupakan Fish Aggregating Divice (FAD) skala kecil dan

    sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional. Rumpon tersebut

    ditempatkan pada kedalaman perairan yang dangkal dengan jarak 5 – 10 mil (9 –

    18 km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10 – 20 mil laut (35 km) dari

    pangkalan terdekat (Monintja, 1993).

    Selanjutnya Subani (1989) menyatakan bahwa cara pengumpulan ikan

    dengan ikatan berupa benda terapung merupakan salah satu bentuk dari FAD,

    yaitu metode, benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk

    penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-kan tersebut.

    Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya sebagai

    pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat yang

    selanjutnya diadakan penangkapan.

    Prinsip lain penangkapan dengan alat bantu rumpon disamping

    berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, pada hakekatnya adalah agar

    kawanan ikan mudah ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki.

    Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan

    bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari

    dan menuju ke lokasi penangkapan. Direktorat Jenderal Perikanan (1995)

  • 7

    melaporkan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni: memudahkan

    pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat

    dimanfaatkan oleh nelayan kecil.

    Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal

    secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu :

    (1) pelampung (float)

    (2) tali (rope)

    (3) pemikat (atractor)

    (4) pemberat (sinker).

    Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu

    disisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah

    menjadi dua. Panjang tali bervariasi , tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali

    kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam (Subani, 1989). Tim pengkajian

    rumpon Institut Pertanian Bogor memberikan persyaratan umum komponen-

    komponen dari konstruksi rumpon adalah sebagai berikut :

    (1) Pelampung

    a. Mempunyai kemanpuan mengapung yang cukup baik ( bagian yang

    mengapung diatas air 1/3 bagian ).

    b. Konstruksi cukup kuat

    c. Tahan terhadap gelombang dan air

    d. Mudah dikenali dari jarak jauh

    e.Bahan pembuatnya mudah didapat

    (2) Pemikat

  • 8

    a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan

    b. Tahan lama

    c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertical dengan arah ke bawah

    d. Melindungi ikan-ikan kecil

    e. Terbuat dari bahan yang kuat, ahan lama dan murah

    (3) Tali temali

    a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk

    b. Harganya relatif murah

    c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap

    benda-benda lainnya dan terhadap arus

    d. Tidak bersimpul (less knot)

    (4) Pemberat

    a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh

    b. Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram

    2.4. Jenis-Jenis Bahan Rumpon

    2.4.1. Daun Kelapa Sawit

    Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu

    membentuk susunan daun mejemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu

    pelapah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 – 9 m. jumlah

    anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai. Daun muda yang

    masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur daun cepat

    membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat

    berlangsung fotosintesa dan juga sebagai alat respirasi. Semakin lama proses

  • 9

    fotosintesa berlangsung, maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk

    sehingga produksi tanaman kelapa sawit meningkat.

    Tanaman kelapa sawit yang tumbuh normal, pelepah daunnya berjumlah

    40 - 60 buah. Daun tua mulai terbentuk sekitar umur 6-7 tahun. Daun kelapa sawit

    yang tumbuh sehat dan segar kelihatan berwarna hijau tua (Tim Penulis PS,

    1998). Penggunaan daun kelapa sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi

    padaging dan sapi perah. Pada sapi pedaging dan sapi perah, daun kelapa sawit

    dapat diberikan 30 - 40% dari makanan (Ishida dan Hassan, 1992).

    Salah satu limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan adalah daun

    kelapa sawit yang berasal dari pemangkasan pelepah daun kelapa sawit. Dari satu

    pelepah daun kelapa sawit dapat dihasilkan 3,333 kg daun kelapa sawit segar

    dengan kandungan bahan kering mencapai 35% (Ishida dan Hassan, 1992), seperti

    gambar dibawah ini:

    Gambar: 1. Pohon Kelapa Sawit

  • 10

    2.4.2. Daun Pinang

    Pinang merupakan tanaman famili palmae yang dapat mencapai tinggi

    15 - 20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm. Buahnya

    berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai jambul daun-

    daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun

    dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung keadaan tanah. Tanaman ini

    berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa hidup 25-30

    tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-

    lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm

    berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang

    berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989). seperti gambar dibawah ini:

    Gambar: 2. Pohon Pinang

    2.4.3. Daun Nipah

    Nipah atau Nypa fruticans adalah salah satu pohon anggota famili

    Arecaceae (palem) yang umumnya tumbuh di di daerah rawa yang berair payau

    atau daerah pasang surut di dekat pantai. Pohon nipah tumbuh di lingkungan

    hutan bakau.

