Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

6

Click here to load reader

Transcript of Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

Page 1: Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

PAPER EKOLOGI UMUM

DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP PENDUDUK DI SEKITAR

PABRIK KARET

Dosen Pengampu : Ir. Bambang Hariyadi, M.Si, Ph.D

Disusun Oleh

Dawam Suprayogi

A1C408049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2010

Page 2: Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk di Sekitar Pabrik Karet

Karet pertama kali dikenal di Eropa, yaitu sejak ditemukannya benua Amerika oleh

Christopher Columbus pada tahun 1476. Orang Eropa yang pertama kali menemukan ialah Pietro

Martyre d’Anghiera. Penemuan tersebut dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul De Orbe

Novo (Edisi 1530). Di Indonesia, tanaman karet pertama kali diperkenalkan oleh Hofland pada

tahun 1864. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Selanjutnya

karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Sejarah karet

di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956.

Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Namun sejak

tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia

(Rouf, 2009). Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau

Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae) (Anonim, 2010a).

Menurut Warintek-Progressio (2000) dalam Indriasari (2005:22), kegiatan pengolahan

karet yang dimulai dengan penyadapan getah karet dari pohon hingga pengepakan, ternyata

menghasilkan limbah yang lazim disebut dengan istilah leum. Leum adalah getah karet yang

telah membeku, hal ini menyebabkan leum ini tidak dapat diolah pada proses pengolahan getah

karet cair. Leum masih dapat diolah menjadi bahan karet dengan teknologi yang memadai.

Namun yang menjadi masalah adalah tidak semua pabrik atau industri karet mempunyai

teknologi tersebut, sehingga leum harus dikirim ke pabrik lain untuk dilakukan pengolahan.

Secara ekonomis pengiriman leum ke pabrik lain tidak dapat dilakukan setiap hari, karena biaya

transport yang tinggi. Dengan demikian leum yang dihasilkan setiap hari tersebut, dikumpulkan

dalam suatu gudang hingga mencapai jumlah tertentu sebelum kemudian dikirim ke tempat lain

untuk diolah. Leum yang dikumpulkan dalam gudang penyimpanan mengalami penumpukan

selama berhari-hari. Kondisi ini menyebabkan keadaan kekurangan oksigen pada tumpukan

leum, terutama pada timbunan bagian bawah. Dengan keadaan ini maka terjadilah reaksi

anaerobik yang memicu keluarnya gas-gas yang berbau busuk dan sangat menyengat.

Menurut Hartikainen et al. (2000) dalam Indriasari (2005:22), proses degradasi anaerobik

dari bahan organik akan menghasilkan emisi gas penyebab bau yang khas antara lain berasal dari

lepasan senyawa-senyawa sulfida, amonia, karbon monoksida, karbon dioksida serta senyawa

Page 3: Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

organik lain yang mudah menguap (volatile organic compounds) seperti metan, asam asetat,

keton, aldehid dan sebagainya.

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa

gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan

penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat

merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat

memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm

volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat

menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian (Anonim, 2010b).

Asam sulfat sebagai salah satu contoh senyawa sulfida dianggap tidak beracun selain

bahaya korosifnya. Resiko utama asam sulfat adalah kontak dengan kulit yang menyebabkan

luka bakar dan penghirupan aerosol asap. Paparan dengan aerosol asam pada konsentrasi tinggi

akan menyebabkan iritasi mata, saluran pernafasan, dan membran mukosa yang parah. Iritasi

akan mereda dengan cepat setelah paparan, walaupun terdapat risiko edema paru apabila

kerusakan jaringan lebih parah. Pada konsentrasi rendah, simtom-simtom akibat paparan kronis

aerosol asam sulfat yang paling umumnya dilaporkan adalah pengikisan gigi (Anonim, 2010c).

Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak

mengiritasi, mudah terbakar dan sangat beracuin. Gas Karbon monoksida merupakan bahan yang

umum ditemui di industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan

bermotor, alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon dan nyala api

(seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, asap tembakau. Namun sumber

yang paling umum berupa residu pembakaran mesin (Anonim, 2010d).

Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun) maka gas CO

dijuluki sebagai “silent killer” (pembunuh diam-diam). Keberadaan gas CO akan sangat

berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang

berkaitan dengan haemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta

organ vital. Bila terhirup, karbon monoksida akan berikatan dengan Haemoglobin (Hb) dalam

darah membentuk Karboksihaemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan

karena ikatan HbCO jauh lebih kuat 200 kali, dan dapat mengikat lebih cepat 250 kali dari pada

ikatan HbO (Anonim, 2010d).

Page 4: Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

Bahaya utama terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada darah. Batas

pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health

Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan

oleh ACGIH TLV-TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung

berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm

(0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi hemoglobin

dan dapat berakibat fatal (Anonim, 2010d).

Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa

lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat, confusion, gangguan penglihatan,

kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat

muncul pada orang yang menderita nyeri dada. Kematian kemungkinan disebabkan karena sukar

bernafas dan edema paru. Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh

kurangnya oksigen pada tingkat seluler (seluler hypoxia). Sel darah tidak hanya mengikat

oksigen melainkan juga gas lain (Anonim, 2010d).

Besarnya konsentrasi senyawa penyebab kebauan yang diperbolehkan terkandung dalam

emisi gas buang suatu industri diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor :

KEP-50/MENLH/11/1996 mengenai baku mutu tingkat kebauan.

Tabel. Baku Mutu Tingkat Kebauan Gas Tunggal

No. Parameter Satuan Nilai Batas Metode Pengukuran Peralatan

1. Amonia (NH3) ppm 2,0 Metode Indofenol Spektrofotometer

2. Metil

Merkaptan

(CH3SH)

ppm 0,002 Absorbsi Gas Gas Khromatografi

3. Hidrogen

Sulfida

(H2S)

ppm 0,02 Merkuri Tiosionat

dan

Absorbsi Gas

Spektrofotometer

Gas Khromatografi

4. Metil Sulfida

((CH3)2S)

ppm 0,01 Absorbsi Gas Gas Khromatografi

5. Stirena

(C6H5CHCH2)

ppm 0,1 Absorbsi Gas Gas Khromatografi

Sumber : BPLH Jawa Barat

Page 5: Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

Untuk mengatasi permasalahan dalam pengolahan karet remah khususnya bau busuk, Balai

Penelitian Sembawa - Pusat Penelitian Karet sejak tahun 1999 sampai sekarang, telah melakukan

penelitian penggunaan asap cair sebagai penghilang/penetral/pengurang bau dan sebagai bahan

pembeku lateks. Penelitian asap cair dari tahun 1999 sampai tahun 2001, menghasilkan bahwa

penyemprotan asap cair di atas bokar (bahan olahan karet) dapat menghilangkan/menetralkan

bau busuknya dan asap cair dapat membekukan lateks (getah karet) dengan sempurna dengan

nilai plastisitas tinggi, dan sifat fisik vulkanisat setara atau bahkan lebih baik dibandingkan

dengan karet yang dihasilkan dengan pembeku asam format (asam semut). Asap cair dapat

mengatasi bau busuk dari karet yang selama ini belum pernah dapat diatasi, karena mengandung

67 jenis senyawa yang dapat berfungsi mencegah dan mematikan pertumbuhan bakteri (yang

berperan dalam timbulnya bau busuk) dan senyawa-senyawa yang mudah menguap serta berbau

spesifik asap (Anonim, 2009).

Walaupun cara ini dilakukan hendaknya warga sekitar pabrik tetap waspada karena

dampak yang ditimbulkan jauh lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Jangan ragu untuk

melakukan pemeriksaan kesehatan bila merasakan ada gangguan kesehatan yang dirasakan. Bagi

pihak pabrik pun jangan hanya menikmati hasil produksi saja tetapi juga harus memperhatikan

keseimbangan dan kualitas lingkungan.

Page 6: Dawam Suprayogi a1c408049 (Dampak Polusi Udara Terhadap Penduduk Di Sekitar Pabrik Karet)

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Teknologi Asap Cair “Deorub” dalam Industri Karet Alam. http://www.

technologyindonesia.com/columns.php?id=25 Diakses 5 Desember 2010.

Anonim. 2010a. Karet. http://id.wikipedia.org/wiki/Karet. Diakses 4 Desember 2010.

Anonim. 2010b. Amonia. http://id.wikipedia.org/wiki/Amonia. Diakses 4 Desember 2010.

Anonim. 2010c. Asam Sulfat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sulfat. Diakses 4 Desember

2010.

Anonim. 2010d. Keracunan Karbon Monoksida. http://www.pom.go.id/public/siker/desc/

produk/RacunKarMon.pdf. Diakses 5 Desember 2010.

BPLH. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-50/MENLH/11/1996

Tentang Baku Tingkat Kebauan. http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/dokumen-

publikasi/doc_download/17-kepmen lh-no50-tahun-1996 Diakses 5 Desember 2010.

Indriasari, S. 2005. Penerapan Teknik Biofilter Skala Pilot pada Penghilangan Gas Penyebab

Bau dari Gudang Penyimpanan Leum Industri Karet (Ribbed Smoked Sheet). http://iirc.

ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/10929/2/2005sin.pdf Diakses 5 Desember 2010.

Rouf, A. 2009. Sejarah dan Prospek Pengembangan Karet. http://balitgetas.wordpress.com

/2009/07/21/sejarah-dan-prospek-pengembangan-karet/. Diakses 5 Desember 2010.