  • 11

    Di Indonesia pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal seperti daon,

    daonan, nipah, bhunjok, lipa, buyuk (Sunda, Jawa), buyuk (Bali), bhunyok

    (Madura), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), palean, palenei,

    pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga (Maluku).

    Ciri - ciri nipah. Batang nipah menjalar di tanah membentuk rimpang yang

    terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah

    nampak seolah-olah tak berbatang. Akarnya serabut yang panjangnya bisa

    mencapai belasan meter.

    Dari rimpangnya tumbuh daun majemuk (seperti pada jenis palem lainnya)

    hingga setinggi 9 meter dengan tangkai daun sekitar 1-1,5 m. Daun nipah yang

    sudah muda berwarna kuning sedangkan yang tua berwarna hijau.

    Bunga nipah majemuk muncul dari ketiak daun dengan bunga betina

    terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai

    serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Tandan bunga

    inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya.

    Buah nipah bulat telur dan gepeng dengan 2-3 rusuk, berwarna coklat

    kemerahan. Panjangnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm. Buah berkelompok

    membentuk bola berdiameter sekitar 30 cm. Dalam satu tandan, dapat terdiri

    antara 30-50 butir buah, seperti gambar dibawah ini:

    Gambar: 3. Pohon Nipah

  • 12

    2.4.4. Daun Rumbia

    Ciri rumbia sebagai berikut; Roset : roset batang, susunan / tata letak :

    tersebar (Folia sparsa), susunan tulang daun : sejajar atau bertulang keras

    (Vectinervis), Bentuk daun : memanjang (Oblongus), Ujung daun : meruncing

    (Acuminatus), Tepi daun : rata (Integer), Daging daun : seperti perkamen

    (Perkamentus), Warna daun : hijau, Permukaan daun : licin (Laevis), Pangkal

    daun : runcing (Acutus), Daun lengkap : memiliki upih daun (Vagina), tangkai

    daun (Petiolus), dan helaian daun (Lamina) dan daun majemuk, seperti gambar

    dibawah ini:

    Gambar: 4. Pohon Rumbia

    2.4.5. Daun kelapa

    Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari

    suku aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua

    bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna,

    terutama bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang

    dihasilkan tumbuhan ini.

  • 13

    Tumbuhan ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudera Hindia di sisi

    Asia, namun kini telah menyebar luas di seluruh pantai tropika dunia.

    Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal

    dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai.

    Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe

    monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik), berkayu. Kayunya

    kurang baik digunakan untuk bangunan.

    Daun merupakan daun tunggal dengan pertulangan menyirip, daun

    bertoreh sangat dalam sehingga nampak seperti daun majemuk. Bunga tersusun

    majemuk pada rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan

    betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga

    jantan di bagian yang jauh dari pangkal. Buah besar, diameter 10 cm sampai 20

    cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau, atau coklat, seperti gambar

    dibawah ini:

    Gambar: 5. Pohon Kelapa

  • 14

    Vegetasi 2

    Vegetasi buatan

    Vegetasi alami

  • III. METODELOGI PENELITIAN

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013, di

    Gampong Kuala Bubon, Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

    3.2. Alat dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian seperti dalam Tabel 1

    Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian.

    No Alat Fungsi1 Kamera Pengambilan gambar waktu penelitian2 Golok Pemotongan Rupon Sebagai Bahan Penelitian3 Stearofom Tempat Atau Wadah Penelitian4 Aerator Untuk penyuplai oksigen dalam air.

    5 Sepada MotorUntuk Alat Tranportasi Pengangkutan AirLaut Sebagai Bahan Penelitian Rumpon

    6 Galon Air Untuk Tempat pengisian Air7 Refraktometer Mengukur salinitas Air Dalam Aquarium8 Ember Tempat Air9 Gayung Tempat penggantian Air

    Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.

    No Bahan Fungsi

    1

    2

    Air Laut

    Daun Kelapa Sawit

    Sebagai bahan media penelitian

    Sebagai bahan Perlakuan PenelitianRumpon3 Daun Pinang Sebgai Bahan Perlakuan PenelitianRumpon

    4 Daun NipahSebgai Bahan Perlakuan PenelitianRumpon

    5 Daun RumbiaSebgai Bahan Perlakuan PenelitianRumpon

    6 Daun KelapaSebgai Bahan Perlakuan PenelitianRumpon

  • 15

    3.3 Metode Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksperimen

    dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 Faktor dan 5 perlakuan (masing-

    masing 3 kali ulangan). Perlakuan yang diberikan yaitu :

    P0 = Daun Kelapa

    P1 = Daun Kelapa Sawit

    P2 = Daun Pinang

    P3 = Daun Nipah

    P4 = Daun Rumbia

    Satuan percobaan yang akan digunakan adalah P1 Daun Kelapa Sawit, P2

    Daun Pinang, P3 Daun Nipah, P4 Daun Rumbia, P5 Daun Kelapa Penelitian ini

    dilakukan dalam wadah Stearofom dengan Ukuran 40 x 50 x 80 cm

    Penempatan perlakuan dapat di lihat pada gambar 1.

    Gambar 6. Penempatan perlakuan dengan RAL

    P3.3P1.3P0.1 P0.2

    P1.1 P2.1 P1.2 P4.3

    P3.2 P0.3 P4.1 P2.3

    P2.2

    P3.1

    P4.2

  • 16

    3.4. Prosedur Penelitian

    3.4.1. Persiapan Wadah

    Wadah yang digunakan adalah wadah Stearofom dengan volume 20 liter,

    wadah dibersihkan terlebih dahulu dan diisi air dengan volume 40 cm/wadah,

    kemudian diberikan aerator untuk penyuplai oksigen dalam air.

    3.4.2. Peletakan Bahan Rumpon

    Bahan Baku rumpon yang akan diteliti adalah daun kelapa,daun kelapa

    sawit, daun pinang, daun nipah dan daun rumbia sesuai dengan ukuran wadah

    untuk melihat ketahanan daun tersebut sebagai bahan untuk Rumpon,

    Peletakannya disusun bertingkat dan dipotong sesuai ukuran wada. Dalam wadah

    diberi air laut sekitar 20 cm sampai dengan 30 cm sehingga semua bahan rumpon

    terendam Air laut.

    3.5. Parameter Uji

    Penelitian ini untuk melihat ketahanan dilihat dengan Microskop tingkat

    kerapuhan Daun Sawit, Daun Pinang, Daun Nipah, Daun Rumbia dan Daun

    kelapa sebagai bahan pembuatan rumpon, pengamatan di lakukan seminggu sekali

    yaitu: 7, 14, 21 sampai dengan 60 hari.

    3.6.Analisis Data

    Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Tingkat kerapuhan bahan (vegetasi) yang didapat, akan disajikan dalam

    bentuk grafik.

    2. Selanjutnya di uraikan secara deskriptif.

  • IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    4.1.1 Tingkat Ketahanan Bahan Baku Rumpon

    Perubahan daya ketahanan bahan baku rumpon selama penelitian berlanjut

    dapat di lihat dengan kasat mata, diraba dengan tangan dan diamati dibawah

    microskop kemudian dicatat untuk mendapat data mengenai daya ketahan bahan

    baku rumpo dari beberapa jenis daun-daunan seperti pada tabel di bawah ini:

    Dari tabel 1 sangat terlihat jelas bahwa tingkat ketahanan bahan baku

    rumpon tertinggi terdapat pada daun kelapa memiliki rentang waktu 60 puluh hari

    lebih dan di ikuti dengan daun lain nya yang kurang dari 60 hari seperti daun

    kelapa sawit rentang waktu nya 49 hari,daun pinang 42 hari,daun nipah 52 hari

    dan daun rumbia 56 hari apa bila dibandingkan dengan jenis bahan baku rumpon

    lainnya yang digunakan selama penelitian berlangsung.

    Dari hasil penelitian yang sudah di lakukan maka dapat kita ketahui hasil

    yang mana bahan baku yang paling baik dan yang paling rendah hasil tingkat

    ketahanan duannya sebagai bahan baku rumpon.setelah daun kelapa ketahanan

    bahan baku rumpon terbaik kedua adalah daun rumbia kemudian disusul oleh

    daun nipah,daun kelapa sawit dan daun pinang memiliki tingkat ketahanan

    terendah di bandingkan dengan daun yang lain nya.

  • 18

    Dari penjelasan diatas maka untuk melihat daya tahan bahan baku rumpon

    yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

    Gambar 7. Tingkat ketahanan bahan baku rumpon

    Dari gambar 7 diatas dapat diketahui bahwa jenis bahan baku rumpon

    yang paling tahan adalah daun kelapa dan diikuti oleh daun rumbia serta daun

    nipah, sedangkan daun pinang dan daun kelapa sawit adalah daun yang kurang

    baik sebagai bahan baku rumpon.

    4.1.2 Kualitas Air

    Kondisi perairan juga sangat berpengaruh terhadap daya ketahanan bahan

    baku yang digunakan untuk pembuatan rumpon, adapun parameter kualitas air

    antara lain:

    1. Suhu

    Suhu air media selama penelitian berlansung berada pada kisaran suhu

    normal antara 29-300C.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    Wak

    tu (

    hari

    )

    P0 P1 P2 P3 P4

    18

    Dari penjelasan diatas maka untuk melihat daya tahan bahan baku rumpon

    yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

    Gambar 7. Tingkat ketahanan bahan baku rumpon

    Dari gambar 7 diatas dapat diketahui bahwa jenis bahan baku rumpon

    yang paling tahan adalah daun kelapa dan diikuti oleh daun rumbia serta daun

    nipah, sedangkan daun pinang dan daun kelapa sawit adalah daun yang kurang

    baik sebagai bahan baku rumpon.

    4.1.2 Kualitas Air

    Kondisi perairan juga sangat berpengaruh terhadap daya ketahanan bahan

    baku yang digunakan untuk pembuatan rumpon, adapun parameter kualitas air

    antara lain:

    1. Suhu

    Suhu air media selama penelitian berlansung berada pada kisaran suhu

    normal antara 29-300C.

    daun kelapa

    daun kelapa sawit

    daun pinang

    daun nipah

    daun rumbia

    P0 P1 P2 P3 P4

    Perlakuan

    18

    Dari penjelasan diatas maka untuk melihat daya tahan bahan baku rumpon

    yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

    Gambar 7. Tingkat ketahanan bahan baku rumpon

    Dari gambar 7 diatas dapat diketahui bahwa jenis bahan baku rumpon

    yang paling tahan adalah daun kelapa dan diikuti oleh daun rumbia serta daun

    nipah, sedangkan daun pinang dan daun kelapa sawit adalah daun yang kurang

    baik sebagai bahan baku rumpon.

    4.1.2 Kualitas Air

    Kondisi perairan juga sangat berpengaruh terhadap daya ketahanan bahan

    baku yang digunakan untuk pembuatan rumpon, adapun parameter kualitas air

    antara lain:

    1. Suhu

    Suhu air media selama penelitian berlansung berada pada kisaran suhu

    normal antara 29-300C.

    daun kelapa

    daun kelapa sawit

    daun pinang

    daun nipah

    daun rumbia

  • 19

    2. pH

    pH air media selama peneltian berlanjut berkisar 6-7 maka nilai pH air

    media termasuk pada pH normal.

    3. DO (Desolved Oxigen)

    Dari hasil pengukuran selama penelitian berlanjut maka nilai oksigen yang

    terkandung dalam media perairan berkisar antara 6,0-6,5 mg/l

    4. Salinitas

    Hasil pengukuran salinitas selama penelitian dari awal hingga akhir

    berkisar antara 17,5 - 20 ppt.

    Dari hasil penelitian maka parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel

    dibawah ini:

    Tabel 3 Kualitas air mediaParameter Ulangan

    1 2 3Suhu 29,5 0C 29,5 0C 29,5 0CpH 6,5 6,5 6,5DO 6,2 mg/l 6,2 mg/l 6,2 mg/lSalinitas 17,5 ppt 17,5 ppt 17,5 ppt

    Dari tabel diatas menjelaskan bahwa parameter kualitas air selama

    penelitian berlanjut pada kisaran normal dengan nilai suhu perairan 29-30 0C, pH

    6-7, DO 6,0-6,5 mg/l dan salinitas 17,5-20 ppt merupakan kualitas air yang

    obtimum. Kualitas perairan juga berpengaruh terhadap tingkat daya tahan bahan

    baku rumpon yang digunakan sebagai bahan percobaan dalam penelitian.

  • 20

    4.1.3 Warna Perairan

    Perubahan warna air media diakibatkan karena pengaruh pelapukan bahan

    baku rumpon dari beberapa jenis bahan baku yang digunakan dalam penelitan ini

    seperti pada tabel berikut ini:

    Tabel 4 Warna air media penelitianKode : Perlakuan/Ulangan Warna air wadah penelitianP0.1P0.2 Daun kelapaP0.3

    Warna air media penelitian coklatmuda

    P1.1P1.2 Daun kelapa sawitP1.3

    Warna air media penelitian coklatagak tua

    P2.1P2.2 Daun pinangP2.3

    Warna air media penelitian bening

    P3.1P3.2 Daun nipahP3.3

    Warna air media penelitian merah

    P4.1P4.2 Daun rumbiaP4.3

    Warna air media penelitian bening

    Dari tabel diatas menjelaskan bahwa perubahan kualitas pada media

    penelitian disebabkan akibat proses pelapukan daun-daun yang digunakan sebagai

    bahan baku rumpon sehinnga daun-daun yang digunakan akan mengeluarkan

    getah-getah yang terdapat pada daun dan pelepah sehingga warna air akan

    berubah sesuai daun yang digunakan sebagai bahan baku rumpon, seperti yang

    tercantum pada tabel diatas dapat dilihat perubahan warna peraiaran pada media

    penelitian selama berlangsung, maka dari itu tampak sangat jelas bahwa daun-

    daun yang digunakan dapat mengubah warna air media.

  • 21

    4.2 Pembahasan

    4.2.1 Definisi Operasional

    Rumpon atau fish Anggregating device (FAD) adalah salah satu jenis alat

    bantu penangkapan ikan yang di pasang dilaut,baik laut dangkal maupun laut

    dalam.penggunaan rumpon,dapat meningkatkan produktivitas dan menurunkan

    biaya operasi penangkapan ikan sehingga untuk meningkatkan jumlah

    pengumpulan ikan disekitar rumpon perlu adanya suatu atraktor yang memiliki

    daya pemikat yang lebih tinggi Optimasi merupakan aktivitas untuk memperoleh

    hasil yang terbaik dari pilihan yang tersedia.Optimasi penggunaan kombinasi

    rumpon dengan material daun kelapa dan tali raffia.

    Definisi rumpon menurut SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat

    bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

    Selanjutnya pemasangan dan pemamfaatan rumpon menjelaskan bahwa terdapat 3

    jenis rumpon,yaitu :

    1. Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan

    ditempatkan pada dasar perairan laut.

    2. Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang

    dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200

    meter.

    3. Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang

    dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 meter.

  • 22

    4.2.2 Konstruksi dan Teknis Pemasangan Rumpon

    Secara garis besar rumpon menurut Preston (1982) adalah tersusun dan

    tiga bagian utama yang terdiri dan attractor,mooring line dan pemberat.Konstruksi

    rumpon,terdiri dari komponen-komponen yang sama bila dilihat berdasarkan

    fungsinya seperti pelampung,alat pengumpul ikan,tali-temali dan pemberat tetapi

    untuk rumpon-rumpon yang dipergunakan oleh nelayan diberbagai lokasi di

    Indonesia mempunyai perbedaan bila dilihat dan material masing-masing

    komponen konstruksi rumpon tersebut.Tim pengaji rumpon IPB (1987)

    mengumukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dan konstruksi

    rumpon adalah sebagai berikut :

    1. Pelampung,mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang

    mengapung diatas air 1/3 bagian) konstruksi cukup kuat,tahan terhadap

    gelombang dan air,mudah dikenali dari jarak jauh,bahan pembuatnya mudah

    didapat.

    2. Aktraktor atau pemikat,mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan,tahan

    lama mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah

    melindungi ikancn -iakn kecil.terbuat dan bahan yang kuat,tahan lama dan

    murah.

    3. Tali temali,terbuat dan bahan yang kuat dan tidak mudah busuk harga nya

    relatif murah mempunyai daya ampung yang cukup untuk mencegah gesekan

    terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus,tidak bersimpul (less kont).

    4. Pemberat ,bahannya murah,kuat dan mudah diperoleh massa jenisnya

    besar,permukaannya tidak licin dan dapat mencengkram.

  • 23

    4.2.3 Tingkat Ketahanan Bahan Baku Rumpon

    Dari gambar 7 menunjukkan bahwa tingkat ketahanan bahan baku rumpon

    tertinggi terdapat pada daun kelapa dengan daya tahan 60 hari yaitu, kemudian

    diikuti oleh daun Rumbia, Nipah, Kelapa sawit dan daun Pinang.

    Maka Dari hasil penilitan ini menujukan bahwa daun kelapa sangat cocok

    digunakan untuk bahan baku rumpon sebagai alat bantu pengumpulan ikan-ikan

    pelagis. dikarenakan daun kelapa mempunyai ketahanan tertinggi dalam perairan

    yang mempunyai salinilitas normal bila di bandingkan dengan daun-daun yang

    lainnya sebab dari segi bentuk fisik daun kelapa dapat kita lihat baik dari bentuk

    sruktur maupun di lihat dari jaringannya melalui Microskop daun kelapa lebih

    padat dan mempunyai jaringan yang kuat dalam mengikat bentuk struktur daun

    kelapa dibandingkan dengan daun lain hingga daun kelapa mempunyai rentang

    waktu yang lama dalam penelitian selama dilakukan dalam 60 hari.

    Maka dari sisi itulah banyak masyarakat nelayan yang menggunakan daun

    kelapa sebagai bahan baku rumpon untuk di jadikan sebagai alat bantu

    penangkapan ikan, di karenakan sangat tahan terhadap perairan yang bersalinitas

    tinggi bila di bandingkan dengan daun lainnya

    Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek

    penggunaan rumpon menurut Monintja 1990 diacu dalam Sianipar 2003 antara

    lain :

    1) Ketersediaan bahan baku rumpon

    2) Daya tahan rumpon terhadap berbagai kondisi periran

    3) Kemudahan operasi penangkapan

    Monintja (1990) dalam Sianipar (2003), menyatakan bahwa manfaat yang

    didapat dari penggunaan rumpon adalah sebagai berikut :

  • 24

    1. Efisiensi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian

    2. Meningkatkan hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan

    3. Meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi

    ukuran ikan.

    Menurut Agus 2005. Rumpon dalam penangkapan ikan berfungsi sebagai

    alat untuk menarik perhatian agar ikan berkumpul pada suatu wilayah sebagai

    tempat berlindung dan merupakan sumber makanan tambahan bagi ikan-ikan.

    Pengumpulan ikan-ikan dengan rumpon umumnya untuk ikan-ikan bermigrasi

    yang secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon dan tertarik untuk diam

    atau beruaya di sekitar rumpon untuk mencari makan, berlindung atau tujuan

    lainnya baik untuk sementara maupun permanen.

    4.2.4 Ketahanan Daun

    4.2.4.1 Daun Rumbia

    Pohon palma yang merumpun, dengan akar rimpang yang panjang dan

    bercabang-cabang; tinggi tajuk 10 m atau lebih dan diameter batang mencapai 60

    cm. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang hingga 7 m, dengan panjang

    anak daun lk. 1.5 m; bertangkai panjang dan berpelepah. Ketahanan daun rumbia

    selama dalam penelitian adalah 56 hari.

    4.2.4.2 Daun Kelapa

    Pertumbuhan dan pembentukan mahkota daun, dimulai sejak biji

    berkecambah dan pada tingkat pertama dibentuk 4 – 6 helai daun. Daun tersusun

    saling membalut satu sama lain, merupakan selubung dan mudahkan susunan

    lembaga serta akar menembus sabut pada waktu tumbuh. Ketahanan daun kelapa

    selama dalam penelitian adalah 60 hari.

  • 25

    4.2.4.3 Daun Nipah

    Daun pokok Nipah yang panjang dan lembut banyak digunakan masyarakat

    tempatan untuk membuat atap nipah. Selain itu, daunnya juga digunakan dalam

    seni anyam-menganyam bakul dan jerami. Sebagaimana rumbia (Metroxylon

    spp.), batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam

    oleh lumpur. Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah

    nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13

    m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil

    maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.

    Ketahanan daun nipah selama dalam penelitian adalah 52 hari.

    4.2.4.4 Daun Pinang

    Pengamatan morfologi tanaman pinang antara lain tinggi batang (cm)

    diukur mulai dari permukaan tanah sampai pada pangkal pelepah daun terbawah,

    lingkar batang pada tinggi 1,5 m dari tanah (cm), jumlah bekas daun, jumlah daun

    (helai), panjang daun (cm) diukur mulai dari ujung pangkal pelepah sampai

    dengan ujung pinak daun paling atas, panjang tangkai daun (cm), jumlah pinak

    daun (helai) dengan menghitung seluruh pinak daunyang terdapat pada sisi kiri

    dan kanan dari helaian daun, panjang pinak daun (cm) diukur dari pangkal sampai

    ujung. Ketahanan daun pinang selama dalam penelitian adalah 42 hari.

    4.2.4.5 Daun Sawit

    Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu

    membentuk susunan daun mejemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu

    pelapah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 - 9 m. jumlah

    anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250 - 400 helai. Daun muda yang

  • 26

    masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur daun cepat

    membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat

    berlangsung fotosintesa dan juga sebagai alat respirasi. Semakin lama proses

    fotosintesa berlangsung, maka semakin banyak bahan makanan yang dibentuk

    sehingga produksi tanaman kelapa sawit meningkat. Ketahanan daun sawit dalam

    penelitian adalah 49 hari.

    4.2.5 Kualitas Air

    4.2.5.1 Suhu

    Suhu media pemeliharaan selama penelitian dilaksanakan berkisar antara

    29 - 30°C, maka suhu rata-rata dalam media penelitian 29,5oC dan masuk dalam

    kisaran optimum. Suhu dalam air sangat penting sehingga semua aktivitas akan

    terganggu jika suhu rendah.

    Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi

    di dalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam

    mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup

    suatu organisme (Palmer, 2001. diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).

    Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan

    naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan

    konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu ini juga akan

    dapat menaikan daya racun polutan terhadap organisme perairan (Moriber, 1974.

    Diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).

  • 27

    4.2.5.2 pH

    Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan

    antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam

    larutan. Nilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu

    penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah.

    Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH

    6,5 - 8,5.

    Nilai pH dalam media pemeliharaan dari awal hingga akhir penelitian

    adalah 6-7 maka nilai pH rata-rata adalah 6,5. Menurut (Effendi,2003) nilai pH

    dalam media perairan relatif stabil pada tingkat 7,5 dan merupakan nilai yang

    disukai oleh sebagian besar biota akuatik.

    Nilai oksigen terlarut dalam media pemeliharaan dari awal hingga akhir

    penelitian rata-rata 6,2 mg/l. Nilai oksigen terlarut merupakan salah satu faktor

    pendukung untuk menetralisir air media dari bakteri. Dengan nilai oksigen terlarut

    yang optimum, maka bakteri tidak mudah tumbuh. Menurut (Effendi, 2004).

    Kadar oksigen yang dianjurkan untuk kepentingan perikanan adalah tidak kurang

    dari 5 mg/liter dan batas nilai oksigen terlarut yang dapat ditolerir ikan untuk

    bertahan hidup adalah 1,1 mg/liter.

    Nilai salinitas yang terdapat dalam media penelitian dari awal hingga akhir

    15ppt sampai 20ppt, maka nilai salinitas rata-rata 17,5ppt, salinitas merupakan

    faktor penting pada perairan untuk melihat tingkat kerpuhan bahan baku rumpon.

    Menurut Sucipto, Adi 2008. Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan

    yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi

    tingkat ketahanan pada rumpon sebagai nilai konversi makanan ikan.

  • 28

    4.2.5.3 DO (oksigen terlarut)

    Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang

    sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi

    kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air

    dan meningkatnya salinitas. Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas

    air yang penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat

    sementara atau musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan

    memerlukan oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001 diacu dalam Krismono

    Priambodho, 2005). Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai

    yang relatif dangkal dan adanya turbulensi oleh gerakan air. Daya larut oksigen

    akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar

    oksigen akan meningkat (Odum, 1971 diacu dalam Henni Wijayanti M 2007).

    Dari hasil pengukuran selama penelitian berlanjut maka nilai oksigen yang

    terkandung dalam media perairan berkisar antara 6,0-6,5 mg/l

    4.2.5.4 Salinitas

    Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang

    membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota

    yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran

    yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang

    mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono,

    2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara

    vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980) diacu dalam Henni Wijayanti

    M (2007) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya

    perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) diacu dalam

  • 29

    Henni Wijayanti M (2007) menyatakan bahwa hewan benthos umumnya dapat

    mentoleransi salinitas berkisar antara 25 - 40 ‰.

    Menurut Budiman dan Dwiono (1986) bahwa gastropoda yang bersifat

    mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang

    terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika

    pengaruh air tawar berlangsung lama. Selain itu reproduksi dari jenis-jenis

    gastropoda seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.

    4.2.6 Warna Perairan

    Warna air merupakan suatu perubahan yang disebabkan oleh bahan

    rumpon yang teremdam dalam perairan, akibat proses pelapukan rumpon sehingga

    berpengaruh pada air media yang wanrna dasar perairan putih, seperti pada tabel 3

    diatas ada beberapa jenis bahan rumpon yang bisa menyebabkan berubahnya

    warna air, antara lain: Daun kelapa. Kelapa sawit dan daun pinang.

    Menurut Ekasari 2008. Perubahan warna air disebabkan karena rumpon

    akan mengeluarkan zat-zat kimia pada saat daun mulai melapuk sehingga perairan

    akan berubah warna sesuai dengan zat pewarna yang terdapat dalam daun

    tersebut.

  • DAFTAR PUSAKA

    Agus, S.B. 2005 Analisis perencanaan dan pengembangan rumpon ( fish shelter)sebagai upaya meningkatkan sumberdaya ikan. Laporan penelitian.Lembaga penelitian dan pemberdayaan masyarakat, institut pertanianbogor. Bogor. Hal 6.

    Budiman, A, dan Dwiono.1986. Ekologi Mollusca Hutan Mangrove di Jailolo,Halmahera. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove di Denpasar.Bali.

    Dinas Kelautan dan Perikanan Kebupaten Pandeglang. 2005. Laporan TahunanStatistik Produksi Perikanan, Pandeglang

    Effendi, I. 2002. Pengaruh Penggunaan Rumpon Pada Bagan Apung TerhadapHasil Tangkapan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program StudiPemafaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan Institit Pertanian Bogor. Bogor Hal 8.

    Effendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam danLingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

    Effendi, I. 2004. Pengamatan Akua Kultur, Pengamatan Suadaya. Jakarta

    Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan AlatTangkap, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat [TidakDipublikasikan]. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FakultasPerikanan. Bogor : Institut Bogor. 149 hal.

    Ishida, M.and A.O.Hassan. 1992. Chemical Composition and in vitro digestibilityof leaf and petiole from various location in oil palm fronds. In

    proceedings of 15th

    Malaysian Society of Animal Production, May 26-27, 1992, Kuala Trengganu, Malaysia, 115-118.

    Imawati, N. 2003. Studi Tentang Kepadatan Ikan Pelagis Disekitar Rumpondipelairan Pasauran Banten. Skripsi (tidak dipublikasikan). ProgramStudi Pemafaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 7-8.

    Priambodho, K. 2005. Kualitas Air Lindi Pada Tempat Pembuangan AkhirSampah Galuga Kabupaten Bogor. Skripsi (tidak dipublikasi).Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor

  • 32

    Monintja, D.R. 1993. Study on the Development Prospect of Fish AgregatingDevice for Tuna Fisheries in Pelabuhan Ratu. Prosiding Seminar HasilPenelitian. Fakultas Perikanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

    Sianipar, M.H. 2003 Komposisi Hasil Tangkapan Payang Menurut Waktu danPeriode Bulan Disekitar Rumpon di Pelairan Pasauran, ProvinsiBanten. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi PemafaatanSumberdaya Perikanan, Pakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan InstitutPertanian Bogor. Bogor. Hal 7-10.

    Subani. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. JurnalPenelitian dan Perikanan Laut no. 50 tahun 1988. Balai PenelitianPerikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian. Jakarta. Hal 8-14

    Sutamiharjda, 1978. Kualitas Pencemaran Lingkungan. Sekolah PascaprasarjanaJurusan Pengelolaan Sumberdaya Alamdan Lingkungan. Bahan Kuliah:Instutit Pertanian Bogor. Bogor.

    Sucipto, A. 2008.Budidaya ikan kerapu. Makalah disampaikan pada WorkshopTeknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan MahasiswaAkuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2008. BalaiBudidaya Air Tawar Sukabumi. 9 hal

    Supriharyono. 2000. Kondisi Kualitas Air di Saluran-saluran di daerah-daerahpersawahan, persawahan-pemukiman dan pemukiman, Delta UpangSumatera Selatan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor

    Zulkarnain, 2002. Penggunaan Model Schaefer dan Model Fox untuk PendugaanPotensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang(Decapterus spp) di Perairan Eretan, Indramayu. Buletin PSP VolumeVI No. 3 Desember 1997. Bogor: Jurusan Pemanfaatan SumberdayaPerikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Hal 31 – 40.

    Wijayanti, H. M. 2007. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Badar LampungBerdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Tesis (tidak dipublikasi).Program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Univesitas DiponegoroSemarang. Semarang

    kover penelitianBAB 1bab IIbab IIIbab IVbab1vDAFTAR PUSAKA